RUMAH RAKIT
di Tepian Sungai Musi, Palembang
Dari segi topografi, Kota Palembang memiliki tanah
datar yang cenderung rendah sehingga memiliki
banyak rawa dan juga sungai. Kota Palembang sendiri
memiliki sungai-sungai besar di dalamnya. Salah
satunya adalah Sungai Musi yang membelah Kota
Palembang menjadi dua bagian besar, yaitu Seberang
Ulu dan Seberang Ilir. Selain itu, ada juga Sungai
Komering, Sungai Ogan, dan Sungai Keramasan.
Sungai-sungai besar tersebut memiliki banyak anak
sungai yang digunakan sebagai drainase dan
pengendalian banjir oleh masyarakat setempat.
Sebagai kota
yang kaya
akan perairan sebagai bentuk atraksi untuk menarik
minat wisatawan, tentu pemerintah kota setempat
memiliki cara untuk mengelola perairan menjadi
sebuah tempat menarik. Salah satu upaya tersebut
adalah Rumah Rakit. Rumah Rakit merupakan rumah
yang terletak di atas rakit dan di atas tepian Sungai Musi dan terikat kepada sebuah penambat agar rumah tersebut tidak terbawa arus.
1
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
Kebudayaan di tepian Sungai Musi berasal dari banyak kelompok suku bangsa, baik dari suku lokal maupun suku datangan. Suku lokal diantaranya
adalah suku Jawa, Suku Batak, Suku Melayu. Sementara suku datangan diantaranya adalah Suku Tionghoa, Suku Arab, Suku India yang memutuskan
untuk menetap di sebuah pemukiman. Lalu,
kebudayaan bermukim di tepian Sungai Musi
di atas Rumah Rakit berasal dari Suku
Palembang atau Suku Musi.
2
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
Aspek Visual
Rumah rakit memiliki dua buah pintu. Satu di antaranya menghadap ke sungai, sedangkan satu lagi menghadap ke daratan dengan jendela yang
terdapat di bagian sisi kanan dan kiri rumah atau tepatnya berdekatan dengan pintu. Ruang utama rumah rakit digunakan untuk menerima tamu
dan ruang lainnya digunakan sebagai kamar-kamar tidur. Dapur rumah rakit memiliki letak yang variatif bagi beberapa rumah, di antaranya ada
yang terletak di dalam dan ada juga yang terletak di luar rumah. Selain menggunakan papan kayu sebagai dinding rumah rakit, beberapa rumah
rakit menggunakan ‘pelupuh’ atau bambu yang telah dicacah dan direntangkan sebagai dinding rumah. Pelupuh ini biasanya digunakan oleh
keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
Bagian dindingnya berupa kayu dengan serat yang cukup padat, sementara pondasi rumah terbuat dari bambu yang berusia cukup tua agar tahan
lama. Bambu besar yang memiliki ukuran diameter bervariasi digunakan sebagai pondasi rumah dengan cara saling diikatkan satu dengan yang
lainnya, kemudian diikatkan dengan menggunakan pasak. Bambu di sini berfungsi sebagai alat pengapung rumah tersebut. Untuk saat ini, alat
pengapung juga diberi material tambahan seperti drum, ban mobil, dan lainnya. Rumah rakit ini termasuk rumah yang anti banjir, rumah rakit
3
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
tidak akan berpindah-pindah tempat meskipun arusnya deras. Keempat sudut rumah ini telah disangga menggunakan tiang kokoh yang ditancapkan
di dasar sungai dan juga diikatkan ke tonggak utama yang terbuat dari kayu tembesu di tanah pinggir sungai dengan tali cukup besar yang terbuat dari
rotan.
Aspek Spasial
Secara definisi, spasial berarti ruang tempat terjadinya kegiatan atau peristiwa. Aspek spasial adalah hal-hal yang dapat diruangkan dan memiliki
unsur fisik. Dalam kaitannya dengan dunia arsitektur, aspek spasial meliputi fungsi ruang, organisasi ruang & hubungan ruang, orientasi
bangunan, dan orientasi ruang pada bangunan.Rumah adat rakit dari palembang ini memiliki bentuk yang sederhana tidak terlalu rumit.
Mengingat posisi rumah yang dibangun di atas rakit yang bergerak di air. Berikut ini adalah analisis aspek spasial pada rumah adat rakit
a) Fungsi ruang
Rumah adat rakit memiliki enam
fungsi ruang secara umum.
Ruang-ruang yang terdapat dalam
rumah adat rakit terdiri dari kamar
tidur, ruang tamu & keluarga, ruang
makan, dapur & kamar mandi, dan
teras & pelataran.
4
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
5
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
a) Keseimbangan (balance)
Dalam ilmu arsitek, keseimbangan merupakan suatu kualitas nyata dari setiap
objek di mana perhatian visual dari dua bagian pada dua sisi dari pusat
keseimbangan (pusat perhatian) adalah sama. Pada denah Rumah Rakit terlihat
seimbang di setiap ruangan yang ada, masing-masing ruangan berbentuk persegi
panjang yang memiliki luas yang sama
b) Skala (scale)
6
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
c) Komposisi (sequence)
Merupakan elemen desain yang dapat menggugah emosi terdalam. Visual irama
ditandai dengan sistem pengulangan unsur visual yang dapat dikenal dan diingat
dengan mudah secara teratur. Prinsip irama dalam sebuah desain arsitektur
sendiri terbagi menjadi dua jenis. Pertama, adalah irama statis yang merupakan
suatu metode pengulangan dengan pola yang sama dan selalu konsisten. Kedua,
adalah irama dinamis di mana metode pengulangannya dapat menggunakan pola
yang bervariasi.
d) Point Of Interest
Prinsip desain arsitektur yang selanjutnya adalah point of interest atau kerap
disebut dengan focal point. Artinya, dalam mendesain sebuah bangunan harus
memperhatikan elemen kontras yang menjadi perhatian utama. Prinsip ini
berlaku juga saat Anda menentukan desain interior dan arsitektural. Terdapat
beberapa cara untuk membuat elemen focal point. Di antaranya melalui unsur
bentuk, warna, ukuran, posisi, tekstur, maupun visual. Point of interest pada
bangunan ini adalah dapat mengapung di air
7
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
Aspek Struktural
Rumah rakit dibangun di atas rakit menggunakan sekumpulan balok kayu atau bambu. Pada keempat sudut rumah rakit terdapat tiang yang
berfungsi agar bangunan itu tidak berpindah tempat. Rumah rakit berbentuk empat persegi panjang, dan mempunyai bentuk atap pelana, pada
rumah tradisional palembang disebut atap kajang. Ukuran rumah rakit pada umumnya 36m2 sampai 64 m2.
Struktur dan konstruksi rumah rakit yang terapung di badan sungai adalah :
Rumah rakit terbuat dari susunan bambu / balok kayu dan keberadaannya
mengapung di atas air. Pada keempat sudut rumah ini terdapat tiang yang berfungsi
agar bangunan tetap pada tempatnya dan tidak terbawa arus air sungai. Pada tiang
dipasang tali yang diikatkan pada tonggak yang kuat dan kokoh.
Pondasi rumah rakit terdiri atas rangkaian bambu yang disebut mengarang,
susunan bambu ditumpuk 6 – 8 tingkat. Bambu dirakit dengan cara membuat
lubang pada bagian ujung bambu untuk memasukkan sepotong kayu yang berfungsi
sebagai pasak (sambungan) dan diperkuat dengan ikatan anyaman rotan sehingga
membentuk bambu menjadi satu ikatan. Rangkaian tersebut berfungsi sebagai
pondasi terapung dari rumah rakit.
Setelah dirakit, bambu dihubungkan dengan balok kayu yang dipasang melintang
sehingga menjadi sebuah lanting pada jarak 1m-1,5m, kemudian diikat kembali
dengan rotan. Lanting terbuat dari kayu unglen dan penatang yang berukuran 15cm
x 15cm. Bahan bambu yang digunakan adalah bambu berdiameter 15 cm yang
sudah tua. Sedangkan untuk pasak pengikat dan, lanting terbuat dari kayu tembesu
atau unglen.
8
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
Pada bagian badan bangunan terdapat blok lantai (belandar) dari kayu unglen 10cm x 12cm dan kayu merawan dengan ukuran 4 cm x 25
cm yang dipasang di atas lanting, lalu diatas belandar terdapat tiang(sako) yang terbuat dari bahan kayu tembesu, unglen, penatang
dengan diameter 8cm-10cm dan dipasang dengan sistem sambungan pen (lanang-batino).
9
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
Kusen (jenang) memiliki tinggi yang sama dengan sako dan berfungsi sebagai penyangga rangka atap. Sako dan jenang dihubungkan oleh balok
(sento), terdapat 3-4 sento dalam satu bidang dinding. Selain sebagai penghubung, sento berfungsi sebagai pengikat dinding kayu yang disusun
vertikal, dan sento juga dapat menahan gaya lateral dari badan bangunan terhadap kecepatan angin yang tinggi. Sistem sambungan pen dapat
menghindari pergeseran tempat, untuk memperkuat sambungan dapat ditambahkan pasak kayu/bambu. Dinding rumah rakit terbuat dari
anyaman bambu yang diapit bingkai kayu dan dipasang pada sento, sedangkan plafon rumah rakit terbuat dari pelupuh, dengan konstruksi
dinding dengan rangka plafon kayu meranti.
10
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
Struktur bagian atas/ atap tersusun dari beberapa bagian material yaitu balok atas
(alang panjang), sako, kusen/jenang, gording, nok, kasau, dan daun nipah sebagai
material penutup atap. Namun, keberadaan daun nipah yang semakin terbatas
menyebabkan adanya perubahan pada material penutup atap sehingga masyarakat
cenderung menggunakan atap seng, atap tanah liat, ataupun atap berbahan ringan
lainnya. Sistem konstruksi atap dihubungkan oleh sambungan pen (lanang-betino) dan
tali rotan dalam pemasangan penutup atap. Sebagian besar atap pada rumah rakit
menggunakan rangka kayu, tetapi pada beberapa rumah material bambu digunakan
sebagai pengganti material kayu. Kayu seru dipilih karena memiliki tegangan tarik yang
tinggi dibandingkan dengan kayu lainnya.
Ukuran yang digunakan untuk sistem struktur atap antara lain:
● murplat 10 cm x 12 cm
● tiang penyangga atap 10 cm x 10 cm
● gording 8 cm x 8 cm
● Nok 8 cm x 8 cm
● kasau 3 cm x 7 cm
Struktur atas atau atap pada rumah rakit tersusun atas bagian struktur kuda-kuda
atap dan struktur loteng. Atap rumah rakit mengadaptasi bentuk atap pelana. Pemilihan
material yang ringan menyesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat dalam
beradaptasi dengan alam juga sebagai bentuk struktur tanggap bencana. Peminimalan
beban pada bagian atas bangunan berpengaruh terhadap struktur tiang/ rangka rumah
dan rakit, rumah diharuskan mudah dalam bermobilitas mengelilingi tiang tambatan.
Pemilihan material yang tepat juga berdampak pada umur ketahanan rumah.
Penyusunan struktur atap rumah rakit diawali dengan pemasangan alang panjang
di atas sako dan jenang. Kemudian kuda-kuda atap diposisikan tepat di atas alas panjang
dan disambungkan dengan alang sunan. Kasau dipasang, lalu disusul oleh atap. Jika
menggunakan daun nipah sebagai atap, maka rotan difungsikan sebagai pengikat. Bagian
interior atap dipasangi oleh pelupuh (belahan bambu yang dipipihkan).
11
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
Tidak hanya itu, Rumah Rakit berpotensi menjadi salah satu atraksi wisata sejarah dan budaya di Indonesia. Rumah Rakit memiliki karakteristik
banguan yang bertiang dan terakit yang mengapung di air. Dimana setiap kedua karakteristik tersebut memiliki makna dan filosofi mendalam
mengenai budaya kehidupan masyarakat Kota Palembang yang memiliki peluang besar untuk dikembagkannya wisata budaya di Sungai Musi.
Menurut Hanafiah (1988 ) yang mengutip kronik Ying- yai Sheng-lan, menggambarkan bahwa Palembang sebagai negeri ini tidak begitu besar,
hanyalah rumah-rumah pemimpin yang tegak di daratan, selebihnya rumah-rumah rakyat yang terbuat diatas rakit-rakit, yang dipatok di atas
tiang, dimana rakit dapat menyesuaikan naik turunnya permukaan air sehingga tidak menjadi kebanjiran.
12
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
2. Penghawaan
Rumah Rakit memiliki penghawaan yang cukup baik
karena memiliki jumlah jendela yang cukup dan juga
dibangun dengan menggunakan kayu yang dapat
memaksimalkan aspek penghawaan pada rumah rakit.
Selain itu, lingkungan yang berupa kawasan perairan
membuat udara di sekitar bangunan menjadi lebih sejuk.
3. Kelembapan
Tingkat kelembapan di Indonesia pada dasarnya lebih
tinggi dibandingkan dengan negara di eropa karena letak
wilayah Indonesia berada di iklim tropis. Keberadaan
rumah rakit yang benar-benar tepat di atas air sungai,
membuat kelembabannya sangat tinggi. Namun pada rumah rakit, panas matahari masuk lebih cepat karena sifat dari material dinding bambu
relatif ringan, sehingga kelembapannya berkurang seiring dengan peningkatan suhu udara. Di sisi lain, kayu juga berperan dalam penyerapan uap
air berlebihan di udara. Sirkulasi rumah rakit yang cukup baik juga berpengaruh terhadap kelembaban ruang dalam.
4. Kenyamanan
Material penyusun bangunan berperan penting dalam menciptakan kenyaman termal. Rumah rakit tersusun atas material kayu dan bambu yang
memiliki kemampuan menyerap panas dan menurunkan suhu yang baik sehingga suhu ruang dalam relatif lebih rendah dibandingkan udara luar
bangunan. Jenis kayu yang digunakan seperti meranti dan tembesu memiliki karakteristik yang keras sehingga cocok digunakan sebagai bahan
konstruksi rumah. Kayu-kayu tersebut dikenal lebih tahan terhadap air dan rayap. Namun, material kayu tetap memiliki umur simpan yang relatif
lebih pendek jika dibandingkan dengan beton, baja, maupun kaca yang merupakan bahan material buatan.
13
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
Simbolik Makna
1. Bagian Bawah
Bagian bawah bangunan melambangkan hubungan dengan kondisi
alam sekitar. Diberi nama Rumah Rakit karena dibangun di atas
rangkaian balok kayu atau bambu yang mengapung di atas air.
Keempat sudutnya dipasang tiang dari kayu agar rumah tidak
berpindah-pindah. Tali dan rotan digunakan untuk mengikat rumah
pada tebing sungai sebagai pengaman. Hal ini menunjukan bahwa
kondisi geografis, lingkungan, dan budaya memberikan pengaruh
terhadap langgam arsitektur rumah tradisional.
2. Bagian Tengah
Bagian tengah bangunan memiliki filosofi sebagai pusat dari segala
aktivitas. Bagian ini digunakan sebagai tempat berinteraksi antara
anggota keluarga, atau anggota keluarga dengan masyarakat sekitar.
3. Bagian Atas
Bagian atas bangunan melambangkan hubungan antara manusia
dengan Sang Pencipta-Nya. Selain itu, bagian atap Rumah Rakit
dengan tritisan dan sudut atap yang besar merupakan suatu bentuk
adaptasi arsitektur terhadap lingkungan yang beriklim tropis.
14
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
LAMPIRAN-LAMPIRAN
SITEPLAN
15
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
DENAH
16
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
AKSONOMETRI
17
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
18
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
19
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
Perspektif
20
Arsitektur [di] Nusantara: Pengantar Mengenal Bangunan Nusantara | Edisi 2
Daftar Pustaka
Diem, F. 2012. WISDOM OF THE LOCALITY (Sebuah Kajian: Kearifan Lokal dalam Arsitektur Tradisional Palembang). 2(4). Diakses dari
https://jurnal.um-palembang.ac.id/berkalateknik/article/view/345 pada 26 Maret 2022
Iskandar, Y. & Lahji, K. 2010. Kearifan Lokal dalam Penyelesaian Struktur & Konstruksi Rumah Rakit di Sungai Musi-Palembang. 2(2). Diakses dari
https://jurnal.unmer.ac.id/index.php/lw/article/view/1371/876 pada 26 Maret 2022.
Oktavia, M. Zamhari, A. & Sari, M. 2019. Pengembangan Daya Tarik Rumah Rakit sebagai Destinasi Wisata Sungai. Jurnal Swarnabhumi, Vol 4, No.2.
Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/341235593_PENGEMBANGAN_DAYA_TARIK_RUMAH_RAKIT_SEBAGAI_
DESTINASI_WISATA_SUNGAI pada 28 Maret 2022.
Primadella, Iskandar, & Ardani, A. 2020. Rumah Rakit Sebagai Penunjang Pariwisata Sungai Musi. Jurnal Arsir, Vol 4, No 2. Diakses dari
https://jurnal.um-palembang.ac.id/arsir/article/view/1688 pada 28 Maret 2022.
Siswanto, Ari. 2009. Kearifan Lokal Arsitektur Tradisional Sumatera Selatan bagi Pembangunan Lingkungan Binaan. 1(1). pp 37-45. Diakses dari,
https://jurnal.unmer.ac.id/index.php/lw/article/view/1365/870 pada 13 April 2022
Wicaksono, Bambang. 2018. Perubahan Budaya Bermukim Masyarakat Riparian Sungai Musi Palembang, Tinjauan Proses dan Produk. Jurnal
Tekno Global, Vol 7, No. 2. Diakses dari http://ejournal.uigm.ac.id/index.php/TG/article/view/547 pada 28 Maret 2022.
Warisan Budaya Takbenda | Beranda. Kemdikbud.go.id. Published 2018. Accessed March 28, 2022
https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=518#:~:text=Arah%20rumah%20Rakit%20pada%20awalnya,dibangun
%20menghadap%20ke%20tengah%20sungai.
21