Anda di halaman 1dari 123

1

2
Tim Editor & Desain

Abdurrahman Shahab
Fatinah Shahab
Muzal Kadzim Shahab
Husain Kamal Alhabsyi
Syarifah Chadijah Shahab
Jihan al-Madihi

3
Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................... 5


Mukaddimah ..................................................................................... 11
Nama dan Tema Utama Surah .......................................................... 14
Rasulullah‫ ﷺ‬dan Risalahnya ............................................................. 15
Tanggapan Kaum Musyrikin dan Akibatnya ...................................... 29
Target Dakwah .................................................................................. 33
Amal dan Atsarnya ............................................................................ 35
Kisah Ashabul Qaryah ........................................................................ 38
Tanda-Tanda Kebesaran Allah ........................................................... 62
Sikap Orang-Orang Kafir terhadap Peringatan .................................. 80
Hari Kebangkitan ............................................................................... 88
Pengadilan Terakhir........................................................................... 93
Penghuni Surga ................................................................................. 95
Penghuni Neraka ............................................................................... 98
Kesaksian Anggota Tubuh ............................................................... 105
Peringatan untuk Mawas Diri .......................................................... 107
Sunnatullah Umur ........................................................................... 109
Al-Qur’an itu Bukan Syair ................................................................ 111
Beberapa Tanda untuk Bersyukur ................................................... 113
Berhala yang Tak Berdaya ............................................................... 114
Beberapa Tanda Kekuasaan Allah sebagai Peringatan .................... 116

4
Kata Pengantar
Wafuru’ihim adalah sebuah potongan kalimat yang dalam
bahasa Arab berarti “dan cabang-cabang mereka”. Istilah ini
dikenal terutama di kota Palembang untuk menyebut sebuah
keluarga besar yang merupakan anak keturunan dari Habib Alwi
bin Ahmad bin Syech Syahab yang terkenal dengan panggilan
Habib Alwi “Tanah Lapang”. Keluarga ini, dan lebih terutama lagi
dari cabang keturunan Habib Ahmad dan Habib Husin memiliki
keakraban yang cukup kuat. Banyak diantara keluarga ini terjadi
pernikahan sehingga memperkuat ikatan keluarga besar ini.

Saat ini anggota keluarga besar Wafuru’ihim ini tersebar di


berbagai kota di Indonesia dan Luar Negeri. Profesi, latar
belakang, dan aktivitas yang dilakukan oleh anggota keluarga ini
juga cukup heterogen. Sehingga hal ini sedikit banyak juga
berdampak pada perbedaan pandangan dan sikap dalam
berbagai hal. Namun hal ini tidak mengurangi kekuatan
kekeluargaan, karena salah satu karakteristik Wafuru’ihim yang
umumnya dapat menghargai perbedaan. Hal positif ini tentunya
perlu untuk terus dilanggengkan hingga ke generasi-generasi
berikutnya.

Sejumlah inisiatif dilakukan oleh beberapa anggota keluarga ini


dengan dukungan para tokoh dan sesepuh dalam rangka untuk
terus memperkuat Silaturahim di keluarga ini. Antara lain

5
diadakan peringatan Haul Habib Alwi "Tanah Lapang” pada
tanggal 5 Syawal setiap tahun. Acara ini biasanya dijadikan ajang
berkumpul keluarga Wafuru’ihim yang tersebar di berbagai
tempat. Pada acara ini juga seringkali diadakan akad nikah,
tasmiyah, khitanan, dan sebagainya untuk menambah
keberkahan dari acara ini. Biasanya berdekatan dengan acara ini
juga diadakan penggalangan dana untuk membantu biaya
pendidikan keluarga yang kurang mampu.

Betapapun, acara-acara bagus seperti haul itu hanya dapat


diselenggarakan setahun sekali. Itupun cukup banyak juga
diantara anggota keluarga yang berhalangan untuk
menghadirinya karena berbagai keperluan. Sehingga diperlukan
pula media lain untuk silaturahim yang lebih intensif. Teknologi
digital menjadi solusi untuk masalah ini melalui aplikasi populer
yang banyak dan mudah digunakan, dalam hal ini adalah aplikasi
WhatsApp. Sehingga kemudian dibuatlah WhatsApp Group
(WAG) Wafuru’ihim yang beranggotakan banyak keluarga yang
ingin tetap dapat berkomunikasi walaupun dipisahkan jarak dan
kesempatan bertemu muka.

Melalui WAG Wafuru’ihim ini juga dilakukan beberapa inisiatif


seperti tadarus rutin, penggalangan dana untuk tujuan tertentu,
dan tentu saja saling berbagi informasi. Informasi yang
dipertukarkan di WAG ini sangat beragam, dari yang memang
“bergizi” sampai yang “hambar” dan bahkan “beracun”
semuanya ada di sini. Perdebatan panjang tanpa kesimpulan dan

6
saling sindir yang menjadi salah satu ciri khas keluarga ini juga
merupakan santapan sehari-hari di group ini. Tapi alhamdulillah
semuanya tidak sampai merusak silaturahim kekeluargaan.
Terutama faktor para sesepuh yang mampu mendinginkan
suasana atau memberikan peringatan apabila pembicaraan
bergerak ke arah yang tidak sehat atau kurang pantas membuat
percakapan di group ini dapat relatif terjaga.

Kemudian dengan niat untuk memperkuat silaturahim sekaligus


menambah manfaat dari perkumpulan kita di WAG tersebut,
maka muncul ide untuk mengadakan kajian rutin secara online.
Apalagi mengingat juga bahwa keluarga Wafuru’ihim ini punya
beberapa anggota yang sangat pantas untuk dapat dijadikan
sebagai narasumber kajian tersebut.

Setelah beberapa diskusi singkat, akhirnya disepakati untuk


mengadakan kajian online mingguan dengan fokus mengkaji al-
Qur’an (tadabbur). Berlaku sebagai narasumber utama adalah
Prof. Mohammad Nabil Almunawar. Alhamdulillah dengan
kesediaan beliau sebagai narasumber maka dimulailah tadabbur
al-Qur’an melalui Zoom Cloud Meeting pada Jum’at malam, 29
Oktober 2021. Surah pertama yang dikaji adalah Surah Yāsīn
yang sangat populer di kalangan kita maupun muslimin pada
umumnya.

Alhamdulillah, tadabbur al-Qur’an Surah Yāsīn itu telah dapat


diselesaikan dalam 8 kali pertemuan. Lalu kajian berlanjut untuk

7
mempelajari kandungan makna dari Surah Al-Kahfi dan
kemudian berlanjut lagi ke Surah al-Mulk. Alhamdulillah,
tadabbur al-Qur’an tersebut mendapatkan respon yang cukup
positif dari keluarga besar Wafuru’ihim. Harapannya semoga
dapat istiqomah serta semakin banyak yang mendapatkan
manfaat dari kajian ini.

Dalam rangka untuk memperluas manfaat dari kajian al-Qur’an


ini, maka terdapat setidaknya 2 inisiatif yang dilakukan. Pertama,
secara bertahap mengunggah rekaman dari kajian ini dalam
kanal Youtube Wafuru’ihim. Kemudian yang kedua adalah
dengan menuangkan yang sudah kita bahas bersama itu dalam
bentuk tertulis. Inisiatif kedua inilah yang menjadikan
disusunnya buku kecil yang sedang ada di tangan anda ini.

Buku ini kami beri nama “Tadabbur Wafuru’ihim”. Mengapa


Tadabbur? Karena buku ini merupakan upaya kami untuk
memahami pesan-pesan penting dari Al-Qur’an dengan
mengacu kepada pendapat berbagai ahli tafsir al-Qur’an dan
latar belakang keilmuan yang Penulis miliki. Mengapa
Wafuru’him? Karena upaya ini merupakan upaya bersama
keluarga besar Wafuru’ihim.

Buku ini terwujud atas dukungan penuh dan kerjasama yang rapi
dari Tim Pakar dan Tim Editor. Kepada Habib Alwi Shahab dan
Habib Husein Shahab, kami sampaikan jazakumullah khairul jaza
atas dukungan penuhnya dan validasi yang diberikan. Kepada

8
Tim Editor, Abdurrahman Shahab, Fatinah Shahab, Muzal
Kadzim Shahab, Husain Kamal Alhabsyi dan Syarifah Chadijah
Shahab juga disampaikan jazakumullah khairul jaza atas kerja
rapi dan teliti untuk memastikan buku ini enak dibaca. Tak lupa
diucapkan banyak terima kasih kepada Jihan al-Madihi yang
telah membantu desain buku, khususnya cover buku. Semoga
Allah‫ ﷻ‬membalas kerja yang ikhlas ini. Kepada jamaah
Pengajian Virtual Wafuru’ihim dan semua pihak yang
mendukung terwujudnya buku ini diucapkan banyak terima
kasih, semoga Allah‫ ﷻ‬membalasnya dengan karunia-Nya yang
melimpah.

Akhirnya, semoga mutiara-mutiara surah Yāsīn yang kami


tuangkan dalam buku kecil ini dapat bermanfaat. Tentu karena
keterbatasan yang kami miliki, kami sangat terbuka untuk kritik
dan masukan untuk menyempurnakan dan melengkapi mutiara-
mutiara yang memang tak akan ada habisnya.

Semoga Allah‫ ﷻ‬melanggengkan upaya kita untuk dapat terus


mempelajari mutiara-mutiara yang terkandung dalam al-Qur’an
yang sungguh amat luar biasa dan tak ada habisnya. Semoga
semakin banyak dan semakin luas manfaat dan keberkahan yang
dihasilkan dari perkumpulan Wafuru’ihim ini. Semoga kajian
tadabbur al-Qur’an Wafuru’ihim dapat terus berlanjut. Semoga
buku ini bukan buku terakhir yang dihasilkan dari perkumpulan
ini. Semoga silaturahim keluarga Wafuru’ihim ini dapat terus

9
terjaga. Semoga Allah‫ ﷻ‬meridhai dan memberkahi kita semua.
Aamiin YRA.

“Katakanlah (Muhammad), “Seandainya lautan menjadi tinta


untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah
lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS.
Al-Kahfi: 109)

Maha Benar Allah‫ ﷻ‬dalam segala firman-Nya.

Ramadhan 1443/April 2022

10
Mukaddimah
Surah Yāsīn termasuk surah yang sangat populer di kalangan
Umat Islam, karena sering sekali dibaca dalam berbagai
kesempatan. Banyak keluarga Muslim atau kelompok pengajian
mengamalkan membaca surah ini setiap malam Jum'at, atau
bahkan banyak juga orang yang mengamalkannya setiap hari,
pagi dan sore. Surah ini juga biasa dibaca ketika seorang sedang
sakit atau diperkirakan sedang menghadapi sakaratul maut
(nazak), dengan harapan memudahkan proses kewafatannya.

Kebiasaan yang dilakukan oleh Umat Islam tersebut memiliki


landasan dalil dari banyak hadits tentang keutamaan (fadhilah)
dari surah Yāsīn ini. Walaupun beberapa hadits yang dijadikan
dasar tersebut ada yang dinilai kurang kuat oleh sebagian
kalangan, tetapi mengamalkan sesuatu yang baik dengan hadist
yang kurang kuat bukanlah suatu yang perlu dipermasalahkan.
Apalagi banyak dalil umum maupun khusus lainnya yang
menguatkan untuk melanggengkan kebiasaan baik ini. Hanya
ada sebagian kecil kalangan yang berwawasan sempit dan
kurang berpengetahuan yang mengatakan bahwa amalan-
amalan baik seperti ini sebagai perbuatan bid’ah yang terlarang.
Kita berlepas diri dari dakwaan-dakwaan sempit semacam itu.

Banyak hadist Rasulullah‫ ﷺ‬mengungkapkan keutamaan


(fadhilah) surah Yāsīn yang mendukung pengamalannya, antara
lain Rasulullah‫ ﷺ‬mengatakan bahwa Surah Yāsīn ini adalah
qalbunya al-Qur’an. Rasulullah‫ ﷺ‬bersabda, “Sesungguhnya
segala sesuatu itu memiliki qalbu. Dan qalbu dari al-Qur’an

11
adalah Yāsīn. Barang siapa yang membacanya, maka Allah akan
mencatat baginya pahala membaca Al-Qur’an sepuluh kali.”
(HR. Tirmidzi dan Ad-Darimi).

Terdapat pula riwayat lain dari Ubay bin Kaab, dimuat pada kitab
Majma ’al-Bayan, yang menjelaskan bahwa jika ia dibaca hanya
untuk mendapatkan keridhaan Allah‫ﷻ‬, maka dosa-dosa seorang
mukmin yang membacanya akan diampuni dan pahalanya setara
dengan membaca al-Qur’an sebanyak 12 kali. Abu Daud
meriwayatkan pula hadist yang mirip dengan ini, yang berbunyi:
“Qalbu Al-Qur’an itu ialah surah Yāsīn. Tidaklah dibaca dia (surah
ini) oleh seseorang yang menghendaki keridhaan Allah dan
keselamatan di hari akhirat, melainkan Allah akan mengampuni
dosanya”. (HR. Abu Daud).

Sedangkan Ibnu Hibban meriwayatkan hadits tentang


keutamaan surah Yāsīn berkaitan dengan pengampunan dosa,
yaitu: “Barangsiapa yang membaca surah Yāsīn pada waktu
malam dengan mengharapkan wajah (Ridha) Allah, maka akan
diampuni dosanya”. Hadist yang mirip diriwayatkan pula oleh
Imam Ahmad bin Hanbal, yang berbunyi: "Barangsiapa
membaca surah Yāsīn setiap malam karena Allah SWT, maka
dosanya diampuni". (HR Ahmad).

Abu Daud meriwayatkan bahwa Rasulullah‫ ﷺ‬bersabda


“Bacakanlah surah Yāsīn kepada orang-orang yang meninggal di
antara kalian.” Dalam Tafsir al-Qurtubi, disebutkan hadits
serupa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah, an-
Nasa’i, Ibnu Hibban, ath-Thabrani, al-Hakim dan al-Baihaqi.

12
lmam Ahmad bin Hanbal mengatakan jika surah ini dibacakan di
dekat orang yang dalam sakaratul maut, Allah akan meringankan
baginya dan mudah keluar ruh dari jasadnya. Tambahnya pula,
"Surah ini dapat membawa rahmat dan berkat dan
memudahkan keluarnya ruh dari badan." Demikian dicatatkan
oleh lbnu Katsir dalam tafsirnya.

Jadi dalil-dalil yang mendukung ini cukup populer, tidak heran


kita menyaksikan banyak orang membaca surah Yāsīn ketika
orang meninggal atau sebelum membaca tahlil. Imam al-Qurtubi
juga memuat hadits terkait yang berbunyi: “Tidak ada seorang
mayit pun yang dibacakan surah Yāsīn kepadanya, kecuali AIlah
akan memberikan kemudahan kepadanya.” (as-Suyuti dalam al-
Jami al-Kabir dan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah).

Imam Ja’far as-Sadiq mengatakan “Bahwa segala sesuatu


memiliki qalbu dan qalbunya al-Qur’an adalah surah Yāsīn.”
(Biharul-Anwar). Selanjutnya Imam Ja’far juga mengatakan
bahwa “Siapa yang membacanya di pagi hari akan dilindungi
dari berbagai keburukan dan berbagai masalah. Jika dibaca di
malam hari yang membacanya akan dilindungi dari gangguan
setan, dijaga 70 ribu malaikat.”

Imam Ali bin Abi Thalib r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah‫ﷺ‬


bersabda “Lazimkanlah olehmu membaca surah Yāsīn, maka di
dalamnya ada dua puluh berkat. Jikalau yang membacanya
adalah orang lapar maka ia akan dikenyangkan. Jikalau yang
membacanya adalah orang telanjang (orang tak mampu

13
membeli pakaian) maka ia akan dikaruniai pakaian. Bila ia sakit
maka ia akan diberi kesembuhan”.
Sungguh banyak sekali keutamaan membaca surah Yāsīn.
Kiranya sebagian keutamaan-keutamaan tersebut di atas sudah
cukup membuat kita tergerak untuk mengamalkan membaca
surah Yāsīn, jika dapat lakukan setiap hari, setelah Maghrib dan
di pagi hari, atau paling sedikit seminggu sekali, di hari Jum’at
misalnya.

Nama dan Tema Utama Surah


Nama surah, Yāsīn, diambil dari ayat pertama surah ini. Surah
Yāsīn terdiri dari 83 ayat, semuanya diturunkan di Mekkah
(sehingga tergolong ke dalam surah-surah Makiyyah).
Berdasarkan urutan letak surah, surah ini adalah surah ke-36
pada Mushaf Uthmani. Surah Yāsīn diturunkan sebelum hijrah
yang pertama, yaitu hijrah ke Habasyah. Berdasarkan urutan
turun surah, urutan surah ini adalah urutan ke-41. Surah ini
turun setelah surah Jin (urutan ke-40) dan sebelum surah al-
Furqan (urusan ke-42).
Secara garis besar terdapat tiga tema utama yang dikandung
dalam surah Yāsīn ini, yaitu:
1. Tentang risalah/kenabian
Tema risalah/kenabian ini dimuat dari mulai ayat ke-1
sampai ayat ke-32. Ayat ke-1 sampai ayat ke-12 tentang
Rasulullah‫ﷺ‬, risalah yang beliau‫ ﷺ‬bawa, serta tanggapan
orang-orang musyrik dan orang-orang beriman. Lalu ayat
ke-13 sampai ayat ke-32 masih berkaitan dengan risalah,

14
yaitu kisah rasul-rasul yang diutus ke suatu negeri
(ashabul qaryah) dan tanggapan kaum negeri tersebut
pada ajakan para rasul.
2. Tentang aqidah/tauhid
Ayat ke-33 sampai ayat ke-47 memuat berbagai tanda-
tanda kebesaran dan kekuasaan Allah Yang Maha Esa.
3. Tentang hari Kiamat (ma’ad)
Ayat-ayat berupa peringatan dan tentang hari Kiamat
dimuat pada ayat ke-48 sampai ayat ke-68 yang
dilanjutkan dengan peringatan Rasulullah‫ ﷺ‬tentang hari
kebangkitan dengan bukti-bukti, termasuk kekuasaan
Allah‫ ﷻ‬untuk menghidupkan yang mati, yaitu pada ayat
ke-69 sampai ayat terakhir, ayat ke-83.

Rasulullah‫ ﷺ‬dan Risalahnya


َ ‫ إنَّكَ لَمنَ ۡٱل ُم ۡر‬٢ ‫ َو ۡٱلقُ ۡر َءان ۡٱل َحكيم‬١ ‫يس‬
٣ َ‫سلين‬
Yāsīn (1). Demi al-Quran yang penuh hikmah (2) Sesungguhnya
kamu salah seorang dari rasul-rasul (3).

Ayat pertama surah ini merupakan huruf muqattha’at yang


terdiri dari dua huruf yaitu huruf ‫ ي‬dan ٓ‫س‬. Sebelum kita
membahas makna ٓ‫يس‬, mari kita mengenal ayat-ayat al-Qur’an
yang terdiri dari huruf muqattha’at. Di dalam al-Qur’an terdapat
29 surah yang dimulai dengan huruf-huruf muqattha’at. Ada
yang terdiri dari satu huruf, dua huruf, tiga huruf, empat huruf
dan yang terbanyak adalah terdiri dari lima huruf. Tabel 1 berikut

15
merinci huruf-huruf muqattha’at tersebut, contoh huruf dan
dan surah-surah yang memuatnya.

Tabel 1 Huruf Muqattha’at dalam Al-Qur’an

Jumlah Jumlah Contoh dan Surahnya


Huruf Surah

Satu 3 Shād (‫ – )ص‬surah Shad; Qāf (‫ – )ق‬surah Qāf;


Nūn (‫ – )ن‬surah Nūn.

Dua 9 Thaha (‫ – )طه‬surah Thāha; Thā-Sin (‫ )طس‬-


surah an-Naml; Yāsīn (‫ – )يس‬surah Yāsīn;
Ha-Mīm (‫ – )حم‬surah-surah al-Mu’min,
Fushilat, az-Zukhruf, ad-Dukhan, al-
Jatsiyah, dan al-Ahqāf.
ٓ
Tiga 13 Alif Laam Miim (‫ – )الم‬surah-surah al-
Baqarah, Ali Imron, al-‘Ankabut, ar-Ruum,
ٓ
Luqman, dan as-Sajadah; Alif Laam Raa (‫)الر‬
– surah-surah Yunus, Hud, Yusuf; Ibrahim,
dan al-Hijr; Tha Siin Miim (‫ – )طسم‬surah-
surah asy-Syu'ara’ dan al-Qashash.
ٓ
Empat 2 Alif Laam Miim Shaad (‫ – )المص‬surah al-
ٓ
A’raf; Alif Laam Miim Raa (‫ – )المر‬surah ar-
Ra’du
ٓ
Lima 2 Kaaf Haa Yaa 'Ain Shaad (‫ – )كهيعص‬surah
Maryam; Ha Miim - Ain Siin Qaaf ( ١ ‫حم‬
٢ ‫ – )عسق‬2 ayat, surah Syūra.

16
Untuk ayat-ayat yang terdiri dari huruf-huruf muqatha’at ini,
sedikitnya terdapat 5 alternatif penafsiran dari para ahli tafsir,
yaitu sebagai berikut:
1. Merupakan nama surah, seperti Yāsīn, Thāha, Alif-lām-
mīm sajadah, dan Ha-mīm sajadah.
2. Merupakan semacam demonstrasi tantangan bagi para
pihak yang masih meragukan al-Qur’an, bahwa Kitab ini
tersusun dari huruf-huruf hija’iyah yang lazim digunakan.
Maka cobalah membuat dari huruf-huruf tersebut yang
semacam al-Qur’an, atau bahkan satu surah saja, niscaya
tidak akan bisa sampai kapanpun walaupun berkumpul
para ahli untuk melakukannya. Penafsiran ini dikuatkan
dengan fakta bahwa setelah huruf-huruf muqatha’at
dalam al-Qur’an selalu diikuti dengan ayat yang
menegaskan tentang kebenaran Al-Qur’an, kecuali pada
4 surah, yaitu surah Maryam, al-‘Ankabūt, ar-Rūm, dan
al-Qalam (Nūn).
3. Merupakan singkatan nama Allah, seperti misalnya Alif-
lam-mim ditafsirkan dengan memaknai alif sebagai Allah,
Lam sebagai al-Latif, dan mim sebagai al-Majid.
4. Memiliki nilai angka tertentu. Angka tersebut didapatkan
dengan cara memetakan huruf-huruf tersebut dengan
bobot angka menurut aturan tertentu. Setiap huruf
hijaiyah memilki nilai tertentu. Misalnya alif bernilai 1, ba
bernilai 2, jim bernilai 3, lam bernilai 50, mim bernilai 60.
Dengan memanipulasi nilai-nilai setiap huruf tersebut
maka akan dihasilkan sebuah angka yang merupakan

17
nilai dari huruf muqtha’at tersebut. Nilai angka tersebut
kemudian ditakwilkan pada pemaknaan tertentu. Banyak
kalangan melemahkan metode penafsiran/penakwilan
seperti ini karena dianggap tidak memiliki dasar yang
cukup memadai. Betapapun, ia adalah salah satu dari
kekayaan khazanah al-Qur’an yang coba dipahami oleh
manusia.
5. Tidak ditafsirkan, melainkan dengan menyerahkan
makna dari huruf-huruf tersebut kepada Allah‫ﷻ‬.

Adapun terkait Yāsīn, diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas r.a.


berpendapat bahwa Yāsīn merupakan bentuk singkat dari Ya
Insan (wahai manusia). Namun Ibnu Jarir menerangkan dalam
tafsirnya bahwa menurut Ibnu Abbas r.a. dalam satu riwayat
mengatakan bahwa kata Yāsīn itu adalah salah satu sumpah
yang digunakan oleh Allah‫ﷻ‬. Menurut riwayat tersebut, kalimat
itu adalah salah satu dari nama Allah‫ﷻ‬. Qatadah mengatakan
bahwa Yāsīn itu adalah salah satu dari nama al-Quran. Tersebut
dalam Tafsir Syaukani, Yāsīn adalah semata-mata nama Surah.
Sementara Hasan al-Basri mengatakan maknanya adalah Ya
Rajul (wahai lelaki). Sedangkan Muhammad al-Hanafiyah
mengatakan makna Yāsīn ini adalah Ya Sayyid al-Awwalin Wa al-
Akhirin (Wahai Penghulu makhluq yang pertama sampai dengan
yang akhir). Ada juga yang mengatakan maknanya adalah Ya
Muhammad‫ﷺ‬. Imam Ja’far ash-Shadiq mengatakan bahwa Yāsīn
dan juga Thāha adalah nama Rasulullah‫ﷺ‬.

18
Berkaitan dengan Yāsīn sebagai nama Rasulullah‫ﷺ‬, dalam suatu
majlis ilmu yang diselenggarakan oleh Khalifah Ma’mun dan
dihadiri oleh Imam Ali Ridha, Khalifah Ma’mun bertanya kepada
Imam Ali Ridha, apa sebenarnya makna Yāsīn? Imam Ali Ridha
kemudian menanyakan kepada para ulama yang hadir di majlis
itu. Semua ulama yang hadir mengatakan bahwa Yāsīn adalah
nama Rasulullah‫ﷺ‬. Kemudian ada riwayat dari Imam Ali bin Abi
Thalib r.a. yang dimuat di at-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an, yang
disusun Syaikh Tusi, mengatakan bahwa Allah‫ ﷻ‬memanggil
Rasulullah‫ ﷺ‬dengan tujuh nama di dalam al-Qur’an, yaitu:
1. Muhammad (Muhammad: 2),

2. Ahmad (as-Shaf: 6),

3. Thāha (Thāha:1),

4. Yāsīn (Yāsīn:1),

5. Abdullah (Jin:19),

6. al-Muzammil (al-Muzammil:1) dan

7. al-Mudatsir (al-Mudatsir:1).

Dalam teks Shalawat Badar yang sangat populer di kalangan


muslimin, khususnya di Indonesia, juga digunakan kata Yāsīn dan
Thāha yang ditujukan sebagai nama Rasulullah‫ﷺ‬. Sholatullah
salamullah 'Alā Thāha Rasuulillāh. Sholatullah salamullah 'Alaa
Yā Sīn Habiibillaah. Hal ini menguatkan bahwa pemaknaan Yāsīn

19
sebagai salah satu nama Rasulullah‫ ﷺ‬cukup populer di kalangan
kaum muslimin.

Pemaknaan Yāsīn sebagai salah satu nama Rasulullah‫ ﷺ‬juga


didukung dengan keserasian maknanya dengan ayat-ayat
berikutnya yang akan dijelaskan setelah ini.

َ ‫ إنَّكَ لَمنَ ۡٱل ُم ۡر‬٢ ‫َو ۡٱلقُ ۡر َءان ۡٱل َحكيم‬


٣ َ‫سلين‬
Demi al-Quran yang penuh hikmah. (2) Sesungguhnya engkau
sungguh salah seorang dari rasul-rasul (3).

