Anda di halaman 1dari 15

ISSN 0215-1790

1
NASKAH REVIEW MGI
© 2018 Fakultas Geografi UGM

1 Kajian Fenomena Urban Heat Island Berdasarkan Keterkaitan Terhadap Perubahan


2 Lahan Terbangun dan Kerapatan Vegetasi di Kota Samarinda
3
4 Muhammad Adi Fatmaraga(1*), Yohannes Budi Sulistioadi(2), Zeni Haryanto(3), Ali Suhardiman(4),
5 Yunianto Setiawan(5), Warsilan(6),
6 1 Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Mulawarman
7 2 Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Mulawarman
8 3 Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Mulawarman
9 4 Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman
10 5 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman
11 6 Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Mulawarman
12 * Email & HP koresponden: adhiefatmaraga@gmail.com ; 085250726874

13
14 Abstrak Urban Heat Island (UHI) merupakan salah satu fenomena yang terjadi di perkotaan, disebabkan adanya daerah
15 terisolasi dengan suhu permukaan atau udara lebih tinggi dari daerah di sekitarnya. Kota Samarinda menjadi kota yang akan
16 berfungsi sebagai Kota Penyangga dalam mendukung Kawasan Ibukota Negara Baru (IKN), sehingga mengalami
17 perkembangan yang sangat pesat. Berkurangnya ruang terbuka hijau di perkotaan mempengaruhi kenyaman kota dan
18 meningkatnya suhu permukaan tanah. Penelitian ini mengeksplorasi penggunaan Citra Landsat 8 pada tahun 2013-2021
19 untuk mengevaluasi UHI menggunakan Google Earth Engine (GEE). Analisis UHI didapatkan dari hasil analisis pada
20 transformasi NDVI, NDBI, dan Suhu Permukaan Tanah (LST), kemudian dikorelasikan statistik regresi berganda. Hasil LST
21 menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan suhu pada tahun-tahun yang berbeda dan analisis regresi menunjukkan nilai
22 determinan (R2) berkisar diatas 91%. Upaya untuk melakukan mitigasi fenomena UHI di Kota Samarinda diperlukan
23 kerjasama oleh semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah sehingga dapat mengantisipasi fenomena UHI.

24
25 Kata kunci: Urban Heat Island (UHI), Citra Optis Resolusi Sedang, Suhu Permukaan Tanah, Google Earth Engine (GEE)

26
27 Abstract One of the problems that frequently occurs in urban areas caused by isolated areas with higher surface or air
28 temperatures than the surrounding areas is known as the Urban Heat Island (UHI) phenomenon. Samarinda City is
29 currently undergoing extremely rapid development; in the fu-ture, this city will help the New State Capital Region by serving
30 as a buffer city (IKN). Reduced green open space in urban areas will increase ground surface temperatures. This study
31 investi-gates how to assess UHI in 2013–2021 using Landsat 8 imagery on the Google Earth Engine (GEE). The
32 characteristics of UHI were obtained from the results of the NDVI, NDBI, and Soil Surface Temperature (LST)
33 transformations, were further revealed by using multiple regression statistical analysis. LST result indicates the temperature
34 has increased and decreased in different years and regression results show the determinant value (R2) ranging above 91%.
35 Efforts to mitigate the UHI phenomenon in Samarinda City require cooperation by all parties, both the community and the
36 government, in order to achieve success in anticipating the UHI phenomenon.

37
38 Keywords: Urban Heat Island, Medium Resolution Optical Image, Land Surface Temperature, Google Earth Engine (GEE)
39

40
41

2 Halaman 1 dari 15
3 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
4 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
5
42 PENDAHULUAN
43 Pada umumnya perkembangan kota besar yang ada di negara berkembang cenderung tidak
44 terbatas dan tidak terkendali (Champion, 2001). Contoh kasus permasalahan dalam lingkungan
45 perkotaan adalah naiknya suhu permukaan disekitar kawasan terbangun dengan kepadatan yang cukup
46 tinggi, sehingga secara harfiah naiknya suhu permukaan di kawasan perkotaan (urban) terhadap suhu
47 di daerah pinggiran (rural) dinamakan dengan fenomena Urban Heat Island (UHI) (Estoque et. al.,
48 2017), akibat proses urbanisasi (Voogt & Oke, 2003). Urbanisasi berkaitan dengan UHI secara spasial
49 temporal yang menunjukkan perubahan penggunaan lahan terutama transformasi dari penggunaan
50 lahan non-perkotaan menjadi perkotaan (Ravanelli et al., 2018).
51 UHI merupakan salah satu bagian dari fenomena adanya heat island yang banyak terjadi di
52 perkotaan, yang disebabkan adanya penentuan yang terisolasi (berbeda kondisi) dengan memiliki
53 suhu permukaan atau udara lebih tinggi dari daerah disekitarnya pada pengukuran in situ (Fawzi,
54 2017). Terjadinya fenomena UHI ditentukan oleh Surface Urban Heat Island atau SUHI (Sarif et. al.,
55 2023), yang menunjukkan adanya perbedaan permukaan suhu radiasi (Yao et al., 2018). UHI
56 disebabkan karena pesatnya urbanisasi, pertumbuhan populasi manusia, peningkatan lahan terbangun,
57 dan alih fungsi lahan. Fenomena UHI mengakibatkan perubahan simpanan energi permukaan bumi
58 dan siklus hidrologi yang mempengaruhi iklim lokal dan regional sehingga mengubah sifat fisi
59 permukaan bumi (Pachauri et.al., 2014). Fenomena ini menyebabkan radiasi panas matahari, suhu
60 udara permukaan pada perkotaan meningkat dapat menimbulkan ancaman serius terhadap stabilitas
61 iklim dan lingkungan, produksi pertanian, dan keseimbangan ekologi (Yan et al., 2020).
62 Kota Samarinda saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal ini juga ditunjang
63 dengan adanya rencana pemerintah pusat membangun Ibukota Negara Baru (IKN), Kota Samarinda
64 nantinya berfungsi sebagai Kota Penyangga dalam mendukung Kawasan Ibukota Negara Baru (IKN).
65 Pemindahan ibu kota negara akan membuat aktivitas penggunaan lahan menjadi tinggi dan
66 menyebabkan perubahan tutupan lahan yang berdampak paling besar terhadap suhu perkotaan
67 (Chapman et al., 2018). Perencanaan di kota berkembang harus menentukan cara untuk melestarikan
68 keanekaragaman hayati ketika kota berkembang dan tidak merusak habitat alam (McKinney, 2002).
69 Migrasi penduduk menjadi salah satu konsekuensi terhadap pertumbuhan yang sangat signifikan pada
70 proses pemindahan ibu kota negara baik berupa segi demografi dan ekonomi (Farida, 2021). Oleh
71 sebab itu, apabila salah mengurus ibu kota dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan
72 (Ristanto et. al., 2022).
73 Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Citra Landsat 8 OLI TIRS Level 2 tahun
74 perekaman 2013-2021 yang terbagi menjadi 3 periode tahun perekaman, yaitu 2013-2015, 2016-2018,
75 dan 2019-2021 dikarenakan data citra hasil ekstrasi suhu cenderung lebih lambat terlihat
76 perubahannya dibandingkan data citra hasil ekstraksi penutup lahan atau sejenisnya yang lebih
77 dinamis serta pengaruh awan pada daerah kajian sehingga dengan variasinya waktu perekaman,
78 ketersediaan citra semakin bervariasi. Proses manajemen pengolahan data spasial dapat diperoleh dari

6 Halaman 2 dari 15
7 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
8 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
9
79 citra penginderaan jauh selanjutnya akan diproses lebih lanjut menggunakan pengolahan Google
80 Earth Engine (GEE) dan diintegrasikan ke dalam Sistem Informasi Geografi (SIG). Platform GEE
81 mampu memproses data yang besar dalam rentang waktu yang panjang sehingga memudahkan dalam
82 pengolahan data pengindeaan jauh (Amani et al., 2019). Citra Landsat yang merupakan produk yang
83 umum digunakan untuk berbagai aplikasi agrolingkungan beberapa di antaranya seperti klasifikasi
84 citra, cloud masking, pemetaan populasi, permukiman yang dilakukan secara multi-temporal (Patela et
85 al., 2015).
86 Penelitian ini mencoba mengetahui kemampuan citra penginderaan jauh untuk menilai kondisi
87 perubahan lahan terbangun, perubahan tingkat vegetasi, dan perubahan distribusi suhu permukaan
88 serta fenomena UHI yang terjadi, selain itu mencoba menganalisis hubungan kondisi perubahan lahan
89 terbangun, perubahan ting-kat vegetasi, dan perubahan distribusi suhu permukaan yang
90 mempengaruhi dalam fenomena UHI.
91
92 METODE PENELITIAN
93 Lokasi Penelitian
94 Penelitian dilaksanakan di Kota Samarinda merupakan ibukota Provinsi Kalimatan Timur dan
95 berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kertanegara. Kota Samarinda memiliki luas 718,00
96 Km², dengan posisi terletak 117º03’00” Bujur Timur dan 117º18’14” Bujur Timur serta diantara
97 00º19’02” Lintang Selatan dan 00º42’34” Lintang Selatan. Kota Samarinda dibagi menjadi 10
98 kecamatan yaitu, Kecamatan Sambutan, Samarinda Kota, Samarinda Ilir, Palaran, Samarinda
99 Seberang, Loa Janan Ilir, Sungai Kunjang, Samarinda Ulu, Samarinda Utara dan Sungai Pinang,
100 dengan jumlah kelurahan di Kota Samarinda sebanyak 53 kelurahan.
101 Berdasarkan sensus penduduk, data jumlah penduduk Kota Samarinda tahun 2020 sebanyak
102 872.994 jiwa yang terbesar di 10 kecamatan dengan kepadatan penduduk mencapai 1.153 jiwa/km2
103 serta laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.12% (BPS Kota Samarinda, 2021). Sehingga dapat
104 dikatakan bahwa tingkat kepadatan yang cukup tinggi dibanding Kabupaten/Kota lain di Provinsi
105 Kalimantan Timur berpengaruh terhadap perubahan fisik wilayah.
106 Bahan dan Data
107 Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data Citra LANDSAT 8 OLI TIRS
108 level 2 tahun 2013-2021, waktu perekaman 18 maret 2013 sampai 31 Desember 2021. Citra Landsat 8
109 OLI/TIRS didapatkan dan diolah menggunakan platform Google Earth Engine yang sudah dilakukan
110 proses koreksi radiometrik sehingga dapat digunakan untuk proses lanjutan. Data vektor (shp)
111 administrasi kota samarinda diunduh di http://tanahair.indonesia.go.id.
112 Pengolahan Data
113 Sebelum dilakukan proses pengolahan data terlebih dahulu untuk memproses data citra yang
114 akan digunakan. Data Citra Landsat 8 dilakukan proses penghilangan awan atau cloud masking yang
115 bertujuan untuk mendapatkan citra yang bebas awan. Hasil citra yang sudah dibersihkan dari tutupan

10 Halaman 3 dari 15
11 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
12 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
13
116 awan tersebut diolah dengan menggunakan transformasi Normalized Difference Vegetation Index
117 (NDVI) yang bertujuan untuk mendapatkan nilai kerapatan vegetasi di wilayah kajian tersebut. Nilai
118 kerapatan vegetasi yang telah diklasifikasikan dapat menyajikan objek vegetasi dan non-vegetasi serta
119 mampu meminimalkan faktor topografik dan kesalahan atmosferik. Informasi ekstraksi lahan
120 terbangun merupakan hasil pengolahan citra satelit melalui transformasi citra Landsat menggunakan
121 metode Normalized Difference Built-up Index (NDBI). NBDI bertujuan untuk mengembangkan
122 indeks area (Zha et. al., 2003). Klasifikasi transformasi NDBI dapat mempresentasikan kelas
123 kerapatan bangunan di wilayah kajian.
124 Nilai UHI didapatkan dengan melakukan beberapa pengolahan suhu permukaan. Terlebih
125 dahulu dilakukan perhitungan konversi nilai piksel pada citra yang diubah menjadi nilai radian
126 spektral, nilai-nilai yang dimasukkan pada formula perhitungan didapatkan dari metadata citra.
127 Perolehan suhu radian tidak lepas dari nilai koreksi emisivitas tanah dan vegetasi untuk melakukan
128 estimasi suhu permukaan darat yang lebih akurat, yaitu menggunakan nilai emisivitas vegetasi dengan
129 memanfaatkan indeks vegetasi NDVI secara berurutan dengan proses awal menghitung proporsi
130 vegetasi dan kemudian diproses lanjut dengan formula emisivitas permukaan. Nilai koreksi Suhu
131 Permukaan (Land Surface Temperature, LST) dihitung dengan menggunakan nilai yang telah
132 terkoreksi (emissivitas dan atmosfer) hasilnya adalah estimasi suhu permukaan. Langkah perhitungan
133 yang dilakukan dengan konversi nilai radiansi spektral TOA menjadi suhu permukaan darat (LST).
134 Kemudian memanfaatkan nilai emisivitas untuk mengekstraksi suhu permukaan dan suhu kecerahan
135 yang telah dikalkulasi sehingga dihasilkan nilai LST.
136 UHI dapat diekstraksi dari citra penginderaan jauh dengan menurunkan data Suhu Permukaan
137 Tanah (LST). Langkah awal terlebih dahulu menggunakan persa-maan yang cukup sederhana yang
138 diperoleh dari daerah yang terindikasi terjadinya UHI dan mencari nilai ambang batasnya (Fawzi,
139 2017). Proses selanjutnya ada mencoba menghitung nilai ambang batas suhu normal. Data LST dapat
140 diturunkan fomula yang lebih spesifik terkiat penetapan ambang batas pada daerah yang terjadi UHI
141 dan tidak terjadi UHI (Dewantoro et.al., 2021). Terlihat jika nilai suhu permukaan darat (LST) yang
142 lebih dari kalkulasi standar deviasi dan rerata suhu permukaan untuk maka dikatakan terindikasi UHI
143 dan sebaliknya jika nilai suhu permukaan darat (LST) yang kurang dari kalkulasi standar deviasi dan
144 rerata suhu permukaan maka dikatakan tidak terjadi UHI.
145 Tahapan selanjutnya menggunakan analisa statistik untuk melihat hubungan lahan vegetasi dan
146 lahan terbangun dan suhu permukaan darat terhadap intensitas Urban Heat Island. Oleh karena itu
147 analisis yang akan digunakan adalah regresi linier berganda antara kerapatan vegetasi hasil analisis
148 NDVI, kerapatan bangunan hasil analisis NDBI, dan suhu permukaan tanah (LST) sebagai variabel
149 bebas (independen) X terhadap fenomena urban heat island sebagai variabel terikat (independen) Y.
150 Regresi linier berganda adalah suatu algoritma yang banyak digunakan untuk menelusuri pola
151 hubungan antara variabel terikat dengan dua atau lebih variabel bebas (Padilah & Adam, 2019).
152

14 Halaman 4 dari 15
15 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
16 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
17
153 HASIL DAN PEMBAHASAN
154 Transformasi NDVI (Indeks Kerapatan Vegetasi)
155 Masukan band/saluran pada citra ini menggunakan band/saluran 4 (merah) dengan panjang
156 gelombang berkisar 0.636-0.673 μm dan band/saluran 5 (infra merah dekat) dengan panjang
157 gelombang berkisar 0.851-0.879 μm. Kedua band tersebut sangat ber-pengaruh dalam menampilkan
158 informasi pola spektral mengenai objek vegetasi pada citra. Proses perhitungan nilai kerapatan
159 vegetasi yang diinputkan pada script GEE. Pada analisis ini tingkat kerapatan vegetasi dibagi menjadi
160 4 kelas yaitu non vegetasi (<0), vegetasi rendah (0.001-0.2), vegetasi sedang (0.201-0.5), dan vegetasi
161 tinggi (>0.5) berdasarkan 3 periode tahun analisis yang tersaji dalam tabel dan peta dibawah ini.

162 Tabel 1. Nilai Min/Max NDVI Kota Samarinda (Sumber: Hasil Analisis, 2022).
Nilai Indeks NDVI
Periode Tahun
Min Max
2013 - 2015 -0.649 0.915
2016 - 2018 -0.859 0.913
2019 - 2021 -0.622 0.919
163
164 Table 2. Transformasi NDVI (Indeks Kerapatan Vegetasi) Kota Samarinda (Sumber: Hasil
165 Analisis, 2022).
Tahun 2013 – 2015 Tahun 2016 – 2018 Tahun 2019 – 2021
Kelas Luas Persen Sebaran Luas Persen (%) Sebaran Luas Persen Sebaran
(Km2) (%) Kecamatan (Km2) Kecamatan (Km2) (%) Kecamatan
Sebagian Sebagian Sebagian
Kecamatan Kecamatan Kecamatan
Samarinda Samarinda Samarinda
Utara, Utara, Utara,
Samarinda Samarinda Samarinda
Ulu, Sungai Ulu, Ulu,
Non-vegetasi Kunjang, Sungai Sungai
26.74 3.58 26.11 3.50 26.37 3.53
(<0) Loa Janan Kunjang, Kunjang,
Ilir, Palaran, Loa Janan Loa Janan
Sambutan Ilir, Ilir,
dan Sungai Palaran, Palaran,
Pinang Sambutan Sambutan
dan Sungai dan Sungai
Pinang Pinang
Vegetasi 13.38 1.79 Seluruh 13.60 1.82 Seluruh 15.61 2.09 Seluruh
Rendah Kecamatan Kecamatan Kecamatan
(0.001-0.2
Vegetasi 126.07 16.89 Seluruh 120.53 16.15 Seluruh 117.44 15.73 Seluruh
Sedang Kecamatan Kecamatan Kecamatan
(0.201-0.5)
Vegetasi 580.29 77.74 Seluruh 586.24 78.53 Seluruh 587.07 78.64 Seluruh
Tinggi Kecamatan Kecamatan Kecamatan
(>0.5)
166

18 Halaman 5 dari 15
19 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
20 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
21
167 Terlihat pada tabel 1 bahwa dari 3 periode tahun analisis, nilai indeks minimum terbesar
168 dengan nilai -0.859 berada di periode tahun 2016-2018 dibanding periode tahun lainnya, sedangkan
169 nilai indeks maksimum dari 3 periode tahun analisis berkisar di nilai 0.919.
170 Dari analisis tabel 2 pada 3 periode tahun analisis, terlihat bahwa sebagian besar/dominan
171 kerapatan vegetasinya masih cukup tinggi (>0.5) dengan luasan berkisar ±587 Km 2 atau sekitar ±78%
172 dari total luas wilayah. Hal ini terlihat dari periode tahun 2013-2015 yang awalnya luasannya 580,29
173 Km2 atau 77.74% dari total luas wilayah, di-periode tahun 2016-2018 bertambah menjadi 586,24 Km 2
174 atau 78.58% dari total luas wilayah, kemudian diperiode tahun 2019-2021 bertambah lagi menjadi
175 587.07 Km2 atau 78.64% dari total luas wilayah yang tersebar secara merata diseluruh kecamatan
176 yang ada di Kota Samarinda yang tergambarkan pada peta berikut.
177
178

179 Gambar 1. Peta Kerapatan Vegetasi Tahun 2013-2015 (a), Tahun 2016-2018 (b), Tahun 2019-
180 2021 (c) Kota Samarinda (Sumber: Hasil Pengolahan, 2022).

181
182 Transformasi NDBI (Indeks Kerapatan Bangunan)
183 Masukan band/saluran pada citra landsat 8 ini menggunakan band/saluran 5 (infra merah
184 dekat) dengan panjang gelombang berkisar 0.851-0.879 μm dan band/saluran 6 (infra merah tengah 1)
185 dengan panjang gelombang berkisar 1.566-1.651 μm. Kedua band tersebut sangat sensitif terhadap
186 ekstraksi informasi data lahan terbangun atau lahan terbuka. Proses perhitungan nilai kerapatan
187 bangunan yang diinputkan pada script GEE. Pada analisis ini tingkat kerapatan bangunan dibagi
188 menjadi 4 kelas yaitu non bangunan (<0), Bangunan Jarang (0.001-0.1), Bangunan Sedang (0.101-

22 Halaman 6 dari 15
23 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
24 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
25
189 0.3), dan Bangunan Rapat (>0.3) berdasarkan 3 periode tahun analisis yang tersaji dalam tabel dan
190 peta dibawah ini.

191 Tabel 3. Nilai Min/Max NDBI Kota Samarinda (Sumber: Hasil Analisis, 2022)
Nilai Indeks NDBI
Periode Tahun
Min Max
2013 - 2015 -0.840 0.687
2016 - 2018 -0.770 0.679
2019 - 2021 -0.773 0.554

192 Tabel 4. Transformasi NDBI (Indeks Kerapatan Bangunan) Kota Samarinda (Sumber: Hasil Analisis,
193 2022)

Tahun 2013 – 2015 Tahun 2016 – 2018 Tahun 2019 – 2021


Kelas Luas Persen Sebaran Luas Persen (%) Sebaran Luas Persen Sebaran
(Km2) (%) Kecamatan (Km2) Kecamatan (Km2) (%) Kecamatan
Non-
Seluruh Seluruh Seluruh
bangunan 677.14 90.71 691.48 92.63 671.07 89.90
Kecamatan Kecamatan Kecamatan
(<0)
Bangunan 52.34 7.01 42.46 5.69 51.13 6.85
Jarang Seluruh Seluruh Seluruh
(0.001- Kecamatan Kecamatan Kecamatan
0.1)
Tabel 4. Lanjutan.
Bangunan 16.53 2.21 12.12 1.62 23.65 3.17
Sedang Seluruh Seluruh Seluruh
(0.101- Kecamatan Kecamatan Kecamatan
0.3)
Bangunan 0.47 0.06 Sebagian 0.43 0.06 Sebagian 0.64 0.09 Sebagian
Rapat Kecamatan Kecamatan Kecamatan
(>0.3) Palaran Palaran Palaran
194
195 Hasil analisis transformasi nilai NDBI (kerapatan bangunan) di Kota Samarinda pada tabel 3
196 periode tahun 2013-2015 berkisar -0.840 - 0.687, pada periode tahun 2016-2018 berkisar -0.770 -
197 0.679, dan periode tahun 2019-2021 berkisar -0.773 - 0.554. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai
198 indeks minimum periode tahun 2013-2015 dengan nilai -0.840 lebih besar dibanding periode tahun
199 lainnya, tetapi nilai indeks minimum pada tahun 2016-2018 dan tahun 2019-2021 mengalami
200 penurunan. Untuk nilai indeks maximum diperiode tahun 2013-2015 dengan nilai 0.687, tetapi pada
201 tahun 2016-2018 dan tahun 2019-2021 mengalami penurunan nilai yang cukup signifikan menjadi
202 0.554.
203 Dari analisis tabel 4 dan peta pada 3 periode tahun analisis, terlihat bahwa sebagian
204 besar/dominan merupakan kelas non-bangunan (<0) dengan luasan berkisar ±671 Km 2 atau sekitar
205 ±90% dari total luas wilayah. Hal tersebut terlihat dari periode tahun 2013-2015 dengan luasan 677,14
206 Km2 atau 90.71% dari total luas wilayah. Pada periode tahun 2016-2018 bertambah luasannya
207 menjadi 691,48 Km2 atau 92.63% dari total luas wilayah, kemudian di periode tahun 2019-2021
208 mengalami penyusutan luasan menjadi 671.07 Km 2 atau 89.90% dari total luas wilayah yang tersebar

26 Halaman 7 dari 15
27 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
28 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
29
209 secara merata diseluruh kecamatan yang ada di Kota Samarinda. Terlihat pada kelas non-bangunan
210 (<0) dicoba disinkronkan dengan data nilai indeks kerapatan vegetasi sebagian masuk dalam kelas
211 vegetasi tinggi (>0.5) dengan luasan yang tidak terlalu berbeda siginifikan.
212

213 Gambar 2. Peta Kerapatan Bangunan Tahun 2013-2015 (a), Tahun 2016-2018 (b), Tahun 2019-2021
214 (c) Kota Samarinda
215
216 Pengolahan Distribusi Suhu Permukaan Tanah (LST)
217 Citra yang digunakan adalah Landsat 8 Level 2, Collection 2, Tier 1 band 10 atau dikenal
218 dengan band thermal dengan panjang gelombang 10.60-11.19 μm, dikarenakan pada band 10 pada
219 citra tersebut telah terkoreksi secara sistematis dan pengaruh band 10 memiliki absrorpsi atmosfer
220 yang cukup baik dalam pengolahan suhu permukaan dibandingkan band lainnya. Suhu Permukaan
221 Tanah ini merupakan salah satu variabel dalam penentuan nilai intensitas Urban Heat Island di Kota
222 Samarinda. Proses perhitungan nilai Suhu Permukaan Tanah yang diinputkan pada script GEE. Dalam
223 analisis suhu permukaan tanah ini dibagi menjadi 5 kelas, yaitu <20°C, 20.001-23°C, 23.001-25°C,
224 25.001-27°C, dan >27°C. berdasarkan 3 periode tahun analisis yang tersaji dalam tabel dan peta
225 dibawah ini.
226 Tabel 5. Nilai SPT, Nilai Ambang Batas Suhu Normal serta Std. Deviasi SPT Kota Samarinda
227 (Sumber: Hasil Analisis, 2022).

Periode Nilai SPT (°C) Nilai Ambang Batas Nilai


Tahun Min Max Rata-rata Suhu Normal (°C) STD.Deviation
2013 - 2015 14.55 29.49 22.24 22.89 1.30
2016 - 2018 11.33 28.48 21.72 22.41 1.38
2019 - 2021 12.84 29.09 23.03 23.64 1.23

229

30 Halaman 8 dari 15
31 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
32 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
33
230 Ko
231
232 Tabel 6. Distibusi Suhu Permukaan Tanah Kota Samarinda (Sumber: Hasil Analisis, 2022).
Tahun 2013 – 2015 Tahun 2016 – 2018 Tahun 2019 – 2021
Kelas Luas Persen Sebaran Kecamatan Luas Persen (%) Sebaran Luas Persen Sebaran
(Km2) (%) (Km2) Kecamatan (Km2) (%) Kecamatan
Sebagian
Kecamatan
Samarinda
Utara,
Samarinda Ulu,
Sebagian
Sungai
Kecamatan
Kunjang,
Sungai
Samarinda Ilir, Seluruh
<200C 21.72 2.91 67.75 9.08 3.06 0.41 Kunjang,
Samarinda Kecamatan
Loa Janan
Kota,
Ilir, dan
Samarinda
Palaran
Seberang,
Sambutan, Loa
Janan Ilir,
Sungai Pinang,
dan Palaran.
20.001 562.95 75.41 Seluruh 571.53 76.56 Seluruh 421.13 56.41 Seluruh
– 230C Kecamatan Kecamatan Kecamatan
23.001 137.28 18.39 Seluruh 95.64 12.81 Seluruh 271.98 36.44 Seluruh
– 250C Kecamatan Kecamatan Kecamatan
25.001 23.16 3.10 11.18 1.50 Sebagian 46.95 6.29
- 270C Kecamatan
Samarinda
Utara,
Samarinda Ulu,
Sebagian Sebagian
Sungai Kunjang,
Kecamatan Kecamatan
Samarinda Ilir,
Palaran Palaran
Samarinda Kota,
Samarinda
Seberang,
Sungai Pinang,
dan Palaran.
>270C 1.37 0.18 Sebagian 0.39 0.05 Sebagian 3.36 0.45 Sebagian
Kecamatan Kecamatan Kecamatan
Samarinda Samarinda Samarinda
Utara, Utara, Utara,
Samarinda Ulu, Samarinda Ulu, Samarinda
Sungai Samarinda Ilir, Ulu,
Kunjang, Samarinda Kota, Sungai
Samarinda Ilir, Samarinda Kunjang,
Samarinda Seberang, Samarinda
Kota, Sungai Pinang, Ilir,
Samarinda dan Palaran. Samarinda
Seberang, Kota,
Sungai Pinang, Samarinda
dan Palaran. Seberang,
dan Sungai

34 Halaman 9 dari 15
35 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
36 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
37
Pinang
233 Hasil analisis terhadap distribusi suhu permukaan tanah di Kota Samarinda pada tabel 5 periode
234 tahun 2013-2015 terlihat bahwa suhu minimum berkisar 14,55°C, suhu maximum berkisar 29.49°C
235 dan suhu rata-rata berkisar 22.24°C dengan ambang batas suhu normal berkisar 22.89°C serta nilai
236 standar deviasi berkisar 1.30. Pada periode tahun 2016-2018 suhu permukaan tanah mengalami
237 penurunan yaitu suhu minimum berkisar 11.33°C, suhu maximum berkisar 28.48°C dan suhu rata-rata
238 berkisar 21.72°C dengan ambang batas suhu normal 22.41°C serta nilai standar deviasi berkisar 1.38.
239 Tetapi pada periode 2019-2021 suhu permukaan tanah kembali mengalami peningkatan yang cukup
240 signifikan yaitu dengan suhu minimum berkisar 12.84°C, suhu maksimum berkisar 29.09°C dan suhu
241 rata-rata berkisar 23.03°C dengan ambang batas suhu normal 23.64°C serta nilai standar deviasi
242 berkisar 1.23.
243 Hasil pengolahan distribusi suhu permukaan tanah pada tabel 6 terlihat bahwa kelas suhu
244 20.001-23°C mempunyai luasan yang paling dominan, terlihat pada periode tahun 2013-2015 berkisar
245 562.95 Km2 atau 75.41% dari total luas wilayah kajian, kemudian mengalami peningkatan pada
246 periode tahun 2016-2018 menjadi berkisar 571.53 Km 2 atau 76.56% dari total luas wilayah kajian,
247 tetapi pada periode tahun 2019-2021 mengalami penurunan yang cukup signifikan berkisar 421.13
248 Km2 atau 56.41% dari total luas wilayah kajian yang tersebar diseluruh kecamatan di Kota Sa-
249 marinda.
250 Dari hasil analisis dan pengolahan data terkait klasifikasi suhu permukaan tanah, dapat diamati
251 bahwa suhu permukaan tanah ini sangat berkaitan erat dengan banyaknya vegetasi, jika semakin
252 banyak tutupan vegetasi maka suhu maka suhu permukaaan tanah akan semakin dingin begiputun
253 sebaliknya, terlihat juga pada peta daerah pinggiran kota relatif memiliki kerapatan vegetasi yang
254 cukup tinggi dibandingkan daerah pusat kota.
255

38 Halaman 10 dari 15
39 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
40 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
41
256 Gambar 3. Peta Distribusi Suhu Permukaan Tanah 2013-2015 (a), 2016-2018 (b), & 2019-2021 (c)
257 Kota Samarinda
258 Pengolahan Intensitas Urban Heat Island (UHI)
259 Pada umumnya daerah perkotaan (urban) mempunyai suhu lebih tinggi 3°C dibandingkan
260 daerah pingggiran (rural) (Darmawan & Barry, 2022). Nilai UHI ini secara umum didapatkan dari
261 hasil perhitungan selisih suhu permukaan tanah dengan nilai suhu ambang batas. Dari hasil tersebut
262 diklasifikasi untuk memudahkan dalam menganalisis dan melihat sejauh mana nilai intensitas
263 UHInya, jika hasil pen-golahan nilai selisih suhu positif mengindikasikan daerah kajian tersebut
264 terjadi fenomena UHI tetapi sebaliknya jika nilai selisih suhu negatif maka daerah kajian tersebut
265 tidak terjadi fenomena UHI.
266 Untuk memudahkan dalam analisis nilai instensitas UHI menggunakan maka dilakukan proses
267 perhitungan nilai intensitas UHI yang diinputkan pada script GEE. Dari hasil perhitungan tersebut
268 selanjutnya diklasifikasi menjadi beberapa kelas yaitu Non UHI (<0), UHI I (Intensitas Rendah 0.001-
269 1.5), UHI II (Intensitas Sedang 1.501-3), dan UHI III (Intensitas Tinggi >3.01). berdasarkan 3 periode
270 tahun analisis yang tersaji dalam tabel dan peta dibawah ini.
271
272 Tabel 7. Klasifikasi Intensitas UHI Kota Samarinda (Sumber: Hasil Analisis, 2022).
Tahun 2013 – 2015 Tahun 2016 – 2018 Tahun 2019 – 2021
Kelas Luas Persen Sebaran Luas Persen (%) Sebaran Luas Persen Sebaran
(Km2) (%) Kecamatan (Km2) Kecamatan (Km2) (%) Kecamatan
Seluruh Seluruh Seluruh
Non UHI (<0) 560.37 75.07 543.21 72.77 299.48 40.12
Kecamatan Kecamatan Kecamatan
UHI I 141.34 18.93 159.41 21.35 330.85 44.32
(Intensitas Seluruh Seluruh Seluruh
Rendah) Kecamatan Kecamatan Kecamatan
(0.001-1.5)
UHI II 35.19 4.71 Seluruh 36.33 4.87 Seluruh 86.30 11.56 Seluruh
(Intensitas Kecamatan Kecamatan Kecamatan
Sedang) (Terutama (Terutama (Terutama
(1.501-3) pusat kota) pusat kota) pusat kota)
UHI III 9.59 1.28 Seluruh 7.53 1.01 Seluruh 29.86 4.00 Seluruh
(Intensitas Kecamatan Kecamatan Kecamatan
Tinggi) (Terutama (Terutama (Terutama
(>3.01) pusat kota) pusat kota) pusat kota)
273
274 Terlihat pada tabel 7 bahwa Kelas Non UHI (<0) mempunyai luasan yang cukup dominan
275 dibandingkan kelas lainnya, pada periode 2013-2015 mempunyai luasan berkisar 560.37 Km 2 atau
276 75.07% dari total luas wilayah kajian, di periode tahun 2016-2018 mengalami penurunan luasan
277 berkisar 543.61 Km2 atau 72.77% dari total luas wilayah kajian, di periode tahun 2019-2021
278 mengalami penurunan yang signifikan menjadi 299.48 Km 2 atau 40.12% dari total luas wilayah kajian
279 yang meliputi seluruh kecamatan di Kota Samarinda.
280 Dari proses analisis terkait nilai intensitas UHI berdasarkan klasifikasi yang ada, terlihat bahwa
281 nilai intensitas UHI tiap periode tahun semakin lama menunjukkan nilai yang semakin tinggi, seperti

42 Halaman 11 dari 15
43 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
44 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
45
282 pada kelas Non UHI (<0) yang merupakan kelas dengan luasan yang dominan, pada periode tahun
283 2013-2015 dan 2016-2018 dengan luasan berkisar 70% dari total luas wilayah kajian, diperiode tahun
284 2019-2021 mengalami penurunan luasan menjadi hanya 40% dari total luas wilayah kajian. Terlihat
285 pada peta bentuk dan pola pada kelas ini berada di daerah pinggiran kota (rural).
286 Secara umum di Kota Samarinda mengindikasikan terjadinya fenomena UHI dengan intensitas
287 rendah dan sedang namun belum dengan intensitas yang tinggi tetapi jika tidak ada mitigasi yang
288 efektif dalam mengurangi efek UHI maka kedepannya intensitas UHI semakin meningkat hal tersebut
289 sudah cukup terlihat pada kelas Non UHI (<0) yang semakin lama luasannya semakin berkurang dan
290 kelas UHI baik dengan intensitas rendah, sedang, dan tinggi mengalami peningkatan. Hal tersebut
291 yang harus menjadi perhatian kita semua terkait adanya fenomena UHI ini, yang semakin lama
292 berpengaruh terhadapa kenyaman suhu terutama didaerah perkotaan di Kota Samarinda serta masalah
293 lingkungan lainnya.
294

295 Gambar 4. Peta Intensitas UHI Tahun 2013-2015 (a), 2016-2018 (b), & 2019-2021 (c) Kota
296 Samarinda
297
298 Analisis hubungan variabel Kerapatan Vegetasi, Kerapatan Bangunan, dan Suhu Permukaan
299 Tanah serta intensitas Urban Heat Island (UHI)
300 Pada analisis ini dilakukan uji statistik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
301 variabel Kerapatan Vegetasi, Kerapatan Bangunan, dan Suhu Permukaan Tanah sebagai varaiabel
302 independen terhadap fenomena UHI sebagai varaibel dependen. Proses pengolahan ini mencoba

46 Halaman 12 dari 15
47 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
48 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
49
303 menggunakan analisa kuantitatif dengan regresi berganda dilakukan selama 3 periode tahun analisis,
304 yaitu 2013-2015, 2016-2018, dan 2019-2021, dengan perbandingan nilai determinan sebagai berikut:

305 Tabel 8. Perbandingan Nilai Determinan (R) Tahun 2013-2021 (Sumber: Hasil Analisis, 2022).
Tahun
2013-2015 2016-2018 2019-2021
R-Square 0.889 0.957 0.920
306
307 Terlihat nilai kontribusi pengaruh/detreminasi variable bebas (independen) terhadap variabel
308 terikat (dependen) disimbolkan dengan R 2, pada periode 2013-2015 nilai R 2 0.889, periode 2016-2018
309 nilai R2 0.957, dan periode 2019-2021 nilai R2 0.920. Dari hasil tersebut nilai R berkisar antara 0-1,
310 jika nilai R mendekati 1 maka variabel bebas semakin kuat mempengaruhi variabel terikat. Terlihat
311 bahwa pada tabel 8 dari 3 periode tahun analisis tersebut nilai R 2 berkisar diatas 91% yang artinya
312 bahwa variable bebas (kerapatan vegetasi, kerapan bangunan, suhu permukaan tanah) secara simultan
313 tingkat hubungannya sangat berpengaruh terhadap variabel terikat (intensitas UHI) sebesar ±91%
314 sedangkan nilai persentase sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam
315 penelitian ini.
316 Dari 3 periode tahun analisis tersebut nilai persamaan regresi sebagai berikut:

317 Nilai persamaan regresi tahun 2013-2015

318 Y = 9.576 + 1.020X1 – 3.511X2 – 0.349X3 (1)

319 Nilai persamaan regresi tahun 2016-2019

320 Y = -0.907 + 3.703X1 + 1.597X2 + 0.058X3 (2)

321 Nilai persamaan regresi tahun 2019-2021

322 Y = -1.058 + 1.121X1 + 4.489X2 + 0.079X3 (3)

323 Dari hasil nilai persamaan regresi diatas nilai konstanta pada periode tahun 2013-2015 bertanda
324 positif artinya menunjukkan hubungan pengaruh yang searah antara variabel independen dan variabel
325 dependen sedangkan periode tahun 2016-2018 dan 2019-2021 nilai konstanta bertanda negatif
326 berlawanan arah antara variabel independen dan variabel dependen, sehingga jika variabel Kerapatan
327 Vegetasi (X1), Kerapatan Bangunan (X2), dan Suhu Permukaan Tanah (X3) bernilai 0 atau tidak
328 mengalami perubahan makan nilai UHI (Y) berdasarkan nilai konstanta.
329 Dari persamaan regresi di atas jika variabel bebas (kerapatan vegetasi, kerapatan bangunan, dan
330 suhu permukaan tanah) mempunyai hubungan yang positif terhadap variabel terikat (intensitas urban
331 heat island) mengindikasikan bahwa semakin tinggi nilai variabel bebas makan akan diikuti oleh
332 kenaikan nilai variabel terikat dan begitu sebaliknya jika semakin rendah nilai persamaan tiap variabel
333 bebas makan diikuti oleh penurunan nilai variabel bebas.
334
335 KESIMPULAN

50 Halaman 13 dari 15
51 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
52 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
53
336 Pada variabel kerapatan vegetasi sebagian besar/dominan kerapatan vegetasinya masih cukup
337 tinggi (>0.5) dengan luasan berkisar ±587 Km2 atau sekitar ±78% dari total luas wilayah yang tersebar
338 diseluruh kecamatan di Kota Samarinda. Pada variabel kerapatan bangunan terlihat bahwa sebagian
339 besar/dominan merupakan kelas non-bangunan (<0) dengan luasan berkisar ±671 Km 2 atau sekitar
340 ±90% dari total luas wilayah yang tersebar diseluruh kecamatan di Kota Samarinda. Pada variabel
341 suhu permmukaan tanah terlihat bahwa kelas suhu 20.001-23°C mempunyai luasan yang paling
342 dominan, terlihat pada periode tahun 2013-2015 & 2016-2018 menjadi berkisar ±570 Km 2 atau ±76%
343 dari total luas wilayah kajian, tetapi pada periode tahun 2019-2021 mengalami penurunan yang cukup
344 signifikan berkisar 421.13 Km2 atau 56.41% dari total luas wilayah kajian yang tersebar diseluruh
345 kecamatan di Kota Samarinda.
346 Secara umum di Kota Samarinda mengindikasikan terjadinya fenomena UHI dengan intensitas
347 rendah dan sedang namun belum dengan intensitas yang tinggi tetapi jika tidak ada mitigasi yang
348 efektif dalam mengurangi efek UHI maka kedepannya intensitas UHI semakin meningkat hal tersebut
349 sudah cukup terlihat pada kelas Non UHI (<0) yang semakin lama luasannya semakin berkurang dan
350 kelas UHI baik dengan intensitas rendah, sedang, dan tinggi mengalami peningkatan.
351 Dari persamaan regresi yang dilakukan diketahui jika variabel bebas (kerapatan vegetasi,
352 kerapatan bangunan, dan suhu permukaan tanah) mempunyai hubungan yang positif terhadap variabel
353 terikat (intensitas urban heat island) mengindikasikan bahwa semakin tinggi nilai variabel bebas
354 makan akan diikuti oleh kenaikan nilai variabel teri-kat dan begitu sebaliknya jika semakin rendah
355 nilai persamaan tiap variabel bebas makan diikuti oleh penurunan nilai variabel bebas.
356
357 UCAPAN TERIMA KASIH
358 Penulis mengucapkan terima kasha kepada Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan
359 Universitas Mulawaraman yang sudah mendukung secara penuh dalam aspek akademis, selain itu
360 juga penulis berterima kasih kepada pihak Google yang memberikan akses Google Earth Engine
361 secara free access. Penelitian ini tidak didanai oleh sumber pendanaan eksternal atau bersumber dari
362 pribadi Penulis Pertama
363
364 KONTRIBUSI PENULIS
365 Penulis Pertama mendisain metode penelitian, analisis data, dan membuat naskah publikasi; Penulis
366 Kedua dan Ketiga mendesain metode penelitian, interpretasi hasil dan review naskah publikasi; serta
367 Penulis Keempat, Lima, dan Keenam interpretasi hasil dan supervisi.
368
369 DAFTAR PUSTAKA
370 Amani, M., Mahdavi, S., Afshar, M., Brisco, B., Huang, W., Mirzadeh, S. M. J., … Hopkinson, C.
371 (2019). Canadian wetland inventory using Google Earth Engine: The first map and preliminary
372 results. Remote Sensing, 11(7), 1–20. https://doi.org/10.3390/RS11070842
373 BPS Kota Samarinda. (2021). Kota Samarinda dalam angka, Samarinda municipality figures 2021.

54 Halaman 14 dari 15
55 NASKAH UNTUK REVIEW MAJALAH GEOGRAFI INDONESIA
56 https://jurnal.ugm.ac.id/mgi
57
374 Issn : 0215-2398, 64720(februari 2021), 408.
375 Champion, T. (2001). Urbanization, Suburbanization, Counterurbanization and Reurbanization. In R.
376 Padison (Ed.), In Handbook of Urban Studies (pp. 143–161). Retrieved from
377 https://www.torrossa.com/gs/resourceProxy?an=4912668&publisher=FZ7200#page=162
378 Chapman, S., Thatcher, M., Salazar, A., Watson, J. E. M., & McAlpine, C. A. (2018). The effect of
379 urban density and vegetation cover on the heat island of a subtropical city. Journal of Applied
380 Meteorology and Climatology, 57(11), 2531–2550. https://doi.org/10.1175/JAMC-D-17-0316.1
381 Darmawan, S., & Barry, T. Al. (2022). Analisis Fenomena Urban Heat Island Menggunakan Google
382 Earth Engine (Studi kasus : Jawa Barat, Indonesia). FTSP Series : Seminar Nasional Dan
383 Diseminasi Tugas Akhir 2022, 261–270.
384 Dewantoro, B. E. B., Natani, P. A., & Islamiah, Z. (2021). Analisis Surface Urban Heat Island
385 Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Berbasis Cloud Computing Pada Google Earth Engine
386 Di Kota Samarinda. Seminar Nasional Geomatika, (April), 75.
387 https://doi.org/10.24895/sng.2020.0-0.1122
388 Estoque, R. C., Murayama, Y., & Myint, S. W. (2017). Effects Of Landscape Composition And
389 Pattern On Land Surface Temperature: An Urban Heat Island Study In The Megacities Of
390 Southeast Asia. Science of the Total Environment, 577, 349–359.
391 https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2016.10.195
392 Farida, F. (2021). Indonesia’s capital city relocation: A perspective of regional planning. Jurnal
393 Perspektif Pembiayaan Dan Pembangunan Daerah, 9(3), 221–234.
394 https://doi.org/10.22437/ppd.v9i3.12013
395 Fawzi, N. I. (2017). Measuring Urban Heat Island using Remote Sensing , Case of Yogyakarta City.
396 Majalah Ilmiah Globe, 19(2), 195–206.
397 Padilah, T. N., & Adam, R. I. (2019). Analisis Regresi Linier Berganda Dalam Estimasi Produktivitas
398 Tanaman Padi Di Kabupaten Karawang. FIBONACCI: Jurnal Pendidikan Matematika Dan
399 Matematika, 5(2), 117. https://doi.org/10.24853/fbc.5.2.117-128
400 Patela, N. N., Angiuli, E., Gamba, P., Gaughan, A., Lisini, G., Stevens, F. R., … Trianni, G. (2015).
401 Multitemporal settlement and population mapping from landsatusing google earth engine.
402 International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, 35(PB), 199–208.
403 https://doi.org/10.1016/j.jag.2014.09.005
404 Ravanelli, R., Nascetti, A., Cirigliano, R. V., Di Rico, C., Leuzzi, G., Monti, P., & Crespi, M. (2018).
405 Monitoring the impact of land cover change on surface urban heat island through Google Earth
406 Engine: Proposal of a global methodology, first applications and problems. Remote Sensing,
407 10(9), 1–21. https://doi.org/10.3390/rs10091488
408 Ristanto, D. A., Jatayu, A., & Sihotang, R. Z. F. (2022). Towards a sustainable new state capital
409 (IKN): Sustainable zoning plan formulation based on quantitative zoning approach. IOP
410 Conference Series: Earth and Environmental Science, 1108(1). https://doi.org/10.1088/1755-
411 1315/1108/1/012051
412 Sarif, M. O., Gupta, R. D., & Murayama, Y. (2023). Assessing Local Climate Change by
413 Spatiotemporal Seasonal LST and Six Land Indices, and Their Interrelationships with SUHI and
414 Hot–Spot Dynamics: A Case Study of Prayagraj City, India (1987–2018). Remote Sensing,
415 15(1). https://doi.org/10.3390/rs15010179
416 Voogt, J. A., & Oke, T. R. (2003). Thermal remote sensing of urban climates. Remote Sensing of
417 Environment, 86(3), 370–384. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/S0034-4257(03)00079-8
418 Yan, Y., Mao, K., Shi, J., Piao, S., Shen, X., Dozier, J., … Bao, Q. (2020). Driving forces of land
419 surface temperature anomalous changes in North America in 2002–2018. Scientific Reports,
420 10(1), 1–13. https://doi.org/10.1038/s41598-020-63701-5
421 Yao, R., Wang, L., Huang, X., Chen, J., Li, J., & Niu, Z. (2018). Less sensitive of urban surface to
422 climate variability than rural in Northern China. Science of the Total Environment, 628–629,
423 650–660. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2018.02.087
424 Zha, Y., Gao, J., & Ni, S. (2003). Use of normalized difference built-up index in automatically
425 mapping urban areas from TM imagery. International Journal of Remote Sensing, 24(3), 583–
426 594. https://doi.org/10.1080/01431160304987
427

58 Halaman 15 dari 15

Anda mungkin juga menyukai