Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH SOSIOLOGI

“Anak Bolos Kelas”

Disusun Oleh:

1. Azzuha Dwisia Azzahra


2. Suci Andiska
3. Moses
4. Juan Batuara
5. Marisi
6. Sugiansa

KELAS : X.11 (Kelompok 5)

GURU PEMBIMBING: GARY DEA SATRIANI, S.Pd

SMA NEGERI 2 TUALANG


TA. 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang mana atas rahmat-nya dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dalam
makalah ini kami membahas mengenai “Anak Bolos Kelas”. Makalah ini merupakan salah
satu tugas mata pelajaran Sosiologi.
Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada bapak/ibu guru kami yang telah memberikan tugas ini sehingga kami menjadi lebih
dekat lagi untuk saling berinteraksi sesama kelompok. Dan terimakasih yang sebesar-
besarnya untuk teman-teman kelompok yang mau membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampunan
kami, maka kritik dan saran yang senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini berguna
bagi kami dan pada pihak lain.

Perawang, 18 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................3
BAB I ....................................................................................................................................4
1.1 Latar belakang ...........................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah .....................................................................................................5
1.3 Tujuan .......................................................................................................................5
1.4 Manfaat .....................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................6

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kenakalan siswa yang terjadi di SMA Negeri 2 Tualang merupakan suatu bentuk
perilaku siswa yang menyimpang dari aturan sekolah. Kenakalan siswa banyak macamnya.
Salah satunya ialah membolos atau masuk tidak teratur baik bolos sekolah ataupun bolos
kelas. Membolos disebut kenakalan remaja karena membolos sudah merupakan perilaku yang
mencerminkan telah melanggar aturan sekolah dan kelas.
Kata “BOLOS” sangat populer dikalangan pelajar atau siswa baik di sekolah dasar atau
di tingkat menengah. Dari beberapa survei, jumlah siswa yang membolos pada jam efektif
sekolah hanya sedikit dibandingkan dari jumlah siswa yang tidak membolos, terlepas sekecil
apapun dari jumlah tersebut harus menjadi perhatian bagi institusi yang bernama sekolah,
karena apabila disikapi dengan cuek bebek, tidak tertutup kemungkinan yang kecil akan
menjadi besar dan menjelma menjadi bola salju liar yang akan terus menggelinding hingga
jumlah siswa yang membolos sekolah akan terus meningkat.
Perilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak
pelajar. Setidaknya bagi mereka yang pernah mengenyam pendidikan. Hal ini disebabkan
kerena perilaku membolos itu sendiri telah ada sejak dulu. Tindakan membolos dikedepankan
sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap
kurikulum sekolah, mata pelaran dikelas, guru kelas. Buntutnya memang akan menjadi
fenomena yang jelas - jelas akan mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya
di kota - kota besar saja siswa yang terlihat sering membolos, bahkan sekolah yang letaknya
di daerah - daerah pun prilaku membolos sudah menjadi kegemaran.
Banyak siswa yang sering membolos bukan hanya di sekolah - sekolah tertentu saja
tetapi banyak sekolah mengalami hal yang sama. Hal ini disebabkan oleh faktor - faktor
internal dan faktor - faktor eksternal dari anak itu sendiri. Faktor eksternal yang kadang kala
menjadikan alasan membolos adalah mata pelajaran yang tidak diminati atau tidak disenangi.
Tentu saja sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang
sifatnya 'menyejukkan' membuat anak tidak lagi betah di kelas. Mereka yang tidak tahan
itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos, walaupun secara tidak langsung
hal seperti ini sebenarnya bukan merupakan suatu jawaban yang baik. Hal ini dapat
dibuktikan bahwa siswa yang suka membolos seringkali menjadi ikut serta terlibat pada hal -
hal yang cenderung merugikan.
4
Betapa seriusnya perilaku membolos ini perlu mendapat perhatian penuh dari berbagai
pihak. Bukan saja hanya perhatian yang berasal dari pihak sekolah, melainkan juga perhatian
yang berasal dari orang tua, teman maupun pemerintah. Perilaku membolos sangat merugikan
dan bahkan bisa saja menjadi sumber masalah baru. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan
berlalu, maka yang bertanggung jawab atas semua ini bukan saja dari siswa itu sendiri
melainkan dari pihak sekolah ataupun guru yang menjadi orang tua di sekolah juga akan ikut
menangungnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini ialah :
1. Apa pengertian dari membolos ?
2. Apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos ?
3. Apakah akibat yang akan ditimbulkan oleh siswa yang suka membolos ?
4. Bagaimana mengatasi siswa yang suka membolos ?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan pengertian dari membolos.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos.
3. Untuk mengetahui dampak atau akibat yang akan ditimbulkan pada siswa yang suka
membolos.
4. Untuk mengetahui bagaimana mengatasi siswa yang suka membolos.

I.4 Manfaat Penulisan


a. Bagi Penulis
Manfaat yang bisa diambil bagi penulis setelah menyelesaikan pembuatan makalah
ini, penulis sekarang menjadi lebih tahu bagaimana mengatasi kasus perilaku
membolos pada pelajar/siswa.
b. Bagi Pembaca
Bagi pembaca, makalah ini juga dapat dimanfaatkan sebagai penambah ilmu
pengetahuan mengenai bagaimana mengatasi kasus perilaku membolos pada
pelajar/siswa.

5
DAFTAR PUSTAKA

http://enisuryanitas3.blogspot.com/2012/05/kajian-bimbingan-konseling.html
Sumber : http://depdiknas.go.id, Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi 36.
Diunggah tanggal 17 Oktober 2023
http://www.teacheracim.blogspot.com/ diunggah tangga 17 Oktober 2023

6
7
BAB II
PEMBAHASAN

Kehadiran yang tidak teratur merupakan problem besar di sekolah - sekolah saat ini.
Ketidakhadiran yang dimaksud di sini adalah ketidakhadiran yang disebabkan karena alasan
yang tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau lainnya. Jika ketidakhadiran siswa
dikarenakan sakit atau ada kepentingan, dalam artian masih bisa memberikan alasan yang
jelas, hal itu masih bisa diterima. Tetapi jika alasannya tidak jelas mengapa ia tidak hadir atau
tidak masuk sekolah, hal ini perlu penanganan serius. Sebab, cepat atau lambat masalah ini
akan berdampak buruk baik untuk siswa itu sendiri maupun terhadap lingkungan sekolahnya.
Pergi ke sekolah bagi siswa merupakan suatu hak sekaligus kewajiban sebagai sarana
mengenyam pendidikan dalam rangka meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Sayang,
kenyataannya banyak siswa yang enggan melakukannya tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Banyak yang akhirnya membolos. Perilaku yang dikenal dengan
istilah truancy ini dilakukan dengan cara, siswa tetap pergi dari rumah pada pagi hari dengan
berseragam, tetapi mereka tidak berada di sekolah. Salah satu penyebabnya terkait dengan
masalah kenakalan siswa secara umum. Perilaku tersebut tergolong perilaku yang tidak
adaptif sehingga harus ditangani secara serius. Penanganan dapat dilakukan dengan terlebih
dahulu mengetahui penyebab munculnya perilaku membolos tersebut.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak - anak
dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi manusia
yang berwatak baik. Mengajar tidak sekedar hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi
lebih kepada usaha untuk membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga
jika terjadi suatu permasalahan pada siswa, pendidik ataupun pihak sekolah juga turut
memikirkannya serta senantiasa juga berusaha mencarikan jalan keluar.
Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan sangatlah
minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir kebiasaan tidak baik tersebut
tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah ialah dengan program Bimbingan
Konseling (BK). Kita mungkin pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri bagaimana
rasanya dihukum karena membolos. Padahal menghukum bukanlah satu - satunya jalan untuk
membuat siswa jera dalam melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan
anak lebih bengal dan lebih susah ditangani. Sebab siswa yang baru menginjak masa remaja
merupakan masa - masa di saat kondisi emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan

8
mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan patah.
Oleh karena itu penanganannya harus hati-hati. Tindakan yang dapat dilakukan dengan
mengetahui faktor - faktor penyebabnya, pembimbing sedikit tahu bagaimana kondisi
permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui pendekatan supaya siswa yang
membolos mau menerima arahan dari guru. Adapun jika siswa masih bersikap tertutup, tidak
mau menceritakan permasalahan mengapa Ia membolos, maka pembimbing menggunakan
cara lain yaitu menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua informasi yang diperlukan
telah diperoleh, pembimbing langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan. Seperti
yang telah dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi nasehat
dan arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan memarahinya. Tidak
teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada banyak sebab yang
terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai anak.
Jadi, kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari luar
yang juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas program Bimbingan
dan Konseling (BK) selain memberi arahan pada siswa juga mengkondisikan lingkungan
sekolahnya sebaik mungkin supaya siswa merasa betah berada di sekolah. Selain itu,
pembimbing juga selalu menjalin komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam
usaha mengatasi masalah anak.
Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan
menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan
sampai dengan berat.

Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran
disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:
(1) Pendekatan disiplin, dan
(2) Pendekatan bimbingan dan konseling.

Penanganan siswa bernasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan
ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu
komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu
ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku
siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus
mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai

9
lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha
menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu pendekatan
melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan
pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui
Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan
menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui
Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih
mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara
konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat
memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna
tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Sebagai ilustrasi, misalkan di suatu sekolah ditemukan kasus seorang siswa yang sering
berkelahi disekolah , sementara tata tertib sekolah secara tegas Jika hanya mengandalkan
pendekatan disiplin, mungkin tindakan yang akan diambil sekolah adalah berusaha
memanggil orang tua/wali siswa yang bersangkutan. Jika tanpa intervensi Bimbingan dan
Konseling, maka sangat mungkin siswa yang bersangkutan akan meninggalkan sekolah
dengan dihinggapi masalah-masalah baru yang justru dapat semakin memperparah keadaan.
Tetapi dengan intervensi Bimbingan dan Konseling di dalamnya, diharapkan siswa yang
bersangkutan bisa tumbuh perasaan dan pemikiran positif atas masalah yang menimpa
dirinya, misalnya secara sadar menerima dan sadar bahwa berkelahi adalah perbuatan yang
tidak terpuji, keinginan untuk tetap sekolah, serta hal-hal positif lainnya.
Lebih jauh, meski saat ini paradigma pelayanan Bimbingan dan Konseling lebih
mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, pelayanan
Bimbingan dan Konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi perhatian. Dalam
hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru Bimbingan
dan Konseling (BK/Konselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan
tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana dalam
bagan berikut :
1. Masalah (kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang
tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap
awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan
guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan
mengadakan kunjungan rumah.
10
2. Masalah (kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan
menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga,
minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan
sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan
berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya.
Dapat pula mengadakan konferensi kasus.
3. Masalah (kasus) berat, seperti: gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan
narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan
senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada
ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu
dilakukan kegiatan konferensi kasus.

Dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas bahwa penanganan siswa bermasalah
melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab
guru Bimbingan dan Konseling (BK/Konselor) di sekolah tetapi dapat melibatkan pula
berbagai pihak lain untuk bersama - sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian
diri dan perkembangan pribadi secara optimal.

2.1. Pengertian Membolos


Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan
alasan yang tidak tepat, atau membolos juga dapat dikatakan sebagai ketidakhadiran siswa
tanpa adanya suatu alasan yang jelas. Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan
siswa, yang jika tidak segera diselesaikan atau dicari solusinnya dapat menimbulkan dampak
yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi
perhatian yang sangat serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu
dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering berasal dari dalam
keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi
sangat penting dalam pemecahan masalah siswa tersebut.

2.2. Faktor - Faktor Penyebab Siswa Membolos


Penyebab siswa membolos dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor -
faktor penyebab siswa membolos dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yakni faktor
11
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa
bisa berupa karakter siswa yang memang suka membolos, sekolah hanya dijadikan tempat
mangkal dari rutinitas - rutinitas yang membosankan di rumah.
Sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar siswa, misalnya
kebijakan sekolah yg tidak berdamai dengan kepentingan siswa, guru yang tidak profesional,
fasilitas penunjang sekolah misal laboratorium dan perpustakaan yang tidak memadai, bisa
juga kurikulum yang kurang bersahabat sehingga mempengaruhi proses belajar di sekolah.
Selain faktor internal dan faktor eksternal yang telah dikemukakan di atas, Faktor pendukung
munculnya perilaku membolos sekolah pada remaja juga dapat dikelompokkan sebagai
berikut.