Sebagian besar ayat-ayat muqatha’at diikuti dengan ayat yang


berkaitan dengan al-Qur’an. Pada surah ini, kata Yāsīn pada ayat
pertama diikuti dengan sumpah Allah‫ ﷻ‬dengan bersandar pada
al-Qur’an. Ayat ini menggunakan bentuk sumpah dengan huruf
waw (‫ )و‬dan harakat kasroh pada nun (‫)ن‬, ‫و ۡٱلقُ ۡر َءان‬.
َ .
Baik, mari kita perhatikan ayat kedua dan ketiga ini dengan
seksama. Setiap sumpah secara umum memiliki tiga unsur,
yaitu: (1) Bentuk sumpah (adat qasam); (2) sandaran sumpah
(al-muqsam bihi), dan (3) isi sumpah (al-muqsam ‘alaih). Ayat
kedua mengutarakan bentuk sumpah dan sandaran sumpah,
sementara ayat ketiga adalah isi sumpah. Sebagaimana
dijelaskan diatas, bentuk sumpah yang digunakan pada ayat
kedua ini adalah menggunakan waw qasam. Sandaran sumpah
yang digunakan pada ayat ini adalah al-Qur’an. Sebenarnya
Allah‫ ﷻ‬tidak perlu bersumpah, melainkan sumpah itu ditujukan
untuk penekanan yang kuat terhadap isi sumpahnya (al-muqsam
‘alaih), yakni untuk meyakinkan orang yang masih ragu-ragu

20
akan kandungan al-Qur’an. Disamping itu sandaran sumpah itu
juga kiranya dimaksudkan untuk memberikan nilai yang sangat
tinggi pada sesuatu yang menjadi sandaran sumpah tersebut (al-
muqsam bih).

Terdapat berbagai sandaran sumpah yang digunakan di dalam


al-Qur’an. Jika sesuatu digunakan sebagai sandaran sumpah,
maka hal itu mengindikasikan pentingnya sesuatu itu serta
pentingnya untuk mengenal dan memelajarinya dengan
seksama. Diantara sandaran sumpah yang digunakan al-Qur’an
adalah obyek-obyek yang terdapat di bumi seperti bumi itu
sendiri, tempat-tempat di bumi seperti kota Mekah dan bukit
Thursina, tin, zaitun, dan sebagainya. Lalu juga obyek-obyek luar
biasa di alam semesta seperti langit, matahari, bintang dan
galaksi. Waktu juga banyak digunakan sebagai sandaran sumpah
seperti waktu fajar, siang, malam, ashar, dan sebagainya.
Semuanya merupakan sesuatu yang luar biasa dan perlu
diperhatikan serta dipelajari dengan seksama.

Pada ayat kedua ini sandaran sumpah yang digunakan adalah al-
Qur’an beserta salah satu sifatnya, yaitu bijaksana (al-hakim).
Sumpah ini digunakan untuk menegaskan dan meyakinkan orang
yang masih ragu-ragu tentang kebenaran kerasulan Nabi
Muhammad‫ﷺ‬, Sang Yāsīn.

Setidaknya terdapat dua hal penting berkaitan dengan al-Qur’an


yang dijadikan sebagai sandaran sumpah untuk Rasulullah‫ﷺ‬.
Pertama, bahwa al-Qur’an itu merupakan wahyu yang
diturunkan kepada Rasulullah‫ﷺ‬. Kedua adalah pentingnya

21
orang-orang beriman untuk memperhatikan, mempelajari dan
mengamalkan al-Qur’an. Menarik pula ketika sifat al-Qur’an
yang disebut pada ayat ini adalah al-hakim (bijaksana). Padahal
sifat bijaksana hanya terdapat pada sesuatu yang hidup dan
berilmu. Kita tidak bisa menyifati suatu benda mati sebagai
bijaksana, sebagaimana kita tidak akan menyifati orang hidup
yang bodoh atau berilmu sedikit atau berwawasan sempit
sebagai bijaksana pula. Jadi al-Qur’an itu “hidup” dan
mengandung padanya samudera ilmu yang luas. Bahkan al-
Qur’an itu tidak hanya hidup, tetapi juga menghidupkan dan
menggerakkan hati orang yang membaca dan menekuninya,
memberikan cahaya kepada qalbunya sehingga orang tersebut
dapat menjadi seorang yang bijaksana. Betapa hebatnya
kandungan ayat kedua yang pendek ini. Hanya dua kata, tetapi
luar biasa dalam dan luas ilmu yang terkandung padanya.
Sepatutnya ayat ini memicu kita untuk menekuni al-Qur’an agar
kita menjadi orang yang hidup, menghidupkan, berilmu dan
bijaksana.

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa ayat ke-2 ini merupakan


sumpah Allah‫ ﷻ‬demi firman-Nya (al-Qur’an) yang hakim, bahwa
kekasih-Nya (Muhammad‫ﷺ‬, Sang Yāsīn) itu, benar-benar
seorang rasul yang diutus oleh-Nya. Ayat ini merupakan
pembelaan Allah‫ ﷻ‬untuk Nabi‫ ﷺ‬yang sedang menghadapi
banyak hujatan dan ancaman dari musyrikin Mekkah, sekaligus
pengukuhan yang sangat mantap bahwa beliau‫ ﷺ‬adalah seorang
rasul-Nya. Rasul yang diutus dengan risalah agung yang tertuang

22
dalam kitab suci yang agung, hidup, penuh kebijaksanaan, serta
otentik, yaitu al-Qur’an.

َّ ‫ تَنزي َل ۡٱل َعزيز‬٤ ‫علَى ص َرط ُّم ۡستَقيم‬


٥ ‫ٱلرحيم‬ َ
(Yang berada) diatas jalan yang lurus (4) (sebagai wahyu) yang
diturunkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang (5).

Ayat keempat adalah penjelasan tentang isi sumpah, yaitu


tentang kerasulan Nabi Muhammad‫ ﷺ‬dan pengukuhan lebih
lanjut. Bahwasanya Nabi Muhammad‫ ﷺ‬itu selalu berada pada
jalan yang lurus. Ayat ini merupakan penegasan yang sangat
jelas dari Allah‫ ﷻ‬bahwa Rasulullah‫ ﷺ‬selalu berada di atas jalan
yang benar. Ayat ini kiranya dapat menjadi salah satu dasar bagi
kita untuk menolak atau setidaknya mengkaji ulang jika terdapat
penafsiran ayat atau riwayat-riwayat yang menuturkan seolah
ketergelinciran Rasulullah‫ ﷺ‬pada suatu peristiwa tertentu dari
jalan kebenaran yang lurus. Setiap muslim dalam sholatnya
selalu memohon pada Allah‫ ﷻ‬untuk dibimbing ke jalan yang
lurus (ihdina ash-shirath al-mustaqim). Pada ayat ini, Allah‫ﷻ‬
menegaskan bahwa Rasulullah‫ ﷺ‬telah berada di atas jalan yang
lurus tersebut.

Dengan demikian mereka yang mengikuti jejak beliau‫ ﷺ‬pasti


juga berada pada jalan yang lurus. Jadi untuk berada pada jalan
yang lurus itu mudah, ikuti saja jejak Rasulullah‫ﷺ‬. Bukankah
beliau‫ ﷺ‬adalah suri tauladan yang terbaik?1 Mungkinkah Allah‫ﷺ‬
meminta kita mengikuti seseorang yang mungkin salah jalan di

1 Rujuk al-Qur’an Surah al-Ahzab, ayat 21

23
saat tertentu, dan berada di jalan yang benar di saat yang lain?
Ayat ini menegaskan bahwa Rasulullah‫ ﷺ‬sungguh berada di atas
jalan yang benar!

Selanjutnya ayat ke-5 merupakan keterangan lebih lanjut


tentang al-Qur’an. Bahwa al-Qur’an itu diturunkan (maksudnya
ayat-ayatnya) secara bertahap (tanzil) kepada Rasulullah‫ﷺ‬. Kata
“tanzil” mengindikasikan diturunkan secara bertahap melalui
perantara Malaikat Jibril atas perintah Allah‫ ﷻ‬untuk disampaikan
kepada Rasulullah‫ﷺ‬. Al-Qur’an itu berasal dari Allah Yang Maha
Perkasa, lagi Maha Penyayang.

Dalam ayat ini disebutkan dua sifat Allah‫ﷻ‬. Pertama adalah Dia
Yang Maha Perkasa, yaitu barangsiapa yang melanggar
peraturan Tuhan dengan sengaja, menyeleweng dari jalan lurus
itu karena memperturutkan hawa nafsunya sendiri, tidak
memperdulikan tuntunan Rasul‫ﷺ‬, maka orang itu dapat
dihukum oleh Tuhan dengan sifatNya Yang Perkasa, yang tidak
dapat dielakkan dan dikalahkan.

Kemudian sifat kedua yang digandengkan disini adalah sifat-Nya


Yang Maha Penyayang. Hal ini menunjukkan bahwa apabila
manusia tetap ikhlas menuju tujuan, menuju ridha Tuhan,
meskipun menemui berbagai kesulitan, kadang-kadang
terjerembab jatuh, kadang-kadang terpeleset, kadang-kadang
terhenti karena kehabisan nafas, namun tidak pernah putus asa,
dan bangun kembali dan meneruskan perjalanan kembali
menuju tujuan yang tidak pemah berubah, maka ketahuilah

24
bahwa Allah‫ ﷻ‬memiliki sifat Maha Penyayang (Rahīm). Seperti
antara lain ditegaskan pula pada ayat berikut:

“… Tuhanmu telah menetapkan sifat kasih sayang pada diri-Nya,


(yaitu) barang-siapa berbuat kejahatan di antara kamu karena
kebodohan, kemudian dia bertobat setelah itu dan memperbaiki
diri, maka Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-
An'am: 54)

Sungguh betapa hebatnya al-Qur’an ini. Maka jangan sia-siakan


Kitab Suci yang sangat mulia ini. Ia berasal dari Allah‫ ﷻ‬yang
menciptakan kita, sebagai anugerah dan wujud kasih sayang-Nya
yang luar biasa. Ia berisi bimbingan atau petunjuk agar kita dapat
kembali kepada-Nya dengan mudah dan selamat.

Ayat keempat dan kelima di atas diperjelas oleh ayat 52 dan 53


surah asy-Syūra berikut:
‫ب َو َل‬ ُ َ‫وحا م ۡن أَمۡ رنَا َما كُنتَ ت َۡدري َما ۡٱلكت‬ٗ ‫َو َكذَلكَ أَ ۡو َح ۡينَا إلَ ۡيكَ ُر‬
َََ‫ورا نَّهۡ دي بهۦ َمن نَّشَا ُء م ۡن عبَادنَا َوإِنَّك‬ ٗ ُ‫ۡٱۡلي َم ُن َولَكن َجعَ ۡلنَهُ ن‬
‫س َم َوت‬ َّ ‫ٱّلل ٱلَّذي لَهُۥ َما في ٱل‬
َّ ‫ ص َرط‬٥٢ َ‫لَتَ ۡهدِيََإِلَىََ ِص َرطََ ُّم ۡستَ ِقيم‬
٥٣ ‫ور‬ ُ ‫ير ۡٱۡل ُ ُم‬ َّ ‫َو َما في ۡٱۡل َ ۡرض أَ َل إلَى‬
ُ ‫ٱّلل تَص‬
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an)
dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui
apakah Al-Kitab (al-Quran) dan tidak pula mengetahui apakah
iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Quran itu cahaya, yang
Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara
hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar
memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (52) (Yaitu) jalan

25
Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali
semua urusan. (53) (QS. asy-Syūra: 52-53)

َ ‫لتُنذ َر قَ ۡو ٗما َّما أُنذ َر َءابَا ُؤه ُۡم فَ ُه ۡم‬


٦ َ‫غفلُون‬
Agar engkau memberi peringatan kepada kaum yang bapak-
bapak mereka belum pernah diberi peringatan, sehingga mereka
lalai (6).

Ayat 6 ini mengungkapkan salah satu misi Rasulullah‫ﷺ‬, yaitu


memberikan peringatan, peringatan untuk mereka yang
mempraktekkan kesyirikan dan banyak melakukan perbuatan
fasad (kerusakan). Ayat ini mengungkapkan sasaran misi
tersebut dimulai dari kaum musyrikin di Mekkah dan sekitarnya.
Disebutkan bahwa kaum ini telah lama tidak mendapatkan
peringatan, sehingga banyak dari kalangan kaum yang menghuni
kota Mekkah ini lalai dan tersesat, menyembah banyak berhala.

Kaum yang menghuni kota Mekkah sebagian besar adalah


keturunan dari Nabi Ismail as sehingga agama asal penduduk
Mekkah adalah agama tauhid, Agama Islam, yang mengikuti
syariat yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim as. Agama Islam
dengan syariat Nabi Ibrahim as ini dianut oleh penduduk Mekkah
sejak zaman Nabi Ismail as sampai pemimpin Bani Khuza’ah yang
bernama Amr bin Luhay yang jadi penguasa Mekkah saat itu
(sekitar tahun 140 – 150 SM) membawa berhala Hubal yang
dibelinya dari daerah Syam. Amr berinisiatif meletakkan Hubbal
di Ka’bah dan mengajak penduduk Mekkah menyembah Hubal.

26
Karena Amr ini adalah seorang pemimpin yang disegani, maka
perintahnya diikuti sebagian besar penduduk Mekkah.
Akibatnya, penduduk Mekkah menjadi tersesat, menyembah
berhala. Walaupun ada orang-orang saleh yang memberikan
peringatan, namun sejak Nabi Ismail as wafat, belum ada lagi
seorang rasul yang diutus untuk penduduk Mekkah. Surah al-
Jumu'ah ayat 2 menjelaskan kondisi penduduk Mekkah atau
orang Arab secara umum.

َ ‫ول م ۡن ُه ۡم يَ ۡتلُوا‬
‫علَ ۡيه ۡم َءايَتهۦ َويُزَ كيه ۡم‬ ُ ‫ث في ۡٱۡل ُمينَ َر‬
ٗ ‫س‬ َ َ‫ه َُو ٱلَّذي بَع‬
٢ ‫ضلَل ُّمبين‬ َ ‫ب َو ۡٱلح ۡك َمةَ َوإن َكانُوا من قَ ۡب ُل لَفي‬ َ َ‫َويُعَل ُم ُه ُم ۡٱلكت‬
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya
kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka
Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS. al-
Jum’ah: 2).

Kata ummiyyin (jamak dari ummi) menggambarkan keadaan


orang Arab secara umum, berlaku juga untuk penduduk kota
Mekkah. Ummiyyin yang diterjemahkan sebagai kaum buta
huruf lebih tepat dimaknai sebagai kaum tidak terpelajar, karena
banyak juga di kalangan orang-orang Quraisy itu yang dapat
membaca. Atau mungkin lebih tepat dimaknai sebagai kaum
yang belum menerima kitab, kalau kita bandingkan dengan
orang-orang Yahudi yang ada di utara (Madinah) atau orang-
orang Nasrani yang ada di Yaman sebagaimana yang dijelaskan
di atas.

27
Penduduk Mekkah ini terkenal pandai berniaga. Mereka
biasanya melakukan perjalanan niaga ke Yaman pada musim
dingin dan ke Syam pada musim panas. Seperti yang
diungkapkan al-Quran “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan
musim panas.” (QS. Quraisy: 1-2).
Mereka berinteraksi dengan orang-orang Yahudi yang tinggal di
kota Yatsrib (Madinah). Mereka juga sering mendapat
pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang Yahudi yang tidak
mampu mereka jawab, sehingga dianggap bodoh oleh orang-
orang Yahudi. Demikian pula ketika mereka berinteraksi dengan
orang-orang Nasrani di Yaman. Karena merasa rendah diri, tidak
memiliki kitab suci seperti yang dimiliki oleh orang-orang Yahudi
(Kitab Taurat) atau kitab Injil yang dimiliki oleh orang-orang
Nasrani, kaum Quraisy yang merupakan pemimpin kabilah di
Mekkah sangat berharap akan ada seorang rasul yang memiliki
kitab yang diturunkan untuk mereka, sehingga mereka dapat
menandingi atau bahkan mengungguli orang-orang Yahudi
maupun Nasrani.
Kemudian Allah‫ ﷻ‬mengutus seorang nabi dari kalangan mereka
sendiri, yaitu Nabi Muhammad‫ ﷺ‬dan menurunkan wahyu-Nya,
yaitu al-Qur’an, untuk membimbing mereka ke jalan yang lurus,
serta memberikan peringatan-peringatan bahwa apa yang
mereka lakukan selama ini adalah praktik sesat yang membuat
mereka terjerumus dalam kegelapan. Namun, ketika utusan
Allah‫ ﷻ‬itu menyampaikan peringatan-peringatan dan juga kabar
gembira dengan membacakan ayat-ayat al-Qur’an yang

28
diturunkan kepadanya, sebagian besar pemimpin menolaknya
dengan keras, memusuhinya bahkan melecehkan ajaran yang
disampaikan oleh Nabi‫ﷺ‬.

Tanggapan Kaum Musyrikin dan Akibatnya


‫ إنَّا َج َع ۡلنَا في أَ ۡعنَقه ۡم‬٧ ‫علَى أَ ۡكثَره ۡم فَ ُه ۡم َل ي ُۡؤمنُو َن‬ َ ‫لَقَ ۡد َح َّق ۡٱلقَ ۡو ُل‬
َ ‫ َو َج َع ۡلنَا من َب ۡين أَ ۡيديه ۡم‬٨ َ‫ي إلَى ۡٱۡل َ ۡذقَان فَ ُهم ُّم ۡق َم ُحون‬
‫س ٗدا‬ َ ‫أَ ۡغلَ ٗل فَه‬
‫علَ ۡيه ۡم‬
َ ‫س َواء‬ َ ‫ َو‬٩ َ‫س ٗدا فَأ َ ۡغش َۡينَ ُه ۡم فَ ُه ۡم َل يُ ۡبص ُرون‬ َ ‫َوم ۡن خ َۡلفه ۡم‬
١٠ َ‫َءأَنذَ ۡرت َ ُه ۡم أَ ۡم لَ ۡم تُنذ ۡره ُۡم َل ي ُۡؤمنُون‬
Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah)
terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman (7).
Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka,
lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka
tertengadah (8). Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding
dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata)
mereka sehingga mereka tidak dapat melihat (9). Sama saja bagi
mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka atau
kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak
akan beriman (10).

Sebelumnya dijelaskan bahwa harapan kaum Quraisy telah


terpenuhi, yaitu untuk didatangkan seorang rasul yang
membawa kitab. Bukankah sepatutnya mereka bersyukur
kepada Allah‫ﷻ‬, yakni beriman kepada rasul itu dan mengikuti
petunjuk-petunjuk yang disampaikannya? Namun, yang terjadi
sebaliknya. Mereka tidak bersyukur, menolak rasul dan kitab suci
yang diturunkan kepadanya. Betapa jahil mereka ini. Ayat 7

29
menjelaskan implikasi dari penolakan tersebut, yaitu berlaku
suatu perkataan atau ketentuan terhadap orang-orang yang
menolak kebenaran. Apa ketentuan tersebut?

Untuk memahami apa yang dimaksudkan perkataan itu, kita


harus menelusuri peristiwa ketika Adam as diciptakan. Kisah ini
terdapat di beberapa surah. Mari kita perhatikan kisah yang
terdapat pada surah Shād, dari ayat ke-71 sampai ayat ke-85.
Kita fokuskan pada ayat ke-84 dan 85. Terjemahan ayat ke-71
sampai ayat ke-85 adalah sebagai berikut.

(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat:


"Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah"
(71). Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan
Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu
tersungkur dengan bersujud kepadanya". Lalu seluruh malaikat-
malaikat itu bersujud semuanya (73). Kecuali iblis; dia
menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang
yang kafir. Allah berfirman: "Hai iblis, apakah yang menghalangi
kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua
tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu
(merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?" (75). Iblis
berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan
aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah" (76).
Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga;
sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk (77).
Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari
pembalasan" (78). Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah
aku sampai hari mereka dibangkitkan" (79). Allah berfirman:

30
"Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi
tangguh (80), sampai kepada hari yang telah ditentukan
waktunya (hari Kiamat)" (81). Iblis menjawab: "Demi kekuasaan
Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya (82), kecuali
hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka” (83). Allah
berfirman: "Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya
kebenaran itulah yang Kukatakan" (84). Sesungguhnya Aku
pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu
dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara
mereka kesemuanya (85).

Jadi perkataan atau ketentuan yang dimaksudkan pada ayat 7


adalah ketetapan kepada pengikut Iblis atau proxy-nya (setan),
yakni mereka yang menolak kebenaran yang nyata, bahwa
mereka akan dijebloskan ke neraka, sebagaimana dengan jelas
dinyatakan pada ayat 84 dan 85 surah Shād di atas.

Para pengikut setan ini memang telah menempuh jalan yang


sesat. Ayat 8 menjelaskan dengan sangat indah, bahwa mereka
yang sesat tidak mampu melihat dan memahami ayat-ayat
Allah‫ ﷻ‬yang terdapat pada diri mereka sendiri. Padahal jika
mereka menggunakan akal mereka, semua anggota tubuh
mereka terdapat tanda-tanda kekuasaan dan keesaan Allah‫ﷻ‬.
Namun, karena mereka menolak kebenaran yang disampaikan
oleh Rasulullah‫ﷺ‬, maka mereka menjadi buta terhadap diri
mereka sendiri. Hal ini diumpamakan sebagai belenggu yang
dipasang di leher mereka, yang membuat mereka terdongak ke
atas (tertengadah), sehingga tidak mampu melihat diri mereka
sendiri. Mereka mengikuti iblis yang sombong, tidak mau

31
mendengar dan mengikuti peringatan dan petunjuk jalan yang
benar. Dengan demikian, jalan apapun yang mereka tempuh
adalah jalan sesat.

Ketidakmampuan mereka melihat diri mereka sendiri ditambah


pula dengan ketidakmampuan melihat lingkungan sebagaimana
dipaparkan pada ayat 9. Bahkan, ditegaskan jalan benar untuk
mereka sudah tertutup karena mereka menolak kebenaran yang
disampaikan oleh Rasulullah‫ﷺ‬. Padahal sebenarnya nurani
mereka dapat merasakan kebenaran itu. Namun, perasaan itu
telah mereka kubur sendiri; sama saja diberi peringatan ataupun
tidak, mereka tetap tidak akan beriman. Hati mereka telah
terkunci mati, tidak mampu melihat atau merasakan kebenaran.

Kenyataan yang difirmankan Allah‫ ﷺ‬pada ayat 10 ini kiranya


dapat menghibur Rasulullah‫ ﷺ‬yang berdakwah dengan gigih
untuk menunjukkan dan mengajak mereka ke jalan yang benar,
jalan yang selamat namun ditolak oleh kaumnya. Sehingga ayat
ini mengingatkan bahwa Rasulullah‫ ﷺ‬tidak perlu menghiraukan
para pengikut setan ini. Mereka ini, para oligarki Mekkah seperti
Abu Jahal, Abu Lahab dan Walid bin Mughirah, sudah
bertransformasi menjadi setan. Mereka bukanlah target
dakwah. Karena mereka pada hakikatnya memiliki dinding
penghalang di hadapan dan di belakang mereka, serta menutup
mata mereka sendiri sehingga mereka tidak dapat melihat dan
menerima kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah‫ﷺ‬.

32
Target Dakwah
‫ٱلر ۡح َم َن ب ۡٱلغ َۡيب فَبَش ۡرهُ ب َم ۡغف َرة‬
َّ ‫ي‬َ ‫إنَّ َما تُنذ ُر َمن ٱتَّبَ َع ٱلذ ۡك َر َوخَش‬
١١ ‫َوأَ ۡجر َكريم‬
Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-
orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada
Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatnya.
Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan
pahala yang mulia (11).

Ayat 11 ini menegaskan bahwa Rasulullah‫ ﷺ‬tidak perlu merasa


risau kalau para oligarki Mekkah yang mendustakan dan tidak
mau menerima pesan dakwah beliau‫ﷺ‬. Tugas beliau‫ ﷺ‬hanyalah
memberi peringatan kepada mereka yang peduli, bersedia
mengikuti peringatan itu, dan mereka takut kepada Allah‫ﷻ‬,
Tuhan Maha Pemurah (Ar-Rahman), walaupun mereka tidak
melihat-Nya.

Ayat ini sangat padat, menggambarkan orang-orang yang


beriman, yang mendengarkan dengan tekun peringatan-
peringatan yang disampaikan Rasulullah‫ﷺ‬, kemudian mengikuti
(aż-Żikr) karena mereka takut kepada Allah‫ﷺ‬. Mereka ini akan
dianugerahi dua hal yang sangat luar biasa, yaitu ampunan dan
pahala yang berlimpah (ajrin karim). Bagian pertama ayat ini
mengungkapkan kondisi dan bagian keduanya adalah implikasi.

Dua kondisi yang disebut ayat ini adalah mengikuti aż-Żikr dan
takut (khosyiya) kepada Allah‫ﷻ‬. Kata aż-Żikr pada ayat ini dapat

33
bermakna secara umum yaitu peringatan, juga khusus karena
kata ini adalah ism ma'rifah (diawali kata “al”), sehingga yang
maksud aż-Żikr di sini adalah al-Qur’an. Makna aż-Żikr sebagai al-
Qur’an dapat kita ambil dari ayat pertama surah Shad:

١ ‫ص َو ۡٱلقُ ۡر َءان ذي ٱلذ ۡكر‬


Shād, demi al-Quran yang mengandung peringatan (Shād:1)
Jadi makna mengikuti aż-Żikr itu adalah mengikuti atau mentaati
ayat-ayat al-Qur'an yang diwahyukan kepada Rasulullah‫ﷺ‬, yang
di dalamnya mengandung tidak hanya peringatan-peringatan,
tetapi juga petunjuk-petunjuk. Mengikuti aż-Żikr di sini bersifat
komprehensif, mengikuti al-Qur’an dan tentu saja mengikuti
sunnah Rasulullah‫ ﷻ‬yang tiada lain adalah implementasi al-
Qur’an dan penjelasan yang lebih detail.
َ
Kata khosyiya (‫ش‬
ِ ‫ )خ‬bermakna takut; tetapi makna takut di sini
berbeda dengan makna takut yang menggunakan kata khouf
(‫ )خوف‬yang juga banyak terdapat di dalam al-Qur’an. Dalam
khouf ada rasa takut yang bersifat natural, yaitu takut kepada
ancaman yang membahayakan diri seperti takut kepada
binatang buas. Rasa takut natural atau khouf ini adalah bentuk
pertahanan diri; sehingga jika seseorang melihat ada ancaman
maka dia akan menghindar atau menjauhinya. Sedangkan
khosyiya adalah rasa takut yang muncul karena pengetahuan,
kekaguman atau cinta. Seorang mukmin, memiliki pengetahuan
tentang Allah‫ﷻ‬, lalu mencintai-Nya. Maka rasa takut yang
muncul adalah rasa takut dijauhi; atau rasa takut jika yang

34
dicintai (dalam hal ini Allah‫ )ﷻ‬tidak menyukai apa yang
dilakukannya. Khosyiya akan membuat orang beriman
mendekatkan diri kepada Allah‫ﷻ‬, berusaha dengan sungguh-
sungguh untuk taat kepadaNya agar disenangi-Nya.

