Anda di halaman 1dari 33

METODE PENELITIAN KUANTITATIF DAN EKSPERIMEN

TUGAS REVIEW JURNAL EKSPERIMEN

ALRIDHO DESKA BRIANDOKO


F.312.0722.011

Dosen Pengampu :

Dr. Dra. Arumwardhani Nusandari, M.Si

MAGISTER PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SEMARANG
2022
1. JURNAL KLINIS
Jurnal 1
Judul Pengaruh Tayangan Humor terhadap Short Term
Memory Pada Mahasiswa Baru
Jurnal Jurnal Mediapsi
Volume & Halaman Volume 1 Nomor 1, Hal 10-16
Tahun 2015
Penulis Ningrum Baha Lathifah, Amir Hasan Ramli, Faizah
Reviewer Alridho Deska Briandoko
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk pengetahui
pengaruh tayangan humor terhadap short term memory.
Metode humor mampu mengurangi hormon kortisol dan
hormon epinephrine sehingga informasi yang diterima
dapat diantar ke otak untuk proses storage dan recall.
Metode penelitian yaitu metode eksperimental dengan
rancangan randomized matched two group design.
Penelitian dilakukan kepada 50 partisipan mahasiswa
Psikologi Universitas Brawijaya dan terdiri dari 2
kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen masing-masing 25 partisipan.
Pendahuluan Mahasiswa yang memiliki emosi negatif cenderung
menimbulkan hormon kortisol yang biasanya muncul
pada orang yang mengalami stress dan depresi sehingga
sulit untuk mengaktifkan bagian hipokampus
(Matthews, 2011). Urgensi penelitian yaitu membantu
mahasiswa baru atau mahasiswa yang memiliki
kecemasan agar menggunakan metode belajar yang
menyenangkan untuk memiliki kemampuan memori
yang lebih baik. Peneliti tertarik melakukan penelitian
ini karena jarangnya penelitian humor terhadap kognitif
salah satunya yaitu memori.
Variabel Bermain tertawa
Menurut Jensen (Matthews, 2011), bermain dan tertawa
dalam kegiatan humor diakui dapat digunakan untuk
meningkatkan memori.
Metode Humor
Metode humor merupakan salah satu cara dalam
mempertahankan memori. Menggunaan metode humor
dalam proses belajar mengajar mampu meningkatkan
memori pada mahasiswa (Atir, 2010). Ziv (Wanzer,
2006), humor membuat mahasiswa memberi perhatian
kepada pengajar terhadap materi yang disampaikan yang
berhubungan langsung dengan memori.
Hipotesis Ada pengaruh yang signifikan dari tayangan humor
terhadap short term memory pada mahasiswa baru.
Subjek Penelitian Jumlah total partisipan yaitu 50 mahasiswa yang
merupakan mahasiswa baru Psikologi Universitas
Brawijaya Malang. Jumlah minimum keseluruhan
sampel yang diperlukan adalah 22 partisipan.
Desain Penelitian Desain dua kelompok (two group design) berupa
penelitian Randomized Two – Group Design, Posttest
Only.
Metode Penelitian Eksperimen
Metode analisis Data Analisis data menggunakan SPSS 20 dengan teknik
Independent Sample T-Test
Manipulation Check
Hasil Penelitian Terdapat pengaruh tayangan humor terhadap
kemampuan memori (Sig 0,001 < 0,05). Hal ini dapat
dilihat dari kemampuan short term memory pada
kelompok yang diberikan tayangan humor (kelompok
eksperimen) memiliki nilai lebih besar dibandingkan
dengan kelompok yang tidak diberi tayangan humor
(kelompok kontrol)
Kesimpulan Ada pengaruh yang signifikan dari tayangan humor
terhadap kemampuan short term memory mahasiswa
Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya dan
kelompok eksperimen yang diberikan tayangan humor
memiliki kemampuan short term memory yang lebih
besar dibandingkan kemampuan short term memory
pada kelompok kontrol yang tidak diberikan tayangan
humor

Jurnal 2
Judul Pengaruh Terapi Kelompok Berbasis Afirmasi Diri
Untuk Menurunkan Tingkat Stres dan Afek Negatif
pada Pasien Kanker
Jurnal Proyeksi
Volume & Halaman Vol.12 (1), 45-56
Tahun 2017
Penulis Desi Niawati dan Ratna Supradewi
Reviewer Alridho Deska Briandoko
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
terapi kelompok berbasis afirmasi diri untuk
menurunkan tingkat stres dan afek negatif pada pasien
kanker. Subjek penelitian ini adalah pasien kanker di
Rumah Singgah Sehati RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan purposive sampling. Penelitian ini
menggunakan metode eskperimental-kuasi dengan
rancangan Nonrandomized PretestPosttest Control
Group Design. Subjek dalam penelitian ini
berjumlahkan 6 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu kelompok kontrol (KK) dan kelompok eksperimen
(KE). Pada kelompok eksperimen dikenakan pretest
kemudian diberikan intervensi berupa terapi kelompok
berbasis afrimasi diri selama 5 kali pertemuan dalam
waktu 10 hari, kemudian diberikan pengukuran pasca
intervensi atau posttest. Pengambilan data menggunakan
2 skala yaitu skala stres dengan reliabilitas 0,900 dan
skala afek negatif dengan reliabilitas 0,780. Teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
analisis non parametrik Mann Whitney dan Wilcoxon
Signed Rank.
Pendahuluan Individu yang memiliki emosi positif yang tinggi,
mampu terlihat dan secara tetap akan telihat sebagai
individu yang bahagia, antusias, percaya diri, dan lebih
bersemangat dalam melakukan segala aktivitas
dibandingkan dengan individu-individu yang memiliki
emosi positif yang rendah. Disisi lain individu yang
memiliki emosi negatif yang tinggi cenderung
memperlihatkan individu yang gugup, penuh dengan
rasa bersalah, takut, dibandingkan dengan individu-
individu yang memiliki emosi negatif yang rendah
(Supradewi, 2008). Menurut (Wuryanano, 2006) bahwa
teknik afirmasi diri telah teruji efektivitasnya terhadap
banyak orang yang mengalami masalah dengan dirinya.
Teknik pengulangan afirmasi diri secara terus menerus
akan sangat mempengaruhi imajinasi didalam pikiran
bawah sadar. Jika pikiran bawah sadar sudah begitu kuat
terhadap kesan dari pengulangan pikiran, maka hasil
yang didapat dari afirmasi diri akan optimal.
Variabel Stres
Smet (1994) menyatakan bahwa stres dapat
menghasilkan perubahan psikologis yang
mengakibatkan berkembangnya suatu penyakit. Rasa
stres dapat menimbulkan perubahanperubahan pada
sistem fisik tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan.
Hubungan antara rasa stres dengan rasa sakit ditandai
dengan proses pelepasan hormon, khususnya hormon
catecholamines dan corticosteroids, yang dilepas oleh
rangsangan sistem kardiovaskuler.

