Bab Iv Hasil Dan Pembahasan 4.1 Hasil
Bab Iv Hasil Dan Pembahasan 4.1 Hasil
35
36
b. Data minor
Data subjektif yang didapatkan yaitu klien mengatakan mulutnya
kering, sering haus dan data objektifnya yaitu sering BAK dengan
peningkatan jumlah urin lebih dari 2 liter/hari.
Data mayor dan data minor di atas menunjukkan bahwa ketiga klien
kelolaan mengalami hiperglikemia karena terjadi adanya resistensi
insulin, berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) dapat ditegakkan diagnosis keperawatan yaitu
ketidakseimbangan kadar glukosa darah berhubungan dengan
resistensi insulin ditandai dengan lelah/lesu, peningkatan kadar
glukosa dalam darah, mulut kering, sering haus dan peningkatan
jumlah urin (D.0027).
4.3 Pembahasan
4.2.1 Analisis Pengkajian
Dalam karya ilmiah ini, peneliti mengelola tiga responden dengan
diabetes mellitus tipe 2. Penentuan responden dilakukan berdasarkan
kriteria inklusi, kemudian dipilih menggunakan simple random sampling
dan sampling without replacement dengan memberikan penomoran dari
1-10, kemudian diacak hingga mendapatkan 3 calon responden yang
sesuai kriteria inklusi. Kriteria inklusi dalam karya ilmiah ini yaitu
memiliki penyakit diabetes mellitus tipe 2 kurang dari 10 tahun,
mengonsumsi obat antidiabetes, bersedia menjadi responden dan berusia
41 – 60 tahun.
Penentuan kriteria inklusi tersebut sejalan dengan penelitian
Mildawati (2019) yang menunjukkan hasil bahwa penderita diabetes
melitus mengalami komplikasi setelah berusia > 65 tahun sebanyak
90,5% dan dijelaskan bahwa semakin bertambahnya usia maka risiko
terjadinya komplikasi semakin meningkat. Selain itu, dijelaskan pula
bahwa komplikasi pada penderita diabetes mellitus muncul setelah
penyakit berjalan 10 – 15 tahun. Hal itu terjadi karena lamanya
menderita diabetes mellitus tipe 2 mengakibatkan glukosa dalam darah
menumpuk secara terus menerus sehingga terjadi komplikasi.
Hasil pengkajian pada klien pertama yaitu Tn. T (BB = 60 kg)
mengalami sakit diabetes mellitus tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu,
mengonsumsi obat Metformin HCL 500 mg sebanyak 3 kali sehari dan
berusia 51 tahun. Klien kedua yaitu Ny. FD (BB = 51 kg) mengalami
sakit diabetes mellitus tipe 2 sejak 3 ½ tahun yang lalu, mengonsumsi
obat Metformin HCL 500 mg dan Glimepiride 2 mg sebanyak 3 kali
sehari, serta berusia 36 tahun. Sedangkan klien ketiga yaitu Ny. D (BB=
48 kg) mengalami sakit diabetes mellitus tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu,
injeksi insulin novomix 10U sebanyak 3 kali sehari dan berusia 55 tahun.
42
lelah/ lesu dan kadar glukosa dalam darahnya tinggi sesuai dengan data
mayor hiperglikemia. Sedangkan hasil pengkajian lainnya yaitu ketiga
klien kelolaan mengatakan mulutnya kering, sering haus dan sering
buang air kecil. Data mayor dan minor hiperglikemia tersebut tercantum
pada diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah SDKI.
berturut turut dapat menurunkan kadar glukosa, hal ini dibuktikan pada
pasien sebelum diberikan seduhan kayu manis dengan kadar glukosa
dalam darah tidak normal atau di atas 200 mg/dL, setelah diberikan
terapi nonfarmakologi dengan pemberian seduhan kayu manis yang
diberikan pagi dan malam hari sebanyak 200 ml sekali minum, pasien
mengalami penurunan kadar gula darahnya. Penurunan tersebut terjadi
karena seduhan kayu manis mempunyai manfaat salah satunya dapat
meningkatkan kinerja insulin, dimana insulin bekerja membantu proses
metabolism dan mengantar sel darah menuju ke semua sel sel tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti memilih seduhan
kayu manis sebagai intervensi untuk mengontrol ketidakstabilan kadar
glukosa dalam darah. Selain kandungan yang ada dalam seduhan kayu
manis juga karena saat ini kayu manis tersebut sudah banyak
dibudidayakan di Indonesia dengan harga yang terjangkau.
manis sebanyak 200 ml setiap hari selama 7 hari dapat penurunan kadar
gula darah.
Hasil evaluasi lainnya dari pemberian implementasi selama 7
hari pada ketiga klien kelolaan yaitu Tn. T, Ny. FD dan Ny. D
mengatakan bahwa setelah penerapan implementasi dengan pemberian
seduhan kayu manis sebanyak 200 ml secara berturut-turut, klien merasa
tubuhnya segar dan lemah dan/atau lesunya berkurang, mulut tidak
kering, rasa hausnya menurun dan frekuensi BAK berkurang. Selain itu,
peneliti juga melakukan pengukuran berat badan pada ketiga klien
kelolaan yaitu Tn. T = 60 kg, Ny. FD = 51 kg dan Ny. D = 48 kg. Setelah
dilakukan evaluasi berdasarkan kriteria hasil yang telah ditentukan
berpedoman pada Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah teratasi.
Berdasarkan uraian di atas, pemberian seduhan kayu manis
sebagai minuman tambahan atau selingan pada penderita diabetes
mellitus tipe 2 selama 7 hari dapat menurunkan kadar gula darah sewaktu
pada setiap klien. Adapun klien yang menggunakan insulin juga relatif
menunjukkan penurunan setelah diberikan implementasi pemberian
seduhan kayu manis sebanyak 200 ml per hari selama 7 hari. Selain itu,
Pola makan pada setiap klien tidak termasuk dalam penelitian kali ini,
sehingga pola makan klien relatif berbeda disetiap kliennya dan
dimungkinkan memberikan efek bias terhadap penelitian kali ini.
Sehingga perlu diperhatikan pula pola makan klien penderita diabetes
mellitus tipe 2 untuk mengontrol kadar glukosa dalam darahnya, selain
dengan menggunakan seduhan kayu manis 200 ml per hari sebagai terapi
komplementer.
Untuk rencana tindak lanjutnya yaitu diharapkan penderita
diabetes mellitus tipe 2 dapat melanjutkan terapi nonfarmakologi dengan
mengonsumsi seduhan kayu manis secara mandiri untuk mengelola
ketidakstabilan kadar glukosa darah.