Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN JIWA

“UPAYA RELAKSASI NAFAS DALAM UNTUK MENGONTROL MARAH PADA PASIEN


RESIKO PERILAKU KEKERASAN”

Oleh :

Nama : Achmad Deliar Nur Nasution


NIM : 22222001
Pembimbing Akademik : Marwan RG, S.Kep.,Ns., M.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2022

2
ANALISIS JURNAL

A. Pendahuluan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga di
sebut amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan
motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2010). Penyebab perilaku kekerasan adalah kemarahan
yang dimanifestaskan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
komunikasi dan proses penyimpangan pesan dari individu. Orang yang mengalami
kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju”, tersinggung,
merasa tidak dianggap, dan merasa tidak dituruti atau diremehkan.
Adapun tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan emosi meliputi tidak aman,
rasa terganggu, marah, jengkel. Berdasarkan intelektual meliputi bawel, berdebat,
meremehkan. Berdasarkan fisik meliputi muka merah, pandangan tajam, tekanan darah
meningkat (Yusuf, 2015).
Faktor resiko menurut NANDA-I (2012- 2014), pertama resiko perilaku kekerasan
terhadap diri sendiri contohnya masalah emosional (seperti, ketidakberdayaan, putus asa, dan
marah), masalah pekerjaan (seperti, menganggur dan kehilangan pekerjaan), riwayat upaya
bunuh diri yang dilakukan berkali-kali, ide bunuh diri, rencana bunuh diri. Kedua resiko
perilaku kekerasan terhadap orang lain contohnya memukul sesorang, menendang seseorang,
menggigit seseorang, kejam pada hewan, riwayat penganiayaan pada anak-anak, riwayat
melakukan kekerasan tak langsung (seperti, merobek pakaian, membanting objek yang ada di
dinding, berteriak, dan memecahkan jendela), riwayat menyaksikan perilaku kekerasan dalam
keluarga.
Cara untuk menangani masalah perilaku kekerasan salah satunya dengan
menggunakan teknik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dapat mengatur emosi dan
menjaga keseimbangan emosi, sehingga emosi marah tidak berlebihan.
B. Kasus

Tn.R umur 19 thn dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit Ernaldi Bahar 1 minggu
yang lalu karena mengamuk, marah-marah, membawa sajam bila keinginannya tidak dituruti
dan diolok-olok temannya. Keadaan fisik klien tampak cukup rapi dan bersih. Saat dilakukan
pengkajian, klien sudah tampak tenang dan dapat mengendalikan diri, ada kontak mata, dan
klien kooperatif. Klien mengatakan sudah 2 kali dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit.

3
Klien juga mengatakan dulu waktu SD pernah dipukul sama teman kelas nya. Klien
merasa sedih karena jauh dari orangtua nya dan ingin pulang.
Pertanyaan Klinis
Bagaimana efektivitas relaksasi nafas dalam upaya untuk mengontrol marah/emosi
pada pasien resiko perilaku kekerasan?

C. Rumusan Masalah
P : Resiko Perilaku Kekerasan
I : SP 1 (Relaksasi Nafas Dalam)
C : Tidak ada pembanding
O : Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengontrol Marah Pada Pasien Resiko Perilaku
Kekerasan

D. Metode
Hasil Pencarian : 12 jurnal
Jurnal pilihan : 7 jurnal
Jurnal sesuai dengan Kriteria : 4 jurnal
Junal yang di pakai : 1 jurnal bersumber dari google scholar

E. Hasil penelusuran
1. Validitas :
a. Desain
Jenis penelitian ini adalah metode pengumpulan menggunakan observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Instrumen menggunakan format asuhan keperawatan jiwa dan
standar operasional prosedur (SOP) teknik relaksasi nafas dalam.
b. Sampel
Sampel penelitian adalah 3 pasien resiko perilaku kekerasan
c. Kriteria Inklusi & Eklusi
Penulis tidak mencumkan kriteria inklusi & Eklusi
d. Randomisasi
Tidak dilakukan randomisasi dalam pengambilan sampel, dengan menggunakan
Metode pengumpulan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Instrumen menggunakan format asuhan keperawatan jiwa dan standar operasional
prosedur (SOP) teknik relaksasi nafas dalam. Analisis data menggunakan

