Anda di halaman 1dari 30

TUGAS TEORI DASAR PSIKOTERAPI

“COGNITIVE THEORY AND THERAPY”

Anggota
Janet Kurniawan Alim (1702531015)
Dewa Ayu Aristya Prabadewi (1702531021)

Gusti Ayu Diah Intan Sari Dewi (1702531027)

Gede Devara Aditya Pramestha (1702531033)

Made Amalia Kristanti Dewi (1702531039)

Ni Made Saraswati Cahaya Santi (1702531040)

Rivaldi Suryonugroho Sunyoto (1702531058)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2019
Sejarah

Terapi kognitif dimulai pada awal tahun 1960an sebagai bentuk hasil penelitian tentang
depresi oleh Aaron Temkin Beck (1963) atau dikenal sebagai Aaron Beck. Beck berusaha
membangun teori tentang depresi dari Freud yang memiliki inti yakni “kemarahan dihidupkan
oleh diri sendiri”. Selanjutnya, beliau melakukan observasi klinis pada klien yang depresi dan
memantau tritmen mereka dengan psikoanalisis tradisional untuk mendukung formulasi yang
dikemukakan oleh-Nya. Dibanding menemukan kemarahan yang diretrofleksi dalam pikiran dan
mimpi klien, Beck lebih memilih untuk melakukan bservasi bias negatif pada pemrosesan
kognitif klien. Beck kemudian mengembangkan teorinya tentang gangguan emsional dan model
kognitif mengenai depresi.

Albert Ellis (1962) kemudian menghasilkan karya yang memberikan dorongan pada
perkembangan terapi kogitif perilaku. Ellis dan Beck percaya bahwa orang-orang secara sadar
dapat mengadopsi pikiran dan kedua tokoh tersebut juga memandang asumsi yang mendasari
klien, sebagai target dari penanganan. Ellis dihadapkan pada klien dan meyakinkanmereka
bahwa filosofi kehidupan mereka tidak realistism sedangkan Beck mengubahklien menjadi rekan
yang meneliri realitas dengan tepat.

Beck (2008) menemukan evolusi model kognitif depresi dari dasar proses informasi
menjadi penyatuan efek pengalaman traumatik awal pada pembentukan kepercayaan irasional
dan sensitif terhadap faktor presipitasi depresi. Efikasi dari terapi kognitif telah ditunjukkan oleh
beberapa studi seperti pada terapi gangguan panik, fobia sosial, anxiety, PTSD, gangguan
makan, penyalahgunaan obat-obatan dan skizofrenia. Dan beberapa studi tersebut menyatakan
bahwa terapi kognitif mengurangi angka kekambuhan depression dan anxiety dibandingkan
terapi lain.

Aaron Beck selanjutnya mengembangkan konsep teoritis mengenai bunuh diri dan
pencegahannya. Beck mengemukakan gagasannya mengenai hopelessness atau keputusasaan
sebagai risiko bunuh diri. Penelitian Brown et. al (2005) menyatakan bahwa terapi kognitif dapat
mengurangi angka pengulangan tindakan bunuh diri sebesar 50% selama periode 18 bulan.

Terapi kognitif diintegrasikan dengan modalitas lain untuk menemukan pendekatan terapi yang
baru. Young (2003) mengembangkan skema terapi dengan memodifikasi kepercayaan dasar
maladaptif yang berkembang pada awal kehidupan serta dapat mendasari depresi dan kecemasan
kronis. Terapi kognitif yang berdasarkan mindfulness menggunakan strategi penerimaan dan
meditasi untuk meningkatkan ketahanan dan mencegah terjadinya episode depresi.

Terdapat beberapa skala penilaian yang digunakan dalam terapi kognitif seperti BDI
(Beck Depression Inventory), Scale for Suicide Ideation, Suicide Intent Scale, Beck
Hopelessness Scale, Beck Anxiety Inventory, Beck Self-Concept Test, Dysfunctional Attitude
Scale, Sociotropy-Autonomy Scale, Beck Youth Inventories, Personality Beliefs Questionnaire,
Clark-Beck Obsessive-Compulsive Inventory. BDI merupakan skala yang paling baik dari skala-
skala tersebut. Skala penelitian tersebut telah digunakan pada berbagai penelitian dan secara
rutin digunakan oleh psikolog, dokter, dan pekerja sosial untuk memantau kejadian depresi pada
pasien dan kliennya.

Sebuah akademi bernama The Academy of Cognitive Therapy yang dibuat pada tahun
1999 memiliki tujuan untuk mengevaluasi, mengidentifikasi, dan menyertifikasi orang-orang
yang mempunyai kemampuan dalam terapi kognitif. Terapi kognitif dipresentasikan pada
pertemuan setiap tahunnya dari American Psychological Association, American Psychiatric
Association, American Association of Suicidology, dan lain-lain. Berbagai peneitian kemudian
dilakukan dengan membandingkan efektifitas terapi kognitif dan terapi lain dalam terapi untuk
gangguan kecemasan, panik, penyalahgunaan obat, gangguan makan, depresi akut, depresi
geriatri, dan gangguan disporik.

Konsep Dasar
Terapi kognitif dapat dianggap sebagai teori, sebuah sistem dari strategi, dan serangkaian
teknik. Teorinya didasarkan pada ide bahwa memproses informasi sangat penting untuk setiap
organisme agar dapat bertahan hidup. Setiap sistem yang terlibat dalam pertahanan hidup yaitu
sistem kognitif, perilaku, afektif, dan motivasi tersusun dari struktur yang disebut skema. Skema
kognitif terdiri dari persepsi orang-orang terhadap diri mereka dan orang lain, tujuan dan harapan
mereka, kenangan, fantasi dan pengalaman sebelumnya.
Dalam berbagai kondisi psikopatologis seperti gangguan kecemasan, depresi, mania,
keadaan paranoid, neurosis obsesif kompulsif, dan lainnya, bias tertentu mempengaruhi
bagaimana seseorang memasukkan informasi baru. Orang yang depresi memiliki bias yang
negatif termasuk pandangan yang negatif terhadap dirinya sendiri, dunianya, dan masa depannya.
Pada kecemasan terdapat bias sistematik atau cognitive shift (pengalihan kognitif) terhadap
interpretasi pokok yang berbahaya secara selektif. Pada kondisi paranoid, pengalihan yang
dominan dilakukan pada atribusi yang sembarang dari penyalahgunaan atau gangguan,
sedangkan dalama mania pengalihan adalah terhadap interpretasi yang berlebihan dari
keuntungan pribadi.
Kontribusi pada pengalihan-pengalihan dikenal dengan cognitive vulnerabilities
(kerentanan kognitif) yaitu sikap spesifik tertentu atau keyakinan inti yang memengaruhi orang-
orang berada di bawah pengaruh situasi kehidupan tertentu untuk menafsirkan pengalaman
mereka dengan cara yang salah. Contoh seseorang yang merasa rentan dengan kematian yang
mendadak dapat berlebihan menafsirkan sensasi tubuhnya yang normal sebagai tanda-tanda
kematian dan mengalami serangan panik.

Tujuan
Tujuan terapi kognitif adalah untuk memperbaiki pengolahan informasi yang salah
dan membantu pasien mengubah anggapan yang mempertahankan perilaku dan emosi
maladaptifnya. Metode kognitif dan perilaku digunakan untuk menantang keyakinan
disfungsional (dysfunctional beliefs) dan mendorong pemikiran yang lebih realistis dan adaptif.
Terapi kognitif mulanya ditujukan untuk meringankan gejala, namun tujuan akhirnya adalah
untuk menghilangkan bias-bias sistematis dalam berpikir dan mengubah core beliefs yang
mengarah pada distress di kemudian hari.
Terapi kognitif membantu mengubah keyakinan (belief) pasien dengan cara menafsirkan
keyakinan tersebut sebagai hipotesis yang dapat diuji melalui eksperimen perilaku yang
disepakati bersama oleh pasien dan terapis. Terapis kognitif tidak mengatakan pada klien bahwa
keyakinan klien tersebut irasional atau salah, melainkan terapis akan memberikan pertanyaan
untuk mengetahui makna, fungsi, kegunaan dan konsekuensi dari keyakinan tersebut. Pada
akhirnya pasien sendiri yang memutuskan apakah akan menolak, mengubah, atau
mempertahankan seluruh keyakinan personalnya, dan menyadari akibat dari emosi dan
perilakunya.
Perubahan kognitif dapat mendorong perubahan perilaku dengan cara membiarkan pasien
untuk mengambil risiko. Emosi juga memainkan peranan dalam perubahan kognitif. Sumber
kognitif, perilaku dan emosi saling mempengaruhi dalam perubahan terapeutik, namun terapi
kognitif terutama menekankan pada aspek kognitif dalam mendorong dan mempertahankan
perubahan terapeutik.
Perubahan kognitif terjadi pada beberapa tingkat : voluntary thoughts, continuous or
automatic thoughts, underlying assumptions, dan core beliefs. Menurut model kognitif, kognisi
diatur dalam sebuah hirarki yang setiap tingkatan memiliki perbedaan akses dan stabilitas.
Kognisi yang paling mudah dicapai dan paling tidak stabil adalah voluntary thoughts. Pada
tingkat berikutnya terdapat automatic thoughts yang muncul secara spontan. Mereka merupakan
pikiran-pikiran yang menengahi antara stimulus dan reaksi emosional perilaku individu.
Automatic thoughts dihasilkan dari anggapan dasar. Contohnya, keyakinan “saya bertanggung
jawab untuk kebahagiaan orang lain” menghasilkan banyak pikiran otomatis yang negatif pada
seseorang yang menganggap dirinya sebagai penyebab distress bagi orang lain.
Core beliefs terdiri dari skema-skema kognitif. Terapi bertujuan untuk mengenali
keyakinan mutlak dan menghilangkan dampaknya. Jika keyakinan tersebut dapat diubah, pasien
akan lebih tidak rentan terhadap distress di masa mendatang.

Prinsip
Esensi teori kognitif dapat diringkas dalam satu kalimat yang Ellis atribut untuk
Epictetus: "Orang-orang terganggu bukan oleh hal-hal, tetapi oleh pandangan yang mereka ambil
dari mereka" (Ellis & Dryden, 1997).
Teori kognitif dan, khususnya, teori perilaku kognitif adalah perluasan dari terapi
perilaku. Pertimbangkan posisi Watson yang “[i] tidak membentuk bagian penting dari metode
[terapi perilaku]” (Watson, 1924, hlm. 158). Alih-alih secara sistematis mengecualikan
introspeksi, teori kognitif mencakup introspeksi. Untuk ahli teori kognitif, menemukan
interpretasi subjektif klien tentang kenyataan adalah penting.
Demikian pula, jika kita melihat posisi teoretis Skinner, "Perilaku adalah fungsi dari
konsekuensinya" maka teori kognitif mengubah "konsekuensi" dari tujuan menjadi fenomena
subjektif. Sekarang, perilaku adalah fungsi dari apa yang dipikirkan individu tentang
konsekuensinya. Revisi kognitif dari teori stimulus-respon perilaku (S-R) adalah teori stimulus-
organisme-respons (S-O-R). Dengan kata lain, seperti yang telah dikemukakan di atas, teori
kognitif menekankan pemrosesan organisme individu dari rangsangan lingkungan sebagai
kekuatan pendorong yang menentukan respons spesifiknya. Sebagai pengingat visual dari makna
teori S-O-R, bayangkan "O" mewakili otak, atau sistem pemrosesan, dari individu. Agar respons
terjadi, otak individu harus memproses stimulus yang masuk. Beck (1976) menyatakan seperti
ini: "[T] di sini adalah pemikiran sadar antara peristiwa eksternal dan respons emosional
tertentu"

Prosedur atau Teknis Pelaksanaan Terapi

Teknik cognitive therapy mengutamakan memperbaiki kesalahan dan bias dalam


pemrosesan informasi dan mengubah keyakinan inti yang mendukung keputusan atau perilaku
yang salah. Karena terapi dapat diarahkan untuk pemecahan masalah klien dengan cara
memahami terlebih dahulu bagaimana keyakinan itu mempengaruhi klien. Teknik verbal
digunakan untuk menggali pengalaman otomatis pasien, analisa logika di balik pikiran,
identifikasi asumsi maladaptive, memeriksa validitas asumsi. Bila klien kesulitan mengingat
pengalaman digunakan role-play. Terapis kognitif tidak menafsirkan pikiran otomatis klien,
namun mengeksplorasi maknanya.

Awalnya cognitive therapy akan menggali terlebih dahulu keyakinan klien, asal-usul dan
dasar klien, sampai ketemu keyakinan inti klien seperti apa. Lalu saat klien menyadari bahwa
keyakinan inti tersebut salah atau tidak akurat, lalu klien akan didorong untuk mencoba
perangkat keyakinan yang berbeda, untuk mengetahui apakah keyakinan yang berbeda ini lebih
akurat dan fungsional.

Perubahan kognitif terjadi pada beberapa tingkat, Menurut model kognitif, kognisi diatur
dalam sebuah hirarki yang setiap tingkatan memiliki perbedaan akses dan stabilitas:

a. Voluntary thoughts
Kognisi yang paling mudah dicapai dan paling tidak stabil
b. Continuous or automatic thoughts
Pada tingkat berikutnya terdapat automatic thoughts yang muncul secara spontan. Mereka
merupakan pikiran-pikiran yang menengahi antara stimulus dan reaksi emosional
perilaku individu. Automatic thoughts dihasilkan dari anggapan dasar. Contoh: keyakinan
“saya bertanggung jawab untuk kebahagiaan orang lain” menghasilkan banyak pikiran
otomatis yang negatif pada seseorang yang menganggap dirinya sebagai penyebab
distress bagi orang lain.
c. Underlying assumptions
d. Core beliefs
Terdiri dari skema-skema kognitif. Terapi bertujuan untuk mengenali keyakinan
mutlak dan menghilangkan dampaknya. Jika keyakinan tersebut dapat diubah, pasien
akan lebih tidak rentan terhadap distress di masa mendatang

Berikut adalah proses dalam terapi kognitif:

Hubungan terapeutik

Saat klien datang kepada terapis, tentu harus dilakukan rapor terlebih dahulu, lalu dengan
adanya perjanjian terapi, maka akan terbangun hubungan anatara klien dan terapis. Hubungan
tersebut haruslah hubungan terapeutik atau hubungan kolaboratif. Terapis akan menilai sumber
distress dan disfungsi dan membantu klien memperjelas tujuannya (biasanya hal ini dilakukan
dalam wawancara di awal terapi). Bagian dari kolaborasi, klien menyajikan pemikiran dan
keyakinan dalam berbagai situasi, dan menggambarkan emosi dan perilaku yang menyertai
pemikiran tersebut. Klien juga berbagi tanggung jawab dengan menyiapkan agenda setiap sesi
dan mengerjakan tugas (PR) antar sesi. Tugas (PR) membantu terapi berjalan lebih cepat dan
memberikan kesempatan pada pasien untuk berlatih kemampuan dan cara pandang baru (PR
pada tahap awal yang diberikan biasa berguna untuk mengenali pikiran perasaan dan perilaku,
PR pada tahap selanjutnya bertujuan untuk melatih klien mengidentifikasi masalah dan solusinya
dengan harapan klien akan jadi lebih mandiri).

Socratic dialogue

Gaya pertanyaan yang membantu mengungkap pandangan pasien dan membahas


gambaran adaptif atau maladaptifnya, Socratic dialogue ini dilakukan sepanjang proses terapi
kognitif berlangsung. Terapis merancang serangkaian pertanyaan untuk mendorong
pembelajaran baru bagi klien. Secara umum, tujuan pertanyaan terapis adalah untuk:
a. Memperjelas atau menetapkan masalah.
b. Membantu identifikasi pemikiran dan anggapan-anggapan.
c. Mengetahui makna situasi bagi pasien.
d. Menilai konsekuensi bila pasien mempertahankan pemikiran dan perilakunya yang
maladaptive.

Pertanyaan tidak digunakan untuk menjebak pasien, mengarahkan pasien pada kesimpulan pasti,
atau untuk menyerang pasien. Pertanyaan membantu terapis memahami sudut pandang pasien.
Pada awal terapi, pertanyaan dipakai untuk mendapat gambaran yang jelas dan rinci mengenai
kesulitan pasien. Lebih jelasnya, pertanyaan pada awal terapi digunakan untuk:

1. Memperoleh latar belakang dan data diagnostic


2. Mengevaluasi toleransi stress pasien, kapasitas untuk introspeksi, metode koping dan
sebagainya
3. Mendapatkan informasi mengenai situasi eksternal pasien dan konteks
interpersonalnya

Saat terapi berjalan, terapis menggunakan pertanyaan untuk:

1. Menggali pendekatan pada masalah


2. Membantu pasien membandingkan keuntungan dan kerugian dari solusi yang ada
3. Mempertimbangkan akibat dari mempertahankan perilaku maladaptive
4. Mendapatkan automatic thoughts

Guided discovery

Lewat ini pasien mengubah keyakinan dan anggapan maladaptivenya. Guided


discovery bukan berarti bahwa terapis mendesak atau membujuk pasien untuk menyetujui
seperangkat keyakinan baru. Melainkan terapis mendorong pasien untuk mendapatkan perspektif
realistis. Hal ini biasa dilakukan mendekati ending treatment, klien telah terlatih menjadi mandiri
untuk bisa menjadi “terapis bagi dirinya sendiri” untuk bisa menata ulang kognitifnya yang
keliru dan masalah-masalahnya di masa depan setelah sesi terapi telah selesai.

Teknik untuk membantu klien memeriksa pikiran dan perilakunya, contohnya:

 Validity testing
Terapis meminta klien untuk defend pikiran atau kepercayaannya, jika klien dapat
memberikan bukti yang objektif untuk mendukung asumsinya, saat itu kesalahan dan
invalidasi terungkap.
 Cognitive rehearsal
Klien diminta membayangkan situasi sulit yang pernah dia alami di masa lalu, lalu
bekerja dengan therapis untuk latihan bagaimana melakukan koping yang tepat pada
masalah tersebut. Saat klien konfrontasi dengan masalah yang mirip, maka perilaku yang
di rehearsed akan digunakan untuk menghadapi situasi tersebut.
 Guided discovery
Terapis menanyakan beberapa pertanyaan yang akan menuntun klien menemukan
cognitive distortion nya.
 Journaling
Klien menulis diary secara mendetail tentang situasi yang muncul sehari-hari, pikiran dan
emosi yang mengelilingi klien dan perilaku yang berbarengan muncul. Terapis dank lien
bersama-sama me-review diary itu untuk menemukan pola pikiran maladaptive dan
bagaimana pikiran itu mempengaruhi perilaku.
 Homework
Tujuan untuk menguatkan self discovery dan memperkuat insight yang didapat saat
terapi, terapis dapat meminta klien untuk melakukan tugas PR (pekerjaan rumah). Ini
mungkin dengan meminta klien untuk note-taking selama sesi, journaling, review dari
rekaman sesi klien, atau membaca buku dan artikel yang cocok dengan terapi. Klien
mungkin dapat lebih behaviorally focused, menggunakan strategi yang baru dipelajari
dalam sebuah situasi, dan merekam hasil untuk sesi terapi berikutnya.
 Modeling
Latihan Role-playing membuat terapis dapat menunjukan reaksi yang wajar pada situasi
yang berbeda-beda. Klien lalu dapat meniru perilaku tersebut.

Sistem yang salah dalam penalaran disebut distorsi kognitif (Beck, 1967). Dibagi menjadi
beberapa bagian:

1. Arbitary Inferences
Membuat kesimpulan yang spesifik tanpa adanya bukti dan fakta yang
mendukung atau bahkan bertolak belakang dengan kenyataan. Sebagai contoh,
ibu yang bekerja selama sehari penuh, setelah mengalami hari yang sibuk akan
berkata “aku adalah ibu yang buruk”.
2. Labelling
Memberikan label kepada sesuatu berdasarkan reaksi afektif yag dimiliki
sebelumnya (cenderung traumatic). Contohnya seorang anak lelaki memberi label
teman laki-laki sebagai monster dan lebih senang bergaul dengan teman wanita,
karena dulu ia selalu dibully oleh teman laki-laki saat masih SD-SMP.
3. Selective Abstraction
Mengkonsepkan suatu situasi keluar dari konteksnya, dan mengabaikan informasi
lainnya. Contohnya seorang lelaki yang cemburu saat pacarnya mendekatkan
kepala kepada lelaki lain untuk lebih jelas mendengar lelaki tersebut berbicara di
pesta.
4. Overgeneralization
Mengabstraksikan aturan-aturan umum dari suatu kejadian dan
mengaplikasikannya pada situasi yg lebih luas bahkan yg tidak terkait. Contohnya
seorang perempuan yg baru menjalani kencan yang tidak menyenangkan
mengatakan semua laki-laki sama saja, saya selalu ditolak.
5. Magnifikasi dan meminimalisir
Memandang sesuatu sebagai peristiwa yang luar biasa atau malah peristiwa yang
tidak penting. Contohnya seorang murid yang mengatakan apabila ia tampil
dengan sedikit gugup, maka hal itu adalah bencana. Sedangkan anak yang lain
mengatakan bahwa ibunya yang sakit parah, akan segera sembuh dari
“demamnya”.
6. Personalization
Menghubungkan kejadian terhadap diri sendiri tanpa adanya bukti yang
mendukung hubungan yang menyebabkan peristiwa tersebut. Contohnya seorang
lelaki yang melambaikan tangan kepada kenalannya dan tidak mendapatkan
jawaban, maka ia berpikir “aku pasti melakukan sesuatu yang menyinggungnya.”
7. Dichotomous Thinking
Mengkategorisasikan pengalaman menjadi satu atau dua kelompok ekstrem yaitu
kelompok yang sukses atau dan kelompok yang gagal. Contoh: seorang calon
dokter yang mengatakan “Aku adalah mahasiswa yang gagal apabila aku tidak
bisa menghasilkan tulisan yang bagus”

Jenis-Jenis Terapi

1. Dekatastropik (decatastrophizing)
Teknik dekatastropik dikenal juga dengan teknik “bila dan apa” dimana teknik ini
berguna untuk mengkonfrontasi klien dengan hal yang dihindarinya. Hal ini meliputi
upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana klien mencoba
memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi alamiah untuk melatih beradaptasi
dengan hal terburuk dengan apa-apa yang mungkin terjadi. Tujuannya adalah untuk
menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan dan dapat dengan berani
menghadapi situasi apapun. Dimana tidak selamanya sesuatu itu terjadi atau tidak
selamanya sesuatu tidak terjadi. Pertanyaan – pernyataan imajinatif dapat diajukan oleh
terapis diantaranya sebagai berikut:
- “Apa hal terburuk yang akan terjadi bila…”
- “Tindakan pemecahan masalah apabila hal tersebut benar-benar terjadi?”
Sebagai contoh klien yang tinggal di pegunungan harus berani melakukan konfrontasi
terhadap hal yang kemungkinan akan terjadi dan dapat berpikir mengenai “Apa yang
akan saya lakukan bila gunung meletus? Kemudian gempa dan tanah longsor melanda?
Bagaimana saya akan menghadapinya bila itu benar-benar terjadi?”, dan lain sebagainya.

2. Menghasilkan Interpretasi Alternatif


Teknik ini berguna dengan klien yang berpegang pada pemikiran otomatis
maladaptif atau irasional dan tidak melihat bahwa interpretasi atau penjelasan lain yang
lebih masuk akal ada. Teknik ini mengajarkan klien untuk segera melawan interpretasi
pertama dengan setidaknya empat alternatif masuk akal lainnya, menggunakan pedoman
berikut:
1) Klien menyimpan catatan tertulis tentang emosi terburuk yang dialami selama periode
satu minggu. Berisi deskripsi singkat tentang peristiwa dan deskripsi singkat tentang
interpretasi pertama terhadap peristiwa tersebut
2) Pada sesi berikutnya pekerjaan rumah ini ditinjau dan klien diberi tugas tambahan:
"Setelah mencatat interpretasi awal Anda, tambahkan empat interpretasi yang berbeda
tetapi sama-sama masuk akal." Misalnya dihadapkan dengan situasi sebagai berikut:
Situasi: Seorang wanita berusia 24 tahun baru saja putus dengan pacarnya.
Interpretasi pertama: Ada yang salah dengan saya. Saya tidak memadai, dan saya
mungkin tidak akan pernah mengembangkan hubungan yang langgeng dengan seorang
pria.Interpretasi alternatif:
- Saya belum bertemu orang yang tepat.
- Saya tidak ingin melepaskan kebebasan saya sekarang.
- Pacar saya dan saya tidak memiliki chemistry yang tepat bersama.
- Pacar saya takut untuk berkomitmen kepada saya atau untuk hubungan.
3) Pada sesi berikutnya, terapis membantu klien menentukan mana dari empat interpretasi
yang memiliki bukti paling mendukung. Penting untuk membantu klien menggunakan
tinjauan objektif terhadap data daripada kesan atau firasat subjektif.
4) Kemudian klien diminta untuk mempraktikkan prosedur ini dengan setiap peristiwa
yang mengganggu untuk bulan berikutnya sampai menjadi respons otomatis.

3. Reframing
Teknik ini diberikan untuk memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari
masalah atau merubah persepsi klien. Terapis akan memperluas kesadaran tentang
keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari masalah. Hal ini dapat menolong
klien melihat masalah secara seimbang dan melihat dalam prespektif yang baru. Dengan
memahami aspek positif dan negatif dari masalah yang dihadapi klien dapat memperluas
kesadaran dirinya. Strategi ini juga dapat memicu kesempatan pada klien untuk merubah
dan menemukan makna baru, sebab begitu makna berubah maka akan berubah perilaku
klien.
Sebagai contoh, bagi seorang klien PHK dapat dipandang sebagai stressor tetapi
terapis akan membantu klien untuk merubah persepsi klien terhadap ‘PHK’. Maka setelah
klien merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK juga memberi dampak positif
seperti merupakan kesempatan untuk belajar bisnis, menemukan pengalaman baru,
banyaknya waktu bersama keluarga, saatnya belajar home industry dan meraih peluang
kerja yang lainnya.

4. Vigorous and Forceful Disputing


Teknik ini menekankan kepada klien bahwa bantahan diperlukan untuk
mengganti keyakinan rasional menjadi irasional. Salah satu caranya dapat menggunakan
tape recorder untuk merekam salah satu keyakinan irasional seperti "Jika saya gagal
dalam wawancara pekerjaan ini, saya akan memiliki, yang akan membuktikan bahwa
saya akan tidak pernah mendapatkan pekerjaan yang baik dan saya mungkin juga
melamar hanya untuk posisi tingkat rendah! ”
Kemudian carilah bantahan yang tepat untuk melawan keyakninan irasional klien
dan rekam pada tape recorder yang sama. Misalnya: "Walaupun saya melakukan
wawancara ini dengan buruk, itu hanya akan menunjukkan bahwa saya gagal kali ini,
tetapi tidak akan pernah menunjukkan bahwa saya akan selalu gagal dan tidak akan
pernah berhasil dengan baik dalam wawancara lain. Mungkin mereka masih akan
mempekerjakan saya untuk pekerjaan itu. Tetapi jika mereka tidak melakukannya, saya
dapat belajar dari kesalahan saya, dapat melakukan yang lebih baik dalam wawancara
lain, dan kemungkinan bisa mendapatkan jenis pekerjaan yang saya inginkan. "
Klien diminta untuk mendengarkan bantahan klien dan orang lain termasuk
terapis mendengarkannya. Lakukan itu dengan cara yang lebih kuat dan kuat dan biarkan
klien mendengarkannya lagi, untuk melihat apakah klien melakukannya dengan lebih
baik dan lebih kuat, sampai klien dapat meyakinkan diri sendiri dan orang lain bahwa
perselisihan dalam kognitif menjadi semakin kuat dan meyakinkan. Tugas pekerjaan
rumah ini mengalir langsung dari gaya terapeutiknya: Yaitu, jika klien dapat melakukan
serangan balik yang kuat dan rasional terhadap irasional mereka.

5. Menentang Pikiran Absolut


Teknik ini baik digunakan untuk klien yang sering memunculkan pikiran distress
mereka melalui pernyataan ekstrim seperti "semua orang lebih baik, lebih pintar, lebih
menarik dari aku." dan lain sebagainya. Pernyataan seperti itu menggunakan kata-kata
seperti semua orang, selalu, tidak pernah, tidak ada satu, dan sepanjang waktu. Maka
terapis akan mempertanyakan atau menantang pernyataan mutlak seklien sehingga klien
dapat menjelaskannya secara lebih akurat, untuk memberitahu secara tidak langsung
bahwa suatu hal tidak dapat digeneralisasi dalam keyakinan klien. Seperti dalam contoh
berikut:
Klien : Semua orang di sekolah lebih pintar dari saya.
Therapist : Semua orang? Setiap orang yang ada di sekolah Anda lebih pintar dari
Anda?
Klien : Yah, mungkin tidak. Ada banyak orang di sekolah, saya tidak terlalu
mengenal baik semua. Tapi salah satu teman dekat saya tampaknya lebih pintar, dia
tampaknya benar-benar tahu apa saja jawaban saat ujian.
Therapist : Tadi Anda mengatakan semua orang di sekolah jauh lebih pintar dari
Anda dan kini menjadi hanya salah satu teman Anda yang lebih pintar. Bagaimana kira-
kira yang sesungguhnya?
Klien : Sepertinya saya pikir itu hanya salah satu teman saya. Dia memiliki
banyak pengalaman dalam banyak perlombaan dan sepertinya tahu apa yang harus
dilakukan sebelum ujian dimulai.

6. Redefining
Teknik ini berarti mendefinisikan ulang merupakan cara yang tepat untuk
“memobilisasi” klien yang percaya bahwa masalahnya berada di luar kendali dirinya.
Dengan teknik ini, terapis membantu adanya intropeksi diri dan melihat masalah dari
sudut pandang lainnya. Contoh redefining, misalnya klien yang merasa dia orang yang
kesepian akan berpikir, "tidak ada yang perhatian kepada saya". Kemudian akan dibantu
oleh terapis untuk melakukan redefining dengan merubah pikiran klien menjadi "saya
perlu untuk menjangkau orang lain dan menjadi peduli”. Redifining masalah termasuk
membuatnya menjadi lebih konkrit dan spesifik serta menyatakan dalam hal perilaku
pasien sendiri.

7. Decentering
Teknik ini digunakan untuk klien yang salah percaya bahwa mereka adalah subjek
fokus perhatian semua orang yang biasanya dalam bentuk negatif. Biasanya teknik ini
pertama memeriksa logika di balik keyakinan kalau orang lain akan menatap klien dan
mampu membaca pikirannya, lalu dirancang eksperimen perilaku klien untuk menguji
keyakinan tertentu. Misalnya seorang yang biasa nervous saat berbicara di depan kelas
untuk presentasi, dia meyakini bahwa teman-temannya mengawasinya dan mengetahui
kecemasannya saat berada di depan kelas. Lalu klien akan diberikan pekerjaan rumah
dimana klien diminta secara tidak langsung untuk mengamati teman-temannya. Setelah
diamati, akhirnya klien akan tahu beberapa temannya sebenarnya tidak seperti apa yang
ia pikirkan. Saat ia berada di depan kelas, temannya ada yang mencatat, melihat
professor, melamun, tidur, dan sibuk main gawai. Sehingga ia menyimpulkan bahwa
teman-temannya memiliki perhatian berbeda-beda. Dan dirinya tidak perlu terlalu
memikirkan bahwa hanya dirinya saja yang menjadi pusat perhatian.

8. Thought Stopping

Teknik thought stoping sangat baik digunakan pada saat klien mulai memikirkan
sesuatu sebagai masalah. Teknik ini akan menyudahi pemikiran negatif yang muncul
ketika klien membayangkan sesuatu yang menjadi sumber masalahnya. Kemudian begitu
pikiran tersebut dihentikan, klien akan diminta untuk menggantinya dengan pemikiran
yan positif dari hal yang dibayangkan tadi. Untuk memulainya, klien diminta
menceritakan masalahnya dan mengatakan rangkuman masalahnya dalam khayalan.
Terapis akan menyela khayalan klien dengan cara mengatakan keras-keras “berhenti”.
Setelah itu klien mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan dari terapis.
Selanjutnya klien mencoba menerapkannya dalam situasi keseharian. Klien dapat
melakukan beberapa cara untuk menghentikan pikiran yang muncul tersebut seperti
menggambarkan bahwa masalahnya sudah selesai, menghayalkan bahwa bel berhenti
berbunyi, menghayalkan sebuah bata di dinding yang digunakan untuk menghentikan
berpikir dysfunctional, atau dapat dengan kontak fisik seperti mencubit anggota tubuh.

9. Self-Talk
Teknik self-talk merupakan teknik dimana terjadi suatu pembicaraan internal yang
terstruktur, berasal dari dan ditujukan kepada diri sendiri sebagai bentuk gambaran
pemikiran mengenai individu dan dunianya bukan dipengaruhi oleh yang dikatakan
orang-orang tentang dirinya. Sebagai salah satu jenis cognitive therapy, penerapan self-
talk melibatkan aktivitas proses mental untuk menyangkal pemikiran irasional dan
mendorong munculnya pemikiran sehat dengan mengucapkan kalimat positif. Hackfort
dan Schwenkmezger (dalam Marhani, Isnaeni dkk., 2018) menyatakan bahwa dengan
teknik ini, remaja dapat menafsirkan perasaan, persepsi, mengatur, mengubah,
mengevaluasi keyakinan, serta memberikan dirinya instruksi dan penguatan. Penguatan
ini dimaksudkan untuk melawan keyakinan irasional dan membantu dalam
mengembangkan pikiran yang lebih sehat, yang akan membimbing pada self-talk yang
lebih positif.
Untuk mendapatkan manfaat secara maksimal, individu dapat melakukan self-talk
dengan berbagai jenis metode. Helmstetter (dalam Marhani, Isnaeni dkk., 2018)
menjabarkan lima metode penggunaan self-talk, yaitu: 1) silent talk, merupakan
pembicaraan berupa dialog internal yang dilakukan tanpa bersuara; 2) self-speak,
pembicaraan yang diucapkan secara sadar (dengan suara) kepada diri sendiri atau
disampaikan kepada orang lain mengenai diri sendiri; 3) self-conversation, yakni self-talk
yang dilakukan dengan membuat suatu percakapan (dengan atau tanpa suara) kepada diri
sendiri; 4) self-write, yakni menuliskan kata per kata atau kalimat untuk diri sendiri
berupa pernyatan spesifik dan dapat digunakan untuk memberikan instruksi kepada diri;
dan 5) tape-talk, tindak lanjut dari self-write yang dilakukan dengan memajang self-talk
yang telah ditulis individu, yang seringkali dapat bermanfaat sebagai self-reminder.

Contoh kasus
Sulit membedakan perbedaan antara terapi kognitif dan terapi perilaku. Sebagian besar
terapis perilaku memberikan terapi dengan tambahan pendekatan kognitif, dan sebagian besar
terapis kognitif juga memberikan terapi dengan tambahan pendekatan perilaku. Kasus berikut
menggambarkan penggunaan pendekatan kognitif-perilaku yang komprehensif untuk
Gangguan Panik dan Agorafobia.

Deskripsi Kasus
Richard, seorang pria berusia 56 tahun, datang ke terapis karena merasa memiliki
kecemasan, gejala fobia dan depresi. Richard takut meninggalkan rumahnya karena takut dia
akan mengalami panic attack (serangan panik). Dia melaporkan mengalami serangan lebih dari
sepuluh kali dalam sebulan terakhir. Menurut Richard, intensitas serangan ini meningkat. Selama
sesi wawancara dengan terapis, dia mengatakan bahwa serangan panik memicu kekhawatiran
bahwa dia akan mengalami serangan jantung. Ayah Richard meninggal karena serangan jantung
pada usia 56 tahun.

Kesehatan Richard sangat baik, namun dia sempat dilarikan ke ruang gawat darurat
karena dua episode panik yang dialaminya baru-baru ini. Dalam kedua kasus tersebut dokter
menentukan bahwa fungsi jantung Richard berada dalam batas normal. Meskipun demikian,
ketakutannya terhadap serangan panik dan serangan jantung meningkat, dan ketakutannya yang
semakin meningkat mempengaruhi pekerjaannya sebagai profesor di sebuah perguruan tinggi
kejuruan setempat. Istrinya, Linda, menemaninya ke sesi wawancara dengan terapis. Hasil
penilaian dari wawancara semi terstruktur yang dilakukan dengan terapis tersebut menunjukkan
bahwa gejala Richard konsisten dengan Gangguan Panik dengan Agorafobia.

Richard kemudian diinstruksikan menjalani prosedur self-monitoring dan diminta menilai


kualitas dan kuantitas gejala panik dan agorafobiknya. Dia diminta untuk menggunakan skala
self-monitoring untuk menilai durasi, intensitas, konteks situasional, dan profil gejala dari setiap
serangan panik yang terjadi selama 10 hari antara sesi wawancara ini dengan sesi terapi
pertamanya. Richard juga diminta mencatat makanan dan minuman selama periode 10 hari ini
untuk menentukan apakah ada kaitan antara konsumsi makanan dan minuman dan gejala
kecemasannya.

Terapi pada Sesi 1 dan 2.

Setelah wawancara dan pemberian PR kemudian dilanjutkan dengan sesi 1 dan 2 dari
terapi Richard. Dimana pada sesi ini PR Richard selama 10 hari ini ditinjau. Selama 10 hari sejak
wawancara, Richard meninggalkan rumahnya pada delapan kesempatan terpisah dan mengalami
empat serangan panik. Konsumsi kafeinnya tampaknya terkait dengan gejala paniknya: Tiga dari
empat episode paniknya didahului oleh konsumsi soda berkafein, kopi, atau keduanya. Gejala
panik utamanya adalah jantung berdebar-debar, pusing, sesak napas, sensasi kesemutan, dan
pikiran mengenai kematian dan sekarat. Dua sesi pertama terapis dalam mengatasi kasus seperti
Richard biasanya berfokus pada pendidikan dan pengajaran informasi mengenai kecemasan dan
fisiologi panik. Pada sesi ini terapis menggunakan pendekatan berbasis informasi untuk
mendidik Richard mengenai peran alami panik dan kecemasan pada manusia. Namun Richard
enggan untuk sepenuhnya percaya pada terapis dan dokternya, tetapi dia mengikuti prosesnya. Isi
dari dua sesi pertama sangat mendidik terutama karena Richard membutuhkan penjelasan baru
dan lebih baik untuk gejala paniknya. Selama sesi ini didapatkan poin-poin penting mengenai
kasus Richard seperti berikut ini.

1. Kecemasan terdiri dari tiga bagian: pikiran, perasaan atau sensasi, dan tindakan.
2. Dengan latihan, Richard bisa menjadi lebih baik dalam mengobservasi pikiran, perasaan,
dan tindakannya yang terkait dengan kecemasannya.
3. Gejala paniknya, meskipun sangat mengganggu dan tidak nyaman, tidak berbahaya.
4. Gejala paniknya bukan disebabkan oleh "ketidakseimbangan kimiawi". Teori
ketidakseimbangan kimiawi adalah mitos, karena kecemasan dan panik adalah respons
alami manusia terhadap bahaya.
5. Ketika Richard merasakan sensasi fisik yang kuat terkait dengan kepanikan tetapi tidak
ada bahaya eksternal yang jelas, pikirannya mencoba menemukan penjelasan untuk
kepanikannya.
6. Meskipun ayahnya meninggal karena serangan jantung ketika dia seusia Richard, tidak
ada bukti bahwa hal yang sama akan terjadi pada Richard.
7. Komponen perilaku kepanikan Richard, kecenderungannya untuk pergi atau menghindari
situasi yang menakutkan di mana dia berpikir dia mungkin akan mengalami serangan
panik, mengakibatkan dia memilih untuk tidak pergi dan menghindari situasi, karena
gejalanya berkurang ketika dia tidak pergi atau menghindari situasi. Tentu saja, ini adalah
bagian besar dari pembelajaran yang berkontribusi pada kepanikan Richard. Dia tidak
mendapatkan kesempatan untuk mengetahui bahwa gejalanya akan mereda bahkan ketika
dia tetap dalam situasi tersebut.
8. Oleh karena itu, salah satu solusi untuk kepanikannya yang berkembang adalah
menghadapi gejala panik, mempelajari keterampilan baru untuk mengatasi gejalanya, dan
mempelajari kembali bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dari gejala panik fisiknya.
Bahkan jika Richard tidak sepenuhnya yakin dengan penjelasan baru mengenai
kepanikannya, langkah selanjutnya adalah membantunya menghadapi kepanikan dan
menanganinya secara efektif.

Terapi pada Sesi 3.

Sesi ketiga dalam terapi Richard yaitu dengan tujuan utamanya adalah untuk
memperkenalkan pelatihan pernapasan sebagai metode relaksasi dan kontrol gejala/simton
paniknya. Setelah berdiskusi tentang PR Richard dimana dia menceritakan telah berhasil hidup 2
minggu tanpa kafein, hanya memiliki dua serangan panik dalam 2 minggu, terapis akan mulai
kedalam sesi untuk belajar pelatihan pernapasan dengan teknik hyperventilation overbreathing.
Terapis menjelaskan mekanisme fisiologis yang tepat terkait dengan hiperventilasi. Di akhir sesi,
Richard diminta untuk berlatih pernapasan diafragma selama 10 menit, dua kali sehari, hingga
sesi mingguan berikutnya. Dia juga diminta untuk terus berpantang kafein dan menyimpan
menulis pengalamannya jika mendapat serangan kembali.

Terapi pada Sesi 4.

Pada awal sesi 4, Richard dan terapisnya mulai fokus pada restrukturisasi kognitif. Sesi
4 dimulai dengan Richard menceritakan bahwa antara sesi terapi ketiga dengan yang keempat ini
ia mengalami total satu serangan panik dan dua insiden kecil yang berhasil ia atasi dengan
menggunakan pernapasan diafragma. Dia melaporkan tidak menggunakan kafein atau stimulan
lainnya. Dia juga melaporkan berlatih pernapasan diafragma 12 kali selama 7 hari. Selama
episode serangan panik utamanya kemarin, Richard menceritakan kejadiaannya dimana diawali
dengan ia keluar rumah untuk berbelanja dengan istrinya, kemudian saat berbelanja istrinya
menjadi terpisah darinya, dan kemudian ia mulai mengkhawatirkannya karena ia tidak pernah
meninggalkan istrinya sendirian ketika mereka keluar bersama. Terapis menyimpulkan dari
cerita Richard bahwa panik yang dialami Richard mencakup catastrophic thoughts (pemikiran
akan adanya bencana) and overestimations (perkiraan yang berlebihan). Keduanya umumnya
terkait dengan keadaan panik dan kecemasan. Penting bagi terapis untuk mengajarkan klien
bagaimana mengidentifikasi dan membedakan distorsi kognitif yang tidak membantu. Sesi 4
kemudian dilanjutkan dengan pendidikan atau pemberian informasi tentang apa itu pemikiran
maladaptif.
Contoh percakapan:

Terapis: Saya melihat di sini bahwa ketika Anda terpisah dari istri Anda, Linda, pikiran Anda
mulai berjalan seratus mil per jam. Ceritakan tentang apa yang Anda pikirkan dan rasakan
ketika Anda tidak dapat menemukannya.

Richard: Dia bilang dia hanya pergi ke kamar kecil, jadi saya melihat-lihat toilet, dan saya tidak
pernah melihatnya keluar. Saya terus menunggu dan menunggu, dan rasanya seperti selamanya.
Saya merasa kesal. Sejak kepanikan ini dimulai, dia seperti bayanganku. Ketika dia tidak keluar
saya terus berpikir bahwa dia pasti terluka atau sakit atau, ya Tuhan, bahwa mungkin dia
pingsan atau bahkan mati. Saya akhirnya meminta seorang wanita untuk masuk dan
memeriksanya, dan dia tidak ada di sana, dan kemudian pikiran saya benar-benar mulai
berpacu. Saya pikir dia meninggalkan saya. Saya yakin dia akhirnya sakit dan lelah berurusan
dengan saya dan pergi.

Terapis: Jadi di mana dia?

Richard: Oh, ada seorang wanita tua di kamar mandi yang sedang kebingungan, dan Linda
membawanya ke meja informasi dan pihak mereka mengajukan banyak pertanyaan. Linda
berkata bahwa dia merasa sedih karena pergi begitu lama, tetapi dia harus membantu wanita
tua ini, dan kemudian wanita tua itu ketakutan dan tidak ingin dia meninggalkan. Kurasa aku
pasti telah pergi jauh ketika Linda keluar dengan wanita itu, karena aku tidak pernah melihat
mereka sama sekali.

Terapis: Lalu bagaimana Anda dan Linda kembali bersama, lalu apa yang terjadi?

Richard: Linda menemukan saya berkeringat dingin di dekat toilet. Aku sedang mencoba
mencari tahu mengapa dia meninggalkanku dan aku membayangkan hidup tanpanya, dan dia
datang dengan terburu-buru dan mulai menjelaskan segalanya, tetapi aku dalam keadaan panik
sehingga aku harus pulang. Saya tidak bisa membuat diri saya fokus, bernapas, dan tenang.
Saya hanya harus pulang untuk menenangkan diri. Maafkan saya.

Terapis: Kedengarannya sangat menakutkan bagi Anda. Tidak perlu meminta maaf. Seperti
yang telah kita bicarakan sebelumnya, alarm palsu yang Anda miliki tidak akan pergi seketika.
Anda telah membuat kemajuan besar. Yang penting adalah kami memperhatikan dengan
seksama apa yang terjadi dan belajar mengatasinya.

Richard: Ya, saya tahu. Tapi aku tidak bisa menahan perasaan seperti aku merasa
mengecewakan diriku sendiri, dan mengecewakan terapisku.

Terapis: Yah, tapi Anda mempraktikkan pernapasan diafragma dan menggunakannya untuk
menenangkan diri. Dan kejadian yang terjadi dengan Linda sangat cocok untuk kita gunakan
untuk memahami lebih jauh tentang apa yang menyebabkan kepanikan.

Richard: Menurut Anda begitu?

Terapis: Tentu saja. Butir berikutnya dalam agenda hari ini adalah bagi kita untuk
membicarakan hal yang kita sebut “pikiran otomatis.” Ketika kebanyakan orang menjalani hari,
mereka mengalami sesuatu dan kemudian pikiran mereka dengan cepat menghasilkan pemikiran
otomatis tentang apa yang baru saja terjadi pada mereka. Ketika Anda sedang menunggu Linda
dan dia tidak keluar, Anda segera mulai berpikir bahwa sesuatu yang buruk terjadi. Kamu
bilang kamu pikir dia terluka atau sakit atau mati di kamar mandi. Itu adalah pikiran yang
sangat menegangkan. Dan kemudian, begitu wanita itu masuk ke sana dan memberi tahu Anda
bahwa kamar mandinya kosong, sepertinya yang pertama kali Anda pikirkan adalah Linda
sangat muak dengan Anda sehingga dia pergi dan meninggalkan Anda. Apakah itu benar?

Richard: Ya. Tepat sekali.

Terapis: Oke, sekarang setelah Anda tenang, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan
tentang apa yang Anda pikirkan saat itu. Siap?

Richard: Ya.

Terapis: Pernahkah Linda terluka atau terluka di toilet umum sebelumnya?

Richard: Tidak. Saya tahu itu hal gila kenapa saya sampai berpikir seperti itu.

Terapis: Sebenarnya, ini tidak sepenuhnya gila, itu hanya perkiraan yang terlalu tinggi.
Berdasarkan fakta bahwa dia dalam kondisi kesehatan yang baik dan fakta bahwa ini belum
pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Anda bersama membuat kemungkinan bahwa dia akan
terluka di kamar mandi sangat tidak mungkin.
Richard: Oke.

Terapis: Dan ada beberapa pertanyaan lagi. Apakah Linda mencintaimu?

Richard: Ya. Saya yakin akan hal itu.

Terapis: Dan apakah dia pernah mengatakan bahwa dia lelah bersamamu?

Richard: Tidak.

Terapis: Dan apakah Anda berdua dalam pertengkaran atau memiliki waktu yang buruk di
toko?

Richard: Oh tidak. Kami suka berbelanja bersama. Kami selalu merasa senang saat pergi
berbelanja. Kami tidak selalu membeli banyak hal, tetapi kami bersenang-senang melihat-lihat.

Terapis: Oke, jadi pikiran bahwa dia pergi itu bukan pikiran overestimations. Ini lebih seperti
catastrophic thoughts. Pikiran otomatis Anda adalah catastrophic thoughts - hubungan terburuk
yang mungkin terjadi — meskipun sama sekali tidak ada bukti yang mendukungnya. Anda dan
Linda telah bersama selama tiga puluh tahun. Dia bilang dia mencintaimu dan senang bisa
bersamamu dan kamu bersenang-senang, tapi entah bagaimana kamu menganggap dia pasti
bosan denganmu dan karena itu dia meninggalkanmu secara permanen.

Richard: Man. Kedengarannya sangat gila. Kamu benar. Ketika kita membicarakan hal ini,
pikiran seperti itu keluar. Mungkin saya sedikit lelah dengan diri saya sendiri, tetapi Linda tidak
pernah mengeluh. Tetapi Anda tahu, pada saat itu, selama sekitar empat atau lima menit yang
mengerikan, saya meyakinkan diri saya bahwa itu benar.

Terapis: Jadi Anda memiliki catastrophic thoughts yang muncul tiba-tiba, tetapi itu mungkin
terkait dengan keletihan Anda sendiri dengan diri sendiri. Otak Anda mengambil penjelasan
yang mudah. Anda sudah bosan dengan diri Anda sendiri, dan itu jadi penjelasan terbaik, dan
menghubungkan bahwa Linda juga bosan dengan Anda.

Pada titik ini, terapis menjelaskan kepada Richard perbedaan antara pikiran maladaptif
catastrophic thoughts dan pikiran maladaptif overestimations. Overestimations atau estimasi
yang berlebihan adalah inflasi kemungkinan hasil negatif. Karena pemikiran mungkin saja Linda
sakit atau terluka di kamar mandi, pemikiran otomatis Richard tersebut diklasifikasikan sebagai
overestimations. Namun, anggapan cepatnya bahwa Linda telah meninggalkannya tidak
memiliki dukungan apa pun, jadi itu dikategorikan sebagai catastrophic thoughts. Terapis
membantu Richard melihat bahwa ia memiliki pola perkiraan yang berlebihan (overestimations)
dan pikiran akan adanya bencana (catastrophic thoughts) sebagai reaksi terhadap gejala fisiknya.
Ketika dia merasakan detak jantungnya meningkat, dia langsung berpikir dia mengalami
serangan jantung (overestimations), dan dia juga menyertai pikiran-pikiran akan ada bencana
(catastrophic thoughts) seperti "Ini sangat memalukan. Aku orang yang lemah sehingga Linda
mungkin meninggalkanku untuk ini". Pekerjaan rumah Richard di akhir sesi keempat agak
berbeda. Dia diminta untuk membuat catatan pikiran setiap kali dia mulai merasa cemas. Catatan
ini mencakup kolom untuk situasi (misalnya, mengantre di bioskop), perilaku yang terlibat
(misalnya, pernafasan yang dangkal), emosi atau perasaan (misalnya, kecemasan dan
kekhawatiran), dan pikiran otomatis (misalnya, oh tidak, kita tidak akan masuk ke film dan ini
kesalahan saya, dan jika kita tidak masuk, Linda akan kecewa, dan dia akan sangat muak sampai
dia ingin bercerai). Richard juga diminta untuk mengkategorikan pikiran otomatisnya sebagai
catastrophic thoughts atau overestimations.

Terapi pada sesi 5.

Richard tidak mengalami serangan panik antara sesi 4 dan 5. Dia memang beberapa kali
nyaris terkena serangan panik, tetapi dia berhasil menggunakan keterampilan bernafasnya untuk
mengatasi secara efektif. Dia terus bekerja keras untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya.
Sebagian besar sesi 5 dihabiskan untuk mengembangkan dan mempraktikkan metode untuk
melawan atau secara logis membantah pemikiran otomatis yang ia alami. Tujuan terapi sesi ini
fokus untuk mempersiapkan Richard untuk sesi-sesi selanjutnya.

Terapi pada sesi 6.

Richard mengalami satu serangan panik di antara sesi 5 dan 6. Dia datang dengan
menyatakan kekecewaan pada dirinya sendiri. Terapis memberi Richard empati dan keyakinan,
terutama berfokus dengan mengatakan fakta bahwa dia sedang dalam proses mengajar tubuhnya
bagaimana mematikan sistem alarm palsu yang telah berfungsi selama bertahun-tahun. Setelah
menggunakan empati, memberikan keyakinan, dan informasi, terapis memulai beberapa
percobaan interoceptive exposure.
Contoh percakapan:

Terapis: Oke, Richard, saya pikir Anda sudah siap untuk beberapa praktik antipanik lagi.
Apakah kamu baik-baik saja?

Richard: Baik. Jika Anda pikir saya siap, saya siap.

Terapis: Saya yakin Anda siap. Aktivitas pertama ini disebut putaran kursi. Ini dirancang untuk
membuat Anda merasa pusing, yang merupakan salah satu gejala yang Anda miliki ketika alarm
panik Anda berbunyi. Anda memutar diri sampai pusing, dan kemudian Anda dapat
menggunakan kedua keterampilan koping yang telah saya ajarkan untuk menenangkan tubuh
Anda kembali. Jadi, begitu Anda pusing, lakukan pernapasan dan latihan berpikir rasional.

Richard: Oke. Apa yang harus saya katakan pada diri saya untuk pemikiran rasional?

Terapis: Ingat apa yang kita bicarakan minggu lalu? Anda memiliki beberapa bantahan besar
untuk perkiraan Anda yang catastrophic thoughts dan overestimations. Untuk hari ini, hal utama
adalah dengan cepat mengidentifikasi pemikiran otomatis apa pun yang muncul dalam pikiran
Anda dan menggantinya dengan salah satu dari dua bantahan itu. Untuk hari ini, mari tuliskan
pikiran-pikiran itu di selembar kertas dan Anda bisa mengatakannya dengan lantang saat
bernapas, oke?

Richard: Ya. Ide bagus.

Terapis dapat memandu Richard melakukan tiga aktivitas interoceptive exposure


terpisah. Ini termasuk kursi berputar, bernapas melalui sedotan sampai beberapa perasaan panik
muncul, dan berlari di tempat. Saat terapi Richard bisa menenangkan diri setiap kali serangan
panik muncul. Selama ketiga kegiatan tersebut, Richard memilih untuk memikirkan pemikiran
otomatisnya secara internal daripada mengatakannya dengan keras. Richard meninggalkan sesi
itu dengan jauh lebih optimis daripada ketika dia tiba.

Terapi pada Sesi 7 dan 8.

Richard tidak mendapatkan episode panik selama minggu-minggu ini. Optimismenya


terus meningkat, dia dan terapisnya mulai berbicara tentang penghentian. Selama sesi ini, ia
melanjutkan praktik interoceptive exposure dan pernapasan diafragma.
Terapi pada Sesi 9.

Richard mengalami dua serangan panik antara sesi 8 dan 9. Sebagian besar sesi ini
berfokus pada "penjelasan" Richard untuk kekambuhannya. Dan membiarkan klien mengambil
keputusan untuk kelanjutan terapi.

Contoh percakapan:

Richard: Saya tidak tahu mengapa. Saya mundur minggu ini. Saya payah. Saya kira hal ini
bekerja dengan baik bagi kebanyakan orang, tetapi sepertinya saya lebih lemah daripada
kebanyakan orang.

Terapis: Oke, Richard, Anda kambuh. Itulah kenyataannya. Tetapi saya juga mendengar Anda
memberikan penjelasan opsional untuk kekambuhan Anda. Saya tahu Anda telah bekerja keras
untuk bernafas dan berurusan dengan perkiraan Anda yang terlalu tinggi dan bencana, dan jadi
saya cukup yakin Anda bisa mengatasinya. Bagaimana menurut Anda tentang pikiran yang
mengganggap diri lebih lemah dari yang lain?

Richard: Maksudmu ini hanyalah salah satu dari pikiran-pikiran gila itu?

Terapis: Benar. Jadi Anda kambuh. Sekarang Anda perlu penjelasan. Anda bukan orang yang
lemah. Anda sudah berurusan dengan hal-hal ini seperti pahlawan. Anda terus bekerja; Anda
telah menunjukkan kepada saya lebih disiplin diri daripada kebanyakan orang yang berjalan
melewati pintu ini. Mari kita lemparkan teori kelemahan Anda dan berikan penjelasan yang
lebih baik.

Richard: Saya, uh. Saya tidak tahu apa lagi itu.

Terapis: Apa yang kita bicarakan sekitar 15 menit minggu lalu?

Richard: Um. Ya, saya pikir kami berbicara tentang saya menghentikan terapi dalam beberapa
minggu.

