Anda di halaman 1dari 6

2.1.

Gas Metana Batubara


Gas metana batubara adalah gas metana (CH4) yang terbentuk selama proses geologi yang
panjang saat tumbuhan organik mati terkubur dan mengalami dekomposisi di bawah tekanan dan
suhu tinggi dalam kondisi anaerobik, atau tanpa oksigen. Gas metana ini tersimpan dalam pori-
pori dan struktur batubara itu sendiri, termasuk retakan dan celah, yang berpotensi
menjadikannya sumber energi yang bernilai. Namun, gas metana batubara juga menghadirkan
risiko keselamatan yang serius karena sifat mudah terbakarnya, sehingga pengendalian yang
cermat diperlukan dalam tambang batubara untuk mencegah bahaya ledakan dan pelepasan gas
yang berpotensi merugikan lingkungan dan iklim global.

Gas metana batubara, juga dikenal sebagai gas metana dari batubara (CBM), adalah gas alam
yang terperangkap dalam lapisan batubara bawah tanah. Gas metana ini terbentuk selama proses
pembentukan batubara dan tetap terperangkap di dalamnya. Gas ini terutama terdiri dari metana
(CH4), tetapi juga dapat mengandung sedikit gas lainnya seperti karbon dioksida (CO2), nitrogen
(N2), dan hidrogen sulfida (H2S).
Gasmetana (CH4) merupakan salah satu gas yang terdapat dalam batubara yang
dapatdimanfaatkan sebagai sumber energi. (W, 2011). Gas metana batubara memiliki potensi
ekonomi sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, pemanasan,
dan berbagai aplikasi industri. Namun, penting untuk memahami risiko keselamatan yang terkait
dengannya. Gas metana adalah gas yang sangat mudah terbakar, dan jika mencapai konsentrasi
yang cukup di udara, dapat menyebabkan bahaya ledakan yang serius di tambang batubara. Oleh
karena itu, kontrol yang ketat dan sistem ventilasi yang efisien digunakan untuk mencegah
pelepasan gas metana yang berpotensi membahayakan.

2.1.1 Pembentukan Gas Metana Batubara


Proses pembentukan gas metana batubara terjadi ketika materi organik dalam lapisan batubara
mengalami dekomposisi oleh mikroba dan tekanan serta suhu bawah tanah yang tinggi. Seiring
berjalannya waktu, gas metana terbentuk dan terperangkap dalam pori-pori batubara yang padat.
Proses pembentukan gas metana dalam batubara terjadi selama berjuta-juta tahun melalui
serangkaian peristiwa geologi dan kimia. Berikut adalah penjelasan tentang proses pembentukan
gas metana dalam batubara:

1. Pembentukan Batubara
Proses ini dimulai dengan penimbunan materi organik, seperti tumbuhan mati, di dalam
lingkungan yang menghasilkan sedimen seperti rawa, danau, atau laut. Materi organik
ini terkubur di dalam tanah dan terperangkap di lapisan-lapisan sedimentasi. Selama
proses pembatubaraan material organik akan mengeluarkan air, CO2, gas metana dan
lainnya. Kandungan gas pada GMB sebagian besar berupa gas metana dengan sedikit
gas hidrokarbon dan gas non hidrokarbon lainnya. (Tryono, 2017).
Reaksi kimia pembentukan batubara adalah sebagai berikut :

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 +8H2O +6CO2 + CO

Sellulosa Lignite Gas Metana

5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 +8H2O +6CO2

Sellulosa Bitumen Gas Metana

Gambar 2.1 Tahapan Proses Pembatubaraan

2. Kompaksi dan Tekanan


Seiring berjalannya waktu, tekanan dari lapisan sedimentasi yang terus bertambah
menyebabkan kompaksi materi organik. Tekanan yang kuat ini memadatkan materi
organik menjadi lapisan batubara yang lebih padat.

3. Suhu dan Tekanan Tinggi


Kedalaman yang semakin dalam mengakibatkan peningkatan suhu dan tekanan di dalam
batubara. Suhu dan tekanan yang tinggi inilah yang memulai proses kimia yang disebut
"karbonisasi."
4. Karbondioksida Terbuang
Selama proses karbonisasi, sebagian besar oksigen dan hidrogen yang terkandung dalam
materi organik terbuang, meninggalkan atom karbon yang lebih padat. Ini menghasilkan
pelepasan karbondioksida (CO2) dan air (H2O) ke atmosfer, sementara karbon
terakumulasi dalam lapisan batubara.

5. Pembentukan Gas Metana


Karbon yang terkandung dalam batubara yang terbentuk kemudian mengalami
transformasi lebih lanjut. Suhu dan tekanan yang tinggi di dalam lapisan batubara
menyebabkan perubahan kimia, mengubah karbon menjadi molekul metana (CH4).
Proses ini disebut "termogenesis."

6. Akumulasi Gas Metana


Molekul metana yang terbentuk selama proses termogenesis terperangkap dalam pori-
pori dan retakan batubara. Akumulasi metana dapat terjadi dalam jumlah yang signifikan
tergantung pada faktor-faktor seperti jenis batubara, kedalaman, dan komposisi geologi.

7. Penambangan dan Pelepasan


Ketika batubara ditambang, gas metana yang terperangkap dalam lapisan batubara dapat
terlepas ke atmosfer. Inilah mengapa pengendalian gas metana dan pengaturan yang
cermat diperlukan dalam tambang batubara untuk mencegah bahaya ledakan dan
pelepasan berlebihan.
Selain itu, pengendalian emisi gas metana dari tambang batubara menjadi semakin penting dalam
upaya mengurangi dampaknya terhadap perubahan iklim global. Gas metana adalah gas rumah
kaca yang kuat, dan pelepasan besar-besaran dari tambang batubara dapat memperburuk efek
rumah kaca dan pemanasan global. Oleh karena itu, teknologi dan praktik yang berkelanjutan
untuk mengendalikan dan memanfaatkan gas metana dari batubara menjadi fokus penting dalam
industri pertambangan modern.

2.1.2 Metode Perhitungan Kandungan Gas Metana Batubara


Berikut adalah beberapa metode yang digunakan untuk mengetahui kandungan gas metana
dalam batubara:
1. Analisis dan desorption test
Metode ini dilakukan dengan mengambil sampel batubara dan melakukan analisis kimia
serta pengukuran kandungan gas metana yang terperangkap di dalamnya. Metode ini
dilakukan dengan mengukur jumlah gas metana yang terlepas dari batubara saat tekanan
di dalam batubara dikurangi. Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan canister
test atau metode fast desorption test.
Adapaun rumusnya sebagai berikut :

QT =Q1+ Q2+Q3 ……………………………………….. (Persamaan 1)

Keterangan :
QT : Jumlah Total Kandungan Gas (cc)
Q1 : Kandungan Gas yang Hilang (Lost Gas) (cc)
Q2 : Kandungan Gas yang Diukur dalam Canister (cc)
Q3 : Kandungan Gas Sisa (Saat Crusher) (cc)

2. Formula Kim
Formula ini merupakan rumus empiris yang dibuat oleh Kim pada tahun 1977 dan
digunakan untuk menghitung kandungan gas metana dalam batubara berdasarkan data
proksimat batubara.
3. Pengukuran sensor
Pengukuran sensor dilakukan dengan menggunakan alat monitoring gas metan di dalam
tambang batu bara yang dilengkapi dengan sensor MQ-4 untuk mengukur kadar gas
metana.
4. Pemboran dalam dan pengukuran kandungan gas
Metode ini dilakukan dengan melakukan pemboran dalam dan pengukuran kandungan
gas pada lapisan batubara untuk mengetahui kandungan gas metana dalam batubara

2.2 Swabakar Batubara


Spontaneous combustion (swabakar) adalah proses terbakar dengan sendirinya batubara akibat
reaksi oksidasi eksotermis yang terus menyebabkan kenaikan temperature (Fillah,dkk.2016).
Pada hakikatnya swabakar merupakan proses terbakarnya batubara dengan sendirinya yang dapat
mempengaruhi kualitas batubara.Hal yang termasuk kualitas batubara,seperti kandungan
air,kandungan sulfur, dan nilai kalor yang mempengaruhi potensi terjadinya swabakar.
Kandungan air tinggi atau sifat-sifat reaktif tertentu lebih rentan terhadap swabakar.

2.2.1 Proses Swabakar Batubara

Mekanisme terjadinya swabakar batubara melibatkan serangkaian reaksi kimia yang kompleks
dan proses fisika yang berkelanjutan. Ini adalah rangkaian peristiwa yang memicu dan
mempertahankan kebakaran batubara tanpa memerlukan sumber eksternal panas. Berikut
adalah penjelasan lebih lanjut mengenai mekanisme terjadinya swabakar batubara:

1. Kandungan Bahan Organik


Batubara mengandung bahan organik, seperti karbon dan hidrogen, yang dapat
mengalami oksidasi saat terpapar udara. Proses oksidasi ini merupakan pemicu
utama terjadinya swabakar.
2. Pemanasan Awal
Pada awalnya, suatu area di dalam batubara dapat terpapar oleh udara atau oksigen.
Proses ini dapat diakibatkan oleh retakan alami dalam batubara atau kehadiran udara
yang tidak diinginkan dalam tambang. Ketika oksigen mulai bereaksi dengan bahan
organik dalam batubara, suhu di area tersebut mulai naik.
3. Reaksi Oksidasi
Oksigen bereaksi dengan karbon dan hidrogen dalam batubara, menghasilkan panas
sebagai produk sampingan. Reaksi ini dapat menghasilkan pelepasan energi dalam
bentuk panas, yang selanjutnya meningkatkan suhu di sekitar area yang terkena.
4. Efek Sendiri-Pemanasan (Self-Heating)
Proses oksidasi berkelanjutan menghasilkan lebih banyak panas, dan inilah yang
disebut sebagai efek sendiri-pemanasan. Semakin panas batubara, semakin cepat
reaksi oksidasi berlangsung, menciptakan lingkungan yang mendukung perambatan
dan mempertahankan kebakaran.
5. Pelepasan Gas Beracun
Selama swabakar, gas beracun seperti karbon monoksida (CO) dapat dihasilkan
sebagai hasil reaksi oksidasi. Gas-gas ini dapat menjadi bahaya serius bagi pekerja
tambang jika terjadi pelepasan besar-besaran.
6. Perkembangan Kebakaran
Jika tidak dikendalikan, suhu di dalam batubara terus meningkat, dan kebakaran
dapat menyebar lebih jauh melalui retakan dan pori-pori batubara. Ini dapat
mengakibatkan kerusakan yang serius pada tambang dan lingkungan.
Proses ini dimulai dengan terserapnya oksigen pada suhu rendah. Pada umumnya, penanganan
swabakar batubara menggunakan alat berat excavator untuk memisahkan batubara yang sudah
terbakar agar suhu batubara turun dan padam. Namun, jika hanya dengan cara ini, pemadaman
membutuhkan waktu yang lama karena batubara yang terbakar memiliki suhu 300 – 500 C
bahkan lebih. Terkadang di lapangan ada yang menggunakan bantuan air untuk
memadamkannya, namun ini tidak efektif karena air cepat menguap. Solusi untuk mengatasi
swabakar batubara adalah dengan menggunakan foam khusus untuk pemadam swabakar
batubara yang diformulasikan khusus menggunakan surfactant dan fire retardant yang memiliki
fungsi cepat memadamkan swabakar batubara. Foam ini pun pemakaiannya sangat ekonomis,
mampu memadamkan swabakar batubara hanya dengan konsentrasi 1 – 3% saja. Bahan-bahan
yang digunakan ramah lingkungan, tidak beracun dan biodegradable.

Anda mungkin juga menyukai