Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGANGGURAN, INFLASI DAN PERTUMBUHAN UANG


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi

Disusun oleh:
1. Ella Seftiani (2103101043)
2. Tri Nur Sriana (2103101011)

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
2021
PENGANGGURAN

1. Mengukur Pengangguran
Pengangguran disebut juga sebagai tuna karya. Pengangguran umumnya disebabkan karena
jumlah lapangan kerja yang ada tidak mampu menyerap jumlah angkatan kerja atau para pencari
kerja. Untuk dianggap menganggur, seseorang harus berusia 16 tahun atau lebih, tersedia untuk
bekerja, dan telah melakukan upaya khusus untuk mencari pekerjaan selama 4 minggu
sebelumnya. Penduduk dilihat dari usianya dibagi menjadi dua, yaitu penduduk usia kerja (15-64
tahun) dan penduduk bukan usia kerja atau nonproduktif. Yang termasuk usia nonproduktif ini
adalah usia 0-14 tahun dan usia ≥ 65 tahun. Penduduk yang berusia kerja (15-64 tahun) yang
sedang bekerja dan sedang mencari pekerjaan disebut sebagai angkatan kerja. Sedangkan
penduduk yang berusia kerja (15-64 tahun) namun sedang tidak mencari pekerjaan karena alasan
tertentu, apakah karena sekolah, mengurus keluarga tidak bisa dimasukkan dalam angkatan kerja.
Tenaga kerja total dalam perekonomian adalah jumlah orang yang dipekerjakan ditambah
jumlah pengangguran: Angkatan Kerja = Bekerja + Menganggur
Jumlah penduduk berumur 16 tahun ke atas sama dengan jumlah angkatan kerja ditambah
jumlah yang bukan angkatan kerja: Penduduk = Angkatan Kerja + Bukan Angkatan Kerja
Dengan angka-angka ini, beberapa rasio dapat dihitung. Tingkat pengangguran adalah rasio dari
jumlah orang yang menganggur dengan jumlah orang dalam angkatan kerja:

Perbandingan angkatan kerja dengan penduduk berumur 16 tahun atau lebih disebut angkatan
kerja tingkat partisipasi:

Penyebab Pengangguran
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya pengangguran, yaitu antara lain:
1) Jumlah penawaran tenaga kerja tidak sebanding dengan permintaan tenaga kerja. Pada
umumnya pengangguran disebabkan oleh tidak seimbangnya jumlah permintaan dan
penawaran tenaga kerja. Jumlah angkatan kerja (penawaran tenaga kerja) lebih banyak
daripada jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya (permintaan tenaga kerja).
2) Turunnya output dan pengeluaran total
Nilai total output atau produk nasional adalah nilai total dari jumlah barang dan jasa. Produk
nasional disebut juga pendapatan nasional karena nilainya mencerminkan jumlah barang dan
jasa yang dihasilkan oleh suatu Negara. Jika output total mengalami penurunan, maka
permintaan terhadap tenaga kerja akan rendah. Dengan rendahnya permintaan tenaga kerja,
sementara penawaran tenaga kerja terus meningkat, maka hal iniakan menyebabkan
peningkatan jumlah pengangguran.
3) Perubahan teknologi
Dengan adanya perkembangan teknologi menyebabkan tenaga kerja harus bisa beradaptasi
dengan teknologi tersebut. Permintaan tenaga kerja akan mensyaratkan standar yang lebih
tinggi agar dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
4) Waktu yang dibutuhkan untuk mencari pekerjaan
Lapangan pekerjaan seringkali mensyaratkan tenaga kerja dengan keahlian tertentu.
Sedangkan pencari pekerjaan juga mempunyai keahlian tertentu yang kadang tidak sesuai
dengan permintaan tenaga kerja. Hal ini menyebabkan mencari pekerjaan yang tepat,
membutuhkan usaha dan waktu.
Dampak Pengangguran
✓ Bagi Masyarakat
1) Pengangguran dapat menghilangkan keterampilan, karena tidak digunakan apabila tidak
bekerja.
2) Pengangguran merupakan beban psikologis.
3) Pengangguran menimbulkan ketidakstabilan politik dan sosial
✓ Bagi Perekonomian Negara
1) Penurunan pendapatan pemerintah yang berasal dari sektor pajak.
2) Penurunan pendapatan perkapita
3) Meningkatnya biaya sosial yang harus dikeluarkan oleh pemerintah.
2. Komponen Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran dengan sendirinya menyampaikan beberapa tetapi tidak semua
informasi tentang pengangguran gambar. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik, akan
berguna untuk melihat tingkat pengangguran di seluruh kelompok orang, daerah, dan industri.
Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dengan cara
membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja. Tingkat pengngguran ini
dinyatakan dalam persen.

Tabel 22.2 menunjukkan pengangguran tingkat untuk November 1982 bulan terburuk dari
resesi tahun 1982 dan untuk Juni 2010 juga satu bulan dengan tingkat pengangguran keseluruhan
yang tinggi dibagi berdasarkan ras, jenis kelamin, dan usia. Pada bulan Juni 2010, ketika tingkat
pengangguran keseluruhan mencapai 9,5 persen, tingkat untuk kulit putih adalah 8,6 persen
sementara tingkat untuk orang Afrika-Amerika hampir dua kali lipat 15,4 persen.

Selama resesi pada tahun 1982 dan 2010, pria bernasib lebih buruk daripada wanita. Untuk
Afrika Amerika, 19,3 persen pria 20 tahun ke atas dan 16,5 persen wanita 20 tahun ke atas
menganggur pada tahun 1982, sedangkan jumlah yang sebanding pada tahun 2010 adalah 17,4
untuk Afrika-Amerika pria dan 11,8 untuk wanita Afrika-Amerika. Remaja antara 16 dan 19
tahun bernasib terburuk.
Afrika Amerika antara 16 dan 19 mengalami tingkat pengangguran 39,9 persen pada bulan
Juni 2010. Untuk kulit putih antara 16 dan 19, tingkat pengangguran adalah 23,2 persen. Polanya
adalah serupa pada November 1982. Tingkat Pengangguran di Negara Bagian dan Wilayah
Tingkat pengangguran juga bervariasi menurut geografis lokasi. Karena berbagai alasan, tidak
semua negara bagian dan wilayah memiliki tingkat pengangguran yang sama. Orang yang
berhenti mencari pekerjaan diklasifikasikan sebagai telah keluar dari angkatan kerja bukannya
menganggur.
Selama resesi, orang mungkin menjadi putus asa untuk mencari pekerjaan dan berhenti
mencari. Durasi Pengangguran Tingkat pengangguran mengukur pengangguran pada titik waktu
tertentu.

3. Biaya Pengangguran
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 1946, Kongres menyatakan bahwa kebijakan
berkelanjutan dan tanggung jawab pemerintah federal untuk menggunakan semua yang dapat
dipraktikkan berarti untuk mempromosikan kerja maksimum, produksi, dan daya beli. Ketika
kita mempertimbangkan berbagai biaya pengangguran, akan berguna untuk mengkategorikan
pengangguran menjadi tiga jenis:
❖ Pengangguran friksional
Porsi pengangguran karena perputaran normal di pasar tenaga kerja disebut pengangguran
friksional. Tingkat pengangguran friksional tidak pernah bisa nol. Pengangguran ini, dapat
diatasi dengan melakukan hal-hal berikut ini :
a) Melakukan pengembangan di bidang informal, misalnya home industri.
b) Memperluas kesempatan kerja dengan mendirikan industri-industri baru, khususnya
industri padat karya.
❖ Pengangguran structural
Pengangguran struktural menunjukkan masalah penyesuaian jangka panjang masalah yang
cenderung bertahan selama bertahun-tahun. Fakta bahwa pengangguran struktural adalah
wajar dan tak terelakkan tidak berarti bahwa hal itu tidak merugikan masyarakat.
Pengangguran struktural ini dapat diatasi dengan melakukan hal-hal berikut ini :
a) Memindahkan kelebihan tenaga kerja ke tempat atau sektor ekonomi yang kekurangan
tenaga kerja.
b) Meningkatkan mobilitas tenaga kerja dan modal.
❖ Pengangguran siklis
Setiap pengangguran yang berada di atas friksional ditambah struktural disebut siklis
pengangguran. Pengangguran siklus ini, dapat diatasi dengan meningkatkan daya beli
masyarakat, sehingga terjadi peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa. Untuk bisa
memenuhi permintaan, perusahaan juga akan meningkatkan penawaran barang dan jasa,
sehingga dapat memperluas lapangan pekerjaan.
INFLASI DAN PERTUMBUHAN UANG

1. Teori Klasik Inflasi


Kebanyakan ekonom saat ini mengandalkan teori ini untuk menjelaskan bagaimana
menjalankan penentu tingkat harga dan tingkat inflasi.
Tingkat Harga dan Nilai Uang
Wawasan pertama tentang inflasi adalah lebih tentang nilai uang daripada tentang nilai
barang. Inflasi diartikan sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka
waktu tertentu. Inflasi terjadi jika kenaikan harga barang-barang terjadi secara meluas, bukan
hanya kenaikan harga barang pada satu atau dua barang saja. Ketika tingkat harga naik, orang
harus membayar lebih untuk barang dan jasa yang mereka beli. Ketika harga sebuah kerucut (P)
adalah $2, maka nilai satu dolar (1/P) adalah setengahnya sebuah kerucut.
Ketika harga (P) naik menjadi $3, nilai satu dolar (1/P) turun menjadi sepertiga dari sebuah
kerucut. Perekonomian aktual menghasilkan ribuan barang dan jasa, jadi kita menggunakan
indeks harga daripada harga satu barang. Tapi logikanya tetap sama: Ketika tingkat harga
keseluruhan naik, nilai uang turun. Langkah selanjutnya dalam mengembangkan teori kuantitas
uang adalah untuk mempertimbangkan faktor-faktor penentu jumlah uang beredar dan
permintaan uang. Pertama pertimbangkan jumlah uang beredar. Permintaan uang mencerminkan
berapa banyak kekayaan yang ingin dimiliki orang dalam bentuk cair. Semakin tinggi harga,
semakin banyak uang untuk transaksi, dan semakin banyak uang yang akan dipilih orang untuk
disimpan di dompet mereka. Artinya, tingkat harga yang lebih tinggi (nilai uang yang lebih
rendah) meningkatnya jumlah uang yang diminta.

Gambar 1
Sumbu horizontal dari grafik ini menunjukkan kuantitas uang. Sumbu vertikal kiri
menunjukkan nilai uang 1/P, dan sumbu vertikal kanan menunjukkan tingkat harga P. Perhatikan
bahwa sumbu tingkat harga pada kanan terbalik: Tingkat harga rendah ditunjukkan di dekat
bagian atas sumbu ini, dan harga tinggi tingkat harga ditampilkan di dekat bagian bawah. Sumbu
terbalik ini menggambarkan bahwa ketika nilai uang tinggi (seperti yang ditunjukkan di dekat
bagian atas sumbu kiri), tingkat harga adalah rendah (seperti yang ditunjukkan di dekat bagian
atas sumbu kanan). Dua kurva pada gambar ini adalah kurva penawaran dan permintaan uang.
Kurva permintaan uang miring ke bawah, menunjukkan bahwa ketika nilai uang rendah (dan
tingkat harga tinggi), orang menuntut jumlah yang lebih besar itu untuk membeli barang dan
jasa.
Efek Injeksi Moneter

Gambar 2
Gambar 2 menunjukkan apa yang terjadi. Injeksi moneter menggeser kurva penawaran
ke kanan dari MS1 ke MS2 , dan kesetimbangan bergerak dari titik A ke titik B. Akibatnya, nilai
uang (ditunjukkan pada sumbu kiri) berkurang dari 1/2 menjadi 1/4 , dan tingkat harga
keseimbangan (ditunjukkan pada sumbu kanan) meningkat dari 2 menjadi 4. Ketika peningkatan
jumlah uang beredar membuat dolar lebih banyak, hasilnya adalah kenaikan tingkat harga yang
membuat setiap dolar kurang berharga. Penjelasan tentang bagaimana tingkat harga ditentukan
dan mengapa itu bisa berubah dari waktu ke waktu disebut teori kuantitas uang.
Efek langsung dari suntikan moneter adalah menciptakan kelebihan pasokan uang. Sebelum
injeksi, perekonomian berada dalam ekuilibrium (titik A pada Gambar 2). Pada tingkat harga
yang berlaku, orang memiliki uang sebanyak yang mereka inginkan.
Kenaikan tingkat harga, pada gilirannya, meningkatkan kuantitas uang yang diminta karena
orang menggunakan lebih banyak dolar untuk setiap transaksi. Akhirnya, perekonomian
mencapai keseimbangan baru (titik B pada Gambar 2) di mana jumlah uang yang diminta
kembali sama dengan jumlah uang yang ditawarkan. Dengan cara ini, tingkat harga keseluruhan
untuk barang dan jasa menyesuaikan untuk menghasilkan uang penawaran dan permintaan uang
menjadi seimbang.
Nominal GDP adalah variabel nominal karena mengukur nilai dolar dari perekonomian
keluaran barang dan jasa; GDP riil adalah variabel nyata karena mengukur jumlah total barang
dan jasa yang diproduksi dan tidak dipengaruhi oleh arus harga barang dan jasa tersebut.
Pemisahan variabel riil dan nominal sekarang disebut dikotomi klasik. Perubahan jumlah uang
beredar, menurut analisis klasik, mempengaruhi nominal variabel tetapi tidak nyata. Variabel riil,
seperti produksi, pekerjaan, upah riil, dan bunga riil tarif, tidak berubah. Ketidakrelevanan
perubahan moneter untuk variabel riil adalah disebut netralitas moneter.
Untuk menghitung perputaran uang, kita membagi nilai nominal output (GDP nominal)
dengan jumlah uang. Jika P adalah tingkat harga (deflator GDP), Y kuantitas output (GDP riil),
dan M kuantitas uang, maka kecepatan adalah
V = (P x Y)/ M
Misalkan perekonomian menghasilkan 100 pizza dalam setahun, bahwa pizza dijual seharga $10,
dan bahwa jumlah uang dalam perekonomian adalah $50. Maka kecepatan uang adalah
V = ($10 x 100)/50=20.
Dalam perekonomian ini, orang menghabiskan total $1.000 per tahun untuk pizza. Untuk $1.000
ini pengeluaran terjadi hanya dengan $50 uang, setiap tagihan dolar harus berubah tangan rata-
rata 20 kali per tahun. Elemen yang diperlukan untuk menjelaskan tingkat harga ekuilibrium dan
tingkat inflasi. Mereka adalah sebagai berikut:
1. Perputaran uang relatif stabil dari waktu ke waktu.
2. Karena kecepatannya stabil, ketika bank sentral mengubah jumlah uang (M), itu
menyebabkan perubahan proporsional dalam nilai nominal output (PxY).
3. Output barang dan jasa (Y) perekonomian terutama ditentukan oleh pasokan faktor (tenaga
kerja, modal fisik, modal manusia, dan sumber daya alam) dan teknologi produksi yang
tersedia.
4. Dengan output (Y) ditentukan oleh persediaan faktor dan teknologi, ketika bank sentral
mengubah jumlah uang beredar (M) dan menginduksi perubahan proporsional dalam nilai
nominal output (P x Y), perubahan ini tercermin dalam perubahan tingkat harga (P).
5. Oleh karena itu, ketika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar dengan cepat,
akibatnya adalah tingkat inflasi yang tinggi.
Pajak Inflasi
Jika inflasi begitu mudah dijelaskan, mengapa negara-negara mengalami hiperinflasi?
Jawabannya adalah bahwa pemerintah negara-negara ini menggunakan penciptaan uang sebagai
cara untuk membayar pengeluaran mereka. Ketika pemerintah ingin membangun jalan,
membayar gaji kepada prajuritnya, atau memberikan pembayaran transfer kepada orang miskin
atau orang tua, itu terlebih dahulu harus mengumpulkan dana yang diperlukan. Biasanya,
pemerintah melakukan ini dengan memungut pajak, seperti pajak pendapatan dan penjualan, dan
dengan meminjam dari masyarakat dengan menjual obligasi pemerintah. Namun pemerintah juga
dapat membayar pengeluaran hanya dengan mencetak uang yang dibutuhkan. Ketika pemerintah
meningkatkan pendapatan dengan mencetak uang, dikatakan memungut dan pajak inflasi.
Distorsi Pajak Akibat Inflasi
Hampir semua pajak mendistorsi insentif, menyebabkan orang mengubah perilaku mereka,
dan memimpin alokasi sumber daya ekonomi yang kurang efisien. Banyak pajak menjadi lebih
bermasalah dengan adanya inflasi. Alasannya adalah pembuat undang-undang sering gagal
memperhitungkan inflasi saat menulis undang-undang perpajakan. Ekonom yang telah
mempelajari kode pajak menyimpulkan bahwa inflasi cenderung meningkat beban pajak atas
penghasilan yang diperoleh dari tabungan.

