Anda di halaman 1dari 142

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN KREDITOR KONKUREN DAN


KREDITOR SEPARATIS DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG (PKPU) (STUDI KASUS: PT. BENANGSARI
INDAHTEXINDO)

SKRIPSI

ADHANI RAHMI

1106073301

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM ILMU HUKUM

DEPOK

JULI 2015

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN KREDITOR KONKUREN DAN


KREDITOR SEPARATIS DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG (PKPU) (STUDI KASUS: PT. BENANGSARI
INDAHTEXINDO)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Hukum

ADHANI RAHMI

1106073301

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM ILMU HUKUM

HUKUM BISNIS

DEPOK

JULI 2015

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015
Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil‟aalaaminn, segala puji bagi Allah Subbanaahu Wa


Ta‟ala, Rabb semesta alam, yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, miliki-Nyalah
segala yang ada di langit dan bumi. Atas rahmat-Nya, Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Shallaahu
„Alaihi Wassalam beserta para sahabat. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Selama menyusun skripsi ini begitu banyak pihak yang membantu Penulis
baik materil maupun imateril. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Parulian Aritonang, SH, selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membantu
mengarahkan Penulis dalam menyusun skripsi ini;
2. Bapak Arman Hanis, SH dari Hanis & Hanis Advocates, selaku Tim
Pengurus PT. Benangsari Indahtexindo yang telah menyediakan waktu
untuk melakukan wawancara dengan Penulis dan membantu dalam
memberikan segala informasi serta data-data yang berkaitan dengan kasus;
3. Ibu Ravita Lina, SH, selaku Panitera Pengganti dalam PKPU PT.
Benangsari Indahtexindo yang sudah bersedia untuk diwawancara oleh
Penulis dan memberikan gambaran serta informasi selama proses PKPU
berlangsung;
4. Bapak Noverius Laoli, selaku wartawan Tabloid „Kontan‟ yang sudah
menyediakan waktu untuk dilakukan wawancara oleh Penulis dan telah
memberikan berbagai macam informasi terkait dengan PKPU PT.
Benangsari Indahtexindo berdasarkan pengalaman yang dialami di
lapangan;
5. Ibu Fully Handayani, SH, selaku Pembimbing Akademis Penulis yang
sudah mendampingi Penulis selama melaksanakan perkuliahan di Fakultas
Hukum, dan mendorong Penulis untuk mencapai nilai yang terbaik dalam
perkuliahan;
iv

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


6. Bapak dan Ibu yang selalu mendokan dengan sepenuh hati dan
menanyakan perkembangan skripsi Penulis, sehingga Penulis selalu
bersemangat untuk selalu memperbaiki skripsi ini menjadi lebih baik lagi;
7. Aa Yoes Kenawas dan Chunny, kakak-kakak Penulis yang sudah
memberikan bahan pustaka dan mendukung adiknya dalam mencapai cita-
cita dan menyelesaikan skripsi ini.
8. Mama Pi, Papa Pi, dan Baa atas doa beserta dukungan yang diberikan
kepada Penulis selama menyusun skripsi ini. Sampai akhirnya skripsi ini
dapat diselesaikan, semoga kedepannya Penulis dapat mengikuti jejak
Baa;
9. Dita, Marisa, Monica, Nabila, Ninta, Puput, dan Sashika. Teman-teman
terbaik Penulis yang telah mendampingi melewati senang dan susah
selama perkuliahan di Fakultas Hukum, membuat ringan segala kesulitan
yang dihadapi Penulis sampai akhirnya Penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Semoga kita dilancarkan selalu kedepannya Aamiinn;
10. Audi, Ray, dan Astri, teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi
dibawah bimbingan Bapak Parulian Aritonang, SH. Semoga kita sukses
dapat A dan kedepannya Aamiinn;
11. Kiki dan Cindy, teman Penulis sejak zaman dahulu sampai sekarang yang
terus mendukung Penulis dan mendampingi Penulis dengan bersama-sama
menyelesaikan skripsi. Nisa, Chintana dan Dita yang juga telah
mendukung Penulis selama proses penyusunan sampai skripsi ini selesai;
12. Teman-teman Penulis, Ajeng, Nadya, Sherly, Dian, Ageng, Aalvar, Astrie,
Esta, Aya, Nadia, Aziz, Fadil, Aryo, Dimas, Aldi, dan Harwin. Yang telah
memberikan dukungan kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;
13. Mereka yang telah bersama Penulis telah membantu secara tidak langsung,
Pak Lardi, Mba Narti, Pak Khodirun, dan Mas Agus atas segala kebaikan
yang diterima Penulis selama menajalani skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran
dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan kedepannya. Akhirnya hanya kepada Allah kita kembalikan
segalanya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, semoga

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


Allah meridhoi dan mencatat sebagai amal ibadah disisi-Nya, Aamiin.

Depok, 6 Juli 2015


Adhani Rahmi

vi

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015
ABSTRAK

Nama : Adhani Rahmi


Program Studi : Hukum Bisnis
Judul : Analisis Yuridis Kedudukan Kreditor Konkuren dan Kreditor
Separatis dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) (Studi Kasus: PT. Benangsari Indahtexindo)
Skripsi ini membahas mengenai kedudukan antara kreditor konkuren dan kreditor
separatis selama menjalankan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU). Dalam lembaga PKPU, kedudukan antara kreditor adalah sama. Undang-
undang secara implisit telah memberikan perlindungan kepada kreditor konkuren
sebagai pihak yang memiliki kedudukan yang lemah. Namun dalam prakteknya
masih sering ditemukan kecondongan atau dominasi dari kreditor lainnya,
khususnya kreditor separatis. Ketimpangan antara kedua kreditor tersebut juga
terjadi dalam kasus PKPU PT. Benangsari Indahtexindo. Asas Keseimbangan
yang terdapat dalam hukum kepailitan menjadi patokan utama dalam menentukan
proses PKPU, karena dengan asas tersebut maka dapat dicapai hasil akhir yang
adil.

Kata kunci:
pkpu, kreditor, kedudukan

ii

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


ABSTRACT

Name : Adhani Rahmi


Study Program : Business Law
Title : Juridicial Analysis the Standing of Unsecured Creditor and
Secured Creditor in Suspension of Payment (Case Study: PT.
Benangsari Indahtexindo)
This paper discusses the standing of the unsecured creditor and secured creditor
throughout the process of Suspension of Payment. In Suspension of Payment
foundation, the standings between all the creditors are same. The law implicitly
has been giving protection for the unsecured creditor, as the party which has a
weak position. But in practice there are still tendency or dominance of other
creditor, especially the secured creditor. Disparities between the two of the
creditor also happened in Suspension of Payment of PT. Benangsari
Indahtexindo. The principle of balance that was found in bankruptcy law is the
first criterion in determining the process of the Suspension of Payment, because of
this principle, it can achieved the fair result.

Key words:
suspension of payment, creditor, standing

iii

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. I
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................................... II
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................................... III
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. IV
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS .................................................................................................. VII
ABSTRAK ...................................................................................................................................... II
ABSTRACT ................................................................................................................................... III
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. IV
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ VI
DAFTAR TABEL........................................................................................................................ VII
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH ....................................................................1
1.2. POKOK PERMASALAHAN....................................................................6
1.3. TUJUAN PENELITIAN ...........................................................................6
1.3.1. Tujuan Umum ....................................................................................6
1.3.2. Tujuan Khusus ...................................................................................7
1.4. KERANGKA KONSEP .................... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
1.5. METODE PENELITIAN ..........................................................................8
1.6. KEGUNAAN TEORITIS DAN PRAKTIS .............................................10
1.7. SISTEMATIKA PENULISAN ...............................................................10
BAB 2 TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEDUDUKAN KREDITOR
DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) .12
2.1. DASAR HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)12
2.3.1. Utang yang didasarkan oleh Perjanjian Kredit.................................14
2.2. PENGERTIAN DAN PEMBAGIAN JENIS KREDITOR ......................................19
2.3. PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DI INDONESIA .25
2.3.1. Pengertian dan Pengaturan ...............................................................25
2.3.2. Sejarah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam
Hukum Kepailitan ...........................................................................................28
2.3.3. Syarat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) .............34
2.3.4. Jenis Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ...............35
2.3.5. Pihak-Pihak dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) ..........................................................................................................36
2.3.6. Proses Beracara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
di Indonesia .....................................................................................................39
2.3.7. Penghitungan Hak Suara Kreditor dalam Proses Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) .........................................................47
2.4. AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)48
2.5. KEDUDUKAN KREDITOR KONKUREN DAN KREDITOR SEPARATIS DALAM
PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) ..................................52

iv

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


BAB 3 PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG PT.
BENANGSARI INDAHTEXINDO (PUTUSAN PENGADILAN NIAGA
PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR :
67/PKPU/2013/PN.NIAGA.JKT.PST.) ..............................................................60
3.1. UTANG PT. BENANGSARI INDAHTEXINDO DENGAN PT. BANK MANDIRI,
TBK .................................................................................................................70
3.2. RENCANA PERSETUJUAN PERDAMAIAN OLEH KREDITOR SEPARATIS (PT.
BANK MANDIRI, TBK) .........................................................................................73
BAB 4 ANALISIS YURIDIS PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN
UTANG (PKPU) PT. BENANGSARI INDAHTEXINDO ...............................85
4.1. KEDUDUKAN PT. BANK MANDIRI, TBK SEBAGAI KREDITOR KONKUREN 87
4.2. PERAN KREDITOR KONKUREN YANG PASIF ..............................................96
4.3. PENANGGUHAN TERHADAP KREDITOR SEPARATIS .................................102
4.3.1 Penangguhan Pembayaran Sebagian Utang kepada Kreditor Separatis103
4.3.2 Penangguhan Hak Eksekusi atas Jaminan .........................................105
BAB 5 PENUTUP...............................................................................................109
5.1 KESIMPULAN ..........................................................................................109
5.2 SARAN ....................................................................................................110
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................112
LAMPIRAN

