1. PENDAHULUAN
Kota Salatiga merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang berada pada kaki Gunung Merbabu. Hawa sejuk
dan dingin menjadi salah satu khas Kota Salatiga dan sudah digunakan sebagai daerah peristirahatan sejak jaman
Belanda. Data Statistik Sektoral Kota Salatiga tahun 2020 menyebutkan Kota Salatiga memiliki luas wilayah ±
54,98 km² yang terdiri dari 4 kecamatan, 23 kelurahan dengan jumlah penduduk 196.082 jiwa. Salatiga merupakan
kota yang menghubungkan antara kota Semarang dan Surakarta dengan ketinggian 450-800meter dari permukaan
laut. Kota Salatiga merupakan kota yang dikelilingi oleh beberapa gunung seperti gunung Merbabu, Telomoyo
dan Gajah Mungkur [1]. Kota Salatiga juga mendapat predikat kota paling toleran pada tahun 2020 oleh Setara
Institute. Banyaknya keuntungan yang dimiliki Kota Salatiga tersebut, membuat banyak pendatang memutuskan
untuk berdomisili di Kota Salatiga.
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Salatiga, jumlah
penduduk kota Salatiga dari tahun 2010 hingga tahun 2020 terjadi peningkatan jumlah penduduk yang cukup pesat.
Pada tahun 2010 jumlah penduduk kota Salatiga berjumlah 170.800 jiwa dan pada tahun 2020 jumlah penduduk
kota Salatiga berjumlah 196.600 jiwa [2]. Berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan penduduk kota Salatiga,
menurut data BPS Kota Salatiga luas lahan sawah, luas lahan kering dan jumlah pohon di Kota Salatiga jumlahnya
semakin menurun dari tahun ke tahun [2]. Peningkatan jumlah penduduk yang pesat, laju penambahan kepadatan
bangunan pun juga bertambah sehingga area hijau di Kota Salatiga juga berkurang jumlahnya karena area hijau
sudah berubah fungsi seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Permukaan yang dulunya merupakan tempat
tumbuh pepohonan, lahan kering, area persawahan dan area hijau lainya sudah berubah fungsi menjadi bangunan
perumahan, pertokoan, jalan dan infrastruktur. Perubahan fungsi permukaan tersebut, yang awalnya merupakan
2. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data citra satelit Kota Salatiga yang terdiri dari 23 kelurahan pada tahun 2014 dan
tahun 2021 pada bulan Mei. Bulan Mei dipilih karena tutupan awan pada bulan Mei sangat sedikit sehingga data
dapat diolah secara maksimal. Data yang dipakai adalah citra satelit Landsat 8 OLI (Operational Land Imager),
path/row 120/065, resolusi 30x30m data tersebut diperoleh dari United States Geological Survey (USGS) dengan
alamat web https://earthexplorer.usgs.gov/.
2.1. Tahapan Penelitian
Kerangka kerja penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2 dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut:
1. Pengambilan Data, tahap Pertama adalah pengambilan data citra satelit yang diperoleh dari United States
Geological Survey (USGS) dengan alamat web https://earthexplorer.usgs.gov/. Data yang dipakai adalah citra
satelit Landsat 8 OLI (Operational Land Imager), path/row 120/065, resolusi 30x30m pada tahun 2014 dan
tahun 2021.
Di mana:
NDVI= Normalized Diffrerence Vegetation Index (Nilai: -1 < NDVI < 1)
NIR= Near Infrared (Band 5 Landsat 8 OLI/TIRS)
RED= Red (Band 4 Landsat 8 OLI/TIRS)
Tabel 1. Klasifikasi Nilai NDVI
Kelas NDVI Keterangan
1 -1 - -0,03 Non vegetasi
2 -0,03 - 0,15 Vegetasi sangat rendah
3 0,15 - 0,25 Vegetasi rendah
4 0,26 - 0,35 Vegetasi sedang
5 0,36 - 1,00 Vegetasi tinggi
2.3. Normalized Difference Built-up Index (NDBI)
NDBI (Normalized Difference Built-up Index) merupakan indeks untuk menunjukkan kerapatan lahan terbangun
seperti perkotaan atau lahan yang sudah tertutup bangunan [13]. NDBI dipilih karena algoritma ini sangat sensitif
terhadap lahan yang tertutupi bangunan karena tingginya pantulan Shortwave Infrared (SWIR) dibandingkan
dengan lahan Near-Infrared (NIR)[6]. NDBI akan menampakkan nilai yang tinggi pada lahan terbangun dibanding
dengan objek lainnya sehingga dapat memudahkan pemetaan daerah terbangun. NDBI memanfaatkan band SWIR
dan NIR dengan algoritma sebagai berikut [14]:
(𝑆𝑊𝐼𝑅−𝑁𝐼𝑅)
𝑁𝐷𝐵𝐼 = (𝑆𝑊𝐼𝑅+𝑁𝐼𝑅) (2)
Di mana:
NDBI= Normalized Difference Built-up Index
SWIR= Shortwave Infrared (Band 6 Landsat 8 OLI/TIRS)
NIR= Near Infrared (Band 5 Landsat 8 OLI/TIRS)
Tabel 2. Klasifikasi Nilai NDBI
Kelas NDBI Keterangan
1 -1 - 0 Non pemukiman
2 0 - 0,1 Pemukiman jarang
3 0,1 - 0,2 Pemukiman rapat
4 0,2 - 0,3 Pemukiman sangat rapat
2.4. Albedo
Nilai albedo merepresentasikan kekuatan pantulan permukaan benda yang merupakan perbandingan antara radiasi
surya yang dipantulkan dengan radiasi yang datang [7]. Nilai tertinggi albedo dimiliki oleh lahan terbangun berupa
bangunan jika dibandingkan dengan lahan yang memiliki tutupan vegetasi berdaun lebar. Nilai albedo memiliki
Di mana:
B1= Visible (Band 1 Landsat 8 OLI/TIRS)
B3= Visible (Band 3 Landsat 8 OLI/TIRS)
B4= Red (Band 4 Landsat 8 OLI/TIRS)
B5= Near Infrared (Band 5 Landsat 8 OLI/TIRS)
B7= Shortwave Infrared (Band 7 Landsat 8 OLI/TIRS)
2.5. Land Surface Temperature (LST)
Land Surface Temperatur (LST) merupakan parameter yang memiliki pengaruh pada penelitian perubahan iklim.
LST dapat mengetahui fluks energi gelombang panjang yang kembali ke atmosfer dan sangat tergantung pada
keadaan parameter permukaan lainnya seperti albedo, kelembapan permukaan, kondisi dan tingkat penutupan
vegetasi [4]. Eksplorasi LST dilakukan dengan memproses citra satelit Landsat 8 yang dikoreksi secara geometris
dan selanjutnya dilakukan bebErapa langkah berikut [16]:
1. Menentukan Top of Atmospheric Spectral Radiance (TOA)
Produk Landsat 8 standarnya berupa Digital Numbers (DN) dalam skala yang terukur dan terkalibrasi. Nilai DN
merepresentasikan nilai piksel dari tiap band. Digital numbers citra Landsat diubah menjadi radiasi spektral.
Penentuan radiasi spektral band termal (band 10) pada Landsat 8 didasarkan persamaan (USGS 2018)[5]. Langkah
pertama untuk mencari LST adalah mengkonversikan nilai DN ke TOA dari band 10 ke at-sensor radiasi spektral
menggunakan persamaan (4) [17], [18].
𝐿 𝜆 = 𝑀𝐿 ∗ 𝑄𝑐𝑎𝑙 + 𝐴𝐿 (4)
Di mana:
𝐿𝜆 = TOA spectral radiance (Watts/( m2 * srad * μm))
𝑀𝐿 = Band-specific multiplicative rescaling factor dari metadata citra satelit (RADIANCE_MULT_BAND_10)
𝐴𝐿 = Band-specific additive rescaling factor from dari metadata citra satelit RADIANCE_ADD_BAND_10)
𝑄𝑐𝑎𝑙 = Quantized and calibrated standard product pixel values (DN)
2. Menentukan Brightness Temperature (BT)
Setelah mengkonversi nilai DN menjadi nilai radiansi spectral (TOA), selanjutnya mengkonversi nilai TOA
menjadi suhu kecerahan (BT) menggunakan persamaan (5) [18].
𝐾2
𝐵𝑇 = 𝐾1 − 273.15 (5)
(𝑙𝑛( )+1)
𝐿𝜆
Di mana,
BT = Top of atmosphere brightness temperature (°C)
𝐿𝜆 = TOA spectral radiance (Watts/( m2 * srad * μm))
𝐾1 = 𝐾1 Constant Band 10
𝐾2 = 𝐾2 Constant Band 10
Tabel 3. Metadata Citra Satelit Landsat 8
Variabel Nilai Keterangan
𝐾1 774.8853 Thermal constants, Band
𝐾2 1321.0789 10
3. Menentukan Suhu Permukaan Tanah / Land Surface Temperature (LST)
Tahap selanjutnya untuk menghitung nilai LST adalah melakukang perhitungan NDVI yang selanjutnya digunakan
untuk menghitung proportional vegetation (Pv) dan emisivitas (ԑ). Persamaan (6) digunakan untuk menentukan
proporsional vegetasi dan persamaan (7) digunakan untuk menentukan emisivitas.
(𝑁𝐷𝑉𝐼−𝑁𝐷𝑉𝐼𝑚𝑖𝑛 ) 2
𝑃𝑣 = [(𝑁𝐷𝑉𝐼 ] (6)
𝑚𝑎𝑥 −𝑁𝐷𝑉𝐼)
Di mana,
BT = brightness temperature (°C)
𝜆 = Central Wavelength of emitted radiance
𝑐2= h*c/s = 1.4388*10−2 mK = 14388 𝜇𝑚 K
E = LSE
2.6. Random Forest
Random Forest adalah salah satu algoritma dalam machine learning yang digunakan untuk mengklasifikasikan
data. Algoritma random forest ini menggunakan decision tree atau pohon keputusan untuk melakukan proses
seleksi dalam mengklasifikasikan data [20]. Algoritma ini sangat efektif untuk melakukan klasifikasi dengan data
yang sangat banyak dan dapat digunakan dalam berbagai bidang salah satu contohnya digunakan untuk pengolahan
klasifikasi citra satelit Landsat [21]. Metode Random Forest terdiri dari tiga langkah yang pertama adalah
bootstrap sampling untuk membangun pohon keputusan, selanjutnya pohon keputusan akan melakukan prediksi
secara acak, selanjutnya metode random forest akan memprediksi dengan mengkombinasikan masing-masing
pohon keputusan dengan cara majority vote untuk klasifikasi [22].
Hasil klasifikasi dan prediksi yang didapatkan menggunakan metode Random Forest selanjutnya dilakukan
uji performa klasifikasi dengan mencari nilai akurasi menggunakan Cohen’s Kappa [19]. Tahap awal klasifikasi
dan prediksi dilakukan secara manual pada hasil pengolahan citra satelit dan selanjutnya diolah menggunakan
metode Random Forest. Random Forest merupakan metode ensemble untuk klasifikasi dan regresi penentuan
wilayah gambar dan pembuatan variable dari berbagai model untuk menghitung respon berdasarkan hasil dari
pohon keputusan [21][23]. Setelah dilakukan klasifikasi dan prediksi menggunakan algoritma random forest maka
dilakukan uji performa klasifikasi dengan menggunakan Cohen’s Kappa yang akan menghasilkan nilai akurasi
[24].
𝑧𝑖
∑𝑛
𝑖 =1(ℎ𝑖𝑗 +8)𝛽
𝑍𝑗 = 𝑧𝑖 (9)
∑𝑛
𝑖 =1(ℎ +8)𝛽
𝑖𝑗
Pengujian usability atau pengujian kebergunaan yang dilakukan pada penelitian ini berguna untuk
mengetahui keefektifan hasil penelitian yang akan digunakan stakeholder terkait. Pengujian dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner kepada responden, dalam penelitian ini adalah pegawai DPUPR Kota Salatiga. Kuesioner
yang dibagikan berisi kegunaan hasil perhitungan NDVI, NDBI, Albedo, LST dan daftar kelurahan dengan
kenaikan suhu tinggi. Penghitungan hasil kuesioner dilakukan menggunakan rumus berikut [25]:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑥 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡
ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑘𝑢𝑒𝑠𝑖𝑜𝑛𝑒𝑟 = (10)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
Bobot penilaian berada pada skala 1-5 dengan keterangan sebagai berikut :
SS = Sangat Setuju =5
S = Setuju =4
CS = Cukup Setuju =3
TS = Tidak Setuju =2
STS = Sangat Tidak Setuju =1
a) b)
Gambar 3. a) NDVI Kota Salatiga tahun 2014, b) NDVI Kota Salatiga tahun 2021
Gambar 3 merupakan hasil penghitungan NDVI Kota Salatiga tahun 2014 dan tahun 2021 diolah
menggunakan raster calculator pada software Q-gis menggunakan band 4 dan band 5 citra Landsat 8. Hasil
penghitungan NDVI dibagi menjadi 5 kategori yaitu non vegetasi, vegetasi sangat rendah, vegetasi rendah,
vegetasi sedang dan vegetasi tinggi. Hasil eksplorasi nilai NDVI memperlihatkan nilai rata-rata NDVI pada tahun
2014 adalah 0.3048 dan pada tahun 2021 adalah 0.2985 yang berarti bahwa jumlah tutupan vegetasi pada tahun
2014 lebih banyak daripada tahun 2021. Hal ini menunjukkan luasan wilayah bervegetasi tinggi pada Kota Salatiga
semakin berkurang dari tahun 2014 ke tahun 2021.
a) b)
Gambar 4. a) NDBI Kota Salatiga tahun 2014, b) NDBI Kota Salatiga tahun 2021
Eksplorasi NDBI diolah menggunakan raster calculator pada software Q-gis dengan menggunakan band
5 dan band 6 Landsat 8. Hasil nilai NDBI dibagi menjadi 4 kategori yaitu non pemukiman, pemukiman jarang,
pemukiman rapat dan pemukiman sangat rapat. Hasil eksplorasi metode NDBI menghasilkan nilai rata-rata tahun
2014 sebesar -0.1185 sedangkan tahun 2021 sebesar -0.0974 yang berarti nilai NDBI semakin tinggi. Semakin
tingginya nilai NDBI memperlihatkan bahwa jumlah tutupan bangunan di kota Salatiga pada tahun 2021 lebih
banyak daripada tahun 2014. Hal tersebut sejalan dengan hasil eksplorasi NDVI Kota Salatiga yang
memperlihatkan tutupan vegetasi semakin berkurang, beralih fungsi menjadi lahan terbangun seperti terlihat pada
a) b)
Gambar 5. a) LST Kota Salatiga tahun 2014, b) LST Kota Salatiga tahun 2021
Gambar 5 merupakan hasil eksplorasi menggunakan metode Land Surface Temperatur (LST) untuk melihat
perubahan suhu permukaan Kota Salatiga dari tahun 2014 ke tahun 2021. Penghitungan LST dilakukan
menggunakan plugin yang terdapat pada software Q-gis. Tahap pertama dilakukan penghitungan TOA, selanjutnya
dilakukan penghitungan BT dan terakhir dilakukan penghitungan LST. Terlihat bahwa eksplorasi citra satelit tahun
2014 memiliki lebih sedikit kawasan dengan suhu permukaan tinggi dibandingkan dengan eksplorasi citra satelit
tahun 2021. Rata-rata suhu permukaan Kota Salatiga tahun 2014 adalah 29.15℃ sedangkan tahun 2021 sebesar
31.4℃. Nilai LST ini sejalan dengan hasil eksplorasi NDVI dan NDBI yang menunjukkan peningkatan suhu
permukaan karena menurunnya lahan vegetasi dan meningkatnya lahan terbangun suatu wilayah.
a) b)
Gambar 6. a) Nilai Albedo Kota Salatiga tahun 2014, b) Nilai Albedo Kota Salatiga tahun 2021
Eksplorasi nilai albedo dilakukan menggunakan band 1, band 3, band 4, band 5 dan band 7 Landsat 8 yang
selanjutnya diolah menggunakan software Q-gis. Berdasarkan hasil eksplorasi Albedo yang didapatkan, pancaran
radiasi tahun 2021 lebih besar daripada tahun 2014. Perubahan nilai Albedo tersebut dipengaruhi adanya
perubahan tutupan lahan yang semula merupakan lahan bervegetasi tinggi menjadi lahan terbangun.
LST
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil eksplorasi dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan pada
penelitian ini. Hasil eksplorasi tahun 2014 ke tahun 2021 menunjukkan bahwa nilai NDVI mengalami penurunan
luas wilayah tutupan vegetasi, nilai NDBI menunjukkan peningkatan luas wilayah terbangun, nilai LST
menunjukkan terjadinya peningkatan suhu permukaan dan nilai Albedo menunjukaan adanya peningkatan sebaran
pancaran radiasi pada Kota Salatiga. Hasil klasifikasi dan prediksi yang dilakukan menggunakan metode Random
Forest memiliki hasil cukup akurat dengan nilai akurasi sebesar 90% dan nilai Kappa sebesar 73%. Klasifikasi
wilayah dengan kenaikan suhu permukaan tinggi terdapat pada 7 kelurahan yaitu Cebongan, Mangunsari, Ledok,
Kutowinangun Kidul, Gendongan, Salatiga dan Kalicacing. Uji usability pada penelitian ini melibatkan 7 pegawai
DPUPR Kota Salatiga yang berisi 7 pertanyaan yang menghasilkan nilai kebergunaan sebesar 3,62 dengan kriteria
“cukup berguna”. Hasil ini menunjukkan bahwa penelitian ini telah sesuai dengan tujuannya yaitu agar dapat
digunakan sebagai salah satu acuan dalam pengambilan kebijakan tata Kota Salatiga. Penelitian ini merupakan
salah satu acuan karena terdapat banyak pertimbangan dalam mengambil kebijakan tata kota antara lain ketentuan
pola ruang, kondisi eksisting kawasan, regulasi, kondisi/ sinergitas antar stakeholder, peraturan perundangan,
perekonomian, pemerataan fungsi lahan.
REFERENCES
[1] P. K. Salatiga, “Selayang Pandang Kota Salatiga,” 2019.
[2] BPS Salatiga, “Tabel Dinamis,” https://salatigakota.bps.go.id/site/pilihdata.html , 2022.
[3] W. Ningrum and I. Narulita, “Deteksi Perubahan Suhu Permukaan Menggunakan Data Satelit Landsat Multi-Waktu Studi
Kasus Cekungan Bandung,” Jurnal Teknologi Lingkungan, vol. 19, no. 2, p. 145, 2018, doi: 10.29122/jtl.v19i2.2250.
[4] S. Nugroho, A. Wijaya, and A. Sukmono, “Analisis Pengaruh Perubahan Vegetasi Terhadap Suhu Permukaan Di Wilayah
Kabupaten Semarang Menggunakan Metode Penginderaan Jauh,” Jurnal Geodesi Undip, vol. 5, no. 1, pp. 253–263, 2016.
[5] D. Kosasih, I. Nasihin, and E. R. Zulkarnain, “Deteksi Kerapatan Vegetasi dan Suhu Permukaan Tanah Menggunakan
Citra Landsat 8 (Studi Kasus : Stasiun Penelitian Pasir Batang Taman Nasional Gunung Ciremai,” Konservasi untuk
Kesejahteraan Masyarakat, vol. 1, pp. 162–173, 2019.
[6] M. N. Handayani, B. Sasmito, and A. Putra, “ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN SUHU DENGAN
INDEKS KAWASAN TERBANGUN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT (STUDI KASUS : KOTA
SURAKARTA) Mutiah,” Jurnal Geodesi Undip, vol. 2, no. Sistem Informasi Geografis, pp. 240–252, 2017.
[7] H. A. Effat and O. A. K. Hassan, “Change detection of urban heat islands and some related parameters using multi-
temporal Landsat images; a case study for Cairo city, Egypt,” Urban Climate, vol. 10, no. P1, pp. 171–188, 2014, doi:
10.1016/j.uclim.2014.10.011.
[8] G. M. Foody, “Status of land cover classification accuracy assessment,” Remote Sensing of Environment, vol. 80, no. 1,
pp. 185–201, 2002, doi: https://doi.org/10.1016/S0034-4257(01)00295-4.
[9] D. R. Amliana, Y. Prasetyo, and A. Sukmono, “ANALISIS PERBANDINGAN NILAI NDVI LANDSAT 7 DAN
LANDSAT 8 PADA KELAS TUTUPAN LAHAN (Studi Kasus : Kota Semarang, Jawa tengah),” 2016.
[10] F. S. Wirandha, Marwan, and Nizamuddin, “Klasifikasi Penggunaan Lahan Menggunakan Citra Satelit Spot-6 di
Kabupaten Aceh Barat Daya Dan Aceh Besar,” Seminar Nasional dan Expo Teknik Elektro 2015, 2015, Accessed: Jun.
08, 2022. [Online]. Available: http://snete.unsyiah.ac.id/2015/prosiding/Naskah%2018.pdf
[11] R. Yudistira, A. Meha, and S. Prasetyo, “Perubahan Konversi Lahan Menggunakan NDVI, EVI, SAVI dan PCA pada
Citra Landsat 8 (Studi Kasus : Kota Salatiga),” Indonesian Journal of Computing and Modeling, vol. 2, no. 1, Jun. 2019,
[Online]. Available: https://ejournal.uksw.edu/icm/article/view/2537
[12] R. M. S. P. A. Balqis Nailufar1*, “ANALISIS PERUBAHAN INDEKS KERAPATAN VEGETASI DENGAN METODE
ANALISIS NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX (NDVI) DI KOTA BATU BERBASIS SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS (GIS) DAN PENGINDRAAN JAUH.,” MINTAKAT Jurnal Arsitektur, vol. 19, pp. 59–67,
Sep. 2018.
[13] Y. Zha, J. Gao, and S. Ni, “Use of normalized difference built-up index in automatically mapping urban areas from TM
imagery,” , vol. 24, pp. 583–594, 2003, doi: 10.1080/01431160210144570.
[14] J. R. H. D. F. T. Syahputra A, “Perbandingan Indeks Lahan Terbangun NDBI dan Land Surface Temperature Dalam
Memetakan Kepadatan Bangunan di Kota Medan,” Journal of Science, Technology, and Virtual Science, vol. 1, pp. 16–
22, Jul. 2021.