Anda di halaman 1dari 15

REVIEW JURNAL

MATA KULIAH PSIKOLOGI KLINIS

Dosen Pengampuh:
Rohmah Rifani, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Kartika Cahyaningrum, M. Psi., Psikolog

Disusun Oleh:
Annisa Ramadhani Abdullah
210701502215
Kelas C

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
MAKASSSAR
2023
Jurnal 1
Judul Coping Stres pada Penderita Diabetes Mellitus Pasca
Amputasi.
Jurnal Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Volume & Halaman Vol. 02 No 03 & Hal 17-23
Tahun 2013
Penulis Laila Mufida Sadikin dan E.M.A Subekti
Reviewer Annisa Ramadhani Abdullah
Landasan teori Diabetes mellitus merupakan penyakit chronic yang
bersifat progresif, artinya penyakit tersebut terjadi dalam
jangka waktu yang panjang dengan kondisi yang semakin
memburuk. Selain itu, diabetes juga dikenal sebagai
penyakit yang dapat menimbulkan komplikasi pada
berbagai organ tubuh lainnya, seperti pada mata, ginjal,
jantung, dan kaki.

Kasus amputasi nontraumatik sekitar 50%-70% terjadi


pada penderita diabetes dan penyebab paling umum dari
amputasi akibat infeksi (Moulik, 2003 dalam, Jain, dkk.,
2010). Flannery & Faria (1999:105) mencatat bahwa
amputasi 15 kali lebih mungkin terjadi pada penderita
diabetes dibandingkan dengan bukan penderita diabetes.

Nelson & Moss dalam Ebskov (1996) menemukan


bahwa Frekuensi amputasi meningkat seiring dengan
lamanya sejak didiagnosis diabetes.

Lazarus & Folkman (1986) menjelaskan bahwa coping


adalah usaha seseorang untuk mengurangi stres, yang
merupakan proses pengaturan (management) atau
tuntutan (eksternal atau internal) yang dinilai sebagai
beban yang melebihi kemampuannya.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran coping
stres pada penderita Diabetes Mellitus Pasca Amputasi.
Penderita Diabetes Mellitus Pasca Amputasi merupakan
individu yang mengalami amputasi dengan diabetes
mellitus dalam kurun waktu minimal 1 bulan terakhir.
Subjek Penelitian Penelitian ini melibatkan 3 orang pasrtisipan, 2
perempuan dan 1 laki-laki yang pernah mengalami
amputasi dengan diabetes mellitus dan 3 orang
significant other. Penelitian dilakukan di RSU Haji dan
di rumah subjek. Ketiga subjek berdomisili di Surabaya.
Subjek I merupakan seorang perempuan yang berpfofesi
sebagai praktisi agama (60 tahun), subjek II merupakan
PNS (55 tahun), dan subjek III merupakan pensiunan
karyawan swasta (58 tahun)
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
case study method (metode studi kasus). Fokus
penelitiannya adalah coping stres pada penderita
Diabetes Mellitus Pasca Amputasi.
Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini
adalah dengan melakukan koding terhadap hasil transkrip
wawancara serta catatan lapangan. Analisis ini melalui
tiga tahap analisis yaitu open coding, axial coding, dan
selective coding.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa kondisi stressor yang dialami masing-masing
subyek memiliki kesamaan dan perbedaan satu sama
lain, sehingga hal ini mempengaruhi coping stres yang
digunakan oleh masing-masing subyek. Perbedaan
penggunaan coping stres dipengaruhi oleh berbagai
faktor dan juga menunjukkan bahwa ketiga subjek lebih
banyak menggunakan strategi emosional focused coping
dibandingkan problem-focused coping
Kelemahan Penelitian 1. Ada space penulisan yang tidak teratur.
2. Tidak ada gambar hasil penelitian yang dicantumkan.
Jurnal 2
Judul Studi Kasus Harga Diri Rendah Kronis Pada Pasien
Skizofrenia
Jurnal Jurnal Keperawatan Notokusumo (JKN)
Volume & Halaman Vol 9, No 2 & Hal 13-23
Tahun 2021
Penulis Annisa Salsabila Ramadhani, Arni Nur Rahmawati dan
Ita Apriliyani
Reviewer Annisa Ramadhani Abdullah
Landasan Teori Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus
mendapat perhatian sungguh-sungguh dari seluruh
jajaran lintas sektor pemerintah baik di tingkat pusat
maupun daerah, serta perhatian dari seluruh masyarakat.

Skizofrenia merupakan bentuk psikologis fungsional


paling berat dan menimbulkan disorganiasasi
personalitas yang terbesar. Pengertian lain menyebutkan
skizofrenia adalah suatu bentuk psikosis yang sering
dijumpai sejak zaman dahulu. Meskipun demikian,
pengetahuan tentang sebab-sebab dan psikogenesisnya
sangat kurang (Maramis, 2010).

Yosep (2010) mengatakan harga diri rendah adalah


perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif
terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya
perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan asuhan
keperawatan harga diri rendah kronis pada pasien
skizofrenia dengan metode penelitian deskriptif studi
kasus.
Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini yaitu pasien skizofrenia yang
mengalami harga diri rendah kronis di RSJ Grhasia
Yogyakarta.
Metode Penelitian Metode penelitian dalam penelitian ini yaitu
menggunakan penelitian deskriptif studi kasus dengan
menggunakan pendekatan asuhan keperawatan.
Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini
adalah dengan melakukan Teknik wawancara, observasi
dan studi dokumentasi.
Hasil Penelitian 1. Pengkajian Dari proses pengkajian pada pasien
didapatkan hasil subyektif bahwa pasien mengatakan
malu, tidak percaya diri, dan perasaan tidak mampu.
Dan data obyektif yang ditemukan yaitu: pasien
memiliki pandangan hidup pesimis, kurangnya kontak
mata selama interaksi, dan bayak menunduk. Pasien
mampu menjawab pertanyaan yang diajukan perawat
dengan berbicara lambat, dan nada suara pelan. Dalam
proses pengkajian dilakukan dengan:
A. Observasi: pemeriksaan status mental pasien yang
meliputi penampilan, pembicaraan, aktivitas
motorik, alam perasaan, afek, interaksi selama
wawancara, persepsi, isi pikir, proses pikir, tingkat
kesadaran memori, tingkat konsentrasi dan
berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik
diri.
B. Wawancara: hasil anamnesis tentang identitas
pasien, identitas penanggung jawab, alasan masuk,
keluhan pasien, dan mengkaji faktor predisposisi
pengkajian psikososial, status mental, perencanaan
pulang. Data pemeriksaan tambahan menggunakan
pola Gordon yaitu pola persepsi dan pemeliharaan
kesehatan, pola nutrisi dan metabolisme, pola
eliminasi, pola aktifitas dan latihan, pola istirahat
dan tidur, pola persepsi dan konsep diri, pola
persepsi kognitif, pola reproduksi seksual, pola
penanggulangan stres, pola tata nilai kepercayaan.
Sumber data didapat dari pasien, keluarga, dan
perawat.
C. Studi dokumentasi: hasil pemriksaan penunjang
pasien yang meliputi hasil pemeriksaan
laboratorium dan terapi obat pasien.
2. Diagnosa Keperawatan Sesuai dengan analisa data,
pasien memiliki kesamaan etiologi maupun tanda
gejala dengan teori yang menjelaskan tentang
Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah Kronis.
Penulis menegakkan diagnosa Harga Diri Rendah
Kronis (HDRK).
3. Intervensi Keperawatan Rencana tindakan
keperawatan yang akan dilakukan pada pasien yaitu
dengan cara Strategi Pelaksanaan (SP), yang
dilakukan untuk meningkatkan harga diri.
4. . Implementasi Keperawatan Implementasi
keperawatan yang dilakukan terhadap pasien
dilakukan selama 3 hari dimulai dari tanggal 25
Februari 2020 sampai 27 Februari 2020. Implementasi
yang dilakukan sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilakukan pada pasien, yaitu
dengan SP 1 sampai dengan 3.
5. Evaluasi Dalam proses asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat, pasien sangat kooperatif
sehingga pelaksanaan intervensi SP 1 sampai dengan
SP 3 dapat dilaksanakan dengan baik. Hambatan
dalam melakukan SP yaitu pasien sudah dapat
melakukan beberapa SP dengan perawat lain, namun
tidak mau melanjutkan dengan perawat baru, sehingga
harus dilakukan SP ulang.
Kelemahan Penelitian Peneliti tidak menyebutkan jumlah sampel yang diteliti.
Jurnal 3
Judul Depresi Pada Ibu dan Pengaruhnya Dalam Perilaku
Pengasuhan.
Jurnal Jurnal psikologi klinis Depresi
Volume & Halaman Vol. 11 (1) & Hal 65-76
Tahun 2016
Penulis Dwi Wahyuningsih Choiriyah
Reviewer Annisa Ramadhani Abdullah
Landasan Teori Depresi pada ibu (maternal depression) merupakan suatu
kondisi mental ibu dengan karakteristik, yaitu kurangnya
kehangatan, tidak spontan, tegang atau kaku ketika
berinteraksi dengan anak. Kondisi ini memengaruhi
kemampuan berkomunikasi pada bayi (Bettes, 1988).
Istilah depresi digunakan baik merujuk pada depressive
mood maupun diagnosa depresi. Depressive mood
ditandai dengan kesedihan yang mendalam, sehingga
kehilangan minat atau menikmati sesuatu, merasa hampa,
dan ekspresi emosi datar. Diagnosa gangguan depresi
ditegakkan ketika tanda-tanda tersebut muncul secara
intensif, menetap (dalam jangka waktu tertentu), dan
memengaruhi aktivitas seseorang (Zuckerman &
Beardsless, 1987). Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM) – IV menyebut salah satu
gangguan mood tersebut dengan gangguan depresi
mayor. Diagnosa ini didasarkan pada munculnya satu
episode atau lebih episode depresi mayor tanpa adanya
episode manic ata hipomanik. Adapun penegakan
diagnosa gangguan depresi mayor ditandai dengan
munculnya salah satu di antara mood depresi (merasa
sedih, putus asa, “terpuruk”) atau kehilangan minat/rasa
senang dalam semua atau berbagai aktivitas dalam
periode waktu minimal 2 minggu (APA, dalam Nevid,
Rathus, Greene, 2003).

Faktor-faktor yang memengaruhi kemunculan gangguan


ini antara lain usia, status sosioekonomi, dan status
pernikahan (Nevid, dkk, 2003). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan dampak kemunculan depresi pada
ibu dan anak selain status pernikahan, yaitu adanya
gangguan pada pasangan, perceraian, & karakteristik
anak (Zuckerman, dkk, 1987).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memeroleh gambaran
depresi pada ibu dan pengaruhnya dalam perilaku
pengasuhan yang dilakukan pada anak.
Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini yaitu seorang wanita yang
berusia 35 tahun. Ia memiliki seorang anak laki-laki yang
berusia 7 tahun (kelas 1 SD).
Metode Penelitian Metode penelitian dalam penelitian ini yaitu metode studi
kasus. Adapun penggalian data menggunakan wawancara
mendalam (allo anamnesa dan auto anamnesa),
observasi, dan beberapa tes psikologis (grafis, SSCT, dan
BDI/Beck Depression Invemtory). Adapun pengambilan
data dilakukan di rumah subjek dan keluarga yang
dilakukan dalam enam kali pertemuan.
Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini
adalah observasi dan wawancara juga dilakukan untuk
menggali hubungan antara ibu dengan anak. Data
dokumentasi ibu dan anak diperoleh dari salah satu
puskesmas di Yogyakarta (tempat rujukan subjek) untuk
melengkapi data subjek dan anak subjek.
Hasil Penelitian Sejak kecil subjek merasa kurang mendapat perhatian
dari orangtua. Ia merasa dibedakan dan beranggapan
bahwa ia bukan anak dari orangtuanya. Subjek
mengalami konflik antara kebutuhan akan kasih sayang
dari orangtua dan kesadaran akan kesibukan orangtua
dalam bekerja untuk mencari nafkah. Konflik ini
berlanjut dan berkembang sampai subjek dewasa. Subjek
jarang berkomunikasi dengan suaminya. Subjek merasa
bahwa suaminya tidak mendengarkan keluhannya,
terutama ketika berkonflik dengan ibu mertuanya. Subjek
berkunjung ke rumah orangtuanya ketika anak meminta
subjek mengunjungi rumah neneknya. Ketika berada di
rumah orangtuanya, subjek lebih banyak tidur dan
mengikuti kemanapun anaknya pergi. Subjek tidak
berbicara dengan keluarganya dan ketika disapa atau
ditanya, subjek diam saja. Subjek juga seringkali
menuruti permintaan anaknya. Subjek merasa kecewa
dengan suaminya yang berprofesi sebagai buruh
bangunan. Subjek lebih banyak diam dan melampiaskan
kekecewaan pada anaknya. Subjek memukul, mencubit,
atau berteriak ketika anaknya tidak bersedia mengikuti
perintahnya.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek


mengalami depresi. Berdasarkan pemeriksaan psikologis
yang dilakukan, subjek mengalami episode depresif
sedang dengan gejala somatif. Simtom-simtom depresi
positif, yaitu perasaan sedih, merasa bersalah, gagal
dalam hidup, mudah tersinnggung, kehilangan minat atau
perasaan senang dalam beraktivitas, menarik diri, mudah
marah, memendam konflik, melampiaskan kemarahan
(dalam hal ini pada anak), penurunan berat badan, dan
memiliki ide bunuh diri. Meskipun demikian, subjek
masih memiliki keinginan untuk bertahan untuk anaknya,
sehingga ide untuk bunuh diri dapat dihindarkan.
Kelemahan Penelitian A. Depresi kurang optimal dalam memberikan
pengasuhan pada anak
B. Ekspresi emosi, anak meniru ekspresi emosi yang
ditunjukkan oleh ibu.
C. Anak bermain bersama teman dengan jumlah dan
komunikasi yang terbatas.
Jurnal 4
Judul Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Literasi
Kesehatan Mental Pada Perawat Yang Bekerja di Rumah
Sakit Jiwa.
Jurnal Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Volume & Halaman Vol 7 & Hal 53-62
Tahun 2018
Penulis Mukhammad Jawad, Atika Dian Ariana, Woelan
Handadari dan Margaretha
Reviewer Annisa Ramadhani Abdullah
Landasan Teori Jorm (1997) mendefinisikan literasi kesehatan mental
sebagai kemampuan untuk mengenali gangguan spesifik,
mengetahui cara mencari informasi kesehatan mental,
pengetahuan tentang faktor resiko dan penyebab,
pengetahuan tentang perawatan diri dan pencarian
bantuan profesional yang tersedia, serta sikap yang
mempromosikan pengakuan dan pencarian bantuan yang
sesuai. Pengetahuan dan sikap merupakan 2 paduan
komponen yang dapat menggambarkan literasi kesehatan
mental secara menyeluruh. Pengetahuan menggambarkan
pengetahuan seseorang untuk mengenali dan
mengidentifikasi gangguan mental tertentu, memahami
faktor-faktor penyebabnya serta resikonya. Sedangkan
sikap menggambarkan kemampuan dan sikap seseorang
dalam melakukan pencarian informasi, pertolongan,
treatment dan juga pencarian bantuan profesional (help-
seeking) untuk menangani gangguan mental tertentu.

Lauber dan kawan-kawan (2005) menyatakan bahwa


seseorang yang berinteraksi ataupun yang berada di
sekitar orang yang memiliki gangguan mental akan lebih
mengetahui dan mudah untuk mendeteksi gejala-gejala
gangguan mental. Namun dalam penelitian Lauber hanya
mengeksplorasi aspek knowledge saja dalam literasi
kesehatan mental, padahal literasi kesehatan mental
termasuk di dalamnya adalah aspek attitude.

Tay dan kawan-kawan (2004) merepresentasikan


pengalaman perawat Rumah Sakit Jiwa berkontak
dengan orang yang memiliki gangguan jiwa dengan masa
kerja mereka, oleh karena itu Tay dan kawan-kawan
meneliti pengaruhnya terhadap attitude perawat Rumah
Sakit Jiwa, didapat hasil bahwa semakin lama masa kerja
seorang perawat Rumah Sakit Jiwa maka semakin positif
pula sikap yang dimiliki. Kekurangan dari penelitian
tersebut adalah hanya meneliti salah satu aspek saja
dalam literasi kesehatan mental yaitu attitude, selain itu
tidak adanya kelompok subjek yang tergolong kedalam
masa kerja 1-5 tahun sehingga tidak dapat dipastikan
apakah hasil penelitian tersebut akan berlaku sama pada
perawat dengan masa kerja 1-5 tahun.

Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Yeo dan


kawan-kawan pada perawat di Rumah Sakit Psikiatri di
Singapura. hasilnya menunjukkan masih rendahnya
tingkat literasi kesehatan mental para responeden,
mereka diketahui cukup tepat ketika mendiagnosa
seseorang skizofrenia, namun mereka kurang akurat
dalam hal mendiagnosa seseorang yang depresi ataupun
mania. Bahkan, seringkali mereka tertukar-tukar dalam
mendiagnosa (Yeo, 2001)
Tujuan Penelitian Tujuan dari Penelitian ini untuk mengetahui hubungan
antara masa kerja dengan literasi kesehatan mental pada
perawat yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa.
Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perawat yang bekerja di
salah satu Rumah Sakit Jiwa di Jawa Timur dengan
jumlah partisipan sebanyak 86 orang
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan survei. Survei korelasional digunakan dalam
penelitian ini untuk mengetahui hubungan masa kerja
dengan literasi kesehatan mental. Teknik analisis korelasi
spearman’s rho dipilih karena data penelitian ini bersifat
non-parametrik.
Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah Mental
Health Literacy Scale (MHLS) yang disusun O’Connor
dan Casey (2015). Skala ini disusun untuk mengukur
tingkat literasi kesehatan mental yang mengacu pada
teori Jorm dan kawan-kawan (1997). Alat ukur tersebut
kemudian dterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
dengan bimbingan expert judgement, yakni dosen-dosen
pengajar di bidang psikologi, Berdasarkan uji reliabilitas
Cronbach's Alpha menggunakan IBM SPSS Statistic 2.0,
nilai koefisien reliabilitas pada alat ukur ini sebesar
0,731. Variabel masa kerja diukur dengan satu
pertanyaan mengenai lamanya perawat telah bekerja di
Rumah Sakit Jiwa yang dinyatakan dalam satuan tahun.
Selain itu peneliti juga menggunakan kuisioner
demografis yang mencakup informasi tentang usia, jenis
kelamin dan latar belakang pendidikan
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan
dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara masa
kerja dengan literasi kesehatan mental pada perawat yang
bekerja di Rumah Sakit Jiwa. Namun terdapat hubungan
yang negatif antara masa kerja dengan dimensi Attitude
dalam literasi kesehatan mental.
Jurnal 5
Judul Penerimaan Diri Pada Orangtua Yang Memiliki
Anak Skizofrenia.
Jurnal Jurnal Empati
Volume & Halaman Vol. 5(3) & Hal 424-429
Tahun 2016
Penulis Angga Wijanarko dan Annastasia Ediati
Reviewer Annisa Ramadhani Abdullah
Landasan Teori Orang dengan skizofrenia menunjukkan kemunduran
yang jelas dalam fungsi pekerjaan dan sosial.
Skizofrenia ditandai dengan adanya gangguan berpikir
dan mengekspresikan pikiran melalui pembicaraan yang
koheren dan bermakana (Nevid, Rathus, & Greene,
2005). Masyarakat pada umumnya memahami
skizofrenia secara keliru dengan memberikan label
“gila” sehingga melibatkan penderitanya rentan stigma
negatif (Widodo, 2009). Skizofrenia merupakan
kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai
dengan penyimpangan mengenai realitas, juga sering
terlihat perilaku yang menarik diri dari interaksi sosial,
serta kekacauan dalam hal persepsi, pikiran, dan kognisi
(Carson dan Butcher, dalam Wiramihardja, 2007).
Skizofrenia biasanya biasanya berkembang pada masa
remaja akhir atau dewasa awal sekitar usia 20-25
tahunan. Pada masa tersebut usia onset skizofrenia
mulai berkembang (Keith, Regier, & Rae dalam Nevid,
2005).Arif (2006), mengungkapkan bahwa skizofrenia
tidak hanya menimbulkan hendaya yang berat kepada
penderitanya, namun juga menimbulkan dampak stres
yang berat pada keluarganya. Keluarga harus melakukan
penyesuaian terhadap anggota keluarga yang mengalami
skizofrenia agar dapat hidup dengan damai bersama
pasien skizofrenia tersebut.

Orangtua adalah salah satu bagian dari keluarga terdekat


bagi penderita skizofrenia terkait perawatan dan proses
penyembuhan pasien termasuk pencegahan kekambuhan
(Lubis, Krisnani & Fedryansyah, 2014). Kaplan (dalam
Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010), juga menjelaskan
bahwa berbagai terapi yang berorientasi keluarga cukup
membantu proses pengobatan penderita
skizofrenia.Besarnya peran keluarga dalam proses
penyembuhan penderita skizofrenia maka, perlu adanya
sikap yang tepat dalam menanganinya.

Menerima diri yaitu memiliki penghargaan yang tinggi


terhadap diri sendiri, tidak bersikap sinis pada lawannya
atau terhadap diri sendiri(Supratiknya, 1995). Menerima
diri berarti mengatribusikan segala sesuatu yang
berkaitan dengan bagian diri atau kehidupan seseorang
sebagai bagian dari diri orang tersebut (Dilman, 2005).
Penerimaan diri merupakan suatu kemampuan individu
untuk dapat melakukan penerimaan terhadap
keberadaan diri sendiri(Dariyo, 2007).Menurut
Seligman (dikutip Mangunsong, 2011), ada lima tahap
dalam penerimaan diri, yaitu penolakan, penawaran,
marah, depresi, dan penerimaan. Hurlock (2005)
menyatakan adanya sejumlah faktor yang dapat
mempengaruhi penerimaan diri seseorang, diantaranya
adalah harapan yang realistis, keberhasilan, pengenalan
diri, wawasan sosial dan konsep diri yang stabil.
Tujuan Penelitian Tujuan dari Penelitian ini untuk memahami gambaran
penerimaan diri pada orangtua dari penderita
skizofrenia.
Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini yaitu empat orangtua
kandung dari penderita, anak telah menderita
skizofrenia selama lima tahun sejak didiagnosa dan
memiliki riwayat kekambuhan.
Metode Penelitian Metode penelitian dalam penelitian ini yaitu
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Studi fenomenologis ini secara khusus
menerapkan Interpretative Phenomenological Analysis
(IPA) untuk mengolah data.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan
dalam penelitian ini yaitu ditemukan lima tema induk
sebagai gambaran proses penerimaan diri pada orangtua.
Proses penerimaan diri pada orangtua tersebut diawali
dengan menyadari keadaan anak, pandangan terhadap
kondisi anak, timbul berbagai permasalahan, pandangan
pihak luar terhadap kondisi anak dan penerimaan diri.

Setelah menyadari anak menderita skizofrenia


selanjutnaya orangtua berpandangan pada anak baik
terhadap penyakit maupun pribadi anak. Pandangan
terhadap kondisi anak berupa sikap penilaian orangtua
terhadap anak yang menderita skizofrenia. Sarwono
(2010), menyimpulkan teori Sherif bahwa, penilaian
berkaitan dengan proses psikologis dalam komunikasi
yang didasari pernyataan sikap dan perubahan sikap.

Penerimaan diri orangtua yang mempunyai anak dengan


skizofrenia ditandai dengan penerimaan orangtua
terhadap keadaan anak dengan skizofrenia. Tahapan
penerimaan diri yang dilewati subjek yaitu penawaran,
marah, dan penerimaan.Proses penerimaan diri pada
orangtua berawal dari menyadari keadaan anak,
kemudian penilaian terhadap anak, menemukan
permasalahan berupa situasi sulit saat anak kambuh,
menilai sikap dari pihak luar terhadap kondisi anak,
menerima diri.Faktor yang turut mempengaruhi
penerimaan diri subjek adalah wawasan sosial,
pengenalan diri, religiusitas serta dukungan dari orang
terdekat. Penerimaan diri pada subjek terlihat dari sikap
positif subjek terhadap permasalahan yang dihadapinya,
seperti mensyukuri cobaan yang dirasakan.
Kelemahan Penelitian Peneliti tidak menjabarkan hasil penelitiannya.

Anda mungkin juga menyukai