Tabel 1
Untuk melihat dampak dari kebijakan ini, perhatikan contoh numerik pada Tabel 1. Tabel
tersebut membandingkan dua ekonomi, keduanya mengenakan pajak atas pendapatan bunga
dengan tarif 25 persen. Dalam Ekonomi A, inflasi adalah nol dan tingkat bunga nominal dan riil
keduanya 4 persen. Dalam hal ini, Pajak 25 persen atas pendapatan bunga mengurangi tingkat
bunga riil dari 4 persen menjadi 3 persen. Di Ekonomi B, tingkat bunga riil 4 persen tetapi inflasi
tarifnya adalah 8 persen. Sebagai hasil dari efek Fisher, tingkat bunga nominal adalah 12 persen.
Karena pajak penghasilan memperlakukan seluruh bunga 12 persen ini sebagai penghasilan,
pemerintah mengambil 25 persennya, meninggalkan tingkat bunga nominal setelah pajak hanya
9 persen dan tingkat bunga riil setelah pajak hanya 1 persen.
Pada kasus ini, pajak 25 persen atas pendapatan bunga mengurangi tingkat bunga riil dari 4
persen menjadi 1 persen. Karena tingkat bunga riil setelah pajak memberikan insentif untuk
menabung, tabungan jauh kurang menarik dalam perekonomian dengan inflasi (Ekonomi B)
daripada di ekonomi dengan harga yang stabil (Ekonomi A).
Dampak-Dampak Inflasi
Adanya inflasi akan memberikan dampak pada perekonomian suatu Negara. Dampak yang
ditimbulkan bisa positif dan bisa negatif tergantung dari tingkat inflasi tersebut.
1) Dampak Positif
Dengan adanya inflasi (terjadi kenaikan harga barang-barang) akan memacu produsen untuk
meningkatkan output-nya. Hal ini akan mendorong perekonomian kearah yang lebih baik,
yaitu dapat meningkatkan orang gemar menabung, membuat bekerja lebih giat, berinvestasi
dan meningkatkan pendapatan nasional.
2) Dampak Negatif
Jika terjadi inflasi yang tinggi (>10% per tahun), maka akan menimbulkan dampak negatif,
yaitu antara lain :
➢ Menurunnya tingkat kesejahteraan .
Dengan adanya inflasi, menyebabkan daya beli masyarakat menjadi rendah, khususnya
bagi orang yang berpendapatan kecil dan tetap.
➢ Memburuknya distribusi pendapatan.
Akan terjadi kesenjangan pendapatan antara orang yang bisa beradaptasi dengan inflasi
dengan orang yang tidak bisa beradaptasi dengan inflasi. Bagi orang yang bisa
beradaptasi, ia bisa menaikkan pendapatannya di atas inflasi.
3) Terganggunya stabilitas ekonomi
Adanya inflasi yang tinggi, menyebabkan orang berekspektasi bahwa kedepannya tingkat
inflasi akan semakin tinggi. Hal ini menyebabkan konsumen akan membeli barang sebanyak-
banyaknya untuk penghematan. Sedangkan produsen akan menahan barang dagangannya,
karena ingin menjual pada saat inflasi semakin tinggi.

2. Biaya Inflasi
Inflasi seperti pajak atas pemegang uang. Pajak itu sendiri bukanlah biaya bagi masyarakat:
Ini hanya transfer sumber daya dari rumah tangga ke pemerintah. Namun sebagian besar pajak
memberi orang insentif untuk mengubah perilaku mereka menjadi menghindari membayar pajak,
dan distorsi insentif ini menyebabkan kerugian bobot mati bagi masyarakat secara keseluruhan.
Seperti pajak lainnya, pajak inflasi juga menyebabkan bobot mati kerugian karena orang menyia-
nyiakan sumber daya yang langka untuk menghindarinya.
Bagaimana seseorang dapat menghindari membayar pajak inflasi? Karena inflasi mengikis
nilai riil uang di dompet Anda, Anda dapat menghindari pajak inflasi dengan memegang lebih
sedikit uang. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan pergi ke bank lebih sering.
Sebagai contoh, daripada menarik $200 setiap empat minggu, Anda mungkin menarik $50 sekali
seminggu. Dengan lebih sering melakukan perjalanan ke bank, Anda dapat menyimpan lebih
banyak uang Anda di rekening tabungan berbunga Anda dan lebih sedikit di dompet Anda, di
mana inflasi mengikis nilainya.
Perusahaan jarang mengubah harga karena ada biaya untuk mengubah harga. Biaya
penyesuaian harga disebut biaya menu. Biaya menu termasuk biaya untuk memutuskan harga
yang baru, mencetak daftar harga dan katalog baru, mengiklankan harga baru, dan bahkan
berurusan dengan gangguan pelanggan atas perubahan harga.
Penggolongan Inflasi
Inflasi dapat digolongkan berdasarkan kelompoknya, sumber datangnya inflasi (asal) dan tingkat
keparahan inflasi.
➢ Berdasarkan Kelompoknya Di Indonesia, inflasi dibagi menjadi 7 kelompok pengeluaran.
Berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose- COICOP, ketujuh
kelompok tersebut yaitu :
a) Kelompok Bahan Makanan
b) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
c) Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
d) Kelompok Sandang
e) Kelompok Kesehatan
f) Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
g) Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
➢ Berdasarkan Asalnya
Inflasi berdasarkan asalnya dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
a) Domestic Inflation
Domestic Inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri, yang disebabkan karena
kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sektor riil maupun di sektor moneter.
Misalnya : pencetakan uang baru untuk mengatasi defisit dalam pembiayaan dan belanja
Negara, kuranganya pasokan kebutuhan bahan pangan karena adanya gagal panen.
b) Imported Inflation
Imported Inflation adalah inflasi yang berasal dari luar negeri, yang biasanya disebabkan
karena Negara yang menjadi mitra dagang sedang mengalami inflasi yang tinggi.
Penyebab Timbulnya Inflasi.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut:
• Inflasi Tekanan Permintaan atau Demand-Pull Inflation
Inflasi Tekanan Permintaan atauDemand-Pull Inflation timbul karena adanya permintaan
total yang kuat pada masyarakat. Peningkatan permintaan ini tidak diimbangi dengan
kenaikan penawaran.
• Inflasi dorongan biayaatauCost-Push Inflation.
Inflasi dorongan biayaatauCost-Push Inflation terjadi karena kenaikan biaya produksi.
Kenaikan biaya produksi terjadi karena adanya kenaikan harga bahan baku, kenaikan UMR,
kenaikan harga BBM. Biaya produksi yang naik ini akan menyebabkan penawaran agregat
menjadi berkurang.
• Kekacauan ekonomi dan politik.
Inflasi bisa disebabkan karena adanya kekacauan ekonomi dan politik suatu Negara.
Misalnya ketika suatu Negara sedang mengalami peperangan, maka harga barang-barang di
negara tersebut akan mengalami kenaikan.
• Bertambahnya uang yang beredar.
Ketika jumlah uang yang beredar bertambah tanpa diikuti dengan kenaikan jumlah barang
barang, maka harga barang-barang akan naik.
• Campuran (Mixed inflation)
Inflasi ini disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran.
Cara Mengukur Inflasi
Untuk mengukur inflasi ada beberapa indikator ekonomi makro yang sering digunakan, yaitu
sebagai berikut :
a. Indeks Harga Konsumen (IHK).
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
mengukur tingkat inflasi. Nilai IHK memperlihatkan tingkat harga dari barang-barang dan
jasa utama yang dibeli konsumen pada periode tertentu.
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang
terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya
dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas (Bank Indonesia).
c. Indeks Harga Produsen (IHP)
Indeks Harga Produsen (IHP) merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur perubahan
rata-rata harga yang diterima produsen domestik untuk barang yang mereka hasilkan. Tabel
14.3 merupakan contoh dari Indeks Harga Produsen triwulanan Indonesia menurut subsektor.
d. Indeks Harga Aset
Indeks Harga Aset mengukur pergerakan harga aset yang dapat dijadikan indikator adanya
tekanan terhadap harga secara keseluruhan. Aset yang digunakan dalam pengukuran adalah
properti dan saham.
e. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB).
Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) memperlihatkan jumlah perubahan harga dari semua
barang baru, barang jadi, barang produksi lokal, dan jasa.
Referensi
▪ Mankiw, N. G. (2018). Principles of Economics (Eight Edition), USA: Cengage Learning. (M)
▪ Agung Tri Putranto, S.T., M.M. ,Ifa Nurmasari, S.Si., M.M. ,Fahmi Susanti, S.KM., M.2019.
Pengantar Ilmu Ekonomi.Pamulang : Unpam Press

Anda mungkin juga menyukai