Afek
Afek merupakan perasaan yang menguasai seluruh jiwa
yang tidak bisa dikontrol dan dikuasai oleh pikiran.
Afek biasanya disertai reaksi fisik yaitu denyut jantung,
peredaran darah, dan pernafasan bisa cepat atau menjadi
melemah. (Durand & Barlow, 2006) memberikan
pengertian afek yaitu aspek emosi yang bersifat
subjektif dan disadari oleh individu yang menyertai
tindakkan pada waktu tertentu.
Terapi Kelompok
Pengertian terapi kelompok didefinisikan oleh (Kaplan,
Sadock, & Grebb, 1997) berpendapat bahwa terapi
kelompok adalah terapi dengan orang-orang yang
emosinya sakit dipilih dengan teliti dipertemukan di
dalam kelompok yang dipadu oleh terapis terlatih dan
saling membantu satu sama lain mempengaruhi untuk
membawa perubahan.
Afirmasi
Afirmasi memiliki arti yaitu peneguhan, penegasan,
penetapan yang positif (Indonesia, 2005). Afrimasi diri
yaitu penegasan terhadap diri sendiri. Steele (1988)
memberikan pengertian tentang
Hipotesis Ada pengaruh terapi kelompok berbasis afirmasi diri
untuk menurunkan tingkat stres dan afek negatif pada
pasien kanker.
Subjek Penelitian Pasien yang sedang menjalani pengobatan kanker yang
sedang melakukan penginapan di Rumah Singgah Sehati
RSUP Dr.Kariadi Semarang. Karakteristik dalam
penelitian ini yaitu individu yang terdiagnosa salah satu
jenis kanker, sedang melakukan pengobatan secara fisik
di RSUP Dr. Kariadi Semarang, bersedia mengikuti
penelitian, kooperatif secara fisik, dan mampu
memahami Bahasa Indonesia.
Desain Penelitian Nonrandomized pretets posttest control group design
Metode Penelitian Kuasi Eksperimen
Metode analisis Data Metode analisi data dalam penelitian ini uji hipotesis
menggunakan Mann Whitney dan Wilcoxon Signed
Rank.
Hasil Penelitian  Berdasarkan Wilcoxon Signed Rank Test
menunjukkan bahwa hasil asumsi signifikansi antara
pretest dan posttest variabel stres pada kelompok
eksperimen diatas 0,05 (p-value = 0,054 > 0,05).
Artinya tidak terjadi penurunan stres yang signifikan
dari sebelum dan sesudah perlakuan.
 Hasil pengukuran pada kelompok eksperimen
dengan pretest-follow up nilai Z = -1,604 dengan
signifikansi 0,054 (didapatkan dari 0,109/2),
sedangkan hasil analisis skor posttest-follow-up
sebesar Z = -1,604 dengan signifikansi 0,054
(didapatkan dari 0,109/2). Hal ini berarti pada
kelompok eskperimen tidak terjadi penurunan stres
pada pasien kanker yang signifikan setelah satu
minggu setelah posttest.
Kesimpulan  Ada perbedaan stres dan afek negatif yang signifikan
pada saat posttest antara kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen yang
diberi perlakuan, stres dan afek negatifnya menjadi
menurun dibanding kelompok kontrol yang tidak
diberi perlakuan.
 Pemberian perlakuan terapi kelompok berbasis
afirmasi diri tidak terbukti secara signifikan
menurunkan stres dan afek negatif pada kelompok
eksperimen.
Jurnal 3
Judul The Impact of Integrated Narrative Therapy and
Imagotherapy on Depression Among the Mournful
Women
Jurnal Journal Of Clinical Psychology and Mental Health Care,
http;//doi.org/03.2021/1.10015.
Volume & Halaman Vol. 2. No. 2, halaman 1-3
Tahun 2021
Penulis BafandeganVahid
Reviewer Alridho Deska Briandoko
Abstrak Komorbiditas yang sering dari gangguan depresi dan
gangguan lainnya didokumentasikan dengan baik.
Dampak terapi naratif terpadu dan imagoterapi
dirancang sebagai pengobatan untuk mempengaruhi
masalah emosional. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menyelidiki pengaruh terapi naratif terpadu dan
imagoterapi pada wanita depresi di antara wanita yang
berduka di Masyhad.
Pendahuluan Penelitian ini melibatkan semua wanita yang kehilangan
suami mereka dalam perang. Orang-orang ini dikenal
sebagai istri para syuhada. Ahmadi, N. K. (2004) dalam
studi pernikahan kembali istri syahid menyimpulkan
bahwa karena faktor agama, hanya 24% istri syahid
yang menikah lagi. Penelitian menunjukkan bahwa
alasan utama wanita tidak menikah adalah faktor agama
dan kesetiaan kepada syahid. Oleh karena itu, terkadang
mereka memiliki hubungan di luar norma budaya dan
hubungan rahasia. Jadi mereka mengalami banyak
masalah komunikasi. Salah satu alasan mengapa
penelitian begitu penting: Bekerja dengan istri para
syuhada dan keluarga mereka. Biasanya, bekerja dengan
keluarga para martir dilarang dan ini membuat
masyarakat acuh tak acuh terhadap mereka.
Variabel Terapi naratif
Terapi naratif adalah proses membantu orang sehingga
orang dapat mengatasi masalah mereka dengan terlibat
dalam percakapan terapeutik. Percakapan ini termasuk
pemecahan masalah, penggalian konsekuensi, menyoroti
peta baru, dan menghubungkannya dengan masa lalu
(Carr, A. 1998)
Hipotesis Terdapat pengaruh terapi naratif terpadu dan
imagoterapi pada wanita yang berduka di Masyhad.
Subjek Penelitian Dua kelompok yang terdiri dari 12 individu, termasuk
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang
diacak. Usia antara 20 - 55 tahun.
Desain Penelitian Pre-test and post-test with the control group desain.
Metode Penelitian Eksperimen
Metode analisis Data Data dianalisis dengan SPSS 16 dan disajikan dengan
uji kovarians (ANCOVA).
Hasil Penelitian Pengaruh terapi naratif terpadu dan imagoterapi pada
wanita yang berduka di Masyhad terbukti, yang ditandai
dengan potensi statistik tinggi 0,80 menunjukkan
kecukupan sampel dan akurasi statistik
Kesimpulan Ada pengaruh terapi naratif terpadu dan imagoterapi
pada wanita yang berduka di Masyhad.