2.2.1 Faktor Keluarga


Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin sering) ada siswa yang tidak
diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan tertentu mungkin
hal ini dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis atau permasalahan dalam
keluarganya. Misalkan kakaknya sakit, sementara kedua orang tuanya harus pergi
bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya tersebut maka adiknya terpaksa
tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut bolehlah sang adik tidak masuk sekolah.
Tapi yang menjadi masalah terkadang anak tersebut tidak membuat surat izin kepada
pihak sekolah, sehingga piha sekolah tidak tahu duduk permasalahannya. Yang mereka
tahu si A membolos. Sementara dampaknya bagi anak tersebut ialah ia harus
kehilangan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi kebiasaan (membolos), lambat laun
siswa tersebut tidak peduli lagi dengan peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah
mau masuk atau tidak.

2.2.3 Orang tua yang tidak peduli terhadap pendidikan.


Selain itu sikap orang tua terhadap sekolah juga memberi pengaruh yang besar
pada anak. Jika orang tua menganggap bahwa sekolah itu tidak penting dan hanya
membuang-buang waktu saja, atau juga jika mereka menanamkan perasaan pada anak
bahwa ia tidak akan berhasil, anak ini akan berkurang semangatnya untuk masuk
sekolah. Biasanya sikap orang tua yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak
penting karena mereka sendiri orang yang kurang berpendidikan. Akibatnya
penghargaan terhadap pendidikan hanya dipandang sebelah mata. Bahkan mereka
menuntut agar anak-anaknya untuk bekerja saja mencari uang. Ironisnya mereka juga
12
menuntut agar anaknya memperoleh hasil yang lebih besar dari kemampuan anak
tersebut. Orang tua seperti ini tidak memiliki pandangan jauh ke depan, sebagai
imbasnya masa depan anaklah yang menjadi korban.

2.2.4 Membeda - bedakan anak.


Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan bagi anak laki-laki lebih
penting daripada anak perempuan. Anak laki - lakilah yang menjadi tumpuan dan
kebanggaan keluarga, sementara anak perempuan pada akhirnya akan kawin dan hanya
mengurusi masalah dapur, sehingga tidak memerlukan pendidikan yang terlalu tinggi.
Dalam hal ini, anak perempuan didorong untuk tidak masuk sekolah. Mengurangi uang
saku. Meskipun tidak semua anak menginginkan uang saku yang banyak, namun tidak
sedikit pula anak - anak yang merasa kurang percaya diri jika uang saku mereka sedikit
dibanding dengan teman-temannya. Sehingga akibatnya pada anak tersebut ialah ia
menjadi malas untuk masuk sekolah.
Di zaman modern seperti sekarang ini uang selalu dapat berbicara, tak
terkecuali pada bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang mengharuskan siswa-
siswanya untuk membeli LKS, buku wajib, dan segala dan kebutuhan lain demi
kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang tersebut kadang orang tua tidak mau
mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka siswa yang tidak membeli akan malu
pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang tidak membeli akan malas untuk
berangkat ke sekolah.

2.2.5 Kurangnya Kepercayaan Diri


Sering rasa kurang percaya diri menjadi penghambat segala aktifitas. Faktor
utama penghalang kesuksesan ialah kurangnya rasa percaya diri. Ia mematikan
kreatifitas siswa. Meskipun begitu banyak ide dan kecerdasan yang dimiliki siswa,
tetapi jika tidak berani atau merasa tidak mampu untuk melakukannya sama saja
percuma. Perasaan diri tidak mampu dan takut akan selalu gagal membuat siswa tidak
percaya diri dengan segala yang dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak
berharga, serta dicemoohsebagai akibat dari kegagalan tersebut. Perasaan rendah diri
tidak selalu muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak mampu
dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia mampu pada mata pelajaran biologi. Pada
mata pelajaran yang ia tidak suka, ia cenderung berusaha untuk menghindarinya,
sehingga ia akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah. Sementara itu siswa tidak
13
menyadari bahwa dengan tidak masuk sekolah justru membuat dirinya ketinggalan
materi pelajaran. Melarikan diri dari masalah malah akan menambah masalah tersebut.

2.2.6. Perasaan yang Termarginalkan


Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua orang. Tetapi kadang rasa
itu muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak dibuat merasa bahwa ia tidak
diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini bisa berasal dari teman sekelas atau
mungkin gurunya sendiri dengan sindiran atau ucapan. Siswa yang ditolak oleh teman-
teman sekelasnya, akan merasa lebih aman berada di rumah. Ada siswa yang tidak
masuk sekolah karena takut oleh ancaman temannya. Ada juga yang diacuhkan oleh
teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau mengobrol bersama. Penolakan siswa
terhadap siswa lain dapat disebabkan oleh faktor tertentu, misalnya faktor SARA
(Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).

2.2.7. Faktor Personal


Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi atau hilangnya
minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau karena kenakalan remaja
seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.

2.2.8 Faktor yang Berasal dari Sekolah


Tanpa disadari, pihak sekolah bisa jadi menyebabkan perilaku membolos
pada remaja, karena sekolah kurang memiliki kepedulian terhadap apa yang terjadi
pada siswa. Awalnya barangkali siswa membolos karena faktor personal atau
permasalahan dalam keluarganya. Kemudian masalah muncul karena sekolah tidak
memberikan tindakan yang konsisten, kadang menghukum kadang menghiraukannya.
Ketidakkonsistenan ini akan berakibat pada kebingungan siswa dalam berperilaku
sehingga tak jarang mereka mencoba - coba membolos lagi. Jika penyebab banyaknya
perilaku membolos adalah faktor tersebut, maka penanganan dapat dilakukan dengan
melakukan penegakan disiplin sekolah. Peraturan sekolah harus lebih jelas dengan
sangsi - sangsi yang dipaparkan secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi
siswa sehingga perilaku membolos dapat diminimalkan.

Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kegiatan belajar
mengajar yang berlangsung di sekolah. Dalam menghadapi siswa yang sering
14
membolos, pendekatan individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait
dengan permasalahan pribadi dan keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan
mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah, apakah siswa merasa tugas - tugas yang
ada sangat mudah sehingga membosankan dan kurang menantang atau sebaliknya
sangat sulit sehingga membuat frustasi.

Tugas pihak sekolah dalam membantu menurunkan perilaku membolos adalah


mengusahakan kondisi sekolah hingga nyaman bagi siswa - siswanya. Kondisi ini meliputi
proses belajar mengajar di kelas, proses administratif serta informal di luar kelas.
Dalam seting sekolah, guru memiliki peran penting pada perilaku siswa, termasuk
perilaku membolos. Jika guru tidak memperhatikan siswanya dengan baik dan hanya
berorientasi pada selesainya penyampaian materi pelajaran di kelas, peluang perilaku
membolos pada siswa semakin besar karena siswa tidak merasakan menariknya pergi ke
sekolah. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk memperhatikan siswa sehingga
mereka tertarik datang dan merasakan manfaat sekolah adalah dengan melakukan pengenalan
terhadap apa yang menjadi minat tiap siswa, apa yang menyulitkan bagi mereka, serta
bagaimana perkembangan mereka selama dalam proses pembelajaran.
Dengan perhatian seperti itu siswa akan terdorong untuk lebih terbuka terhadap guru
sehingga jika ada permasalahan, guru dapat segera membantu. Dengan suasana seperti itu
siswa akan tertarik pergi ke sekolah dan perilaku membolos yang mengarah pada kenakalan
remaja dapat dikurangi. Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini hanya menjadi salah
satu faktor saja. Faktor lainnya seperti faktor personal dan faktor keluarga juga tak kalah
penting dan memberi kontribusi besar dalam perilaku membolos, sehingga pencarian
mengenai penyebab yang pasti dari perilaku membolos perlu dilakukan terlebih dahulu
sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak melakukan intervensi.
Sekolah merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar. Di sana tempat siswa -
siswa belajar ilmu pengetahuan. Belajar akan lebih berhasil bila bahan yang dipelajari
menarik perhatian anak. Karena itu bahan harus dipilih yang sesuai dengan minat anak atau
yang di dalamnya nampak dengan jelas adanya tujuan yang sesuai dengan tujuan anak
melakukan aktivitas belajar. Jadi, suasana kelas sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar
siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran yang jelas juga akan memudahkan siswa dalam
pemahamannys. Sehingga siswa tidak akan bosan dan mudah mengikuti kegiatan
pembelajaran.

15
Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor yang berisiko
meningkatkan munculnya perilaku membolos pada remaja, yaitu antara lain kebijakan
mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim antara orang tua siswa
dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau tugas-tugas sekolah yang kurang
menantang bagi siswa.

2.3 Akibat yang Ditimbulkan oleh Siswa yang Membolos


Anak yang dapat ke sekolah tapi sering membolos, akan mengalami kegagalan dalam
pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia membantu anak mengejar pelajaran
yang ketinggalan, tetapi dalam prakteknya hal ini sukar dilaksanakan. Kelas berjalan terus.
Bahkan meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena ia tidak
mempelajari dasar - dasar dari mata pelajaran - mata pelajaran yang diperlukan untuk
mengerti apa yang diajarkan.
Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami marginalisasi atau
perasaan tersisihkan oleh teman-temannya. Hal ini kadang terjadi manakala siswa tersebut
sudah begitu “parah” keadaannya sehingga anggapan teman-temannya ia anak nakal dan
perlu menjaga jarak dengannya.
Hal yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa membolos ialah hilangnya rasa disiplin,
ketaatan terhadap peraturan sekolah berkurang. Bila diteruskan, siswa akan acuh tak acuh
pada urusan sekolahnya. Dan yang lebih parah siswa dapat dikeluarkan dari sekolah. Lalu
karena tidak masuk, secara otomatis ia tidak mengikuti pelajaran yang disampaikan guru.
Akhirnya ia harus belajar sendiri untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah akan muncul
manakala ia tidak memahami materi bahasan. Sudah pasti ini juga akan berpengaruh pada
nilai ulangannya.

2.4 Peran dan Fungsi Bimbingan Konseling (BK) dalam Mengatasi Siswa yang Suka
Membolos
Bimbingan Konseling atau sering disebut sebagai BP dahulu sering kali menjadi
momok atau bahkan sesuatu yang dibenci oleh siswa karena lebih berfungsi sebagai
pengadilan siswa dari pada membimbing siswa. Jika ada siswa yang bermasalah melanggar
aturan sekolah maka langsung dipanggil guru BP untuk dilakukan pembinaan yang
cenderung ke arah penghakiman. Paradigma itu semestinya perlu sedikit diubah yaitu bahwa
Bimbingan Konseling tidak hanya mengurusi anak yang bermasalah melanggar aturan
sekolah namun juga harus bisa berfungsi sebagai teman bagi siswa dan pelajar hingga bisa
16
menjadi tempat curhat. Bimbingan konseling semestinya bisa memberikan rasa nyaman
kepada siswa dengan dapat memberikan banyak solusi terhadap masalah-masalah yang
dihadapi siswa baik stres masalah pelajaran, keluarga,pertemanan dan lain sebagainya.
Perubahan paradigma ini diharapkan kenakalan maupun stress dikalangan siswa bisa semakin
dieliminir.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak - anak dengan
berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi manusia yang
berwatak baik. Mengajar tidak sekedar transfer pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk
membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu
permasalahan pada siswa, pendidik atau pihak sekolah juga turut memikirkannya, berusaha
mencarikan jalan keluar.
Dalam menghadapi anak tersebut peran BK sangatlah penting. Sebagai sarana untuk
mencari solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan personal, harapannya siswa
dapat lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing dapat memahami dan
mendapat gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi siswa. Menghentikan sepenuhnya
kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi
usaha untuk meminimalisisir kebiasaan tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha
dari pihak sekolah ialah dengan program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin pernah
melihat atau bahkan mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena membolos.
Padahal menghukum bukanlah satu-satunya jalan untuk membuat siswa jera dalam
melakukan perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak lebih bengal dan
lebih susah ditangani. Sebab siswa remaja merupakan masa kondisi emosi yang tidak labil,
mudah tersinggung dan mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk
lurus maka ia akan patah. Oleh karena itu, penanganannya harus hati - hati.

2.4.1 Tindakan yang dapat dilakukan


a. Dengan Mengetahui Faktor - Faktor Penyebabnya
Dengan mengetahui faktor - faktor penyebabnya, pembimbing sedikit tahu
bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui pendekatan
supaya siswa yang membolos mau menerima arahan dari pembimbing. Adapun jika
siswa masih bersikap tertutup, tidak mau menceritakan permasalahan mengapa ia
membolos, maka pembimbing menggunakan cara lain yaitu menanyakan pada teman
dekatnya. Begitu semua informasi yang diperlukan telah diperoleh, pembimbing
langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang telah
17
dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi nasehat dan
arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan memarahinya. Tidak
teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada banyak
sebab yang terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai anak. Jadi
kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari luar yang
juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas BK selain memberi
arahan pada siswa juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik mungkin supaya
siswa merasa betah berada di sekolah. Selain itu pembimbing juga selalu menjalin
komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah
anak.

b. Menerapkan Gerakan Disiplin


Gerakan disiplin ini difokuskan untuk memantau para pelajar yang membolos atau
pergi pada waktu jam-jam sekolah. Biasanya mereka barada di tempat keramaian atau
di tempat hiburan. Pelajar yang membolos selain merugikan dirinya sendiri juga
berpotensi untuk menimbulkan keresahan di masyarakat karena biasanya pelajar yang
suko membolos mempunyai tingkat kenakalan yang tinggi dan justru sering medekati
kriminal seperti pengompasan pelajar yang lebih kecil atau dibawahnya sampai dengan
tawuran dan pesta miras. Sex bebas di kalangan pelajar juga muncul dari fenomena
bolos sekolah dimana orang tua sering kali tidak di rumah karena harus bekerja
dimanfaatkan untuk berbuat negatif. Fenomena bolos sekolah ini sebenarnya tidak bisa
dianggap remeh karena dari sinilah banyak hal tentang kerusakan moral pelajar
dimulai. Oleh karena itu perlu tindakan tegas dari para aparat Satpol PP untuk sering
melakukan operasi agar menjadi sebuah shock therapy yang mempunyai efek jera bagi
para pembolos dan juga ketegasan dari pihak sekolah untuk mencegah siswanya bolos
sekolah. Kalaupun siswa harus keluar sekolah pada jam sekolah haruslah seijin sekolah
dengan menggunakan surat ijin.

c. Sosialisasi Kepada Pengelola Hiburan


Pihak Dinas Pendidikan dibantu oleh Kesbanglinmas dan Satpol PP serta
berkoordinasi dengan Kepolisian harus terus mensosialisasikan kepada para pengelola
hiburan seperti Play Station untuk tidak menerima konsumen Pelajar pada jam sekolah.
Kebanyakan pelajar yang bolos sekolah ”bersembunyi” di sana. Setelah sosialisasi
dirasa cukup mungkin dengan penempelan stiker atau poster tentang larangan pelajar
18
bermain di waktu jam sekolah maka ditingkatkan menjadi taraf pemantauan. Jika dari
pihak pengelola masih membiarkan para pelajar bolos bermain di situ maka dapat
diberi peringatan ,jika peringatan tidak diindahkan maka bisa dilakukan penyegelan
sementara atau bahkan penutupan paksa disesuaikan dengan aturan yang berlaku.

Sesungguhnya yang paling dominan dalam mempengaruhi siswa membolos adalah


keberadaan guru. Guru yang ideal harus berfungsi sebagai,Designer of Instruction. Sebagai
Designer, guru harus mampu membuat pembelajaran menarik dan tidak membosankan, tapi
seperti yang telah kita ketahui banyak guru yang tidak mampu sebagai peracik bahan - bahan
pengajaran yang kemudian dikemas dan di sajikan menarik kepada siswa, sehingga pada
gilirannya siswa merasa jenuh di kelas.
Dan tidak kalah pentingnya guru ideal adalah guru yang mampu menempatkan dirinya
sebagai Evaluator of Instruction, guru diharapkan sebagai penilai hasil ujian siswa dengan
mengedepankan kejujuran, transparansi dalam menilai siswanya. Tapi banyak sekali guru
dengan kesibukannya mencari tambahan ekonomi keluarga, melakukan penilaian dengan cara
“ngaji (mengarang biji)” nilai siswa dikarang karena tidak punya waktu banyak untuk menilai
satu persatu siswanya. Hal inilah bisa sebagai pemicu siswa membolos.

SOLUSI
1. Guru melakukan pendekatan persuasif dan edukatif kepada siswa, memposisikan siswa
sebagai teman bicara dan bukan sebagai terdakwa
2. Guru memberikan teladan yang baik kepada siswa, jangan sampai siswa terlambat
dihukum sedangkan guru yang sering terlambat dibiarkan saja.
3. Guru selalu berkreasi, berinovasi agar suasana kelas tercipta ceria menyenangkan dan
hidup.
4. Guru hendaknya merefleksi dan mengevaluasi diri apakah siswa dapat menerima dan
memahami yang telah diajarkan guru.
5. Guru harus memberikan penilaian kepada siswa dengan adil, transparan, jujur dan tidak
merekayasa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ø Bimbingan merupakan
a) Suatu proses yang berlesinambungan.
19
b) Suatu proses membantu individ.
c) Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang
bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya
secara optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya.
d) Kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu
dapat memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan
lingkungannya.

Untuk melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan petugas yang telah memiliki


keahlian dan pengalaman khusus dalam bimbingan dan konseling.
Istilah konseling (counseling) diartikan sebagai penyuluhan. Istilah penyuluhan dalam
kegiatan bimbingan menurut beberapa ahli kurang tepat. Menurut mereka yang lebih tepat
adalah konseling karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih khusus, tidak sama dengan
kegiatan - kegiatan penyuluhan lain seperti penyuluhan dalam bidang pertanian dan
penyuluhan dalam keluarga berencana.
Pelayanan konseling menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat
memberikan bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling ini.

Ø Membolos merupakan salah satu kenakalan siswa yang dalam penanganannya perlu
perhatian yang serius. Memang tidak sepenuhnya kegiatan membolos dapat
dihilangkan, tetapi usaha untuk meminimalisir tetap ada.
Ø Faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos terbagi menjadi dua golongan,
yaitu faktor internal dan eksternal. Selain itu, faktor – faktor lain yang menjadi
penyebab siswa membolos lainnya, meliputi : faktor keluarga, faktor kurangnya
kepercayaan diri, perasaan yang termarginalkan, faktor personal serta faktor yang
berasal dari sekolah.
Ø Akibat yang ditimbulkan oleh siswa yang membolos, akan mengalami kegagalan dalam
pelajaran. Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami
marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh teman - temannya.
Ø Peran program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka
membolos, yakni dengan mengetahui faktor - faktor penyebab siswa membolos,
menerapkan gerakan disiplin serta sosialisasi kepada pengelola hiburan.

20
Ø Melalui program BK, pihak sekolah berupaya mencari solusi bagi mereka yang suka
membolos. Karena membolos terkait berbagai faktor, maka dalam penyelesaiannya
tidaklah mudah. Oleh karena itu pihak sekolah juga mengikutsertakan orang tua.
Ø Dengan adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah (dalam hal ini BK) dan orang
tua siswa, permasalah membolos siswa diharapkan dapat diselesaikan sehingga tidak
menjalar kepada siswa lainnya.

3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, para pembaca bisa lebih mengetahui tentang cara
menanggulangi Perilaku siswa yang suka membolos yang kerap dilakukan para siswa
sekolah.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. http://enisuryanitas3.blogspot.com/2012/05/kajian-bimbingan-konseling.html
2. Sumber : http://depdiknas.go.id, Editorial Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Edisi 36.
Diunggah tanggal 4 Juni 2012
3. http://www.teacheracim.blogspot.com/ diunggah tanggal 5 Juni 2012

22
KATA PENGANTAR

Asalammualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur haturkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan perlindungannya
yang telah memberikan kekuatan lahir maupun batin sehingga penulisan makalah ini dapat
terselesaikan. makalah ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi guru dalam mengatasi
masalah yang timbul dari sekolah atau kelasnya sendiri.

Adapun penulisan makalah ini berjudul “Mengatasi Siswa Yang Sering Membolos
Sekolah”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Makalah ini jauh dari
sempurna, baik dalam penulisan, isi maupun tata bahasanya.

Akhirnya penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak


yang telah membantu memperlancar penyusunan makalah ini. Dan hanya Allah jualah yang
dapat membalas kebaikan kita semua.

Medan, November 2012


Penulis

23

Anda mungkin juga menyukai