Anda di halaman 1dari 3

MARCOS, CORY DAN PERMASALAHAN MORO

Nama: Rhamadhan Ardhi Wiranata


NIM: 22407141034
Kelas A

Ferdinand Marcos, sebagai Presiden kesepuluh Filipina, memegang jabatan tersebut dari 30
Desember 1965 hingga 25 Februari 1981. Dia mencatat sejarah sebagai presiden pertama
Filipina yang terpilih untuk menjabat selama dua masa bakti berturut-turut secara penuh.
Pada tahun 1972, Marcos mendirikan rezim otoriter dengan menggunakan hukum darurat
militer untuk mempertahankan kekuasaannya. Rezim ini ditandai dengan penindasan politik
yang brutal terhadap oposisi, media, dan aktivis hak asasi manusia. Di bawah kepemimpinan
Marcos, Filipina mengadopsi konsep "Bagong Lipunan" atau "Masyarakat Baru," yang
mendorong kolaborasi antara orang miskin dan kaya untuk mencapai kebebasan melalui
kesadaran diri dan pembangunan ekonomi. Namun, pemerintahan Marcos tercemar oleh
tuduhan korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan. Ia dan istrinya, Imelda Marcos,
dikenal karena menghamburkan uang negara untuk gaya hidup mewah dan eksentrik mereka,
serta mengumpulkan kekayaan pribadi yang mencurigakan dari sumber-sumber yang tidak
sah.
Pada tahun 1980-an, Filipina mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh utang luar
negeri yang besar, inflasi, kemiskinan, dan pengangguran. Sementara itu, gerakan perlawanan
terhadap rezim Marcos semakin membesar, terutama setelah pembunuhan Benigno Aquino
Jr., pemimpin oposisi, pada tahun 1983. Istrinya, Corazon Aquino, menjadi pemimpin oposisi
demokratis dan pada tahun 1986, Marcos terpilih kembali dalam pemilu yang diduga
dipengaruhi oleh kecurangan. Namun, rakyat Filipina menolak hasil tersebut dan memimpin
demonstrasi massal yang dikenal sebagai Revolusi EDSA. Dengan dukungan militer dan
gereja Katolik, mereka berhasil menggulingkan Marcos dari kekuasaan, dan ia akhirnya
melarikan diri ke Hawaii dengan bantuan Amerika Serikat.
Corazon Aquino, istri Benigno Aquino Jr., yang dibunuh oleh agen Marcos pada tahun 1983,
menjadi presiden Filipina wanita pertama setelah Revolusi EDSA pada tahun 1986.
Pemerintahannya dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk upaya kudeta oleh
kelompok militer pro-Marcos, pemberontakan komunis dan separatisme, krisis ekonomi,
serta bencana alam. Dia berusaha untuk memulihkan demokrasi, hak asasi manusia, dan
supremasi hukum di negara tersebut. Aquino berhasil menetapkan konstitusi baru yang
mengembalikan sistem presidensial dan parlementer, memberikan otonomi kepada daerah-
daerah, dan meluncurkan program reforma agraria, privatisasi, serta perundingan damai
dengan kelompok pemberontak. Ia mendapat pengakuan internasional sebagai simbol
demokrasi dan perdamaian. Aquino tidak mencalonkan diri kembali pada 1992, dan
kekuasaan diserahkan kepada Fidel Ramos, mantan sekutunya dalam Revolusi EDSA.
Lebih lanjut, istilah "Moro" mengacu pada etnis Muslim yang mendiami wilayah selatan
Filipina, khususnya di pulau Mindanao. Mereka telah lama berjuang untuk mempertahankan
identitas dan hak-hak mereka dari penjajahan oleh Spanyol, Amerika Serikat, dan pemerintah
Filipina. Moro merasa didiskriminasi dan ditindas oleh pemerintah pusat yang didominasi
oleh etnis Tagalog dan beragama Katolik. Konflik antara Moro dan pemerintah Filipina
meletus pada tahun 1968, terutama setelah terjadinya pembantaian Jabidah yang menewaskan
60 komandan Moro yang berencana untuk merebut Sabah dari Malaysia. Sejak itu, muncul
berbagai kelompok separatis Moro, seperti Muslim Independent Movement (MIM), Moro
National Liberation Front (MNLF), Moro Islamic Liberation Front (MILF), dan Abu Sayyaf
Group (ASG), yang menuntut kemerdekaan atau otonomi dari Filipina.
Pemerintah Filipina telah melakukan beberapa upaya untuk menyelesaikan konflik dengan
Moro, termasuk penandatanganan perjanjian damai dengan MNLF pada tahun 1976 dan
1996, yang menghasilkan pembentukan Kawasan Otonomi Muslim Mindanao (ARMM).
Namun, perjanjian ini tidak memuaskan semua pihak Moro, terutama MILF dan ASG yang
masih melanjutkan perjuangan bersenjata. Pada tahun 2014, pemerintah Filipina dan MILF
menandatangani Perjanjian Komprehensif tentang Bangsamoro (CAB), yang menggantikan
ARMM dengan Bangsamoro Autonomous Region in Muslim Mindanao (BARMM).
Perjanjian ini memberikan otonomi yang lebih luas kepada Moro, termasuk hak untuk
mengelola sumber daya alam, pendidikan, kebudayaan, agama, dan keamanan. Namun,
perjanjian ini juga menghadapi tantangan dari kelompok-kelompok radikal seperti ASG yang
berafiliasi dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan menolak perdamaian.

Pertanyaan: konflik moro telah berjalan dengan sangat lama, pemerintah filipina pun telah
melakukan berbagai upaya tentunya untuk mengatasi konflik tersebut namun belum dapat
diselesaikan juga. Jika solusinya adalah dengan penyeleksian kelompok tersebut dan
menghabisi sampai akar-akar dari kelompok yang tidak lolos “seleksi” apakah merupakan hal
yang tepat?

DAFTAR PUSTAKA
Dolan, R. E. & Library Of Congress. Federal Research Division. (1993) Philippines: A
Country Study. Washington, D.C.: Federal Research Division, Library of Congress:
For sale by the Supt. Of Docs., U.S. G.P.O. [Pdf] Retrieved from the Library of
Congress, https://www.loc.gov/item/92039812/
Naomy Ayu Nugraheni, N.A. (2022, 1 Agustus). 13 Tahun Corazon Aquino Meninggal,
Simbol Reformasi Filipina di Masa Sulit. Tempo.co, diakses melalui
https://dunia.tempo.co/read/1617892/13-tahun-corazon-aquino-meninggal-simbol-
reformasi-filipina-di-masa-sulit
Reditya, T.H. (2021, 28 September). Ferdinand Marcos, Diktator Filipina dengan Gelimang
Kontroversinya. Kompos.com, diakses melalui
https://internasional.kompas.com/read/2021/09/28/113606070/ferdinand-marcos-
diktator-filipina-dengan-gelimang-kontroversinya
Ricklefs, M, dkk. (2013). Sejarah Asia Tenggara: Dari Masa Prasejarah hingga Kontemporer.
Jakarta:Komunitas Bambu.

Anda mungkin juga menyukai