Anda di halaman 1dari 4

BUDAYA TUAK DAN FUNGSI KEHADIRANNYA BAGI

MASYARAKAT BATAK

Suasana masyarakat yang tengah asik menyanyi sembari menikmati suguhan tuak di Lapo Tuak

Nama: Rhamadhan Ardhi Wiranata


Pekerjaan: Mahasiswa

Budaya minuman beralkohol merupakan warisan yang dapat ditemui di hampir


seluruh sejarah peradaban manusia. Kita dapat menjumpai jenis miras (minuman keras) di
berbagai belahan dunia. Sebut saja soju dari Korea, sake dari Jepang, tequila dari Meksiko,
araq dari Timur Tengah, serta vodka dari Rusia
Di nusantara sendiri banyak budaya miras yang memiliki berbagai istilah seperti sopi,
arak, ciu, anding, swansrai, tuo mbanua, tuo nifaro, tuak, brem atau berem. Pada umumnya
budaya miras ini berawal dari lingkungan pertanian. Kehadiran miras tradisional ini
umumnya dipengaruhi oleh aspek sosial hingga spiritual
Diantara banyaknya miras tradisional yang merupakan warisan leuhur bangsa
indonesia di masa lampau, salah satu yang paling terkenal ialah tuak. Tuak merupakan
sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren yang lebih dikenal sebagai nira yang
rasanya manis. Tuak sendiri memiliki 2 jenis berdasarkan rasanya, yaitu tuak yang manis dan
yang pahit.

Asal Muasal Tuak


Dalam menjawab darimana sebenarnya asal muasal tuak, terdapat cerita rakyat yang
berkembang di suku batak untuk menjawab hal tersebut, yaitu cerita tentang Tare Iluh dan
Beru Sibou. Dikisahkan bahwa Tare Iluh (laki-laki) dan Beru Sibou (perempuan) yang
merupakan sepasang kakak beradik hidup bersama bapak ibunya dengan bahagia di Tanah
Karo, Sumatera Utara. Namun kebahagian itu harus berakhir ketika sang ayah wafat karena
penyakit yang dideritanya dengan cukup lama, lalu sang ibu yang harus membanting tulang
untuk menghidupi kedua anaknya. Namun sayangnya sang ibu pun wafat menyusul
suaminya. Tare dan Beru pun diasuh oleh kerabat dari orang tuanya hingga tumbuh besar.
Tare yang beranjak menjadi lelaki dewasa memiliki kesadaran untuk mandiri dan
tidak hanya bergantung pada hidup orang lain, oleh karena itu ia memutuskan untuk merantau
guna mencari penghasilan untuk meringankan beban orang tua asuhnya. Tare pun berpamitan
kepada Beru untuk pergi merantau. Beru yang ditinggal sendirian oleh abangnya merasa
sangat sedih dan kesepian, berharap abangnya untuk cepat pulang. Namun setelah bertahun-
tahun tidak ada kabar yang terdengar dari Tare, ia mendapat kabar bahwa ternyata abangnya
terlilit hutang karena kegemaran berjudi dan dipasung oleh warga kota tersebut karena
hutangnya terhadap warga sangat menumpuk untuk perjudian tersebut. Mendengar kabar
yang buruk tersebut, Beru bergegas menyiapka perbekalan dan menyusul abangnya yang
malang.
Sesampainya Beru di kota tempat abangnya merantau, ia bertanya kepad seorang
kakek tua tentang keberadaan abangnya. Namun si kakek tua tersebut tidak tahu dimana
keberadaan abangnya Beru tersebut, tapi ia menyarankannya untuk memanjat pohon yang
tinggi dan bernyanyi serta memanggil nama abangnya. Beru pun langsung mencari pohon
tinggi dan langung memanjatnya. Sudah berjam-jam ia bernyanyi dan memanggil abangnya,
namun tidak ada yang menjawabnya. Beru pun berdoa kepada tuhan
“Ya, Tuhan! Tolonglah hambamu ini. Aku bersedia melunasi semua hutang
abangku dan merelakan air mata, rambut dan seluruh anggota tubuhku dimanfaatkan
untuk kepentingan penduduk negeri yang memasung abangku.”
Tak berselang lama, angin kencang datang, langit menjadi mendung, hujan deras pun turun
dengan lebatnya diikuti suara guntur yang menggelegar. Sesaat kemudian, tubuh si Beru
Sibou tiba-tiba menjelma menjadi pohon enau. Air matanya menjelma menjadi tuak atau nira
yang berguna sebagai minuman. Rambutnya menjelma menjadi ijuk yang dapat dimanfaatkan
untuk atap rumah. Tubuhnya menjelma menjadi pohon enau yang dapat menghasilkan buah
kolangkaling untuk dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau minuman
Oleh karena itu masyarakat Tanah Karo meyakini bahwa pohon enau adalah
penjelmaan si Beru Sibou. Untuk mengenang peristiwa tersebut, penduduk Tanah Karo pada
jaman dahulu setiap ingin menyadap nira, mereka menyanyikan lagu enau.

Tuak dan Masyarakat Batak


Keberadaan tuak sendiri tentunya tidak bisa dipisahkan dari lapo tuak, yaitu semacam
kedai makan yang menyuguhkan kuliner khas suku batak. Kata lapo berakar dari kata lepau
yang artinya bagian belakang rumah yang berfungsi sebagai dapur. Oleh karena itu lapo bisa
dibilang tempat makan khas suku batak. Lapo tuak merupakan istilah yang sering digunakan
oleh masyarakat Batak Toba yang merujuk pada kedai tempat meminum tuak.
Tuak dan Lapo memiliki peranan penting bagi kehidupan masyarakat batak, baik
secara sosial hingga spiritual antara lain:
1. Pelepas Lelah
Tuak yang disuguhkan setelah lelahnya sepanjang hari bekerja, tentunya
sangatlah segar bagi laki-laki dari kalangan suku batak. Tuak yang harganya cukup
terjangkau serta sensasi hangat cukup untuk melepas lelahnya beban-beban pekerjaan
2. Memperlancar ASI
Menurut Sry Lestari Samosir dan Bakhrul Khair Amal dalam "LAPO TUAK"
SEBAGAI RUANG PUBLIK PERSPEKTIF JURGEN HABERMAS (2016),
menerangkan bahwa tuak dipercaya berkhasiat untuk menambah tenaga,
memperlancar asi bagi ibu yang baru melahirkan.
3. Sarana Interaksi Sosial
Lapo tuak menjadi sarana komunikasi sosial dari berbagai kalangan. Dari
petani hingga pegawai negeri. Rentang umur pengunjung lapo sendiri mulai dari
kalangan remaja hingga lansia yang berumur sekitar 50-an

4. Hiburan
Selain menjadi sarana interaksi sosial, lapo tuak juga menjadi sarana hiburan.
Setelah stres yang menumpuk akan lelahnya pekerjaan sepanjang hari, suguhan tuak
yang manis-pahit sungguh segar bagi laki-laki dari kalangan suku batak.
Bercengkrama dengan teman sembari menenggak tuak dan diramaikan dengan gelak
tawa dan bernyanyi bersama membuat stres mereka menurun karena hiburan tersebut
5. Menggerakkan Ekonomi
Pada masa lampau, tuak umumnya disuguhkan para anggota keluarga kepada
para pekerja ladang yang lelah bekerja seharian secara gratis. Tuak dinikmati sembari
bercengkrama, bernyanyi, serta interaksi sosial lainnya. Karena lahan pertanian yang
semakin menyusutlah yang membuat tuak menjadi tidak gratis lagi, akan tetapi dapat
dinikmati dengan membayar harga yang terjangkau
6. Upacara Adat
Tuak hanya menjadi suguhan untuk roh-roh leluhur, orang yang sudah
meninggal dan sebagainya. Tuak bermasuk sebagai minuman adat pada dua upacara
adat resmi, yaitu (1) upacara manuan ompu-ompu dan (2) upacara manulangi. Tuak
digunakan dalam upacara pemakaman bagi orang dari suku batak yang telah bercucu
wafat. Tuak juga digunakan dalam upacara adat ketika seorang anak meminta restu
kepada orang tuanya, nasehat, serta pembagian warisan yang disaksiakn oleh
pengetua adat
Tuak yang merupakan miras tradisional memiliki peranan penting dalam
perkembangan peradaban suku batak hingga saat ini. Budaya dari suku batak yang dipandang
sebagai budaya yang cukup “keras”, ternyata memiliki caranya tersendiri dalam
mempersatukan dalam harmoni kehidupan secara berdampingan di dalam masyarakatnya
#tuak
#lapo
#mirastradisional

Anda mungkin juga menyukai