Anda di halaman 1dari 12

UNIVERSITAS iINDONESIA

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

MATA iKULIAH: i
ILMU KEPOLISIAN INDONESIA

Dosen: i
Dr. CHAIRUL MURIMAN SETYABUDI

……………………..
NPM i: i…………………

PROGRAM iSTUDI iKAJIAN iILMU iKEPOLISIAN


SEKOLAH iKAJIAN iSTRATEJIK iDAN iGLOBAL
JAKARTA, i2023
KOMPETENSI IDEAL BHABINKAMTIBMAS DALAM MENDUKUNG
PENYELENGGARAAN TUGAS POLRI

Oleh :
………………. / NPM i: i……………..

Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian,


Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia

I. LATAR BELAKANG
Pengalaman, pekerjaan, alam, permasalahan, berbagai fenomena lainya
dapat menjadi ilmu pengetahuan tatkala dipikirkan secara sistematis dan
dikembangkan secara ilmiah (mengacu pada standar ketentuan-ketentuan yang
menjadi syarat-syarat sebuah karya ilmiah) dan terus dibangun menjadi konsep-
konsep dan teori-teori serta dapat ditunjukan adanya epistimologinya, ontologi,
metodologi serta aksiologinya. Pada awalnya pekerjaan-pekerjaan pengamanan
dikerjakan oleh pranata-pranata adat, dalam perkembanganya pekerjaan-pekerjaan
pengamanan menjadi sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam
masyarakat yang modern untuk dapat hidup tumbuh dan berkembang diperlukan
adanya produktifitas (http://portalkriminal.com/index.php/portal-opini/19446-polisi-
antara-hidup-dan-kehidupan-opini). Produktivitas tersebut dihasilkan dari aktifitas-
aktifitas, dan dalam kenyataanya, dalam proses aktivitas untuk menghasilkan
produksi-produksi ada tantangan, hambatan, gangguan bahkan ancaman yang
dapat menghambat, merusak bahkan mematikan produktifitas. Untuk melindungi
harkat dan martabat manusia yang berproduksi diperlukan aturan, norma, etika,
hukum. Untuk menegakkan dan mengajak masyarakat mentaatinya diperlukan
institusi yang menangani.
Disinilah dapat dipelajari dan ditunjukan bahwa keberadaan polisi adalah
kebutuhan dari masyarakat akan adanya pelayanan keamanan dan rasa aman.
Tatkala masyarakat semakin berkembang dan kehidupan semakin kompleks
pekerjaan-pekerjaan pengamanan tidak lagi sederhana melainkan memerlukan
kompetensi dan keahlian. Polisi yang awalnya sebagai craft saja sekarang telah
menjadi profesi. Tatkala polisi menjadi profesi maka polisi diwajibkan untuk menjadi
profesional. Pelaksanaan tugas-tugas yang profesional diperlukan kompetensi/
keahlian yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan (Chryshnanda, 2002).
Pada pasal 27 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2021 tentang Pemolisian Masyarakat disebutkan bahwa tugas Pokok
Bhabinkamtibmas adalah melakukan pembinaan masyarakat, deteksi dini, dan
mediasi/negosiasi agar tercipta kondisi yang kondusif di desa/kelurahan. Dalam
rangka melaksanakan tugas pokok tersebut, Bhabinkamtibmas wajib melakukan
beberapa kegiatan, antara lain : kunjungan dari rumah ke rumah (door to door)
pada seluruh wilayah penugasannya, menerima informasi tentang terjadinya tindak
pidana, dan memberikan bimbingan dan petunjuk kepada masyarakat atau
komunitas berkaitan dengan permasalahan Kamtibmas dan pelayanan Polri.
Dengan beban tugas oleh Bhabinkamtibmas tersebut dengan segala dinamikanya,
maka dirasa perlu ada kajian khusus mengenai “KOMPETENSI IDEAL
BHABINKAMTIBMAS DALAM MENDUKUNG PENYELENGGARAAN TUGAS
POLRI”

II. ANALISIS
ILMU KEPOLISIAN DAN PROFESIONALISME POLRI
Di dalam tugas Polri yang penting adalah loyalitas, ilmu kepolisian hanya
sebagian kecil saja digunakan untuk membangun profesionalisme Polri. Ada yang
bahkan mengatakan yang penting di lapangan bukan dengan teori-teori yang di
awang-awang dan tidak jelas. Berbagai pernyataan tersebut menunjukan bahwa
model pemolisian yang berkembang dewasa ini adalah pemolisian yang reaktif dan
konvensional dalam birokrasi paternalistik yang lebih menekankan hubungan
personal atau model patron-klien yang juga dikatakan model feodal dan militeristik.
Reformasi Polri dalam rangka menuju polisi sipil yang mandiri dan otonom
sebagai aparat penegak hukum dalam masyarkat yang demokratis sejalan dengan
pemikiran tersebut. Pada dasarnya, tugas polisi adalah sebagai profesi bukan
sekadar tugas-tugas rutin yang sederhana atau sebagai craft. Sejalan dengan
proses reformasi Polri yang sedang bergulir adalah membangun Polri (yang
merupakan suatu profesi) perlu berdasarkan ilmu pengetahuan. Tanpa dasar ilmu
pengetahuan atau tanpa mempunyai teori atau konsep dalam melaksanakan
pemolisian, maka yang terjadi adalah pemolisian yang konvensional dan hanya
bersifat temporen yang tidak mampu membuat forecasting jangka panjang, dan
biasanya cenderung korup.
Menuju Polri yang profesional yang menjadi landasan utama adalah sumber
daya manusia (SDM) yang mempunyai kemampuan yang memadai untuk dapat
dikatakan sebagai polisi sipil. Dalam hal ini dapat dikatakan SDM adalah aset
utama Polri yang harus terus ditumbuhkembangkan kemampuannya yang dilandasi
ilmu kepolisian. Sejalan dengan pendapat mengenai ilmu kepolisian sebagai ilmu
terapan, hal tersebut juga disampaikan oleh Dr. Bakharudin Muhammad Syah,
M.Si. yang mendefinisikan ilmu kepolisian sebagai sebuah bidang ilmu
pengetahuan yang mempelajari masalah-masalah sosial dan isu-isu penting serta
pengelolaan keteraturan sosial dan moral masyarakat, mempelajari upaya-upaya
penegakan hukum dan keadilan, serta mempelajari tehnik-teknik penyidikan dan
penyelidikan berbagai tindak kejahatan serta cara-cara pencegahannya.
Berdasarkan hal tersebut dasar dari ilmu kepolisian adalah ilmu sosial yang
mempelajari masyarakat. Lebih jauh menurut Dr. Chairudin Ismail menyampaikan
bahwa objek studi ilmu kepolisian berkaitan erat dengan tujuan dari diadakannya
organ kepolisian dalam suatu masyarakat di suatu negara. Tujuan itu adalah untuk
mewujudkan ketertiban dan ketentraman di dalam masyarakat (public safety).
Sehingga kemudian yang dipelajari adalah masyarakatnya. Namun kepolisian
merupakan ilmu terapan yang tidak mempelajari masyarakat tetapi menerapkan
ilmu pengetahuan tentang masyarakat ke dalam kehidupan sehari-hari untuk
melakukan perlindungan terhadap masyarakat (Dahniel, et.al, 2015). Dengan ilmu
kepolisian, maka para petugas kepolisian akan mempunyai pengetahuan secara
teoritikal maupun konseptual untuk melihat, memahami, maupun menganalisa
fenomena dan isu-isu sosial yang terjadi dalam masyarakat. Polisi dapat melakukan
problem solving secara tepat tanpa menimbulkan konflik yang lebih besar atau
mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Dalam masa transisi sekarang ini Polri menghadapi berbagai masalah yang
kompleks yang apabila penanganannya tidak profesional akan menjadi bumerang
bagi Polri sendiri atau dapat menimbulkan masalah baru. Masalah pemolisian yang
sering mendapat kritik dan sorotan publik, seperti kekerasan yang dilakukan oleh
petugas kepolisian di lapangan, salah prosedur, salah tembak, maraknya
penyalahgunaan narkoba, Konflik antar suku bangsa, perkelahian antar warga
masyarakat yang tidak tuntas penanganannya, kenakalan remaja, terorisme,
kejahatan kerah putih, ketidaknetralan petugas kepolisian dalam menyelesaikan
konflik, dan masih panjang lagi. Semua itu sudah menimbulkan isu yang
kontroversial dan sering menyudutkan serta memperburuk citra Polri. Pada sisi
lain, masyarakat selalu menuntut adanya pelayanan prima dan perubahan yang
signifikan dalam melaksanakan pemolisiannya. Kompleksnya masalah yang
dihadapi Polri untuk menuju polisi sipil dalam masyarakat modern dan demokratis
dapat dipercaya hanya mungkin dilaksanakan dengan kemampuan yang
profesional. Profesionalisme Polri hanya mungkin dapat dilakukan dengan
memberikan pengetahuan pengetahuan konseptual dan teoritikal mengenai
berbagai permasalahan sosial dan kepolisian. Hal ini dapat dimulai melalui
peningkatan kualitas teori dan konsep pada SDM Polri.

KOMPETENSI IDEAL BHABINKAMTIBMAS DALAM MENDUKUNG


PENYELENGGARAAN TUGAS POLRI
Dalam rangka identifikasi postur ideal Bhabinkamtibmas dalam mendukung
penyelenggaraan tugas Polri, maka terlebih dahulu diidentifikasi kinerja
Bhabinkamtibmas pada indikator pelaksanaan kerja, sebagaimana hasil penelitian
Setyabudi (2021: 98-101), sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan kepada masyarakat
Bhabinkamtibmas pada Polda Metro DKI memiliki kinerja memberikan
pelayanan umum kepada masyarakat selalu dilaksanakan dengan baik, terbukti
65% (44 Bhabin dari 68) respon menjawab dengan jawaban selalu, pada Polda
Jawa Tengah jawaban selalu berjumlah 72% (181 dari 254), sementara pada
Polda Kaltim jawaban selalu mencapai 73% (86 dari 119), sedangkan pada
Polda Jambi jawaban selalu menunjukkan 73% (110 dari 152). Presentase ini
dapat dilihat bahwa rata-rata menunjukkan lebih dari 60% para anggota Bhabin
melaksanakan tugas kinerjanya dengan pelayanan.
b. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat
Peran seluruh Bhabinkamtibmas memberikan pengetahuan hanya
berdasarkan pada pengalaman dan kemampuan yang dimiliki saat ini, namun
melihat perkembangan sosial, maka Bhabin harus mampu menyesuaikan
pengetahuannya dalam memberikan pengetahuan strategis harus dimiliki oleh
Bhabinkamtibmas. Data pada Polda Metro DKI menunjukkan 53% (36 dari 68)
Bhabin memberikan pengetahuan kepada masyarakat, sementara Polda Jawa
Tengah dengan jawaban selalu hanya 65% (163 dari 254), Polda Kalimantan
Timur selalu 50% (59 dari 119), dan Polda Jambi selalu 64% (96 dari 152),
prosentase ini tergolong masih kecil yang seharusnya seluruh Bhabin di wilayah
penelitian ini mencapai 100% dalam memberikan pengetahuan, hal ini
dikarenakan distribusi jawaban juga mengatakan jarang, karena terjadinya
keterbatasan pengetahuan dari para Bhabin tersebut.
c. Memberi pelayanan konseling pada masyarakat
Konseling merupakan pengetahuan yang melekat pada petugas
Bhabinkamtibmas selama berada pada daerah binaannya, namun konseling ini
memerlukan pengetahuan yang spesifik, keterbatasan pengetahuan tersebut
menyebabkan kinerja bidang ini masih rendah, terbukti pada Polda Metro Jaya
jarang melakukan konseling 31% (21 dari 68), sering 30% (20 dari 68),
sedangkan pada Polda Jawa Tengah selalu, namun besarnya hanya 35% (89
dari 254) dan jarang 24% (74 dari 254), pada Polda Kaltim juga jarang dan hanya
sebesar 36% (42 dari 119), sedangkan pada Polda Jambi menunjukkan selalu,
namun hanya sebesar 42% (63 dari 152) dan jarang 25% (44 dari 152). Rata-
rata Bhabinkamtibmas memberikan konseling lebih rendah dari 40%, hal ini
menandakan bahwa kinerja konsleing ini sangat tergantung pada kompetensi
pengetahuan. Semakin besar kompetensi pengetahuan maka semakin besar
aktivitas konseling tersebut dilakukan.
d. Memberi pelayanan dengan ramah dan senyum
Rata-rata kinerja pelayanan dengan ramah dan senyu itu menjadi ikon
Bhabinkamtibmas dalam memberikan pembinaan kepada masyarakat, terbukti
pada Polda Metro Jaya selalu 85% (60 dari 68%), Polda Jawa Tengah selalu
94% (238 dari 254), Polda Kaltim selalu 88% (104 dari 119), Polda Jambi selalu
91% (137 dari 152), persentase aktivitas ini sangat optimal karena mutlak
memerlukan pengetahuan yang tinggi dan rumit. Demikian juga dalam
memberikan pelayanan pilihan Bahasa yang mudah difahami hanya memerlukan
penyesuaian anggota Bhabin saat di tempat tugas, pemahaman terhadap
Bahasa tidak terlalu rumit memerlukan pengetahuan yang tinggi, namun ketika
Bahasa komunikasi menjadi sandaran baru memerlukan kompetensi
pengetahuan. Terbukti pelayanan dengan bahasa yang mudah difahami nampak
pada data Polda Metro Jaya selalu 84% (57 dari 68), Polda Jawa Tengah selalu
78% (198 dari 254), Polda Kaltim selalu 77% (91 dari 119), Polda Jambi selalu
87% (132 dari 152).
e. Menjalin komunikasi terhadap aparat desa
Menjalin komunikasi terhadap aparat desa ditunjukkan pada Polda Metro
Jaya selalu 53% (36 dari 68), Polda Jawa Tengah selalu 54% (136 dari 254),
Polda Kaltim selalu 44% (52 dari 119), Polda Jambi selalu 60% (91 dari 152,
prosentase ini relatif masih rendah karena rata-rata masih di bawah 50% dan
komunikasi ini memerlukan kompetensi pengetahuan yang tinggi tidak hanya
kompetensi sosial, rata-rata pada wilayah penelitian ini terbukti kompetensi sosial
masih dominan, sehingga pengembangan kualitas komunikasi belum optimal
karena terhalang oleh pengetahuan berkomunikasi.
f. Menyediakan waktu untuk menerima masukan
Keterbukaan Bhabinkamtibmas pada Polda Metro Jaya selalu 53% (36
dari 68), Polda Jawa Tengah selalu 53% (133 dari 254) Polda Kaltim selalu 40%
(47 dari 119), Polda Jambi selalu 55% (83 dari 152), keterbukaan ini menjadi
dasar bahwa kinerja Bhabin salah satunya adalah mampu memberikan waktu
untuk menerima masukan masyarakat, sehingga ini mendoorng Bhabin untuk
selalu belajar mencari penyelesaian dengan cara belajar, yang akan
meningkatkan kompetensi pengetahuannya.
g. Respon cepat terhadap persoalan sosial ditunjukkan oleh Bhabinkamtibmas,
pada Polda Metro Jaya terdapat 61,76% (42 dari 68) menyatakan selalu, Polda
Jawa Tengah 143 dari 225 atau 56,08% menyatakan selalu, dan Polda Jambi
70% (105 dari 150) menyatakan selalu. Respon cepat ini sebagai
pertanggungjawaban atas tugas pokok Bhabinkamtibmas sebagai mitra
masyarakat atas pandangan program Quick Win sehingga keberadaan
Bhabinkamtibmas di wilayah desa binaannya dapat menjadi partner untuk
menyelesaikan berbagai persoalan di desa termasuk permasalahan sosial
umumnya.
Setiap anggota Bhabinkamtibmas diharapkan mencapai kinerja yang tinggi
dalam bekerja. Kinerja sebagai hasil dari kegiatan unsur-unsur kemampuan yang
dapat diukur dan terstandarisasi. Keberhasilan suatu kinerja akan sangat
tergantung dan ditentukan oleh beberapa aspek dalam melaksanakan pekerjaan,
sehingga agar mencapai kinerja yang optimal hendaknya pengaruh dari faktor-
faktor kompetensi diupayakan semaksimal mungkin sesuai dengan area pekerjaan
yang dibebankan kepada karyawan. Dengan demikian, kompetensi sebagai
karakteristik individul diperlukan untuk mencapai kinerja efektif dalam pelaksanaan
tugas pekerjaan. Boyatzis, konseptor kompetensi dan implementasinya yang dikutip
Spencer dan Spenser (1993) mengemukakan karakteristik mendasar individu yang
secara kausal berhubungan dengan efektivitas atau kinerja yang sangat baik.
Underlying characteristic memiliki makna bahwa kompetensi adalah bagian dari
kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang
dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Causally related
bermakna kompetensi merupakan sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi
perilaku dan kinerja. Sedangkan criterion referenced mempunyai pengertian bahwa
kompetensi dapat memprediksi secara aktual siapa yang berkinerja dengan baik
atau kurang baik, diukur dengan kriteria standar yang digunakan. Kaitan perilaku
dengan kinerja menurut Walker (1993) dalam (Setyabudi, 2021: 102) adalah
“Underlying the way we manage performance are certain assumptions about
employee behavior, or motivation. From common sense viewpoint, job performance
is obviously affected by how people reason to condition influencing their work.
Hasil penelitian Setyabudi (2021: 103) menunjukkan bahwa anggota
Bhabinkamtibmas dalam memberikan kinerjanya tergantung pada kompetensi yang
dimiliki, namun dari berbagai kompetensi tersebut kompetensi pengetahuan
memiliki ranking pertama dalam membangun dan meningkatkan kinerja Bhabin,
dibandingkan dengan kompetensi lainnya, seperti kompetensi sosial, profesional,
dan kompetensi pribadi. Bhabinkamtibmas sebagai bagian dari Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Polri) diharapkan dapat berperan aktif dalam mencegah
berbagai bentuk permasalahan sosial. Bhabinkamtibmas ditunjuk sebagai pembina
keamanan dan ketertiban masyarakat. (Wahid & Putra, 2021) Tujuan yang ingin
dicapai dalam kegiatan Bhabinkamtibmas adalah terwujudnya situasi keamanan
dan keamanan yang stabil dan dinamis dalam rangka mengamankan dan
mensukseskan pembangunan nasional. Sedangkan yang dimaksud dengan
kamtibmas (ketertiban dan keamanan masyarakat) adalah kondisi masyarakat yang
dinamis yang ditandai dengan terjaminnya ketertiban dan penegakan hukum serta
terwujudnya ketentraman yang mengandung kemampuan membina dan
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam mencegah, mencegah
dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk gangguan
lainnya yang dapat menyusahkan masyarakat, yang merupakan salah satu
prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional. (Azhari, 2018).
Tugas utama Bhabinkamtibmas adalah membina masyarakat agar tercipta
kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan tugas Polri di desa/kabupaten sasarannya
(Arsyam, 2017) Pengangkatan Bhabinkamtibmas bertujuan untuk mendorong,
mengarahkan dan menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembinaan keamanan dan ketertiban melalui bentuk bela diri dan penerapan
model-model perpolisian masyarakat. Seorang Bhabinkamtibmas diharapkan
mampu melakukan komunikasi timbal balik yang intensif dengan masyarakat di
desa/kelurahan binaannya guna mengidentifikasi dan memfasilitasi penyelesaian
masalah keamanan dan keamanan serta berperan dalam penyelesaian konflik
melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa. ADR). (Sumino, 2016) Bhabinkamtibmas
memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis dalam mewujudkan kemitraan Polri
dengan masyarakat, sehingga secara bersama mampu mendeteksi gejala-gejala
yang dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat, juga mampu mencari solusi
untuk mengantisipasi permasalahan serta mampu menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat (Hutabarat et al., 2022). Oleh karena itu, diperlukan sikap
Bhabinkamtibmas yang ideal dalam menjawab segala bentuk tantangan dalam
menjaga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat.(N. Ramadhan, 2018)
Meliala menjelaskan, meski postur ala militer tidak diperlukan dalam konteks
kepolisian, namun hal itu tampaknya merupakan warisan cara berpikir ketika polisi
menjadi bagian dari Angkatan Bersenjata (TNI) yang tetap berada di masyarakat
Polri hingga saat ini. hari ini. (Meliala, 2005) Cara militer membangun organisasi,
menjaga kelengkapan organisasi serta cara memobilisasi personel, praktis masih
ditiru oleh polisi hingga saat ini. Ketika Polri menyusun Grand Strategy Polri 2005-
2025, salah satu substansinya adalah menyatakan Postur Kepolisian yang terdiri
dari 5 (lima) hal, yaitu (1) Pimpinan Pusat: berseragam dan tidak berseragam; (2)
Bantuan penunjang di bidang administrasi (kepegawaian dan keuangan); (3) Polda
sebagai unit induk penuh; (4) Polres sebagai Komando Operasi Dasar (KOD); dan
(5) Polsek sebagai ujung tombak, melaksanakan pelayanan dan kewenangan
penuh diskresi.
Lima hal ini membenarkan pertumbuhan kepolisian. Polri harus terus
berkembang sejalan dengan perkembangan lingkungan sosial itu sendiri. Postur
Polri yang ideal dapat mempertegas citra Polri sebagai lembaga publik yang
seharusnya sarat sentuhan pelayanan publik. Thesaurus Bahasa Indonesia
menjelaskan bahwa postur sinonim dengan kata figur yang memiliki beberapa arti,
antara lain (1) bentuk tubuh, tubuh, perawakan, postur tubuh, ekspresi tubuh,
postur tubuh; (2) tokoh, watak, orang, persona, potret, pribadi, watak, wajah; (3)
bentuk, rupa, wujud; (4) kemauan, calon, permulaan. (Endarmoko, 2007) Postur
juga memiliki sinonim dengan kata penampilan yang berarti penampilan, prestasi;
manifestasi, penampilan, perwujudan, kinerja. Pengertian postur tidak hanya
mencakup kondisi fisik, tetapi juga berkaitan dengan kemampuan yang harus
dimiliki oleh pemegang peran. Berkaitan dengan postur Bhabinkamtibmas, seorang
Bhabinkamtibmas tidak hanya dituntut memiliki kondisi fisik yang mendukung
pelaksanaan tugasnya.
Postur ideal Polri merupakan gagasan yang muncul akibat sikap kritis
masyarakat terhadap kinerja Polri. Hal ini juga didukung dengan perubahan struktur
Polri yang dulunya merupakan bagian dari institusi militer menjadi bagian dari ABRI
dan kini sudah mandiri, sehingga banyak harapan dari masyarakat agar Polri
mampu membangun postur ideal sebagai polisi yang berwatak sipil dan mampu
menjadi tulang punggung bangsa dalam menangani masalah keamanan dan
keamanan. Sejak resmi memisahkan diri dari TNI, Polri berusaha membangun citra
sekaligus paradigma baru. Citra Polri yang semula militeristik dan cenderung
represif, lambat laun mulai berubah dengan paradigma barunya sebagai pengayom
dan pelayan masyarakat (to serve and protect). (Dewi, 2018) Oleh karena itu postur
ideal Polri di lingkungan Polri menjadi tuntutan masyarakat bagaimana Polri dalam
memberikan pelayanan publiknya. Ini termasuk cara Bhabinkamtibmas melakukan
pemolisian masyarakat. Hal ini kemudian mendorong upaya untuk mengubah citra
polisi menjadi pelayan dan mitra masyarakat, dengan menunjukkan sikap empati
terhadap permasalahan sosial di lingkungannya. Postur Polri menjadi salah satu
target perubahan tersebut, selain itu manajemen, organisasi dan pelayanan kepada
masyarakat. Hal ini diharapkan menjadi terobosan bagi Polri untuk mewujudkan
reformasi organisasi, manajemen, dan pelayanan. (Putra, 2016)
Kompetensi Bhabinkamtibmas terkait dengan pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang mendukung pelaksanaan tugas kepolisian. Bhabinkamtibmas
diharapkan dapat semakin memiliki pengetahuan yang mendalam terkait dengan
tugas pokok Polri. Semakin meningkatnya pengetahuan yang dimiliki
Bhabinkamtibmas dapat semakin menentukan cara bertindak yang ditunjukkan
dalam pelaksanaan tugas kepolisian. Keterampilan iberkaitan idengan ikecakapan
i yang idimiliki iindividu idalam imenyelesaikan isuatu ipekerjaan. Sebuah organisasi jika
ingin berkembang dengan pesat maka organisasi tersebut harus memiliki sumber
daya manusia yang mampu menampilkan kinerja yang baik dan meningkatkan
fungsi organisasi. Dalam hal keterampilan, postur ideal Bhabinkamtibmas adalah
personel yang mampu meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap tugas Polri,
sekaligus meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga situais Kamtibmas.
Dalam kaitannya dengan sikap, postur ideal Bhabinkamtibmas adalah anggota
polisi yang menunjukkan empati ketika berinteraksi dengan anggota masyarakat.
Postur yang ideal berkaitan dengan sikap adalah sikap yang menunjukkan dapat
mengatur emosi dan mengutamakan ketepatan waktu dalam menanggapi
permasalahan yang terjadi di masyarakat.

III. Kesimpulan dan Rekomendasi


Kesimpulan
Setiap anggota Bhabinkamtibmas diharapkan mencapai kinerja yang tinggi
dalam bekerja. Kinerja sebagai hasil dari kegiatan unsur-unsur kemampuan yang
dapat diukur dan terstandarisasi. Keberhasilan suatu kinerja akan sangat
tergantung dan ditentukan oleh beberapa aspek dalam melaksanakan pekerjaan,
sehingga agar mencapai kinerja yang optimal hendaknya pengaruh dari faktor-
faktor kompetensi diupayakan semaksimal mungkin sesuai dengan area pekerjaan
yang dibebankan kepada karyawan. Kompetensi Bhabinkamtibmas yang ideal
terkait dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mendukung pelaksanaan
tugas kepolisian.

Rekomendasi
Sekarang ini sifat hakikat pekerjaan dan organisasi di sektor modern adalah
pekerjaan yang berbasis pengetahuan (knoledge based works). Kebutuhan sumber
daya manusia (SDM) juga berubah ke arah pekerja yang berpengetahuan
(knowledge workers). Berbagai pekerjaan yang bersifat rutin (meanigless repetitive
task) mulai diganti dengan tugas pekerjaan yang menekankan pada inovasi dan
perhatian (innovation and caring). Keterampilan dan keahlian tunggal mulai
ditinggalkan dan diganti dengan profesionalisasi dengan keahlian ganda.
Penugasan yang bersifat individual pun mulai berubah menjadi pekerjaan tim (team
work). Untuk dapat menjawab tantangan perubahan sosial dan dinamika di
dalamnya, Bhabinkamtibmas diharapkan dapat tampil dengan kompetensi yang
memadai sesuait dengan tuntutan zaman.

Daftar Referensi
Arsyam, A. T. (2017). Peran Bhabinkamtibmas dalam Upaya Pencegahan Kasus
Curanmor di Wilayah Hukum Polres Kudus. Indonesian Journal of Police
Studies, 1(1), 255–294.

Chryshnanda, D. L. (2002). Ilmu Kepolisian, Kurikulum, Pengajaran,


Pengembangan dan Implementasinya.

Dahniel, et.al. (2015). Ilmu Kepolisian. Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta,
PTIK Press.

Dewi, N. M. L. (2018). Sinergitas Kemitraan Antara Polri Dengan Pecalang Dalam


Menjaga Keamanan Desa Pakraman. Kerta Dyatmika, 15(2), 1–10.

Endarmoko, E. (2007). Tesaurus bahasa indonesia. Gramedia Pustaka Utama.

Hutabarat, D. T. H., Salam, A., Zuwandana, A., al Azmi, C., Wijaya, C. R., Darnita,
T. I., Lubis, L. K. A., Sitorus, M. A. P., Adawiyah, R., & Sinaga, R. (2022).
Analysis of the Implementation Of Law In Every Level Of Society In
Indonesia. Policy, Law, Notary and Regulatory Issues (POLRI), 1(2), 9– 14.

Meliala, A. (2005). Mungkinkah mewujudkan polisi yang bersih? Kemitraan


Partnership.

Nurmianto, E. (2004). Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya edisi kedua.


Surabaya: Guna Widya.

Putra, T. (2016). Pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi Polri dalam


Membangun Citra Polisi. Universitas Islam Bandung.

Setyabudi, Chairul, Muriman. (2021). Aktualisasi Pemolisian Era Pemolisian


Demokratis. Banyumas: CV. Amerta Media.

Spencer, Lyle and Signe Spencer. (1993). Competence at Work. Canada: Jhon
Wiley and Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai