Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEMERIKSAAN ASET TAK BERWUJUD (INTANGIBLE ASSETS)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengauditan II

Dosen Pengampu :

Dr. Anggita Langgeng Wijaya, S.E., M.Si., Ak. C.A

Disusun Oleh :

Dicky Wiratama Prana Yoga (2103101006)

Dewi Pujawati Soekarno (2103101013)

Cersiana Rhosyidah Ansori (2303101022P)

PRODI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PGRI MADIUN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai.

Dan kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadilebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin makalah ini
masih banyak kekurangan didalamnya. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Madiun, 18 Maret 2024

Kelompok
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam setiap perusahaan tentunya memiliki aset yang berguna untuk kegiatan
operasional perusahaan, di mana aset yang dimiliki perusahaan tersebut salah
satunya yakni aset tak berwujud. Aset tak berwujud adalah hak istimewa dan
keuntungan kompetitif yang timbul dari kepemilikan suatu aktiva yang berumur
panjang, dimana ia tidak memiliki wujud fisik tertentu. Bukti kepemilikan aktiva tak
berwujud berupa kontrak, lisensi, atau dokumen lain. Dimana aktiva tidak berwujud
merupakan bagian aset tidak lancar lainnya, dimana pada bagian neraca
diklasifikasikan dan disajikan sebagai aset lainnya. Selain itu juga terdapat
kemungkinan adanya perlakuan khusus. Dengan penjelasan yang sangat minim ini
tentu saja mungkin muncul adanya ketidakakuratan pencatatan terhadap transaksi
aktiva tidak berwujud tersebut. Sebagai bagian dari keseimbangan, aktiva tidak
berwujud juga memerlukan standar akuntansi untuk memberikan penjelasan yang
terkait dengan pengakuan, pengukuran, serta penyajian dan penyajian dalam laporan
keuangan.Berdasarkan latar belakang tersebut maka makalah ini akan membahas
mengenai pemeriksaan terhadap aset tak berwujud.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah
dalam makalah ini yaitu:

1. Apa yang dimaksud aset tak berwujud?

2. Apa tujuan pemeriksaan aset tak berwujud?

3. Bagaimana prosedur pemeriksaan aset tak berwujud?


C. TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:

1. Menjelaskan dan memahami aset tak berwujud.

2. Mengetahui tujuan dari pemeriksaan aset tak berwujud.

3. Menjelaskan dan mengetahui prosedur pemeriksaan aset tak berwujud


BAB II

PEMBAHASAN

A. PEMERIKSAAN ASET TAK BERWUJUD (INTANGIBLE ASSETS)

Menurut SAK ETAP (IAI, 2009:76) Aset tidak berwujud adalah aset nonmoneter yang
dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik. Sedangkan menurut PSAK No.19
(Revisi 2010) 19.4 Aset tak berwujud merupak aset nonmoneter teridentifikasi tanpa wujud
fisik. Suatu aset diidentifikasikan jika:

1. Dapat dipisahkan, yaitu kemampuannya untuk menjadi terpisah atau terbagi dari
perusahaan dan dijual, dialihkan, dilisensikan, disewakan atau ditukarkan melalui suatu
kontrak terkait aset atau liabilitas secara individual atau secara bersama; atau

2. Muncul dari hak kontraktual atau hukum lainnya, terlepas apakah hak tersebut dapat
dialihkan atau dipisahkan dari perusahaan atau dari hak kewajiban lainnya.

Aset tak berwujud tidak termasuk efek (surat berharga) dan hak atas mineral dan
cadangan mineral, misalnya minyak, gas alam, dan sumber daya yang tidak dapat
diperbarui lainnya. Aset tak berwujud diakui ketika kemungkinan perusahaan akan
memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut dan biaya perolehan asetatau
nilai aset tersebut dapat diukur dengan andal. Entitas biasanya mengukur aset tidak
berwujud pada awalnya sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan merupakan jumlah kas
atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diserahkan untuk
memperoleh aset pada saat perolehan atau konstruksi.

Biaya perolehan aset tak berwujud yang diperoleh secara terpisah terdiri atas:

1. Harga beli, termasuk bea impor dan pajak yang sifatnya tidak dapat dikreditkan, setelah
diskon dan potongan dagang; dan

2. Biaya-biaya yang dapat didistribusikan secara langsung dalam mempersiapkan aset


sehingga siap digunakan sesuai dengan tujuannya.

Entitas harus mengakui pengeluaran internal yang terjadi atas aset tidak berwujud,
termasuk semua pengeluaran untuk aktivitas riset dan pengembangan sebagai beban pada
saat terjadinya, kecuali pengeluaran tersebut merupakan bagian dari biaya perolehan aset
lainnya yang memenuhi kriteria pengakuan dalam SAK ETAP.

Amortisasi adalah alokasi sistematisjumlah tersusutkan aset tak berwujud selama umur
manfaatnya. Jumlah tersusutkan sendiri memiliki definisi yaitu biaya perolehan aset, atau
jumlah lain yang merupakan pengganti biaya perolehan dikurangi nilai residunya.

B. SIFAT DAN UNSUR ASET TAK BERWUJUD

Sifat aset tak berwujud :

1. Tidak memiliki bentuk, sehingga tidak dapat dipegang, diraba, atau dilihat

sesuai dengan namanya aset ini memang tidak memiliki wujud serta eksistensi
yang dapat dilihat secara langsung tetapi walaupun tidak memiliki wujud atau
eksistensinya, aset ini memiliki peran yang cukup penting untuk jalannya sebuah
perusahaan.

2. Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun

Masa manfaat dari aset ini adalah lebih dari satu tahun. Penentuan masa manfaat
dari aktiva ini juga didasarkan pada hak kontraktual atau hak lainnya sesuai dengan
hukum yang berlaku.

3. Diperoleh dengan mengeluarkan sejumlah uang tertentu yang jumlahnya cukup


material.

Unsur aset tak berwujud :

1. Aset tak berwujud diakui jika :

a. Kemungkinan entitas akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari aset
tsb

b. Biaya perolehan aset tsb dpt diukur secara andal

2. Dlm menilai kemungkinan adanya manfaat ekonomi masa depan, entitas harus
menggunakan asumsi rasional & dpt dipertanggungjawabkan

3. Dlm menilai tingkat kepastian adanya tingkat ekonomi masa depan yg timbul dari
penggunaan aset tak berwujud, entitas mempertimbangkan bukti yg tersedia pd
saat pengakuan awal

4. Aset tak berwujud pd awalnya harus diakui sebesar biaya perolehan


C. CONTOH ASET TAK BERWUJUD

 Goodwill – timbul pada suatu perusahaan pada waktu membeli suatu perusahaan
lain di atas harga yang berlaku untuk aset netonya setelah dikurangi biaya-biaya,
karena perusahaan yang dibeli memiliki keunggulan tertentu.

 Hak Paten – jika suatu perusahaan atau seseorang menemukan suatu produk baru
setelah melakukan riset selama beberapa waktu dengan mengeluarkan biaya yang
cukup besar. Untuk itu ia dapat mendaftarkan produk ciptaannya ke Direktorat Hak
Paten untuk memperoleh hak paten, sehingga orang lain tidak dapat membuat
produk yang sama, kecuali orang tersebut sudah membeli hak paten tersebut untuk
membayat royalti kepada pemilik hak paten.

 Hak Cipta (copy right) yang diberikan kepada seseorang yang menciptakan laguatau
mengarang buku.

 Franchise – diperlukan ketika seseorang ingin menjual makanan atau minuman


dengan rasa, bentuk, cara penyajian, dan dekorasi yang sama, maka terlebih dahulu
harus membeli hak franchise.

D. TUJUAN PEMERIKSAAN (AUDIT OBJECTIVES) ASET TAK BERWUJUD

Pemeriksaan dilakukan tentunya memiliki tujuan tertentu, adapun tujuan dari adanya
pemeriksaan (audit objectives) aset tak berwujud adalah sebagai berikut:

a) Untuk memeriksa apakah terdapat pengendalian internal yang cukup baik atas aset
tak berwujud.

Sistem pengendalian internal pada umunya terdiri atas kebijakan dan prosedur yang
dirancang untuk memberikan kepastian yang layak bagi manajemen, bahwa perusahaan
telah mencapai tujuan dan sasarannya dengan sesuai. Manajemen perusahaan
bertanggungjawab untuk merancang dan menerapkan sistem pengendalian internal,
serta melaporkan secara transparansi perihal efektivitas pelaksanaan pengendalian ini.
Auditor dalam melakukan pemeriksaan pengendalian internal bertanggungjawab untuk
memahami dan melakukan pengujian pengendalian internal atas laporan keuangan.
Dalam hal ini auditor cukup menggunakan kuesioner pengendalian internal control
questionnairess (ICQ). Beberapa ciri pengendalian internal control yang baik atasaset
tak berwujud adalah:

 Adanya sistem otorisasi penambahan dan penghapusan aset tak berwujud;


 Adanya auditor internal yang memeriksa bukti pendukung dari perolehan dan
penambahan aset takberwujud, serta otorisasinya.

b) Untuk memeriksa apakah perolehan, penambahan, dan penghapusan aset tak berwujud,
didukung oleh bukti-bukti yang sah serta diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang
berwenang.

Auditor mengumpulkan bahan bukti untuk memverifikasi dan selanjutnya


membuat kesimpulan tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar,
serta untuk menentukan keefektifan pengendalian internal yang telah diterapkan
manajemen perusahaan klien. Hal ini berguna untuk memperoleh kepastian yang layak
tentang apakah laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material, baik yang
disebabkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan. Misalnya, untuk memperoleh
franchise apakah ada perjanjian franchise-nya, serta apakah sudah diotorisasi oleh
direksi.

c) Untuk memeriksa apakah aset tak berwujud yang dimiliki perusahaan masih
memilikikegunaan di masa yang akan datang.

Untuk menaksir masa manfaat aset tak berwujud harus dipertimbangkan antara lain:

 Ketentuan hukum, peraturan, perjanjian yang membatasi masa manfaat


maksimum;

 Kemungkinan untuk memperpanjang batas masa manfaat yang ditentukan;

 Pengaruh keusangan, permintaan, persaingan, dan faktor perubahan ekonomi dan


teknologi yang memengaruhi masa manfaat.

d) Untuk memeriksa amortisasi aset tak berwujud yang dimiliki perusahaan sesuai
denganstandar akuntansi keuangan ETAP/PSAK/IFRS.

Menurut SAK ETAP (IAI, 2009) 80, entitas harus mengalokasikan jumlah yang
dapat disusutkan dari aset tidak berwujud secara sistematis selama umur manfaatnya.
Beban amortisasi untuk setiap periode harus diakui sebagai beban. Amortisasi dimulai
ketika aset siap digunakan, yaitu aset tersebut berada di alokasi dan kondisi yang
dibutuhkan untuk mampu beroperasi sesuai dengan keinginan manajemen. Amortisasi
dihentikan ketika aset dihentikan pengakuannya. Entitas harus memilih metode
amortisasi yang mencerminkan pemanfaatan aset di masa mendatang. Jika entitas tidak
dapat menetapkan pola yang andal, maka entitas harus menggunakan metode garis
lurus. Entitas harus mengukur aset tidak berwujud pada biaya perolehan dikurangi
akumulasi amortisasi dan akumulasi penurunan nilai.

Semua aset tidak berwujud dianggap memiliki umur manfaat yang terbatas.
Umur manfaat aset tidak berwujud yang berasal dari hak kontraktual atau hak hukum
lainnya tidak boleh melebihi periode hak kontraktual atau hak hukum tersebut, tetapi
mungkin lebih pendek tergantung pada lamanya umur ekspektasi penggunaan aset
tersebut. Jika hak kontraktual atau hak hukum lainnya untuk masa yang terbatas dapat
diperbarui, maka umur manfaat aset tidak berwujud harus termasuk periode yang
diperbarui hanya jika terdapat bukti yang mendukung pembaruan oleh entitas tanpa
biaya yang signifikan. Jika entitas tidak mampu mengestimasi umur manfaat suatu aset
tidak berwujud, maka umur mantaatnya dianggap 10 tahun.

Menurut PSAK No.19 (Revisi 2010) 19.34, jumlah tersusutkan aset tak
berwujud dengan umur manfaat terbatas dialokasikan secara sitematis selama umur
manfaatnya. Amortisasi dimulai ketika aset tersedia untuk digunakan, yakni ketika aset
berada pada lokasi dan dalam kondisi untuk beroperasi sesuai dengan cara yang
dimaksudkan oleh manajemen. Amortisasi dihentikan pada waktu mana yang lebih
dulu antara ketika aset tersebut digolongkan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual
(atau termasuk dalam kelompok aset lepasan yang dikelompokkan dalam asset yang
dimiliki untuk dijual) sesuai dengan PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang
Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan dan Tanggal ketika Aset
Dihentikan Pengakuannya.

Metode amortisasi yang digunakan untuk menggambarkan pola konsumsi


entitas atas manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan. Jika pola tersebut tidak
dapat ditentukan secara andal, maka digunakan metode garis lurus. Amortisasi yang
dibebankan untuk setiap periode diakui dalam laporan laba rugi kecuali pernyataan ini
atau PSAK lain mengizinkan atau mensyaratkan amortisasi tersebut dimasukkan dalam
jumlah tecatat aset lain.

Terdapat berbagai metode amortisasi untuk mengalokasikan jumlah tersusutkan


aset atas dasar yang sistematis selama umur mantaatnya. Metode tersebut mencakup
metode garis lurus, metode menurun dan metode unit produksi. Metode yang digunakan
dipilih berdasarkan pada pola konsumsi manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan
dan diterapkan secara konsisten dari periode ke periode, kecuali terdapat perubahan
dalam perkiraan pola konsumsi tersebut.

Nilai residu aset tak berwujud dengan umur mantaat tidak terbatas sama dengan
nol, kecuali:

a. Ada komitmen dari ketiga untuk membeli aset tak berwujud tersebut pada akhir
umur manfaatnya; atau

b. Ada pasar aktif bagi aset takberwujud tersebut, yaitu :

 Nilai residu aset takberwujud dapat ditentukan dengan mengacu pada yang
berlaku di pasar tersebut; dan

 Terdapat kemungkinan besar bahwa pasar akan tetap tersedia sampai akhir
umur mantaat aset tersebut.

e) Untuk memeriksa apakah hasil/pendapatan yang diperoleh dari aset tak berwujud
sudahdicatat dan diterima oleh perusahaan.

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana kelengkapan,


keakuratan, dan pengklasifikasian asset takberwujud dalam laporan keuangan benar-
benar telah dicatat dan diterima oleh perusahaan sehingga dapat menghindari dari
adanya kemungkinan penghilangan transaksi yang seharusnya dicatat dan diterima oleh
perusahaan sebagaimana mestinya. Contohnya, perusahaan memiliki hak paten, hak
cipta atau franchise dan memberikan/menjual aset tak berwujud tersebut kepada pihak
ketiga, maka auditor harus yakin bahwa pendapatan berupa royalti betul-betul sudah
dicatat dan diterima oleh perusahaan.

f) Untuk memeriksa apakah penyajian aset tak berwujud dalam laporan keuangan
sudah dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia
ETAP/PSAKIFRS.

Menurut SAK ETAP (IAI, 2009) 81, entitas harus mengungkapkan hal-hal berikut
untuk setiap kelompok aset tidak berwuud, yaitu:

 Umur manfaat atau tarif amortisasi yang digunakan.

 Metode amortisasi yang digunakan Jumlah tercatat bruto dan akumulasi


amortisasi pada awal dan akhir periode.

 Unsur pada laporan laba rugi yang di dalamnya terdapat amorisasi asset tidak
berwujud

 Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukan
penambahan, pelepasan, amortisasi, dan perubahan lainnya secara terpisah.
Entitas juga mengungkapkan:

(a) Penjelasan, jumlah tercatat dan periode amortisasi dari setiap aset tidak
berwujud yang material bagi tenaga kerja keuangan entitas;

(b) Keberadaan dan jumlah tercatat aset tidak berwujud yang hak penggunaannya
dibatasi dan jumlah tercatat aset tidak berwujud yang ditentukan sebagai jaminan
atas uang:

(c) Jumlah komitmen untuk memperoleh aset tidak berwujud.

Menurut PSAK No.19 (Revisi 2010) 19.40

1. Entitas mengungkapkan hal berikut untuk setiap kelompok aset tak berwujud,
dipisahkan antara aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal dan aset tak
berwujud lain:

a. Umur mantaat tidak terbatas atau terbatas dan, jika umur manfaat terbatas
diungkapkan tingkat amortisasi yang digunakan atau manfaatnya;

b. Metode amortisasi yang digunakan untuk aset tak berwujud dengan umur
manfaat terbatas;

c. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi (secara agregat dengan


akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode;

d. Pos dalam laporan laba rugi komprehensif yang mana amortisasi aset
takberwujud termasuk di dalamnya;

e. Rekonsiliasi atas jumlah dicatat pada awal dan akhir periode yang
menunjukkan:

 Penambahan yang secara terpisah mengembangkan aset takberwujud dari

pengembangan internal, yang diperoleh secara terpisah, dan diperoleh


melalui kombinasi bisnis;

 Aset yang dikelompokkan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual atau
termasuk dalam kelompok aset lepasan yang dikelompokkan sebagai
dimiliki untuk dijual dengan PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar
yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan dan Pelepasan
Lain;
 Peningkatan atau penurunan selama periode yang berasal dari revaluasi
sesuai dengan penjelasan di atas dari rugi pengakuan penurunan nilai atau
pembalikan pendapatan komprehensif sesuai dengan PSAK 48 (revisi
2009): Penurunan Nilai Aset (jika ada);

 Rugi penurunan nilai yang diakui dalam laporan laporan laba rugi selama
periode sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009);

 Setiap amortisasi yang diakui selama periode;

 Selisih kurs neto yang timbul dari nilai penjabaran laporan keuangan suatu
mata uang penyajian, dan penjabaran operasi luar negeri ke mata uang
penyajian yang digunakan perusahaan; dan

 Perubahan lain pada jumlah tercatat aset tersebut selama periode tersebut.

2. Suatu kelompok aset tak berwujud adalah pengelompokan aset yang memiliki sifat
dan dapat digunakan yang serupa dalam kegiatan operasi entitas.

Contoh dari kelompok terpisah mencakup:

a. Nama merek;

b. Kepala surat kabar dan judul publisitas;

c. Perangkat lunak komputer;

d. Lisensi dan waralaba;

e. Hak cipta, paten, dan hak kekayaan intelektual industry lain, serta hak
operasional dan penyediaan jasa lain;

f. Resep, formula, model, desain, dan purwarupa; dan

g. Aset tak berwujud dalam pengembangan.

Klasifikasi tersebut dipisah (atau digabung) menjadi kelompok lebih kecil (atau
lebih besar) jika hal tersebut menghasilkan informasi yang relevan bagi pengguna
laporan keuangan.

1. Entitas mengungkapkan informasi mengenai penurunan nilai aset tak berwujud


sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009).

PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi


dan Palm mensyaratkan entitas untuk mengungkapkan sifat dan jumlah
perubahan dalam estimasi akuntansi yang memiliki pengaruh internal pada
periode kini atau diharapkan memiliki pengaruh material pada periode
selanjutnya. Pengungkapan tersebut mungkin timbul akibat dari perubahan
dalam:

a. Penilaian umur manfaat aset tak berwujud;

b. Metode amortisasi; atau

c. Nilai sisa.

2. Entitas juga mengungkapkan:

a. Untuk aset tak berwujud yang dinilai dengan umur manfaat tidak terbatas,
jumlah tercatat aset dan alasan yang mendukung umur manfaat tidak
terbatas tersebut. Dalam memberikan alasan, entitas menjelaskan faktor
signifikan dalam menentukan aset yang memiliki umur manfaat tidak
terbatas;

b. Penjelasan, jumlah tercatat dan sisa periode amortisasi dari setiap aset tak
berwujud yang material terhadap laporan keuangan entitas;

c. Untuk aset tak berwujud yang diperoleh melalui hibah pemerintah dan
awalnya diakui pada nilai wajar:

 Nilai wajar pada pengakuan awal atas aset tersebut;

 Jumlah tercatatnya; dan

 Aset tersebut diukur setelah pengakuan awal dengan model biaya atau
model revaluasi.

d. Keberadaan dan jumlah tercatat aset tak berwujud yang kepemilikannya


dibatasi dan jumlah tercatat aset tak berwujud yang menjadi jaminan untuk
liabilitas.

e. Nilai komitmen kontaktual untuk akuisis aset tak berwujud.

3. Entitas mengungkapan nilai agregat dari pengeluaran penelitian dan


pengembangan yang diakui sebagai beban selama periode.

4. Pengeluaran penelitian dan pengembangan terdiri dari seluruh pengeluaran


yang dapat diatribusikan secara langsung pada kegiatan penelitian dan
pengembangan.

5. Entitas dianjurkan, namun tidak diharuskan, untuk mengungkapkan informasi:


a. Penjelasan mengenai aset tak berwujud yang telah diamortisasi secara
keseluruhan tetapi masih digunakan; dan

b. Penjelasan mengenai aset tak berwujud signifikan yang dikendalikan oleh


Entitas namun tidak diakui sebagai aset karena tidak memenuhi kriteria.

E. PROSEDUR PEMERIKSAAN ASET TAK BERWUJUD

1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset tak berwujud


Biasanya dilakukan dengan menggunakan internal control questionnaires, contohnya
bisa dilihat dibawah ini.

Gambar 2.1 contoh Internal Control Questionnaires Aset Tak Berwujud

Jika auditor menyimpulkan bahwa internal control atas aset tak berwujud adalah baik,
maka ruang lingkup (scope) pemeriksaan bisa dipersempit.

2. Minta perincian aset tak berwujud per tanggal laporan posisi keuangan (neraca)
yangantara lain menunjukkan:
 saldo awal, penambahan, amortisasi dan penghapusan serta saldo akhir.
Penambahan aset tak berwujud bisa berasal dari pembelian (goodwill, hak
paten) atau perusahaan melakukan riset untuk membuat procuk-produk baru,
yang jika dianggap marketable bisa diurus (didapatkan) hak patennya ke
Direktorat Hak Paten,sehingga perusahaan lain tidak boleh membuat produk yang
sama, kecuali membayar royalti kepada pemegang hak paten.
Gambar 2.2. Contoh Kertas Kerja Pemeriksaan Aset Tak Berwujud

3. Cocokkan saldo awal dan saldo akhir ke buku besar, lalu check footing dan cross
footing.
4. Periksa penambahan aset tak berwujud:
a. apakah diotorisasi pejabat entitas yang berwenang.
b. periksa notulen rapat direksi/pemegang saham, untuk mengetahui apakah otorisasi
tersebut diberikan melalui rapat tersebut.
c. periksa keabsahan dan kelengkapan bukti-bukti pendukungnya.
5. Periksa amortisasi dan penghapusan (jika ada) aset tak berwujud. Periksa apakah
amortisasi dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia
ETAP/PSAK/IFRS dan perhitungannya akurat. Jika ada aset tak berwujud yang
dihapuskan, misalnya goodwill, karena tidak lagi mempunyai kegunaan, maka harus
diperiksa otorisasi dari pejabat entitas yang berwenang.
6. Periksa perjanjian-perjanjian yang dibuat entitas dengan pihak ketiga yang ingin
menggunakan hak paten, hak cipta, dan franchise yang dimiliki perusahaan. Periksa
apakah pendapatan dari perjanjian tersebut (dalam bentuk royalty fee) sudah dicatat dan
diterima oleh perusahaan.
Perjanjian untuk menjual/menyewakan hak paten, hak cipta dan franchise milik
perusahaan kepada pihak ketiga, biasanya dilakukan di hadapan notaris, karena itu
auditor harus meminta salinan perjanjian tersebut untuk permanent file. Untuk royalti
yang diperoleh harus diperiksa apakah sudah dikenakan PPh 23 sesuai dengan peraturan
pajak yang berlaku. Selain itu auditor harus memeriksa buku penerimaan kas (bank)
untuk mengetahui apakah pendapatan dari penjualan/penyewaan tersebut sudah
diterima oleh perusahaan dan dicatat di buku perusahaan.
7. Periksa apakah penyajian aset tak berwujud dalam laporan keuangan sudah sesuai
dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia ETAP/PSAK/IFRS

Dalam hal ini entitas harus mencatat perolehan/penambahan aset tak berwujud
sebesar harga perolehannya. Di laporan posisi keuangan (neraca) aset takberwujud
disajikan sebesar nilai netonya, setelah diamortisasi. Sedangkan dicatatan atas laporan
keuangan harus dijelaskan antara lain: saldo aset tak berwujud terdiri dari apa saja,
dengan mencantumkan nilai neto dari masing-masing jenis aset tak berwujud, dan
metode serta periode amortisasinya. Di kertas kerja pemeriksaan aset tak berwujud
auditor harus mencantumkan kesimpulan pemeriksaannya mengenai kewajaran saldo
perkiraan aset tak berwujud.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Aset tidak berwujud merupakan salah satu jenis aset nonmoneter yang tidak mempunyai
wujud fisik tetapi tetap dapat diidentifikasi sehingga aset ini memberikan hak keekonomian
dan hukum kepada perusahaan. Pengukuran atas aset tidak berwujud dalam perusahaan
diakui sebesar biaya awal perolehan aset tersebut. Perusahaan juga harus tetap mengakui
pengeluaran yang terjadi atas aset tidak berwujud kecuali pengukuran tersebut merupakan
bagian dari biaya perolehan aset lainnya yang memenuhi kriteria pengakuan dalam SAK
ETAP. Auditor dalam melakukan pemeriksaan atas aset takberwujud dilakukan sesuai
dengan prosedur-prosedur yang ada untuk menghindari dari adanya kesalahan. Hal tersebut
berguna untuk memeriksa apakah penyajian aset takberwujud dalam laporan keuangan
perusahaan telah dilakukan sesuai dengan prinsip dan standar akuntansi keuangan di
Indonesia ETAP/PSAK/IFRS. Selain itu, pemeriksaan atas aset tidak berwujud yang sesuai
dengan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan akan sangat berguna untuk auditor sebagai
kerangka kerja yang nantinya akan membantu auditor dalam mengumpulkan bahan bukti
audit yang cukup kompeten dan sesuai berdasarkan pengakuan, penyajian, penghapusan,
dan juga pencatatan aset tak berwujud dalam perusahaan. Auditor juga akan
bertanggungjawab untuk menentukan apakah asersi manajemen tentang laporan keuangan
dalam perusahaan dapat dibenarkan atau tidak.
.
DAFTAR PUSTAKA

- Agoes, Sukrisno, 2017. Auditing : Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh


Akuntan Publik , Buku 2, Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai