Anda di halaman 1dari 15

72

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUID DAN


SEMISOLID (NON STERIL)
PERCOBAAN 7
SALEP

Disusun oleh:

Muhammad Rifky Ramadhan (10060318173)


Melia Puspa Putri H (10060318174)
Dinda Ayu Fauziyah (10060318175)
Hilda Novianti Putri (10060318176)
Desi Waliasih (10060318177)
Geofanny Mozataufika (10060318178)
Nazela Constantia Hilyatul A. (10060318179)
Shift / Kelompok :D/4
Tanggal Praktikum : 26 Oktober 2020
Tanggal Laporan : 2 November 2020
Asisten Penanggung Jawab : Lela Marlina, S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2020 M / 1442 H
PERCOBAAN 7
SALEP

I. Teori Dasar

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang
cocok (Dirjen POM, 1995).
Berdasarkan komposisinya, dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut
(Ansel, 1989):
1. Dasar salep hidrokarbon (dasar salep berlemak) bebas air. Kerjanya sebagai
bahan penutup saja. Tidak mengering atau tidak ada perubahan dengan
berjalannya waktu. Dasar salep hidrokarbon yaitu Vaselinum, Jelene, minyak
tumbuh-tumbuhan.
2. Dasar salep absorpsi dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu:
(a). Yang memungkinkan percampuran larutan berair, hasil dari pembentukan
emulsi air dan minyak (misalnya: Petrolatum Hidrofilik dan Lanolin
Anhidrida).
(b). Yang sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan
bercampurnya sedikit penambahan jumlah larutan berair (misalnya: Lanolin
dan Cold Cream). Dasar salep ini berguna sebagai emolien walaupun tidak
menyediakan derajat penutupan seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak.
Dasar salep absorpsi tidak mudah dihilangkan dari kulit oleh pencucian air.
3. Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air, merupakan emulsi minyak
dalam air yang dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan air. Atas dasar ini
bahan tersebut sering dikatakan sebagai bahan dasar salep “tercuci air”.
4. Dasar salep yang dapat larut dalam air, yaitu dasar salep yang hanya
mengandung komponen yang larut dalam air. Basis yang larut dalam air
biasanya disebut sebagai greaseless karena tidak mengandung bahan berlemak.
Kualitas salep yang baik adalah (Anief, 2007):
1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada dalam
kamar.
2 Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak
dan homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan
ekskoriasi.
3. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai
dan dihilangkan dari kulit.
4. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan
kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau
menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah
yang diobati.
5. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat
atau cair pada pengobatan.
6. Lembut, mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif.
Fungsi salep Menurut Lachman dkk (1994):
1. Sebagai pembawa pada obat-obatan topical
2. Sebagai pelunak kulit
3. Sebagai pembantu pelindung atau pembalut penyumbat (oklusif).
Peraturan-peraturan pembuatan salep terdiri dari (Dirjen POM, 1995):
1. Peraturan salep pertama “Zat-zat yang dapat larut dalam campuran-campuran
lemak, dilarutkan kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan”.
2. Peraturan salep kedua “Bahan-bahan yang dapat larut dalam air. Jika tidak ada
peraturanperaturan lain, dilarutkan lebih dahulu dalam air, diharapkan jumlah
air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep, jumlah air yang
dipakai dikurangi dari basis”.
3. Peraturan salep ketiga “Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat
larut dalam lemak dan air harus diserbuk lebih dahulu, kemudian diayak dengan
ayakan no.B.40 (no.100)”. 4) Peraturan salep keempat “Salep-salep yang dibuat
dengan melelehkan, campurannya harus diaduk sampai dingin”.
Menurut Ansel (1989), pemilihan basis salep yang dipakai dalam formulasi
sediaan salep tergantung faktor-faktor berikut:
1. Laju pelepasan yang diinginkan bahan obat dari basis salep.
2. Keinginan peningkatan absorbsi obat dari basis salep.
3. Kelayakan melindungi lembab dari kulit oleh basis salep.
4. Kekentalan atau viskositas dari basis salep.
Metode pembuatan salep Menurut Ansel (1989), Metode untuk pembuatan
tertentu terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya.
1. Pencampuran, dalam metode pencampuran komponen dari salep dicampur
dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.
2. Peleburan, dalam metode peleburan semua atau beberapa komponen dari salep
dicampurkan dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan
pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen yang tidak
dicairkan biasanya ditambahkan pada cairan yang sedang mengental setelah
didinginkan. Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila
temperatur dari campuran telah cukup rendah tidak menyebabkan penguraian
atau penguapan dari komponen.
1.1 Data Preformulasi Zat Aktif
1.1.1 Zinc Oxide (ZnO)
 Pemerian: serbuk amorf, sangat halus, putih/putih kekuningan, tidak berbau, tidak
berasa, lambat laun menyerap CO2 dari udara (Ditjen POM, 1979: 636).
 Polimorfisme:
 Ukuran partikel:
 Kelarutan: praktis tidak larut dalam air dan etanol 95%, larut dalam asam mineral encer
dan dalam larutan alhali hidroksida (Ditjen POM, 1979: 636).
 Titik lebur/titik didih:
 pKa/pKb:
 pH larutan: 6,95 (Ditjen POM, 1995: 835).
 Bobot jenis: 5,606 gram/mol (Ditjen POM, 1995: 835).
 Stabilitas: jika dipanaskan dengan kuat terjadi warna kuning yang akan hilang pada
pendinginan, ketika kontak dengan udara ZnO perlahan menyerap uap lembab dan CO2
(Ditjen POM, 1995: 835).
 Inkompatibilitas:
 Khasiat: antiseptikum lokal (Ditjen POM, 1979: 636).
1.2 Data Preformulasi Zat Tambahan
1.2.1 Adeps Lanae
 Pemerian: massa seperti lemak, lengket, berwarna kuning, berbau khas (Ditjen POM,
2014: 750).
 Polimorfisme:
 Ukuran partikel:
 Kelarutan: larut dalam benzena, kloroform, eter, dan petroleum spirit; sedikit larut
dalam etanol (95%) dingin; lebih larut dalam etanol (95%) mendidih; praktis tidak larut
dalam air (Rowe et al., 2009: 379).
 Titik lebur/titik didih: 45℃–55℃ (Rowe et al., 2009: 439).
 pKa/pKb:
 pH larutan:
 Bobot jenis:
 Stabilitas: Dapat mengalami autoksidasi selama penyimpanan, untuk mencegahnya
pencantuman BHT diizinkan sebagai antioksidan. Pemanasan yang berlebih dapat
menyebabkan warna menjadi gelap dan menimbulkan bau tengik yang kuat. Dapat
disterilkan dengan metode dry heat pada suhu 150℃. Salep optalmik yang
mengandung lanolin dapat disterilkan dengan filtrasi atau dengan radiasi sinar gamma
(Rowe et al., 2009: 379).
 Inkompatibilitas: lanolin mungkin mengandung pirooksidan yang dapat memengaruhi
kestabilan dari beberapa obat (Rowe et al., 2009: 379).
 Kegunaan: agen pengemulsi, basis salep (Rowe et al., 2009: 378).
1.2.2 Vaselin Album
 Pemerian: putih atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan dalam lapisan
tipis setelah didinginkan pada suhu 0℃ (Ditjen POM, 1995: 822).
 Polimorfisme:
 Ukuran partikel:
 Kelarutan: tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol dingin atau panas dan dalam
etanol mutlak dingin; mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida, dalam
kloroform; larut dalam heksana, dan dalam sebagian besar minyak lemak dan minyak
atsiri (Ditjen POM, 1995: 822).
 Titik lebur/titik didih:
 pKa/pKb:
 pH larutan:
 Bobot jenis:
 Stabilitas: Secara inheren stabil karena komponen hidrokarbonnya yang tidak reaktif;
sebagian bersar masalah stabilitas terjadi karena adanya sejumlah kecil pengotor. Jika
terkena cahaya, kotoran ini dapat teroksidasi untuk mengubah warna vaselin album
dan menghasilkan bau yang tidak diinginkan. Tingkat oksidasi bervariasi tergantung
pada sumber vaselin album dan tingkat kehalusannya. Oksidasi dapat dihambat dengan
ditambahkannya antioksidan yang sesuai seperti butil hidroksianisol, butil
hidroksitoluena, atau alfa tokoferol (Rowe et al., 2009: 482).
 Inkompatibilitas: vaselin album adalah bahan inert dengan sedikit inkompatibilitas
(Rowe et al., 2009: 482).
 Kegunaan: emolien, basis salep (Rowe et al., 2009: 482).
1.2.3 Setil Alkohol
 Pemerian: terbentuk sebagai lilin, serpihan putih, butiran, kubus, atau coran; memiliki
bau khas yang samar dan rasa yang hambar (Rowe et al., 2009: 155).
 Polimorfisme:
 Ukuran partikel:
 Kelarutan: larut bebas dalam etanol (95%) dan eter, kelarutan meningkat dengan
meningkatnya suhu, praktis tidak larut dalam air, dapat larut bila dilebur dengan lemak,
paraffin cair dan padat, serta isopropil miristat (Rowe et al., 2009: 156).
 Titik lebur/titik didih: Titik leburnya 49℃ (Rowe et al., 2009: 156). Titik didihnya
344℃ (Rowe et al., 2009: 156).
 pKa/pKb:
 pH larutan:
 Bobot jenis: 0,908 gram/cm3 (Rowe et al., 2009: 155).
 Stabilitas: Stabil dengan adanya asam, basa, cahaya, dan udara; itu tidak menjadi
tengik. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat yang sejuk dan kering
(Rowe et al., 2009: 156).
 Inkompatibilitas: inkompatibel dengan oksidator kuat; bertanggung jawab untuk
menurunkan titik leleh ibuprofen yang menghasilkan kecenderungan lengket selama
proses pelapisan film kristal ibuprofen (Rowe et al., 2009: 156).
 Kegunaan: agen pelapis; agen pengemulsi; agen pengaku (Rowe et al., 2009: 155).
1.2.4 Propilenglikol
 Pemerian: cairan bening, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, dengan rasa
manis, agak tajam menyerupai gliserin (Rowe et al., 2009: 592).
 Polimorfisme:
 Ukuran partikel:
 Kelarutan: dapat larut dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air; larut
pada 1 dalam 6 bagian eter; tidak larut dengan minyak mineral ringan atau minyak
tetap, tetapi akan melarutkan beberapa minyak esensial (Rowe et al., 2009: 592).
 Titik lebur/titik didih: Titik leburnya –59℃ (Rowe et al., 2009: 592).
 pKa/pKb:
 pH larutan:
 Bobot jenis:
 Stabilitas: pada suhu dingin, propilenglikol stabil dalam wadah tertutup baik; tetapi
pada suhu tinggi, di tempat terbuka, cenderung teoksidasi sehingga menimbulkan
produk seperti propionaldehida, asam laktat, asam piruvat, dan asam stearat;
propilenglikol secara kimiawi stabil bila dicampur dengan etanol (95%), gliserin; atau
air; larutan encer dapat disterilkan dengan autoklaf (Rowe et al., 2009: 592).
 Inkompatibilitas: propilenglikol tidak sesuai dengan reagen pengoksidasi seperti
kalium pemanganat (Rowe et al., 2009: 593).
 Kegunaan: pengawet antimikroba; desinfektan; humektan; pemlastis; pelarut; zat
penstabil; kosolven yang larut dalam air (Rowe et al., 2009: 592).

II. Alat dan Bahan

Alat Bahan
Cawan Penguap Aquadest
Gelas Kimia Perkamen
Kaca Arloji Propilenglikol
Matkan Setil Alkohol
Mortar dan Stamper Vaelin Album
Penangas Air ZnO
Spatel
Tabung Sedimentasi
Timbangan Digital
Ultra Turrax Stirrer
Viskometer Brookfield

III. Perhitungan dan Penimbangan


3.1 Perhitungan
3.1.1 Formula A
2
 ZnO 2% = 100 × 20 gram = 0,4 gram

= 0,4 gram + (0,4 gram × 10%)


= 0,44 gram
5
 Adeps Lanae 5% = × 20 gram= 1 gram
100
= 1 gram + (1 gram × 10%)
= 1,1 gram
 Vaselin Album = 100% − 2% − 5%
= 93%
93
= 100 × 20 gram = 18,6 gram

= 18,6 gram + (18,6 gram × 10%)


= 20,46 gram
3.1.2 Formula E
2
 ZnO 2% = 100 × 20 gram = 0,4 gram

= 0,4 gram + (0,4 gram × 10%)


= 0,44 gram
5
 Setil Alkohol 5% = × 20 gram= 1 gram
100

= 1 gram + (1 gram × 10%)


= 1,1 gram
10
 Propilenglikol 10% = × 20 gram= 2 gram
100

= 2 gram + (2 gram × 10%)


= 2,2 gram
 Vaselin Album = 100% − 2% − 5% − 10%
= 83%
83
= 100 × 20 gram = 16,6 gram

= 16,6 gram + (16,6 gram × 10%)


= 18,26 gram
3.2 Penimbangan
Formula Nama Zat Konsentrasi Untuk 20 gram
Zinc Oxide 2% 0,44 gram
A
Adeps Lanae 5% 1,1 gram
Vaselin Album ad 20 gram 20,46 gram
Zinc Oxide 2% 0,44 gram
Setil Alkohol 5% 1,1 gram
E
Propilenglikol 10% 2,2 gram
Vaselin Album ad 20 gram 18,26 gram

IV. Prosedur Pembuatan Sediaan dan Evaluasi


4.1 Prosedur Pembuatan

4.1.1 Prosedur Pembuatan Salep Formula A (Metode Triturasi)


Pertama-tama disiapkan alat dan baha, lalu semua bahan yang akan digunakan
ditimbang. Kemudian zat aktif (ZnO) digerus di dalam mortar hingga halus. Setelah
itu, sebagian basis vaselin album dimasukan kedalam matkan dan diaduk menggunakan
alat ultra thurax stirrer dan ditambahkan basis adeps lanae kedalam matkan, diaduk
kembali hingga homogen. Lalu, basis vaselin yang masih tersisa dimasukan kedalam
matkan dan diaduk hingga homogen dengan alat ultra thurax stirrer. Kemudian zat aktif
(ZnO) dimasukan sedikit demi sedikit ke dalam campuran basis, diaduk hingga
homogen. Setelah itu, ditimbang sebanyak 20 gram dimasukan sediaan salpe kedalam
pot salep.
4.1.2 Prosedur Pembuatan Salep Formula E (Metode Pelelehan)
Pertama-tama disiapkan alat dan baha, lalu semua bahan yang akan digunakan
ditimbang. Basis seperti setil alkhol dan vaselin album dipanaskan terlebih dahulu
pada cawan uap yang diletakan diatas penangas air. Setelah itu, masukan basis ke
dalam matkan dan diaduk sampai berbentuk massa semisolid. Lalu, PPG ditambahkan
sedikit demi sedikit, diaduk dengan alat ultra thurax stirrer hingga homogen dan zat
aktif (ZnO) ditambahakan sedikit demi sedikit kedalam basis, diaduk hingga homogen.
Ditimbang sebanyak 20 gram dan dimasukkan ke dalam pot salep.
4.2 Evaluasi
4.2.1 Organoleptik
Evaluasi ini dilakukan dengan mengamati warna dan bau dari sediaan salep.
4.2.2 Homogenitas
Mula-mula diambil sediaan salep secukupnya kemudian diletakan pada kaca
arloji. Setelah itu, ditutup dengan kaca arloji lainnya sambil sedikit ditekan, lalu
diamati apakah sediaan salep sudah homogen atau tidak.
4.2.3 Konsistensi
Mula-mula diambil sediaan salep secukupnya kemudian dioleskan
kepermukaan kulit dan diamati apakah sedian salep konsistensinya rendah atau tinggi.
4.2.4 Stabilitas
Mula-mula sedian gel dimasukan secukupnya kedalam tabung sentrifugasi
kemudian dimasukan kedalam alat sentrifugasi dan diatur kecepatan alat sentrifugasi ±
30.000 rpm. Kemudian diamati stabilitas sediaan. Setelah itu, sediaan akan diamati
kembali mengenai warna, bau dan konsistensinya pada hari pertama dan hari kedua.

V. Hasil Pengamatan dan Pengolahan Data

Organoleptik Stabilitas
Formula Homogenitas
Warna Bau Konsistensi 1 Hari 2 Hari Sentrifugasi

Konsisten /
Formula A Putih kekuningan Bau khas Homogen Stabil Stabil Stabil
Sedang
Sangat konsisten /
Formula E Putih Tidak berbau Homogen Stabil Stabil Stabil
tinggi

VI. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan percobaan pembuatan sediaan semisolida
yaitu salep, dan juga dilakukan evaluasi dari sediaan tersebut. Pada percobaan kali ini
akan dibuat 2 macam formulasi salep dan dibandingkan hasil evaluasinya untuk dipilih
formulasi mana yang paling baik. Menurut FI V, salep adalah sediaan setengah padat
ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Pada dasarnya, zat
aktif dari salep haruslah dapat larut/terdispersi dalam basis untuk meningkatkan
penetrasi pada kulit.
Zat aktif yang digunakan adalah Zinc Oxyde, dimana berbentuk serbuk sangat
halus, sukar larut dalam air, dan berkhasiat sebagai antiseptikum lokal (Dirjen POM:
1979). Maka dari itu, untuk zat aktif ini harus digunakan basis salep berupa basis salep
hidrokarbon yang akan menempel lama pada kulit sehingga efek antiseptik dapat
bertahan lebih lama. Adapun dasar salep terbagi menjadi 4 bagian menurut FI V yaitu
dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci
dengan air, dasar salep larut dalam air.
Adapun dasar salep yang akan digunakan pada percobaan kali ini adalah dasar
salep berupa vaselin album dan adeps lanae untuk formula 1, dan setil alkohol,
Propilenglikol dan vaselin album untuk formula 2. Kedua formula ini pada dasarnya
merupakan dasar salep hidrokarbon. Dan digunakan 2 metode pembuatan yaitu metode
triturasi dan metode pelelehan. Metode titrurasi pada prinsipnya adalah metode
pembuatan salep dengan pencampuran sederhana secara geometris dan satu persatu,
kemudian metode pelelehan adalah metode pembuatan salep dimana menggunakan
bantuan panas untuk melelehkan basis salep dan kemudian diaduk hingga dingin dan
membentuk massa salep, biasanya metode ini digunakan untuk campuran basis yang
berbeda fase (padat dan semipadat) agar kedua fase tersebut dapat tercampur secara
homogen.
Pada formula 1 digunakan metode triturasi atau pencampuran geometris yang
prosedurnya pertama-tama di timbang dahulu semua bahan menggunakan timbangan
analitik sesuai perhitungan, dan penimbangannya pun dilebihkan sebanyak 10%. Hal
ini bertujuan untuk mengganti bobot salep/bahan yang hilang saat penimbangan, dan
menempel pada wadah. Selama penimbangan, kertas perkamen yang digunakan harus
diolesi paraffin cair untuk mencegah bahan menempel pada kertas perkamen. Setelah
penimbangan, zinc oxyd harus digerus halus terlebih dahulu untuk memperkecil ukuran
partikel dari zinc oxyd yang akan mempermudah pencampuran dan zinc oxyd akan
tercampur secara homogen dalam basis salep nantinya. Kemudian adeps lanae dan
vaselin album dicampur di dalam matkan dan diaduk dengan ultra thurax stirrer,
penggunaan ultra thurax stirrer ini bertujuan agar basis dapat tercampur merata dan
mencegah gumpalan pada salep tersebut. Kemudian basis yang telah tercampur pun
ditambahkan zinc oxyd yang telah dihaluskan sambil diaduk untuk membuat salep
lebih homogen, kemudian sediaan ditimbang sesuai kebutuhan dan di masukan
kedalam wadah.
Pada formula no 2, digunakan metode pelelehan dengan prosedur,
penimbangan semua bahan, dan peleburan basis salep (Setil alkohol + vaselin album)
hingga melebur. Peleburan ini bertujuan untuk melelehkan kedua bahan yang berbeda
konsistensi sehingga dapat tercampur secara merata dan homogen. Kemudian basis
salep yang telah melebur dimasukan kedalam matkan dan diaduk hingga dingin,
metode ini dilakukan karena untuk menghindari adanya panas yang dapat merusak zat
aktif dari salep tersebut. Kemudian ditambahkan propilenglikol sebagai humektan
(pelembab) untuk menghindari dehidrasi kulit dan untuk melembutkan kulit, setelah
itu zinc oxyd pun ditambahkan dan diaduk hingga tercampur homgen kemudian
dilakukan evaluasi pada tiap formula.
Pada formula 1, hasil evaluasi yang dihasilkan adalah warna nya yang putih
kekuningan, bau khas, dan konsistensi sedang, hal ini disebabkan karena pengaruh
warna dari adeps lanae yang berwarna kuning, serta bau dari adeps lanae yang memang
berbau khas, konsistensi salep yang sedang sangat cocok karena salep tidak hanya
tahan pada penyimpanan namun mudah dioleskan, pada uji homogenitas, formula 1
menunjukan susunan partikel yang homogen saat diamati pada kaca objek, hal ini
menandakan tidak adanya butiran kasar pada sediaan sehingga sediaan dianggap sudah
homogen. Kemudian pada uji stabilitas selama 2 hari menunjukan hasil yang stabil
begitu pula dengan metode sentrifugasi. Hal ini menandakan bahwa salep telah
memenuh persyaratan uji stabilitas dimana pada uji ini salep tidak boleh memisah
setelah diputar pada kecepatan tinggi.
Pada Formula 2,hasil evaluasi yang didapatkan diantaranya salep berwarna
putih, tidak berbau, dan konsistensinya tinggi. Hal ini sesuai dengan formulasi yang
telah dilakukan dimana pada formulasi tidak ditambahkan zat yang berwarna dan
berbau khas, sehingga tidak akan berpengaruh pada organeoleptis sediaan. Salep ini
dapat berkonsistensi tinggi karena ada nya zat setil alkohol yang akan mempengaruhi
konsistensi dar salep dengan cara meningkatkan konsistensinya. namun konsistensi
salep yang terlalu tinggi akan menyebabkan sediaan sulit dioleskan pada kulit sehingga
tidak menyebar merata. Pada uji homogenitas, sama seperti formula 1, formula 2 juga
menunjukan susunan yang homogen pada sediaannya. Pada uji stabilitas dapat dilihat
bahwa formula 2 pun menunjukan stabilitas yang baik saat penyimpanan selama 2 hari
dan saat uji sentrifugasi.
Dari hasil evaluasi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada percobaan kali ini
formula salep yang paling baik adalah formula salep no 1. Hal ini karena pada formula
1 konsistensinya tidak terlalu tinggi sehingga mudah dioleskan pada kulit dan lebih
memudahkan dalam penyebarannya di kulit.
Usulan Formula Salep
1. Zinc Oxyd: Sebagai zat aktif dengan khasiat antiseptik, dengan konsenterasi 2%
2. Basis Salep: Adeps lanae + Vaselin flavum sebagai basis salep hidrokarbon dengan
konsenterasi masing-masing 5% dan ad 100%
3. Butil Hidroksi Anisol: Sebagai antioksidan untuk mencegah bau tengik pada salep
dengan konsenterasi 0,02%
4. Propil paraben: sebagai pengawet yang akan mencegah pertumbuhan jamur dengan
konsenterasi 0,1%
5. Oleum Roase: untuk memperbaiki bau sediaan dengan konsenterasi secukupnya.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi maka salep dengan formula terbaik adalah formula
1 karena konsistensi nya tidak terlalu tinggi sehingga mudah dioleskan.
VIII. Daftar Pustaka
Anief. (2007). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas


Indonesia Press.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (1979). Farmakope Indonesia


Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (1995). Farmakope Indonesia


Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (2014). Farmakope Indonesia


Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Lachman, L., & Lieberman, H. A., (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., & Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th Edition. London: The Pharmaceutical Press.

Anda mungkin juga menyukai