2. JURNAL PIO
Jurnal 1
Judul Appreciative Inquiry Coaching untuk Menurunkan Stres
Kerja
Jurnal Gadjah Mada Journal of Professional Psychology
Volume & Halaman Volume 1, No. 2, halaman 89 – 107
Tahun 2015
Penulis Agung Suprapto, Dwi Cahyono, dan Koentjoro
Reviewer Alridho Deska Briandoko
Abstrak Faktor individu, sosial dan lingkungan, keorganisasian
serta pekerjaan berpotensi menimbulkan stres kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Appreciative Inquiry Coaching dalam menurunkan stres
kerja Polisi Lalu Lintas (Polantas). Partisipan penelitian
berjumlah 22 orang anggota Polantas di Kepolisian
Resor X Yogyakarta. Rancangan eksperimen
menggunakan pretest-posttest control group design,
dengan membagi partisipan ke dalam kelompok
eksperimen yang mendapatkan perlakuan berupa
Appreciative Inquiry Coaching dan kelompok kontrol
berupa waiting list. Polantas pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol diberi alat ukur Skala Stres Kerja
Polantas tiga minggu sebelum (pre-test) dan tiga minggu
(post-test) setelah perlakuan.
Pendahuluan Hasil identifikasi permasalahan serta diagnosis yang
dilakukan menggambarkan sebuah kondisi pekerjaan
Polantas di Kepolisian Resor X, Yogyakarta yang penuh
tuntutan dan tekanan, terjadi terus menerus tanpa
penyelesaian, yang kemudian berlanjut dan
mengindikasikan adanya gejala stres kerja, yang
ditandai dengan keluhan gangguan fisik, gangguan
psikologis dan perilaku. Dalam kasus yang ekstrim,
stres jangka panjang atau kejadian traumatis dalam
pekerjaan akan mendorong munculnya permasalahan
psikologis dan gangguan psikiatrik yang menyebabkan
pekerja mangkir dan menghambat mereka untuk bekerja
lebih baik lagi (Leka, Griffith, & Cox, 2004). Hal ini
juga terjadi pada Polantas di Polres X dimana masih
ditemukan anggota yang sering terlambat apel pagi, dan
mangkir dari tugas. Pendekatan dalam mereduksi stres
kerja salah satunya adalah melalui pendekatan kognitif.
Pendekatan kognitif berupaya memfokuskan untuk
menempatkan suatu pikiran, keyakinan, atau bentuk
pembicaraan diri (self talk) terhadap orang lain.
Variabel Stres
Stres pada dasarnya adalah proses persepsi (Riggio,
2003), artinya suatu kejadian bagi individu yang satu
dapat dianggap sebagai ancaman tetapi tidak bagi
individu yang lain, tergantung pada persepsinya.
Appreciative Inquiry Coaching
Appreciative Inquiry menekankan kepada penumbuhan
visi baru yang berupaya memperluas pengetahuan
mengenai kondisi ideal yang lebih baik, mereduksi
munculnya sikap defensif, dan mengembangkan
kepercayaan diri untuk melakukan tindakan positif.
Appreciative Inquiry memungkinkan adanya
kesempatan untuk saling berbagi mengenai pengalaman
positif masing-masing individu, sehingga mampu
menurunkan stres kerja karyawan baik secara individu
maupun dalam tim melalui workshop, coaching dan
pengembangan tim (Binkert, Orem, & Clancy, 2007;
Bushe & Coetzer, 1995; Rabinowitz, 2004).
Hipotesis Appreciative Inquiry Coaching berpengaruh terhadap
penurunan stres kerja Polantas.
Subjek Penelitian Anggota Polantas di Kepolisian Resor (Polres) di
Yogyakarta dengan tipe B1. Jumlah keseluruhan
Polantas di Polres X adalah 161 orang yang terdiri dari
138 orang polisi pria dan 23 orang polisi wanita.
Kriteria pemilihan partisipan didasarkan pada; (a) telah
bekerja sebagai Polantas minimal satu tahun, (b) berusia
antara 20–40 tahun, (c) pendidikan minimal Sekolah
Kepolisian Negara (pendidikan brigadir) (d) berpangkat
bintara, (d) partisipan yang memiliki skor stres kerja
kategori sedang– tinggi.
Desain Penelitian Pretest posttest control group
Metode Penelitian Eksperimen
Metode analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
varians (anava) campuran (mixed-design).
Hasil Penelitian  Terjadi perbedaan rerata stres kerja yang signifikan
sebelum dan tiga minggu setelah coaching
(F=274,698, p<0,01). Besarnya sumbangan amatan
ulang terhadap stres kerja adalah sebesar 92,9%.
 Terjadi perbedaan stres kerja yang signifikan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
(F=37,154, p<0,01. Besarnya sumbangan kelompok
terhadap stres kerja adalah sebesar 63,9%.
Kesimpulan  Appreciative Inquiry Coaching terbukti mampu
menurunkan stres kerja Polantas.
 Keterbukaan dan keaktifan partisipan dalam
menjalani proses coaching menyebabkan partisipan
mampu menemukan sendiri cara pemecahan masalah
yang dihadapi.
 Materi Appreciative Inquiry Coaching dapat
digunakan sebagai cara meminimalisir tingkat stres
kerja yaitu dengan mengidentifikasi pengalaman
hidup, mencari inti positif diri (aset, kapasitas,
kemampuan, sumber daya dan kelebihan),
membayangkan masa depan, merancangusaha
perbaikan serta menetapkan parameter tindakan
untuk merancang aksi untuk merealisasikan
impiannya,
 Keberhasilan coaching turut dipengaruhi oleh
kemampuan fasilitator dalam menyampaikan materi
serta kemampuan menjalin hubungan dengan
partisipan.

Jurnal 2
Judul Efektivitas Pelatihan Kebermaknaan Kerja untuk
Meningkatkan Keterikatan Karyawan pada Perawat
Jurnal Mediapsi,https://doi.org/10.21776/ub.mps.2020.006.01.4
Volume & Halaman Vol. 6, No. 1, halaman 26-36
Tahun 2020
Penulis Rifa Juniartika, Erita Yuliasesti Diah Sari, dan Herlina
Siwi Widiana
Reviewer Alridho Deska Briandoko
Abstrak Perawat adalah salah satu sumber daya penting dalam
rumah sakit. Perawat dengan keterikatan karyawan yang
tinggi diharapkan mampu memberikan pelayanan yang
prima terhadap pasien sehingga dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit sebagai
penyedia jasa layanan kesehatan. Keterikatan karyawan
yang rendah pada perawat di rumah sakit menimbulkan
perilaku kurang ramah perawat kepada pasien sehingga
menyebabkan komplain dari pasien. Salah satu upaya
untuk meningkatkan keterikatan karyawan tersebut ialah
memberikan pelatihan kebermaknaan kerja. Tujuan
penelitian ini ialah untuk menguji efektivitas pelatihan
kebermaknaan kerja dalam meningkatkan keterikatan
karyawan pada perawat di rumah sakit. Subjek dalam
penelitian adalah 16 orang perawat di sebuah rumah
sakit yang secara random terbagi menjadi kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian
adalah pretest-posttest control group design.
Pendahuluan Dampak dari rendahnya keterikatan karyawan pada
perawat di Rumah Sakit X Padang antara lain kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pelayanan
Rumah Sakit X Padang sehingga juga akan
mempengaruhi profit rumah sakit. Selain itu, perawat
dengan keterikatan karyawan yang tinggi diharapkan
memiliki kesadaran untuk terus meningkatkan kualitas
kerja serta bersedia memberikan kontribusi lebih dari
yang diharapkan oleh rumah sakit dalam pekerjaannya.
Apabila hal ini terjadi maka karyawan turut berperan
dalam memajukan kualitas pelayanan kesehatan yang
disediakan oleh rumah sakit sehingga mampu
meningkatkan kepuasan pasien terhadap rumah sakit
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pelatihan kebermaknaan kerja terhadap
keterikatan karyawan pada Rumah Sakit X Padang.
Variabel Kebermaknaan Kerja
Kebermaknaan kerja merupakan kecenderungan
seseorang untuk memaknai pekerjaannya sebagai
pekerjaan (job), sebagai karir (career), dan sebagai
panggilan (calling) (Wrzesniewski, McCauley, Rozin, &
Schwartz,1997).
Keterikatan Karyawan
Keterikatan kerja menurut Schaufeli (2013) adalah
kondisi positif dan pemenuhan karyawan yang
berhubungan dengan pekerjaan.
Hipotesis Ada perbedaan tingkat keterikatan karyawan pada
kelompok eksperimen antara sebelum dan sesudah
mengikuti pelatihan kebermaknaan kerja. Setelah
mengikuti pelatihan kebermaknaan kerja maka tingkat
keterikatan karyawan akan lebih tinggi dibandingkan
sebelum mengikuti pelatihan
Subjek Penelitian 16 orang perawat di sebuah rumah sakit yang secara
random terbagi menjadi kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
Desain Penelitian Pretest-posttest control group design
Metode Penelitian Eksperimen
Metode analisis Data Uji hipotesis dilakukan menggunakan Friedman test dan
Mann-Whitney U test
Hasil Penelitian  Kelompok eksperimen memperoleh nilai p sebesar
0.050, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang secara marginal signifikan terkait
selisih skor mean pretest, posttest dan follow up pada
kelompok eksperimen. Sementara itu, kelompok
kontrol menunjukkan nilai p sebesar 0.528, yang
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan terkait selisih skor mean pretest, posttest
dan follow up pada kelompok kontrol.
 Berdasarkan output dalam uji MannWhitney di atas
diketahui bahwa nilai Exact. Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
sebesar p = 0.002. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan oleh
peneliti dapat diterima. Hal ini berarti terdapat
perbedaan yang signifikan antara skor keterikatan
karyawan pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol.
Kesimpulan Adanya pengaruh signifikan pelatihan kebermaknaan
kerja terhadap tingkat keterikatan karyawan.

Jurnal 3
Judul The Effectiveness of Positive Psychology Training on
the Resiliency and Job Satisfaction of Government
Employees
Jurnal International Journal of Behavioral Sciences, doi :
10.30491/ijbs.2020.206270.1153
Volume & Halaman Vol. 14.No. 2, halaman 79-84
Tahun 2020
Penulis Zohreh Hamian (MA), Mohammad-Esmaeil Ebrahimi
(PhD), Yahya Yarahmadi (PhD), Hooshang Jadidi
(PhD), dan Hamzeh Ahmadiyan (PhD)
Reviewer Alridho Deska Briandoko
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektivitas pelatihan psikologi positif terhadap
ketahanan dan kepuasan kerja pegawai pemerintah di
provinsi Hamadan. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pegawai pemerintah provinsi Hamadan pada
musim semi 2019. Dari populasi statistik ini, 30
individu (15 dalam kelompok eksperimen, 15 dalam
kelompok kontrol) dipilih secara purposive sebagai
subjek penelitian. Analisis data dilakukan dengan
software SPSS versi 25 menggunakan analisis kovarians
dan MANCOVA.
Pendahuluan Konsekuensi praktis terpenting dari ketahanan dalam
penelitian adalah bahwa kita dapat meningkatkan
kemampuan individu untuk mencapai rasa identitas dan
efisiensi, pengambilan keputusan, penargetan, dan
keyakinan di masa depan. Dengan cara ini, mereka
dapat menempatkan kebutuhan dasar manusia mereka
untuk kebaikan, hubungan dengan orang lain, tantangan,
kekuatan dan makna dalam situasi stres sebagai fokus
dari intervensi pencegahan, pendidikan dan
pertumbuhan pribadi. Faktor lain yang sangat penting
dalam kehidupan individu dan terutama karyawan dan
yang memiliki pengaruh besar pada suasana hati dan
perilaku mereka adalah kepuasan kerja.
Variabel Kepuasan kerja
Kepuasan kerja adalah jenis perasaan positif dan
menyenangkan yang dimiliki seseorang di tempat kerja.
Resiliensi
Blok mengidentifikasi cara-cara untuk mendapatkan
resiliensi sebagai keras kepala, mementingkan diri
sendiri, konfrontasi represif, memiliki suasana hati dan
perasaan yang positif. Dari sudut pandang psikologis,
individu yang resilien memiliki lima karakteristik utama
yang meliputi: merasa dihargai; keterampilan
memecahkan masalah; kompetensi sosial; optimisme
dan empati. Resiliensi tidak menghilangkan stres dan
menghilangkan masalah hidup, tetapi memberdayakan
orang untuk menghadapi tantangan ke depan, mengatasi
kesulitan dan melanjutkan hidup. Beberapa orang secara
alami memiliki fitur-fitur ini, tetapi tidak terbatas pada
beberapa dan menurut para ahli, yang lain dapat belajar
dan meningkatkan resiliensi.
Hipotesis Ada pengaruh pelatihan psikologi terhadap resiliensi
dan kepuasan kerja karyawan
Subjek Penelitian 30 pegawai pemerintah provinsi Hamadan (15 dalam
kelompok eksperimen, 15 dalam kelompok kontrol)
Desain Penelitian Desain pretest-posttest bersama dengan kelompok
eksperimen dan kontrol
Metode Penelitian Kuasi Eksperimen
Metode analisis Data Analisis kovarians dan MANCOVA
Hasil Penelitian  Dalam penelitian ini, 16 peserta adalah perempuan
dan 14 di antaranya adalah laki-laki. Tujuh peserta
memiliki gelar associate, 10 di antaranya memiliki
gelar associate dan 18 memiliki pendidikan
universitas. Menurut hasil, kelompok kontrol
memiliki 10 (22,2%) wanita dan lima (11,1%) pria.
Pada kelompok kontrol kurang dari dua (4,4%)
memiliki ijazah SMA, empat (8,9%) dari mereka
memiliki ijazah sembilan (20%) dari mereka adalah
mahasiswa, tiga dari mereka memiliki kurang dari
diploma (6,7%), tiga (6,7%) adalah lulusan diploma
dan 10 (22,2%) adalah lulusan universitas.
 Pada variabel resiliensi tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara pre-test antara kelompok
eksperimen dan kontrol. Sedangkan pada post-test,
perbedaan ini lebih besar pada kelompok
eksperimen, meskipun tidak ada perubahan yang
signifikan pada kelompok kontrol. Rerata skor
variabel resiliensi pada kelompok kontrol adalah
43,47 dengan standar deviasi 4,05; pada kelompok
eksperimen 51,47 dengan standar deviasi 3,04.
 Pada variabel kepuasan kerja, tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara kelompok
eksperimen dan kontrol pada pre-test. Sedangkan
pada post-test, perbedaan ini lebih besar pada
kelompok eksperimen, meskipun tidak ada
perubahan yang signifikan pada kelompok kontrol.
Rerata skor kepuasan kerja pada kelompok kontrol
adalah 63,93 dengan standar deviasi 3,04. Juga, skor
rata-rata pada kelompok eksperimen adalah 76,13
dengan standar deviasi 2,95.
 Nilai statistik pre-test variabel F-row (22,847) yang
dihitung pada tingkat kesalahan yang dapat diterima
(0,05). Hasil yang disajikan pada baris keempat,
yaitu kelompok belajar, menunjukkan hasil akhir
dari analisis kovarians. Karena F-statistik baris ini
(211.144) diperoleh pada tingkat kepercayaan 0,95,
ada perbedaan yang signifikan antara kelompok rata-
rata, sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis
penelitian dikonfirmasi. Jadi harus diakui bahwa
pelatihan psikologi positif berdampak pada kepuasan
kerja.
Kesimpulan Pelatihan psikologi positif dapat mengoptimalkan dan
meningkatkan resiliensi dan kepuasan kerja karyawan

3. JURNAL PENDIDIKAN
Jurnal 1
Judul Pengaruh Permainan Kecil terhadap Keaktifan Siswa
pada Proses Pembelajaran Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan
Jurnal Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
Volume & Halaman Volume 07, Nomor 03, halaman 551-556
Tahun 2019
Penulis Brilian Alvin Kurnain dan Dony Andrijanto
Reviewer Alridho Deska Briandoko
Abstrak Pendidikan adalah usaha sadar manusia yang tersusun
dan terencana secara sistematis dan tersusun dalam
sebuah rangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan
baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Salah satunya
adalah mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan
kesehatan, merupakan salah satu bagian yang penting
dalam pendidikan nasional, dikarenakan untuk menjaga
kebugaran jasmani siswa, melatih keterampilan gerak
siswa dan turut memajukan pendidikan di Indonesia.
Pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani di
sekolah oleh guru hendaknya dilakukan dengan memilih
pendekatan pembelajaran yang tepat, sehingga akan
mendukung keberhasilan pembelajaran itu sendiri.
Penggunaan pendekatan pembelajaran yang tepat akan
berpengaruh pada keaktifan dan ketertarikan siswa
terhadap pembelajaran yang akan diajarkan, sehingga
hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Sedangkan
pembelajaran yang sedang dikembangkan kini adalah
dengan permainan. Proses pembelajaran dengan bentuk
permainan yang akan diajarkan ini dirasa akan lebih
efektif karena siswa akan lebih termotivasi dalam gerak.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui
pengaruh permainan kecil terhadap keaktifan siswa pada
proses pembelajaran PJOK kelas VIII SMP Negeri 2
Sidoarjo. 2) Mengetahui besarnya pengaruh permainan
kecil terhadap keaktifan siswa pada proses pembelajaran
PJOK kelas VIII SMP Negeri 2 Sidoarjo. Metode
penelitian ini menggunakan jenis eksperimen murni
dengan pendekatan kuantitatif serta desain penelitian
randomized control group pretest-posttest design. Data
dikumpulkan dengan analisis video melalui instrumen
Analisa Proporsi Fokus (APF).
Pendahuluan Meskipun pembelajaran merupakan aktivitas individual,
namun faktor interaksi sosial juga sangat menentukan,
baik interaksi sesama siswa, siswa dengan gurunya,
maupun siswa dengan lingkungannya, hal tersebut
menunjukkan kegiatan kemandirian dan tanggung jawab
individu dalam konteks kebersamaan melalui kerja
sama. Menurut Bonwell (dalam Zulfahmi, 2013: 281)
kunci dari pembelajaran aktif yaitu dari siswa sendiri.
Maka dalam hal ini guru dituntut untuk membuat
strategi atau inovasi berupa kegiatan instruksional yang
melibatkan siswa dalam melaksanakan sesuatu tentang
apa yang dilaksanakan
Variabel Permainan Kecil
Dellal & Rampinini dalam (Falces-Prieto, dkk.,
2015:246) telah menunjukkan bahwa pelatihan dengan
permainan kecil mengembangkan adaptasi ketahanan
yang serupa dengan pelatihan kebugaran dibandingkan
dengan berlari berbasis latihan. Permainan merupakan
faktor penting dalam pembelajaran PJOK, oleh karena
itu setiap guru PJOK dituntut untuk menguasai berbagai
permainan kecil.
Keaktifan Siswa pada Proses Pembelajaran
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Menurut Forsberg, dkk (2019: 1478), untuk mendukung
keaktifan, siswa juga harus bertanggung jawab untuk
memperoleh pengetahuan individu untuk kasus yang
sedang dialami dalam proses pembelajaran. Zulfahmi
(2013: 283) mengatakan keaktifan dapat dilihat dari
beberapa indikator yang saling berhubungan dengan
erat, beberapa indikator tersebut sebagai berikut: (1)
berpusat pada siswa, (2) tujuan pembelajaran yang jelas,
(3) bersifat pemecahan masalah, (4) mengoptimalkan
inkuiri, (5) adanya persepsi baru, (6) memungkinkan
siswa untuk terbuka, (7) siswa sadar sebagai subjek
yang bertanggung jawab, (8) tidak hanya melibatkan
aktivitas fisik dan mental, (9) suasana yang
menyenangkan, (9) ada umpan balik.
Hipotesis Adanya pengaruh permainan kecil terhadap keaktifan
siswa pada proses pembelajaran pendidikan jasmani,
olahraga dan kesehatan pada siswa kelas VIII SMP
Negeri 2 Sidoarjo
Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII
SMP Negeri 2 Sidoarjo dengan jumlah sampel yang
diambil yaitu dua kelas berjumlah 68 siswa.
Desain Penelitian Randomized Control Group Pretest-Posttest Design
Metode Penelitian Eksperimen murni (true experiment)
Metode analisis Data Analisis data menggunakan aplikasi komputer SPSS
(Statistical Product and Service Solution) versi 25 yang
terdiri dari: Uji mean, standar deviasi, varian, nilai
minimum dan maksimum, uji normalitas, uji
homogenitas, uji T sampel sejenis, uji T sampel
berbeda, dan persentase peningkatan
Hasil Penelitian Ada pengaruh permainan kecil terhadap keaktifan siswa
pada proses pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga
dan kesehatan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2
Sidoarjo yang dapat dibuktikan dengan peningkatan
hasil pada kelas eksperimen dari active time allotment
sebesar 8,34% dan persentase students direct
engagement sebesar 2,84% pada saat diberi perlakuan
permainan kecil. Sedangkan pada kelompok kontrol
mengalami peningkatan pada active time allotment
sebesar 32% dan mengalami penurunan pada persentase
students direct engagement sebesar -11% .
Kesimpulan Ada pengaruh permainan kecil terhadap keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani,
olahraga dan kesehatan (p<0,05)
Terjadi peningkatan hasil dari active time allotment
sebesar 8,34% dan persentase students direct
engagement sebesar 2,84% dengan pemberian
permainan kecil.

Jurnal 2
Judul Pelatihan Metode Self Instruction Untuk Meningkatkan
Self Esteem Siswa SMA
Jurnal Jurnal Pendidikan dan Pengajaran
Volume & Halaman Jilid 47, Nomor 1, halaman.49-5
Tahun 2014
Penulis Luh Putu Sri Lestari
Reviewer Alridho Deska Briandoko
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan
pelatihan metode self-instruction dalam meningkatkan
self-esteem siswa SMA. Penelitian ini menggunakan
rancangan eksperimen yaitu onegroup pretest-posttest
design dengan subjek 5 orang siswa kelas XI SMA. Lab.
Undiksha Singaraja yang teridentifikasi sebagai siswa
yang memiliki self-esteem rendah. Instrumen yang
digunakan yaitu skala self-esteem dan instrumen untuk
bahan perlakuan berupa buku panduan pelatihan dengan
metode self-instruction.
Pendahuluan Hasil studi awal untuk mengetahui adanya siswa yang
memiliki karakteristik self-esteem yang rendah di SMA
Lab Undiksha Singaraja, dilakukan melalui wawancara
dengan para konselor dan penyebaran angket self-
esteem oleh peneliti dan konselor sekolah. Dari hasil
studi awal di SMA Lab Undiksha Singaraja,
menunjukkan bahwa dari 201 orang siswa, terdapat
64,2% siswa yang memiliki karakteristik selfesteem
yang rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
umumnya siswa merasa memiliki self-esteem rendah
terkait dengan prestasi akademik dan mereka merasa
tidak percaya pada kemampuan yang dimiliki. Selain
itu, self-esteem rendah juga disebabkan oleh adanya
masalah dalam pergaulan dan hubungan dengan orang
lain. Siswa yang mengalami masalah self-esteem
rendah, mewujudkannya dalam perilaku misalnya
menarik diri dari orang lain, menyendiri, tidak
mengerjakan PR, bermusuhan dengan teman, dan
pemalu. metode selfinstruction dapat menjadi salah satu
solusi alternatif bagi konselor untuk membantu
siswanya memecahkan masalah yang dihadapi terutama
berkaitan dengan masalah self-esteem. Alasan pemilihan
metode self-instruction ini adalah karena dengan
menerapkan metode self-instruction ini, siswa dapat
menginstruksikan dirinya sendiri untuk mengganti
keyakinannya yang negatif menjadi keyakinan positif.
Selain itu, metode self-instruction juga dapat
mengarahkan perilaku siswa menjadi lebih efektif.
Variabel Self-esteem
Self-esteem merupakan dimensi evaluatif yang
menyeluruh dari diri (Santrock, 2003). Remaja menilai
dirinya secara menyeluruh sehingga ia memperoleh
gambaran yang jelas tentang dirinya sendiri, dan
kemudian membandingkannya dengan kriteria ideal
yang dimilikinya. Konsep harga diri sangat terkait
dengan tiga konsep lain yang memang merupakan hal
yang tidak terpisahkan, yaitu: self concept, self image,
dan ideal self (Lawrence, 2006). Self-esteem yang
rendah pada seseorang disebabkan oleh adanya
diskrepansi antara pandangan yang dimiliki seseorang
mengenai dirinya saat ini (perceived self) dengan
pandangan idealnya terhadap dirinya atau yang disebut
dengan ideal self (Mruk, 2006).
Teknik self-instruction
Inti dari teknik self-instruction adalah konselor
bertindak sebagai model dan melaksanakan tugas sambil
berbicara pada diri sendiri secara keras/lantang,
kemudian siswa diinstruksikan untuk melakukan tugas
yang sama sambil menginstruksikan diri sendiri dengan
keras dan lantang. Setelah itu, siswa membisikkan
instruksi-instruksi tersebut pada diri sendiri. Akhirnya
siswa melaksanakan tugasnya sambil memerintahkan
diri secara tersembunyi (covertly)/ dalam hati.(Cormier,
2003).
Hipotesis Ada perbedaan yang signifikan self esteem siswa
sebelum mengikuti pelatihan metode self-instruction
dengan self esteem siswa setelah mengikuti pelatihan
metode self instruction.
Subjek Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI
SMA Lab. Undiksha Singaraja. Dari populasi tersebut,
dipilih beberapa siswa untuk menjadi subjek penelitian.
Pemilihan subjek penelitian dilakukan berdasarkan
pemenuhan kriteria-kriteria tertentu menggunakan
teknik purposive sampling yaitu: (1) tercatat sebagai
siswa kelas X SMA. Lab. Undiksha Singaraja, (2)
teridentifikasi sebagai siswa yang memiliki self-esteem
rendah berdasarkan pengukuran dengan skala self-
esteem, dan selanjutnya subjek tersebut menjadi
kelompok eksperimen.
Desain Penelitian one-group pretestposttest design.
Metode Penelitian Pre Eksperimen
Metode analisis Data Teknik analisis non parametrik uji Wilcoxon dengan
Hasil Penelitian Hasil analisis uji Wilcoxon dengan menggunakan SPSS
versi 20.00, menunjukkan terdapat 5 observasi pada
variabel sesudah yang lebih dari observasi pada variabel
sebelum dengan rata-rata rangking (mean rank) = 3.00
dan tidak terdapat subjek yang nilai posttestnya kurang
dari nilai pretest. Apabila dilihat dari nilai Z , dimana
nilai z hitung = 2,060 lebih besar dari ztabel = 1,96
dengan Asymp. Sig. (2-tailed) 0.039 < α 0.05 berarti
terjadi peningkatan self-esteem siswa setelah diberikan
pelatihan metode self-instruction dibandingkan dengan
sebelum diberikan pelatihan.
Kesimpulan Ada perbedaan yang signifikan self esteem siswa
sebelum mengikuti pelatihan metode self-instruction
dengan self esteem siswa setelah mengikuti pelatihan
metode self instruction. Skor rata-rata self esteem siswa
setelah mengikuti pelatihan metode self instruction lebih
tinggi daripada skor rata-rata sebelum mengikuti
pelatihan metode self instructtion.
Jurnal 3
Judul The Impact of Digital Storytelling on the Academic
Achievement and Democratic Attitude of Primary
School Students
Jurnal Educational Policy Analysis and Strategic Research,
Volume & Halaman Vol. 16, No. 1, halaman 427-448
Tahun 2021
Penulis Erdi ERDOĞAN
Reviewer Alridho Deska Briandoko
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi
dampak digital storytelling (DST) terhadap prestasi
akademik dan sikap demokratis siswa kelas 4 SD dan
mengungkapkan pengalaman mereka dalam proses
DST. Penelitian dilakukan dengan pendekatan metode
mixed-method. Bagian kuantitatif dari penelitian ini
mengadopsi desain eksperimen semu pretest dan
posttest dengan 30 siswa. Pada bagian kualitatif
penelitian, dua wawancara kelompok terfokus dilakukan
dengan 15 siswa dalam kelompok eksperimen. Data
kuantitatif dikumpulkan melalui tes prestasi akademik
dan skala sikap demokratis. Data kualitatif diperoleh
melalui dua wawancara kelompok terfokus. Analisis
deskriptif, uji-t, dan analisis isi kualitatif digunakan
untuk mengevaluasi data.
Pendahuluan Meskipun DST adalah strategi instruksional yang
digunakan secara luas, tetap menjadi masalah yang
menantang untuk secara efektif menerapkan strategi ini
untuk proses pengajaran. Masalah yang muncul dapat
disebabkan oleh guru, siswa, dan struktur mata kuliah.
Misalnya, beberapa guru masih memiliki masalah dalam
memasukkan teknologi dalam proses pengajaran (Yang
& Wu, 2012). Selain itu, kurangnya pengalaman guru
dan siswa mengenai proses DST, durasi kursus yang
terbatas, pilihan teknologi yang salah (tool online atau
offline) dalam proses DST, membosankannya penulisan
cerita dan storyboard, dan kesulitan dalam mencari
materi adalah beberapa di antaranya. masalah (Dogan &
Robin, 2008; Silseth, 2013; Smeda, Dakich & Sharda,
2014; Kotluk & Kocakaya, 2017; Rahimi & Yadollahi,
2017, Durak, 2018). Juga menurut tinjauan sistematis
oleh Wu dan Chen (2020), studi DST tentang topik studi
sosial terbatas dalam literatur. Seperti yang diungkapkan
oleh berbagai penelitian, aspek bermasalah yang
berbeda dari DST mungkin muncul. Dengan demikian,
telah menjadi kebutuhan untuk menguji efek
implementasi DST pada kelompok usia dan variabel
yang berbeda dan untuk mengevaluasi proses
implementasi.
Variabel Digital Storytelling
Mendongeng melekat pada akar peradaban. Melalui
mendongeng, kita dapat dengan mudah memahami
dunia (Lambert, 2013), melindungi budaya kita (Wang
& Zhan, 2010), dan menjembatani antara masa lalu,
sekarang, dan masa depan (Harris, 2007). Selain itu,
mendongeng adalah cara yang efektif untuk
mengungkap pengalaman (Bruner, 1996). Dengan
manfaat tersebut, tradisi mendongeng penting untuk
membentuk ide-ide pribadi dan struktur sosial dengan
memberikan ekspresi diri; Namun, perkembangan
teknologi telah mengubah penceritaan tertulis. Dengan
demikian, mendongeng tradisional digabungkan dengan
berbagai jenis multimedia, dan DST muncul. DST
adalah strategi pembelajaran berbasis praktik di mana
siswa membuat multimedia yang dikombinasikan
dengan cerita pendek tentang pengalaman pribadi
mereka di kehidupan nyata (Hartley & McWilliam,
2009). DST adalah narasi pendek yang mencerminkan
pengalaman pendongeng dan dapat dilihat dari
perangkat teknologi yang berbeda (Davis, 2004). DST
adalah versi digital dari mendongeng untuk subjek
tertentu (Kobayashi, 2012; Robin, 2016).
Hipotesis Digital storytelling (DST) berpengaruh terhadap
terhadap prestasi akademik dan sikap demokratis siswa
kelas 4 SD
Subjek Penelitian 30 siswa sekolah dasar kelas 4 di provinsi Anatolia
Tengah Turki pada semester musim semi 2018-2019
Desain Penelitian Pretest and posttest design
Metode Penelitian Kuasi Eksperimen
Metode analisis Data Analisis deskriptif, uji-t, dan analisis isi kualitatif
digunakan untuk mengevaluasi data
Hasil Penelitian Ada perbedaan yang signifikan mengenai sikap
demokratis (t=-3.637, p<.05), sensitivitas empati (t=-
3.201, p<.05), dan rekonsiliasi (t=-3.317, p<.05) antara
pretest dan posttest skor rata-rata dari kelompok
eksperimen yang diamati.
Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa di kelompok
eksperimen tampil secara signifikan lebih baik daripada
siswa di kelompok kontrol dalam hal prestasi akademik
dan sikap demokratis. Wawancara kelompok fokus
menyoroti bahwa DST efektif dalam mempromosikan
pembelajaran konstruktivis dan kurangnya pengalaman
adalah masalah terbesar dalam proses DST

Anda mungkin juga menyukai