4
perbandingan antara kasus dengan penelitian terdahulu atau sumber lain. Sejumlah 3
responden sudah mampu melakukan latihan relaksasi nafas dalam dan pasien terlihat
tenang dan rileks.
2. Importance
a. Karakteristik subjek : Pasien dengan resiko perilaku kekerasan
b. Beda proporsi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali pertemuan , ketiga klien
mengatakan mampu melakukan latihan relaksasi nafas dalam dan pasien terlihat
tenang dan rileks. Strategi pelaksanaan dengan cara relaksasi nafas dalam efektif
menurunkan resiko perilaku kekerasan
c. Beda Mean
Penelitian yang di lakukan (Zelianti, 2011) tentang pengaruh teknik relaksasi nafas
dalam terhadap tingkat emosi klien perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Dr. Amino Gondohutomo Semarang, menyatakan ada pengaruh yang signifikan antar
tenik relaksasi nafas dalam terhadap tingkat emosi klien perilaku kekerasan dengan
nilai p=0,000. Relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan ketegangan dan
memberikan ketenangan
3. Applicability
a. Dalam diskusi
Penelitian dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Instrumen menggunakan format asuhan keperawatan jiwa dan standar operasional
prosedur (SOP) teknik relaksasi nafas dalam. Didaptakan bahwa ketiga klien dengan
diagnosa resiko perilaku kekerasan yang dilakukan selama 3 pertemuan, diharapkan
pasien mampu mengontrol marah. Dengan kriteria hasil wajah tenang, keadaan pasien
rileks, dan dapat mengidentifikasi marah. Dengan tindakan bina hubungan saling
percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku
kekerasan yang dilakukan, akibat dan melatih cara mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik pertama yaitu latihan nafas dalam.
b. Karakteristik klien : Pasien dengan resiko perilaku kekerasan
c. Fasilitas Biaya : tidak dicantumkan jumlah biaya yang digunakan
F. Diskusi (Membandingkan Jurnal dan Kasus)
Berdasarkan hasil penelitian mengenai upaya penurunan resiko perilaku kekerasan dengan
cara fisik : relaksasi nafas dalam didapatkan bahwa 3 klien mampu melakukan relaksasi nafas
dalam secara mandiri saat emosi mulai muncul dan mengatakan merasa lebih tenang setelah

5
melakukan relaksasi nafas dalam. Mereka juga mengatakan bahwa relaksasi nafas dalam
untuk menontrol diri, menurunkan tingkat emosi
Sedangkan dari kasus yang di dapatkan di RS Ernaldi Bahar setelah dilakukan fisik selama 2
kali pertemuan dengan relaksasi nafas dalam mengatakan lebih legah dan tenang karena klien
dapat mengontrol emosinya dengan relaksasi nafas dalam saat emosi itu mulai muncul.
Sehingga didaptkan hasil analisis jurnal dan kasus yaitu sama latihan fisik relaksasi nafas
dalam sama-sama efektif untuk mengontrol amarah yang dilakukan pada klien resiko perilaku
kekerasan.

G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai upaya penurunan resiko perilaku kekerasan dengan
cara fisik : relaksasi nafas dalam didapatkan bahwa setelah dilakukan tindakan pelaksanaan
didapatkan bahwa relaksasi nafas dalam untuk menurunkan resiko perilaku kekerasan karena
klien melampiaskan emosinya dengan relaksasi nafas dalam yang tidak dapat merugikan diri
sendiri ataupun orang lain.

6
DAFTAR PUSTAKA

Yosep, I. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental Health Nursing. Bandung: PT
Rafika Aditama
Yusuf, A. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta: Salemba Medika
Sari, R. D. (2019). Upaya relaksasi nafas dalam untuk mengontrol marah pada pasien resiko perilaku
kekerasan. DIII Keperawatan

7
UPAYA RELAKSASI NAFAS DALAM UNTUK MENGONTROL MARAH
PADA PASIEN RESIO PERILAKU KEKERASAN

Ria Desinta Sari1, Weni Hastuti2, Ika Kusuma Wardani3


1
Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan ITS PKU Muhammadiyah Surakarta
2
Dosen Prodi DIII Keperawatan ITS PKU Muhammadiyah Surakarta
3
Dosen Prodi DIII Keperawatan ITS PKU Muhammadiyah Surakarta
JL.Tulang Bawang Selatan No.26 Tegalsari RT 02 RW 32, Kadipiro, Surakarta

Kata Kunci Abstrak


Resiko Resiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
perilaku tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
kekerasan, orang lain. Adapun tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan adalah marah, jengkel,
marah, bawel, muka merah, pandangan tajam, dan mata melotot. Untuk dapat mengontrol
relaksasi marah pada pasien resiko perilaku kekerasan maka bisa dilakukan latihan teknik
nafas dalam relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam dapat mengatur emosi dan
menjaga keseimbangan emosi, sehingga emosi marah tidak berlebihan. Dalam studi
pendahuluan didapatkan 3 pasien resiko perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa
dr.Arif Zainudin Surakarta. Menyusun resume asuhan keperawatan jiwa dalam upaya
relaksasi nafas dalam untuk mengontrol marah pada pasien resiko perilaku kekerasan.
Penelitian studi kasus ini menggunakan desain studi kasus. Tempat di Rumah Sakit
Jiwa dr.Arif Zainudin Surakarta, waktu studi kasus bulan Januari-April 2019. Subyek
studi kasus dilakukan pada 3 pasien dengan resiko perilaku kekerasan. Metode
pengumpulan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen
menggunakan format asuhan keperawatan jiwa dan standar operasional prosedur
(SOP) teknik relaksasi nafas dalam. Analisis data menggunakan perbandingan antara
kasus dengan penelitian terdahulu atau sumber lain. Sejumlah 3 responden sudah
mampu melakukan latihan relaksasi nafas dalam dan pasien terlihat tenang dan
rileks. Teknik relaksasi nafas
dalam bermanfaat untuk mengontrol marah dan menciptakan rasa nyaman.

8
RELAXATION RELAXATION EFFORTS IN TO CONTROL ANGRY
IN PATIENT RESIO OF VIOLENCE BEHAVIOR

Keywords Abstract
Risk of Risk of violent behavior is a situation where a person takes actions that can be
violent physically harmful to both himself and others. The signs and symptoms of the risk of
behavior, violent behavior are anger, annoyance, nagging, red face, sharp eyes, and bulging
anger, deep eyes. To be able to control anger in patients at risk of violent behavior, it is possible
breathing to practice deep breathing relaxation techniques. Deep breathing relaxation
relaxation techniques can regulate emotions and maintain emotional balance, so that emotions
are not excessive anger. In the preliminary study, 3 patients were at risk of violent
behavior at the Dr. Ir. Zainudin Surakarta Mental Hospital. To develop mental
nursing care resumes in an effort to deep breathing to control anger in patients at
risk of violent behavior. This case study study uses a case study design. Place in Dr.
Arif Zainudin Surakarta Mental Hospital, time of case study from January to April
2019. Subjects of case studies were carried out on 3 patients at risk of violent
behavior. The collection method uses observation, interviews, and documentation.
The instrument uses the mental nursing care format and standard operating
procedures (SOP) in deep breathing techniques. Data analysis uses comparisons
between cases with previous research or other sources. A total of 3 respondents were
able to do deep breathing relaxation exercises and the patient seemed calm and
relaxed. Deep breathing
relaxation techniques are useful for controlling anger and creating a sense of comfort.

9
1. PENDAHULUAN 2014), pertama resiko perilaku kekerasan terhadap
Di era globalisasi ini seringkali kita diri sendiri contohnya masalah
jumpai masalah-masalah yang harus kita
hadapi, masalah tersebut biasa berasal dari
berbagai faktor internal
maupun faktor eksternal. Tidak
semua individu mempunyai cara sendiri untuk
menyelesaikan masalahnya, tapi jika ada
manusia yang tidak bisa
menyelesaikan masalahnya sendiri akan
mengakibatkan gangguan jiwa. Adapun
definisi dari gangguan jiwa menurut PPDGJ
III adalah sindrom pola perilaku seseorang
yang secara khas berkaitan dengan suatu
gejala penderitaan (distress) di dalam satu
atau lebih fungsi yang penting dari manusia,
yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik,
dan gangguan itu hanya terletak di dalam
hubungan antara orang itu tetapi juga dengan
masyarakat (Ikhsan, 2016). Menurut data
WHO (World Health
Organization) pada tahun 2016, sekitar 35 juta
orang terkena depresi, 47.5 juta terkena
dimensia, serta 21 juta terkena gangguan jiwa.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan januari
2016, pasien yang didiagnosa perilaku
kekerasan ada 2.871 klien, Februari 1.970
klien, Maret 2.387 klien, April 1.973 klien, Mei
1.726 klien, juni 1.666 klien juli 1.835 klien
(Rekam Medik, 2015). Salah satu masalah dari
gangguan jiwa yang menjadi penyebab dibawa
ke rumah sakit jiwa adalah perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
di mana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering juga di
sebut amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2010). Penyebab
perilaku kekerasan adalah kemarahan yang
dimanifestaskan dalam bentuk fisik.
Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
komunikasi dan proses penyimpangan pesan
dari individu. Orang yang mengalami
kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan
pesan bahwa ia “tidak setuju”, tersinggung,
merasa tidak dianggap, dan merasa tidak
dituruti atau diremehkan.
Adapun tanda dan gejala perilaku
kekerasan berdasarkan emosi meliputi tidak
aman, rasa terganggu, marah, jengkel.
Berdasarkan intelektual meliputi bawel,
berdebat, meremehkan. Berdasarkan fisik
meliputi muka merah, pandangan tajam,
tekanan darah meningkat (Yusuf, 2015).
Faktor resiko menurut NANDA-I (2012-
1
0
emosional (seperti, ketidakberdayaan, putus berusia 48 tahun, pendidikan SD, pekerjaan
asa, dan marah), masalah pekerjaan (seperti, pedagang, alamat Madiun. Nama Sdr. A,
menganggur dan kehilangan pekerjaan), berusia 29 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan
riwayat upaya bunuh diri yang dilakukan Swasta, alamat Boyolali.
berkali-kali, ide bunuh diri, rencana bunuh
diri. Kedua resiko perilaku kekerasan
terhadap orang lain contohnya memukul
sesorang, menendang seseorang, menggigit
seseorang, kejam pada hewan, riwayat
penganiayaan pada anak-anak, riwayat
melakukan kekerasan tak langsung (seperti,
merobek pakaian, membanting objek yang
ada di dinding, berteriak, dan memecahkan
jendela), riwayat menyaksikan perilaku
kekerasan dalam keluarga,
Cara untuk menangani masalah
perilaku kekerasan salah satunya dengan
menggunakan teknik relaksasi nafas dalam.
Teknik relaksasi nafas dapat mengatur
emosi dan menjaga keseimbangan emosi,
sehingga emosi marah tidak berlebihan.
Penelitian yang di lakukan (Zelianti, 2011)
tentang pengaruh teknik relaksasi nafas
dalam terhadap tingkat emosi klien perilaku
kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo Semarang,
menyatakan ada pengaruh yang signifikan
antar tenik relaksasi nafas dalam terhadap
tingkat emosi klien perilaku kekerasan
dengan nilai p=0,000. Relaksasi nafas dalam
dipercaya dapat menurunkan ketegangan
dan memberikan ketenangan. Relaksasi
nafas dalam merangsang tubuh untuk
melepaskan opiod endogen yaitu endorphin
dan enkefalin. Dilepaskannya hormone
endorphin dapat memperkuat daya tahan
tubuh, menjaga sel otak tetap muda,
melawan penuaan, menurunkan agresifitas
dalam hubungan antar manusia,
meningkatkan semangat, daya tahan tubuh,
dan kreativitas.
Berdasarkan latar belakang di atas
maka peneliti tertarik untuk mengetahui
pengaruh relaksasi nafas dalam untuk
mengontrol marah pada klien perilaku
kekerasan.
Bab ini akan menjelaskan asuhan
keperawatan pasien dengan resiko perilaku
kekerasan khususnya untuk mengontrol
marah dengan teknik relaksasi nafas dalam
pada tanggal 1 April 2019 di bangsal
Abimanyu RSJ dr Arif Zainudin Surakarta
didapatkan data dari hasil wawancara dan
observasi langsung. Nama Tn. E, berusia 37
tahun, pendidikan SD, pekerjaan
wiraswasta, alamat Sukoharjo. Nama Tn. S,

1
1
2. PENGKAJIAN kekerasan dengan cara fisik pertama yaitu
Hasil pengkajian yang dilakukan pada latihan nafas dalam.
pasien I : yaitu Tn. E (37 tahun), saat ditanya
pasien memiliki riwayat mengamuk dengan Implementasi Keperawatan dan Evaluasi
mambanting piring karena sedang ada masalah Perawat telah melakukan bina hubungan
dengan istrinya, tangan mengepal saat ditanya, saling percaya kepada pasien Tn.E, Tn.S, dan
muka merah, sebelum di bawa ke RSJ. Pasien Sdr.A. Implementasi terhadap Tn.E didapat
mengatakan anggota keluarganya tidak ada repons secara subyektif pasien mengatakan
yang menderita sakit jiwa seperti pasien, pasien marahnya sedikit berkurang dan sedikit tenang,
mengatakan belum pernah dirawat di RSJ secara obyektif pasien terlihat tenang dan muka
sebelumnya. tidak merah, assessment pasien mampu
Hasil pengkajian yang dilakukan pada mengidentifikasi marah dan pasien mampu
pasien II: yaitu Tn. S (48 tahun), saat ditanya mempraktekkan teknik relaksasi nafas dalam.
pasien memiliki riwayat mengamuk dengan planning perawat telah melakukan rencana
berkata kasar dan marah-marah, disebabkan tindak lanjut untuk melakukan evaluasi SP 1,
karena ada tetangga yang tidak suka, jika lanjut SP 2. Pasien Tn.S secara subyektif
pasien tersebut berjualan dan banyak pembeli, pasien mengatakan lebih tenang dan sudah bisa
mata melotot. Pasien mengatakan anggota mengendalikan marahnya, secara obyektif
keluarganya tidak ada yang menderita sakit pasien terlihat tenang dan mata tidak melotot,
jiwa. Pasien mengatakan 3 tahun yang lalu assessment pasien mampu mengidentifikasi
pernah di rawat di RSJD Surakarta. marah dan mampu mempraktekkan teknik
Hasil pengkajian yang dilakukan pada relaksasi nafas dalam, planning perawat
pasien III: yaitu Sdr. A (29 tahun), saat ditanya melakukan rencana tindak lanjut untuk evaluasi
pasien memiliki riwayat mengamuk dengan kemampuan melakukan SP 1 yaitu melatih
membanting gayung, disebabkan karena relaksasi nafas dalam, lanjut SP 2
merasa kesal, melihat kedua orang tuanya (mengendalikan marah dengan pukul bantal
sering berantem pasien terlihat marah saat dan kasur). Pasien Sdr.A secara subyektif
ditanya. Pasien mengatakan dalam anggota pasien mengatakan sudah mampu melakukan
keluarganya tidak ada yang menderita sakit teknik relaksasi nafas dalam secara mandiri dan
jiwa. Pasien mengatakan 1 tahun yang lalu lebih tenang, secara obyektif pasien terlihat
pernah dirawat di RSJD Surakarta. tenang dan marahnya sedikit berkurang,
assessment pasien mampu mengidentifikasi
Diagnosa Keperawatan marah dan mampu mempraktekkan teknik
Berdasarkan data subjektif dan objektif relaksasi nafas dalam, planning evaluasi
dari ketiga pasien muncul masalah kemampuan melakukan SP 1 yaitu melatih
keperawatan resiko perilaku kekerasan. relaksasi nafas dalam, lanjut SP 2
(mengendalikan marah dengan pukul bantal
Intervensi Keperawatan dan kasur).
Intervensi untuk pasien dengan resiko
perilaku kekerasan diantaranya dengan 3. PEMBAHASAN
melakukan strategi pelaksanaan (SP) 1 yaitu Bab ini akan membahas upaya
Membina hubungan saling percaya, mengontrol marah dengan teknik relaksasi
mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan nafas dalam pasien resiko perilaku kekerasan
gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang pada asuhan keperawatan jiwa di bangsal
dilakukan, akibat dan melatih cara Abimanyu RSJD dr.Arif Zainudin Surakarta
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
fisik pertama (latihan nafas dalam). Setelah implementasi, dan evaluasi.
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x3 Pengkajian merupakan tahap awal dan
pertemuan, diharapkan pasien mampu dasar dari proses keperawatan. Tahap
mengontrol marah. Dengan kriteria hasil wajah pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
tenang, keadaan pasien rileks, dan dapat perumusan kebutuhan atau masalah pasien.
mengidentifikasi marah. Dengan tindakan bina Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
hubungan saling percaya, mengidentifikasi psikososial, dan spiritual. Hasil pengkajian
penyebab marah, tanda dan gejala yang Tn.E didapatkan data pasien mengamuk
dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, dengan membanting piring, muka merah, dan
akibat dan melatih cara mengendalikan tangan mengepal. Hasil pengkajian dari Tn.S
perilaku
1
2
didapatkan data pasien mengamuk, mata

1
3
melotot, marah-marah, dan berkata kasar. Hasil menyebabkan otot
pengkajian dari Sdr.A didapatkan data pasien
mengamuk dengan membanting gayung,
marah, dan merasa sebal. Menurut Yosep
(2010), tanda dan gejala resiko perilaku
kekerasan adalah mengamuk, marah-marah,
berkata kasar, mata melotot, mata merah, dan
tangan mengepal. Dari data ketiga pasien dapat
disimpulkan bahwa ketiga pasien tersebut
memiliki tanda dan gejala resiko perilaku
kekerasan.
Intervensi untuk SP 1 adalah membina
hubungan saling percaya, penyebab marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku
kekerasan yang dilakukan, akibat, dan cara
mengendalikan marah dengan cara fisik
pertama (latihan teknik relaksasi nafas dalam).
Bina hubungan saling percaya dalam intervensi
ini agar pasien merasa aman, nyaman saat
berinteraksi dengan perawat dan membantu
mempermudah kerjasama agar pasien lebih
kooperatif. Tindakan yang harus dilakukan
dalam membina hubungan saling percaya
adalah megucapkan salam terapeutik, berjabat
tangan, kerahasiaan pasien tetap terjaga,
menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak
waktu dan tempat setiap bertemu pasien.
Implementasi dari ketiga pasien yaitu
Tn.E, Tn.S, dan Sdr.A adalah dengan
melakukan strategi (SP) 1 pasien RPK.
Implementasi dilakukan dengan terlebih dahulu
kontrak dengan pasien. Saat implementasi
pasien mampu mengidentifikasi perilaku
kekerasan dan mampu melakukan teknik
mengontrol marah dengan cara fisik nafas
dalam dan pukul bantal. Pasien tampak
kooperatif, pembicaraan pelan, dan tenang.
Teknik yang dapat dilakukan untuk
mengurangi perilaku kekerasan diantaranya
dengan teknik relaksasi. Teknik relaksasi
merupakan tindakan eksternal yang
mempengaruhi tindakan internal individu.
Contoh relaksasi yaitu biofeedback, yoga, dan
latihan relaksasi nafas dalam. Relaksasi adalah
status hilang dari ketegangan otot rangka
dimana individu mencapai melalui tenik yang
disengaja (Ikhsan, 2016). Kegiatan yang
dilakukan dalam kondisi dan situasi yang
rileks, maka hasil dan prosesnya akan optimal.
Relaksasi merupakan upaya untuk
mengendurkan ketegangan jiwa. Salah satu
cara terapi relaksasi adalah bersifat respiratoris,
yaitu dengan mengatur aktivitas nafas.
Pelatihan relaksasi pernafasan dilakukan denga
mengatur mekanisme pernafasan baik tempo
atau irama dan intensitas yang lebih lambat dan
dalam. Keteraturan dalam bernafas
1
4
lentur. Nafas dalam yaitu bentuk bentuk Keliat, B.A. 2010. Model Praktik Keperawatan
latihan nafas yang terdiri atas pernafasan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
abdominal (diagfragma). Teknik relaksasi
nafas dalam sebuah teknik latihan nafas
yang telah lama diperkenalkan dan dapat
dipakai untuk menciptakan ketenangan
menguragi tekanan supaya pasien nyaman
(Zelianti, 2011).
Penelitian ini sebanding dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Agung,
2013), bahwa teknik relaksasi nafas dalam
mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opoid endogen yaitu endorphin
dan enfekalin. Hormon endorphin
merupakan substansi sejenis morfin yang
berfungsi sebagai penghambat transmisi
impuls ke otak. Dilepaskan hormon
endhorphin dapat menurunkan agresivitas
meningkatkan semangat, dan kreativitas.
Cara mengontrol marah dengan cara fisik
kedua yaitu denga pukul bantal dan kasur
dimaksudkan untuk memulihkan gangguan
perilaku yang terganggu (maladaptif)
menjadi perilaku yang adaptif (mampu
menyesuaikan diri). Teknik ini digunakan
agar energi marah yang dialami oleh pasien
dapat tersalurkan dengan baik sehingga
tidak mencederai diri sendiri dan orang lain
(Videback, 2008). Penelitian ini sebanding
dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Retno, 2011), bahwa teknik memukul
bantal dan kasur dapat berguna meluapkan
energi marah secara konstruktif agar
perilaku yang maladaptive menjadi perilaku
yang adaptif.

4. REFERENSI
Abdul, M. 2015. Buku Teori dan Aplikasi
Pendidikan Keperawatan Jiwa:
Yogyakarta
Damaiyanti, M & Iskandar. 2014. Asuhan
Keperawatan Jiwa. Bandung:
PT.Refika Aditama
Ikhsan, N.A. 2016. Upaya Peningkatan
Kemampuan Mengontrol Emosi
dengan Cara Fisik Pada Klien Resiko
Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit
Jiwa Daerah dr.Arif Zainuddin
Surakarta. Tugas Akhir. Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Lela, Aini. Pengaruh Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Pada Klien Resiko
Perilaku Kekerasan. Jurnal
Kesehatan Keperawatan. ISNN. Vol
9 No. 2/ Agustus 2018

1
5
Kinandika, R. 2014. Pemberian Teknik
Relaksasi Nafas Dakam Terhadap
Penurunan Tingkat Emosi Pada Asuhan
Keperawatan Tn.F Dengan Perilaku
Kekerasan di Ruang Puntadewa Rumah
Sakit Jiwa Daerah dr.Arif Zainuddin
Surakarta.Tugas Akhir.Stikes Kusuma
Husada Surakarta
Nanda I. 2012. Diagnosa Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Notoatmodjo, S. 2012. Metodelogi Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta
Retno, Yuli. 2011. Efektifitas Teknik Memukul
Bantal Terhadap Perubahan Status
Emosi Marah Pada Klien Skizofrenia di
Ruang Amarta Rumah Sakit Jiwa
Daerah dr.Arif Zainudin Surakarta. Tugas
Akhir. Stikes Muhammadiyah Klaten
Videbeck. 2009. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: EGC
Wiramiharja. 2007. Pengantar Psikologi Klinis.
Bandung: PT Rafika Aditama
Yosep, I. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa
dan Advance Mental Health Nursing.
Bandung: PT Rafika Aditama
Yosep, I & Sutini, T. 2014. Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Rafika
Aditama
Yusuf, A. 2015. Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa.Jakarta: Salemba
Medika
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa.Jakarta: Salemba
Medika
Zelianti. 2011. Pengaruh Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Terhadap Tingkat Emosi
Klien Perilaku Kekerasan di Rumah
Sakit Jiwa Daerah dr.Amino
Gondohutumo. Semarang: Skripsi.
Politeknik Kesehatan Denpasar

1
6

Anda mungkin juga menyukai