Yang menarik, kata khosyiya ini digandengkan dengan Ar-


Rahman. Bukankah Ar-Rahman itu selalu memberi dan
melimpahkan berbagai nikmat kepada seluruh makhluk-Nya,
baik ia beriman ataupun tidak? Mengetahui Allah‫ ﷻ‬sebagai Ar-
Rahman akan mendatangkan optimisme dan harapan. Sehingga
khosiya Ar-Rahman adalah rasa takut kepada Allah‫ﷻ‬, Dzat Yang
selalu menganugerahkan kasihNya kepada segala sesuatu. Oleh
karenanya akan terjadi keseimbangan antara takut dan harapan.
Mengikuti aż-Żikr (al-Qur’an) disertai adanya khosyiya di dalam
diri seseorang beriman akan menjamin langkah-langkahnya
berada pada jalan yang lurus. Implikasinya, dia mendapatkan
ampunan dari Allah‫ ﷻ‬karena Dia Maha Mengetahui kelemahan
hambaNya yang terkadang suka kalah oleh godaan setan dan
hawa nafsunya. Sementara amal soleh yang mereka lakukan
akan diberikan pahala yang berlipat ganda lagi mulia (ajrin
karim). Kedua hal tersebut akan mengantarkan sang hamba
untuk mendapatkan kedudukan yang mulia di sisi-Nya.

Amal dan Atsarnya


ُ ُ ‫إنَّا ن َۡح ُن نُ ۡحي ۡٱل َم ۡوتَى َون َۡكت‬
‫ب َما قَ َّد ُموا َو َءاثَ َره ُۡم َوكُ َّل ش َۡيء‬
١٢ ‫ص ۡينَهُ في إ َمام ُّمبين‬ َ ‫أَ ۡح‬
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami
menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas

35
yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan
dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh) (12).

Ayat 12 ini banyak ditafsirkan sebagai kebangkitan pada Hari


Kiamat nanti. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa Allah‫ﷻ‬
akan membangkitkan orang mati. Mengapa Allah‫ﷻ‬
membangkitkan orang yang telah mati? Untuk menjawab
pertanyaan ini, kita perlu memahami tujuan penciptaan. Dalam
surah al-Baqarah ayat 30, Allah‫ ﷻ‬berfirman: “Ingatlah ketika
Tuhanmu berkata kepada Malaikat, sesungguhnya kami
mengangkat seorang khalifah di bumi …”. Manusia diciptakan
Allah‫ ﷻ‬dengan tugas menjadi wakil Allah‫ ﷻ‬di muka bumi, untuk
membangun dan memelihara dunia ini dengan sebaik-baiknya.
Allah‫ ﷻ‬menciptakan manusia dengan segala potensinya yang
dibutuhkan untuk menjalankan tugas tersebut. Karena itu,
manusia akan dimintai pertanggungjawabannya atas tugas dari
Allah‫ ﷻ‬tersebut.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah tersebut, seluruh


aktivitasnya harus ditujukan sebagai ibadah pada Allah‫ ﷻ‬semata.
Sebagaimana diungkap pada ayat 56 surah adz-Dzariat, “Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Ku.” Jika hidup manusia tidak sesuai dengan tujuan
penciptaan, yaitu tidak menjalankan tugas-tugasnya sebagai
khalifah di muka bumi ini dengan baik serta tidak mengarahkan
seluruh aktivitasnya hanya sebagai ibadah pada Allah‫ ﷻ‬semata,
maka kelak mereka dapat tinggal di neraka, seburuk-buruk
tempat kembali.

36
Disamping penafsiran yang umum tersebut diatas, ayat ini dapat
pula ditafsirkan bahwa Allah‫ ﷻ‬adalah yang Maha Menghidupkan
hati-hati yang telah mati. Hati yang telah buta, yang tertutup
dengan dinding penghalang di depan dan di belakangnya.
Tidaklah sulit bagi Allah Yang Maha Pengampun dan Penyayang
untuk menghidupkan kembali hati yang telah mati tersebut.

Selanjutnya ditegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh manusia


dengan segala potensi yang telah diberikan Allah‫ ﷻ‬padanya di
dunia ini seluruhnya tercatat dengan rinci, akurat, dan aman.
Semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. Sebagaimana
dalam ayat lain disebutkan bahwa: “Tiap-tiap diri bertanggung
jawab atas apa yang telah diperbuatnya” (al-Mudatsir:38).

Setiap perbuatan manusia, sekecil apapun, akan direkam dan


diganjar. “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat
zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang
siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya
dia akan melihat (balasan) nya pula” (al-Zalzalah: 7-8).

Hal yang sangat menarik disebut pada ayat 12 ini adalah bahwa
Allah‫ ﷻ‬tidak hanya menilai amal-amal yang telah dilakukan
manusia, melainkan juga akan memperhitungkan atsar atau
bekas perbuatan yang ditinggalkan. Maksudnya, jika seseorang
mengajarkan atau memerintahkan perbuatan baik, maka dia
mendapatkan pahala perbuatan baik orang-orang yang
mengikuti anjuran atau perintahnya, tanpa mengurangi pahala
dari perbuatan baik (amal saleh) orang yang melakukannya.
Sebaliknya, jika seseorang mengajarkan atau memerintahkan

37
perbuatan buruk atau maksiat, maka dia menanggung dosa
perbuatan buruk orang-orang yang mengikuti anjuran atau
perintahnya, tanpa mengurangi dosa orang yang melakukan
perbuatan buruk itu. Pemahaman tentang atsar ini harus
dihayati dengan baik agar kita lebih bersemangat untuk
mengajak orang berbuat baik dan berpikir seribu kali untuk
mengajak orang melakukan perbuatan maksiat.

Pada akhir ayat disebutkan bahwa semua perbuatan ataupun


atsar-nya direkam dengan sempurna dan rekamannya disimpan
di suatu tempat yang disebut imamim mubin. Para mufassir
mengatakan bahwa imamim Mubin adalah Lauhul Mahfuz.
Rekaman perbuatan itu kelak digunakan sebagai bukti dalam
Mahkamah terakhir di Padang Mahsyar.

Kisah Ashabul Qaryah


‫ إ ۡذ‬١٣ َ‫سلُون‬ َ ‫ب ۡٱلقَ ۡريَة إ ۡذ َجا َءهَا ۡٱل ُم ۡر‬ َ ‫ٱضر ۡب لَ ُهم َّمثَ ًل أَصۡ َح‬ ۡ ‫َو‬
َ ‫س ۡلنَا إلَ ۡيه ُم ۡٱثن َۡين فَ َكذَّبُوهُ َما فَعَ َّز ۡزنَا بثَالث فَقَالُوا إنَّا إلَ ۡي ُكم ُّم ۡر‬
َ‫سلُون‬ َ ‫أَ ۡر‬
١٤
Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk
suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka (13).
(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan,
lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan
dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata:
"Sesungguhnya kami adalah orang-orang diutus kepadamu"
(14)

38
Ayat 13 adalah awal kisah ashabul qaryah, kisah tentang suatu
penduduk negeri yang mendustakan rasul-rasul yang diutus
untuk mereka, yang berakhir dengan kehancuran negeri beserta
penghuninya. Kisah ini adalah suatu perumpamaan bagi
penduduk Mekkah yang melakukan perbuatan yang sama
terhadap Rasulullah‫ﷺ‬. Tersirat dalam kisah ini adalah ancaman
untuk penduduk Mekkah. Kalau mereka tetap mendustakan
Rasulullah‫ ﷺ‬dan menganiayanya, maka mereka akan bernasib
sama dengan ashabul qaryah ini.

Sebagian besar mufassir mengatakan bahwa kisah ini memang


benar terjadi. Sedangkan mengenai lokasi dan waktunya mereka
berbeda pendapat. Banyak pendapat mengatakan kisah ini
terjadi pada zaman Nabi Isa as dan negeri tersebut adalah
Antakiya atau Antioch yang sekarang lokasinya berada pada
provinsi Hataya, Turki. Namun, betapapun, nama lokasi dan
masa kisah itu berlangsung itu tidak terlalu penting. Bahkan,
nama-nama rasul yang diutus dan yang membela mereka juga
tidak disebutkan oleh al-Qur’an. Nampaknya yang penting dari
kisah ini adalah ibrahnya, yakni kita perlu merenungkan pesan
yang terdapat dalam kisah ini sebagai pelajaran.

Negeri atau kota disebut sebagai qaryah, yang secara harfiah


maknanya adalah desa. Mungkin karena penghuninya memiliki
kesamaan budaya dalam hal ini budaya syirik dan budaya
melakukan perbuatan maksiat. Ada pendapat lain yang
mengajukan kemungkinan bahwa negeri itu disebut dengan

39
desa karena peradaban yang masih tradisional dan primitif.
Allah‫ ﷻ‬sesungguhnya menyayangi penduduk negeri ini sehingga
diutuslah dua orang rasul sekaligus untuk berdakwah, mengajak
penduduknya menempuh jalan yang lurus, meninggalkan
berhala-berhala mereka dan hanya menyembah Allah Yang
Maha Esa.

Kedua utusan itu berjuang dalam dakwah mereka, berusaha


keras mengajak penduduk negeri itu ke jalan yang lurus. Namun,
keduanya tidak berhasil sehingga Allah‫ ﷻ‬memperkuat lagi
dengan mengirim utusan yang ketiga, mungkin yang lebih senior.
Ketiganya bekerjasama untuk berdakwah. Ketiganya
menyatakan misi mereka dengan lantang kepada penduduk
negeri tersebut, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
diutus kepadamu".

Ayat ini juga mengandung pesan tentang kebebasan beragama.


Walaupun Allah‫ ﷻ‬telah mengukuhkan rasul-rasul guna
meyakinkan masyarakat tentang kebenaran mereka, Allah‫ﷻ‬
tidak memaksa mereka untuk percaya. Memang tugas para rasul
ataupun penganjur kebaikan hanya penyampaian, bukan
pemaksaan. Karena Tuhan hanya menerima keimanan yang
tulus sehingga setiap orang dipersilahkan memilih jalan yang
dikehendakinya.

‫ٱلر ۡح َم ُن من ش َۡيء إ ۡن أَنت ُ ۡم إ َّل‬ َّ ‫قَالُوا َما أَنت ُ ۡم إ َّل َبشَر م ۡثلُنَا َو َما أَنزَ َل‬
‫علَ ۡينَا إ َّل‬َ ‫ َو َما‬١٦ َ‫سلُون‬ َ ‫ قَالُوا َربُّنَا َي ۡعلَ ُم إنَّا إلَ ۡي ُك ۡم لَ ُم ۡر‬١٥ َ‫ت َۡكذبُون‬
‫طي َّۡرنَا ب ُك ۡم لَئن لَّ ۡم تَنتَ ُهوا لَن َۡر ُج َمنَّ ُك ۡم‬ َ َ ‫ قَالُوا إنَّا ت‬١٧ ‫ۡٱلبَلَ ُغ ۡٱل ُمبي ُن‬

40
‫طئ ُركُم َّم َع ُك ۡم أَئن ذُك ۡرتُم َب ۡل‬
َ ‫ قَالُوا‬١٨ ‫عذَاب أَليم‬ َّ ‫َولَيَ َم‬
َ ‫سنَّ ُكم منَّا‬
١٩ َ‫أَنت ُ ۡم قَ ۡوم ُّم ۡسرفُون‬
Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti
kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan
sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka" (15).
Mereka berkata: "Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya
kami adalah orang yang diutus kepada kamu" (16). Dan
kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah
Allah) dengan jelas" (17). Mereka menjawab: "Sesungguhnya
kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu
tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam
kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari
kami" (18). Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu
adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan
(kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang
melampaui batas" (19).

Penduduk negeri itu, khususnya para pembesarnya atau


oligarkinya mendustakan ketiga utusan tersebut. Menurut para
oligarki tersebut, ketiga utusan itu hanyalah manusia biasa
seperti mereka, tidak memiliki keistimewaan apapun dan tidak
pantas mendakwahi mereka. Mereka bahkan berani mengatas-
namakan Ar-Rahman, yaitu Allah‫ﷻ‬, untuk mendustakan ketiga
utusan itu. Menarik, penduduk negeri itu mengenal Ar-Rahman
yang berarti beberapa generasi sebelumnya berada pada jalan
yang lurus. Ini mirip dengan kondisi penduduk kota Mekkah pada
zaman Rasulullah‫ ﷺ‬diutus.

41
Sebagian ahli tafsir lain berpendapat bahwa penyebutan kata Ar-
Rahman disini untuk menggambarkan betapa besar rahmat dan
anugerah Allah‫ ﷻ‬kepada mereka, walaupun pengingkaran
mereka terhadap kebenaran begitu jelas.

Didustakan atas nama Ar-Rahman, ketiga utusan itu kemudian


menjawab dengan tegas dan percaya diri bahwa mereka tidak
memerlukan pengakuan para oligarki itu. Bagi mereka yang
paling penting adalah Allah‫ ﷻ‬mengetahui bahwa mereka adalah
para utusan-Nya. Mereka bertanggungjawab kepada Allah‫ ﷻ‬dan
melaksanakan tugas dari Allah‫ﷻ‬, yaitu menyampaikan
kebenaran dengan jelas. Allah‫ ﷻ‬tahu, itulah yang penting. Kalian
menerima atau menolak, kami tidak peduli. Kewajiban kami
ialah menyampaikan perintah Allah‫ ﷻ‬itu kepada kalian. Setelah
perintah itu kami sampaikan, sikap apapun yang akan kalian
ambil, bukanlah lagi urusan dengan kami, melainkan dengan
Tuhan. Ketiga utusan itu memang gigih sekali dalam berjuang di
medan dakwah yang berat, karena mereka tidak hanya
didustakan, tetapi juga dimusuhi.

Selanjutnya ayat 18 memberitakan bahwa ketiga utusan


tersebut dituduh membawa sial. Kiranya penduduk negeri
tersebut sedang mengalami kemalangan atau kesulitan. Tidak
dijelaskan bentuk kemalangannya, bisa saja dalam bentuk
kekeringan, kelaparan atau wabah penyakit. Nah, penduduk
negeri itu bukannya mawas diri, mencari penyebab kemalangan
tersebut, mereka malah menuduh ketiga utusan itu sebagai
penyebab kemalangan. Mungkin mereka menganggap tuhan-
tuhan mereka marah karena dakwah ketiga utusan itu. Anehnya,

42
mereka tidak meminta pertolongan kepada tuhan-tuhan mereka
untuk menghapuskan kemalangan itu. Atau mungkin mereka
telah meminta tolong kepada tuhan-tuhan itu, tetapi tidak
mendapatkan jawaban. Tentu saja tidak dijawab, tuhan-tuhan
atau berhala-berhala yang mereka sembah itu tidak memiliki
daya upaya sedikitpun. Nampaknya, kemalangan yang mereka
alami semakin parah dan mereka semakin bersemangat untuk
mengusir atau membungkam ketiga utusan itu agar kemalangan
segera berlalu.

Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud kesialan pada


ayat ini adalah karena terganggunya kedudukan para
pembesar/oligarki negeri itu karena ajaran yang dibawa oleh
para Rasul itu. Ajaran tauhid yang dibawa oleh para Rasul itu
telah mengusik tradisi dan bisnis mereka selama ini.
Sebagaimana juga halnya marahnya para pembesar Quraisy
kepada Rasulullah‫ ﷻ‬karena ajaran yang dibawa beliau
mengganggu hegemoni para pembesar itu. Sehingga berbagai
hujatan dan kecaman pun diarahkan kepada Sang Utusan Allah,
mirip dengan tuduhan yang dilontarkan oleh ashabul qaryah
kepada ketiga utusan itu.

Ketiga utusan itu tidak mundur sedikitpun, mereka tetap gigih


berdakwah. Akhirnya, oligarki negeri itu mengerahkan
penduduk untuk mengancam membunuh ketiga utusan itu
dengan cara merajam dan menyiksa mereka dengan siksaan
berat jika ketiganya tidak menghentikan kegiatan dakwah
mereka.

43
Apa jawab ketiga utusan itu? Mereka bersabar dan menjawab
dengan penuh bijak serta berusaha menyadarkan penduduk
negeri yang sudah kesetanan itu. Ketiga utusan itu mengatakan
bahwa kemalangan yang mereka alami adalah akibat ulah
mereka sendiri. Tidak mungkin kemalangan disebabkan
peringatan dari para utusan itu, yang intinya mengajak ke jalan
yang benar, ajakan untuk selamat.

Namun penduduk negeri itu semakin brutal, mereka sudah


kehilangan akal dan hati mereka buta akibat mendustakan
kebenaran. Padahal para utusan itu sesungguhnya dapat
menyelesaikan masalah mereka dengan mudah, tetapi karena
mereka telah mendustakan ketiga utusan itu, tidak terlintas
dalam benak mereka bahwa ketiga utusan itu dapat
memberikan solusi masalah mereka.

Oligarki dan penduduk negeri itu tidak menyadari bahwa


masalah mereka sesungguhnya ada pada diri mereka sendiri,
tetapi mereka menuduh orang lain (ketiga utusan) yang
membawa masalah karena kebencian mereka. Akibatnya solusi
masalah menjadi tidak mungkin diperoleh, dan mereka akan
tetap terpuruk dengan kemalangan yang semakin
menyempitkan dada mereka.

Akhirnya, para oligarki negeri itu mengerahkan penduduk untuk


menangkap ketiga utusan itu, lalu memprovokasi mereka agar
mereka membunuh ketiga utusan itu. Ketiga utusan itu
kemudian ditangkap dan digiring ke suatu tempat untuk
dieksekusi. Ketiganya tidak dapat berbuat banyak, hanya berujar

44
kepada penduduk negeri itu bahwa “Sebenarnya kamu adalah
kaum yang melampaui batas”. Memang penduduk negeri itu,
terutama oligarkinya, sangat keterlaluan dan benar-benar telah
bertindak melampaui batas.

Kini situasinya sangat kritis, berita ketiga utusan itu akan


dieksekusi telah menyebar ke seluruh negeri dan berita itu
sampai kepada seorang laki-laki yang beriman. Para mufassir
mengatakan bahwa orang ini bernama Habib an-Najjar. Besar
kemungkinan Habib an-Najjar ini telah lama berinteraksi dengan
ketiga utusan itu dan dia betul-betul mengetahui kedudukan
ketiga utusan itu dan keikhlasan mereka. Habib benar-benar
risau, dia betul-betul khawatir terhadap ketiga utusan itu dan
tentu juga khawatir terhadap kaumnya. Jika kaumnya itu
membunuh pada utusan itu, maka kaumnya itu pasti
dimusnahkan Allah‫ﷻ‬.

َ ‫صا ۡٱل َمدينَة َر ُجل يَ ۡسعَى قَا َل يَقَ ۡوم ٱتَّبعُوا ۡٱل ُم ۡر‬
‫سلي َن‬ َ ‫َو َجا َء م ۡن أَ ۡق‬
٢١ َ‫ ٱتَّبعُوا َمن َّل يَ ۡسلُ ُك ۡم أَ ۡج ٗرا َوهُم ُّمهۡ تَدُون‬٢٠
Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan
bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan
itu" (20). Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu;
dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk (21).

Habib an-Najjar sesungguhnya tinggal di pinggiran kota.


Walaupun dia dikenal oleh penduduk negeri itu, dia jarang
bergaul dengan mereka karena Habib tidak menyukai kaumnya
berbuat syirik dan kebiasaan buruk lainnya. Walaupun dia

45
adalah bagian dari kaumnya, Allah‫ ﷻ‬tidak menyebutnya bagian
ashabul qaryah. Pada ayat 20 Habib disebut dengan orang kota.
Diksi yang dipakai pada ayat 20 itu adalah “madinah/kota” yang
artinya penghuninya memiliki peradaban dan berpikiran maju.
Tidak seperti penghuni “qaryah” yang melakukan syirik, suka
dengan dengan status quo dan membudayakan maksiat.

Menarik juga disini mengapa lelaki itu disebut berasal dari ujung
kota. Mengapa ujung kota, bukan tengah kota? Hal ini mungkin
mengisyaratkan kebersihan hati orang yang tidak berada di
"tengah kota" yang seringkali penuh dengan konflik
kepentingan. Orang yang tidak terlibat dalam konflik
kepentingan akan dapat berfikir lebih jernih dalam melihat
hakikat persoalan. Sedangkan orang yang berada di dalam
konflik kepentingan, maka pikirannya akan memiliki bias
konfirmasi (confirmation bias) yang akan membuat kesalahan-
kesalahan dalam menilai dan mengambil keputusan.

Habib bergegas ke lokasi ketiga utusan itu akan dieksekusi.


Ketika sampai di lokasi, segera dia tampil ke muka dan
melakukan orasi. Pesan pertama yang disampaikannya adalah
“Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu”. Tentu saja kaumnya
yang sedang kesetanan itu tersentak dengan kata-kata Habib
dan penasaran dengan alasan yang akan dikemukakannya. Dari
sini kita dapat mengira bahwa Habib ini adalah sosok yang
dihormati kaumnya yang disebut ashabul qaryah. Habib
mengenal utusan itu adalah utusan Allah‫ ﷻ‬yang bertugas untuk
mengajak kaumnya ke jalan yang benar. Dia beriman dengan
ketiga utusan itu dan menyakini pesan yang mereka sampaikan.

46
Habib pun mengungkapkan alasan utamanya untuk mengajak
kaumnya mengikuti utusan-utusan itu. Pertama adalah karena
ketiga utusan itu tidak meminta upah dalam bentuk apapun
dalam menyampaikan pesan kebenaran. Artinya ketiga utusan
ini tidak memiliki kepentingan apapun. Salah satu karakteristik
pendakwah yang perlu diikuti adalah ketiadaan pamrih. Para
penyeru itu tidak memiliki pamrih dan ambisi apa-apa di balik
ajakannya. Dia tidak berharap kekuasaan, kekayaan, pengaruh
atau kepentingan-kepentingan lain selain ingin mengajak
kepada kebaikan dan petunjuk. Orang-orang seperti inilah yang
layak untuk diikuti. Mereka ikhlas mengajarkan kebenaran
dengan harapan kaumnya itu menjadi kaum yang bersyukur
kepada Allah‫ﷻ‬, mengesakan-Nya, meninggalkan maksiat dan
berbuat baik. Namun, oligarki kaum itu, sebagaimana oligarki
kaum-kaum durhaka lainnya, termasuk oligarki Mekkah, merasa
terancam dengan pesan yang dapat mentransformasi kaum itu
dari dungu menjadi pintar, sehingga pembodohan yang
dilakukan oligarki itu akan terbongkar.

‫ َءأَتَّخذُ من دُونهۦ‬٢٢ َ‫ط َرني َوإ َل ۡيه ت ُ ۡر َجعُون‬ َ ‫ي َل أَ ۡعبُ ُد ٱ َّلذي َف‬
َ ‫َو َما ل‬
‫ش ۡيا َو َل يُنقذُون‬
َ ‫شفَ َعت ُ ُه ۡم‬ َ ‫ضر َّل ت ُ ۡغن‬
َ ‫عني‬ َّ ‫َءال َهةً إن يُر ۡدن‬
ُ ‫ٱلر ۡح َم ُن ب‬
٢٤ ‫ضلَل ُّمبين‬ َ ‫ إني إ ٗذا لَّفي‬٢٣
Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah
menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua)
akan dikembalikan (22). Mengapa aku akan menyembah tuhan-
tuhan selain-Nya jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki
kemudharatan terhadapku, niscaya syafa´at mereka tidak
memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula)

47
dapat menyelamatkanku (23). Sesungguhnya aku kalau begitu
pasti berada dalam kesesatan yang nyata (24).

Habib melanjutkan orasi dakwahnya, memanfaatkan


kesempatan yang sempit tersebut semaksimal mungkin. Beliau
berdialog dengan kaumnya dengan retorika yang amat indah.
Pertama Habib menyampaikan mengapa dia menyembah
Allah‫ﷻ‬, dengan retorika seolah bertanya kepada diri sendiri:
“Mengapa aku tidak menyembah Tuhan yang menciptakanku?”

Pertanyaan ini sesungguhnya diajukan kepada yang sedang


mendengarkan orasinya, yaitu ashabul qaryah, khususnya para
oligarki mereka. Pertanyaan yang menghujam ke lubuk hati.
Yang maknanya, tidaklah pantas kalian itu menyembah berhala-
berhala yang tidak menciptakan kalian. Sepatutnya kalian hanya
menyembah Tuhan yang menciptakan kalian. Bukankah berhala-
berhala itu kalian yang membuatnya? Masuk akalkah
menyembah sesuatu yang dibuat?

Tapi Habib disini tidak memulai pesan-pesan dakwahnya dengan


menghakimi lawan bicaranya, melainkan seolah menghakimi diri
sendiri. “Mengapa aku?”, bukan “Mengapa kalian?”. Karena
dalam teori komunikasi, lawan bicara akan cenderung
melakukan “blocking” atau “defense” apabila pesan dimulai
dengan langsung menyerang pendapat atau keyakinannya.

Kemudian Habib melanjutkan orasi indahnya, “Hanya kepada-


Nya lah kamu semua akan dikembalikan?” Maknanya, bukankah
kalian akan mati? Kemana kalian akan pergi setelah mati?

48
Apakah kepada berhala-berhala itu? Tentu tidak! Kalian akan
kembali kepada Pencipta kalian, mempertanggung-jawabkan
perbuatan kalian!

Pada lanjutan orasi di atas, Habib mulai mengajak obyek


pendengarnya dalam kalimat-kalimatnya. Bahwa “Tuhan Yang
Menciptakanku” yang disebut sebelumnya itu adalah Tuhan
Yang “Hanya kepada Nya lah kamu semua akan dikembalikan”.
Jadi disini Habib dengan indahnya menyampaikan pesan bahwa
Tuhan dia dan kaumnya itu sama! Yaitu Tuhan Yang sama-sama
menciptakan mereka semua (Habib dan kaumnya), juga kepada-
Nya lah mereka semua (Habib dan kaumnya) akan dikembalikan.

Lalu Habib melanjutkan orasinya dengar retorika pertanyaan


lagi. Sangat menarik retorika dakwah Habib an-Najjar ini. Kini
Habib berusaha menyadarkan kaumnya itu dengan Tuhan yang
mereka kenal yaitu Ar-Rahmān, “Mengapa aku akan
menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika Ar-Rahmān
menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafa´at
mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan
mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?”.

Pertanyaan ini sungguh menohok dan membangkitkan


kesadaran. Maknanya, bukankah tuhan-tuhan yang kalian
sembah itu tidak memiliki daya-upaya sedikitpun? Namun Habib
mengambil dirinya sebagai contoh dalam retorika-retorikanya.
Betapa tidak pantasnya jika aku (kata Habib) menyembah tuhan-
tuhan selain Allah, yang sebelumnya telah disebutkan sebagai
Penciptanya. Habib menambahkan argumentasi disini bahwa

49
jika Allah Yang Maha Pengasih pada semua (Ar-Rahmān) itu
hendak menimpakan mudharat atau petaka kepada saya, maka
takkan ada yang dapat menolongku. Habib memisalkan dirinya
untuk berbicara tentang kaumnya. Bahwa seandainya Tuhan
yang telah begitu banyak mengasihi kalian selama ini (ar-
Rahman) itu hendak memberi petaka pada kaumnya, seperti
yang sedang kaumnya alami ini, dapatkah tuhan-tuhan yang
mereka sembah membantu mereka membebaskan dari
malapetaka itu? Pertanyaan ini sebetulnya benar-benar
mengena, menyentuh kondisi yang sedang dialami kaumnya
yang sedang beringas tersebut. Kemudian Habib melengkapi
pertanyaannya dengan pernyataan. Bahwa seandainya jika saya
begitu, kata Habib, maka sungguh dia telah benar-benar
tersesat. Dia tidak langsung menyesatkan kaumnya, tapi
menyatakannya secara tidak langsung untuk menggugah
kesadaran mereka tentang kesesatan jalan yang selama ini
mereka anut. Sadarlah, wahai kaumku!

‫ قي َل ۡٱد ُخل ۡٱل َجنَّةَ قَا َل يَلَ ۡيتَ قَ ۡومي‬٢٥ ‫ٱس َمعُون‬
ۡ َ‫إني َءا َمنتُ ب َرب ُك ۡم ف‬
٢٧ َ‫غفَ َر لي َربي َو َجعَلَني منَ ۡٱل ُم ۡك َرمين‬ َ ‫ ب َما‬٢٦ َ‫يَعۡ لَ ُمون‬
Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka
dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku (25). Dikatakan
(kepadanya): "Masuklah ke surga". Ia berkata: "Alangkah
baiknya sekiranya kaumku mengetahui (26). Apa yang
menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan
menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan" (27).

50
Selanjutnya setelah menjelaskan mengenai argumentasi-
argumentasinya, kemudian Habib membuat pernyataan yang
sangat lugas, yakni pengakuan keimanannya kepada Tuhannya
yang telah dia jelaskan pada argumentasi-argumentasi
sebelumnya, yakni Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pengasih
(Ar-Rahman). Banyak ahli tafsir memaknai frasa pengakuan “Aku
telah beriman dengan Tuhanmu” (“amantu birabbikum”) itu
yang dimaksud adalah Tuhan dari ketiga Rasul yang didustakan
oleh ashabul qoryah. Jadi setelah dia menyampaikan nasihat
kepada penduduk negeri itu, dia menoleh kepada para rasul
untuk menyatakan keimanannya agar ketiga rasul itu ikut
menyaksikan pengakuannya.

Pernyataan Habib ini menggelagar, menyengat kaumnya yang


sedang lalai tersebut, hingga mereka terperangah. Namun para
oligarki yang sudah menjadi setan itu justru memprovokasi
kaumnya serta bertindak di luar batas, membunuh Habib, dan
besar kemungkinan juga membunuh ketiga rasul yang berusaha
menyelamatkan mereka. Mereka membunuhnya dengan cara
yang biadab, tidak pantas diceritakan di sini.

Seketika Habib menghembuskan nafasnya yang terakhir. Dia


disambut oleh para malaikat yang membentangkan “karpet
merah”, menyambut Habib dengan sebutan yang megah dan
mulia, mempersilahkan Habib memasuki alam barzah dengan
perasaan yang luar biasa bahagianya. Lalu Habib diperlihatkan
dengan surga yang kelak dia tempati, “Masuklah ke surga”.
Sesungguhnya Habib telah meraih kemenangan yang nyata, dia
sudah merasakan surga itu sebelum dia masuk ke dalamnya.

51
Alangkah mulianya Habib bin Najjar ini! Habib pun bergumam,
setelah dia merasakan nikmat yang luar biasa, “Alangkah
baiknya sekiranya kaumku mengetahui. Apa yang menyebabkan
Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku
termasuk orang-orang yang dimuliakan”. Pernyataan Habib
yang dia lontarkan ini tentu tidak akan didengar kaumnya,
karena penyataan itu dilontarkannya di alam “surga” yang
sedang dinikmati Habib.

Terdapat beberapa hal menarik dari ayat ini, terkait misteri


kematian, alam barzakh dan surga.

Pertama, mengapa al-Qur'an tidak menyebutkan tentang


wafatnya Habib an-Najjar tersebut? Mengapa ayatnya langsung
menyebut seruan untuk masuk ke surga? Hal ini kiranya sejalan
dengan ayat yang mengatakan bahwa sebenarnya seorang yang
syahid di jalan Allah‫ ﷻ‬itu tidak mati. Habib tidak mati, ia hidup,
hanya saja manusia tidak menyadarinya.

‫ٱّلل أَمۡ َوتُ ۚ َب ۡل أَ ۡحيَاء َولَكن َّل‬ َ ‫َو َل تَقُولُوا ل َمن ي ُۡقتَ ُل في‬
َّ ‫سبيل‬
١٥٤ َ‫ت َۡشعُ ُرون‬
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang
gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu) mati, karena
(sebenarnya) mereka itu hidup tetapi engkau tidak
menyadarinya.“ (QS. al-Baqarah: 154)

Kemudian kedua, mengapa begitu meninggal dunia langsung


diseru untuk masuk ke surga? Bukankah seorang yang meninggal
dunia maka ia akan berpindah dulu ke alam barzakh, dan nanti

52
setelah kiamat baru dibangkitkan untuk nantinya dimasukkan ke
surga/neraka tergantung keputusan mahkamah Ilahi nanti?

Ada beberapa kemungkinan jawaban dari pertanyaan ini:


1. Bahwa pernyataan itu adalah kabar gembira, bahwa sang
syahid itu nantinya akan dimasukkan ke dalam surga.
Karena kepastian tersebut, maka disebut seolah-olah
sudah langsung terjadi. Dalam al-Qur'an banyak ayat
yang menggunakan kata yang biasa diartikan sebagai
telah terjadinya sesuatu, untuk sesuatu yang akan
terjadi. Itu biasa digunakan untuk menunjukkan
kepastian akan terjadinya peristiwa tersebut. Seperti
halnya hari Kiamat yang dalam sejumlah ayat dikatakan
sudah terjadi, sehingga diartikan pasti akan terjadi.

2. Bahwa ada yang berpendapat bahwa di alam barzakh itu


nanti para penghuninya seperti dibatasi oleh 2
dinding/tirai yang memperlihatkan padanya 2 alam,
yaitu: (1) alam dunia yang dia telah tinggalkan; dan (2)
alam akhirat yang dia akan menuju. Seorang yang telah
meninggal dapat mengamati dunia yang telah dia
tinggalkan, mengamati bagaimana keluarga dan teman-
teman dia sepeninggalnya, dsb. Dia juga akan
diperlihatkan kemana nanti dia akan menuju:
kenikmatan surga kah, atau neraka yang penuh dengan
siksa yang mengerikan. Oleh karena itu dengan
mengambil tafsir seperti ini, maka Habib An-Najjar itu
sudah merasakan kenikmatan dengan diperlihatkannya

53
surga yang penuh dengan kenikmatan itu di dalam
kuburnya (alam barzakh).

3. Bahwa yang dimaksud disini adalah surga barzakhi,


bukan surga akhirat. Menurut pendapat ini, di alam
barzakh itu juga ada kenikmatan dan adzab secara riil,
bukan hanya diperlihatkan seperti pendapat nomor 2
diatas. Seorang yang beriman dan beramal saleh maka
dia telah mendapatkan kenikmatan itu sejak di alam
kuburnya, sebelum nanti surga di akhirat. Demikian juga
seorang pendosa akan sudah merasakan siksa sejak di
alam kuburnya. Siksa tersebut merupakan bagian dari
proses "pembersihan" manusia pendosa tersebut,
seperti halnya siksa di neraka akhirat. Sehingga menurut
pendapat ini, siksa yang didapat di alam kubur (barzakh)
ini dapat meringankan siksanya kelak di akhirat. Kecuali
dosa-dosa yang bersifat mendasar (aqidah/i'tiqadi).
WaLLahu a'lam.

Hal menarik ketiga, bahwa setelah mendapatkan kenikmatan


surga tersebut, Habib An-Najjar itu merasa berempati dengan
kaumnya yang tidak mau mengikuti ajakannya itu. Tak ada
dendam dari lelaki ini pada orang-orang yang telah menolak dan
bahkan membunuhnya. Bahkan dia menyesal seandainya saja
kaumnya itu tahu dan merasakan kenikmatan yang dia dapatkan
ini. Hal ini menunjukkan bahwa dakwah itu haruslah
berdasarkan cinta kasih. Sebagaimana juga teladan kita, Nabi
Muhammad‫ﷺ‬.

54
‫علَ ۡي ُكم‬ َ ‫علَ ۡيه َما‬
َ ‫عنتُّ ۡم َحريص‬ َ ‫سول م ۡن أَنفُس ُك ۡم‬
َ ‫عزيز‬ ُ ‫لَقَ ۡد َجا َء ُك ۡم َر‬
١٢٨ ‫ب ۡٱل ُم ۡؤمنينَ َر ُءوف َّرحيم‬
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan, keselamatan, kebahagiaan,
kebaikan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin”. (QS. at-Taubah: 128)

Kemudian hal menarik keempat adalah bahwa dia merasa dapat


masuk ke surga itu karena Allah‫ ﷻ‬mengampuni dosa-dosanya
dan anugerah dari Allah‫ﷻ‬. Bukan karena amal-amalnya selama
hidup di dunia. Betapapun dia baru saja terbunuh karena
membela agama dan rasul-rasulNya. Memang seharusnya
begitulah setiap kita bersikap. Kita takkan pantas mengandalkan
amal-amal kita yang penuh kekurangan ini untuk membeli surga
Allah‫ ﷻ‬yang begitu sempurna. Kecuali dengan anugerah dan
rahmat-Nya.

“Tidak ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke


dalam surga, dan menyelematkannya dari neraka. Tidak juga
denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah” (HR. Muslim).

Semoga kita termasuk hamba-hamba yang mendapatkan


ampunan, anugerah dan rahmat Allah‫ﷻ‬.

َّ ‫علَى قَ ۡومهۦ من بَعۡ دهۦ من ُجند منَ ٱل‬


‫س َماء َو َما كُنَّا‬ َ ‫۞و َما أَنزَ ۡلنَا‬
َ
ٗ َّ
َ ‫ إن َكان َۡت إل‬٢٨ َ‫ُمنزلين‬
٢٩ َ‫ص ۡي َحة َوح َد ٗة فَإذَا ه ُۡم َخمدُون‬

55
Dan kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia
(meninggal) suatu pasukanpun dari langit dan tidak layak Kami
menurunkannya (28). Tidak ada siksaan atas mereka melainkan
satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati
(29).

Setelah menjelaskan keadaan sang lelaki dari sudut kota itu


tentang kondisi syahidnya, ayat berikutnya menjelaskan tentang
kondisi kaum yang telah menganiaya dan membunuhnya.

Sesudah para oligarki dan penduduk negeri itu memuaskan


nafsu biadab mereka, tak lama kemudian suara menggelagar
membuat mereka terkapar semua, mati! Allah‫ ﷻ‬menimpakan
azab yang dahsyat, sembari merendahkan mereka, cukup
dengan suara, tanpa perlu ada pasukan langit yang dikerahkan
untuk menghabisi kaum durhaka itu. Bahkan Allah‫ ﷻ‬mengatakan
tidak layak pasukan langit diturunkan untuk mengazab kaum
yang membangkang dengan sombong itu. Betapa rendahnya
kedudukan kaum itu di hadapan Allah‫ﷻ‬. Berita ini sungguh
sangat mengerikan, dan seharusnya menjadi pelajaran untuk
penduduk Mekkah yang bertingkah-laku mirip dengan ashabul
qaryah itu. Apakah mereka berkeinginan mengalami hal yang
sama dengan ashabul qaryah itu?

Azab yang dahsyat tersebut merupakan awal siksaan, siksaan-


siksaan berikutnya lebih dahsyat terjadi di alam barzah sampai
siksa di neraka. Mereka penghuni neraka, kekal di dalamnya
yang penuh dengan penderitaan.

56
Adanya siksaan yang membinasakan seluruh penduduk negeri
itu membuat para ahli tafsir meragukan bahwa lokasi negeri itu
adalah seperti diduga di awal, yaitu di Antakiya. Karena pada
negeri itu tidak pernah ada tanda-tanda pernah terjadi sebuah
bencana besar yang membinasakan secara total. Dan dalam
sejarah pun disebutkan bahwa Antakiya tidaklah pemah
menolak kedatangan utusan-utusan Nabi Isa as. Bahkan
dianggap termasuk diantara empat negeri yang jadi tiang-tiang
penegak Agama Almasih, selain Jerusalem, Iskandariyah dan
Roma.
Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar nya mengungkapkan
kemungkinan lokasi lain dari negeri yang dibuat permisalan
dalam surah Yāsīn ini. Buya menyampaikan analisa lain bahwa
lokasi negeri yang dimaksud di surah ini adalah negeri Pompeii
di Italia, yang terletak di kaki gunung Vesuvius. Gunung itu
meletus pada tahun 79 setelah Nabi Isa lahir. Ahli-ahli sejarah
menjelaskan bagaimana hebatnya bunyi gunung itu ketika
meletus, sehingga ketika mendengar bunyinya saja telah banyak
orang yang padam nyawanya dan berhenti jantungnya karena
tidak kuasa mendengarkan letusannya. Letusan yang amat
dahsyat itu telah menyemburkan lahar hitam yang panas,
sehingga gelaplah langit dan tertimbunlah kota-kota Pompeii,
Herculanum dan Stabiae oleh debu letusan itu.
Pada tahun 1748 baru dimulai penggalian kembali timbunan
kota-kota itu. Masih didapati manusia yang tertimbun debu itu.
Ada yang masih sedang berjalan di pasar, masih bergurau
dengan teman, masih minum-minum di kedai, masih bercinta-

57
cintaan laki-laki dan perempuan. Benar-benar mereka tidak siap
lebih dahulu buat lari, karena tiba-tiba telah tertimbun debu.
Sekarang tembok-tembok kota Pompeii itu masih dipelihara dan
dijadikan objek wisata. Maka terlihatlah pada ukiran di dinding
yang telah kuno itu bagaimana rusaknya perikehidupan orang di
zaman itu, yang benar-benar telah lupa kepada nilai-nilai yang
patut dipegang.
Masuklah di akal kita, jika datang dua utusan Tuhan ke sana tidak
diperdulikan orang, sehingga sampai diperkuat seorang lagi.
Kemudian datang seorang yang tidak tertarik oleh kehidupan
gila-gilaan. Dia datang dari ujung negeri! Datang dari ujung
negeri mengisyaratkan bahwa orang ini tidak mau ikut-ikutan
dalam hidup mewah yang gila-gilaan itu. Setelah dia mendengar
ada rasul-rasul Tuhan datang, dia keluar dari tempat
persembunyiannya yang jauh, lalu diajaknya kaumnya agar
menerima kedatangan ketiga Rasul itu dan percaya kepadanya.
Tetapi dia dibunuh orang. Sehingga samalah nasibnya dengan
seorang muballigh yang pergi melakukan da'wah ke tempat
orang berbuat segala maksiat sejak dari judi, minum arak,
berzina, menipu dan berkelahi. Di sana dia mengajak orang
untuk kembali ke jalan yang benar. Orang tidak suka
mendengarkannya, sehingga kemudian dia dibunuh.
Demikian Buya Hamka menjelaskan analisanya dalam Tafsir Al-
Azhar. Betapapun beliau menutup analisanya dengan
menyatakan bahwa ini adalah kemungkinan saja. Sebab pada
kitab-kitab tafsir yang terdahulu sejak dari Thabari, sampai ar-
Razi, al-Kasysyaf dari Zamakhsyari, Ibnu Katsir dan al-Qurthubi

58
tidaklah ada yang membayangkan tentang kemungkinan negeri
Pompeii itu. Apatah lagi dia terletak di tanah ltalia, dan baru
digali orang pada tahun 1748. Wallahu A'lamu bi ash-shawwab.
Terlepas dari dimanakah lokasi negeri tersebut berada, siapakah
para rasul yang diceritakan, serta siapakah lelaki dari ujung kota
yang dikisahkan dengan sangat indah di surah Yāsīn ini, namun
yang lebih penting adalah pelajaran dan hikmah luar biasa yang
terkandung dari kisah Qur’ani ini. Subhanallah wa al-
Hamdulillah.

َ‫سول إ َّل َكانُوا بهۦ َي ۡست َهۡ ز ُءون‬ ُ ‫علَى ۡٱلع َباد َما َي ۡأتيهم من َّر‬ َ ً‫َي َح ۡس َرة‬
‫ أَلَ ۡم َي َر ۡوا َك ۡم أَ ۡهلَ ۡكنَا قَ ۡبلَ ُهم منَ ۡٱلقُ ُرون أَنَّ ُه ۡم إلَ ۡيه ۡم َل َي ۡرجعُو َن‬٣٠
٣٢ َ‫ض ُرون‬ َ ‫ َوإن ُكل لَّ َّما َجميع لَّ َد ۡينَا ُم ۡح‬٣١
Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu,
tiada datang seorang rasulpun kepada mereka melainkan
mereka selalu memperolok-olokkannya (30). Tidakkah mereka
mengetahui berapa banyaknya umat-umat sebelum mereka
yang telah Kami binasakan, bahwasanya orang-orang (yang
telah Kami binasakan) itu tiada kembali kepada mereka (31).
Dan setiap mereka semuanya akan dikumpulkan lagi kepada
Kami (32).

Ketika ashabul qaryah itu masuk ke alam barzah, mereka baru


menyadari kedholiman yang mereka lakukan, mulailah mereka
mengalami mimpi buruk terus-menerus, siksa neraka
membayangi mereka setiap saat, benar-benar menyiksa.
Mereka sangat menyesal, ingin rasanya kembali ke dunia,
memperbaiki diri dan menjadi orang-orang beriman. Namun, hal

59
ini tidak mungkin terjadi, waktu tidak berjalan mundur. Sesal
kemudian tiada berguna. Ketika hidup di dunia, rasul-rasul yang
diutus untuk mereka semuanya mereka dustakan, mereka olok-
olok bahkan mereka bunuh. Sungguh perbuatan jahil yang
mereka lakukan itu telah jauh melampaui batas.

Kata “hasratan” berarti penyesalan yang besar akibat luputnya


sesuatu yang bermanfaat. Kata “Ya” yang menyertai kata ini
digunakan untuk mengundang mitra bicara memerhatikan apa
yang akan disampaikan, dalam hal ini adalah penyesalan atas
penolakan mereka terhadap ajakan rasul. Penyesalan itu lebih
besar lagi karena mereka sebagai ibâd (hamba-hamba Allah)
seharusnya menyambut panggilan Ilahi, tetapi mereka
menampiknya.

Sebagian ulama berpendapat bahwa kalimat di atas dipahami


dalam arti komentar Allah‫ ﷻ‬atas peristiwa yang menimpa para
pendurhaka itu. Memang, Allah‫ ﷻ‬tidak pernah menyesal, tetapi
Yang Mahakuasa itu berfirman demikian untuk menggambarkan
bahwa siapapun yang dilengkapi dengan naluri penyesalan pasti
akan menyesal mengalami atau mengetahui tentang peristiwa
itu. Betapa tidak, kenikmatan abadi yang dihidangkan kepada
mereka dengan sangat indah dan mudah diraih justru mereka
tampik dan tolak. Bukankah itu satu penyesalan yang tiada
taranya?

Ayat di atas menggunakan kata “ibâd” yang dalam beberapa


tempat digunakan al-Qur'an untuk menunjuk hamba-hamba-
Nya yang taat dan dekat kepada-Nya atau yang berdosa tetapi

60
telah menyadari dosanya. Di sini, yang dibicarakan adalah
hamba-hamba Allah‫ ﷻ‬yang telah dibinasakan karena
kedurhakaan mereka sehingga tentu saja ketika itu mereka telah
menyadari dosanya. Hanya sangat disayangkan kesadarannya
sudah tak lagi bermanfaat baginya.

Ayat 30 ini juga merupakan peringatan untuk musyrikin Mekkah,


mereka telah berbuat hal yang sama kepada Rasulullah‫ﷺ‬. Ayat
31 menegaskan bahwa ummat-ummat sebelumnya yang
berbuat kerusakan melampaui batas, memperolok-olok dan
menganiaya utusan-utusan Allah‫ﷻ‬, juga telah dibinasakan
Allah‫ﷻ‬. Ummat Nabi Nuh as ditenggelamkan. Kaum ‘Ad (ummat
Nabi Hud as) dihancurkan dengan angin sorsor selama 7 malam
8 hari secara terus menerus (QS. al-Haqqah: 6-8). Kaum Tsamud
(ummat Nabi Soleh as) dihancurkan dengan suara mengguntur
dan disambar petir (QS. Hud: 67, adz-Dzariat: 54). Kaum Sodom
(ummat Nabi Luth as) dihancurkan dengan gempa, hujan batu
dan likuifaksi (QS. Hud: 82; al-Hijr: 73-74). Penduduk Madyan
dan ashabul aikah (ummat Nabi Shu’aib AS) binasa dengan
gempa (QS. al-A’raf:91) dan awan panas (QS. asy-Syu’ara:189).
Dan Fira’un berserta tentaranya ditenggelamkan di Laut Merah
(QS. adz-Dzariat: 40).

Sunggguh banyak sekali contoh kaum-kaum durhaka yang


dibinasakan Allah‫ﷻ‬. Apakah kaum musyrikin Mekkah yang lebih
lemah ingin mengikuti jejak kaum-kaum yang dimusnahkan itu?
Ayat-ayat di atas adalah peringatan keras untuk kaum musyrikin
Mekkah. Peringatan ini juga berlaku untuk kaum manapun di
sepanjang zaman.

61
Setelah mengingatkan para pendurhaka itu tentang nasib orang-
orang seperti mereka sebelumnya, bahwa mereka dibinasakan
dan terbukti tidak kembali lagi, maka ayat 32 ini melanjutkan
peringatannya bahwa mereka bahkan semua manusia, baik yang
sudah mati, yang masih hidup saat ini, maupun yang akan lahir
di masa akan datang, semuanya akan dikumpulkan di hadapan
Allah‫ﷻ‬. Semuanya pasti akan dihadirkan di hadapan Allah‫ﷻ‬.
Semua amal dan perbuatan di dunia ini pasti akan diminta
pertanggungjawabannya di hadapan Allah‫ﷻ‬.
Bahwa hidup itu pasti tidak berhenti di dunia saja. Banyak hal di
kehidupan dunia ini yang tidak adil. Banyak orang baik tapi justru
mendapatkan banyak kesulitan. Sedangkan banyak orang yang
hidupnya penuh dengan kejahatan dan penipuan, tapi justru
mendapatkan kebebasan dan kelapangan hidup. Sungguh tidak
mungkin demikian. Pastilah ada babak kehidupan berikutnya
yang akan menuntaskan keadilan yang hakiki. Seperti
disampaikan pada ayat 32 ini, sungguh semuanya akan
dihadapkan pada Allah‫ ﷻ‬untuk mempertanggung jawabkan
semuanya, untuk mendapatkan keadilan Ilahi yang hakiki.
Bukankah Allah‫ ﷻ‬adalah sebaik-baik pengambil keputusan?

Tanda-Tanda Kebesaran Allah


Kelompok ayat-ayat sebelumnya telah menjelaskan kepada kita
penegasan Allah‫ ﷻ‬tentang kebenaran kerasulan Nabi
Muhammad‫ﷺ‬, bagaimana respon dari penerima dakwah risalah
beliau‫ﷺ‬, serta akibat yang diterima oleh kelompok yang
menolak ataupun yang mengikuti dakwah beliau‫ ﷺ‬di Mekkah
pada saat itu. Selanjutnya Allah‫ ﷻ‬memberikan sebuah kisah

62
penuh hikmah tentang diutusnya beberapa rasul kepada sebuah
negeri yang penduduknya sebagian besar menolak ajakan dari
para rasul tersebut, serta bagaimana kesudahan bagi pembela
para rasul dan penduduk negeri yang menentang mereka. Kisah
mereka diakhiri dengan pernyataan bahwa: Tidaklah mereka
semua kecuali dikumpulkan kepada Kami lagi dihadirkan (ayat
32).
Kini ayat-ayat selanjutnya kembali berbicara tentang kaum
musyrikin Mekkah dengan mengajak mereka memerhatikan
alam sekitar, setelah ayat sebelumnya mengajak mereka
memerhatikan pengalaman sejarah.
Berbagai tanda-tanda yang dapat diamati di alam ini menjadi
bukti nyata tentang wujud Allah dan keesaanNya. Tanda-tanda
itu menjadi bukti bahwa tidak mungkin Tuhan itu lebih dari satu.
Tanda-tanda tersebut sekaligus menjadi tanda-tanda kebesaran
dan kekuasaan-Nya yang terbentang di sekitar kita.

َ‫ض ۡٱل َم ۡيتَةُ أَ ۡحيَ ۡينَ َها َوأَ ۡخ َر ۡجنَا م ۡن َها َح ٗبا فَم ۡنهُ يَ ۡأ ُكلُون‬
ُ ‫َو َءايَة لَّ ُه ُم ۡٱۡل َ ۡر‬
‫ َو َج َع ۡلنَا في َها َجنَّت من نَّخيل َوأَ ۡعنَب َوفَ َّج ۡرنَا في َها منَ ۡٱلعُيُون‬٣٣
٣٥ َ‫عملَ ۡتهُ أ َ ۡيديه ۡم أَفَ َل َي ۡش ُك ُرون‬ َ ‫ ل َي ۡأ ُكلُوا من ث َ َمرهۦ َو َما‬٣٤
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka
adalah bumi yang mati Kami hidupkan bumi itu dan Kami
keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka
makan (33). Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan
anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air (34)
supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang

63
diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka
tidak bersyukur (35).

Ayat ini meminta kita memerhatikan satu diantara kebesaran


dan kekuasaan Allah‫ﷻ‬, yaitu hidupnya bumi setelah
kematiannya. Ayat diatas menggunakan kata ganti “Kami”
(mutakallim ma’al ghair) sebagai pelaku penghidupan bumi yang
mati. Hal ini biasanya mengindikasikan bahwa Allah‫ ﷻ‬bermaksud
menunjukkan adanya keterlibatan pihak selain Allah‫ ﷻ‬dalam
mewujudkannya. Sehingga kiranya ayat di atas ingin
menyampaikan bahwa terdapat keterlibatan selain Allah‫ﷻ‬
dalam proses penghidupan bumi yang mati tersebut.

Pada dasarnya bumi yang mati itu ada dua macam, yaitu: mati
musiman, dan mati yang berlangsung sangat lama. Bumi yang
mati musiman adalah ketika ia menjadi kering di musim
kemarau, sehingga tanah menjadi lekang, sawah-sawah menjadi
kering, tanaman menjadi layu, dan sebagainya. Namun ketika
hujan datang, rumput-rumput yang tadinya seperti telah tiada,
tiba-tiba muncul dari tanah-tanah yang kembali hidup karena
hujan tadi. Sawah-sawahpun kembali dibajak dan ditanam benih
lagi, dan seterusnya.

Adapun bumi yang mati sangat lama adalah seperti yang terlihat
pada gurun-gurun pasir di Jazirah Arab, Afrika Utara, Libya, dan
Gurun Gobi. Tanah-tanah di gurun pasir itu adalah tanah yang
mati, karena di sana tidak ada air. Jika setahun sekali hujan
datang, karena tanahnya hanya pasir belaka maka hujan itu
hanya akan membawa hanyut pasir tersebut, sehingga banjirlah

64
yang akan terjadi. Bila banjir datang, maka tanaman-tanaman
kecil yang sedianya akan tumbuh pun dapat tersapu oleh banjir.

Kemudian dengan teknologi modern, manusia mulai


mengusahakan mencari sumber-sumber air sehingga tanah-
tanah tersebut dapat disiram air secara teratur. Maka tanah
yang telah mati ribuan tahun itu perlahan menjadi hidup kembali
dengan izin Allah‫ﷻ‬. Apabila tanah telah hidup, maka ia sudah
dapat ditanami sehingga dapat keluar berbagai hasil darinya.
Baik berupa biji-bijian, sayur mayur, buah-buahan, dan
sebagainya.

Setidaknya terdapat dua pesan penting dari ayat ini. Pertama,


bahwa Allah‫ ﷻ‬kuasa mengidupkan yang mati, sehingga
kebangkitan di Hari Kiamat adalah hal yang mudah bagi Allah‫ﷻ‬.
Kedua, dengan kembali hidupnya bumi, maka Allah‫ ﷻ‬kemudian
melimpahkan rezeki untuk manusia, diantaranya dalam bentuk
makanan. Bukankah sepatutnya manusia bersyukur kepada
Allah‫?ﷻ‬

Dari sisi lain, proses hidupnya bumi setelah kematiannya ini juga
dapat ditinjau lebih jauh dari sejarah awal pembentukan bumi.
Sebelum ada kehidupan, bumi ini bertemperatur sangat tinggi,
dan tidak memiliki air. Padahal air merupakan sumber
kehidupan (QS. al-Anbiya: 30). Tanpa air mustahil ada kehidupan
di bumi. Sehingga pada awalnya, bumi ini memang asalnya mati.
Tidak memiliki air sehingga sama sekali tidak ada kehidupan.
Pada awalnya permukaan bumi ini lembek dan sangat panas
seperti magma atau lahar gunung berapi. Bumi kemudian

65
dihujani oleh asteroid dan juga komet yang mengandung air.
Allah ‫ﷻ‬menurunkan air dari langit, banyak sekali ayat-ayat al-
Qur’an mengungkapkan ini, misalnya pada ayat 32 surah Ibrahim
berikut ini:

‫س َماء َما ٗء فَأ َ ۡخ َر َج‬


َّ ‫ض َوأَنزَ َل منَ ٱل‬ َ ‫س َم َوت َو ۡٱۡل َ ۡر‬ َّ ‫ٱّلل ٱلَّذي َخلَقَ ٱل‬
ُ َّ
‫ي في ۡٱلبَ ۡحر‬ ۡ ۡ َ ‫بهۦ منَ ٱلث َّ َم َرت ر ۡز ٗقا لَّ ُك ۡم َو‬
َ ‫س َّخ َر لَ ُك ُم ٱلفُلكَ لت َۡجر‬
٣٢ ‫س َّخ َر لَ ُك ُم ۡٱۡل َ ۡن َه َر‬
َ ‫بأ َ ۡمرهۦ َو‬
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan
menurunkan air dari langit, kemudian Dia mengeluarkan
dengan air itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu;
dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu,
berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah
menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. (QS. Ibrahim:32).

Air diturunkan dari langit, menempati sekitar 71% permukaan


bumi. Air itu terdistribusi ke seluruh permukaan bumi melalui
hujan. Dengan adanya air maka Allah‫ ﷻ‬menciptakan berbagai
kehidupan di bumi, dimulai kehidupan primitif seperti bakteri
dan alga, lalu berbagai tumbuh-tumbuhan, hewan dan terakhir
manusia.

Pada ayat 33 surah Yāsīn di atas, Allah ‫ﷻ‬menyebut khusus biji-


bijian, seperti gandum dan beras, yang dijadikan makanan pokok
sebagai rezeki untuk manusia. Sepatutnya manusia
merenungkannya dan bersyukur kepada Allah‫ ﷻ‬atas rezeki yang
dilimpahkanNya itu. Namun, banyak manusia tidak menyadari

66
ini dan bahkan kufur kepada Allah‫ﷻ‬. Sungguh melampaui
bataslah manusia yang membalas kebaikan Allah‫ ﷻ‬yang luar
biasa itu dengan justru menyekutukan-Nya. Seperti halnya yang
dilakukan oleh kaum musyrikin Mekkah itu.

Ayat 33 adalah pesan penting agar setiap individu menyadari


dan mensyukuri nikmat dari Allah‫ ﷻ‬yang tidak terbatas yang
kemudian dirinci dan ditegaskan dengan ayat berikutnya. Selain
biji-bijian juga berbagai buah-buahan yang bermanfaat dan
bergizi tinggi seperti kurma dan anggur yang diambil dari kebun-
kebun yang indah yang di dalamnya terdapat mata air yang
bermanfaat untuk tanaman-tanaman yang terdapat di dalam
kebun, binatang ternak dan tentu saja untuk manusia.

Manusia juga harus menyadari Allah‫ ﷻ‬pula yang memberi


kemampuan kepada mereka untuk mengolah biji-bijian dan
buah-buahan itu untuk menjadi berbagai produk yang
bermanfaat. Semuanya itu adalah nikmat yang Allah‫ ﷻ‬limpahkan
kepada manusia, tetapi banyak sekali manusia yang tidak
bersyukur. Padahal kalau manusia bersyukur maka Allah‫ ﷻ‬akan
menambah kenikmatan di atas kenikmatan yang mereka telah
dapatkan (QS. Ibrahim: 7).

ُ ‫س ۡب َحنَ ٱلَّذي َخلَقَ ۡٱۡل َ ۡز َو َج ُكلَّ َها م َّما تُنبتُ ۡٱۡل َ ۡر‬
‫ض َوم ۡن أَنفُسه ۡم‬ ُ
٣٦ َ‫َوم َّما َل يَعۡ لَ ُمون‬
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui (36).

67
Ayat ini sungguh luar biasa, mengungkapkan bahwa semua
ciptaan Allah‫ ﷻ‬itu berpasang-pasangan. Baik pada ciptaan-
ciptaan yang ditumbuhkan di bumi, pada diri-diri manusia
sendiri, dan bahkan pada ciptaan-ciptaan lain yang belum
manusia ketahui. Artinya, secara esensi berpasangan itu
merupakan sifat dari semua ciptaan Allah‫ﷻ‬. Sepintas, kalau kita
memperhatikan pasangan dalam arti jenis kelamin, mahluk
hidup yang kita kenali di sekitar kita berpasangan, maksudnya
berkelamin jantan dan betina. Manusia berpasangan, ada laki-
laki ada perempuan. Kemudian hewan berpasangan, jantan dan
betina. Tumbuh-tumbuhan? Ya, tumbuh-tumbuhan juga
berpasangan, ada pohon jantan dan pohon betina seperti kurma
dan salak. Tumbuhan semacam ini disebut berumah dua. Ada
jantan dan betinanya terdapat dalam satu pohon atau berumah
satu. Tumbuhan semacam ini ada dua jenis, jantan dan betina
terpisah (tidak dalam satu bunga) misalnya jagung dan kelapa,
serta jantan dan betinanya terdapat dalam satu bunga seperti
cabe dan jeruk.

Namun demikian berpasang-pasangan itu tidak hanya terbatas


pada pengertian jenis kelamin. Kondisi simetrispun berarti
berpasangan juga, misalnya kanan dan kiri. Lebih detail lagi, di
dalam sel mahluk hidup terdapat Deoxyribonucleic Acid (DNA)
dan Ribonucleic Acid (RNA). DNA dan RNA adalah penyusun gen.
Di dalam DNA dan RNA terdapat basa nitrogen yang
berpasangan. Jika ditilik lebih rinci, atom tersusun dari
pasangan-pasangan juga, yaitu pasangan proton dan elektron.

68
Jadi sampai ke unsur terkecil pun tersusun dari pasangan-
pasangan. Subhanallah!

Hal-hal yang disebutkan diatas baru pasangan materi, belumlah


lagi kita menyebut pasangan dalam bentuk energi dan gaya-
gaya, ataupun pasangan dalam bentuk kondisi seperti siang dan
malam, terang dan gelap. Sungguh makna berpasang-pasangan
itu sangat luas. Barangkali lebih banyak yang tidak kita ketahui
daripada yang kita ketahui.

Semua ciptaan Allah‫ ﷻ‬berpasang-pasangan. Sebagian kita


ketahui, dan sebagian lagi tidak atau belum kita ketahui. Adapun
yang tidak berpasangan, yang tunggal dan Esa, hanyalah Sang
Pencipta dan Pemelihara Alam semesta ini, Allah‫ﷻ‬.

‫س‬ َّ ‫ َوٱل‬٣٧ َ‫ار فَإذَا هُم ُّم ۡظل ُمون‬


ُ ‫ش ۡم‬ َ ‫َو َءايَة لَّ ُه ُم ٱلَّ ۡي ُل ن َۡسلَ ُخ م ۡنهُ ٱلنَّ َه‬
٣٨ ‫ير ۡٱلعَزيز ۡٱلعَليم‬ ُ ‫ت َۡجري ل ُم ۡستَقَر لَّ َها ذَلكَ ت َۡقد‬
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka
adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka
dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan (37). Dan
matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah
ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui (38).

Setelah menjelaskan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya di


bumi melalui ciptaan-ciptaan-Nya dan memberi contoh tentang
kuasa-Nya menghidupkan sesuatu yang mati, serta menjelaskan
ciptaan-Nya yang berpasang-pasangan, selanjutnya ayat 37
sampai dengan ayat 40 berbicara tentang ciptaan-Nya di langit
serta dampak dan manfaat dari ciptaan tersebut.

69
Ayat 37 dan 38 mengungkapkan tanda-tanda kekuasaan Allah‫ﷻ‬
yang vital untuk kehidupan manusia atau kehidupan di bumi
secara umum. Malam dan siang diatur Allah‫ ﷻ‬dengan proporsi
yang seimbang. Malam dan siang berkaitan dengan perputaran
bumi pada porosnya, yang memerlukan waktu kurang lebih 24
jam. Ayat ini mengilustrasikan bumi dalam keadaan gelap, dan
memang bumi adalah planet yang tidak bercahaya. Ketika
permukaan bumi di suatu wilayah menghadap ke matahari maka
wilayah tersebut mendapat sinar matahari sehingga wilayah
tersebut berada dalam keadaan siang hari. Lamanya waktu siang
bergantung pada lokasi wilayah di muka bumi dan posisi bumi di
garis edarnya terhadap matahari. Di wilayah khatulistiwa,
lamanya siang berkisar sekitar 12 jam. Bumi terus berputar pada
porosnya (gerakan rotasi), sembari mengelilingi matahari
(gerakan revolusi). Ketika wilayah tersebut tidak lagi menghadap
matahari, maka wilayah tersebut tidak mendapatkan sinarnya
sehingga terjadilah malam hari. Di daerah khatulistiwa,
panjangnya waktu malam dan siang hari lebih kurang sama.
Allah ‫ﷻ‬katakan bahwa malam hari itu adalah waktu untuk
istirahat dan siang hari adalah waktu untuk mencari karuniaNya
(QS. Yunus:67).

Adanya waktu siang dan malam serta perbedaan lama siang dari
waktu ke waktu menunjukan pergerakan bumi (gerak rotasi dan
revolusi). Pada ayat 38 Allah‫ ﷻ‬memberitahu kita bahwa
mataharipun bergerak. Matahari yang besarnya sekitar sejuta
kali lipat bumi itu bergerak di angkasa raya yang begitu luas, dan
dalam keadaan yang sangat teliti dan teratur. Seperti bumi

70
bergerak pada garis edarnya, mengelilingi matahari,
mataharipun bergerak mengililingi pusat galaksi Bima Sakti
(Milky Way).

Pada ayat ini digunakan kata “tajrî” yang biasa digunakan untuk
menunjuk perjalanan cepat sesuatu yang memiliki kaki (berlari).
Ia juga digunakan untuk menunjuk perjalanan sangat jauh yang
ditempuh dalam waktu yang singkat. Kecepatan bumi berotasi
sekitar 1.670 km/jam, melebihi kecepatan pesawat jet komersial
yang sedang terbang yang berkisar antara 700 – 800 km/jam.
Berapa kecepatan bumi mengelilingi matahari yang
perjalanannya memakan waktu satu tahun per keliling (satu
orbit) itu? Ternyata kecepatan orbit bumi itu jauh lebih cepat
dari kecepatan rotasinya, yaitu sekitar 110.000 km/jam! Lalu
bagaimana dengan kecepatan matahari mengelilingi pusat
galaksi? Ternyata kecepatannya adalah 720.000 km/jam. Jauh
lebih cepat dari kecepatan orbit bumi, namun karena luasnya
galaksi Bima Sakti matahari memerlukan waktu rata-rata selama
226 juta tahun untuk sekali putaran!

Kita yang menghuni bumi tidak merasakan berbagai gerakan


cepat itu, karena Allah‫ ﷻ‬telah merancangnya dengan sempurna
dan membuatnya selalu dalam keadaan seimbang! Betapa
Allah‫ ﷻ‬itu Maha Perkasa, Maha Mengetahui dan Maha
Sempurna. Sungguh banyak yang tidak kita ketahui dan tidak
kita rasakan tetapi sangat berpengaruh dalam kehidupan kita.
Tanpa ilmu kita tidak mengetahui kejadian-kejadian besar yang
berpengaruh terhadap diri kita sehingga kita tidak mampu
bersyukur untuk itu.

71
Ayat di atas ditutup dengan dua sifat Allah‫ﷻ‬, yaitu Al-Aziz (Maha
Perkasa) dan Al-‘Alim (Maha Mengetahui). Hal ini kiranya
menunjukkan bahwa pengaturan Allah‫ ﷻ‬terhadap benda langit
seperti matahari yang sedemikian besar, dapat terlaksana
karena Dia Mahaperkasa sehingga semua tunduk kepada-Nya
dan Maha Mengetahui sehingga pengaturan-Nya sangat teliti
dan mengagumkan. Semuanya dijadikan memiliki kadar (taqdir)
serta sistem tertentu dan teliti yang merupakan hukum-hukum
Allah‫ ﷻ‬yang berlaku di alam raya ini. Bahwa, keteraturan alam
ini merupakan bukti yang tak terbantahkan tentang keesaan
Allah‫ ﷻ‬sebagaimana termaktub dalam firman-Nya pada surah al-
Anbiya ayat 22.

َ ‫ٱّلل َرب ۡٱلعَ ۡرش‬


‫ع َّما‬ َّ َ‫س ۡب َحن‬
ُ َ‫س َدتَا ف‬ ُ َّ ‫لَ ۡو َكانَ فيه َما َءال َهة إ َّل‬
َ َ‫ٱّلل لَف‬
٢٢ َ‫يَصفُون‬
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah
yang mempunyai ´Arsy daripada apa yang mereka sifatkan (QS.
Al-Anbiya: 22).

‫س‬
ُ ۡ‫شم‬َّ ‫ َل ٱل‬٣٩ ‫عا َد َك ۡٱلعُ ۡر ُجون ۡٱل َقديم‬َ ‫َو ۡٱلقَ َم َر قَد َّۡرنَهُ َمنَاز َل َحتَّى‬
َ ‫َينبَغي لَ َها أَن ت ُ ۡدركَ ۡٱلقَ َم َر َو َل ٱلَّ ۡي ُل‬
‫ساب ُق ٱلنَّ َهار َو ُكل في فَلَك‬
٤٠ َ‫َي ۡس َب ُحون‬
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah,
sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir)
kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua (39). Tidaklah

72
mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun
tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada
garis edarnya (40).

Setelah menguraikan takdir terhadap matahari, ayat 39 ini


berbicara mengenai bulan. Ayat 39 secara umum menjelaskan
peredaran bulan mengelilingi bumi. Bulan mengelilingi bumi
selama 29 atau 30 hari. Manazilah (jamak dari manzilah) adalah
posisi-posisi bulan dan juga berarti tahap-tahap peredarannya.
Selama satu bulan ada 28 atau 29 kondisi, sebelum dia menjadi
gelap total. Pada kondisi pertama (hari pertama) beberapa saat
setelah matahari terbenam, kondisi bulan sabit yang sangat tipis.
Jika cuaca mendukung, maka ia dapat terlihat selama beberapa
menit di ufuk barat, di sekitar tempat matahari terbenam.

Pada hari kedua, posisi bulan ketika terbit mulai meninggi dan
bulan terlihat lebih besar dan terlihat lebih lama. Pada hari ke-7
posisi bulan semakin tinggi dan bulan telah terlihat separuh dari
bulatannya. Pada hari ke-14 bulan akan mencapai bulatan penuh
dan terlihat bercahaya cukup kuat dan sangat indah (bulan
purnama). Setelah hari ke-14, hari-hari berikutnya bulatan bulan
berkurang. Sampai pada hari ke-28 atau 29 bulan memasuki fase
terakhir dan bentuknya seperti tandan kurma yang tua, atau
kebalikan bulan sabit. Deskripsi padat ayat 39 tentang peredaran
bulan di orbitnya ini sungguh mengagumkan.
Setelah pada ayat 38 dan 39, al-Qur’an membicarakan matahari
dan bulan secara masing-masing, maka ayat 40 memadukan
pembicaraan tentang keduanya sambil menunjukkan betapa

73
takdir pengaturan Allah‫ ﷻ‬sangat teliti dan konsisten. Ayat 40
menjelaskan dengan cukup rinci bahwa masing-masing benda
langit beredar pada garis edarnya, mereka tidak akan
berbenturan satu sama lain. Garis edar bulan sangat berbeda
dengan garis edar matahari. Bulan mengelilingi bumi dan bumi
mengelilingi matahari. Ini berarti bulan juga mengelilingi
matahari. Sedangkan bumi berotasi pada porosnya sehingga
siang dan malam akan tetap berlangsung selama bumi dan
matahari itu ada (sebelum kiamat). Ketetapan Allah‫ﷻ‬
berlangsung dengan sempurna. Mengapa banyak manusia tidak
mampu melihat kenyataan ini dengan jernih dan lalu beriman
dan mendekatkan diri kepada-Nya?
Ayat-ayat di atas mengisyaratkan sebuah fakta ilmiah yang baru
ditemukan oleh para ahli di awal abad ke-17 M. Matahari, bumi,
bulan dan seluruh planet serta benda-benda langit lainnya
bergerak di ruang angkasa dengan kecepatan dan pengaturan
tertentu. Bulan saat mengelilingi bumi dan bumi saat
mengelilingi matahari yang juga bergerak pusat galaksi harus
melewati kumpulan bintang-bintang yang kemudian
memunculkan posisi-posisi (manazil) bulan. Sehingga kita
saksikan berbagai bentuk bulan yang sesuai dengan posisi-posisi
(manazil) tersebut. Kita diminta untuk memerhatikan dan
merenungkan kejadian-kejadian yang setiap saat terjadi di alam
semesta yang luar biasa ini. Apa yang dapat kita katakan melihat
semuanya itu? Tak lain adalah kekecilan diri di hadapan
Kebesaran Allah Yang Menguasai seluruh yang besar yang kita
lihat itu.

74
‫ َو َخ َل ۡقنَا لَ ُهم‬٤١ ‫َو َءا َية لَّ ُه ۡم أَنَّا َح َم ۡلنَا ُذريَّت َ ُه ۡم في ۡٱلفُ ۡلك ۡٱل َم ۡش ُحون‬
َ ‫ َوإن نَّش َۡأ نُ ۡغر ۡق ُه ۡم فَ َل‬٤٢ َ‫من م ۡثلهۦ َما َي ۡركَبُون‬
‫صري َخ لَ ُه ۡم َو َل ه ُۡم‬
٤٤ ‫ إ َّل َر ۡح َم ٗة منَّا َو َمتَ ًعا إلَى حين‬٤٣ َ‫يُنقَذُون‬
Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka
adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera
yang penuh muatan (41). Dan Kami ciptakan untuk mereka yang
akan mereka kendarai seperti bahtera itu (42). Dan jika Kami
menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, maka
tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka
diselamatkan (43). Tetapi (Kami selamatkan mereka) karena
rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan
kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika (44).

Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah‫ ﷻ‬menjelaskan tentang


berbagai tanda kebesaran Allah‫ ﷻ‬yang jelas sulit dicerna oleh
akal manusia, apalagi pada masa turunnya Al-Qur’an. Karena itu,
dalam lanjutan ayat ini Allah‫ ﷻ‬mengemukakan bukti-bukti kuasa
Allah‫ ﷻ‬yang lebih sederhana, yaitu dengan mengingatkan
manusia tentang leluhurnya yang diselamatkan di atas perahu
Nabi Nuh as. Walaupun kiranya ada beberapa persamaan antara
matahari, bulan, dan bahtera Nabi Nuh as itu. Bulan dan
matahari serta planet-planet beredar di angkasa bagaikan
berenang dan berlayar di lautan lepas. Kapal dan perahu-perahu
pun berkeliling dan berlayar. Kapal atau perahu hanyalah secuil
wujud di antara samudra yang luas. Bumi, bulan dan matahari
pun hanya secuil wujud yang terdapat pada alam raya yang
diciptakan Allah‫ﷻ‬.

75
Tapi sebenarnya bahtera yang dimaksud pada ayat di atas dapat
diartikan sebagai perahu ataupun alat transportasi lainnya
secara umum. Transportasi sangat diperlukan oleh manusia
untuk melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain
dan juga untuk mengangkut barang-barang yang akan
diperdagangkan. Manusia dapat berjalan ke suatu tempat dan
membawa barang dengan cara menenteng atau memikulnya.
Namun, berjalan kaki, apalagi jika jarak yang ditempuh jauh,
akan menguras tenaga dan lambat, karena kapasitas angkut
manusia sangat terbatas, maka barang yang dibawa juga tidak
banyak. Allah‫ ﷻ‬menganugerahi manusia akal sehingga dapat
berfikir. Manusia memanfaatkan binatang untuk mengangkut
orang dan barang, seperti memanfaatkan kuda, keledai, lembu
atau onta untuk mengangkut orang dan barang-barang. Namun,
binatang-binatang itupun kapasitasnya juga terbatas.
Allah‫ ﷻ‬mengajarkan manusia melalui Nabi Nuh as (QS. Hud:37)
membuat alat transportasi masal yang efisien, yaitu kapal laut.
Sebelum adanya kapal laut manusia tidak mampu
memanfaatkan laut atau permukaan air lainnya (danau atau
sungai) sebagai sarana transportasi yang efisien. Rekayasa kapal
laut diajarkan Allah‫ ﷻ‬dan langsung dimonitor-Nya sampai
berhasil.

“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk


wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku
tentang orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan
ditenggelamkan.” (QS. Hud:37).

76
Dengan diajarkannya teknologi kapal laut kepada manusia
melalui Nabi Nuh as, maka berbagai jenis kapal dapat dibangun
untuk berbagai keperluan. Kini laut, danau dan sungai menjadi
media transportasi yang efisien, karena kapal laut dapat
mengangkut manusia dan barang dalam jumlah yang sangat
besar. Tanpa adanya transportasi laut dengan menggunakan
kapal yang besar, harga barang-barang akan menjadi lebih
mahal.

Ayat 41 menyebut khusus kapal laut atau bahtera untuk


mengangkut manusia dan barang-barang. Walaupun ayat ini –
seperti disinggung di atas – dapat juga dimaknai secara khusus
yaitu bahwa yang dimaksud adalah kapal Nabi Nuh as yang
mengangkut para leluhur manusia beserta barang-barangnya,
termasuk berbagai binatang, ketika azab banjir dahsyat melanda
kaum Nabi Nuh as yang durhaka, tetapi ayat ini lebih tepat
dimaknai secara umum karena alat transportasi lain juga
disinggung pada ayat berikutnya (ayat 42). Kapal laut memang
sangat berarti bagi kehidupan manusia.

Alat transportasi sangatlah penting bagi manusia, oleh karena itu


kapal laut atau bahtera merupakan salah satu bentuk
transportasi laut, disamping adanya alat transportasi lain yang
merupakan transportasi darat dan udara. Setelah manusia
menemukan roda, maka alat transportasi darat menjadi
semarak, dimulai dari alat transportasi tak bermotor seperti
kereta yang ditarik binatang (biasanya kuda atau lembu), sampai
alat transportasi bermotor yang kita saksikan atau kita gunakan
hampir setiap hari. Disamping itu, alat transportasi udara

77
(seperti kapal terbang) juga telah kita nikmati. Semuanya ini
adalah anugerah Allah‫ﷻ‬. Dia‫ ﷻ‬memberikan inspirasi kepada
manusia untuk mengembangkan alat-alat transportasi itu. Maka
dari itu ketika kita menikmatinya, jangan lupa untuk bersyukur
kepada-Nya.

Ayat 43 berkaitan dengan keselamatan manusia ketika


menggunakan alat transportasi. Ayat ini menyebut khusus
keselamatan dalam mengendarai bahtera. Namun, secara
umum adalah keselamatan mengendarai kendaraan apapun.
Bahwa, Allah-lah yang menjaga keselamatan manusia ketika
sedang dalam perjalanan menggunakan alat-alat transportasi.
Namun keselamatan ini juga membutuhkan peranan manusia di
dalamnya. Pertama, manusia tentu harus memperhatikan
keselamatan itu, yaitu kendaraan yang dipakai itu layak jalan dan
memenuhi standar keselamatan. Kedua, kendaraan tersebut
harus dikendalikan oleh seorang atau tim yang kompeten, telah
melalui proses training atau pelatihan yang teruji. Jika semua ini
telah dipenuhi, maka dengan perlindungan-Nya, penjalanan
tersebut insya Allah akan selamat. Namun, kita harus meyakini
bahwa ketentuan terakhir selamat atau celakanya perjalanan
sepenuhnya berada dalam kendali Allah‫ﷻ‬. Jadi, jika Allah‫ﷻ‬
menghendaki, seperti yang ditegaskan pada ayat 43, boleh jadi
kendaraan yang hebat sekalipun tidak akan selamat. Hal ini
diilustrasikan pada surah Yunus ayat 22.

Manusia sering kali lupa kepada Allah‫ ﷻ‬pada saat mereka


menikmati kesenangan dan rezeki dari-Nya. Ketika mereka
terkepung bahaya, seperti dilanda badai di atas kapal, ketika

78
tidak ada lagi harapan selamat, mereka berdoa kepada Allah‫ﷻ‬
memohon keselamatan dan berjanji untuk bersyukur kepada-
Nya. Namun, setelah selamat mereka lupa dan kembali
mendurhakai-Nya (QS. Yunus: 23).

َ‫سي ُر ُك ۡم في ۡٱلبَر َو ۡٱلبَ ۡحر َحتَّى إذَا ُكنت ُ ۡم في ۡٱلفُ ۡلك َو َج َر ۡين‬ َ ُ‫ه َُو ٱلَّذي ي‬
ُ ‫عاصف َو َجا َءهُ ُم ۡٱل َم ۡو‬
‫ج‬ َ ‫طيبَة َوفَر ُحوا ب َها َجا َء ۡت َها ريح‬ َ ‫بهم بريح‬
َ‫ٱّلل ُم ۡخلصينَ لَهُ ٱلدين‬ َ َّ ‫ع ُوا‬
َ ‫ط به ۡم َد‬َ ‫ظنُّوا أَنَّ ُه ۡم أُحي‬
َ ‫من ُكل َم َكان َو‬
٢٢ َ‫شكرين‬ َّ ‫لَئ ۡن أَن َج ۡيتَنَا م ۡن َهذهۦ لَنَكُون ََّن منَ ٱل‬
Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan
dan (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam
bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang
yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan
mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan
(apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan
mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka
mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan
kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya
jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami
akan termasuk orang-orang yang bersyukur" (QS. Yunus: 22).

Bahwa, sehebat apa pun kendaraan yang dibuat manusia tidak


akan mampu berhadapan dengan bahaya yang besar. Misalnya
bahtera hebat seperti Titanic, yang pada saat diluncurkan
pembuatnya sesumbar bahwa Tuhan pun tidak kuasa
menenggelamkannya, karena kecanggihan teknologi yang
digunakannya. Namun ternyata dalam perjalanan perdananya
kapal canggih itu tenggelam karena menghantam gunung es

79
yang mengapung (iceberg). Maka sudah selayaknya jika kita
sedang mengendarai kendaraan dalam perjalanan
bertawakallah kepada-Nya, menyadari keselamatan perjalanan
kita sepenuhnya berada di tangan-Nya. Ingatlah kehendak
Allah‫ ﷻ‬akan terlaksana, ketentuan-Nya pasti berlaku.

Ayat 44 menegaskan bahwa Allah-lah yang memberikan


keselamatan dalam perjalanan dengan kendaraan. Betapa
besarnya rahmat Allah‫ ﷻ‬kepada manusia, Dia‫ ﷻ‬telah membuat
bumi ini tempat hidup yang nyaman, menjadikan mudah buat
manusia melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain.
Namun, semuanya ini bersifat sementara. Maknanya,
kenyamanan dan kesenangan itu bersifat sementara. Ingat,
suatu saat Allah‫ ﷻ‬dapat mencabut kesenangan itu. Misalnya,
kecelakaan dalam perjalanan menggunakan alat transportasi
bisa saja terjadi, dan boleh jadi kecelakaan itu menyebabkan
kematian.

Sikap Orang-Orang Kafir terhadap Peringatan


٤٥ َ‫َوإذَا قي َل لَ ُه ُم ٱتَّقُوا َما بَ ۡينَ أَ ۡيدي ُك ۡم َو َما خ َۡلفَ ُك ۡم لَعَلَّ ُك ۡم ت ُ ۡر َح ُمون‬
٤٦ َ‫ع ۡن َها ُمعۡ رضين‬ َ ‫َو َما ت َۡأتيهم م ۡن َءايَة م ۡن َءايَت َربه ۡم إ َّل َكانُوا‬
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Takutlah kamu akan
siksa yang dihadapanmu dan siksa yang akan datang supaya
kamu mendapat rahmat", (niscaya mereka berpaling) (45). Dan
sekali-kali tiada datang kepada mereka suatu tanda dari tanda
tanda kekuasaan Tuhan mereka, melainkan mereka selalu
berpaling daripada-Nya (46).

80
Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan betapa bukti-bukti yang
terhampar di alam raya tidak bermanfaat bagi kaum musyrikin
itu. Pada ayat 45 ini dijelaskan bahwa nasihat dan tuntunan lisan
pun tidak menggugah hati mereka. Bahkan di ayat 46 dijelaskan
bahwa tidak datang kepada mereka suatu ayat, baik berupa ayat
yang dibaca maupun bukti yang terhampar di alam raya, dari
sekian banyak ayat-ayat dan bukti-bukti kekuasaan Allah‫ ﷻ‬yang
selama ini melimpahkan rahmat pada mereka, kecuali mereka
selalu menolak dan berpaling darinya.

Ayat 45 dan 46 mengungkapkan sikap orang-orang kafir bila


diberi peringatan. Bahwa kekafiran mereka akan menyebabkan
mereka disiksa Allah‫ ﷻ‬karena mereka telah memilih jalan yang
sesat dan menolak jalan yang benar. Kesesatan akan membawa
kesengsaraan yang kekal di hari kemudian. Walaupun dengan
berbagai penjelasan yang masuk di akal dengan berbagai contoh
akibat dari kesesatan itu, orang-orang kafir tetap menyangkal.
Bahkan ketika ada tanda-tanda yang sangat jelas, mereka tetap
berpaling. Demikianlah sikap orang kafir yang secara padat dan
ringkas telah diungkapkan pada ayat 10 yang lalu, “Sama saja
bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka
ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka,
mereka tidak akan beriman”.

Siksa dan malapetaka dapat datang setiap saat, di malam hari, di


pagi hari, bahkan pada waktu kapan pun, termasuk pada saat
bersenang-senang seperti yang diungkapkan pada surah al-A’rāf
ayat 97-99.

81
ُ ‫أَفَأَمنَ أَ ۡه ُل ۡٱلقُ َرى أَن َي ۡأتيَ ُهم َب ۡأ‬
َ‫ أَ َو أَمن‬٩٧ َ‫سنَا َب َي ٗتا َوه ُۡم نَائ ُمون‬
‫ أَفَأَمنُوا َم ۡك َر‬٩٨ َ‫ض ٗحى َوه ُۡم َي ۡل َعبُون‬ ُ ‫سنَا‬ ُ ‫أَ ۡه ُل ۡٱلقُ َرى أَن َي ۡأت َي ُهم َب ۡأ‬
٩٩ َ‫ٱّلل إ َّل ۡٱلقَ ۡو ُم ۡٱل َخس ُرون‬ َّ ‫ٱّلل فَ َل َي ۡأ َم ُن َم ۡك َر‬
َّ
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu
mereka sedang tidur. Atau apakah penduduk negeri-negeri itu
merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di
waktu pagi hari ketika mereka sedang bermain. Maka apakah
mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-
duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-
orang yang merugi. (QS. al-‘Arāf: 97-99).

Orang-orang kafir ini dengan bodohnya berani memperolok-olok


ancaman Allah‫( ﷻ‬QS. Hud: 8, an-Nahl: 34, a-Kahfi: 56, al-A’rāf:
70). Mereka bahkan menantang untuk didatangkan siksa itu,
“Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata:
"Ya Allah, jika betul (al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi
Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau
datangkanlah kepada kami azab yang pedih" (al-Anfal:32).
Sungguh luar biasa kebodohan mereka itu.

Kalimat “ma baina aidikum” dapat pula dipahami dalam arti


aktivitas yang kamu belum lakukan dan boleh jadi kamu lakukan,
yang dapat mengakibatkan bencana dunia dan akhirat. Sehingga
seharusnya berpikir matanglah sebelum melangkah. Sedangkan
“ma khalfakum” dapat diartikan pikirkanlah kesalahan yang
telah kamu kerjakan dan lakukanlah selalu introspeksi.

82
‫ٱّلل َقا َل ٱلَّذينَ َكفَ ُروا للَّذينَ َءا َمنُوا‬
ُ َّ ‫َوإ َذا قي َل لَ ُه ۡم أَنفقُوا م َّما َرزَ َق ُك ُم‬
٤٧ ‫ضلَل ُّمبين‬ ُ َّ ‫أَنُ ۡطع ُم َمن لَّ ۡو يَشَا ُء‬
َ ‫ٱّلل أَ ۡطعَ َمهُۥ إ ۡن أَنت ُ ۡم إ َّل في‬
Dan apabila dikatakakan kepada mereka: "Nafkahkanlah
sebahagian dari rezeki yang diberikan Allah kepadamu", maka
orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang
beriman: "Apakah kami akan memberi makan kepada orang-
orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan
memberinya makan, tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan
yang nyata" (47).

Setelah menjelaskan kedurhakaan mereka kepada Allah‫ﷻ‬, ayat


di atas menguraikan keburukan mereka yang lain, yaitu
keengganan mereka untuk mengulurkan bantuan kepada kaum
lemah yang membutuhkan.

Ayat 47 adalah himbauan untuk berbagi. Hal ini berlaku umum


untuk semua manusia. Bahwa, Allah‫ ﷻ‬adalah pemberi rezeki
untuk semua mahluk. Allah‫ ﷻ‬memerintahkan kepada manusia,
untuk berbagi rezeki kepada saudaranya yang kurang beruntung
atau miskin. Memberi itu menciptakan hubungan yang baik
kepada yang diberi. Bahkan Allah‫ ﷻ‬akan membalas kepada
pemberi dengan sesuatu yang lebih baik. Ini adalah prinsip
umum, berlaku untuk semua manusia. Hanya saja jika si pemberi
itu adalah orang kafir, kebaikannya akan dibalas Allah‫ ﷻ‬di dunia
saja. Jika si pemberi tersebut adalah orang beriman, maka Allah‫ﷻ‬
akan melimpahkan kebaikan dan tambahan nikmat kepadanya
di dunia, dan juga pahala berlimpah untuk bekalnya di akhirat.

83
Pada ayat 47 diatas digunakan frasa “mimmaa razaqakum Allah”
yang berarti sebagian dari apa yang direzekikan Allah‫ ﷻ‬kepada
kamu. Hal ini berarti harta benda dan segala macam yang
mereka miliki, nikmati dan berada dalam wewenang mereka.
Namun penggunaan kalimat itu mengisyaratkan pula bahwa
pemilik hakiki dari harta dan lain-lain itu adalah Allah‫ﷻ‬. Dia Yang
Memberikannya, dan karena itu sudah seharusnya mereka
mengikuti apa yang diperintahkan oleh Sang Pemilik dan
Pemberi itu.

Namun ajakan Allah‫ ﷻ‬untuk menafkahkan sebagian rezeki itu


diolok-olok oleh orang-orang kafir. Mereka telah mendengar
dari kaum muslimin bahwa Allah Maha Memberi Rezeki, Dia‫ﷻ‬
menjadikan seseorang kaya dan miskin sesuai kehendak-Nya.
Sepertinya mereka berusaha untuk menyudutkan kaum
muslimin dengan mengatakan: “Kami mengikuti kehendak Allah,
sehingga kami tidak memberi makan siapa yang tidak Allah beri
makan dan semestinya Allah yang memberi makan kepada
orang-orang yang beriman itu”. Bahkan, mereka dengan culas
mengatakan bahwa orang-orang beriman itu dalam keadaan
sesat, sehingga Tuhannya membuatnya miskin dan tidak
memberinya makan.
Orang-orang kafir ini sungguh telah mati hatinya. Mereka tidak
mampu memahami bahwa hubungan kemanusiaan itu perlu
dibina, diantaranya dengan berbagi sebagian rezeki. Mereka
tidak mengerti bahwa berbagi itu membawa kebahagiaan dan
menambah nikmat. Mereka yang rela berbagi rezekinya itu tidak
akan menjadi miskin karena berbagi. Namun karena hati telah

84
buta, orang-orang kafir ini menjadi kikir, sombong dan berani
memperolok ayat-ayat Allah‫ﷻ‬.
Menurut Allamah Thabathaba’i, kesalahan fatal mereka disini
adalah mempersamakan kehendak Allah‫ ﷻ‬yang bersifat
ketetapan hukum syariat (tasyri’i) dengan kehendak-Nya yang
bersifat takwiniyah. Kehendak-Nya yang bersifat tasyri’i Dia
tetapkan untuk menguji manusia. Manusia diberi potensi untuk
melaksanakannya atau mengabaikannya. Sedangkan kehendak-
Nya yang bersifat takwiniyah pasti akan terjadi. Dalam konteks
pemberian bantuan kepada fakir miskin, Allah‫ ﷻ‬menghendaki ini
dalam pengertian tasyri’i sehingga alasan yang mereka
kemukakan itu sungguh bukan pada tempatnya.

‫ظ ُرونَ إ َّل‬ُ ‫ َما يَن‬٤٨ َ‫صدقين‬ َ ‫َويَقُولُونَ َمتَى َهذَا ۡٱل َو ۡع ُد إن ُكنت ُ ۡم‬
‫ فَ َل يَ ۡستَطيعُونَ ت َۡوصيَ ٗة‬٤٩ َ‫ص ۡي َح ٗة َوح َد ٗة ت َۡأ ُخذُه ُۡم َوه ُۡم يَخص ُمون‬
َ
٥٠ َ‫َو َل إلَى أَ ۡهله ۡم يَ ۡرجعُون‬
Dan mereka berkata: "Bilakah (terjadinya) janji ini (hari
berbangkit) jika kamu adalah orang-orang yang benar?" (48).
Mereka tidak menunggu melainkan satu teriakan saja yang akan
membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar (49).
Lalu mereka tidak kuasa membuat suatu wasiat pun dan tidak
(pula) dapat kembali kepada keluarganya (50).

Ayat-ayat sebelumnya membuktikan berbagai dasar


argumentasi tentang keesaan dan kuasa Allah‫ﷻ‬. Sedangkan
mulai ayat 49 di atas mulai menguraikan tentang hari

85
kebangkitan (ma’ad) yang merupakan salah satu tema utama
surah Yāsīn ini.

Ayat-ayat sebelumnya menggambarkan betapa buruknya sifat


kaum musyrikin dan olok-olok mereka terhadap kaum muslimin.
Kemudian mulai dari ayat 49 ini melanjutkan dengan respon
yang tak kalah buruknya terhadap peringatan akan adanya janji
dan ancaman Allah‫ ﷻ‬yang pasti akan datang pada setiap
manusia.

Ketika mereka diberi peringatan tentang pertanggungjawaban


yang akan mereka hadapi di hari kebangkitan nanti, mereka
menolaknya dan bertanya, dan mereka berkata, dengan nada
mendustakan dan minta agar disegerakan, “Bilakah janji ini akan
terjadi jika memang kamu adalah orang-orang yang benar?”

Pertanyaan ini bukan pertanyaan ingin tahu, tetapi ungkapan


pengingkaran bahwa mereka tidak percaya dengan janji Allah‫ﷻ‬
tentang hari kebangkitan itu. Ungkapan ketidakpercayaan
mereka kepada hari kebangkitan untuk
mempertanggugjawabkan semua perbuatan di dunia itu banyak
sekali dimuat di dalam al-Qur’an. Misalnya kekafiran terhadap
hari kebangkitan itu dipaparkan di surah al-Waqiah ayat 47 dan
48 berikut ini:

“Dan mereka selalu mengatakan: ‘Apakah apabila kami mati dan


menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami
benar-benar akan dibangkitkan kembali? Apakah bapak-bapak

86
kami yang terdahulu (dibangkitkan pula)?” (QS. al-Waqiah: 47-
48).

Allah‫ ﷻ‬tidak memberitahukan kepada siapa pun kapan hari


Kiamat itu terjadi, tidak kepada kekasihNya, Rasulullah‫ﷺ‬, tidak
juga kepada para malaikat. Hari Kiamat itu bisa terjadi kapan
saja. Kiamat bisa terjadi pada saat manusia beraktivitas, sedang
bertransaksi atau sedang bertengkar atau berperang. Kiamat
terjadi ketika Malaikat Israfil mendapat perintah Allah‫ ﷻ‬untuk
meniup sangkakala. Suara tiupan yang dahsyat itu
mengakibatkan ketidakseimbangan alam, di langit dan di bumi
akan terjadi goncangan yang sangat dahsyat. Keteraturan
dicabut, yang ada hanyalah kekacauan total. Ketika hari Kiamat
datang manusia pasti panik, berusaha menyelamatkan diri, tidak
peduli lagi dengan sanak-famili.
“Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan
sangkakala yang kedua), pada hari ketika manusia lari dari
saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya.
Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang
cukup menyibukkannya.” (QS. Abasa: 33-37)
Teriakan itu sangatlah tiba-tiba, sehingga bahkan untuk
membuat wasiat yang sangat ringkas sekalipun mereka tidak
sempat. Mereka juga tidak dapat kembali kepada keluarga
mereka atau kepada orang lain untuk meminta bantuan.
Kata yakhishshimūn terambil dari kata khishām yang berarti
pertengkaran. Pertengkaran yang dimaksud adalah pertikaian
antar manusia menyangkut berbagai urusan dunia dan

87
melengahkan urusan akhirat. Memang manusia ini senang
meributkan berbagai hal, bahkan terhadap sesuatu yang sudah
terang benderang. Seperti diterangkan dalam Surah al-Kahfi
berikut:

َ ‫ص َّر ۡفنَا في َهذَا ۡٱلقُ ۡر َءان للنَّاس من ُكل َمثَل َو َكانَ ۡٱۡلن‬
‫س ُن‬ َ ‫َولَقَ ۡد‬
٥٤ ‫أَ ۡكثَ َر ش َۡيء َج َد ٗل‬
Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang
kepada manusia dalam Al-Qur’an ini dengan bermacam-macam
perumpamaan. Tetapi manusia adalah memang yang paling
banyak membantah (QS. Al-Kahfi: 54)

Hari Kebangkitan
‫ قَالُوا‬٥١ َ‫صور فَإذَا هُم منَ ۡٱۡل َ ۡج َداث إلَى َربه ۡم يَنسلُون‬ ُّ ‫َونُف َخ في ٱل‬
َ‫ص َدق‬ َ ‫ٱلر ۡح َم ُن َو‬
َّ ‫ع َد‬َ ‫يَ َو ۡيلَنَا َمن بَعَثَنَا من َّم ۡرقَدن َۜاۚ َهذَا َما َو‬
‫ص ۡي َح ٗة َوح َد ٗة فَإذَا ه ُۡم َجميع لَّ َد ۡينَا‬
َ ‫ إن َكان َۡت إ َّل‬٥٢ َ‫سلُون‬َ ‫ۡٱل ُم ۡر‬
٥٣ َ‫ض ُرون‬َ ‫ُم ۡح‬
Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan
segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka (51).
Mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! Siapakah yang
membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?". Inilah
yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah
Rasul-rasul(Nya) (52). Tidak adalah teriakan itu selain sekali
teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan
kepada Kami (53).

88
Ayat sebelumnya berbicara tentang teriakan yang
menghancurkan dunia, yaitu akibat peniupan sangkakala
pertama oleh Malaikat Israfil. Tiupan sangkakala yang
disebutkan pada ayat 51 ini adalah tiupan sangkakala terakhir
dari rangkaian tiupan sangkakala.

Tiupan sangkakala pertama adalah tiupan mengejutkan, Ketika


hari Kiamat dimulai, ini disebutkan pada ayat 49. Tiupan
pertama yang mengejutkan itu dijelaskan pula pada ayat 87
surah an-Naml berikut:

“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah


segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang
dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya
dengan merendahkan diri.” (QS. an-Naml: 87)

Keadaan dunia di hari Kiamat banyak diungkapkan di dalam ayat-


ayat al-Qur’an, baik kejadian-kejadian di langit maupun di bumi.
Berikut adalah terjemahan beberapa ayat yang berbicara
tentang hari Kiamat, setelah tiupan sangkakala pertama.

“ Apabila langit terbelah, dan apabila bintang-bintang jatuh


berserakan, dan apabila lautan dijadikan meluap, dan apabila
kuburan-kuburan dibongkar.” (QS. al-Infithar: 1-4)

“Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah


semestinya langit itu patuh, dan apabila bumi diratakan, dan
memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong.”
(QS. al-Insyiqaq: 1-4)

89
“Apabila matahari digulung, dan apabila bintang-bintang
berjatuhan, dan apabila gunung-gunung dihancurkan, dan
apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak
diperdulikan), dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan,
dan apabila lautan dipanaskan, dan apabila ruh-ruh
dipertemukan (dengan tubuh).” (QS. at-Takwir: 1-7)

“Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup, dan diangkatlah


bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali
bentur. Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat, dan
terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah.”
(QS. al-Haqqah: 13-16)

“Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang


dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat
(yang dikandung) nya, dan manusia bertanya: ‘Mengapa bumi
(jadi begini)?’, pada hari itu bumi menceritakan beritanya” (QS.
al-Zalzalah: 1-4)

Hari Kiamat adalah proses. Lamanya proses Kiamat itu terjadi


tidak dijelaskan. Kemudian sangkakala kedua ditiup. Tiupan
kedua adalah tiupan mematikan. Semua mahluk hidup
dimatikan, sehingga setelah tiupan itu semua selain Allah‫ ﷻ‬akan
mati karena mereka fana. Tiupan sangkakala kedua ini dijelaskan
di surah az-Zumar ayat 68 berikut ini:

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit


dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian

90
ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri
menunggu (putusannya masing-masing).”

Ayat ini juga mengungkapkan tiupan sangkakala setelahnya,


yaitu tiupan ketiga, sama dengan tiupan sangkakala yang
disebutkan pada ayat 51 surah Yāsīn.

Tiupan sangkakala ketiga yang disebut pada ayat 51 djelaskan


oleh ayat 53. Bahwa tiupan itu adalah tiupan yang dahsyat, satu
kali saja. Tiupan itu membangkitkan manusia dari kematiannya,
jasad manusia yang terpisah dengan ruhnya saat mati kini
disatukan kembali. Hal ini mudah saja bagi Allah‫ﷻ‬, Dia‫ﷻ‬
melakukannya sekaligus dalam waktu yang bersamaan.
“Urusan kejadian Kiamat itu, hanya seperti sekejap mata atau
lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu.” (QS. an-Nahl: 77), dan kemudian dalam surah an-
Naziat ayat 13 dan 14, “Maka pengembalian itu hanyalah
dengan sekali tiupan saja. Maka seketika itu mereka hidup
kembali di bumi (yang baru).”

Manusia-manusia yang dihidupkan kembali itu diperintahkan


untuk berkumpul di Padang Mahsyar, bersiap diadili untuk
mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang mereka
lakukan selama hidup di dunia.

Kondisi orang-orang kafir ketika dibangkitkan digambarkan di


ayat 52. Orang-orang kafir ini sangat ketakutan, mereka pun
berujar "Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan
kami dari tempat-tidur kami (kubur)?".

91
Ungkapan orang-orang kafir dan orang-orang yang durhaka
kepada Allah‫ ﷻ‬itu adalah ungkapan ketakutan. Mereka takut
karena menyadari dosa mereka akan menyebabkan mereka
masuk neraka. Kondisi di dalam kubur yang sudah membuat
mereka sangat sengsara itu ternyata belum apa-apanya
dibandingkan dengan kondisi yang sedang dan akan mereka
hadapi. Penafsiran ini diambil dari penggunaan kata
“marqadina” yang berarti tempat pembaringan kami. Bahwa di
dalam kubur atau alam barzakh, para pendurhaka akan
mendapatkan siksa yang pedih, namun setelah kebangkitan ke
alam akhirat mereka tersadar bahwa siksaan di neraka jauh lebih
pedih. Sehingga siksa yang mereka alami di alam barzakh jika
dibanding dengan siksa neraka adalah bagaikan tempat tidur
saja.

Ucapan mereka itu dijawab oleh orang-orang beriman, bahwa


“Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan
benarlah rasul-rasul(Nya).” Karena bagi orang beriman hari
pembalasan itu adalah pasti dan Allah yang Maha Pemurah akan
membalas semua amal dan perbuatan baik mereka dengan
pahala dan surga, “Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah
kamu mati, supaya kamu bersyukur.” (QS. al-Baqarah: 56).

Ada juga yang memahaminya bahwa ayat tersebut sebagai


jawaban malaikat atas pertanyaan kaum musyrikin itu. Terdapat
pula sebagian ahli tafsir lain yang berpendapat bahwa itu adalah
pertanyaan sesama pengingkar hari Kebangkitan sebagai tanda
penyesalan.

92
Menarik kata “Ar-Rahman” digunakan untuk mengingatkan
kepada orang-orang kafir yang sedang terkesima dan ketakutan
itu, bahwa bukankah janji Ar-Rahman telah kalian dengar se
waktu kalian hidup di dunia? Bukankan Dia, Ar-Rahman, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya, yaitu berbagai nikmat yang tak
terhingga kepada kalian, sehingga kalian menikmati hidup?
Bukankah kalian sepatutnya bersyukur kepada Ar-Rahman itu?
Namun apa yang kalian lakukan? Kalian menghianati amanat-
amanat-Nya, kalian mengkufuri nikmat-nikmat-Nya, bahkan
kalian tega menyekutukan-Nya dengan mahluk-Nya yang
rendah!

Orang-orang kafir ini selama hidup di dunia mendustakan rasul-


rasul yang diutus untuk mereka dan mereka memperolok-olok
peringatan para rasul itu. Kini mereka berhadapan dengan
keadaan yang mereka dustakan, sungguh sangat menakutkan
dan sangat menyiksa. Tentu mereka sangat menyesal. Namun
sesal kemudian selalu tiada berguna. Sesal itu hanya akan
menambah kepiluan.

Pengadilan Terakhir
٥٤ َ‫فَ ۡٱليَ ۡو َم َل ت ُ ۡظلَ ُم ن َۡفس ش َۡيا َو َل ت ُ ۡجزَ ۡونَ إ َّل َما ُكنت ُ ۡم ت َعۡ َملُون‬
Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun
dan kamu tidak dibalas, kecuali dengan apa yang telah kamu
kerjakan (54).

Ujung dari ayat 53 menyebutkan bahwa setelah manusia


dibangkitkan sekali teriakan sangkakala maka tiba-tiba mereka

93
semua dikumpulkan kepada Kami. Bayangkan bagaimana
bermilyar-milyar manusia dibangkitkan dan serempak semuanya
dikumpulkan, dari manusia pertama hingga manusia terakhir.
Barulah setelah berkumpul akan diadakan pengadilan (yaumul
hisab) untuk mendatangkan keputusan.

Pengadilan Allah‫ ﷻ‬berlangsung secara terbuka, transparan dan


adil. Semua bukti diungkapkan. Seluruh aktivitas manusia
selama hidup di dunia tarcatat dengan lengkap, tidak ada yang
luput, sebagaimana yang telah diungkapkan pada ayat 12.
Perbuatan baik dibalas dengan yang lebih baik dan perbuatan
yang jahat/buruk dibalas setimpal, tidak ada yang dirugikan,
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya pula.” (QS. al-Zalzalah: 7-8).

Proses pengadilan ini dijelaskan pada surah al-A’rāf ayat 8 dan 9


berikut:

٨ َ‫َو ۡٱل َو ۡز ُن َي ۡو َمئذ ۡٱل َح ُّق فَ َمن ثَقُلَ ۡت َم َوزينُهُۥ فَأُولَئكَ هُ ُم ۡٱل ُم ۡفل ُحون‬
َ ُ‫َو َم ۡن َخفَّ ۡت َم َوزينُهُۥ فَأُولَئكَ ٱلَّذينَ خَس ُروا أَنف‬
‫س ُهم ب َما َكانُوا بايَتنَا‬
٩ َ‫يَ ۡظل ُمون‬
Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka
barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan
kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.
(QS. al-A’rāf: 8-9).

94
Timbangan yang dimaksudkan di sini tentu bukan timbangan
atau neraca seperti yang ada di dunia, karena pahala dan dosa
bersifat non materi. Dalam pengadilan terakhir itu, semua
pahala akan dihitung berdasarkan suatu satuan lalu
diakumulasikan. Demikian pula dosa akan dihitung dengan
satuan yang sama dan kemudian diakumulasikan. Jika akumulasi
pahala seseorang lebih banyak dari akumulasi dosanya, atau
dengan kata lain pahalanya lebih berat dari dosa, maka orang
tersebut menjadi orang yang beruntung, dan tempatnya di
surga. Sebaliknya, jika akumulasi pahala seseorang lebih sedikit
dari akumulasi dosanya, atau dengan kata lain pahalanya lebih
ringan dari dosa, maka orang tersebut menjadi orang yang
merugi dan akan ditempatkan di neraka, kecuali jika
mendapatkan syafa’at.

Pengadilan terakhir itu akan menghasilkan dua keputusan untuk


setiap manusia. Masuk surga atau masuk neraka. Berberapa ayat
berikutnya bercerita tentang penghuni surga dan neraka.

Penghuni Surga
‫ ه ُۡم َوأَ ۡز َو ُج ُه ۡم في‬٥٥ ‫شغُل فَك ُهو َن‬ ُ ‫ب ۡٱل َجنَّة ۡٱليَ ۡو َم في‬
َ ‫إ َّن أَصۡ َح‬
٥٧ َ‫ لَ ُه ۡم في َها فَك َهة َولَ ُهم َّما يَ َّدعُون‬٥٦ َ‫ظلَل عَلَى ۡٱۡل َ َرائك ُمتَّكون‬
٥٨ ‫سلَم قَ ۡو ٗل من َّرب َّرحيم‬ َ
Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang
dalam kesibukan (mereka) (55). Mereka dan pasangan-
pasangan mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan
di atas dipan-dipan (56). Di surga itu mereka memperoleh buah-
buahan dan memperoleh apa yang mereka minta (57). (Kepada

95
mereka dikatakan): "Salam", sebagai ucapan selamat dari Tuhan
Yang Maha Penyayang (58).

Surga merupakan tempat orang-orang yang mendapatkan ridha


Allah, tempat yang indah dan menyenangkan. Semua penghuni
surga menikmati kebahagiaan yang sejati. Mereka sibuk, sibuk
dalam kenikmatan. Ayat-ayat di atas menggambarkan betapa
nikmat keadaan di surga itu. Kata ‫ شُغُل‬bermakna sibuk dan kata
َ‫ فَك ُهون‬adalah jamak dari kata ‫ فكه‬yang bermakna kesenangan atau
kegembiraan yang luar biasa. Ini berarti penghuni surga
sungguh-sungguh berada dalam kesibukan menikmati berbagai
kesenangan dan kegembiraan. Apa yang mereka inginkan segera
terwujud.

Kata fi syughulin faakihuun juga berarti penghuni surga itu


berada dalam kenikmatan yang menyibukkan mereka, tetapi
kesibukan tersebut sama sekali tidak membosankan karena
mereka merasa aktivitas mereka begitu penting dan
menyenangkannya sampai mereka mengabaikan selainnya atau
tidak punya waktu untuk mengerjakan yang lain.

Kesenangan dan kebahagiaan lain tentu ada, selain kebahagian


dan kenikmatan bercinta bersama pasangan yang sangat cantik,
yang berwujud bidadari-bidadari yang luar biasa cantik jelita.
Ayat ini berbicara kenikmatan secara umum yang dinikmati oleh
para penghuni surga yang menjadikan mereka tidak lagi
memikirkan dan melakukan aktivitas selainnya, apapun
bentuknya.

96
Para penghuni surga berada di dalam istana-istana yang indah
yang di dalamnya terdapat berbagai keindahan dan kemewahan
yang tidak akan pernah menjemukan. Penghuni surga
bercengkerama menikmani keindahan baik di dalam istana-
istana, maupun di taman-taman yang sangat indah. Di taman-
taman itu terdapat berbagai buah-buahan yang lezatnya berlipat
ganda dibandingkan dengan kelezatan buah-buahan di dunia.
Buah-buahan itu tersedia di dalam istana-istana ataupun sangat
mudah dipetik di taman-taman yang bertebaran di berbagai
tempat. Di dalam surga tiada keinginan yang tidak dipenuhi.

Namun, dari berbagai kenikmatan dan kesenangan itu,


puncaknya adalah ucapan salam dari Allah‫ﷻ‬. Tiada yang lebih
indah dan membahagiakan dari ucapan salam dari Allah‫ ﷻ‬yang
tentunya dibarengi dengan rahmat yang tidak terbayangkan,
wujud rahmat dari Yang Maha Penyayang (Ar-Rahim), yang
hanya diperoleh oleh penghuni surga.

Gambaran tentang surga itu banyak terdapat di dalam al-Qur’an


dengan berbagai nama di antaranya Surga Firdaus, Surga ‘Adn
dan Surga Ma’wa. Gambaran surga dan suasana yang sangat
indah terdapat di dalam surah ar-Rahman dari ayat 46 sampai
ayat terakhir (ayat 78). Semoga kita berhasil meraih ridha Allah
dan menikmati surga-surga yang disebutkan di surah ar-Rahman
itu.

97
Penghuni Neraka
‫ ۞أَلَ ۡم أَ ۡع َه ۡد إلَ ۡي ُك ۡم يَبَني َءا َد َم‬٥٩ َ‫َوٱمۡ تَ ُزوا ۡٱليَ ۡو َم أَيُّ َها ۡٱل ُم ۡجر ُمون‬
‫ٱعبُدُوني َهذَا‬ ۡ ‫ َوأَن‬٦٠ ‫عدُو ُّمبين‬ َ ‫طنَ إنَّهُۥ لَ ُك ۡم‬ َّ ‫أَن َّل ت َعۡ بُدُوا ٱل‬
َ ‫ش ۡي‬
٦١ ‫ص َرط ُّم ۡستَقيم‬
Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir): "Berpisahlah kamu
(dari orang-orang mukmin) pada hari ini, hai orang-orang yang
berbuat jahat (59). Bukankah Aku telah memerintahkan
kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah
syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagi kamu" (60). Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah
jalan yang lurus (61).

Ketika berkumpul di Padang Mahsyar, orang-orang kafir dan


orang-orang yang memanggul dosa besar, berbuat kerusakan di
muka bumi, dilarang mendekati orang beriman karena orang
beriman mendapatkan perlindungan di Padang Mahsyar.
Mereka merasakan siksaan panasnya udara di Padang Mahsyar
dan harus menunggu dalam waktu lama dalam keadaan gelisah
dan tersiksa. Jadi, orang-orang kafir dan yang yang berbuat
kerusakan (fasad) sudah tersiksa di Padang Mahsyar sebelum
disiksa di neraka. Namun, keadaan di Padang Mahsyar itu bagi
mereka sangat ringan dibandingkan keadaan mereka di neraka.
Untaian siksa itu sudah mereka rasakan sejak mereka memasuki
alam barzakh, berlanjut di Padang Mahsyar dengan intensitas
yang jauh lebih berat dan puncaknya di neraka.

Orang-orang kafir, orang-orang yang berbuat kerusakan dan


pemikul dosa yang bertumpuk itu kemudian diingatkan Allah‫ﷻ‬.

98
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam
supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”.

Dari mana Allah‫ ﷻ‬menyampaikan perintah atau wasiat untuk


menjauhi setan itu? Tentu melalui wahyu-Nya yang disampaikan
oleh rasul-rasul-Nya.

Setan-setan itu adalah tentaranya Iblis. Iblis juga disebut setan,


ketika dia mulai menggoda dan menggelincirkan Adam as dan
keturunannya. Setan adalah sifat mengajak orang berbuat buruk
dan membangkang perintah Allah‫ﷻ‬. Iblis itu adalah musuh
bebuyutan manusia. Awalnya Iblis iri pada manusia (Nabi Adam
as) ketika Allah‫ ﷻ‬jadikan menjadi khalifah di bumi. Dia lalu
menyombongkan diri, merasa dirinya lebih hebat karena
diciptakan dari api, sedangkan manusia diciptakan dari tanah.
Allah‫ ﷻ‬murka dan melaknat Iblis. Karena kesombongan dan
dendam Iblis pada Adam as, ia tidak mau mengakui dan bertobat
kepada Allah‫ﷻ‬. Bahkan dia malah berjanji untuk melampiaskan
dendamnya kepada manusia yang dia anggap sebagai penyebab
dia dilaknat Allah‫ﷻ‬. Perhatikanlah surah al-Isra ’ayat 62 sampai
64 berikut ini:

‫ي لَئ ۡن أَ َّخ ۡرتَن إ َلى يَ ۡوم ۡٱلق َي َمة‬ َ َ‫قَا َل أَ َر َء ۡيتَكَ َهذَا ٱلَّذي َك َّرمۡ ت‬
َّ َ‫عل‬
‫ قَا َل ۡٱذه َۡب فَ َمن تَب َعكَ م ۡن ُه ۡم فَإ َّن َج َهنَّ َم‬٦٢ ‫َۡل َ ۡحتَن َك َّن ذُريَّتَهُۥ إ َّل قَل ٗيل‬
َ‫ص ۡوتك‬ َ ‫طعۡ تَ م ۡن ُهم ب‬ ۡ ‫ٱست َۡفز ۡز َمن‬
َ َ‫ٱست‬ ۡ ‫ َو‬٦٣ ‫ورا‬ ٗ ُ‫َجزَ ا ُؤ ُك ۡم َجزَ ا ٗء َّم ۡوف‬
‫علَ ۡيهم بخ َۡيلكَ َو َرجلكَ َوشَار ۡك ُه ۡم في ۡٱۡل َ ۡم َول َو ۡٱۡل َ ۡولَد‬ َ ‫َوأَ ۡجل ۡب‬
٦٤ ‫ورا‬ ً ‫غ ُر‬ ُ ‫ط ُن إ َّل‬َ ‫ش ۡي‬
َّ ‫َوع ۡده ُۡم َو َما َيع ُدهُ ُم ٱل‬

99
Dia (iblis) berkata: “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya
yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau
memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-
benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian
kecil” (62). Tuhan berfirman: “Pergilah, barang siapa di antara
mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka
Jahanam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan
yang cukup (63). Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di
antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap
mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan
berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan
beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan
kepada mereka melainkan tipuan belaka (64). (QS. al-Isra’: 62-
64).

Iblis sungguh melampaui batas dalam kejahatannya. Dia


bertekad menghancurkan manusia dan menyesatkan manusia
dengan target sebagian besar manusia akhirnya akan menjadi
temannya di neraka. Ayat-ayat yang berkaitan dengan penghuni
neraka ini sebetulnya juga peringatan keras buat orang-orang
kafir di Mekkah pada saat itu, disamping orang-orang kafir di
tempat dan zaman manapun mereka berada. Orang-orang kafir
ini sepatutnya menyadari bahwa mereka berada di dalam jalan
sesat yang akan membawa mereka menuju neraka. Sepatutnya
mereka segera menyadari dan meninggalkan jalan sesat dan
menempuh jalan lurus, yaitu dengan beriman hanya kepada
Allah‫ ﷻ‬dan taat kepada perintah-perintah-Nya.

100
Kejelasan permusuhan setan kepada manusia seharusnya dapat
disadari oleh siapapun yang memerhatikan dampak buruk dari
rayuan dan bisikannya. Setiap perbuatan terlarang yang
dilakukan manusia, maka akan ditemukan peran setan disana.
Semua yang dilarang dan dilakukan itu, terbukti membawa
dampak buruk bagi manusia. Hal tersebut terjadi berulang-
ulang. Sehingga seharusnya menjadi jelas bagi siapapun yang
mau berfikir bahwa memang setan adalah musuh yang sangat
jelas.

Setelah menyadarkan bahwa setan itu adalah musuh yang


benar-benar nyata, maka kemudian Allah‫ ﷻ‬menyeru untuk
menyembah hanya kepada-Nya. Pada ayat ini Allah‫ ﷻ‬langsung
menyebut diri-Nya dalam bentuk tunggal. Antara lain untuk
mengisyaratkan tentang pentingnya hal ini, sehingga Allah‫ﷻ‬
sendiri yang mengatakannya. Selain itu ayat ini juga menegaskan
tentang ketiadaan keterlibatan selain Allah‫ ﷻ‬dalam hal yang
disampaikan. Seperti dalam ayat ini adalah tentang menyembah
atau beribadah hanya kepada Allah‫ﷻ‬. Itulah jalan lebar yang
lurus (ash-shirath al-mustaqîm). Jalan yang luas, lebar dan
terdekat menuju tujuan, yaitu yang mengantarkan pada
kebahagiaan dunia dan akhirat.

‫ َهذهۦ َج َه َّن ُم‬٦٢ َ‫يرا أَفَ َل ۡم ت َ ُكونُوا ت َعۡ قلُون‬ ً ‫ض َّل من ُك ۡم جب ٗل َكث‬َ َ‫َولَقَ ۡد أ‬
٦٤ َ‫ ٱصۡ لَ ۡوهَا ۡٱل َي ۡو َم ب َما ُكنت ُ ۡم ت َۡكفُ ُرون‬٦٣ َ‫عدُون‬ َ ‫ٱلَّتي ُكنت ُ ۡم تُو‬
Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar
diantaramu, Maka apakah kamu tidak pernah memikirkan? (62).
Inilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya) (63).

101
Masuklah ke dalamnya pada hari ini disebabkan kamu dahulu
mengingkarinya (64).

Untuk menguatkan kembali bahwa setan benar-benar musuh


yang nyata bagi manusia, Allah‫ ﷻ‬bersumpah bahwa setan ini
telah menyesatkan banyak kelompok manusia sebelumnya.
Surah al-Isra ’ayat 62 antara lain memberi penjelasan tambahan
terhadap ayat 62 surah Yasin. Berbagai kisah kaum terdahulu
membuktikan bahwa setan itu telah berhasil menyesatkan
sebagian besar manusia. Untuk menyadari hal tersebut, Allah‫ﷻ‬
telah menganugerahkan manusia potensi untuk berfikir. Namun,
sayangnya para pendurhaka itu tidak menggunakan potensinya
tersebut untuk tidak terjerumus dalam jebakannya.

Berkali-kali telah dijelaskan oleh Allah‫ ﷻ‬dengan perantaraan


Rasul-Nya, bahwa setan adalah musuh turun-temurun bagi
manusia. Telah dijelaskan juga bahwa sejak Adam as keluar dari
dalam surga dan lblis dikeluarkan pula, sejak saat itu
permusuhan telah terjadi. Sampai Iblis itu meminta agar Allah‫ﷻ‬
memberikan kesempatan baginya untuk memperdayakan
manusia. Permintaannya itu dikabulkan. Dalam Surah Fathir
ditegaskan:

"Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kamu, maka


hendaklah anggap dia sebogai musuh." (QS. Fathir: 6)

Bagaimana mungkin makhluk yang sejak semula telah


menyatakan diri menjadi musuh kamu, lalu kamu menyembah
dan mengikutinya?

102
Kata ta’qilun berasal dari akar kata ‘aqala yang berarti mengikat.
Potensi yang menghalangi manusia melakukan keburukan dan
kesalahan dinamai akal karena potensi tersebut bagaikan
mengikat yang bersangkutan sehingga tidak terjerumus dalam
kedurhakaan. Kalimat pertanyaan di akhir ayat 62 itu
menggugah setiap manusia untuk menggunakan akalnya untuk
berfikir. Tidakkah orang-orang kafir itu berfikir bahwa perbuatan
mereka itu salah? Allah‫ ﷻ‬yang memberi mereka berbagai
anugerah, tapi setan yang mereka sembah dan ikuti? Allah‫ﷻ‬
yang menunjuki jalan yang lebar dan lurus, lengkap dengan
ribuan utusan-utusannya untuk membantu mereka, tapi justru
mereka olok-olok dan tinggalkan menuju jalan suram yang
sesat? Maka “apakah tidak pernah kamu fikirkan?”

Setan memiliki pengetahuan mengenai kelemahan manusia.


Seperti yang diceritakan di dalam surah al-A’rāf ayat 22, Iblis
sebagai penghulu semua setan, telah berhasil menggelincirkan
Adam as dan istrinya (Siti Hawa) untuk melanggar larangan Allah.

َ ‫س ۡو َءت ُ ُه َما َو‬


‫طف َقا‬ َ ‫ش َج َرةَ َب َد ۡت لَ ُه َما‬ َّ ‫فَ َد َّلى ُه َما بغُ ُرور فَ َل َّما َذا َقا ٱل‬
‫عن‬ َ ‫علَ ۡيه َما من َو َرق ۡٱل َجنَّة َونَا َدى ُه َما َربُّ ُه َما أَلَ ۡم أ َ ۡن َهكُ َما‬ َ ‫َي ۡخصفَان‬
٢٢ ۚ‫طنَ لَكُ َما َعدُو ُّمبين‬ َ ‫ش ۡي‬ َّ ‫ت ۡلكُ َما ٱل‬
َّ ‫ش َج َرة َوأَقُل لَّكُ َما إ َّن ٱل‬
Maka setan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu)
dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu
itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah
keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian
Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah Aku telah melarang
kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu:

103
"Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu
berdua?“ (QS. al-A’rāf: 22)

Perhatikan akhir ayat surah al-A’rāf ayat 22. Allah‫ ﷻ‬lagi-lagi


memberitahukan kepada manusia sejak awal, bahwa setan itu
adalah musuh yang nyata bagi manusia. Dengan demikian jika
manusia mengikuti jejak setan atau bahkan menyembah setan,
maka bukankah itu sebuah kebodohan yang nyata, karena akan
menjerumuskannya ke neraka. Orang-orang kafir, fasik dan
gemar berbuat kerusakan itu telah menjadi pengikut Iblis dan
tentu saja mereka akan menerima akibatnya, yaitu tersiksa di
neraka.

Setelah orang-orang kafir dan mereka yang menumpuk dosa dan


berbuat kerusakan itu melalui Padang Mahsyar dengan
sengsara, mereka akhirnya masuk ke tempat yang jauh lebih
buruk lagi. Mereka telah diberi peringatan akan memasuki
tempat itu, tetapi mereka dengan sombongnya mendustakan
tempat itu. Nah, kini mereka menyaksikan tempat yang mereka
dustakan itu, yaitu neraka, kemudian mereka dilemparkan ke
dalamnya. Betapa tersiksanya memasuki neraka yang selama ini
mereka dustakan.

Para malaikat penyiksa berkata kepada mereka yang disesatkan


oleh setan sesaat sebelum dihempaskan ke neraka: “Inilah
neraka jahannam yang dahulu dijanjikan kepadamu”. Malaikat
menyuruh mereka masuk ke dalamnya untuk merasakan
kepedihannya pada hari itu yang disebabkan karena mereka
dahulu sering ingkar (kufur), yaitu tidak beriman dan menaati

104
Allah dan Rasul-Nya, serta tidak juga bersyukur atas nikmat-
nikmat-Nya.

Kesaksian Anggota Tubuh


َ ‫ۡٱليَ ۡو َم ن َۡخت ُم‬
‫علَى أَ ۡف َوهه ۡم َوت ُ َكل ُمنَا أَ ۡيديه ۡم َوت َۡش َه ُد أَ ۡر ُجلُ ُهم ب َما َكانُوا‬
٦٥ َ‫َي ۡكسبُون‬
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada
Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka
terhadap apa yang dahulu mereka usahakan (65).

Ayat 65 ini menggambarkan proses pengadilan orang-orang


kafir, orang-orang munafik atau secara umum orang-orang
durhaka di Mahkamah Allah Yang Maha Adil. Pengadilan dimulai
dengan dakwaan dengan bukti-bukti yang berupa “rekaman-
rekaman” yang dicatat oleh para malaikat atas perbuatan orang-
orang yang diadili itu selama mereka hidup di dunia. Bagi mereka
ini, rekaman-rekaman itu mengungkapkan dengan jelas
perbuatan-perbuatan buruk mereka, diantaranya ada perbuatan
buruk yang sangat parah seperti menyekutukan Allah‫ ﷻ‬dan
menjadi pengikut setan selama mereka hidup di dunia, sehingga
dosa besar mereka bertumpuk-tumpuk tidak hanya dari
perbuatan yang mereka lakukan, juga akibat atsar dari
perbuatan mereka, yaitu perbuatan orang lain yang mengikuti
mereka.

Setelah bukti-bukti dakwaan diungkapkan, mereka yang


didakwa ini diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan.
Mereka berusaha membela diri, mengatakan bahwa apa yang

105
direkam para malaikat itu tidak benar. Bahkan mereka berkelit,
mengatakan bahwa mereka tidak menyekutukan Allah‫ﷻ‬, seperti
yang disebutkan dalam surah al-An’am ayat 23 berikut:

َّ ‫ث ُ َّم لَ ۡم تَ ُكن ف ۡتنَت ُ ُه ۡم إ َّل أَن قَالُوا َو‬


٢٣ َ‫ٱّلل َربنَا َما ُكنَّا ُم ۡشركين‬
Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: "Demi
Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah" (an-
An’am: 23).

Pengadilan pun berlanjut dengan mendatang saksi-saksi.


Terdakwa dipersilahkan mendatangkan saksi-saksi untuk
mendukung pembelaan yang mereka lakukan. Namun tidak ada
saksi yang berani membela atau membenarkan ucapan mereka
itu. Kemudian Allah‫ ﷻ‬mempersilahkan anggota tubuh bersaksi.
Semua anggota tubuh kini sepenuhnya dalam kendali Allah‫ﷻ‬,
khususnya mulut yang sebelumnya digunakan untuk membela
diri. Di ayat ini yang bersaksi adalah tangan dan kaki. Di ayat-ayat
lain, lidah ikut bersaksi (QS. an-Nur: 24), pendengaran,
penglihatan, bahkan kulit ikut bersaksi terhadap apa yang telah
mereka lakukan (QS. Fushilat: 20). Semua saksi-saksi
memberikan informasi yang akurat dan jujur, menyangkal
pembelaan mereka dengan telak. Mereka tidak dapat berkelit di
hadapan Mahkamah Allah Yang Maha Adil. Vonis pun dijatuhkan
kepada mereka, masuk neraka!

Ketika proses pengadilan berakhir, mereka bertanya kepada


kulit mereka, mengapa bersaksi? Perhatikan jawaban kulit itu
pada ayat 21 surah Fushilat.

106
‫ٱّلل ٱلَّذي أَنطَقَ ُك َّل‬
ُ َّ ‫علَ ۡينَا قَالُوا أَنطَقَنَا‬
َ ‫َوقَالُوا ل ُجلُوده ۡم ل َم شَهدتُّ ۡم‬
٢١ ‫ش َۡيء َوه َُو َخلَقَ ُك ۡم أَ َّو َل َم َّرة َوإلَ ۡيه ت ُ ۡر َجعُو َن‬
Dan mereka berkata kepada kulit mereka: "Mengapa kamu
menjadi saksi terhadap kami?" Kulit mereka menjawab: "Allah
yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah
menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dialah yang
menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya
lah kamu dikembalikan" (QS. Fushilat: 21).

Peringatan untuk Mawas Diri


َ‫ط فَأَنَّى ي ُۡبص ُرون‬
َ ‫ٱستَبَقُوا ٱلص َر‬ۡ َ‫علَى أَ ۡعيُنه ۡم ف‬َ ‫ط َم ۡسنَا‬ َ َ‫َولَ ۡو نَشَا ُء ل‬
‫طعُوا ُمض ٗيا َو َل‬ َ َ‫ٱست‬
ۡ ‫علَى َم َكانَته ۡم فَ َما‬َ ‫س ۡخنَ ُه ۡم‬
َ ‫ َولَ ۡو نَشَا ُء لَ َم‬٦٦
٦٧ َ‫يَ ۡرجعُون‬
Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami hapuskan
penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba
(mencari) jalan, Maka betapakah mereka dapat melihat(nya)
(66). Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami ubah mereka
di tempat mereka berada; maka mereka tidak sanggup berjalan
lagi dan tidak (pula) sanggup kembali (67).

Ayat 66 dan 67 adalah peringatan kepada manusia dan nasehat


untuk mawas diri atas pengingkaran dan dosa-dosa yang mereka
lakukan selama hidup di dunia. Bahwa seandainya Allah‫ﷻ‬
menyegerakan hukuman untuk mereka, maka bagi-Nya itu
sangat mudah. Namun, karena kasih sayang-Nya, Dia‫ ﷻ‬memberi
kesempatan yang luas, bahkan kepada mereka yang

107
menyekutukan-Nya, yang munafik dan yang gemar berbuat
maksiat untuk menyadari kesalahan dan bertobat.

Bahwa jika seandainya Allah‫ ﷻ‬membutakan mereka, sehingga


nikmat melihat yang selama ini mereka salah gunakan itu tiba-
tiba hilang, maka mereka pasti tidak mampu mengembalikan
penglihatan itu dan mereka akan hidup sengsara. Mengapa
mereka tidak merenungkan hal ini? Kaum Sodom (umat Nabi
Luth as) sebelum disiksa Allah‫ﷻ‬, mata mereka dibutakan Allah‫ﷻ‬
dengan kibasan yang dilakukan malaikat yang mengunjungi
rumah Nabi Luth as. Mereka hendak memperkosa tamu Nabi
Luth as yang sesungguhnya adalah para malaikat yang
menyamar sebagai beberapa orang laki-laki tampan.

Selanjutnya, seandainya Allah‫ ﷻ‬mengubah mereka secara tiba-


tiba, misalnya mereka menjadi lumpuh atau gila atau bahkan
mengubah bentuk mereka menjadi mahluk yang hina,
sebagaimana Allah‫ ﷻ‬mengutuk ummat Nabi Musa AS yang
melanggar larangan bekerja pada hari Sabtu sehingga menjadi
kera yang hina (Al-Baqarah:65, Al-A’raf:166), maka semuanya itu
dapat terjadi dengan sangat mudah. Apakah mereka tidak
berfikir dan kemudian menyadari perbuatan mereka yang telah
melampaui batas itu?

Jika mereka tidak bertobat dengan segala perbuatan mereka


yang melampaui batas itu, yaitu menyekutukan Allah‫ ﷻ‬dan
berbuat kerusakan di muka bumi, maka tidak ada yang lebih
pantas untuk mereka kecuali tinggal di neraka, karena

108
kesempatan yang luas telah Allah‫ ﷻ‬berikan kepada mereka.
Mereka tidak hanya menyia-nyiakan kesempatan itu, bahkan
mereka semakin menumpuk dosa yang membuat hati mereka
mati.

Kiranya dua ayat ini juga menjadi peringatan bagi kita untuk
berhati-hati dalam melangkah, khususnya jika langkah tersebut
adalah langkah berbuat maksiat. Karena boleh jadi petaka akan
menimpa kita, yang dapat membuat kita terpuruk.

Sunnatullah Umur
٦٨ ‫َو َمن نُّعَم ۡرهُ نُنَك ۡسهُ في ۡٱلخ َۡلق أَفَ َل يَعۡ قلُو َن‬
Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami
kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka
tidak memikirkan (68).

Manusia dilahirkan sebagai seorang yang tidak berdaya, tanpa


bantuan orang lain, khususnya ibunya. Berangsur-angsur
tubuhnya membesar, menjadi lebih kuat, perlahan akalnya
berfungsi sampai mencapai usia dewasa. Kekuatan fisik
mencapai puncak ketika berumur 20-an sampai umur 30-an,
kemudian fisik berangsur melemah, perlahan tapi pasti.
Akhirnya ketika memasuki usia tua dan fisik sudah tidak
sempurna, berbagai macam penyakit boleh jadi mulai
menghinggapi. Demikian pula kondisi mental, umur 40an
mencapai kekuatan puncaknya. Ketika sudah tua, perlahan
kekuatan mental itu melemah, dan sebagian orang ada yang

109
pikun, bahkah bertingkah seperti anak-anak, seperti yang
digambarkan pada ayat 68 ini.

Ayat yang mulia ini secara implisit memberikan nasehat kepada


kita untuk memanfaatkan waktu dengan berbuat amal saleh
ketika kita masih kuat. Jangan menunda amal saleh, karena
boleh jadi kesempatan beramal itu hilang ketika kita ingin
melakukannya. Kiranya hadist terkenal berikut ini cukup bagi kita
sebagai pedoman untuk memanfaatkan waktu, kesempatan,
atau umur untuk melakukan amal soleh yang berkualitas.

Diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Abbas ra bahwa Baginda


Rasulullah‫ ﷺ‬bersabda, “Manfaatkanlah lima perkara sebelum
datang lima perkara, yakni masa mudamu sebelum datang masa
tuamu, sehatmu sebelum datang sakitmu, masa kayamu
sebelum datang faqirmu, waktu luangmu sebelum waktu
sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu".

Selanjutnya nasehat untuk memperbaiki diri secara


berkesinambungan sepatutnya kita ikuti dengan baik agar masa
depan kita baik, baik masa depan di dunia ataupun di akhirat.

“Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah
tergolong orang yang beruntung, Barang siapa yang hari ini
sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi
dan Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin
dialah tergolong orang yang celaka.” (HR. Al-Hakim).

110
Terlepas dari perdebatan tentang status hadist ini, sahih atau
tidak dari sisi sanad atau bahkan ada yang mengatakan ini bukan
hadist dari Rasulullah‫ﷺ‬, nasehat yang terkandung dalam hadist
ini (matannya) sangat baik untuk diikuti dan hadist ini selaras
dengan isi surah al-Ashr.

Al-Qur’an itu Bukan Syair

٦٩ ‫علَّمۡ نَهُ ٱلشعۡ َر َو َما يَنبَغي لَهُۥ إ ۡن ه َُو إ َّل ذ ۡكر َوقُ ۡر َءان ُّمبين‬
َ ‫َو َما‬
٧٠ َ‫علَى ۡٱل َكفرين‬ َ ‫ليُنذ َر َمن َكانَ َح ٗيا َويَح َّق ۡٱلقَ ۡو ُل‬
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan
bersyair itu tidaklah layak baginya. Al-Quran itu tidak lain
hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan (69).
Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-
orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan
azab) terhadap orang-orang kafir (70).

Ayat ini berkaitan dengan tuduhan orang-orang musryik


Mekkah, bahwa Nabi Muhammad‫ ﷺ‬itu adalah seorang penyair
(QS. al-Anbiya: 5, ash-Shaffat: 36, ath-Thur: 30). Tuduhan ini
tampak sedikit lebih lunak dari tuduhan-tuduhan lain yang kasar
dan menghina seperti tuduhan sebagai orang gila, tukang sihir,
tukang tenung dan sebagainya. Namun, tuduhan ini sangat
berbahaya, jika Nabi Muhammad‫ ﷺ‬itu seorang penyair, maka
kata-kata indah yang diucapkannya berarti gubahannya sendiri,
bukan dari Allah‫ﷺ‬. Jadi apa yang diucapkan Rasulullah‫ ﷺ‬itu
bukanlah wahyu. Oleh karena itu, Allah‫ ﷻ‬menyangkal tuduhan

111
bahaya ini dengan tegas. Bahwa, Allah‫ ﷻ‬tidak mengajarkan sya’ir
kepada Rasulullah‫ﷺ‬, dan Rasulullah‫ ﷺ‬tidak pernah belajar
kepada manusia sehingga apa yang diucapkannya hanyalah
wahyu dari Allah‫ﷻ‬, sebagaimana firmannya dalam surah an-
Najm ayat pertama sampai ayat 4, “Demi bintang ketika
terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula
keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur'an) menurut
kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”

Sebetulnya, orang-orang musyrik Mekkah menyadari dan tahu


bahwa apa yang disampaikan oleh Rasulullah‫ ﷺ‬itu bukanlah
sya’ir karena mereka sangat mengerti tentang sya’ir dan aturan-
aturan yang berkaitan dengannya. Ayat-ayat al-Qur’an memang
sangat indah, tak tertandingi, tetapi bukanlah sya’ir. Al-Qur’an
itu adalah kitab petunjuk yang menjadi bahan pelajaran
berharga untuk semua aspek kehidupan. Ayat-ayat al-Qur’an
juga mengandung berbagai penjelasan ayat lain untuk
membantu pemahaman bagi yang mempelajarinya.

Sebagian ayat-ayat al-Qur’an adalah peringatan, sehingga


dengan menyampaikan ayat-ayat itu, Rasulullah‫ ﷺ‬memberikan
peringatan kepada manusia. Namun, hanya mereka yang masih
hidup, maksudnya hatinya masih sehat saja, dapat memahami
dan mengambil pelajaran dari peringatan-peringatan itu.
Sedangkan mereka yang mendustakan peringatan itu alias kafir
atau hatinya mati, mereka tidak mampu memahami ayat-ayat al-
Qur’an karena ada penolakan dari diri mereka sendiri. Ini juga

112
bermakna bahwa mereka menetapkan diri mereka untuk
berjalan di jalan yang sesat karena telah menolak petunjuk jalan
yang lurus. Jalan yang sesat adalah jalan menuju neraka,
sehingga mereka yang menempuh jalan yang sesat akan sampai
ke tujuannya, yaitu neraka. Semuanya sudah jelas.

Beberapa Tanda untuk Bersyukur


َ ‫أَ َو لَ ۡم َي َر ۡوا أَنَّا َخلَ ۡقنَا لَ ُهم م َّما‬
َ‫عملَ ۡت أَ ۡيدينَا أَ ۡن َع ٗما فَ ُه ۡم لَ َها َمل ُكون‬
‫ َولَ ُه ۡم في َها َمنَف ُع‬٧٢ َ‫ َوذَلَّ ۡلنَ َها لَ ُه ۡم فَم ۡن َها َر ُكوبُ ُه ۡم َوم ۡن َها َي ۡأ ُكلُون‬٧١
٧٣ َ‫ب أَفَ َل َي ۡش ُك ُرون‬ ُ ‫َو َمشَار‬
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami
telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu
sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan
kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya (71). Dan
Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka
sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan
sebahagiannya mereka makan (72). Dan mereka memperoleh
padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah
mereka tidak bersyukur (73).

Ayat 71, 72 dan 73 mengungkapkan tanda-tanda kekuasaan dan


rahmat-Nya yang sangat bermanfaat untuk manusia, yaitu
binatang ternak. Beberapa jenis binatang sangat mudah untuk
dipelihara dan memberikan banyak sekali manfaat, yaitu
binatang-bintang ternak kaki empat seperti lembu, kerbau,
domba/kambing dan onta. Demikian pula jenis ternak lain
seperti ayam dan ikan. Allah‫ ﷻ‬telah menjadikan binatang-

113
binatang itu mudah ditundukkan dan diternakkan dalam sekala
kecil ataupun besar untuk menghasilkan berbagai manfaat, baik
berupa makanan, pakaian, alat-alat rumah-tangga ataupun
perhiasan. Sebagian ternak ini dapat juga dijadikan alat
transportasi seperti kuda, keledai dan onta. Sebagian binatang-
binatang ini dapat menjadi binatang peliharaan sebagai hobi
atau kesenangan. Sebagian lagi, dapat menghasilkan makanan,
yaitu dagingnya adalah sumber makanan yang bermanfaat
seperti daging lembu, kerbau, domba/kambing, ayam, ikan dan
udang. Lembu, kambing dan unta dapat juga menghasilkan susu
yang bernilai gizi tinggi. Sedangkan ayam dan itik, disamping
daging juga menghasilkan telur yang tidak kalah pentingnya dan
juga bergizi tinggi.

Cobalah pikirkan dengan seksama, mengapa binatang-binatang


ternak itu mudah sekali dikendalikan dan produktif? Bukankah
semuanya ini adalah karunia Allah‫ ﷻ‬untuk kita? Maka sadarilah
sepenuhnya bahwa, seperti diungkapkan oleh ayat-ayat di atas,
Allah-lah yang menundukkan binatang-binatang itu sehingga
kita dapat menguasainya dan memanfaatkannya dengan baik.
Dengan demikian, tidaklah pantas jika kita tidak bersyukur atas
karunia Allah‫ ﷻ‬yang sangat besar ini.

Berhala yang Tak Berdaya


‫ َل‬٧٤ َ‫ص ُرون‬ َ ‫ٱّلل َءال َه ٗة لَّ َعلَّ ُه ۡم يُن‬
َّ ‫َوٱت َّ َخذُوا من دُون‬
‫ فَ َل‬٧٥ َ‫ض ُرون‬َ ‫يَ ۡست َطيعُونَ نَصۡ َرهُ ۡم َوهُ ۡم لَ ُه ۡم ُجند ُّم ۡح‬
٧٦ َ‫نك قَ ۡولُ ُه ۡم إنَّا نَعۡ لَ ُم َما يُس ُّرونَ َو َما يُعۡ لنُون‬
َ ‫َي ۡح ُز‬

114
Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar
mereka mendapat pertolongan (74). Berhala-berhala itu tiada
dapat menolong mereka; padahal berhala-berhala itu menjadi
tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka (75). Maka
janganlah ucapan mereka menyedihkan kamu. Sesungguhnya
Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang
mereka nyatakan (76).

Mereka, yaitu orang-orang kafir di Mekkah, memiliki banyak


berhala. Mereka jadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan-
tuhan tempat mereka meminta syafa’at dan meminta tolong jika
mereka dilanda kesusahan atau menginginkan sesuatu. Berhala-
berhala itu dalam bentuk apapun, sesungguhnya tidak memiliki
kemampuan untuk menolong. Jangankan untuk menolong
orang, menolong dirinya sendiri ketika diusik atau dijatuhkan,
berhala-berhala itu tidak berdaya upaya. Lebih parah lagi,
mereka beranggapan dengan banyaknya berhala maka berhala-
berhala itu secara bersamaan dapat menjaga mereka, bak
tentara melindungi mereka dari marabahaya.
Sesungguhnya perbuatan mereka itu sangat bodoh,
menuhankan mahluk yang derajatnya rendah yang sama sekali
tidak memiliki apapun. Sungguh mereka, para musyrikin ini,
membuat tuhan dan mereka menyembah buatan mereka
sendiri. Betapa bodohnya. Sesungguhnya Tuhan pasti Maha Esa
dan satu-satunya Pencipta. Selain-Nya adalah mahluk-mahluk-
Nya.

115
Pada ayat 76 Allah‫ ﷻ‬menghibur kekasih-Nya, Rasulullah‫ﷺ‬, agar
tidak bersedih hati dan menganggap sepi perkataan-perkataan
atau olok-olokan kaum kafir Mekah yang menuduh
serampangan dengan berbagai tuduhan seperti tuduhan
penyair, tukang sihir, tukang tenung dan sebagainya. Bahwa
semua tuduhan itu dusta belaka, hanya upaya untuk menutupi
kelemahan mereka karena tidak sanggup berhadapan dengan
kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah‫ﷺ‬. Allah‫ ﷻ‬sungguh
mengetahui apa saja yang mereka rahasiakan dan apa yang
mereka nyatakan. Hiburan Allah‫ ﷻ‬ini menambah kekuatan dari
kekuatan yang telah dimiliki Rasulullah‫ﷺ‬, sehingga beliau‫ﷺ‬
tetap bersemangat tinggi untuk menyampaikan kebenaran
walau tantangannya semakin berat.

Beberapa Tanda Kekuasaan Allah sebagai


Peringatan
٧٧ ‫س ُن أَنَّا َخلَ ۡقنَهُ من نُّ ۡطفَة فَإذَا ه َُو خَصيم ُّمبين‬ َ ‫أَ َو لَ ۡم َي َر ۡٱۡلن‬
٧٨ ‫ي َرميم‬ َ ‫ي خ َۡلقَهُۥ قَا َل َمن ي ُۡحي ۡٱلع‬
َ ‫ظ َم َوه‬ َ ‫ب لَنَا َمثَ ٗل َونَس‬
َ ‫ض َر‬ َ ‫َو‬
َ ‫قُ ۡل ي ُۡحيي َها ٱلَّذي أَنشَأَهَا أَ َّو َل َم َّرة َوه َُو بكُل خ َۡلق‬
‫ ٱلَّذي‬٧٩ ‫عليم‬
َ ‫ش َجر ۡٱۡل َ ۡخ‬
٨٠ َ‫ضر ن َٗارا فَإذَا أَنتُم م ۡنهُ تُوقدُون‬ َّ ‫َج َع َل لَ ُكم منَ ٱل‬
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami
menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi
penantang yang nyata (77). Dan ia membuat perumpamaan
bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata:
"Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang
telah hancur luluh? (78). Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh
Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha

116
Mengetahui tentang segala makhluk (79). Yaitu Tuhan yang
menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba
kamu nyalakan (api) dari kayu itu" (80).

Ayat 77 sampai ayat 79 berkaitan dengan ucapan Ubai bin Khalaf


atau ucapan Ash ibn Wail. Ibn Abbas ra meriwayatkan bahwa
Ubai bin Khalaf atau Ash ibn Wail menurut Said ibn Jubeir,
mengambil sepotong tulang di suatu lembah di Mekkah
meremukkannya lalu berkata kepada Rasulullah‫ﷺ‬, “Apakah
Allah dapat mengembalikan tulang-tulang ini menjadi mahluk
hidup setelah hancur dan cerai-berai?” Rasulullah‫ ﷺ‬menjawab
dengan lugas, “Betul, Allah akan mematikanmu, lalu kamu
dihidupkan-Nya kembali dan kemudian melemparkan kamu ke
neraka!” Tentu saja Ubai atau Ash terdiam, tak dapat menjawab
ucapan Rasulullah‫ ﷺ‬yang tajam itu. Kemudian ayat 77 sampai
ayat 79 turun.

Ubai bin Khalaf ataupun Ash bin Wail atau siapa saja telah
berkata bodoh tentang kekuasaan Allah untuk menghidupkan
kembali orang yang telah mati. Ucapan mereka terlontar
berdasarkan nafsu, sama sekali tidak didasari dengan ilmu.
Mereka itu asalnya dari mana? Bukankah mereka itu dari tiada,
sama sekali tidak memiliki jejak apapun? Semua manusia
keturunan Adam as, berasal dari nutfah (pertemuan sperma dan
ovum), kemudian lahir dan menjadi dewasa. Manusia hanya
dapat hidup dengan rahmat Allah‫ﷻ‬. Namun, ketika dewasa,
banyak manusia lupa asalnya dan menjadi pembangkang
Penciptanya. Sungguh keterlaluan!

117
“Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada
kejadiannya sendiri”. Artinya ialah bahwa mereka mengambil
perumpamaan atau mempersamakan Allah dengan mereka.
Mereka memandang tidak mungkin Allah mengembalikan tulang
yang telah hancur atau telah rapuh jadi hidup. Kalau Allah itu
manusia tentu memang tidak mungkin.

Manusia jahil seperti Ubai bin Kalaf ataupun Ash bin Wail merasa
gagah dengan berkata Siapakah yang dapat menghidupkan
tulang-belulang yang sudah hancur luluh?” Pertanyaan ini
menunjukkan bahwa mereka tidak percaya dengan Hari
Kebangkitan. Dengan demikian apa saja perbuatan mereka
selesai di dunia ini saja, tidak akan dimintai pertanggung-
jawaban. Sesungguhnya mereka ini hanya ingin melestarikan
kebejatan yang mereka lakukan sehingga mencari alasan untuk
itu. Namun, alasan mereka itu sangat rapuh.

Sebab itu maka Allah berfirman pada ayat selanjutnya:


"Katakanlah: "Yang akan menghidupkannya." (awal ayat 79).
Yaitu yang dapat menghidupkan kembali tulang-tulang yang
dipegang oleh tangan Ubai bin Khalaf, yang telah berlumur debu
dan tanah - "adalah yang menciptakannya pertama kali.” Yaitu
Allah‫ ﷻ‬sendiri, yang dalam genggamannya segala kekuasaan
dan Maha Mengetahui segala sesuatu tentang ciptaan-ciptaan
Nya.

118
Bagi Allah‫ ﷻ‬menghidupkan kembali sesuatu sangat mudah. Bagi-
Nya menciptakan dari tiada menjadi ada saja mudah, apalagi
hanya menghidupkan kembali sesuatu yang pernah hidup.
Walaupun bagi Allah sesungguhnya tidak tepat dikatakan mudah
atau sulit. Karena bagi-Nya segala sesuatu yang Dia kehendaki
untuk wujud pasti akan wujud. Hari Kebangkitan, yaitu ketika
manusia dihidupkan kembali, adalah sesuatu yang pasti terjadi.
Jika mereka, yaitu orang-orang musyrik itu, tidak
mempercayainya, maka kelak mereka akan mengetahui bahwa
kekafiran mereka itu akan sangat merugikan mereka.

Ayat 80 sangat menarik untuk dibahas karena ayat ini


sesunguhnya berbicara tentang energi sebagai rahmat-Nya yang
sangat bermanfaat bagi manusia. Ada tiga kata kunci untuk
memahami ayat ini yaitu, “pohon”, “hijau” dan “api”. Kata “nar”
tidak harus diterjemahkan sebagai api, tetapi dapat bermakna
sebagai energi. Api adalah salah satu bentuk energi.

Setiap pohon atau tumbuhan yang hidup memiliki daun. Warna


daun pada umumnya hijau karena di dalam daun terdapat zat
hijau daun atau klorofil yang sangat diperlukan untuk
menangkap energi matahari. Energi matahari yang berupa sinar
itu ditransformasikan oleh klorofil menjadi energi atau zat yang
bermanfaat dalam proses yang disebut fotosintesis. Melalui
proses ini, daun dapat membentuk atau mensintesis berbagai
zat dari air dan unsur hara yang berasal dari tanah dan karbon
dioksida yang berasal dari udara. Diantara zat penting yang
disentesis daun adalah energi yang disimpan dalam bentuk

119
karbohidrat baik karbohidrat kompleks seperti pati ataupun
karbohidrat sederhana seperti glukosa. Energi juga disimpan
dalam bentuk selulosa yang digunakan untuk memperbesar
batang, ranting dan akar. Karbohidrat diantaranya disimpan di
dalam buah, umbi dan sebagian di daun. Energi juga dapat
disimpan dalam bentuk minyak atau lemak, misalnya minyak
yang terdapat di buah kelapa, kelapa sawit dan buah zaitun.

Sumber energi yang menggerakkan manusia berasal dari


makanan yang berasal dari tanaman ataupun hewan. Daging
yang berasal dari hewan pada dasarnya berasal dari tanaman.
Manusia dapat memanfaatkan kayu sebagai sumber energi, atau
kayu yang telah berubah menjadi batubara sebagai sumber
energi. Ayat ke-80 ini sungguh luarbiasa maknanya. Kita dapat
memperolah ilmu yang sangat banyak dari ayat ke-80 jika kita
mempelajarinya dengan seksama. Jika kita pelajari lebih jauh,
asal energi itu adalah matahari, maka kita dapat mempelajari
bagaimana memanfaatkan energi matahari itu secara langsung
dan mengembangkan teknologinya.

‫علَى أَن يَ ۡخلُقَ م ۡثلَ ُهم‬ َ ‫ض ب َقدر‬ َ ‫س َم َوت َو ۡٱۡل َ ۡر‬َّ ‫س ٱلَّذي َخلَقَ ٱل‬ َ ‫أَ َو لَ ۡي‬
َ ‫ إنَّ َما أَمۡ ُرهُۥ إذَا أ َ َرا َد‬٨١ ‫بَلَى َوه َُو ۡٱل َخلَّ ُق ۡٱلعَلي ُم‬
‫ش ۡيا أَن يَقُو َل لَهُۥ ُكن‬
َ‫س ۡب َحنَ ٱلَّذي بيَدهۦ َملَكُوتُ كُل ش َۡيء َوإلَ ۡيه ت ُ ۡر َجعُون‬ ُ َ‫ ف‬٨٢ ‫ون‬ ُ ‫فَيَ ُك‬
٨٣
Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu
berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? Benar, Dia
berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui

120
(81). Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki
sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah
ia (82). Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan
atas segala sesuatu dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan
(83).

Allah Maha Pencipta. Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu


yang ada selain-Nya, baik yang terlihat maupun yang tidak. Dia-
lah satu-satunya Pencipta, selain-Nya adalah ciptaan-Nya. Dia‫ﷻ‬
berkuasa menciptakan yang dikehendaki-Nya. Apabila Dia‫ﷻ‬
hendak menciptakan sesuatu, Dia‫ ﷻ‬tidak memerlukan apapun,
cukup Dia‫ ﷻ‬berfirman “Kun”, maka yang Dia‫ ﷻ‬inginkan itu
tercipta atau “fa yakun”. Kata “fa” menandakan ciptaan itu
segera terjadi atau terwujud segera. Terwujudnya suatu ciptaan
dapat tanpa ataupun melalui proses, semuanya itu dilakukan
dengan ilmu-Nya yang tiada batas.

Orang-orang kafir ini ketika ditanya, siapa yang menciptakan


langit dan bumi, mereka menjawab Allah. Perhatikanlah ayat 38
surah az-Zumar berikut ini:

‫ٱّلل قُ ۡل أَفَ َر َء ۡيتُم‬ َ ‫س َم َوت َو ۡٱۡل َ ۡر‬


ُ َّ ‫ض لَيَقُولُ َّن‬ َّ ‫سأ َ ۡلت َ ُهم َّم ۡن َخلَقَ ٱل‬
َ ‫َولَئن‬
‫ضرهۦ‬ ُ ُ‫ضر ه َۡل ه َُّن َكشفَت‬ ُ َّ ‫ي‬
ُ ‫ٱّلل ب‬ َ ‫ٱّلل إ ۡن أَ َرا َدن‬
َّ ‫َّما ت َۡدعُونَ من دُون‬
‫علَ ۡيه‬
َ ‫ٱّلل‬ُ َّ ‫ي‬ َ ‫أَ ۡو أَ َرا َدني ب َر ۡح َمة ه َۡل ه َُّن ُم ۡمس َكتُ َر ۡح َمتهۦ قُ ۡل َح ۡسب‬
٣٨ َ‫يَت ََو َّك ُل ۡٱل ُمت ََوكلُون‬
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah
yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka

121
menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku
tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak
mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-
berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau
jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka
dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah: "Cukuplah Allah
bagiku". Kepada-Nya-lah bertawakkal orang-orang yang
berserah diri (QS. az-Zumar: 38).

Maha Suci Allah yang berkuasa atas segala sesuatu yang


diciptakan-Nya. Semua ciptaan-Nya akan kembali kepada-Nya.
Setiap yang hidup akan merasakan mati. Semua manusia yang
hidup pasti akan mati, tetapi pada waktunya mereka akan
dibangkitkan, kembali menghadap-Nya untuk
mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang dilakukan
ketika mereka masih hidup.

Awal ayat-ayat surat Yāsīn ini berbicara tentang al-Qur'an dan


Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, yang berfungsi sebagai pemberi peringatan
kepada para pembangkang. Terutama yang mengingkari
keesaan Allah, kerasulan Nabi-Nya, serta keniscayaan Kiamat.
Akhir surat ini memerintahkan Nabi untuk tidak menghiraukan
kedurhakaan kaum musyrikin. Agar Nabi ‫ ﷺ‬tetap optimis karena
Allah lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu yang Dia
Kehendaki.

Surat ini juga menjelaskan bahwa kuasa dan keesaan-Nya serta


keniscayaan Kiamat. Kemudian surat ini diakhiri dengan
pernyataan tentang kesucian Allah dalam sifat, dzat, dan

122
perbuatan-Nya. Dan bahwa semua akan kembali kepada-Nya
untuk diberi balasan dan ganjaran. Demikian serasi uraian awal
surat ini dan uraian akhirnya. Demikianlah kandungan surat
Yâsîn, mengundang setiap pembaca atau pendengarnya untuk
lebih meyakini keesaan dan kebesaran Allah, kerasulan, serta
keniscayaan hari Pembalasan. Wa Allahu A’lam.

Alhamdulillah, atas berkah dan rahmat-Nya, kita dapat


menyelesaikan tadabbur surah Yāsīn di bulan Ramadhan 1443H.
Semoga buku yang ringkas ini bermanfaat bagi yang
membacanya.

123

Anda mungkin juga menyukai