Terapis: Benar. Itu penjelasan yang jauh lebih baik. Jadi apa yang Anda katakan kepada saya
dengan dua serangan panik ini adalah bahwa kita perlu berurusan dengan akhir konseling Anda
secara perlahan dan hati-hati karena pikiran Anda untuk mengakhiri konseling berfungsi
sebagai pemicu bagi sistem alarm palsu Anda. Hal lain yang mengingatkan saya adalah
kecenderungan Anda untuk dengan cepat berpikir bahwa Linda akan meninggalkan Anda
selamanya karena satu dan lain alasan. Mari kita lihat pemicu lain untuk panik Anda. Pikiran-
pikiran otomatis yang Anda miliki tentang Linda dan yang baru saja Anda miliki tentang
menjadi lemah tampaknya adalah apa yang kita sebut kelemahan atau "pikiran cacat". Di suatu
tempat di dalam, Anda berpikir Anda lemah dan cacat, dan ketika ada yang salah, sayangnya,
penjelasan Anda malah memperburuk keadaan.

Richard: Apakah Anda benar-benar berpikir saya dapat mengatasi ini?

Terapis: Saya akan menjawab itu, tetapi pertama-tama, bagaimana kalau Anda melihat bukti
dan memberi tahu saya apa yang Anda pikirkan? Menurut Anda, peluang pemulihan Anda
seperti apa?

Terapi pada Sesi 10–15.

Richard melaporkan bahwa dia tidak mengalami serangan panik antara sesi 9 dan 10. Di
sesi ini terapis banyak menggunakan pernyataan faktual berbasis kekuatan atau kemampuan
yang dimiliki klien untuk membantu Richard meningkatkan motivasinya untuk menghadapi
pikiran yang biasanya dia hindari.

Contoh percakapan:

Richard: Ini minggu yang luar biasa. Saya merasa lebih seperti saya yang lama sepanjang
waktu.

Terapis: Apa yang menurut Anda paling membantu?

Richard: Saya pikir sebagian besar adalah dua hal. Pernapasan dan tidak ada kafein. Oh ya,
pikiran-pikiran baru itu bekerja dengan cukup baik. Jika saya bisa mendapatkan diri saya untuk
mengatasi pikiran otomatis saya, maka saya memiliki peluang yang jauh lebih baik untuk tetap
tenang.

Terapis: Ingat minggu lalu kita berbicara tentang bagaimana pikiran otomatis Anda tentang
kehilangan Linda dan tentang perasaan cacat mungkin terkait dengan kepanikan yang Anda
miliki setelah kami berbicara tentang mengakhiri terapi?
Richard: Ya. Itu menarik.

Terapis: Ingat ketika kita berbicara tentang penghindaran ketika kita pertama kali memulai
konseling bersama? Apa yang Anda pikir tentang menghindari memikirkan kehilangan Linda?

Richard: Ya, ya, saya tahu. Anda tidak bisa menaklukkan ketakutan Anda tanpa menghadapinya.
Berapa kali Anda mengatakannya kepada saya?

Terapis: Hmm. Jelas, cukup yang Anda ingat, yang menunjukkan fakta bahwa Anda cerdas dan
tangguh dan bersedia menghadapi hal-hal yang sangat sulit.

Terapis: Oke, sebelum kita melakukan kegiatan imajinasi ini, mari kita bicara tentang pemikiran
otomatis yang muncul di kepala Anda bersama dengan pemikiran tentang ditinggalkan Linda.
Apa lagi yang Anda pikirkan pada saat bersamaan?

Richard: Ya, biasanya itu adalah sesuatu tentang saya yang terlalu banyak beban dan jadi
bosan dengan saya dan ingin pergi.

Terapis: Berapa lama Anda memiliki pemikiran ini?

Richard: Ya, kami sudah menikah tiga puluh tahun.

Terapis: Jadi, selama tiga puluh tahun Anda sudah berpikir dia akan bosan dengan Anda, tetapi
dia masih belum.

Richard: Tapi kalau begitu saya pikir jika dia menghabiskan waktu jauh dari saya, maka dia
akan menyadari untuk apa dia menikahi saya.

Terapis: Jadi, jika Anda terlalu banyak bersamanya, ia akan bosan dengan Anda, tetapi jika
Anda jauh darinya, ia mungkin akan menyadari bahwa berada di dekat Anda itu menyakitkan.
Apakah saya benar?

Richard: Kedengarannya gila, ya?

Terapis: Oh, itu tidak gila. Ini seperti panik alarm palsu Anda. Itu wajar untuk merasa tidak
aman, semua orang kadang-kadang melakukannya, tetapi ketika Anda merasa tidak aman,
sekarang Anda menambahinya dengan memikirkan betapa berharganya Anda di sekitar. Apa
yang bisa Anda pikirkan megenai itu?
Richard: Saya bisa mengingatkan diri sendiri bahwa saya benar-benar seorang pria yang cukup
tampan!

Terapis: Hebat. Sangat baik, dan apa lagi yang menjadikan Anda pasangan hubungan yang
baik?

Richard: Saya punya pekerjaan tetap. Saya cukup bijaksana — saya tidak pernah melupakan
hari jadi kami atau hari ulang tahunnya.

Terapis: Luar Biasa.

Selama sesi 11–13, Richard terus menghabiskan waktu untuk berlatih menghadapi kecemasan.
Dia terus berlatih pernapasannya, dan dia bekerja keras pada restrukturisasi kognitif dengan
memasukkan penjelasan baru yang lebih baik untuk situasi yang sebelumnya menyebabkannya
kecemasan dan panik yang berlebihan. Pada akhirnya, Richard terlihat total 15 sesi dan satu
tindak lanjut tambahan pada 6 bulan selama melakukan terapi. Richard hanya mendapatkan satu
serangan panik lagi yang terjadi antara sesi 12 dan 13 saat dimana ia saat itu minum double latte
untuk menguji dan melihat apakah dia bisa minum kafein lagi. Atas dasar percobaan ini, ia
menyimpulkan bahwa ia lebih baik tanpa kafein.
DAFTAR PUSTAKA

Flanagan, J. S., & Flanagan, R. S. 2004. COUNSELING AND PSYCHOTHERAPY THEORIES


IN CONTEXT AND PRACTICE: SKILLS, STRATEGIES, AND TECHNIQUES. United States
of America: John Wiley & Sons, Inc.

Dobson, Keith S. (2010). Handbook of Cognitive- Behavioral Therapies 3rd edition. Guildford
Press.

Fitriani, Anisa. (2017). Cognitive Behavior Religious Therapy untuk Menurunkan Tingkat
Episode Depresi pada Pasien Depresi Dengan Gejala Psikotik. Jurnal Psikologi Proyeksi,
12 (1), 77-87.

Limono, Sendy. (2013). Terapi Kognitif dan Relaksasi untuk Meningkatkan Optimisme pada
Pensiunan Universitas X. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(1).

Mahrani, Isnaeni. dkk. (2018). Efektivitas Pelatihan Self-Talk untuk Meningkatkan Harga Diri
Remaja Korban Bullying (Studi pada Siswa SMP X Pasar Minggu). Jurnal Inspiratif
Pendidikan, 7(1).

Priyono, Helmi. (2013). Pengaruh Cognitive Behavioral Theraphy terhadap Penurunan Skor
Depresi Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di Ruang Bugenvil RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Other Thesis, Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. Diakses dari http://repository.Ump.Ac.Id/1901/ pada tanggal 1 November
2019.

Rani Marizka. (2018). Pengaruh Terapi Kognitif Berbasis Spiritual terhadap Penurunan Tingkat
Stress (Studi Kasus Pada Remaja di LPKA Kelas I Blitar). Diakses dari http://repo.Iain-
Tulungagung.Ac.Id/8026/ pada tanggal 1 November 2019.

Susana, Tjipto. dkk. (2015). Program Bantu Diri Terapi Kognitif Perilaku: Harapan Bagi
Penderita Depresi. Jurnal Psikologi, 42(1), 78-98.

Martin, Paula Ford, 2019, “Cognitive Therapy Purpose, Treatment techniques, Preparation,
Typical results”, https://psychology.jrank.org/pages/127/Cognitive-Therapy.html
Australian Institute of Professional Counselors, 2014, “CBT TECHNIQUES: COGNITIVE
AND BEHAVIOURAL”,
https://www.counsellingconnection.com/index.php/2014/11/05/cbt-techniques-cognitive-
and-behavioural/

Susilawati, Luh Kadek Pande Ary., Widiasavitri, Putu Nugrahaeni., Budisetyani, Putu Wulan.,
Dkk. 2017. Bahan Ajar Materi Kuliah Psikoterapi I. Denpasar. Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai