Anda di halaman 1dari 29

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI


STRATEGI MITIGASI FENOMENA URBAN HEAT ISLAND DI
KOTA MALANG

PROPOSAL SKRIPSI

KINANTHI WAHYU KUSUMANINGRUM


1606826810

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI GEOGRAFI
DEPOK
JANUARI 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Batasan Penelitian .................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR ................................................................. 5


2.1 Konsep Ruang Terbuka Hijau .................................................................. 5
2.2 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau .............................................. 6
2.3 Urban Heat Island .................................................................................... 7
2.4 Upaya Strategi Mitigasi Urban Heat Island.............................................. 8
2.5 Menghitung Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau ........................................ 9
2.6 Land Surface Temperature ....................................................................... 9
2.7 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 10

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 13


3.1 Alur Pikir Penelitian ............................................................................... 13
3.2 Alur Kerja Penelitian .............................................................................. 14
3.3 Variabel Penelitian ................................................................................. 15
3.4 Pengumpulan Data ................................................................................. 16
3.5 Pengolahan Data ..................................................................................... 16
3.5.1 Pengolahan Data Citra......................................................................16
3.5.2 Menghitung Kebutuhan RTH Kota Malang .....................................19
3.5.3 Penyusunan Pengembangan RTH Kota Malang ..............................21
3.6 Analisis Data .......................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23

ii
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan sebuah kota disebabkan oleh proses urbanisasi
umumnya menuntut adanya pembangunan kawasan-kawasan pendukung
untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya (Kurnianti & Rahmi,
2020). Oleh karena itu terjadi alih fungsi lahan besar-besaran akibat jumlah
penduduk yang terus meningkat (Prihatin, 2016). Perubahan lahan dari
lahan terbuka menjadi lahan terbangun mengakibatkan peningkatan suhu di
perkotaan (Voogt, 1989). Naiknya suhu di wilayah perkotaan dibandingkan
suhu di daerah pinggiran dinamakan dengan fenomena Urban Heat Island
(UHI) (Effendy et. al, 2006). UHI terbentuk apabila permukaan yang
seharusnya menyerap suhu panas dari matahari lebih banyak memantulkan
panas karena adanya alih fungsi lahan dari vegetasi menjadi lapisan aspal,
beton, bangunan tinggi, dan infrastruktur lainnya (Darlina, 2018).

Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya UHI adalah tutupan


lahan, yaitu berkurangnya tutupan vegetasi di kota-kota besar setiap
tahunnya (Kurnianti & Rahmi, 2020). Material perkotaan dan vegetasi
berbeda dalam sifat termal dan aerodinamis (Shisegar, 2014). Oleh karena
itu, penghijauan daerah perkotaan dapat mempengaruhi suhu udara melalui
proses yang berbeda (Oke, 1989). Berkurangnya tutupan vegetasi tersebut
berdampak pada berkurangnya jumlah ruang terbuka hijau yang dimiliki
kota tersebut (Pribadi, 2016). Ruang terbuka hijau perkotaan sangat penting
dalam menjaga keseimbangan ekosistem kawasan perkotaan (Kurnianti &
Rahmi, 2020). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, proporsi ruang terbuka hijau pada
wilayah kota minimal 30% dari luas wilayah kota dengan proporsi ruang
terbuka hijau publik 20% dan ruang terbuka hijau privat 10%.
Berkurangnya luasan ruang terbuka hijau di perkotaan menjadi alasan
1
Universitas Indonesia
2

mengapa fenomena UHI banyak terjadi di kota-kota besar di Indonesia


(Effendy et al., 2006).

Perencanaan ruang terbuka hijau (RTH) didasarkan pada


pertimbangan dapat terwujudnya keseimbangan, keserasian, dan
keselamatan bangunan gedung dengan lingkungan di sekitarnya, serta
mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung dan ruang
terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungan di
sekitarnya. Sebagai bagian dari rencana tata ruang, maka kedudukan RTH
akan menjadi penentu keseimbangan lingkungan hidup dan lingkungan
binaan karena RTH merupakan paru-paru kota.

Menurut BPS dalam sensus penduduk 2010, Jawa Timur menempati


posisi kedua sebagai provinsi dengan populasi tertinggi di Indonesia. Kota
Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya
(Masruroh, 2014). BPS Kota Malang memproyeksikan jumlah penduduk
Kota Malang mencapai 874,890 jiwa pada tahun 2020. Saat ini Kota Malang
sedang berkembang pesat, fasilitas-fasilitas umum direncanakan
sedemikian rupa untuk menunjukkan kemajuan perekonomian kota (Feranti
et al., 2009). Perkembangan tersebut secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap bertambahnya kebutuhan lahan di kota (Maheng,
2019). Hal ini kemudian akan mengorbankan keberadaan ruang terbuka
hijau untuk dijadikan wilayah terbangun (Cahya, 2016) . Pada penelitian
yang dilakukan oleh Helman (2018), tahun 2028 terdapat 376520.8947 ha
wilayah Malang Raya yang terdampak oleh fenomena Urban Heat Island.

Peningkatan penduduk yang terjadi di Kota Malang secara tidak


langsung akan berpengaruh terhadap keberadaan RTH di Kota Malang
(Masruroh, 2014). Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan, ruang terbuka hijau (RTH) terdiri dari RTH publik dan privat
berdasarkan segi kepemilikannya. RTH publik diwujudkan dalam bentuk
hutan kota, taman, lapangan, makam, jalur hijau jalan, sempadan sungai,
sempadan rel kereta api dan sempadan Saluran Udara Tegangan Tinggi

Universitas Indonesia
3

(SUTT) sedangkan RTH privat di Kota Malang diwujudkan dalam bentuk


yaitu taman-taman di kantor, sekolah dan komplek perumahan (Feranti et
al., 2009). Namun luasan RTH Kota Malang terus mengalami penurunan
sebesar 30% dari tahun 2000 hingga 2015 (Pratama, Rachmansyah, &
Usman, 2015). Kota Malang masih belum memenuhi standar luasan RTH
sebesar 30% dari total luas kota (Suyeno dan Sekarsari, 2017). Menurut
WALHI Jawa Timur (2016) simpul Malang, luasan RTH di kota Malang
hanya berada pada kisaran 2% dari luas Kota Malang.

1.2 Rumusan Masalah


Adanya fenomena UHI menyebabkan suhu udara, terutama di wilayah
perkotaan, semakin meningkat. Tingginya suhu udara akan mempengaruhi
tingkat kenyamanan, kesehatan dan produktivitas masyarakat. Oleh karena itu,
untuk mengatasi peningkatan suhu lingkungan tersebut dan sebagai strategi
mitigasi UHI, maka diperlukan RTH dengan luasan yang cukup dan distribusi
yang sesuai. RTH bertujuan untuk meminimalisir fenomena UHI, maka dalam
perencanaan tentang pengembangannya digunakan pendekatan fungsi RTH
dalam memengaruhi iklim mikro. Efisiensinya tergantung pada faktor letak,
distribusi dan luasan dari RTH tersebut. Atas dasar rumusan masalah tersebut
maka diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pola spasial distribusi keruangan RTH dan suhu permukaan di


Kota Malang?
2. Berapa kebutuhan RTH menurut luas wilayah dan jumlah penduduk di Kota
Malang?
3. Bagaimana zona pengembangan RTH dengan memperhatikan fenomena
urban heat island di Kota Malang?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia
4

1. Menganalisis pola spasial distribusi keruangan RTH dan suhu permukaan


di Kota Malang.
2. Menganalisis kebutuhan RTH menurut luas wilayah dan jumlah penduduk
di Kota Malang.
3. Menganalisis pengembangan RTH yang sesuai berdasarkan fenomena
urban heat island di Kota Malang.

1.4 Batasan Penelitian


Dalam melakukan penelitian ini, diperlukan batasan penelitian agar
penelitian tetap terfokus pada pokok bahasan tersebut. Batasan penelitian yang
ditetapkan antara lain adalah:

1. Daerah yang menjadi lokasi dari penelitian ini adalah Kota Malang, Provinsi
Jawa Timur.
2. Ruang terbuka hijau adalah area yang memanjang berbentuk jalur dan atau
area mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
di tanam (Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007).
3. Fenomena Urban Heat Island (UHI) adalah naiknya suhu permukaan di
kawasan perkotaan (urban) dibandingkan suhu di daerah pinggiran (rural).
4. Suhu permukaan atau LST yang dianalisis ini merupakan suhu yang
dipantulkan oleh suatu permukaan benda yang dipilah-pilah dalam sensor
panjang gelombang dan ditangkap oleh sensor satelit yang dinamakan
thermal infrared (Lillesand dan Kiefer 1997).
5. Luas wilayah yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan RTH adalah
luas wilayah Kota Malang dalam satuan hektar (ha).
6. Jumlah penduduk yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan RTH
adalah proyeksi jumlah penduduk Kota Malang pada tahun 2010-2030
sesuai dengan RTRW Kota Malang.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN LITERATUR

2.1 Konsep Ruang Terbuka Hijau


Ruang terbuka hijau (RTH) menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun
2007 menyebutkan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP)
adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan
dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan
estetika.

Perencanaan RTH merupakan upaya luhur untuk menjaga kesinambungan


antar generasi, sehingga diharapkan akan dapat diperoleh arah, bentuk, fungsi, dan
peran RTH pada masing-masing kawasan, secara menyeluruh, baik dalam
kedudukannya sebagai ruang terbuka hijau (Samsudi, 2019). Idealnya sebuah kota
memiliki RTH minimal 30% dari total luas kota, mengacu pada KTT Dunia di Rio
de Janeiro, Brazil (1992), dan dipertegas pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan
(2002).

Pada dasarnya perencanaan RTH disusun sebagai upaya untuk


mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kegiatan pembangunan kota,
sebagai upaya menjaga keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara ruang
terbangun dengan RTH (Samsudi, 2019). Upaya ini sejalan dengan Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah
Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-undang tentang Bangunan
Gedung, khususnya Pasal 25, Ayat (1), dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.
Penataan RTH pada suatu kota bertujuan untuk :

 Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan.

5
Universitas Indonesia
6

 Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di


wilayah perkotaan.
 Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan
nyaman.

2.2 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau


Ruang terbuka hijau memiliki fungsi dan peran pada masing-masing
kawasan yang ada pada setiap perencanaan tata ruang (Samsudi, 2019). Menurut
Cahya tahun 2019, RTH direncanakan dalam bentuk penataan tumbuhan, tanaman,
dan vegetasi agar dapat berperan sebagai pendukung fungsi ekologis, sosial budaya,
dan arsitektural. Dalam fungsi ekologis, adanya RTH diharapkan dapat memberi
kontribusi dalam peningkatan kualitas air tanah, mencegah terjadinya banjir,
mengurangi polusi udara, dan pendukung dalam pengaturan iklim mikro (Cahya,
2019). Kemudian untuk fungsi sosial budaya, RTH diharapkan dapat berperan
dalam menciptakan ruang untuk interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai
penanda Kawasan (Cahya, 2019). Di samping itu dalam fungsi arsitektural atau
estetika, RTH diharapkan dapat meningkatkan nilai keindahan suatu kota
berdasarkan keberadaan taman atau jalur hijau (Cahya, 2019).

Manfaat yang diharapkan dari perencanaan RTH di kawasan perkotaan


menurut Samsudi (2019) adalah sebagai berikut (1) Sarana untuk mencerminkan
identitas (citra) daerah; (2) Sarana penelitian, pendidikan, dan penyuluhan, (3)
Sarana rekreasi aktif dan rekreasi pasif, serta interaksi sosial, (4) Meningkatkan
nilai ekonomis lahan perkotaan, (5) Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan
prestise daerah, (6) Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan
manula, (7) Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat, (8) Memperbaiki iklim
mikro, dan (9) Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

Menurut Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, salah satu manfaat Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan (RTHKP) adalah memperbaiki iklim mikro.

Universitas Indonesia
7

2.3 Urban Heat Island


Daerah perkotaan dan pinggiran kota cenderung memiliki suhu yang
berbeda (Oke et al., 2017). Diketahui bahwa pusat perkotaan memiliki suhu yang
lebih tinggi dan semakin menuju ke pinggiran kota suhu tersebut menjadi semakin
rendah (Sobirin & Fatimah, 2015). Perbedaan suhu tersebut yang disebut dengan
Urban Heat Island atau pulau panas perkotaan (Oke et al., 2017). Urban Heat
Island (UHI) adalah sebuah fenomena di mana wilayah perkotaan mengalami suhu
lebih hangat daripada daerah pedesaannya yang belum berkembang (Roth, 2019).
Pulau panas tersebut didefinisikan berdasarkan perbedaan suhu antara perkotaan
dan pedesaan yang dapat menghasilkan pola isoterm suhu udara dekat permukaan
menyerupai kontur sebuah pulau (Maheng, 2019). Sekilas, urban heat island
merupakan fenomena sederhana dengan penyebab yang jelas, banyak diantaranya
telah diidentifikasikan hampir dua ratus tahun lalu (Oke et al., 2017).
Menurut Climate Protection Partnership Division 2014, urban heat island
terbagi menjadi dua jenis yaitu urban heat island permukaan dan atmosfer. Urban
heat island permukaan biasanya timbul pada siang dan malam hari, namun
cenderung lebih kuat pada siang hari. Matahari dapat memanaskan permukaan
perkotaan yang terbuka seperti atap dan trotoar hingga suhu 27°C hingga 50°C lebih
panas daripada suhu udara. Rata-rata perbedaan suhu permukaan antara wilayah
perkotaan dengan pedesaan pada siang hari adalah 10 hingga 15°C, sedangkan
perbedaan suhu pada malam hari biasanya lebih kecil sekitar 5 hingga 10°C. Teknik
pengukuran yang paling sering digunakan oleh para peneliti adalah menggunakan
penginderaan jauh.
Urban heat island atmosfer adalah udara di daerah perkotaan lebih tinggi
disbanding udara di daerah pedesaan. Para ahli biasanya membagi jenis urban heat
island ini menjadi dua yaitu lapisan kanopi dan lapisan batas urban heat island..
Urban heat island atmosfer lemah di sepanjang hari, namun menjadi lebih jelas
setelah matahari terbenam. Untuk pengukuran urban heat island atmosfer, lebih
sering digunakan pengukuran secara langsung melalui pengambilan sampel dari
stasiun tetap atau alat ukur.
Menurut (Akbari & Konopacki, 2004) terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya urban heat island yaitu rendahnya tingkat evaporasi

Universitas Indonesia
8

dikarenakan berkurangnya vegetasi, penyerapan radiasi matahari karena albedo


rendah, dan pelepasan panas antropogenik yang besar. Wilayah pinggiran kota
cenderung memiliki vegetasi dan lahan terbuka yang lebih luas (Shisegar, 2015).
Pohon dan vegetasi dapat merendahkan suhu permukaan dengan proses
evapotranspirasi dimana tumbuhan melepaskan air ke udara (Grimmond & Oke,
1991). Terutama kota yang sedang berkembang akan mengalami perubahan
penggunaan lahan yang signifikan menjadikan lebih banyak vegetasi yang hilang
dan digantikan dengan permukaan yang diaspal atau ditutup dengan bangunan
(Maheng et al., 2019). Daerah yang terbangun menguapkan air lebih sedikit dan
paling berkontribusi pada peningkatan suhu permukaan dan udara yang tinggi
(Grimmond & Oke, 1991). Efek dari urban heat island akan sangat terasa pada saat
musim panas atau musim kemarau terutama di wilayah tropis dan gersang sehingga
menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat yang tinggal di pusat perkotaan
(Alves & Lopes, 2017) . Efek urban heat island diperkirakan akan lebih parah
dalam iklim yang panas dan dunia yang mengalami urbanisasi dengan cepat (Zhou
et al., 2019).

2.4 Upaya Strategi Mitigasi Urban Heat Island


United States Environmental Protection Agency tahun 2019,
mengemukakan beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk pendinginan pulau
panas. Terdapat 5 strategi utama yaitu peningkatan jumlah pohon dan tutupan
vegetasi, penggunaan atap hijau, penggunaan atap yang sejuk dan reflektif,
penggunaan trotoar yang sejuk dan memanfaatkan pertumbuhan cerdas.

Material vegetasi dan perkotaan berbeda dalam sifat termal dan aerodinamis
(Shishegar, 2015). Oleh karena itu, penghijauan daerah perkotaan dapat
mempengaruhi suhu udara melalui proses yang berbeda (Oke 1989, Givoni 1991).
Daun menjadi dingin saat proses evapotranspirasi, oleh karena itu suhu udara di
sekitar daun menurun (Bowler, Buyung-Ali, Knight, & Pullin, 2010)

Berdasarkan Sailor (2006) mitigasi dampak urban heat island dapat


dilakukan dengan dua cara yaitu meningkatkan albedo permukaan perkotaan atau
meningkatkan evapotranspirasi. Meningkatkan jumlah vegetasi merupakan strategi

Universitas Indonesia
9

yang paling efektif dalam mitigasi dampak urban heat island (EPA, 2019). Hal ini
dapat dicapai dengan melakukan program penanaman pohon karena pohon
berkontribusi dalam mengurangi efek urban heat island dengan proses
evapotranspirasi (Grimmond & Oke, 1991). Menurut Li et al. tahun 2013 tutupan
lahan berupa vegetasi (ruang terbuka hijau) di perkotaan dapat menurunkan suhu
lingkungan sehingga dapat mengurangi efek UHI.

2.5 Menghitung Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau


Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan, terdapat tiga jenis penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
yaiu berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk dan kebutuhan fungsi tertentu.
Bagi penyediaan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, proporsi 30%
merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota yang
dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat serta
meningkatkan nilai estetika kota (DPU, 2008). Sementara untuk penyediaan ruang
terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dilakukan dengan mengalikan antara
jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas ruang terbuka hijau per kapita
sesuai peraturan yang berlaku. Kemudian penyediaan ruang terbuka hijau
berdasarkan kebutuhan fungsi tertentu dilakukan untuk perlindungan atau
pengamanan, sarana dan prasarana seperti melindungi kelestarian SDA, pengaman
pejalan kaki, dan membatasi perkembangan pengunaan lahan agar fungsi utamanya
tidak terganggu. Beberapa contoh dari penyediaan ruang terbuka hijau kategori ini
adalah jalur hijau sempadan rel, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, dan RTH
sempadan sungai, pantai, atau sumber mata air (DPU, 2008).

2.6 Land Surface Temperature


Suhu permukaan tanah (LST) didefinisikan sebagai suhu yang dapat
dirasakan ketika permukaan tanah disentuh dengan tangan atau suhu kulit tanah
(Avdan & Jovanovska, 2015). Suhu permukaan tanah juga didefinisikan sebagai
suhu rata-rata suatu elemen permukaan bumi dihitung dari reflektansi cahaya yang

Universitas Indonesia
10

diukur (Gillespie, 2014). Dari sudut pandang sebuah satelit, permukaan adalah apa
pun yang terlihat pada tanah dari atmosfer (NASA, 2020). LST mengukur emisi
sinar termal dari permukaan tanah di mana energy matahari yang masuk
berinteraksi dan memanskan tanah atau permukaan kanopi di daerah yang
bervegetasi (Hulley, Ghent, & Merchant, 2019)

Land surface temperature adalah salah satu parameter lingkungan


terpenting yang digunakan dalam menentukan pertukaran energi dan materi antara
permukaan bumi dan lapisan atmosfer yang lebih rendah (Orhan et al., 2014). Suatu
objek di permukaan yang memiliki emisivitas dan kapasitas panas rendah akan
memiliki konduktivitas thermal yang tinggi dan menyebabkan suhu permukaannya
meningkat, begitu pula sebaliknya (Misnawati & Nuryanto, 2015). Menurut T.R.
Oke et al. tahun 2017, terdapat lima sifat permukaan tanah yang dapat mengkontrol
nilai suhu permukaan tanah yaitu sifat geometrik, sifat radiatif, sifat thermal, sifat
kelembaban dan sifat aerodinamis.

2.7 Penelitian Terdahulu


Penelitian ini menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai referensi.
Berikut merupakan beberapa penelitian yang mengkaji mengenai suhu permukaan
tanah dan ruang terbuka hijau:

1. Penelitian dengan judul Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau


Sebagai Mitigasi Pulau Panas Perkotaan di Kota Palu adalah penelitian yang
dilakukan oleh Cecep Ardian Khaeruddin untuk mencapai gelar magister.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahab suhu permukaan di
Kota Palu pada tahun 2001 dan 2015, menganalisis hubungan antara kelas
penutupan lahan dan indeks vegetasi dengan suhu permukaan, dan
menganalisis hubungan antara RTH dan suhu permukaan berdasarkan
sebaran RTH di Kota Palu. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-
kuantitatif dengan diolah dan dianalisis melalui citra, analisis korelasi dan
analisis overlay. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata suhu
permukaan antara tahun 2001 dan tahun 2015 meningkat sebesar 2,79°C.
Terdapat korelasi antara nilai indeks vegetasi dengan nilai suhu permukaan

Universitas Indonesia
11

yang signifikan, berlawanan arah, dan sangat kuat pada tahun 2001 maupun
2015. Persamaan regresi pada tahun 2015 yaitu Y = 36,27 – 0,12X dapat
digunakan sebagai acuan bagi pengelolaan wilayah perkotaan dalam
pengembangan RTH di Kota Palu. Potensi lokasi arahan pengembangan
RTH pada alternatif pertama maupun kedua akan menurunkan suhu
permukaan di Kota Palu masing-masing menjadi 33,99°C dan 31,58°C .
2. Penelitian dengan judul Analisis dan Arahan Pengembangan Ruang
Terbuka Hijau Sebagai Strategi Mitigasi Urban Heat Island di Kabupaten
Karawang ditulis oleh Nirna Aulia Pribadi memiliki tujuan untuk
mengidentifikasi RTH eksisting di Kabupaten Karawang, menganalisis
kebutuhan RTH menurut ketentuan yang berlaku, mengidentifikasi area-
area dengan UHI sebagai rekomendasi zona pengembangan RTH serta
menyusun arahan pengembangan RTH di Kabupaten Karawang sebagai
strategi mitigasi UHI. Analisis-analisis yang digunakan meliputi analisis
penggunaan lahan, analisis kebutuhan RTH menurut luas wilayah dan
jumlah penduduk serta analisis suhu permukaan (land surface temperature).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa luas RTH Kabupaten
Karawang secara keseluruhan mencapai 134.375 ha yang terdiri dari
134.284 ha RTH privat dan 91 ha RTH publik. Berdasarkan proyeksi
penduduk sampai dengan tahun 2031, kebutuhan RTH publik tahun 2031
mencapai 5.999 ha, sedangkan kebutuhan RTH berdasarkan 20% luas
wilayah adalah sebesar 38.848 ha. Arahan pengembangan RTH publik
difokuskan pada zona pengembangan RTH yang terdiri dari kecamatan-
kecamatan dengan UHI. Pelaksanaan pengembangan mengacu kepada
prioritas kecamatan-kecamatan sesuai kriteria dan indikator yang
ditentukan.
3. Penelitian berjudul Pemodelan Dinamis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
Kota Malang yang dilakukan oleh Muhammad Rizky Pratama, Arief
Rachmansyah dan Fadly Usman membahas mengenai perubahan luasan
RTH tahun 200 hingga 2015, serta menghitung dan memodelkan luas RTH
yang dibutuhkan Kota Malang. Metode analisis yang digunakan adalah
menggunakan peta hasil interpretasi citra satelit dengan menggunakan

Universitas Indonesia
12

pendekatan sistem dinamik. Temuan menunjukan bahwa luas RTH Kota


Malang dari tahun 2000 hingga 2015 terus mengalami penurunan hingga
30% dan kebutuhan akan RTH terus meningkat setiap tahunnya berbanding
lurus dengan penambahan jumlah penduduk. Skenario untuk memenuhi
kebutuhan RTH Kota Malang dengan menekan laju urbanisasi, menekan
tingkat kelahiran, menekan pertumbuhan kawasan terbangun, pengurangan
jumlah sepeda motor dan mobil, penambahan RTH privat dan publik.
4. Timami (2017) dengan judul Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan
Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun 2014-2016 mengkaji
mengenai perubahan suhu permukaan daratan dengan menggunakan
pengolahan algoritma Land Surface Temperature (LST) dan Normalized
Difference Index Vegetation (NDVI). Data curah hujan juga digunakan
untuk menunjukkan variasi kehijauan vegetasi dan suhu permukaan daratan.
Analisis dilakukan dengan metode overlay dan perhitungan statistik. Hasil
dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa suhu permukaan daratan di
bagian utara rendah, di bagian tengah tinggi dan bagian selatan rendah. Suhu
permukaan daratan yang paling rendah adalah <20°C dan paling tinggi
>35°C. Faktor yang mempengaruhi variasi suhu permukaan daratan adalah
vegetasi, kecuali pada tahun 2016 disebabkan oleh faktor astronomi.
5. Fauzan R. H. (2019) dengan judul penelitian Dampak Konversi Lahan
Terhadap Daya Serap Karbon Dioksida (CO²) Studi Kasus di Kota
Tangerang Selatan mengaji mengenai pola spasial temporal tutupan lahan
di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2007 dan 2017 dan mengetahui
pengaruh konversi lahan terhadap daya serap CO² oleh Ruang Terbuka
Hijau di Kota Tangerang Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola
konversi lahan paling besar terjadi di Kecamatan Pondok Aren dengan
perubahan luasan 7,632 km². Lalu diketahui terdapat pengaruh sebesar 60%
NDVI terhadap nilai biomassa.

Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alur Pikir Penelitian


Alur piker penelitian pada Gambar 3.1 menjelaskan mengenai bagaimana
dilakukan pengembangan RTH sebagai strategi mitigasi urban heat island. Wilayah
penelitian ditinjau dari luas wilayah dan jumlah penduduk untuk menghitung
kebutuhan RTH. Kemudian penggunaan lahan wilayah penelitian digunakan untuk
mengetahui luas RTH eksisting beserta distribusinya. Land surface temperature
digunakan untuk mengidentifikasi adanya fenomena urban heat island di wilayah
penelitian. Pendekatan dalam menentukan lokasi pengembangan RTH
menggunakan distribusi RTH eksisting dan distribusi suhu permukaan. Lokasi
pengembangan RTH ditetapkan pada wilayah dengan suhu permukaan yang tinggi.
Berdasarkan hasil kebutuhan lokasi RTH dan pertimbangan lokasi pengembangan
RTH maka dihasilkan pengembangan RTH sebagai strategi mitigasi urban heat
island.

Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian

13
Universitas Indonesia
14

3.2 Alur Kerja Penelitian


Alur kerja penelitian ini terdiri dari empat tahap yang dimulai dari persiapan
yaitu menentukan topik penelitian dan pertanyaan penelitian kemudian
mengumpulkan dan membaca literatur yang berhubungan dengan topik penelitian.
Penentuan topik penelitian tentunya disertai dengan penentuan lokasi penelitian,
penentuan variabel dan penentuan metode penelitian. Selanjutnya dilakukan
pengumpulan data yaitu mengunduh citra satelit Google Earth 2019 untuk
pemetaan penggunaan lahan dan citra satelit Landsat 8 TIRS tahun 2019 untuk
pemetaan suhu permukaan tanah. Pengumpulan data juga dilakukan untuk
mendapatkan data sekunder dari instansi-instansi terkait. Kemudian survei
lapangan dilakukan untuk memverifikasi dan mendokumentasi. Setelah diperoleh
data-data tersebut maka dilakukan pengolahan data untuk mengidentifikasi kondisi
eksisting RTH Kota Malang, menghitung kebutuhan RTH Kota Malang,
memetakan distribusi suhu permukaan dan penyusunan pengembangan RTH Kota
Malang. Langkah yang terakhir adalah hasil dan pembahasan yang berisikan peta
penggunaan lahan tahun 2019 dan distribusi RTH eksisting, peta distribusi suhu
permukaan, hasil kebutuhan RTH Kota Malang dan analisis mengenai
pengembangan RTH Kota Malang. Kemudian penelitian ditutup dengan menarik
kesimpulan.

Gambar 3.2 Alur Kerja Penelitian

Universitas Indonesia
15

3.3 Variabel Penelitian


Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah luas
wilayah, jumlah penduduk, ruang terbuka hijau dan suhu permukaan tanah, dapat
dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

Variabel Definisi Satuan

Luas wilayah Daerah yang tercakup Hektar (ha)


dalam kekuasaan
territorial.

Jumlah penduduk Banyak individu manusia Jiwa


yang menepati suatu
wilayah atau negara pada
kurun waktu tertentu.

Ruang terbuka hijau Area yang memanjang Hektar (ha)


berbentuk jalur dan atau
area mengelompok, yang
penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik
yang tumbuh secara
alamiah maupun yang
sengaja di tanam.

Suhu permukaan tanah Suhu bagian terluar dari Celcius


suatu objek dan
merupakan unsur
pertama yang dapat
diidentifikasi dari citra
satelit termal.

(Sumber: Pengolahan data, 2019)

Universitas Indonesia
16

3.4 Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara lain batas
administrasi, luas wilayah, luas dan lokasi RTH, jumlah penduduk, tutupan lahan,
dan suhu permukaan, dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Data yang digunakan.
Data Jenis Data Sumber Data
Batas Administrasi Peta RBI Skala 1:25000 Badan Informasi
Geospasial (BIG)
Data luas dan lokasi RTH Data tabular Bappeda Kota Malang
Data jumlah penduduk Data tabular Badan Pusat Statistik
Data luas wilayah Data tabular Bappeda Kota Malang
Tutupan lahan Citra Satelit Google Earth Pro
Suhu permukaan tanah Citra Satelit (Band USGS
thermal Landsat)
(Sumber: Pengolahan data, 2019)

3.5 Pengolahan Data


Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan
perangkat lunak yaitu ArcGIS 10.1, ENVI 5.1 dan Microsoft Excel 2013.

3.5.1 Pengolahan Data Citra


1. Tutupan Lahan
Kondisi eksisting RTH di Kota Malang diidentifikasi dengan
analisis penggunaan lahan. Analisis penggunaan lahan akan menghasilkan
peta penggunaan lahan yang berisikan luas dan sebaran RTH. Data luas dan
sebaran RTH akan digunakan juga dalam analisis kebutuhan RTH.
Penggunaan lahan diperoleh dari hasil digitasi citra satelit Google Earth.
Verifikasi dilakukan dengan membandingkan hasil survei lapangan dengan
peta pengolahan citra. Klasifikasi penggunaan lahan dalam penelitian ini
ada 6 jenis yaitu sungai, permukiman/lahan terbangun, hutan kota,
perkebunan, sawah dan padang rumput. Klasifikasi penggunaan lahan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Universitas Indonesia
17

Tabel 3.3. Klasifikasi Penggunaan Lahan.


No. Penutup Lahan Deskripsi

1. Permukiman/lahan Penutup lahan buatan manusia berupa bangunan yang


terutama dimanfaatkan untuk tempat tinggal penduduk
terbangun
kota. Bangunan permukiman kota dicirikan oleh kerapatan
atau kepadatan bangunan yang tinggi dan terbuat dari
bahan bangunan yang bersifat permanen/tahan lama
seperti misalnya dinding tembok, atap
genteng/beton/seng.
2. Hutan Kota Liputan vegetasi yang sengaja ditanam di wilayah kota
(urban) dan sekitarnya untuk difungsikan sebagai paru-
paru kota, jalur hijau, hutan penelitian, taman kota, serta
tempat rekreasi.

3. Sawah Lahan basah berupa sawah yang ditanami padi secara terus
menerus, bisa dua atau tiga kali dalam setahun tergantung
varietas padinya, tanpa ada pergiliran tanam dengan
tanaman lain.

4. Perkebunan Lahan kering atau lahan basah yang ditanami dengan


tanaman semusim oleh perusahaan atau perorangan
dengan orientasi produk untuk industri skala besar.
Dibedakan dari sawah dengan tanaman padi/palawija,
serta dibedakan dari tegalan/ladang dengan tanaman
semusim dari sisi jenis tanaman yang relatif spesifik
sehingga biasanya merupakan kenampakan penutup lahan
yang luas dan homogen.

5. Padang rumput Penutup lahan berupa rerumputan yang tumbuh alami


yang bisa tersusun oleh lebih dari satu spesies, meliputi
hamparan yang luas.

6. Sungai/badan air Tubuh air yang mengalir pada cekungan memanjang dan
terbentuk secara alami.

Sumber: Modifikasi Badan Standardisasi Nasional 2014.

Universitas Indonesia
18

2. Suhu Permukaan Tanah


Analisis distribusi suhu permukaan dilakukan di lokasi penelitian
dengan melakukan konversi digital number band 11 citra Landsat 8 TIRS.
Wilayah yang mengalami fenomena pulau bahang menunjukkan suhu
permukaan yang lebih tinggi dibandingkan suhu wilayah disekitarnya.
a. Konversi DN menjadi nilai radiasi (TOA spectral radiance) pada citra
Landsat TIRS menurut USGS (2013):
L = MLQcal+AL
Di mana :
L : TOA spectral radiance (m2*srad*μm)
ML : Band spesifik faktor rescaling perkalian dari metadata
(RADIANCE_MULT BAND_x, di mana x adalah nomor band).
Pada citra yang digunakan ML = 0,0003342
AL :Band spesifik aditif faktor rescaling dari metadata
(RADIANCE_ADD_BAND_x, di mana x adalah nomor band).
Pada citra yang digunakan AL = 0,10000
Qcal : Digital Number band yang digunakan (thermal band)
b. Nilai suhu permukaan diperoleh dari konversi nilai radiasi (L) menjadi nilai
suhu dengan satuan Kelvin. Nilai suhu permukaan diketahui dengan
mengkonversi band thermal dengan persamaan berikut (USGS 2013) :

Dimana :
TB : Suhu (K)
K1 : Konstanta kalibrasi Landsat TIRS (774,89)
K2 : Konstanta kalibrasi Landsat TIRS (1321,08)
L _ : Spektral radiasi
c. Nilai suhu dalam satuan Celcius didapatkan melalui konversi menggunakan
rumus berikut:
T = TB – 273
Dimana:

Universitas Indonesia
19

T : Suhu dalam satuan Celsius


T B : Suhu dalam satuan Kelvin

3.5.2 Menghitung Kebutuhan RTH Kota Malang


Kebutuhan RTH Kota Malang dalam penelitian ini dianalisis dengan dua
pendekatan, yaitu analisis kecukupan luas RTH menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan analisis
kebutuhan RTH menurut jumlah penduduk sesuai Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan pada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M/2008.

a. Analisis kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah


Undang-undang Republik Indonesia No 26 Tahun 2007 mensyaratkan
proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 persen wilayah dan
khusus RTH publik sebesar 20% luas wilayah. Rumus perhitungan
kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah adalah sebagai berikut:
- Kebutuhan RTH (ha) = Luas wilayah kota (ha) x 30%
Kebutuhan RTH Publik (ha) = Luas wilayah kota (ha) x 20%
b. Analisis kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk
Untuk dapat menghitung kebutuhan luas RTH berdasarkan jumlah
penduduk, dilakukan proyeksi jumlah penduduk di masa yang akan datang.
Kebutuhan RTH menurut jumlah penduduk diproyeksi sampai dengan
tahun 2030, sesuai masa berlakunya RTRW Kota Malang yaitu tahun 2010
– 2030. Proyeksi jumlah penduduk dilakukan dengan beberapa metode
statistik yaitu:
- Model regresi linear, dengan rumus sebagai berikut:
y = a + bx
di mana:
y = Jumlah penduduk pada tahun kea
dan b = konstanta
x = tahun ke-
- Model geometrik, dengan rumus sebagai berikut:

Universitas Indonesia
20

y = a + bx+cx2
di mana:
y = Jumlah penduduk pada tahun kea,
b dan c = konstanta
x = tahun ke-
- Model eksponensial, dengan rumus sebagai berikut:
y = a exp (b+cx)
di mana:
y = Jumlah penduduk pada tahun kea,
b dan c = konstanta
x = tahun ke-
Metode proyeksi yang dipilih adalah metode yang memiliki nilai
faktor korelasi paling besar (paling mendekati 1) dan standar deviasi paling
kecil. Kebutuhan luas RTH diketahui dari hasil perkalian antara jumlah
penduduk dengan standar luas RTH per penduduk menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M/2008.
Tabel 3.4 Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau menurut
jumlah penduduk dan tipe RTH.

Sumber: DPU (2008)

Universitas Indonesia
21

3.5.3 Penyusunan Pengembangan RTH Kota Malang


Tahapan penyusunan pengembangan RTH diawali dengan evaluasi
zonasi RTH dengan melihat distribusi suhu permukaan hasil analisis LST.
Evaluasi zona pengembangan RTH tersebut akan menghasilkan zona
pengembangan RTH yang direkomendasikan dalam upaya mitigasi UHI.
Setelah diperoleh zona pengembangan yang direkomendasikan, kemudian
ditentukan wilayah-wilayah yang diprioritaskan dalam pengembangan
RTH. Wilayah prioritas tersebut merupakan kecamatan dengan lahan
terbangun yang luasannya relatif besar sehingga suhu permukaannya tinggi,
aktivitas manusia yang tinggi dan perkembangan wilayah yang pesat.
Tingginya aktivitas manusia dan pesatnya perkembangan wilayah yang
pesat antara lain ditandai dengan peningkatan jumlah penduduk dan luasan
lahan terbangun yang tinggi.

3.6 Analisis Data


Untuk menjawab pertanyaan penelitian, analisis data yang dilakukan akan
didasari dengan pertanyaan penelitian.
1. Analisis yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian nomor satu
adalah analisis spasial. Analisis spasial digunakan untuk menjelaskan pola
spasial dari distribusi RTH dan suhu permukaan. Analisis ini didukung
menggunakan hasil dari klasifikasi tutupan lahan dan pemetaan suhu
permukaan tanah dari citra satelit.
2. Analisis yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian nomor dua
adalah analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menemukan
jawaban dari kebutuhan RTH Kota Malang. Analisis kebutuhan RTH
dilakukan berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk.
3. Analisis yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian nomor tiga
adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan
mengenai pengembangan RTH yang sesuai berdasarkan fenomena urban
heat island di Kota Malang. Berdasarkan hasil dari luasan dan sebaran RTH
eksisting, sebaran suhu permukaan tanah, dan kebutuhan RTH akan

Universitas Indonesia
22

dianalisis secara deskriptif mengenai pengembangan RTH yang diperlukan


berdasarkan fenomena urban heat island.

Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Akbari, H., & Konopacki, S. (2004). Energy effects of heat-island reduction


strategies in Toronto, Canada. Energy, 29(2), 191–210.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.energy.2003.09.004

Alves, E., & Lopes, A. (2017). The Urban Heat Island Effect and the Role of
Vegetation to Address the Negative Impacts of Local Climate Changes in a
Small Brazilian City. Atmosphere, 8, 1–14.
https://doi.org/10.3390/atmos8020018

Aulia, P. M. (2015). Analisis dan arahan pengembangan ruang terbuka hijau


sebagai strategi mitigasi. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Avdan, U., & Jovanovska, G. (2016). Algorithm for Automated Mapping of Land
Surface Temperature Using LANDSAT 8 Satellite Data. Journal of Sensors,
2016, 1480307. https://doi.org/10.1155/2016/1480307

Badan Pusat Statistika Sensus Penduduk Tahun 2010.

Badan Pusat Statistika Kota Malang. 2020. Jumlah Penduduk di Kota Malang
Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, 2011-2020.
https://malangkota.bps.go.id/dynamictable/2019/05/15/19/jumlah-penduduk-
di-kota-malang-menurut-kecamatan-dan-jenis-kelamin-2011-2020.html
diakses pada 17 Desember 2019 pukul 20.30.

Brontowiyono, W., Lupiyanto, R., Wijaya, D., & Hamidin, J. (2011). Urban Heat
Islands Mitigation by Green Open Space (GOS) Canopy Improvement: A Case
of Yogyakarta Urban Area (YUA), Indonesia. International Journal Of
Technology, 2(3), 207-214. doi:10.14716/ijtech.v2i3.69

Bowler, D. E., Buyung-Ali, L., Knight, T. M., & Pullin, A. S. (2010). Urban
greening to cool towns and cities: A systematic review of the empirical
evidence. Landscape and Urban Planning, 97(3), 147–155.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.landurbplan.2010.05.006

23
Universitas Indonesia
24

Darlina, S.P., Sasmito, B. & Yuwono, B.D. 2018. Analisis Fenomena Urban Heat
Island Serta Mitigasinya (Studi Kasus: Kota Semarang). Jurnal Geodesi
Undip, 7(3): 77–87.

Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia.2007. Peraturan Menteri Dalam


Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan.

Effendy S., Bey Ahmad, Zain Alinda F., Santosa I. (2007). Keterkaitan Antara
Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island Wilayah Jabotabek.
Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Feranti, Ocky, D. P., Fifit, M., Umi, L., Fariz, R., Annisaa, H. I., … Dediarta, B.
(2009). Evaluasi terhadap penyediaan ruang terbuka hijau (rth) di kawasan
kota malang. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan.

Gillespie A. (2014) Land Surface Temperature. In: Njoku E.G. (eds) Encyclopedia
of Remote Sensing. Encyclopedia of Earth Sciences Series. Springer, New
York, NY

Grimmond, C., & Oke, T. (1991). An Evapotranspiration-Interception Model for


Urban Areas. Water Resources Research, 27, 1739–1755.
https://doi.org/10.1029/91WR00557

Hulley, G. C., Ghent, D., & Merchant, C. J. (2019). Introduction to the Remote
Sensing of Earth Surface Temperatures. In G. C. Hulley & D. B. T.-T. the T.
of the E. Ghent (Eds.), Taking the Temperature of the Earth (pp. 1–4).
Elsevier. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/B978-0-12-814458-9.00001-
0

Kurnianti, R., & Rahmi, D. H. (2020). KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA


HIJAU DAN URBAN HEAT ISLAND DI KOTA MAKASSAR. Litbang
Sukowati, 3(2).

Li, X., Zhou, W., & Ouyang, Z. (2013). Relationship between land surface
temperature and spatial pattern of greenspace: What are the effects of spatial

Universitas Indonesia
25

resolution? Landscape and Urban Planning, 114, 1–8.


https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.landurbplan.2013.02.005

Maheng, D., Ducton, I., Lauwaet, D., Zevenbergen, C., & Pathirana, A. (2019). The
Sensitivity of Urban Heat Island to Urban Green Space — A Model-Based
Study of City of Colombo , Sri Lanka. MDPI Atmosphere, 10, 151.
https://doi.org/10.3390/atmos10030151

Masruroh H 2013 Hubungan ruang terbuka hijau (RTH) dengan suhu dan
kelembapan dalam kajian iklim mikro di kota malang Online Journal UM 11
http://www.jurnal-
online.um.ac.id/data/artikel/artikelAAB854200FE4D0214566D2C428CC8D
5D.pdf

Misnawati, Nuryanto D.E. 2015. Estimasi Suhu Permukaan Menggunakan Citra


Landsat 7 (Studi Kasus: Cibuaya, Karawang-Jawa Barat). Prosiding Seminar
Nasional Penginderaan Jauh 2015 (359-364). LAPAN: Bogor.

NASA, 2020. Land Surface Temperaturre. Earth Observatory.


https://earthobservatory.nasa.gov/global-maps/MOD_LSTD_M diakses pada
15 Maret 2020 pukul 10.30.

Oke, T.R., 1989: The micrometeorology of the urban forest, Philosophical


Transactions of the Royal Society, Series B, 324, 335–351.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman


Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.

Pratama, M. R., Rachmansyah, A., & Usman, F. (2015). Pemodelan Dinamis


Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Malang, 7–15.

Prihatin, R. (2016). ALIH FUNGSI LAHAN DI PERKOTAAN (STUDI KASUS


DI KOTA BANDUNG DAN YOGYAKARTA). Jurnal Aspirasi, 6, 105–118.
https://doi.org/10.22212/aspirasi.v6i2.507

Universitas Indonesia
26

Redaksi WE Online. 2016. Walhi: RTH Kota Malang Kritis. Warta Ekonomi.
https://www.wartaekonomi.co.id/read93417/walhi-rth-kota-malang-kritis
diakses pada 19 Maret 2020 pukul 10.19.

Sailor, D. J. 2002. Urban Heat Islands, Opportunities and Challenges for Mitigation
and Adaptation. Sample Electric Load Data for New Orleans, LA (NOPSI,
1995). North American Urban Heat Island Summit. Toronto, Canada. 1-4
May 2002. Data courtesy Entergy Corporation.

Samsudi. 2010. Ruang Terbuka Hijau Kebutuhan Tata Ruang Perkotaan Kota
Surakarta. Journal of Rural and Development. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.

Shishegar, N. (2015). The Impact of Green Areas on Mitigating Urban Heat Island
Effect : A Review. The International Journal of Environmental Sustainability,
9(1, 119–130).

Suyeno, Suyeno, and Retno W. Sekarsari. "Analisis Kebijakan Pengaturan Tata


Ruang (Studi Tentang Analisis RTRW di Kota Malang)." Jurnal Ketahanan
Pangan, vol. 2, no. 1, 2018.

U.S. Environmental Protection Agency. 2008. Reducing urban heat islands:


Compendium of strategies. Draft. https://www.epa.gov/heat-islands/heat-
island-compendium.

United States Environmental Protection Agency. 2019. Heat Island Cooling


Strategies. https://www.epa.gov/heat-islands/heat-island-cooling-strategies
diakses pada 19 Maret 2020 pukul 10.23.

Voogt, J. 1989. “Urban Heat Island.” Encyclopedia of Global Environmental


Change 3: 660-666.

Y. Zhang and J. Cheng. (2019) "Spatio-Temporal Analysis of Urban Heat Island


Using Multisource Remote Sensing Data: A Case Study in Hangzhou, China."
in IEEE Journal of Selected Topics in Applied Earth Observations and Remote
Sensing, vol. 12, no. 9, pp. 3317-3326.

Universitas Indonesia
27

Zhou, D.; Xiao, J.; Bonafoni, S.; Berger, C.; Deilami, K.; Zhou, Y.; Frolking, S.;
Yao, R.; Qiao, Z.; Sobrino, J.A. 2019. Satellite Remote Sensing of Surface
Urban Heat Islands: Progress, Challenges, and Perspectives. Remote Sens.
2019, 11, 48.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai