Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN

SEMISOLIDA (NON STERIL)


PERCOBAAN 5
SALEP DAN GEL

Disusun oleh:
Susi Susilawati 10060319094
Novisya Nur Fadlillah 10060319095
Kaamilah Naadiyah 10060319096
Mega Putri Dhea Damayanti 10060319097
M Jihad Wibawa Putra 10060319098
Aryuqo Ardha Syaqa 10060319099
Syifa Nur Oktaviani 10060319100

Shift/Kelompok :C/2
Tanggal Praktikum : Senin, 18 Oktober 2021
Tanggal Pengumpulan : Senin, 25 Oktober 2021
Asisten : Siska Ayuningtyas, S.Farm.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021 M / 1443 H
PERCOBAAN 5
SALEP DAN GEL

I. Teori Dasar
1.1. Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok (Departemen Kesehatan, 1995).
Berdasarkan komposisinya, dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut
(Ansel H. , 2005):
1. Dasar salep hidrokarbon (dasar salep berlemak) bebas air. Kerjanya sebagai bahan
penutup saja. Tidak mengering atau tidak ada perubahan dengan berjalannya
waktu. Dasar salep hidrokarbon yaitu Vaselinum, Jelene, minyak tumbuh-
tumbuhan.
2. Dasar salep absorpsi dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu:
a) Yang memungkinkan percampuran larutan berair, hasil dari pembentukan
emulsi air dan minyak (misalnya: Petrolatum Hidrofilik dan Lanolin
Anhidrida).
b) Yang sudah menjadi emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan
bercampurnya sedikit penambahan jumlah larutan berair (misalnya: Lanolin
dan Cold Cream). Dasar salep ini berguna sebagai emolien walaupun tidak
menyediakan derajat penutupan seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak.
Dasar salep absorpsi tidak mudah dihilangkan dari kulit oleh pencucian air.
3. Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air, merupakan emulsi minyak dalam
air yang dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan air. Atas dasar ini bahan
tersebut sering dikatakan sebagai bahan dasar salep “tercuci air”.
4. Dasar salep yang dapat larut dalam air, yaitu dasar salep yang hanya mengandung
komponen yang larut dalam air. Basis yang larut dalam air biasanya disebut
sebagai greaseless karena tidak mengandung bahan berlemak.
Metode pembuatan salep Menurut Ansel (1989), Metode untuk pembuatan tertentu
terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya.
1. Pencampuran, dalam metode pencampuran komponen dari salep dicampur dengan
segala cara sampai sediaan yang rata tercapai.
2. Peleburan, dalam metode peleburan semua atau beberapa komponen dari salep
dicampurkan dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan pengadukan
yang konstan sampai mengental. Komponen-komponen yang tidak dicairkan
biasanya ditambahkan pada cairan yang sedang mengental setelah didinginkan.
Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila temperatur dari campuran
telah cukup rendah tidak menyebabkan penguraian atau penguapan dari komponen.
1.2. Gel
Menurut (Departemen Kesehatan, RI, 2014) sediaan gel kadang – kadang
disebut jeli, adalah sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik kecil atau molekul organik besar, yang terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika
massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai
sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika
ukuran partikel dari fase terdispersi relative besar, massa gel kadang -kadang
dinyatakan sebagai magma(misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma
dapat berupa tiksotropik,membentuk semipadat jika dibiarkan dan dapat menjadi cair
pada saat pengocokan (Syamsuni, 2007).
Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik:
1. Dasar gel hidrofobik, Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel
anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikitsekali
interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahanhidrofobik tidak
secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang denganprosedur yang khusus
(Ansel H. , 2005)
2. Dasar gel hidrofilik, Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul -
molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan
molekul dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut.Umumnya
daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilikkebalikan dari
tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistemkoloid hidrofilik
biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitasyang lebih besar .Gel
hidrofilik umummnya mengandung komponen bahanpengembang, air,
humektandan bahan pengawet (Voigt, 1994).
Keuntungan sediaan gel adalah kemampuan penyebarannya baik pada kulit,
efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit, tidak ada
penghambatan fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan pencuciannya dengan air
yang baik, pelepasan obatnya baik (Voigt, 1994).

II. Data Preformulasi


2.1. Salep
2.1.1. Data Preformulasi Zat Aktif
1. Zinc Oksida (ZnO)
• Pemerian : Serbuk amorf, sangat halus, putih atau putih kekuningan, tidak
berbau.
• Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam asam
encer.
• Titik lebur : 1975℃
• Berat molekul : 81,39 g/mol
• pH Larutan : 6,72
• Stabilitas : Lambat laun menyerap karbon dioksida di udara, berubah
warna menjadi kuning ketika dipanaskan, simpan dalam wadah tertutup baik.
• Inkompabilitas: Perubahan warna menjadi hitam ketika dicampurkan dengan
gliserol dan terpapar oleh cahaya.
• Khasiat : Antiseptikum lokal, memantulkan radiasi sinar ultraviolet
(tabir surya), astringen ringan untuk topical sebagai pelindung eksim (RI,
1997,2009.2015).

2.1.2 Data Preformulasi Zat Tambahan


1. Adeps Lanae (Lanolin)
• Pemerian : Berwarna kuning, bau khas, lengket, massa seperti lemak.
• Kelarutan : Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang
dua kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol
panas, mudah larut dalam eter, dan dalam kloroform.
• Titik lebur : 38 – 44℃
• Bobot jenis : 0,932 – 0,945 g/cm3
• Stabilitas : Dapat mengalami autoksidasi, adanya perubahan warna ketika
terpapar pemanasan berlebih dan menjadi bau tengik, lanolin dapat disterilkan
dengan panas kering suhu 150℃, simpan dalam wadah tertutup baik,
terlindung dari cahaya, simpan pada tempat yang sejuk dan kering.
• Inkompabilitas: Mengandung prooksidan yang dapat memengaruhi stabilitas
zat aktif tertentu.
• Kegunaan : Basis salep, pengemulsi. (Depkes RI, 2020, p. 1000; Rowe R.
C., 2009, pp. 378-380)
2. Propilen Glikol (PPG)
• Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak
berbau.
• Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan
kloroform. Larut dalam eter dan dalam beberapa minyak essensial, tidak dapat
bercampur dengan minyak lemak.
• Titik lebur : 59℃
• Titik didih : 188℃
• Bobot jenis : 1,038 g/cm3
• Stabilitas : Pada suhu dingin stabil dalam keadaan wadah tertutup rapat,
mengalami oksidasi pada suhu tinggi di tempat terbuka, stabil bila dicampur
dengan etanol 95%, gliserin, air.
• Inkompabilitas: Inkompatibel dengan reagen pengoksidasi.
• Kegunaan : Pengawet, humektan, agen penstabil.
• Konsentrasi : PPG untuk humektan 15% (Depkes RI, 2020, pp. 1446-1447;
Rowe R. C., 2009, pp. 592-594).
3. Setil Alkohol
• Pemerian : Serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih, bau khas lemah,
rasa lemah.
• Kelarutan : Tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter,
kelarutan bertambah dengan naiknya suhu.
• Titik lebur : 45 – 52℃
• Titik didih : 316 – 344℃
• Bobot jenis : 0,908 g/cm3
• Viskositas : 8,0 mPa.s pada 60℃
• Stabilitas : Stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya, dan udara. Simpan
dalam wadah tertutup rapat di tempat sejuk dan kering.
• Inkompabilitas: Inkompatibel dengan pengoksidasi, mudah menurunkan titik
leleh ibuprofen yang menghasilkan kecenderungan lengket selama pelapisan
kristal ibuprofen.
• Kegunaan : Stiffening agent, pengemulsi, agen pelapis.
• Konsentrasi : Emollient dan pengemulsi 2 – 5%; stiffening agent 2 – 10%
(Depkes RI, 2020, pp. 1584-1585; Rowe R. C., 2009, pp. 155-156).
4. Vaselin Album
• Pemerian : Putih atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan,
tidak berbau, tidak berasa.
• Kelarutan : Tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol dinign atau
panas dan dalam etanol mutlak dingin, mudah larut dalam benzene, dengan
karbon disulfida, dalam kloroform, larut dalam heksana, dan dalam Sebagian
besar minyak lemak dan minyak atsiri.
• Titik lebur : 38 – 60℃
• Stabilitas : Stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya, dan udara. Simpan
ditempat yang tertutup rapat, di tempat sejuk dan kering.
• Inkompabilitas: Bahan inert dengan sedikit inkompatibilitasnya.
• Kegunaan : Basis salep dan pelunak.
• Konsentrasi : Salep topikal hingga 100% (Depkes RI, 2020, p. 1771; Rowe
R. C., 2009, pp. 481-483; Sweetman S. C., 2009, p. 2031).
2.2. Gel
2.2.1. Data Preformulasi Zat Aktif
1. Diklofenak Natrium
• Pemerian : Serbuk putih hingga hampir putih.
• Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, larut dalam etanol, agak sukar larut
dalam air, praktis tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.
• Titik lebur : 284℃
• pH Larutan : 7,0 – 8,5
• Bobot molekul: 318,13 g/mol
• Stabilitas : Terlindung dari cahaya, simpan dalam wadah tertutup rapat
dan kedap udara.
• Khasiat : Analgetika, antipiretik, dan antiinflamasi (Depkes RI, 1995, p.
1406; Depkes RI, 2020, pp. 417-418; Sweetman S. C., 2009, p. 44; The
Department of Health, 2009).
2.2.2. Data Preformulasi Bahan Tambahan
1. Aquadest
• Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
• Uk. Partikel : 18,02 µm
• Kelarutan : Dapat bercampur dengan sebagian besar pelarut polar.
• Titik lebur : 0℃
• Titik didih : 100℃
• pH Larutan :7
• Bobot jenis : 1 g/cm3
• Stabilitas : Secara kimiawi stabil dalam semua keadaan fisik (padat, cair,
gas), kemas dalam wadah non reaktif untuk mencegah masuknya mikroba.
• Inkompabilitas: Air dapat bereaksi dengan obat dan eksipien lain yang rentan
terhadap hidrolisis, bereaksi hebat dengan logam alkali dan oksidanya, bereaksi
dengan garam anhidrat.
• Kegunaan : Bahan baku dan pelarut dalam formulasi (Depkes RI, 1995, p.
122; Depkes RI, 2020, pp. 69-70; Rowe R. C., 2009, pp. 766-770).
2. Carbopol/Carbomer
• Pemerian : Berwarna putih, asam, serbuk higroskopis, bau khas.
• Kelarutan : Dapat mengembang dalam air dan gliserin, karbomer tidak
larut karena bentuk tiga dimensi microgel ikatan silang.
• Uk. Partikel : 0,2 µm
• Titik lebur : 220℃ terdekomposisi
• pH Larutan : 2,5 – 4,0
• Stabilitas : Bersifat higroskopis, stabil dalam pemanasan dibawah 104℃,
mudah ditumbuhi mikroorganisme ketika terdispersi air, simpan dalam wadah
kedap udara, terlindung dari cahaya, tahan korosi, dan terlindung dari
kelembaban.
• Inkompabilitas: Berubah warna oleh resorsinol dan inkompatibel dengan fenol,
asam kuat, dan asam dengan kadar tinggi, terjadi degredasi dengan adanya
logam transisi, membentuk kompleks aktif amino.
• Kegunaan : Agen penstabil, pengemulsi, suspending agent, modifikasi
rheologi.
• Konsentrasi : Gelling agent 0,5 – 2,0% (Rowe R. C., 2009, pp. 110-113).
3. Hydroxypropyl methylcellulose (HPMC)
• Pemerian : Bubuk berserat atau granul, berwarna putih atau putih krem,
tidak berasa, tidak berbau.
• Kelarutan : Larut dengan air dingin, praktis tidak larut dalam air panas,
kloroform, etanol, dan eter, larut dalam campuran etanol dan diklorometana,
campuran methanol dan diklorometana, campuran air dan alkohol.
• Titik lebur : 225 – 230℃
• pH Larutan : 5,0 – 8,0
• Stabilitas : Stabil pada pH 3 – 11 dalam larutan, higroskopik, harus
ditambahkan pengawet ketika dibuat larutan, simpan dalam wadah tertutup
rapat di tempat sejuk dan kering.
• Inkompabilitas: Inkompatibel dengan agen pengoksidasi, tidak kompleks
dengan garam logam atau ionik organic membentuk endapan tidak larut.
• Kegunaan : Agen pelapis, penstabil, pengemulsi, suspending agent,
peningkat viskositas dan kelarutan (Rowe R. C., 2009, pp. 326-329).
4. Natrium Alginat
• Pemerian : Serbuk berwarna putih atau putih kekuningan hingga cokelat,
tidak berbau, tidak berasa.
• Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol 95%, eter, kloroform, pelarut
organic, larutan asam pH < 3, larut dalam air (lama), larutan kental membentuk
koloid.
• pH Larutan : 7,2
• Stabilitas : Higroskopik, stabil dalam suhu sejuk, dalam bentuk larutan
tidak disimpan dalam wadah logam, larutan Na alginate stabil pada pH 4 – 10,
terjadi presipiptasi ketika pH < 3, simpan dalam wadah tertutup dan kedap
udara di tempat sejuk dan kering.
• Inkompabilitas: Inkompatibel dengan derivat akrida, kristal violet, fenil
merkuri asetat dan nitrat, garam kalsium, logam berat, dan etanol konsentrasi
5%.
• Kegunaan : Penstabil, suspending agent, peningkat viskositas.
• Konsentrasi : 1,0 – 5% (Rowe R. C., 2009, pp. 622-624).
5. TEA (Trietanolamin)
• Pemerian : Cairan kental berwarna bening atau tidak berwarna hingga
kuning pucat, bau seperti amonia.
• Kelarutan : Larut dalam 24 bagian benzena, larut dalam 63 bagian etileter,
dapat bercampur dengan aseton, karbon tetraklorida, metanol, air.
• Titik lebur : 20 - 21℃
• Titik didih : 335℃
• Titik beku : 21,6℃
• pH larutan : 10,5
• Bobot jenis : 1,120 – 1,128 g/ml.
• Stabilitas : Jika terpapar udara dan cahaya berubah menjadi cokelat,
simpan dalam wadah tertutup rapat, kedap udara, terlindungi dari cahaya,
simpan pada tempat sejuk dan kering.
• Inkompabilitas: Inkompatibel dengan asam mineral sehingga membentuk
garam kristal dan ester. Dengan asam lemak berlebih akan membentuk garam
yang larut dalam air seperti sabun, bereaksi dengan tembaga membentuk garam
kompleks, bereaksi dengan tionil klorida.
• Kegunaan : Pengemulsi
• Konsentrasi : Emulsifikasi 2-4 % v/v (Depkes RI, 1979, p. 474; Rowe R. C.,
2009, pp. 754-755).

III. Alat dan Bahan


3.1. Alat dan Bahan Salep
Alat Bahan
Beker Glass Adeps Lanae
Cawan Uap Kertas Perkamen
Kaca Arloji Larutan Buffer
Matkan Paraffin cair
Pengangas Air Propilenglikol (PPG)
pH Meter Setil Alkohol
Spatel Vaselin Album
Timbangan ZnO
Ultra Thurax Stirrer
Viskometer Brookfield
3.2. Alat dan Bahan Gel
Alat Bahan
Beker Glass Aquadest
Cawan Uap Carbopol 940
Kaca Arloji HPMC
Matkan Kertas Perkamen
Pengangas Air Larutan Buffer
pH Meter Natrium Diklofenak
Spatel TEA
Timbangan
Ultra Thurax Stirrer
Viskometer Brookfield
IV. Perhitungan Dan Penimbangan
4.1. Salep
4.1.1. Perhitungan
1. Formula 1
2
• ZnO 2% = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,4 𝑔𝑟𝑎𝑚
5
• Adeps lanae 5% = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 1 𝑔𝑟𝑎𝑚

• Vaselin Album = 20 gram – (0,4 gram + 1 gram)


= 20 gram – 1,4 gram
= 18,6 gram
2. Formula 2
2
• ZnO 2% = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,4 𝑔𝑟𝑎𝑚
10
• PPG 10% = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 2 𝑔𝑟𝑎𝑚

• Vaselin Album = 20 gram – (0,4 gram + 2 gram)


= 20 gram – 2,4 gram
= 17,6 gram
3. Formula 3
2
• ZnO 2% = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,4 𝑔𝑟𝑎𝑚
5
• Sefil Alkohol 5% = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 1 𝑔𝑟𝑎𝑚 + 10% = 1,1 𝑔𝑟𝑎𝑚

• Vaselin Album = 20 gram - (0,4 gram + 1,1 gram)


= 20 gram – 1,5 gram
= 18,5 gram + 10% = 20,35 gram
4.1.2. Penimbangan

4.2. Suspensi Rekonstitusi


4.2.1 Perhitungan
1. Formula 1
1
• Natrium Diklofenac 1% = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,2 𝑔𝑟𝑎𝑚
1,5
• Carbopol 1,5% = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,3 𝑔𝑟𝑎𝑚

• TEA sampai pH 7-8


• Aquadest ad 20 gram = 20 gram – (0,2 gram + 0,3 gram) = 19,5 gram
2. Formula 2
1
• Natrium Diklofenac 1% = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,2 𝑔𝑟𝑎𝑚
3
• HPMC 3% = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,6 𝑔𝑟𝑎𝑚

• Aquadest ad 20 gram = 20 gram – (0,2 gram + 0,6 gram) = 19,2 gram


3. Formula 3
1
• Natrium Diklofenac 1% = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,2 𝑔𝑟𝑎𝑚
3
• Natrium Algenat 3% = 100 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,6 𝑔𝑟𝑎𝑚

• Aquadest ad 20 gram = 20 gram – (0,2 gram + 0,6 gram) = 19,2 gram


4.2.2 Penimbangan

V. Prosedur Pembuatan
5.1. Prosedur Salep
5.1.1. Prosedur Pembuatan Sedian Metode Triturasi
Alat dan bahan disiapkan. Kemudian, semua bahan ditimbang. Zat aktif (ZnO)
digerus menggunakan hingga halus. Basis vaselin album dimasukkan kedalam matkan
dan diaduk dengan ultra thurax stirrer. Lalu basis adeps lanae ditambahkan kedalam
matkan dan diaduk hingga terbentuk massa semisolid. Lalu setelah basis homogen, zat
aktif (ZnO) ditambahkan kedalam matkan sedikit demi sedikit lalu diaduk dengan ultra
thurax stirrer hingga homogen. Sediaan salep yang telah dibuat di timbang sebanyak
20 gram. Lalu sediaan dimasukkan kedalam pot salep.

5.1.2. Prosedur Pembuatan Sediaan Metode Pelelehan


Alat dan bahan disiapkan. Kemudian basis yang termostabil yaitu setil alkohol
dan vaselin album dipanaskan pada cawan penguap diatas penangas air hingga leleh.
Lalu basis yang telah dilelehkan dimasukkan kedalam matkan, lalu diaduk dengan
ultra thurax stirer sampai terbentuk massa semisolid. Kemudian zat aktif (ZnO)
ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam basis, lalu diaduk dengan ultra thurax stirrer
hingga homogen. Sediaan salep yang telah dibuat ditimbang sebanyak 20 gram. Lalu
sediaan dimasukkan kedalam pot salep.

5.1.3. Prosedur Pembuatan Sedian Metode Triturasi


Alat dan bahan disiapkan. Kemudian, semua bahan di timbang. Zat aktif (ZnO)
digerus menggunakan mortar dan stramper hingga halus. Basis vaselin album
dimasukkan kedalam matkan dan diaduk dengan ultra thurax stirrer. Lalu basis
propilen glikol ditambahkan kedalam matkan dan diaduk dengan ultra thurax stirrer
hingga homogen. Lalu setelah basis homogen, zat aktif (ZnO) ditambahkan kedalam
matkan sedikit demi sedikit lalu diaduk dengan ultra thurax stirrer hingga homogen.
Sediaan salep yang telah dibuat di timbang sebanyak 20 gram. Lalu sediaan
dimasukkan kedalam pot salep.

5.1.4. Evaluasi Sediaan Salep

a. Uji organoleptik
Pada evaluasi ini dilakukan dengan mengamati warna dan bau dari sediaan
salep.
b. Uji homogenitas
Mula-mula diambil sediaan salep secukupnya kemudian diletakan pada kaca
arloji. Setelah itu, ditutup dengan kaca arloji lainnya sambil sedikit ditekan,
lalu diamati apakah sediaan salep sudah homogen atau tidak.
c. Uji konsistensi
Mula-mula diambil sediaan salep secukupnya kemudian dioleskan
kepermukaan kulit dan diamati apakah sedian salep konsistensinya rendah atau
tinggi.
d. Uji stabilitas
Mula-mula disiapkan tabung sentrifugasi, kemudian dimasukkan sediaan salep
pada tabung sedimentasi kemudian dinyalakan alat sentrifugasi. Dibuka tutup
alat dan disimpan tabung sentrifugasi yang berisi sediaan ke dalam lubang
dengan posisi yang bersebrangan lalu tutup alat, diatur kecepatan alat ±30.000
rpm dan ditunggu 15-30 menit. Lalu diturunkan kecepatan alat menjadi 0 rpm,
dan dibiarkan sampai berhenti berputar. Lalu diakeluarkan sediaan yang ada
pada alat dan diamati apakah terjadi pemisahan atau tidak.
5.2. Prosedur Gel
5.2.1. Prosedur Pembuatan Sediaan Formula 1
Alat dan bahan disiapkan. Lalu semua bahan ditimbang. Kemudian aquadest
dipanaskan diatas penangas air. Carbopol berupa gelling agent dikembangkan terlebih
dahulu didalam matkan dengan ditambahkan air panas dan diaduk dengan ultra thurax
stirrer hingga terbentuk setengah gel. Lalu TEA (Trietanolamin) diteteskan
secukupnya kedalam matkan hingga mencapai pH 6-7 dan hingga terbentuk massa gel.
Lalu zat aktif (Natrium diklofenak) ditambahkan sedikit demi sedikit dan diaduk
dengan ultra thurax stirrer hingga homogen. Selanjutnya air panas ditambahkan secara
perlahan dan aduk hingga homogen. Gel yang telah diperoleh, kemudian ditimbang
dan sediaan gel dimasukkan kedalam kemasan.

5.2.2. Prosedur Pembuatan Sediaan Formula 2


Alat dan bahan disiapkan. Lalu semua bahan ditimbang. Kemudian aquadest
dipanaskan diatas penangas air. HPMC berupa gelling agent dikembangkan terlebih
dahulu didalam matkan dengan ditambahkan air panas dan diaduk dengan ultra thurax
stirrer hingga terbentuk massa gel. Lalu zat aktif (Natrium diklofenak) ditambahkan
sedikit demi sedikit kedalam matkan dan diaduk dengan ultra thurax stirrer hingga
homogen. Selanjutnya air panas ditambahkan secara perlahan dan aduk hingga
homogen. Gel yang telah diperoleh, kemudian ditimbang dan sediaan gel dimasukkan
kedalam kemasan.

5.2.3. Prosedur Pembuatan Sediaan Formula 3


Alat dan bahan disiapkan. Lalu semua bahan ditimbang. Kemudian aquadest
dipanaskan diatas penangas air. Natrium alginat berupa gelling agent dikembangkan
terlebih dahulu didalam matkan dengan ditambahkan air panas dan diaduk dengan
ultra thurax stirrer hingga terbentuk massa gel. Lalu zat aktif (Natrium diklofenak)
ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam matkan dan diaduk dengan ultra thurax
stirrer hingga homogen. Selanjutnya air panas ditambahkan secara perlahan dan aduk
hingga homogen. Gel yang telah diperoleh, kemudian ditimbang dan sediaan gel
dimasukkan kedalam kemasan.
5.2.4. Evaluasi Sediaan Gel
a. Uji organoleptik
Pada evaluasi ini dilakukan dengan mengamati warna dan bau dari sediaan gel.
b. Uji homogenitas
Mula-mula diambil sediaan salep secukupnya kemudian diletakan pada kaca
arloji. Setelah itu, ditutup dengan kaca arloji lainnya sambil sedikit ditekan,
lalu diamati apakah sediaan salep sudah homogen atau tidak.
c. Uji konsistensi
Mula-mula diambil sediaan salep secukupnya kemudian dioleskan
kepermukaan kulit dan diamati apakah sedian salep konsistensinya rendah atau
tinggi.
d. Uji pH
Mula-mula dihidupkan alat monitor lalu dilakukan kalibrasi ph meter
menggunakan larutan buffer standar, kemudian diukur ph larutan uji dengan
mencelupkan elektroda ke dalamnya.
e. Uji stabilitas
Mula-mula disiapkan tabung sentrifugasi, kemudian dimasukkan sediaan gel
pada tabung sedimentasi kemudian dinyalakan alat sentrifugasi. Dibuka tutup
alat dan disimpan tabung sentrifugasi yang berisi sediaan ke dalam lubang
dengan posisi yang bersebrangan lalu tutup alat, diatur kecepatan alat ±30.000
rpm dan ditunggu 15-30 menit. Lalu diturunkan kecepatan alat menjadi 0 rpm,
dan dibiarkan sampai berhenti berputar. Lalu diakeluarkan sediaan yang ada
pada alat dan diamati apakah terjadi pemisahan atau tidak.

VI. Data Pengamatan


6.1. Salep
6.1.1. Tabel Pengamatan
FORMULA ORGANOLEPTIS KONSISTEN
HOMOGENITAS SENTRIFUGASI
SEDIAAN WARNA BAU SI
Formula 1
(Adeps lanae + Putih
Berbau Homogen ++ Stabil
Vaselin album) kekuningan
Metode Triturasi
Formula 2
(Setil alkohol + Tidak
Putih Homogen + Stabil
Vaselin album) berbau
Metode Pelelehan
Formula 3
(Propilen glikol Tidak
Putih Homogen + Stabil
+Vaselin album) berbau
Metode Triturasi
Keterangan:
+ = Kental
++ = Sangat kental

6.2. Gel
6.2.1. Tabel Pengamatan

FORMULA ORGANOLEPTIS
HOMOGENITAS KONSISTENSI pH SENTRIFUGASI
SEDIAAN WARNA BAU
Formula 1 Tidak
Jernih Homogen ++ 7,013 Stabil
(Carbopol+TEA) berbau
Formula 2 Tidak
Jernih Homogen + 6,482 Stabil
(HPMC) berbau
Formula 3
Tidak
(Natrium Jernih Homogen + 6,512 Stabil
berbau
Alginat)
Keterangan:
+ = Kental
++ = Sangat kental

VII. Pembahasan
7.1. Salep
Pada percobaan kali ini dilakukan percobaan pembuatan sediaan semisolida
yaitu salep, dan juga dilakukan evaluasi dari sediaan tersebut. Pada percobaan kali ini
akan dibuat 3 macam formulasi salep dengan 3 dasar salep berbeda dan dibandingkan
hasil evaluasinya untuk dipilih formulasi mana yang paling baik. Salep adalah sediaan
setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir
(Dirjen POM, 2020). Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok (Dirjen POM, 1979). Salep tidak boleh berbau tengik, kecuali dinyatakan
lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah
10 %. Pada dasarnya, zat aktif dari salep haruslah dapat larut/terdispersi dalam basis
untuk meningkatkan penetrasi pada kulit.
Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar.
Preparat farmasi setengah padat seperti salep, sering memerlukan penambahan
pengawet kimia sebagai antimikroba, pada formulasi untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang terkontaminasi. Pengawet-pengawet ini termasuk
hidroksibenzoat, fenol-fenol, asam benzoat, asam sorbat, garam amonium kuartener,
dan campuran-campuran lain. Preparat setengah padat menggunakan dasar salep yang
mengandung atau menahan air, yang membantu pertumbuhan mikroba supaya lebih
luas daripada yang mengandung sedikit uap air, dan oleh karena itu merupakan
masalah yang lebih besar dari pengawetan.
Zat aktif yang digunakan pada percobaan ini yaitu zinc oxide. Zinc oxide
merupakan salah satu mild asringent dengan kajian farmakologis sebagai antiseptik
local. Mild astringent yang dimaksud adalah mengecilkan jaringan kulit sehingga
dapat melindungi jaringan kulit. Selain itu juga zinc oxide digunakan untuk mengobati
dan mencegah ruam dikulit, dan iritasi kulit ringan. Bekerja dengan cara membentuk
pelindung pada kulit untuk meindungi dari iritasi/kelembapan (Markoc, 2009).
Salep terdiri dari beberapa macam basis atau dasar salep yaitu dasar salep
senyawa hidrokarbom yang berbahan dasar lemak (bebas air), dasar salep serap
sebagai emolien walaupun tidak menyediakan derajat penutupan seperti yang
dihasilkan dasar salep berlemak, dasar salep dapat dicuci air dasar salep emulsi minyak
dalam air, dan dasar salep yang dapat larut dalam air (dasar salep tak berlemak dan
memiliki konstituen larut air (Ansel, 2005). Zinc oksida memiliki stabilitas relative
stabil pada kondisi normal, namun ketika kontak dengan udara, ZnO perlahan
menyerap uap dan CO2 (Dirjen POM, 1995).
Adapun dasar salep yang akan digunakan pada percobaan kali ini adalah dasar
salep berupa vaselin album + adeps lanae untuk formula 1, lalu Propilenglikol +
vaselin album untuk formula 2 dan vaselin album + setil alkohol untuk formula 3. Serta
digunakan 2 metode pembuatan yaitu metode triturasi dan metode pelelehan. Dasar
salep yang digunakan pada percobaan kali ini adalah kelompok dasar salep senyawa
hidrokarbon karena dasar salep yang digunakan adalah vaselin album. Dasar salep
hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, tidak mengering dan tidak tampak
berubah dalam waktu yang lama. Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak
(bebas air) antara lain vaselin putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat
dicampur ke dalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan
obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup.
Sebelum dilakukan pembuatan sediaan, terlebih dahulu dilakukan studi
preformulasi. Studi preformulasi adalah suatu tahapan sebelum formulasi dimana
dilakukan pencarian informasi mengenai berbagai sifat dan karakteristik bahan aktif
ataupun bahan tambahan yang nantinya akan penting untuk melakukan penyusunan
formula. Proses preformulasi dilakukan dengan tujuan untuk dapat menghasilkan
sediaan yang stabil, efektif dan aman sesuai dengan karakteristik masing-masing zat.
Data prefomulasi dapat menjadi panduan dan cara akurat untuk mendesain bentuk dan
formulasi sediaan farmasi. Studi preformulasi meliputi sifat organoleptis, ukuran
partikel, kelarutan dari zat, pH larutan, titik lebur, sifat kristalisasi polimorfisme,
stabilitas, dan inkompatibilitas. Selain itu, salah satu faktor penentu akan dibuat
sediaan apakah suatu zat aktif yang dimiliki dengan melihat kekuatan sediaan dari zat
aktif tersebut. Barulah dibuat sediaan salep dengan tahapan-tahapan khusus.
7.1.1. Formula 1 dengan Metode Triturasi
Pada pembuatan salep dengan formula pertama yaitu dengan basis adeps lanae
5%, vaselin album ad. 20gram dan zat aktif zinc oxide 2% dilakukan dengan metode
triturasi. Dimana basis yang dibutuhkan ditimbang kemudian dicampurkan satu sama
lain dengan metode pencampuran geometris sambil digerus di dalam mortir hingga
homogen. Metode ini dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan basis
yang memiliki konsistensi yang sama. Vaselin album dan adeps lanae mempunyai
konsistensi yang sama yaitu berupa massa berminyak seperti lemak dan lengket
sehingga menggunakan metode triturasi. Keuntungan dari metode triturasi yaitu
metode yang lebih efisien dibandingkan dengan metode pelelehan, karena waktu yang
digunakan untuk mencampurkan basis lebih cepat dibandingkan dengan pelelehan
yang harus menunggu waktu leleh basis sampai meleleh secara sempurna (Ansel,
2005).
Dalam menggunakan metode triturasi, prosedur pertama yang dilakukan yaitu
menyiapkan alat dan bahan. Kemudian melakukan penimbangan terhadap zat aktif dan
zat tambahan. Pada penimbangan adeps lanae dan vaselin album, kertas saring yang
digunakan untuk menimbang terlebih dahulu diberi paraffin cair agar basis tidak
lengket. Lalu zinc oxide ditimbang sebanyak 0, 4 gram, adeps lanae sebanyak 1gram
dan vaselin album sebanyak 18,6 gram. Selanjutnya menghaluskan/menggerus zat
aktif berupa zinc oxide, dihaluskan terlebih dahulu agar lebih mudah terdispersi dalam
basis salep. Selanjutnya mengatur kecepatan ultra thurax stirrer, yang merupakan alat
yang berfungsi sebagai alat pengaduk dan pencampuran bahan. Kemudian dimasukkan
basis salep vaselin album lalu diaduk dan kemudian setelah itu dimasukan adeps lanae
kedalamnya. Dimana basis yang digunakan yaitu vaselin album dan adeps lanae.
Vaselin album berwarna putih, memiliki sifat lengket, dan lunak (Dirjen POM, 1979).
Vaselin album merupakan basis salep berlemak, hanya sejumlah kecil komponen
berair yang dapat dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut
penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci,
tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Dan termasuk kedalam
golongan epidermis (salep penutup) yang digunakan pada permukaan kulit yang
berfungsi hanya untuk melindungi kulit dan menghasilkan efek local (Dirjen POM,
1994). Sedangkan adeps lanae berwarna kuning, lengket liat dan memiliki bau khas
(Dirjen POM, 1995). Maka dari itu pada sediaan salep ini digunakan vaselin album
agar zat aktif yang ada pada salep bekerja / berefek lebih lama dalam
mengobati.Adepss lanae merupakan dasar salep serap yang terdiri atas emulsi air
dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan dan juga
berfungsi sebagai emolien atau melembabkan kulit dan dapat juga digunakan untuk
pencampuran larutan berair kedalam larutan berlemak. Dan termasuk ekdalam
golongan salep diadermic (serap) dimana bahan obatnya akan menembus kedalam
melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan kareana diabsorpsi seluruhnya
(Ansel, 2005).
Kemudian tahapan selanjutnya ditambahkan sisa vaselin album dan zat aktif
zinc oxide. Alasan zinc oxide dimasukkan terakhir yakni agar zat aktif dapat
terdispersi dengan baik pada fasa krim yang telah dibuat sebelumnya sehingga dosis
yang didapat tepat dan efek teurapetiknya akan tercapai. Setelah itu ditimbang 20
gram, lalu dimasukkan kedalam wadah pot salep dan dilakukan evaluasi sediaan.
7.1.2 Formula 2 dengan metode pelelehan
Pada pembuatan salep dengan formula kedua yaitu dengan basis setil alkohol
5%, vaselin album ad. 20gram dan zat aktif zinc oxide 2% dilakukan dengan metode
pelelehan. Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep
dicampurkan dengan melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang
konstan sampai mengental. Untuk komponen yang tidak ikut dilarutkan dicampurkan
setelah komponen basis salep yang yang dilarutkan sudah dingin kemudian basis
dicampurkan sampai homogen (Ansel, 2005).
Dalam menggunakan metode pelelehan, prosedur pertama yang dilakukan
yaitu menyiapkan alat dan bahan. Kemudian melakukan penimbangan terhadap zat
aktif dan zat tambahan. Pada penimbangan vaselin album, kertas saring yang
digunakan untuk menimbang diberi paraffin cair terlebih dahulu agar basis tidak
lengket. Dan penimbangan ditambahkan 10% karena dikhawatirkan banyaknya zat
yang menguap saat dilakukan pelelehan dan tertinggal atau menempel pada benda lain
seperti perkamen, ultra thurax stirrer, dan matkan sehingga dapat menurunkan
efektivitas sediaanya. Zinc oxide ditimbang sebanyak 0,44 gram, setil alcohol 1,1gram,
dan vaselin album sebanyak 20,46 gram. Selanjutnya menghaluskan/menggerus zat
aktif berupa zinc oxide, dihaluskan terlebih dahulu agar lebih mudah terdispersi dalam
basis salep. Selanjutnya melakukan pelelehan vaselin album dan asetil alcohol
menggunakan cawan penguap diatas penangas air. Tujuan dilakukannya pelelehan
pada asetil alcohol dan vaselin album untuk meningkatkan kelarutan asetil alcohol,
karena asetil alcohol memiliki kelarutan yang meningkat jika adanya kenaikan suhu
dan setil alcohol memiliki bentuk granul besar, sehingga jika langsung dilmasukkan
kedalam basis tidak dapat terdispersi dengan baik (Dirjen POM, 1995). Tetapi pada
metode pelelehan / fusion dibutuhkan waktu yang cukup lama sampai seluruh basis
salep meleleh sempurna. Tetapi untuk metode pelelehan dapat dihasilkan campuran
basis yang sempurna dan homogeny (Ansel, 2005). Vaselin album berwarna putih,
memiliki sifat lengket, dan lunak (Dirjen POM, 1979). Vaselin album merupakan basis
salep berlemak, hanya sejumlah kecil komponen berair yang dapat dicampurkan
kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan
kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan
terutama sebagai emolien, sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah
dalam waktu lama dan termasuk kedalam golongan epidermis (salep penutup) yang
digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi kulit dan
menghasilkan efek local (Dirjen POM, 1994). Maka dari itu pada sediaan salep ini
digunakan vaselin album agar zat aktif yang ada pada salep bekerja / berefek lebih
lama dalam mengobati. Setil alkohol mampu menyerap air sehingga dapat
meningkatkan stabilitas dan meningkatkan konsistensi. Maka dapat dikatakan setil
alkohol pada sediaan salep berfungsi sebagai bahan untuk memperbaiki konsistensi.
Kemudian campuran basis yang sudah dipanaskan lalu kedalam matkan. Kemudian
diaduk menggunakan ultra thurax stirrer hingga membentuk massa semisolid. Fungsi
dari ultra thurax stirrer yaitu sebagai alat pengaduk dan mencampurkan bahan yang
lain sehingga dapat tercampur dengan rata. Setelah itu diaduk hingga homogen dan
ditambahkan zat aktif zinc oxide. Lalu ditimbang 20 gram, kemudian dimasukkan
kedalam pot salep dan dilaukan evaluasi sediaan.
7.1.3 Formula 3 dengan metode triturasi
Pada pembuatan salep dengan formula ketiga yaitu dengan basis propilen
glikol 10%, vaselin album ad. 20gram dan zat aktif zinc oxide 2% dilakukan dengan
metode triturasi. Dimana basis yang dibutuhkan ditimbang kemudian dicampurkan
satu sama lain dengan metode pencampuran geometris sambil digerus di dalam mortir
hingga homogen. Metode ini dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas
dan basis yang memiliki konsistensi yang sama
Dalam percobaan ini, prosedur pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat
dan bahan. Kemudian melakukan penimbangan terhadap zat aktif dan zat tambahan.
Pada penimbangan propilen glikol menggunakan cawan penguap agar lebih
memudahkan dalam proses penimbangan dan untuk vaselin album, kertas saring yang
digunakan untuk menimbang terlebih dahulu diberi paraffin cair agar basis tidak
lengket. Zinc oxide ditimbang sebanyak 0,4 gram, propilen glikol sebanyak 2 gram,
dan vaselin album sebanyak 17,6 gram. Selanjutnya menghaluskan/menggerus zat
aktif berupa zinc oxide, dihaluskan terlebih dahulu agar lebih mudah terdispersi dalam
basis salep. Vaselin album berwarna putih, memiliki sifat lengket, dan lunak (Dirjen
POM, 1979). Vaselin album merupakan basis salep berlemak, hanya sejumlah kecil
komponen berair yang dapat dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut
penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci,
tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Dan termasuk kedalam
golongan epidermis (salep penutup) yang digunakan pada permukaan kulit yang
berfungsi hanya untuk melindungi kulit dan menghasilkan efek local (Dirjen POM,
1994). Maka dari itu pada sediaan salep ini digunakan vaselin album agar zat aktif
yang ada pada salep bekerja / berefek lebih lama dalam mengobati. Kemudian sebagian
basis Vaseline album dimasukan kedalam matkan, lalu diaduk menggunakan ultra
thurax stirrer hingga membentuk massa semisolid. Fungsi dari ultra thurax stirrer yaitu
sebagai alat pengaduk dan mencampurkan bahan yang lain sehingga dapat tercampur
dengan rata. Setelah terbentuk semisolid, dimasukkan propilen glikol kedalam matkan
sedikit demi sedikit. Propilen glikol merupakan basis salep yang memiliki sifat dapat
dicuci oleh air, dapat disebut juga emulsi minyak dalam air. Basis salep yang dapat
dicuci dengan air dan mudah diencerkan dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada
kelainan dermatolgik (Ansel, 2005). Setelah itu diaduk hingga homogen dan
ditambahkan zat aktif zinc oxide. Lalu ditimbang 20 gram, kemudian dimasukkan
kedalam pot salep dan dilakukan evaluasi sediaan.
7.1.4 Evaluasi Sediaan
Pada evaluasi sediaan yang pertama dilakukan yaitu uji organoleptik. Pada uji
ini bertujuan untuk memeriksa kesesuaian aroma, warna dan konsistensi dari sediaan
salep apakah sudah mendekati sediaan yang telah ditentukan atau tidak. Pada
prinsipnya uji ini dilakukan dengan menggunakan panca indera. Berdasarkan hasil
evaluasi yang diperoleh pada ketiga formula, sediaan salep berwarna putih pada
formula dua dan tiga, serta warna putih kekuningan pada formula satu serta berbau
khas pada formula satu dan tidak berbau pada formula dua dan tiga. Hal tersebut sesuai
dengan hasil yang seharusnya karena pada formula tersebut digunakan bahan dengan
pemerian berwarna putih dan putih kekuningan serta tidak berbau dan bau yang khas.
Dalam hal ini sediaan salep berwarna putih atau kekuningan dan tidak berbau atau
khas menunjukkan salep tidak terkontaminasi oleh zat asing. Formula 1 memiliki
konsistensi yang sangat kental, sedangkan formula 2 dan 3 memiliki konsistensi yang
kental.

Kedua dilakukan uji homogenitas. Uji homogenitas dimaksudkan untuk


mengetahui kehomogenan zat aktif dalam basis, sehingga setiap kali salep tersebut
digunakan dosisnya sama. Selain itu, uji homogenitas ini melihat apakah masih ada
partikel obat yang terlalu kasar yang dapat menimbulkan iritasi pada kulit.
Homogenitas juga dapat dipengaruhi oleh faktor penggerusan yang dilakukan pada
saat pembuatan. Pada uji homogenitas ini, ketiga formula salep menunjukkan hasil
yang homogen di atas kaca arloji, tidak terlihat adanya partikel-partikel kecil yang
membuat salep terasa kasar.

Terakhir dilakukan uji stabilitas dengan menggunakan alat sentrifugasi


bertujuan untuk melihat stabilitas sediaan salep yang telah dibuat berdasarkan bahan
yang digunakan. Prinsipnya dengan melakukan kestabilan salep setelah dilakukan
pengocokan dengan kecepatan tinggi pada percobaan ini diuji dengan kecepatan 30000
rpm. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi lalu disentrifugasi. Hasil yang
diperoleh setelah disentrifugasi yaitu ketiga sediaan salep stabil dan tidak mengalami
pemisahan.
7.2. Gel
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan gel dengan bahan aktif
natrium diklofenak. Menurut Farmakope Indonesia V (2014) sediaan gel, kadang-
kadang disebut Jeli, adalah sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, yang terpenetrasi oleh suatu
cairan. Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul
makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul
sintetik (misalnya Karbomer) atau dari gom alam (misalnya Tragakan). Gel dapat
digunakan untuk obat yang diberikan secara topical atau dimasukkan ke dalam lubang
tubuh (Dirjen POM, 2014).
Gel merupakan sistem Dispersi semisolid yang mengandung sejumlah gelling
agent untuk membentuk matriks polimer 3 dimensi. Penggolongan gel berdasarkan
sifat pelarut (Anief, 2000):
a. Hidrogel (Pelarut air): umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik
yang bersambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi sepeti interaksi
ionik, ikatan hidrogen, atau interaksi hidrofobik contoh: bentonit magma,
gelatin.
b. Organogel: pelarut non air/pelarut organic, contoh plastibase (poli etilen
dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan
secara shock cooled).
c. Xerogel: gelatin kering, tragakan
d. Hidroalkoholik Gel: Campuran air dengan pelarut organik
e. Emulgel: kombinasi gel dan emulsi
Zat aktif yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu Natrium Diklofenak,
biasanya digunakan dalam bentuk serbuk sebagai zat aktif dalam pembuatan sediaan
gel. Natrium diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenil asetat yang termasuk
obat anti inflamasi nonsteroid yang terkuat daya anti radangnya dengan efek samping
yang lebih ringan dibandingkan dengan obat antiinflamasi nonsteroid lainnya seperti
indometasin dan piroksikam (Tjay, Hoan, & Rahardja, 2007). Berdasarkan aspek
farmakologinya natrium diklofenak mempunyai aktifitas analgetik, antipiretik, dan
antiradang. Senyawa ini merupakan inhibitor siklooksigenase. Selain itu, diklofenak
tampak menurunkan konsentrasi intrasel arakidonat bebas dalam leukosit, dengan
mengubah pelepasan atau pengambilan asam lemak tersebut (Goodman & Gilman,
2012). Obat ini efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan,
kecelakaan), misalnya setelah pembedahan, atau pada memar akibat olahraga. Selain
itu natrium diklofenak digunakan untuk mencegah pembengkakan jika diminum sedini
mungkin dalam dosis yang cukup tinggi (Tjay, Hoan, & Rahardja, 2007).
Natrium diklofenak memiliki khasiat sebagai analgesik dan antiinflamasi
(Stationery Office (Great Britain), 2009). Natrium diklofenak adalah salah satu
Nonsteroidal AntiInflammatory Drugs (NSAIDs) yang merupakan derivat asam
fenilasetat. Obat ini menghambat cyclooxygenase (COX) relatif secara non selektif
(Katzung, 2004).

(Struktur Natrium Diklofenak, Sumber: Dirjen POM, 2014)


Obat ini efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan,
kecelakaan), misalnya setelah pembedahan, atau pada memar akibat olahraga.
Mekanisme kerjanya, bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan
kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah
fosfolipida menjadi asam arachidonat. Asam lemak poli-tak jenuh ini kemudian untuk
sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida dan seterusnya
menjadi prostaglandin. siklooksigenase terdiri dari dua isoenzim yaitu COX-1
(tromboxan dan prostacyclin) dan COX-2 (prostaglandin). Kebanyakan COX-1 terdapat
di jaringan, antara lain dikeping darah, ginjal dan saluran cerna. COX-2 dalam keadaan
normal tidak terdapat dijaringan tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel
radang. Penghambatan COX-2 lah yang memberikan efek anti radang dari obat
NSAIDs (Tjay, Hoan, & Rahardja, 2007). Senyawa ini mungkin juga berguna untuk
penanganan jangka pendek cedera otot rangka akut, nyeri bahu akut, nyeri pasca
operasi dan dismenorea (Goodman & Gilman, 2012).
Natrium diklofenak dibuat dalam sediaan gel karena diklofenak dapat
mengiritasi lambung dan mengalami first past metabolism sehingga hanya 50% obat
yang mencapai sirkulasi sistemik bila diberikan peroral. Pada kadar terapetik, 99%
terikat protein plasma. Waktu paruhnya dalam plasma 1 sampai 2 jam. Seperti NSAID
pada umumnya, diklofenak sering kali menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan pada
tempat injeksi ketika diklofenak diberikan secara intramuscular. Suppositoria
diklofenak dapat menyebabkan iritasi lokal (Sweetman & Sean, 2007). Sehingga
diklofenak tersedia dalam bentuk topikal untuk meminimalkan efek samping dan
memberikan kenyamanan (Katzung, 2004).
Untuk membuat sediaan gel natrium diklofenak maka dibutuhkan gelling agent.
Gelling agent merupakan salah satu bahan yang dapat menambah kekentalan sediaan
melalui mekanisme pengikatan molekul soven ke dalam jaringan polimer, sehingga
mengurangi pergerakan dan menghasilkan viskositas sistem yang lebih tinggi (Barel,
Paye, & Maibach, 2009). Bahan pembentuk gel untuk farmasi dan kosmetik idealnya
harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan bahanbahan lain dalam formula,
tidak menunjukkan perubahan viskositas yang berarti pada penyimpanan normal.
Karakteristik gelling agent yang digunakan harus sesuai dengan bentuk sediaannya.
Semakin tinggi konsentrasi gelling agent yang digunakan, semakin tinggi viskositas
gel karena struktur gel semakin kuat. Karakteristik gel yang digunakan harus sesuai
dengan tujuan penggunaan gel. Gel topikal tidak boleh terlalu liat, konsentrasi bahan
pembentuk gel yang terlalu tinggi atau penggunaan bahan pembentuk gel dengan berat
molekul yang terlalu besar dapat mengakibatkan sediaan sulit dioleskan dan
didispersikan.
Tujuan dibuatnya sediaan gel yakni agar sediaan yang dibuat mudah
diaplikasikan secara topical pada kulit atau membrane mukosa sehingga dapat
diperolehnya efek lokal atau sistemik dari sediaan tersebut, karena sediaan topikal
yang efektif harus dapat menghantarkan bahan obat sampai menuju reseptor yang
dituju. Bahan obat harus lepas dari basis dan berpenetrasi menembus stratum
korneum, berinteraksi dengan reseptor dan memberikan efek farmakologis yang
diinginkan (Ansel, 2005). Gel memiliki beberapa keuntungan yaitu memberikan
sensasi dingin, tidak lengket, mudah digunakan, mudah merata dengan sedikit
penekanan, dan mudah dibersihkan.
7.2.1. Formula 1
Pada percobaan kali ini dilakukan pembuatan gel dengan formula yang
didalamnya teridiri dari Na Diklofenak 2%, carbopol-940 1,5%, TEA pH = 7-8 dan
aquadest. Carbopol-940 ini berfungsi sebagai gelling agent jenis polimer sintetik
dengan stabilitas yang stabil, paparan suhu yang berlebihan dapat menyebabkan
perubahan warna dan mengurangi stabilitas, dan bahan yang higroskopis.
Inkompatibilitas yang inkompatibel dengan asam mineral membentuk garam Kristal
dan eter dengan cahaya asam lemak tinggi (Rowe & C, 2009). TEA berfungsi untuk
meningkatkan konsistensi sediaan dan bersungsi sebagai dapar (pada pH = 6-7),
memiliki stabilitas yang dapat beruah menjadi coklat bila terkena paparan cahaya dan
udara, terjadi lapisan-lapisan dibawah 15oC, higroskopis, homogentitas, dan dapat
dikembalikan dengan pemanasan dan pencampuran. Inkompatiblitas yang dapat
bereaksi dengan asam mineral menjadi krista garam, beraksi dengan asam lemak
menjadi garam larut air, bereaksi dengan tembaga membentuk garam kompleks
(Rowe, 2009). Aquadest berfungsi sebagai pelarut, yang stabil dalam bentuk cair dan
padat dan kompatibel dengan zat yang mudah terhidrolisis (Dirjen POM, 1995; Rowe,
2009).

(Struktur Carbopol, Sumber; Rowe, 2009)

Menggunakan carbophol 940 yang termasuk golongan polimer sintetik dengan


konsentrasi 1,5%. Basis gel yang digunakan dalam sediaan gel adalah Carbopol-940.
Kelebihan Carbophol-940 adalah mudah terdispersi dalam air karena termasuk
golongan carbomer hidrofilik dan dalam konsentrasi yang kecil 0,02 – 2% dapat
dijadikan basis gel dengan konsistensi yang cukup serta dalam penggunaannya mudah
dicuci dengan air (Rowe, 2009). Penggunaan basis carbophol 940 memberikan
penampilan yang cukup baik. Digunakan basis gel hidrofilik karena daya sebar pada
kulit baik, efeknya mendinginkan, tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci
dengan air dan pelepasan obatnya baik. Pada pembuatan gel dengan carbophol 940
sebagai gelling agent, carbophol 940 didispersikan dalam air. Carbophol 940 dan TEA
akan mengembang dan diaduk hingga terbentuk fasa gel. Ditambahkan TEA dalam
sediaan gel ini karena bersifat basa untuk menetralkan carbophol 940 (Rowe, 2009).
Pada percobaan formula 1 ini, pertama semua bahan ditimbang sesuai dengan
yang dibutuhkan. Lalu aquadest dipanaskan terlebih dahulu pada hot plate atau
penangas air dengan suhu 80 – 90ºC, fungsi pemanasan aquadest yaitu untuk
meningkatkan kelarutan bahan yang akan dibuat gelling agent. Kemudian carbophol
dikembangkan dengan cara dicampurkan dengan sebagian aquadest panas kedalam
matkan dan diaduk dengan ultra thurax stirrer, tujuannya untuk menjamin homogenitas
gel, selain itu pengadukan digunakan untuk membantu memecah fase minyak menjadi
globul-globul terdispersi dan selanjutnya ditetesi TEA secukupnya, tujuannya untuk
menetralkan carbomer sehingga dapat meningkatkan viskositas gel. Carbopol
memiliki pH yang asam dan ketika ditambahkan dalam air masih memiliki pH yang
asam dan strukturnya belum terionisasi. Pada pH asam, struktur polimer dalam
carbopol masih fleksibel dan memiliki struktur yang terbentuk secara acak sehingga
pada pH ini karakteristik gel masih belum terbentuk. Sehingga digunakan TEA
(trietanolamin) yang bersifat basa agar menjadi pH 6 – 7. TEA dapat menggeser
keseimbangan ion sehingga terbentuk struktur garam larut air. Hal ini menyebabkan
terjadinya tolakan ionic pada grup karboksilat dan polimer menjadi kaku dan keras,
sehingga meningkatkan viskositas air dan karakteristik gel terbentuk. TEA digunakan
secukupnya karena penetralan berlebihan oleh agen penetralisasi dapat menyebabkan
turunnya viskositas atau menyebabkan presipitasi karena reaksi counter ion. TEA
ditambahkan secukupnya saja karena walaupun TEA tidak toksik, tetapi hipersensitif
atau dapat mengiritasi kulit ketika digunakan dalam formulasi, maka penggunaannya
harus sesuai dengan rentang aman pada manusia (Johnson & Steer, 2006).
Penambahan TEA dilakukan sampai pH nya menjadi 6 – 7 dan terbentuk massa gel.
Lalu diukur pH dan diperoleh pH 7,013. Kemudian ditambahkan zat aktif yaitu
natrium diklofenak lalu diaduk dengan ultra turrax stirrer hingga homogen.
Selanjutnya ditimbang sebanyak 20gram dan dimasukan kedalam pot gel.
7.2.2. Formula 2
Pada percobaan kali ini dilakukan pembuatan gel dengan formula yang
didalamnya teridiri dari Na Diklofenak 2%, HPMC 3%, dan aquadest. HPMC
berfungsi sebagai basis gel, dengan stabilitas yang stabil terhadap cahaya, harus
disimpan ditempat yang kering dan sejuk. Hampir higroskopis setelah dikeringkan,
larutan stabi pada pH = 3-11, perubahan temperature dapat menghilangkan kekentalan
larutan. Inkompatibilitas yang inkompatibel dengan beberapa agen pengoksidasi, jika
non-ionik tiak akan membentuk campuran kompleks (Rowe, 2009). Aquadest stabil
dalam bentuk cair dan padat dan kompatibel dengan zat yang mudah terhidrolisis
(Dirjen POM, 1995 dan Rowe, 2009).
(Struktur HPMC, Sumber: Rowe, 2009)

Hidroksipropil metil selulosa (HPMC) yang merupakan derivat sintetis


selulosa dan termasuk dalam basis hidrofilik. Digunakan basis gel hidrofilik karena
daya sebar pada kulit baik, efeknya mendinginkan, tidak menyumbat pori-pori kulit,
mudah dicuci dengan air dan pelepasan obatnya baik. HPMC merupakan suatu
selulosa non ionik yang tersedia dalam viskositas dan jenis yang bermacam-macam,
basis gel yang bersifat netral, tahan terhadap pengaruh asam dan basa, stabil pada pH
3-11, tahan terhadap serangan mikroba dan tahan panas. HPMC membentuk gel
dengan mengabsorbsi pelarut dan menahan cairan tersebut dengan membentuk massa
cair yang kompak. Meningkatnya jumlah HPMC yang digunakan maka akan semakin
banyak cairan yang tertahan dan diikat oleh HPMC, berarti viskositas meningkat. Pada
pembuatan gel dengan HPMC sebagai gelling agent, HPMC didispersikan dalam air.
HPMC akan mengembang dan diaduk hingga terbentuk fasa gel (Tjay, Hoan, &
Rahardja, 2007).
Pada percobaan formula 2 ini, pertama semua bahan ditimbang sesuai dengan
yang dibutuhkan. Lalu aquadest dipanaskan terlebih dahulu pada hot plate, fungsi
pemanasan aquadest yaitu untuk meningkatkan kelarutan bahan yang akan dibuat
sediaan gel. Kemudian HPMC dikembangkan dengan cara dicampurkan dengan
aquadest panas kedalam matkan dan diaduk dengan ultra thurax stirrer sampai
terbentuk massa gel. Tujuan diaduk dengan ultra thurax stirrer yaitu untuk menjamin
homogenitas emulsi, selain itu pengadukan digunakan untuk membantu memecah fase
minyak menjadi globul-globul terdispersi. Pengembangan HPMC menggunakan air
panas karena HPMC pada peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel
(Lachman, Leon, & Lieberman, 1994). HPMC dapat membentuk gel yang jernih dan
bersifat netral serta memiliki viskositas yang stabil pada penyimpanan jangka panjang
(Rowe, 2009). Setelah HPMC membentuk massa gel kemudian ditambahkan zat aktif
yaitu natrium diklofenak, lalu diaduk hingga homogen. Timbang sebanyak 20gram
lalu dimasukan kedalam pot gel.
7.2.3. Formula 3
Pada percobaan kali ini dilakukan pembuatan gel dengan formula yang
didalamnya teridiri dari Na Diklofenak 2%, Na Alginat 3%, dan aquadest. Natrium
alginate dapat larut dalam air, membentuk solusi koloidal yang kental (Rowe, 2009),
sehingga cocok digunakan sebagai gelling agent untuk gel antiinflamasi yang bersifat
hidrofilik. Natrium alginat diperoleh dari ganggang coklat yang mengandung bahan
lendir sampai 40%. Konsentrasi yang biasa digunakan untuk membentuk sediaan gel
adalah 3-6%. Natrium alginat paling stabil pada pH 4-7 (Voight, 1994). Natrium
alginat digunakan dalam formulasi farmasi komersial. Gel natrium alginat
menunjukkan penyebaran yang lebih superior dan memiliki sifat sebagai pelicin, tidak
lengket, dan tidak berasa, serta menunjukkan sifat emolien (Agoes, 2012).
Pada percobaan formula 3 ini, pertama semua bahan ditimbang sesuai dengan
yang dibutuhkan. Lalu aquadest dipanaskan terlebih dahulu pada hot plate, fungsi
pemanasan aquadest yaitu untuk meningkatkan kelarutan bahan yang akan dibuat
sediaan gel. Kemudian Na. Alginat dikembangkan dengan cara dicampurkan dengan
aquadest panas kedalam matkan dan diaduk dengan ultra thurax stirrer sampai
terbentuk massa gel. Tujuan diaduk dengan ultra thurax stirrer yaitu untuk menjamin
homogenitas emulsi, selain itu pengadukan digunakan untuk membantu memecah fase
minyak menjadi globul-globul terdispersi. Setelah Na. Alginat membentuk massa gel
kemudian ditambahkan zat aktif yaitu natrium diklofenak, lalu diaduk hingga
homogen. Timbang sebanyak 20gram lalu dimasukan kedalam pot gel.
7.2.4. Evaluasi Sediaan
Selanjutnya dilakukan evaluasi dari seluruh sediaan gel yang dihasilkan,
Evaluasi sediaan dilakukan untuk memastikan bahwa sediaan yang dibuat sudah sesuai
dengan persyaratan yang ada. Evaluasi sediaan yang dilakukan meliputi uji
organoleptis meliputi pengamatan warna, bau, dan konsistensi. Kemudian
homogenitas, pH, viskositas dan stabilitas.

Pengamatan yang pertama yaitu uji organoleptis dengan tujuan memeriksa


kesesuaian antara sediaan yang dibuat dengan spesifikasi sediaan yang telah
ditentukan selama formulasi. Prinsipnya yaitu pengujian yang meliputi bau, warna dan
konsistensi sediaan yang dihasilkan menggunakan panca indera. Pada formula 1
diperoleh pengamatan organoleptis gel yaitu warnanya jernih, tidak berbau, dan
konsistensi yang tinggi. Pada formula 2 diperoleh pengamatan organoleptis gel yaitu
warnanya jernih, tidak berbau, dan konsistensi sedang. Dan pada formula 3 diperoleh
pengamatan organoleptis gel yaitu warnanya jernih, tidak berbau, dan konsistensi
sedang.
Evaluasi selanjutnya adalah homogenitas. Pada evaluasi ini, diamati secara
visual lapisan homogen yang terbentuk pada kaca arloji (kaca transparan). Hal ini
bertujuan agar menjamin pendistribusian zat aktif terhomogenisasi dengan baik
dimana persyaratannya harus homogen, sehingga sediaan gel dapat terdistribusi merata
dosisnya ketika akan dipakai. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, pada sediaan
formula 1,2, dan 3 menunjukkan hasil yang homogen dimana gel yang bersifat
homogen memiliki arti bahwa partikel yang ada didalam sediaan gel tersebar merata
dengan tidak adanya gumpalan-gumpalan partikel di dalamnya.
Evaluasi selanjutnya adalah pengukuran pH menggunakan pH meter, dengan
tujuan mengetahui pH sediaan gel sesuai dengan persyaratan. Adapun prinsipnya yaitu
pengukuran menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi. Fungsi dari pH dikalibrasi
agar mendapatkan hasil yang akurat, selain itu bertujuan untuk nilai kebenaran atas
penyimpangan nilai konvensional dengan ditunjukkan pada suatu instrument ukur.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, pada formula 1 diperoleh pH sebesar
7,013; pada formula 2 diperoleh pH sebesar 6,482; dan pada formula 3 diperoleh pH
sebesar 6,512. Rentang pH yang diperoleh dari ketiga formula hampir sama, dan
deviasinya tidak melebihi 10%. Selain itu nilai pH yang dihasilkan masuk dalam
rentang pH optimum dari masing-masing bahan tambahan yang digunakan.
Evaluasi selanjutnya adalah uji evaluasi viskositas menggunakan alat
viskometer Brookfield dengan tujuan mengukur tingkat konsistensi suatu sediaan.
Adapun prinsipnya yaitu dengan pengukuran gaya sebuah spindel yang dicelupkan
dalam sediaan, dimana semakin kuat putaran maka semakin tinggi viskositas sehingga
hambatan semakin besar. Nomor spindel yang digunakan adalah no 61, dengan
kecepatan putaran 10 rpm, 30 rpm, 50 rpm, dan 100 rpm agar dapat ditentukan sifat
alir sediaan gel. Digunakan viskometer Brookfield karena suspensi masuk kedalam
cairan non newton, viskometer Brookfield termasuk kedalam viskometer titik ganda,
dimana dengan menggunakan alat ini dapat diperoleh rheogram lengkap untuk
menentukan karakteristik sifat aliran suatu sistem.
Evaluasi yang terakhir yaitu uji stabilitas untuk melihat stabilitas dari sediaan
gel yang sudah dibuat dengan prinsip pemeriksaan kestabilan gel setelah pengocokan
dengan kecepatan tinggi. Kestabilan suatu zat merupakan suatu yang harus
diperhatikan dalam membuat suatu formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting
mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan
memerlukan waktu yang cukup panjang untuk sampai ke tangan konsumen. Oleh
karena itu sediaan tersebut juga perlu diuji kestabilannya sesuai prosedur yang telah
ditentukan. Sediaan gel yang stabil yaitu sediaan yang masih berada dalam batas yang
dapat diterima selama masa periode penyimpanan dan penggunaan, yaitu sifat dan
karakterisasinya tetap sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Berdasarkan
hasil pengamatan, didapatkan hasil bahwa sediaan gel pada ketiga formula stabil di
pengujian pada hari pertama dan kedua yang menandakan sediaan gel stabil dan layak
untuk dipakai.

VIII. Usulan Formula Sediaan


8.1. Salep
Dari hasil evaluasi sediaan, maka usulan formulasi untuk salep adalah:
• Zinc oxide 2%
• Setil alkohol 5%
• Propilenglikol 10%
• Alfa tokoferol 0,005%
• Propil paraben 0,18%
• Vaselin album q.s
Untuk formula salep, Zinc Oxide berfungsi sebagai zat aktif yang praktis tidak
larut air serta larut dalam keadaan asam encer, serta memiliki khasiat sebagai
antiseptic. Lalu dipilih basis salep berupa vaselin album sebagai basis salep tunggal
(penggunaan 1 basis salep) karena walau hanya dengan penggunaan 1 basis salep saja
sudah dapat menghasilkan sediaan yang stabilitasnya baik jika dikombinasikan dengan
setil alkohol. Setil alkohol disini digunakan sebagai zat untuk meningkatkan
konsistensi dengan memperpanjang daya lekat pada kulit sehingga salep yang
dihasilkan lebih stabil. Kemudian kedalam formula ditambahkan pula propilenglikol
sebagai humektan, humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari
sediaan semisolid dan meningkatkan penerimaan pasien terhadap sediaan dengan
meningkatkan kualitas daya sebar sediaan. Dipilih humektan berupa propilenglikol
karena propilenglikol memiliki kelebihan tidak toksik, tidak menyebabkan iritasi local
ketika diaplikasikan pada membran mukosa dan subkutan, tidak menyebabkan iritasi
hipersensitifitas, dan aman digunakan hingga konsentrasi 30%. Kemudian
ditambahkan propil paraben sebagai pengawet, menurut (Rowe & C, 2009) propil
paraben berkhasiat sebagai antimikroba, dimana pada sediaan setengah padat seperti
salep sangat dibutuhkan penambahan pengawet yang berfungsi sebagai antimikroba,
terlebih jika pada basis yang digunakan mengandung air. Eksipien terakhir yang
ditambahkan adalah alfa tokoferol sebagai antioksidan, pada formula kali ini sangat
diperlukan antioksidan karena Zinc oxide sebagai zat aktif itu sendiri ketika kontak
dengan udara akan secara perlahan menyerap uap. Untuk konsentrasi alfa tokoferol
diambil konsentrasi 0,005%, dimana menurut (Rowe & C, 2009), rentang konsentrasi
dari alfa tokoferol yang sering digunakan adalah 0,001-0,05%.
8.2. Gel
Dari hasil evaluasi sediaan, maka usulan formulasi untuk gel adalah:
• Natrium diklofenak 2%
• Carbopol – 940 2%
• TEA ad pH 7-8
• Metil paraben 0,18%
• Propil paraben 0,02%
• Propilen glikol 15%
• Aquades ad 20gram
Pada usulan formula gel ini, Natrium Diklofenak sebagai zat aktif yang
berkhasiat sebagai analgetik dan antiinflamasi. Lalu Carbopol-940 Sebagai gelling
agent, termasuk ke dalam hydrogel organik yang memiliki sifat dapat meningkatkan
viskositas gel. Penggunaan carbopol berperan dalam menentukan respon viskositas
dan daya sebar. Selanjutnya TEA Sebagai ad pH, karena gelling agent yaitu carbopol.
Pada Carbopol dapat mengembang pada pH 6-11 (Rowe, 2009). TEA juga berfungsi
sebagai alkalizing agent yang dapat meningkatkan viskositas carbopol atau gel yang
akan membentuk masa gel. Kemudian kombinasi metil paraben dan propil paraben
sebagai pengawet untuk mencegah kontaminasi mikroba dikarenakan tingginya
kandungan air pada sediaan. Kombinasi konsentrasi propil paraben 0,02% dengan
metil paraben 0,18% dapat menghasilkan kombinasi pengawet dengan aktivitas
antimikroba yang kuat (Rowe, 2009). Lalu propilen glikol sebagai humektan untuk
dapat mempertahankan tingkat kandungan air dalam sediaan gel dengan mengurangi
penguapan air sehingga gel lebih mudah menyebar. Terakhir aquadest Sebagai
pembawa dan pelarut untuk melarutkan bahan-bahan yang mudah larut dalam air.

IX. Kesimpulan
9.1. Salep
Berdasarkan pada uji evaluasi sediaan didapatkan bahwa ketiga formula
dapat di uji dengan cara uji organoleptis dan hasilnya adalah berwarna putih dan
tidak berbau, pada uji homogenitas pun ketiga formula terpantau homogen, tidak
ada bercak-bercak, dan pada uji stabilitas pun ketiga formula terlihat stabil dan tidak
ada pemisahan dan ketiga formula layak untuk dipakai.
9.2. Gel
Berdasarkan pada uji evaluasi sediaan didapatkan bahwa ketiga formula gel
layak digunakan berdasarkan pada uji organoleptis, uji pengukuran pH, uji
homogenitas, uji evaluasi viskositas dan uji stabilitas.
Daftar Pustaka
Agoes. (2012). Sediaan Farmasi Likuida-Semisolida. Bandung: ITB Press.
Anief. (2000). Farmasetika. Yogyakarta: UGM Press.
Ansel, H. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed IV. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Barel, Paye, & Maibach. (2009). Handbook of Cosmetic Science and Technology, 3rd
Edition. New York: Informa Healthcare USA.
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia III. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Depkes RI. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. (2020). Farmakope Indonesia VI. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Dirjen POM. (1994). Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Obat Tradisonal Yang Baik.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Goodman, & Gilman. (2012). Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10. Jakarta:
Kedokteran EGC.
Johnson, & Steer. (2006). Propilen Glycol, In: Rowe, R. C., Shesky, P. J., And Owen,
S. C. (Eds.), Handbook Of Pharmaceutical Excipients, Fifth Edition. UK:
Pharmaceutical Press.
Katzung, B. G. (2004). Basic and Clinical Pharmacology, 9th, ed. Boston: McGraw
Hill.
Lachman, Leon, & Lieberman. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi
Ketiga. Jakarta: UI Press.
Markoc. (2009). Zinc Oxide Fundamentals, Materials, and Device Technology.
Weinhem : Wiley VCH, Varleg GmbH.
RI, D. (1997,2009.2015). Depkes RI,merck pp sweetman the departement of healtfi.
Fisher Science pp.1-7.
Rowe, & C, R. (2009). Handbook of Pharmaceutical Exapients sixth Edition. London:
The Pharmaceutical Press.
Stationery Office (Great Britain). (2009). British Pharmacopoeia. London: Stationery
Office.
Sweetman, & Sean. (2007). Martindale, the Complete Drug Reference, 34th Edition.
London: Pharmaceutical Press.
Sweetman, S. C. (2009). Martindale The Complete Drug Reference (Thirty-Sixth ed.).
London: Pharmaceutical Press.
Syamsuni, H. (2007). Ilmu Resep. Jakarta: EGC.
The Department of Health. (2009). British Pharmacopeia (Vol. III). London:
Pharmaceutical Press.
Tjay, Hoan, T., & Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Voight. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.

Anda mungkin juga menyukai