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005


tentang Penghitungan Jumlah Hak Suara Kreditor
Lampiran 2. Verbatim Wawancara #1, Wawancara #2, dan Wawancara #3

vi

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tiga Tipe Pendekatan Bankruptcy atau Kepailitan

Tabel 3.1 Daftar Tagihan Kreditor dalam PKPU PT. Benangsari Indahtexindo

Tabel 4.1 Daftar Tagihan PT. Bank Mandiri, Tbk

Tabel 4.2 Jumlah Hak Suara PT. Bank Mandiri, Tbk

Tabel 4.3 Penolakan Rencana Perdamaian oleh PT. Bank Mandiri, Tbk
berdasarkan Pemungutan Suara (Voting)

vii

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang memberikan peranan penting
dalam perekonomian suatu negara, bahkan menjadi pilar utama pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan nasional. Bagi pengusaha itu sendiri, kegiatan usaha
mempunyai tujuan untuk mencari keuntungan. Namun dalam perkembangan
dunia usaha yang cepat sekarang ini, seringkali ditemukan beberapa permasalahan
terkait dengan kegiatan menjalankan usaha dari masing-masing bidang usaha.
Permasalahan yang timbul tidaklah sedikit, termasuk masalah keuangan. Banyak
perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan sehingga memaksa mereka untuk
melakukan pinjaman, dimana pinjaman ini seringkali tidak dapat dipenuhi karena
satu dan lain hal. Akibatnya, banyak perusahaan yang menempuh berbagai cara
untuk mempertahankan perusahaannya, dan salah satunya adalah dengan lembaga
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
PKPU memiliki hubungan yang erat dengan Kepailitan. Namun pada
dasarnya, kedua lembaga tersebut memiliki arti yang berbeda. Menurut Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU), kepailitan memiliki
definisi sebagai berikut:1
“Sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan
dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”

Sedangkan UUK-PKPU memberikan definisi dari PKPU secara implisit dalam


pasal 222, yang mengatur hal berikut:2

“Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan

1
Indonesia (1), Undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN No. 4443, ps. 1 angka 1.
2
Indonesia (1), loc. cit., ps. 222 ayat (2).
1

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


2

dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh


waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban
pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau
sebagian utang kepada Kreditor.”

Apabila melihat definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa yang membedakan


diantara keduanya adalah dalam PKPU ditujukkan agar terjalin perdamaian
diantara debitor dengan para kreditor. Sedangkan dalam Kepailitan, debitor
menjadi tidak cakap atas harta kekayaanya dan dibuka kemungkinan dilakukannya
likuidasi atas aset milik debitor.
PKPU dijadikan sebagai suatu alternatif bagi perusahaan yang tidak
sanggup memenuhi utang-utangnya. Dengan PKPU, perusahaan sebagai debitor
yang terlilit utang diberikan kesempatan untuk melakukan pelunasan utang-utang
tanpa harus melikuidasi aset perusahaan. Sarana yang memberikan waktu kepada
debitor untuk menunda pelaksanaan pembayaran utang, seperti ini akan membuka
harapan yang besar bagi debitor untuk dapat melunasi utang-utangnya.3
Seperti dijelaskan sebelumnya, PKPU merupakan lembaga alternatif yang
memberikan manfaat kepada para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian
utang-piutang, dimana pihak debitor diberikan kesempatan terakhir untuk
melakukan negosiasi untuk merestrukturisasi utang-utangnya. Berdasarkan data
penelitian R. Anton Suyatno baik ditinjau dari segi teoritis maupun empiris,
PKPU mempunyai manfaat antara lain sebagai berikut:4

1. Manfaat Waktu
2. Manfaat Ekonomi
3. Manfaat Yuridis

Berdasarkan data penelitian terhadap perkara permohonan kepailitan yang


dimohonkan PKPU membawa dampak positif bagi debitor dan para kreditornya.5

3
Robintan Sulaiman dan Joko Prabowo, Lebih Jauh tentang Kepailitan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1998, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita
Harapan, 2000), hlm. 32-33.
4
R. Anton Suyatno, Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayran Utang Sebagai Upaya
Mencegah Kepailitan, edisi pertama, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012).

5
Ibid., hlm. 66.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


3

Restrukturisasi utang merupakan salah satu cara yang terdapat dalam PKPU
melalui lembaga perdamaian, yang diadakan oleh masing-masing pihak untuk
menentukan tata cara, waktu dan jumlah utang yang harus dibayar. Menurut R.
Anton Suyatno, pengabulan PKPU tetap dan tercapainya perdamaian dapat
menghindari perusahaan dari kepailitan. Keadaan seperti ini secara ekonomi akan
sangat menguntungkan, antara lain:6

a. Debitor melanjutkan usahanya;


b. Tidak terjadinya pemutusan hubungan kerja;
c. Tidak terganggunya rantai usaha, seperti pemasok (supplier) dan
pelanggan.
d. Kreditor akan dapat dibayar seluruh utang-utangnya oleh debitor.

Oleh karena keuntungan yang disebutkan diatas, para debitor yang masih
memiliki harapan untuk melunasi utang-utangnya, seringkali memilih untuk
menempuh lembaga PKPU terlebih dahulu. Atau dengan kata lain, PKPU
merupakan jalan terakhir sebelum dijalaninya proses kepailitan, yang pada
umumnya dihindari oleh pihak debitor.
Dalam proses PKPU, perdamaian menjadi tolak ukur dalam penyelesaian
utang-utang debitor kepada para kreditor, serta menjadi penentu apakah debitor
tersebut akan menyelesaikan utangnya melalui PKPU atau dengan dipailitkan.
Walaupun tingkat keberhasilan PKPU masih tergolong rendah, tetapi PKPU
merupakan sarana yang pada umumnya ditempuh oleh para debitor sebagai
pertahanan terakhir. Baik diajukan secara sendiri berdasarkan inisiatif debitor
(voluntary petition), maupun permohonan yang diajukan oleh kreditor
(involuntarily petition). Dimana esensi dari pengajuan PKPU oleh kreditor ini
adalah suatu upaya agar debitor memberikan proposal perdamaian.
Hubungan yang sangat erat antara debitor dengan para kreditor sangat
terlihat jelas dalam proses PKPU. Hal ini dikarenakan, dalam proses perdamaian
tersebut dibutuhkan kesepakatan diantara para kreditor atas proposal perdamaian
yang diajukan oleh debitor. Oleh karena itu, kedudukan diantara kreditor menjadi

6
Ibid., hlm. 56.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


4

suatu hal yang penting dan perlu ditinjau lebih mendalam.


Pada dasarnya, kedudukan debitor dalam PKPU terlihat lebih dominan
dibandingkan dengan para kreditornya. Hal tersebut dapat terlihat dari
perancangan isi proposal perdamaian yang ditentukan secara sepihak oleh debitor.
Dimana sebaliknya, para kreditor hanya memberikan persetujuan mereka terkait
proposal tersebut. Adanya dominasi debitor disini, dikarenakan debitor
merupakan pihak yang dianggap mengerti keadaan keuangannya dan mengetahui
sejauh mana debitor dapat memenuhi pelunasan utang-utangnya serta dalam
jangka waktu berapa lama pelunasan tersebut dapat diselesaikan.
Dalam perjalanan perkembangan PKPU, terdapat beberapa kendala yang
seringkali menimbulkan pertanyaan. Salah satu permasalahan yang patut ditinjau
lebih dalam adalah mengenai kedudukan di antara para kreditor tersebut. Hal ini
menjadi pusat perhatian penulis, karena penulis menemukan fakta yang tidak
lazim dan belum dibahas secara lebih lanjut terkait kedudukan antara satu kreditor
dengan kreditor lainnya, khususnya antara kreditor konkuren dan kreditor
separatis dalam proses PKPU. Karena pada dasarnya, tujuan dari PKPU itu sendiri
adalah untuk memenuhi pelunasan piutang para kreditor. Oleh karena itu,
kedudukan kreditor itu sendiri merupakan salah satu tolak ukur pelunasan utang-
utang tersebut, termasuk dalam pengambilan suara (voting) dalam persetujuan
perdamaian. Dengan kata lain, terjalin hubungan antara kedudukan kreditor
dengan pengambilan putusan dalam perdamaian antara debitor dan kreditor. Maka
dari itu, perdamaian merupakan salah satu faktor penentu dalam efektivitas proses
PKPU.
Kedudukan antara kreditor tersebut didasarkan karena adanya perbedaan
dalam mengemban hak yang dimiliki masing-masing kreditor. Kreditor separatis
adalah kreditor yang memegang jaminan kebendaan seperti fidusia, gadai, hak
tanggungan, dan sebagainya. Sedangkan kreditor konkuren adalah kreditor yang
tidak memegang jaminan kebendaan dan tidak memiliki hak istimewa (atau tidak
termasuk dalam kreditor preferen).
Dalam PKPU, golongan kreditor yang terakhir ini perlu diperhatikan hak-
hak yang melekat pada masing-masing kreditor dan bagaimana prosedur
pelaksanaannya. Agar penentuan persetujuan atas proposal perdamaian dapat

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


5

dicapai dengan kesepakatan bersama secara adil dan seimbang. Namun seringkali
ditemukan pertentangan persetujuan terhadap proposal perdamaian, akibat adanya
posisi kreditor separatis yang dominan. Untuk itu perlu diberi penjelasan secara
hukum, terkait kedudukan antara kreditor konkuren dan kreditor separatis.
Hal ini kemudian menuntun Penulis pada kasus PKPU yang diajukan oleh
PT. Benangsari Indahtexindo sebagai debitor, dan para kreditor yang terdiri dari
Bank Mandiri, Tbk, Dwi Makmur, PT.Conitex Sonoco, PT. Karya Mulya
Teknikindo, PT. Pimurho, Surya Jaya PD, PD. Hasil Lestari, PD. Samudra
Indonesia, Tanjung Anom Sejati, dan Indosehat. Para pihak menjalani proses
PKPU yang diawali dengan adanya permohonan pengajuan PKPU oleh debitor
(voluntarily petition) pada bulan Oktober 2013, dan sampai dengan pernyataan
pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal
18 Juli 2014.
Putusan pailit yang dijatuhkan oleh karena tidak tercapainya perdamaian
antara debitor dan kreditor. Proposal perdamaian yang diajukan debitor
sebenarnya telah mendapatkan persetujuan dari mayoritas kreditor konkuren.
Namun terjadi kendala dengan PT. Bank Mandiri, Tbk yang berkedudukan
sebagai kreditor separatis dan kreditor konkuren yang tidak menyetujui proposal
perdamaian tersebut. Alasan utama pihak PT. Bank Mandiri, Tbk tidak
menyetujui proposal perdamaian adalah dikarenakan PT. Bank Mandiri, Tbk tidak
sepakat terkait waktu penyerahan barang jaminan. Dimana PT. Bank Mandiri,
Tbk menginginkan PT. Benangsari Indahtexindo untuk menyerahkan jaminan
setelah adanya homologasi (pengesahan oleh Hakim).7 Sedangkan PT. Benangsari
Indahtexindo merencanakan untuk melakukan penyerahan jaminan dalam kurun
waktu 3 (tiga) tahun kemudian.
Berdasarkan hal tersebut, Tim Pengurus melakukan pemungutan suara
(voting) antara kreditor konkuren dan kreditor separatis dalam menentukkan
persetujuan proposal rencana perdamaian. Hasil pemungutan suara menunjukkan
bahwa perdamaian ditolak, berdasarkan suara dari satu kreditor PT. Bank
Mandiri, Tbk yang memegang suara mayoritas kreditor separatis dan kreditor

7
Wuwun Nafsiah, Perdamaian Benangsari dan Mandiri belum terjalin,
http://nasional.kontan.co.id/news/perdamaian-benangsari-dan-mandiri-belum-terjalin, diunduh
pada 23 April 2015, jam 17.45 WIB.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


6

konkuren. Dengan demikian, akhirnya debitor dinyatakan pailit oleh Pengadilan


Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dari kasus tersebut, dapat terlihat adanya dominasi dari PT. Bank Mandiri,
Tbk sebagai kreditor yang memiliki kedudukan rangkap. Sehingga terjadi
ketimpangan selama melaksanakan proses PKPU, khususnya dalam proses
pemungutan suara untuk menentukan persetujuan perdamaian. Dimana
seharusnya kedudukan antara kreditor konkuren dan kreditor separatis adalah
sama, serta harus diperlakukan secara seimbang. Oleh karena itu, kedudukan dari
kreditor konkuren dan kreditor separatis perlu diperjelas dan ditinjau lebih dalam.
Dari latar belakang di atas maka Penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul:
“ANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN KREDITOR KONKUREN DAN
KREDITOR SEPARATIS DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG (PKPU) (STUDI KASUS: PT. BENANGSARI
INDAHTEXINDO)”

1.2. POKOK PERMASALAHAN


Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik
beberapa perumusan masalah yang akan menjadi pembatasan dari penelitian ini,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hak kreditor konkuren dalam proses Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)?
2. Bagaimanakah kedudukan kreditor konkuren dan kreditor separatis
dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)?
3. Apakah kedudukan kreditor konkuren dan kreditor separatis dalam
kasus PT. Benangsari Indahtexindo sesuai dengan pengaturan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia?

1.3. TUJUAN PENELITIAN


1.3.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
kedudukan kreditor konkuren dalam proses Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) yang terjadi pada kasus PT. Benangsari

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


7

Indahtexindo, dan mengetahui perkembangan perlindungan hukum


yang sudah diterapkan bagi hak kreditor konkuren dalam kasus
tersebut.
1.3.2. Tujuan Khusus
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:
1) Untuk mengetahui apa saja hak kreditor konkuren selama proses
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
2) Untuk mengetahui kedudukan kreditor konkuren dan kreditor
separatis dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU).
3) Untuk mengetahui kedudukan serta pemenuhan hak para kreditor
dalam kasus PT. Benangsari Indahtexindo telah sesuai dengan
pengaturan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di
Indonesia.

1.4. DEFINISI OPERASIONAL


Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan istilah-istilah sebagai
berikut:
1. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU adalah suatu
masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga
di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor
diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran
seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk
merestrukturisasi utangnya tersebut.8
2. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.9
3. Kreditor Konkuren adalah kreditor yang tidak termasuk dalam Kreditor
Separatis dan Kreditor Preferen.
4. Kreditor Separatis adalah kreditor pemegang jaminan kebendaan (gadai,

8
Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2010), hlm. 177.
9
Indonesia (1), loc. cit., ps. 1 angka 2.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


8

fidusia, hak tanggungan, dsb).


5. Kreditor Preferen adalah kreditor yang mempunyai hak
mendahului karena sifat piutangnya oleh undang-undang diberi
kedudukan istimewa.
6. PT. Benangsari Indahtexindo adalah badan hukum indonesia yang
berbentuk Perseroan Terbatas (PT), yang menjalankan kegiatan usaha
dalam industri tekstil.

1.5. METODE PENELITIAN


Bentuk penelitian yang akan dipakai oleh penulis adalah menggunakan
bentuk penelitian yuridis normatif10, yakni penelitian yang dilakukan terhadap
hukum positif tertulis. Alasan penggunaan penelitian hukum normatif ialah
penelitian ini mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dan norma-norma yang berlaku dan mengikat masyarakat
serta beberapa teori-teori pendukung lainnya.
Tipologi penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini dari sudut
sifatnya ialah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara
tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk
menentukan frekuensi suatu gejala11, dimana penelitian ini memaparkan mengenai
penerapan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU).
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data
sekunder yakni melalui studi dokumen, yaitu mencari dan mengumpulkan data
berdasarkan data yang tertulis seperti buku-buku, peraturan-peraturan, dokumen-
dokumen resmi, hasil-hasil penelitian yang berbentuk laporan, dan seterusnya.12
Penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa narasumber, untuk
memperkuat analisis dan bukan sebagai data utama dalam penyusunan skripsi.

10
Sri Mamudji et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 9-10.
11
Ibid., hlm. 4.
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press),1986. hlm. 52.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


9

Selain itu, Penulis dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum


penelitian berupa:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,13
yang dalam penelitian ini berupa peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan masalah hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang di Indonesia, antara lain UU No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan
PP No. 10 Tahun 2005 tentang Penghitungan Jumlah Hak Suara
Kreditor.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer.14 Bahan hukum sekunder tersebut antara lain
rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari
kalangan hukum, dan seterusnya.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
dokumen atau bahan pustaka, yaitu mencari dan mengumpulkan data berdasarkan
data yang tertulis seperti buku, peraturan-peraturan, dan sebagainya. Studi
dokumen atau bahan pustaka berfungsi untuk memberikan fakta-fakta yang secara
tidak langsung memberikan suatu pemahaman atas permasalahan yang sedang
kita teliti.15
Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif16, sebagai
hasil pengumpulan data melalui data sekunder, yaitu studi terhadap dokumen
sehingga hasil dari analisa tersebut dapat ditarik kesimpulan yang dikaitkan
dengan teori-teori, konsep yang mempunya relevansi untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah. Tujuannya ialah untuk
menggambarkan suatu gejala atau permasalahan yang terjadi berkaitan dengan
kedudukan kreditor konkuren dan kreditor separatis dalam Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU). Berdasarkan tujuannya maka penelitian ini

13
Ibid.
14
Ibid.
15
Ibid. hlm. 66.
16
Ibid., hlm. 69.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


10

merupakan penelitian pencarian atau penemuan fakta yaitu suatu penelitian yang
bertujuan untuk menemukan fakta-fakta dalam permasalahan yang dihadapi oleh
para kreditor selama menjalani proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU). Serta mencari seberapa jauh pemenuhan hak kreditor konkuren dalam
menjalani proses PKPU, khususnya dalam penentuan perdamaian.

1.6. KEGUNAAN TEORITIS DAN PRAKTIS


Penelitian diharapkan dapat bermanfaat, baik dari segi teoritis maupun
praktis:
1. Secara teoritis: diharapkan dapat memberikan acuan dalam kajian
hukum mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU),
khususnya terkait dengan kedudukan kreditor konkuren dan kreditor
separatis.
2. Secara praktis: dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa yang
menempuh studi ilmu hukum dan masyarakat, mengenai hak dari para
kreditor selama menjalani proses Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU). Dan diharapkan, baik mahasiswa bersangkutan dan
masyarakat kedepannya mengetahui secara lebih mendalam, terkait
kedudukan kreditor apabila nantinya dihadapkan dengan kondisi yang
serupa. Serta memberikan pengertiannya dengan melakukan studi
kasus, sehingga dapat memudahkan penggambaran (ilustrasi) kepada
setiap pembaca.

1.7. SISTEMATIKA PENULISAN


1. BAB I: Bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang, pokok
permasalahan, tujuan penelitian, kerangka konsep, metode penelitian,
kegunaan teoritis dan praktis, dan sistematika penulisan.
2. BAB II: Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai pengertian tinjauan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) secara yuridis, serta
kedudukan kreditor konkuren dan kreditor separatis dalam proses
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
3. BAB III: Dalam bab ini akan dijelaskan secara rinci mengenai kasus
posisi Penundaan Kewajiban Pemabayaran Utang (PKPU) PT.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


11

Benangsari Indahtexindo, mulai dari permohonan pengajuan sampai


dengan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat.
4. BAB IV: Bab ini akan membahas mengenai analisis data dan penerapan
peraturan terkait atas kedudukan kreditor konkuren dan kreditor
separatis pada proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) PT. Benangsari Indahtexindo. Dalam bab ini akan dijabarkan
keadaan kedudukan PT. Bank Mandiri, Tbk dengan kreditor konkuren
lainnya, serta penerapan undang-undang terhadap masalah tersebut.
5. BAB V: Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan secara
umum atas permasalahan yang dibahas mengenai pentingnya
pengaturan dalam bidang hukum yang mengatur secara tegas mengenai
kedudukan kreditor konkuren dan kreditor separatis dalam kaitannya
dengan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


BAB 2
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEDUDUKAN KREDITOR DALAM
PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

2.1. Dasar Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)


Dalam menjalani kehidupan, setiap manusia membutuhkan uang atau dana
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Baik orang-perorangan (natural person)
maupun badan hukum (legal entity) memiliki kebutuhan akan uang atau dana
untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk dalam kegiatan perdagangan atau
bisnis. Namun adakalanya, pihak-pihak tersebut tidak memiliki uang yang cukup
untuk membiayai kebutuhan atau keperluan tersebut. Oleh karena itu, dibuka cara
baru untuk mengatasi kekurangan yang dialami dengan meminjam sejumlah uang
dari pihak lain. Pinjaman uang ini menjadi sumber dana untuk menutupi
kekurangan dana, atau yang biasa disebut dengan utang.
Pada dasarnya, utang merupakan suatu kewajiban untuk membayarkan
kembali sejumlah uang kepada si pemberi pinjaman. Pengertian ini merupakan
pengertian utang dalam arti sempit. Atau dengan kata lain, utang dalam arti sempit
adalah utang yang timbul dari perjanjian utang-piutang saja, dimana utang
tersebut terbatas hanya dalam bentuk uang. Sedangkan, yang dimaksud dengan
utang dalam arti luas adalah segala kewajiban debitor yang harus dipenuhi oleh
kreditornya.17 Dalam arti luas tersebut, utang merupakan seluruh kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang yang ada dalam suatu perikatan, baik yang timbul
karena undang-undang maupun perjanjian.
Adanya perbedaan pemahaman mengenai utang tersebut, telah
menimbulkan kerancuan dalam menafsirkan istilah utang itu sendiri. Akhirnya
pengertian tersebut diberikan pengertian yang lebih jelas dalam Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (UUK-PKPU). Menurut Pasal 1 angka 6 UUK-PKPU, yang dimaksud
dengan utang adalah:18

17
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan, cet. 4, (Jakarta: Grafiti, 2010), hlm. 73.
18
Indonesia (1), loc. cit., ps. 1 angka 6.
12

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


13

“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan


dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata
uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di
kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau
undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak
dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”
Melihat aturan yang tercantum pada pasal diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa utang yang dimaksud dalam UUK-PKPU adalah utang dalam arti luas.
Maka dari itu, setiap kewajiban yang harus dipenuhi oleh kreditor yang dapat
dinilai dengan uang, digolongkan sebagai utang.
Pinjaman menjadi salah satu cara mengatasi kekurangan dana oleh
masyarakat, dan memiliki berbagai macam bentuknya. Pada dasarnya, jenis-jenis
pinjaman yang diperoleh debitor dari kreditor dapat berupa:19

a) Kredit dari bank, kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari
orang-perorangan (pribadi) berdasarkan perjanjian kredit, atau perjanjian
meminjam uang.
b) Surat-surat utang jangka pendek (sampai dengan satu tahun), seperti
misalnya commercial paper yang pada umumnya berjangka waktu tidak
lebih dari 270 hari.
c) Surat-surat utang jangka menengah (lebih dari satu tahun sampai dengan
3 tahun).
d) Surat-surat utang jangka panjang (di atas tiga tahun), antara lain berupa
obligasi yang dijual melalui pasar modal atau dijual melalui direct
placement.

Pihak yang memiliki kekurangan uang atau pihak yang memperoleh


pinjaman (baik orang-perorangan maupun badan hukum) disebut sebagai Debitor,
sedangkan pihak yang memberikan pinjaman tersebut disebut sebagai Kreditor.
Pinjaman yang diberikan oleh kreditor disebut dengan kredit (credit), yang
berasal dari kata credere yang diartikan sebagai suatu kepercayaan atau trust.
Pemberian kredit atau pinjaman-pinjaman tersebut dilakukan berdasarkan Prinsip

19
Ibid., hlm. 3.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


14

Kepercayaan (Fiduciary Relation Principle), dimana kreditor percaya bahwa


debitor akan mengembalikan pinjaman sesuai dengan jumlah yang ditentukan dan
tepat pada waktunya. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, faktor pertama yang
menjadi pertimbangan bagi kreditor adalah kemauan (willingness) dari debitor
untuk mengembalikan uangnya itu.20 Melihat adanya kemauan, kreditor kemudian
memberikan kepercayaannya terhadap debitor.

2.1.1. Utang yang didasarkan oleh Perjanjian Kredit

Dasar hukum mengenai perjanjian terdapat dalam Buku III Kitab


Undang-Undang Hukum Perdata atau KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek).
Pasal 1313 mengatur mengenai pengertian dari perjanjian, yaitu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih.21 Peristiwa ini kemudian memunculkan suatu hubungan
hukum yang disebut dengan perikatan, yang mengandung hak dan kewajiban
yang diemban oleh masing-masing pihak yang terlibat didalamnya. Untuk
melakukan suatu perjanjian tersebut, maka harus dipenuhi syarat-syarat
sahnya perjanjian, yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata (syarat
subyektif dan syarat objektif). Syarat sahnya perjanjian menurut KUH
Perdata adalah sebagai berikut:22

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;


2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.

Apabila telah memenuhi syarat-syarat tersebut, maka perjanjian telah sah


dibuat oleh para pihak dan berlakulah Asas Pacta Sun Servanda. Dimana,
semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

20
Ibid.
21
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R.
Subekti dan R.Tjitrosudibio, cet. 34, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2004), ps. 1313.
22
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc.cit., ps. 1320.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


15

mereka yang membuatnya.23 Ketentuan mengenai perjanjian tersebut,


menjadi dasar dalam melakukan perjanjian kredit, termasuk perjanjian kredit
antara bank dengan nasabahnya.
Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan (UU Perbankan), yang dimaksud dengan kredit adalah:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat


dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

Melihat pengertian diatas, maka dapat terlihat bahwa kredit yang dilakukan
antara Bank/Kreditor dengan Nasabah/Debitor (orang-perorangan atau
perusahaan) didasarkan dengan perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana
diatur dalam Bab XIII KUH Perdata. Pengaturan ini juga selaras dengan
pendapat Prof. Subekti, dimana beliau menyatakan bahwa semua pemberian
kredit pada hakekatnya merupakan perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana
diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan 1769 KUH Perdata.24
Pada dasarnya, para pihak diberi kebebasan untuk menentukan isi dari
perjanjian selama tidak bertentangan dengan undang-undang, kepatutan,
ketertiban umum, dan kesusilaan (Asas Kebebasan Berkontrak), selama telah
disepakati oleh masing-masing pihak yang terlibat didalamnya. Tetapi karena
pihak bank mengemban resiko tinggi dalam melakukan perikatan tersebut,
maka pihak bank dituntut untuk lebih berhati-hati dalam memberikan kredit
kepada nasabah. Sebagaimana penerapan Prinsip Kehati-hatian (Prudential
Principle) dalam dunia perbankan. Salah satunya adalah dengan menerapkan
konsep yang terdapat dalam The Five C‟s Principle selama menjalankan
kegiatan pemberian kredit, yaitu Character (Watak), Collateral (Jaminan) ,
Capital (Modal), Capacity (Kemampuan), dan Condition of Economy

23
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc.cit., ps. 1338 ayat (1).
24
Subekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, cet. ke-5,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 3.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


16

(Kondisi Ekonomi). Dimana prinsip-prinsip tersebut tercermin dalam isi


perjanjian kredit antara bank dengan nasabah.
Isi dari perjanjian kredit memiliki variasi yang sangat banyak, namun
pada umumnya terdapat klausul-klausul yang dianggap penting untuk
dicantumkan dalam perjanjian kredit. Menurut Ch. Gatot Wardoyo
sebagaimana dikutip dalam Skripsi Melissa Yanuar (“Tinjauan Yuridis
Akibat Hukum Kepailitan Suami/Istri Terhadap Perjanjian Kredit Bank”,
2011), beberapa klausul yang selalu dan perlu dicantumkan dalam setiap
perjanjian kredit, yaitu:25
1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali (predisbursement
clause). Klausul ini menyangkut pembayaran provisi, premi
asuransi kredit, penyerahan barang jaminan dan dokumennya,
pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut serta
pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi
kredit.
2. Klausul mengenai maksimum kredit (amount clause). Klausul ini
merupakan objek dari perjanjian kredit sehingga perubahan
kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekuensi
diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru.
3. Klausul mengenai jangka waktu kredit. Klausul ini menyangkut
tentang jangka waktu berlakunya kredit yang disepakati oleh
kedua belah pihak yang biasanya ditentukan oleh bank.
4. Klausul mengenai bunga pinjaman (interest clause). Klausul ini
mengatur tentang bunga dari pinjaman kredit bank yang harus
dibayarkan setiap bulannya oleh Debitor kredit kepada bank.
5. Klausul mengenai barang agunan. Klausul ini membahas
mengenai barang-barang/benda-benda apa saja yang dapat
dijadikan agunan. Biasanya jumlah agunan harus jauh lebih besar
dari jumlah kredit yang diminta oleh Debitor. Hal ini dilakukan
untuk menjamin bank apabila terjadinya penurunan harga barang

25
HR Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti,2005) hlm. 193-196.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


17

agunan.
6. Klausul asuransi (insurance clause). Klausul ini memberikan
perlindungan terhadap barang agunan yang dijadikan jaminan
oleh Debitor. Segala kerusakan dan kelalaian merupakan
tanggung jawab si Debitor.
7. Klausul mengenai tindakan yang dilarang oleh bank (negative
clause).
8. Trigger clause atau Opeisbaar Clause. Klausul ini mengatur hak
bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun
jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir. Klausul
ini memuat hal-hal mengenai hilangnya kewenangan bertindak
atau kehilangan hak bagi Debitor untuk mengatur harta
kekayaannya, barang jaminan serta kelalaian Debitor untuk
memenuhi ketentuan-ketentuan dalam perjanjian
kredit/pengakuan utang, sehingga Debitor harus membayar secara
seketika dan sekaligus lunas.
9. Klausul mengenai denda (penalty clause). Klausul ini berisi
tentang jumlah denda yang wajib dibayarkan oleh si Debitor
apabila terjadi keterlambatan pembayaran bunga kredit setiap
bulannya.
10. Expence Clause. Klausul ini mengatur mengenai beban biaya dan
ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang
biasanya dibebankan kepada Debitor antara lain biaya pengikatan
jaminan, pembuatan akta dan penagihan kredit.
11. Debet Authorization Clause. Klausul ini berisi pendebetan
rekening pinjaman Debitor haruslah dengan seizin Debitor.
Bahwa yang mempunyai hak untuk mendebet adalah Debitor
sendiri atau yang telah diberi kuasa oleh Debitor yang melalui
persetujuan dari bank dengan memakai lampiran surat kuasa.
12. Representation and Warranties. Klausul ini berisi pernyataan-
pernyataan hal tertentu nasabah debitor mengenai fakta-fakta
yang menyangkut status hukum, keadaan keuangan, dan harta

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


18

kekayaan nasabah Debitor pada waktu kredit diberikan, yaitu


yang menjadi asumsi bagi bank dalam mengambil keputusan
untuk memberikan kredit tersebut.
13. Klausul Financial Cobenants. Klausul yang berisi janji-janji
nasabah Debitor untuk menyampaikan laporan keuangannya
kepada bank dan memelihara posisi keuangannya pada minimal
taraf tertentu.
14. Miscellaneous (Pasal-Pasal tambahan). Klausul ini berisi tentang
peraturan-peraturan tambahan yang berbeda di setiap bank-nya
yang merupakan salah satu syarat mengajukan kredit pada bank
tersebut.
15. Dispute Settlement (Alternative Dispute Resolution). Klausul ini
mengatur mengenai penyelesaian jika antara Kreditor dan Debitor
terjadi perselisihan. Bagaimana tindakan bank apabila Debitor
melakukan wanprestasi, dimana disebutkan bahwa barang
jaminan dikuasai oleh bank.
16. Pasal Penutup, memuat eksemplar perjanjian kredit yang memuat
pengaturan mengenai jumlah alat bukti, tanggal berlakunya serta
tanggal penandatanganan perjanjian kredit.
Klausul-klausul tersebut terdapat dalam perjanjian kredit dan merupakan
suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari perjanjian, dimana klausula-
klausula tersebut merupakan penjabaran isi dari perjanjian kredit itu sendiri
yang mengandung hak dan kewajiban yang wajib dipatuhi oleh masing-
masing pihak.
Khusus pengaturan mengenai bunga, juga diatur dalam KUH Perdata.
Dimana Pasal 1765 mengatur bahwa:26

“Untuk peminjaman uang atau barang yang habis dalam


pemakaian, diperbolehkan membuat syarat bahwa atas pinjaman
itu akan dibayar bunga.”

Pembebanan bunga dapat ditentukan oleh undang-undang, atau ditetapkan


26
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc. cit., ps. 1765.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


19

oleh perjanjian.27 Bunga yang ditetapkan dalam perjanjian merupakan bunga


yang sudah diperjanjikan terlebih dahulu sebelum dilakukannya peminjaman
uang tersebut. Dengan demikian, setiap pihak yang telah sepakat dengan
perjanjian kredit tersebut, secara hukum telah terikat juga dengan jumlah
besaran bunga yang ditentukan di dalamnya.28 Dimana setiap bunga yang
telah diperjanjikan tersebut wajib dibayar sampai pada waktu pengembalian
pinjaman pokok semuanya walaupun telah melampaui tenggang waktu yang
ditentukan dalam perjanjian. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1766 ayat (2)
KUH Perdata:29

“Pembayaran bunga yang tidak diperjanjikan tidak mewajibkan


debitur untuk membayar bunga terus, tetapi bunga yang
diperjanjikan wajib dibayar sampai pada saat pengembalian atau
penitipan (konsinyasi) uang pinjaman pokok semuanya
walaupun pengembalian atau penitipan uang pinjaman itu
dilakukan tatkala sudah lewat waktu pelunasan menurut
perjanjian.”

2.2. Pengertian dan Pembagian Jenis Kreditor


Secara umum, kreditor dapat diartikan sebagai pihak yang memiliki piutang,
atau pihak yang meminjamkan sejumlah uang kepada debitor. Menurut Pasal 1
angka 2 UUK-PKPU, kreditor diberikan definisi sebagai orang yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka
pengadilan.30 Dari pengertian tersebut maka piutang yang dapat diemban oleh
seorang kreditor menurut UUK-PKPU terbagi menjadi dua, yaitu yang timbul
karena adanya perjanjian, dan piutang yang diberikan karena undang-undang
mengaturnya sebagai piutang. Setiap orang yang dapat mengemban piutang
seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 diatas, maka dapat ditarik menjadi
kreditor dalam kepailitan maupun PKPU.
Untuk menentukan jenis kreditor maka perlu diketahui terlebih dahulu
mengenai Asas Jaminan yang terdapat dalam hukum kepailitan. Jaminan
27
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc. cit., ps. 1767.
28
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc. cit., ps. 1338 ayat (1).
29
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc. cit., ps. 1766 ayat (2).
30
Indonesia (1), loc. cit., ps. 1 angka 2.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


20

merupakan faktor penting dalam setiap pemberian kredit, hal tersebut ditujukkan
untuk memberi keyakinan kepada kreditor bahwa debitor akan mengembalikan
pinjamannya. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, ada dua asas penting mengenai
jaminan. Yaitu:31

1) Menentukan apabila debitor ternyata pada waktunya tidak melunasi


utangnya kepada kreditor karena suatu alasan tertentu, maka harta
kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun tidak bergerak , baik yang
telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi agunan atau
jaminan utangnya yang dapat dijual untuk menjadi sumber pelunasan
utang itu. Dengan demikian, setiap kreditor memiliki hak yang sama dan
tidak dibedakan dalam mendapatkan pembayaran piutang berdasarkan
harta kekayaan debitor tersebut. Pengertian persamaan hak diantara para
kreditor tersebut disebut sebagai Asas Paritas Creditorium. Sebagaimana
dituangkan dalam Pasal 1131 KUH Perdata, yang mengatur seperti
berikut:32

“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun


yang tak bergerak baik yang sudah ada maupun yang baru akan
ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan.”
Berdasarkan pasal tersebut maka dapat terlihat bahwa Pasal 1131 KUH
Perdata tidak hanya menentukan harta kekayaan debitor menjadi jaminan
bagi kewajiban pembayaran utang, tetapi menjadi jaminan juga bagi
kewajiban lain yang timbul akibat semua perikatan yang timbul karena
undang-undang maupun perjanjian.

2) Aturan main yang menentukan cara membagi aset debitor kepada para
kreditor, apabila ada penjualan aset debitor yang dijual untuk menutupi
utang-utangnya. Aturan tersebut tercantum dalam Pasal 1132 KUH

31
Sjahdeini, op. cit., hlm. 3-5.
32
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc. cit., ps. 1131.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


21

Perdata, sebagai berikut:33

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi


semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan
penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbanganya
itu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali
apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah
untuk didahulukan.”

Pasal 1132 KUH Perdata tersebut telah mengindikasikan bahwa setiap


kreditor memiliki kedudukan yang sama terhadap kreditor lainnya, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang karena memiliki alasan-alasan yang
sah untuk didahulukan daripada kreditor lainnya. Aturan main seperti ini
merupakan salah satu prinsip dalam hukum kepailitan, yang biasa disebut
dengan Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte.

Dalam hukum kepailitan, terdapat 3 (tiga) macam kreditor, yaitu kreditor


yang memiliki jaminan kebendaan (disebut kreditor separatis atau secured
creditors), kreditor-kreditor yang didahulukan dalam pembayaran piutang (disebut
kreditor preferen atau preferred creditors), dan kreditor yang tidak diberikan hak
untuk didahulukan (disebut kreditor konkuren atau unsecured creditors).
Pertama, kreditor yang memegang jaminan kebendaan atau disebut dengan
kreditor separatis. Istilah jaminan berasal dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid
atau cautie. Zakerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditor
menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung-jawaban umum
debitor terhadap barang-barangnya.34 Kreditor yang memiliki piutang yang
dijamin dengan hak jaminan tersebut diatur Pasal 1133 KUH Perdata, yang
menentukan bahwa:35
“Hak untuk didahulukan di antara Para Kreditor timbul karena Hak
Istimewa, gadai dan Hipotek. Perihal gadai dan hipotek diatur dalam
bab ke dua puluh dan ke dua puluh satu buku ini.”
33
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc. cit., ps. 1132.
34
Herowati Poesoko, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma
dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT), Cetakan II, (Yogyakarta: LaksBang PRESsindo, 2008),
hlm. 31.
35
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc. cit., ps. 1131.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


22

Selain yang disebutkan diatas, kreditor pemegang jaminan juga diatur dalam
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (“UUHT”) dan
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia (“UUJF”). Dalam hal ini,
kreditor separatis merupakan kreditor pemegang jaminan kebendaan, baik Gadai,
Hipotek, Hak Tanggungan, maupun Fidusia. Hukum jaminan mengenal istilah
kreditor separatis, dikatakan separatis yang berkonotasi "pemisahan" karena
kedudukan kreditor tersebut terpisahkan dari kreditor lainnya, dalam arti kreditor
dapat menjual sendiri dan mengambil sendiri dari hasil penjualan, yang terpisah
dengan harta pailit umumnya.36
Dalam hukum kepailitan, kreditor separatis diberikan kesempatan untuk
melakukan parate eksekusi (parate executie), dimana kreditor dapat melakukan
penjualan atas objek jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan37, untuk
dijadikan sebagai pelunasan utang si debitor. Sejalan dengan peraturan tersebut,
Setiawan juga mengemukakan pendapatnya mengenai hak separatis dalam
kepailitan:38

"Hak yang diberikan oleh hukum kepada kreditor pemegang hak


jaminan, bahwa barang jaminan (agunan) yang dibebani dengan hak
jaminan (hak agunan) tidak termasuk harta pailit.”

Tindakan parate eksekusi dilakukan bagi kreditor yang tidak ingin pelunasan
utangnya tercampur dalam bundel pailit, sehingga memutuskan untuk
mengeksekusi objek secara mandiri dan terpisah dari proses kepailitan. Parate
eksekusi memberikan hak kepada kreditor untuk menjual objek jaminan yang
dijaminkan oleh debitor. Parate eksekusi juga disinggung secara implisit oleh
Sastrawidjaja, dalam pendapatnya mengenai kreditor separatis:39

36
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Bina Ilmu
Surabaya, 1990), hlm. 99.
37
Indonesia (1), loc. cit., ps. 15 ayat (1).
38
Setiawan, Hak Tanggungan dan Masalah Eksekusinya, Varia Peradilan, (Majalah Hukum
Tahun XI Nomor 131, Agustus 1996), hlm. 145.
39
Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
(Bandung: Alumni, 2006), hlm. 127.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


23

“Kreditor Separatis adalah kreditor yang dapat melaksanakan haknya


seolah-olah tidak terjadi kepailitan, seperti pemegang gadai,
pemegang jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, dan agunan
kebendaan lainnya.”
Kreditor separatis yang tagihannya belum terbayar, dapat memasukkan
kekurangannya sebagai kreditor konkuren, apabila ditemukan bahwa hasil
jaminan tidak mencukupi. Namun terhadap parate eksekusi ini terdapat
pengecualiannya, yaitu adanya aturan mengenai penangguhan. Dimana selama
waktu penangguhan, kreditor separatis tidak dapat melakukan eksekusi terhadap
jaminannya tersebut. Penangguhan bagi kepailitan adalah selama 90 hari sejak
putusan pernyataan pailit diucapkan40, dan untuk proses PKPU adalah selama
PKPU berlangsung atau 270 hari sejak putusan PKPU Sementara ditetapkan.41
Seiring dengan perkembangan dalam bidang bisnis, maka muncul
kepentingan untuk membentuk pengaturan baru mengenai jaminan yang sesuai
dengan keadaan yang terjadi sekarang ini. Kegiatan usaha yang semakin
kompleks dan keadaan perekonomian negara yang berubah dari tahun ke tahun,
memberikan dampak yang sangat besar dalam dunia bisnis atau perdagangan.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah Indonesia akhirnya membentuk aturan-
aturan khusus baru terkait dengan jaminan kebendaan. Sehingga sekarang ini,
terdapat beberapa aturan yang telah dibentuk secara khusus untuk memberikan
kepastian dan perlindungan hukum bagi setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan
pinjam-meminjam. Dewasa kini, pengaturan mengenai jaminan kebendaan telah
diubah dan beberapa diantaranya telah diatur dalam undang-undang khusus.
Diantaranya adalah:

a. Gadai (Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata);


b. Fidusia (Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia);
c. Hak Tanggungan (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
Dengan Tanah);

40
Indonesia (1), loc. cit., ps. 56 ayat (1).
41
Indonesia (1), loc. cit., ps. 246.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


24

d. Hipotik Kapal (Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata);
e. Resi Gudang (Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem
Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2011).

Kedua, kreditor yang mempunyai hak mendahului karena sifat piutangnya


oleh undang-undang diberi hak istimewa atau privilege, seperti hak retensi dan
sebagainya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1134 KUH Perdata sebagai
berikut:42

“Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan


kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada
orang yang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat
piutangnya. Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi daripada hak
istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh Undang-Undang
ditentukan sebaliknya.”
Apabila tidak ditentukan bahwa suatu piutang merupakan hak istimewa yang
berkedudukan lebih tinggi daripada piutang yang dijamin dengan suatu hak
jaminan, maka kedudukan kreditor separatis lebih tinggi dibandingkan dengan
kreditor preferen. Tetapi apabila suatu hak istimewa harus dilakukan pelunasan
terlebih dahulu daripada kreditor pemegang hak jaminan, maka kedudukan
kreditor preferen tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kreditor separatis.
Kreditor preferen terdiri dari kreditor preferen khusus (Pasal 1139 KUH
Perdata) dan kreditor preferen umum (Pasal 1149 KUH Perdata). Pembagian
kedua jenis kreditor preferen tersebut, ditujukkan untuk membagi tingkatannya
sesuai yang diberikan undang-undang. Tingkatan ini dijadikan sebagai patokan
terhadap piutang mana yang lebih didahulukan pembayarannya.
Ketiga, kreditor konkuren. Yang merupakan kreditor yang tidak termasuk ke
dalam golongan kreditor separatis maupun kreditor preferen. Perlindungan hukum
bagi kreditor konkuren terdapat dalam Pasal 1131 jo. 1132 KUH Perdata. Pasal
1131 KUH Perdata memberikan makna bahwa harta kekayaan debitor merupakan
jaminan atas seluruh utang-utangnya. Lingkup harta kekayaan disini tidak
dibatasi, sehingga seluruh harta kekayaan debitor dapat dijadikan sebagai

42
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc. cit., ps. 1134.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


25

pelunasan, sampai utang-utang debitor lunas.


Sedangkan Pasal 1132 KUH Perdata menjelaskan mengenai persamaan
kedudukan dari setiap kreditor konkuren, Kreditor yang mendapatkan jaminan
umum. Pasal tersebut juga, memberikan kesempatan bagi setiap kreditor konkuren
untuk menuntut debitor dalam hal menjual aset-asetnya, baik benda bergerak atau
tidak bergerak maupun sudah ada atau baru akan ada di kemudian hari. Hasil
penjualan ini kemudian akan dibagikan kepada kreditor sesuai dangan bagiannya
masing-masing secara seimbang. Perlu ditekankan bahwa aset yang dimaksud
disini adalah aset yang belum dibebankan jaminan bagi utang kepada kreditor lain
(sudah dijaminkan kepada kreditor separatis). Ada baiknya, jika aset yang
dijadikan sebagai pelunasan utang tersebut merupakan aset yang diperkirakan
tidak akan menghambat jalannya kegiatan usaha. Sehingga kegiatan usaha
perusahaan akan terus berjalan, walaupun telah dilakukan penjualan terhadap
beberapa asetnya.

2.3. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia

2.3.1. Pengertian dan Pengaturan

PKPU merupakan salah satu lembaga yang terdapat dalam sistem


kepailitan. Istilah pailit dikenal dalam Bahasa Belanda dengan failliet, dalam
Bahasa Inggris digunakan istilah failure, sedangkan dalam bahasa latin
digunakan istilah fallire.43 Seperti yang dikemukakan oleh Seung-Hyun Lee,
Mike W. Peng and Jay B. Barney dalam jurnal “Bankruptcy Law and
Entrepreneurship Development: A Real Options Perspective”, terdapat tiga
tipe pendekatan terhadap bankruptcy atau kepailitan:44
Tabel 2.1
Tiga Tipe Pendekatan Bankruptcy atau Kepailitan
Out-of-Court Reorganization Liquidation
Settlement Bankruptcy Bankruptcy

43
Asikin, op. cit., hlm. 22-23.
44
Seung-Hyun Lee, Mike W. Peng, dan Jay B. Barney, Bankruptcy Law and
Entrepreneurship Development: A Real Options Perspective, (The Academy of Management
Review, Vol. 32, No. 1 (Jan., 2007)), hlm. 262.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


26

Bankrupt Through court Through court


entrepreneurs and intervention, intervention,
creditors settle out bankrupt bankrupt
of court. Firm entrepreneurs and entrepreneurs
operations may or creditors negotiate exit the firm and
may not cease, to reduce debt creditors claim
depending on the obligations and assets of the
outcome of such restructure firm. Firm
negotiations. operations. Firm operations
operations do not cease.
cease.

Melihat tabel diatas maka dapat diketahui, bahwa Hukum Kepailitan di


Indonesia mengenal dua dari tiga tipe pendekatan kepailitan. Yaitu
liquidation bankruptcy sebagai pailit, dan reorganization bankruptcy sebagai
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pada awalnya,
reorganization berasal dari Amerika Serikat dan memiliki sedikit perbedaan
dengan lembaga PKPU di Indonesia. Reorganization Bankruptcy memiliki
ruang lingkup yang lebih luas, yang mencakup restrukturisasi perusahaan,
restrukturisasi utang, dan lain-lain, yang secara keseluruhan termasuk ke
dalam suatu rencana Restrukturisasi Organisasi.45 Dengan kata lain,
restrukturisasi utang yang ada dalam lembaga PKPU termasuk kedalam
pendekatan Reorganization Bankruptcy.
Beranjak dari reorganization bankruptcy, lembaga PKPU di Indonesia
berasal dari Belanda. Lembaga PKPU dikenal dengan istilah Surseance Van
Betaling atau Suspension of Payment. Lembaga PKPU menitikberatkan
kepada restrukturisasi (reorganize), dan merupakan lembaga yang berada
dibawah aturan hukum kepailitan. Namun seringkali pihak-pihak yang
terlibat tidak mengetahui lebih mendalam mengenai PKPU sehingga
seringkali dipersamakan dengan pailit. Dimana secara teoritis, kedua lembaga
tersebut memiliki akibat yang sangat berbeda. Pemahaman seperti ini dapat
menimbulkan kerugian terhadap kreditor maupun debitor itu sendiri.

45
Manahan M.P. Sitompul, Penyelesaian Sengketa Utang-Piutang Perusahaan Dengan
Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi Mengenai Lembaga Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang), (Medan: Disertasi Doktor Universitas Sumatera Utara, 2009),
hlm. 260.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


27

Terkadang terdapat pihak yang juga tergesa-gesa dalam menentukan langkah


penyelesaian utang-utang tersebut, sehingga memilih jalur pailit
dibandingkan dengan PKPU tanpa mempertimbangkan kemampuan si debitor
terlebih dahulu. Pandangan umumnya, bahwa pailit disini mengandung arti si
debitor dianggap telah bangkrut (bankrupt) sehingga membuka peluang untuk
dilakukan likuidasi terhadap aset-aset debitor sebagai pelunasan utang-
utangnya. Sedangkan dalam PKPU, debitor masih memiliki potensi untuk
memperbaiki keadaan perusahaan dengan restrukturisasi dan diperkirakan
dapat melunasi utang-utangnya tanpa adanya likuidasi.
Penyelesaian utang dalam kepailitan adalah proses yang sangat
kompleks, untuk itu diperlukan aturan yang mengatur secara khusus
mengenai hal tersebut. Maka dari itu, diperlukan adanya bankruptcy law atau
hukum kepailitan untuk memberikan pengaturan yang jelas, mulai definisi
sampai dengan proses beracara. Seperti yang dikemukakan oleh Louis
Edward Vital mengenai tujuan dari kepailitan:46

“All bankruptcy law, however, no matter when or where devised


and enacted, has at least two general objects in view. It aims
first, to secure an equitable division of the insolvent debtor's
property among all his creditors, and in the second place, to
prevent on the part of the insolvent debtor conduct detrimental
to the interest of his creditors.”
Melihat pendapat Louis Edward Vital diatas, maka dapat ditarik dua tujuan
dari kepailitan. Pertama, pembagian yang seimbang atau sama atas harta
kekayaan debitor kepada para kreditornya. Kedua, untuk melindungi
kepentingan kreditor dari tindakan debitor yang dapat menimbulkan kerugian.
Disamping itu, Prof. Dr. Sunarmi mengemukakan tujuan dari PKPU,
diantaranya:47

a. Debitor dalam jangka waktu yang cukup, dapat memperbaiki


kesulitannya, dan akhirnya akan dapat melunasi/membayar utang-

46
Louis Edward Vital, The Early History of Bankruptcy Law, (University of Pennsylvania
Law Review 66, 1918), hlm. 223.
47
Sunarmi, Hukum Kepailitan: Edisi 2, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2010), hlm. 18.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


28

utangnya di kemudian hari.


b. Bagi pihak kreditor karena adanya PKPU ini, kemungkinan
dibayarkan piutangnya dari debitor secara penuh, sehingga tidak
merugikannya.

Di Indonesia, PKPU menjadi banyak pilihan bagi para debitor yang


sedang diambang bangkrut. Proses ini memiliki suatu kelebihan apabila
dibandingkan dengan proses kepailitan. Pernyataan pailit yang dijatuhkan
kepada debitor akan menimbulkan kerugian moril maupun materiil. Nama
debitor sendiri yang sudah dibangun dengan baik selama ini akan hancur,
sehingga sulit bagi debitor untuk mendapatkan kredit di kemudian hari.
Debitor yang dinyatakan pailit juga akan sulit mendapatkan pinjaman dari
Bank karena termasuk ke dalam daftar hitam Bank. Oleh karena itu, proses
kepailitan dijadikan sebagai cara terakhir yang ditempuh dalam penyelesaian
utang-utang debitor, yaitu apabila tidak dapat ditemukan jalan keluar lain
dalam pelunasannya. Namun apabila debitor diperkirakan dapat memperbaiki
keadaan keuangan perusahaan, maka jalur yang tepat adalah Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). PKPU memberikan perlindungan
kepada debitor yang memiliki itikad baik dalam melakukan pelunasan atas
utang-utangnya, karena mereka ingin tetap menjalankan kegiatan usahanya
dengan lebih baik lagi kedepannya.

2.3.2. Sejarah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)


dalam Hukum Kepailitan
Pada awalnya, pengaturan mengenai kepailitan terdapat dalam Wet
Book Van Koophandel atau WvK (“Kitab Undang-Undang Hukum Dagang”)
dan Reglement op de Rechtvoordering (RV). Lalu pemerintah kolonial
Belanda memperkenalkan pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia pada
tahun 1905, yaitu dengan berlakunya Faillisementverordening (Staatsblad
1905 No. 217) atau yang disebut dengan Undang-Undang Kepailitan
(“UUK”). Pengaturan ini lalu menghapus peraturan kepailitan yang ada
dalam dua peraturan sebelumnya, yang dianggap banyak menimbulkan
masalah dan kesulitan. Seiring dengan perkembangan perekonomian di dunia,
perkara mengenai kepailitan semakin bermunculan dan kompleks sehingga
Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


29

dibutuhkan pengaturan yang efektif dan memadai. Oleh karena itu,


pemerintah Indonesia melakukan penyempurnaan atas
Faillisementverordening, dengan membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Kepailitan yang kemudian ditetapkan menjadi undang-undang
berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998.
Sekarang, pengaturan mengenai Kepailitan tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (“UUK-PKPU”). Peraturan ini merupakan salah satu
bentuk penyempurnaan UUK yang sebelumnya berlaku, dan menambah
pengaturan khusus mengenai penundaan kewajiban pembayaran utang
(“PKPU”). Aturan yang sebelumnya dicantumkan dalam Fv dan UU No. 4
Tahun 1998 tetap berlaku selama tidak bertentangan dan/atau tidak diubah
oleh UU No. 37 Tahun 2004. Sebagaimana diatur dalam Pasal 305 UUK-
PKPU seperti berikut:48

“Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan


pelaksanaan dari Undang-Undang tentang Kepailitan
(Faillissements-verordening Staatsblad 1905:217 juncto
Staatsblad 1906:348) yang diubah dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang
ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1998 pada saat Undang-Undang ini
diundangkan, masih tetap berlaku sejauh tidak bertentangan
dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan
Undang-Undang ini.”
Adanya kebutuhan pengaturan yang komperehensif mengenai kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang tersebut juga dijelaskan dalam
paragraf 12 bagian Penjelasan Umum UUK-PKPU, sebagai berikut:49

1. Untuk menghindari perebutan harta Debitor apabila dalam


waktu yang sama ada beberapa Kreditor yang menagih
piutangnya dari Debitor.
2. Untuk menghindari adanya Kreditor pemegang hak jaminan
48
Indonesia (1), loc. cit., ps. 305.
49
Indonesia (1), loc. cit., penjelasan umum paragraf 12.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


30

kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual


barang milik Debitor tanpa memperhatikan kepentingan
Debitor atau para Kreditor lainnya.
3. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang
dilakukan oleh salah seorang Kreditor atau Debitor sendiri.
Misalnya, Debitor berusaha untuk memberi keuntungan
kepada seorang atau beberapa orang Kreditor tertentu
sehingga Kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan
curang dari Debitor untuk melarikan semua harta
kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung
jawabnya terhadap para Kreditor.

Berdasarkan penjelasan umum UUK-PKPU tersebut, perlu dibentuk suatu


peraturan perundang-undangan mengenai kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang yang memberikan perlindungan hukum bagi
kreditor dan debitor. Selain itu, perkembangan aturan mengenai kepailitan
dan penundaan kewajiban pembayaran utang di Indonesia juga harus selalu
disesuaikan dengan keadaan dunia bisnis maupun perdagangan yang ada saat
ini. Pencantuman PKPU dalam UUK-PKPU ini kemudian ditanggapi oleh
Man S. Sastrawidjaja, beliau menyatakan:50

“Penyebutan PKPU dalam judul peraturan perundang-undangan


sejatinya sangat berarti karena PKPU merupakan sarana penting
dalam menyelesaikan utang piutang oleh debitor, tidak hanya
melalui kepailitan.”
Melihat penjelasan diatas, maka semakin jelas juga bahwa PKPU
merupakan lembaga yang berbeda dari kepailitan. Selain penyebutan PKPU
dalam judul peraturan-perundang-undangan, Subianta Mandala juga
mengemukakan pandangannya mengenai beberapa perubahan yang sangat
penting dalam UUK-PKPU, diantaranya:51

1) Mengenai definisi, dengan memberikan definisi yang lebih jelas


mengenai prinsip-prinsip hukum, konsep, dan kata-kata yang
digunakan dalam hukum. Hal ini ditujukkan untuk menghindari
adanya perbedaan interpretasi;

50
Sastrawidjaja, op. cit., hlm. 203.
51
Subianta Mandala, Meeting Report: Indonesian Bankruptcy Law: An Update, (Beijing
China: Fifth Forum for Asian Insolvency Reform (FAIR), 27-28 April 2006), hlm. 1.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


31

2) Pengaturan mengenai pembatasan pihak yang dapat mengajukan


permohonan kepailitan, baik debitor, kreditor, Bank Indonesia,
BAPEPAM, Menteri Keuangan, maupun Jaksa Penuntut Umum;

3) Prosedur dan jangka waktu dalam pelaksanaan terkait Kepailitan


dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang lebih
terstruktur dan jelas.

Setiap peraturan perundang-undangan harus didasari dengan asas


sebagai penopang dalam menjalankan aturan-aturan didalamnya. UUK-PKPU
menganut asas-asas yang mendasari undang-undang, seperti yang dijelaskan
dalam Paragraf 17 Penjelasan Umum UUK-PKPU. Asas-asas tersebut antara
lain adalah seperti berikut:52

1. Asas Keseimbangan
Undang-Undang ini mengatur beberapa ketentuan yang
merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu
pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya
penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitor
yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat
mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga
kepailitan oleh Kreditor yang tidak beritikad baik.
2. Asas Kelangsungan Usaha
Dalam Undang-Undang ini, terdapat ketentuan yang
memungkinkan perusahaan Debitor yang prospektif tetap
dilangsungkan.
3. Asas Keadilan
Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian,
bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa
keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan
ini untuk mencegah terjadinya Kesewenang-wenangan pihak
penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan
masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak
mempedulikan Kreditor lainnya.
4. Asas Integrasi
Asas Integrasi dalam Undang-Undang ini mengandung
pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum
materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem
hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
Selain asas-asas diatas, seyogyanya suatu Undang-Undang Kepailitan

52
Indonesia (1), loc. cit., penjelasan umum paragraf 17.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


32

harus memiliki asas-asas yang mendasari penerapan aturannya. Adapun asas-


asas yang seyogyanya dianut oleh Undang-Undang Kepailitan yang baik,
antara lain:53

1) Asas “Mendorong Investasi dan Bisnis”


2) Asas “Memberikan Manfaat dan Perlindungan yang Seimbang
Bagi Kreditor dan Debitor”
3) Asas “Putusan Pernyataan Pailit Tidak Dapat Dijatuhkan
terhadap Debitor yang Masih Solven”
4) Asas “Persetujuan Pailit Harus Disetujui oleh Para Kreditor
Mayoritas”
5) Asas “Keadaan Diam (Standstill atau Stay)”
6) Asas “Mengakui Hak Separatis Kreditor Pemegang Hak
Jaminan”
7) Asas “Proses Putusan Pernyataan Pailit Tidak Berkepanjangan”
8) Asas “Proses Putusan Pernyataan Pailit Terbuka Untuk Umum”
9) Asas “Pengurus Perusahaan Debitor yang Mengakibatkan
Perusahaan Pailit Harus Bertanggung Jawab Pribadi”
10) Asas “Memberikan Kesempatan Restrukturisasi Utang Sebelum
Diambil Putusan Pernyataan Pailit Kepada Debitor yang Masih
Memiliki Usaha yang Prospektif”
11) Asas “Perbuatan-perbuatan yang Merugikan Harta Pailit adalah
Tindak Pidana”

Dengan adanya asas-asas diatas, maka suatu Undang-Undang Kepailitan


diharapkan dapat memberikan suatu aturan yang memberikan keseimbangan
hak dan efektif dalam suatu proses kepailitan maupun PKPU.
Dengan ketentuan PKPU dalam UUK-PKPU yang semakin jelas ini,
semakin mempertegas bahwa PKPU merupakan lembaga yang berbeda
dengan kepailitan. Perbedaan utamanya adalah bahwa dalam penundaan
tersebut tidak didasarkan pada keadaan di mana debitor tidak mampu
membayar utangnya atau insolven dan juga tidak bertujuan untuk dilakukan
53
Sjahdeini, op. cit., hlm. 33.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


33

pemberesan bundel pailit (likuidasi).54 Melainkan untuk membuka peluang


atau kesempatan bagi debitor untuk memberikan pelunasan sebagian maupun
seluruh utang-utangnya. Peluang pelunasan yang lebih besar dalam proses
PKPU tersebut memberikan keuntungan bagi kreditor, sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Kartini Mulyadi:55

“PKPU pada dasarnya adalah penawaran perdamaian dari


debitor pada kreditor dan PKPU itu merupakan pemberian
kesempatan kepada debitor untuk melakukan restrukturisasi
utang-utangnya, yang meliputi pembayaran seluruh atau
sebagian utang kepada kreditor konkuren.”

Dari pernyataan yang dikemukakan oleh Kartini Mulyadi, disebutkan jenis


kreditor secara khusus, yaitu kreditor konkuren. Pencantuman kreditor
konkuren disini memberikan persepsi bahwa beliau menekankan pelunasan
utang terhadap kreditor konkuren (kreditor yang tidak memiliki jaminan baik
dengan objek yang ditentukan maupun pemberian hak istimewa yang
diberikan oleh undang-undang).
Dalam prakteknya, setiap kreditor dapat melakukan negosiasi
bersama dengan debitor mengenai persyaratan atas rencana perdamaian.
Adanya keterlibatan secara langsung antara kreditor dan debitor, telah
menciptakan lembaga PKPU menjadi lembaga penyelesaian utang yang
efektif, serta mengarah kepada win-win solution. Substansi rencana
perdamaian tidak ditentukan secara khusus oleh undang-undang, selama
isinya memuat hal-hal yang disetujui oleh kreditor dan sesuai dengan
kepentingannya. Proses PKPU juga memberikan perlindungan hukum
kepada debitor untuk dapat melanjutkan kegiatan usahanya, walaupun tetap
dibawah pengawasan pengurus PKPU. Dengan dipilihnya proses PKPU,
debitor yang memiliki itikad baik tersebut diharapkan dapat segera melunasi
utang-utangnya sehingga dapat menjalankan kegiatan usahanya dengan lebih

54
Suyatno, op. cit. hlm. 50.
55
Kartini Mulyadi, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Serta Dampak Hukumnya,
Makalah (dibawakan dalam Lokakarya tentang Peraturan Kepailitan, diselenggarakan oleh
Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia Daerah Khusus Jakarta bekerja sama dengan Direktorat
Jenderal Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman Republik Indonesia) tanggal
24 Oktober 1998, hlm. 1.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


34

baik lagi kedepannya.

2.3.1. Syarat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Dalam UUK-PKPU, tidak dijabarkan definisi secara jelas mengenai


apa yang dimaksud dengan PKPU. Tetapi secara implisit dapat terlihat dalam
pengaturan Pasal 222 ayat (2) dan (3), dimana debitor atau kreditor yang
memperkirakan tidak mampu untuk memenuhi pelunasan utang-utangnya
ataupun mendapatkan pelunasan atas piutang-piutangnya, dapat mengajukan
permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Melalui Pasal 222,
maka dapat ditarik persyaratan yang wajib dipenuhi apabila ingin mengajukan
permohonan PKPU. Diantaranya:56

1) Terdapat lebih dari satu kreditor


Debitor harus memiliki paling sedikit 2 (dua) kreditor, hal ini
berdampak pada pembagian harta kekayaan debitor secara adil
kepada masing-masing kreditor (Pasal 1132 KUH Perdata).
2) Tidak dapat atau memperkirakan tidak dapat melanjutkan
membayar utang-utangnya
Berbeda dengan kepailitan, persyaratan insolvensi (keadaan tidak
mampu membayar) bukan merupakan syarat mutlak dalam PKPU.
Debitor yang dapat memperkirakan tidak dapat melunasi utang-
utangnya sudah diperbolehkan untuk mengajukan permohonan
PKPU. Ketentuan ini juga berkaitan dengan inti dari PKPU itu
sendiri, yang bertujuan untuk merestrukturisasi utang karena masih
memiliki kemampuan untuk melanjutkan kegiatan usaha debitor.
3) Utang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih
Utang yang sudah jatuh waktu memiliki perbedaan dengan utang
yang dapat ditagih. Utang yang sudah jatuh waktu mengandung arti
bahwa utang yang sudah sampai waktu pelunasannya (jatuh
waktu), debitor tidak melakukan kewajibannya sehingga utang
tersebut dengan sendirinya sudah dapat ditagih. Sedangkan utang

56
Indonesia (1), loc. cit., ps. 222 ayat (1) dan (2).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


35

yang dapat ditagih adalah utang yang belum tentu sudah jatuh
waktu, tetapi dapat ditagih dikemudian hari karena dimungkingkan
terjadinya wanprestasi sebagaimana telah ditentukan sebelumnya
dalam perjanjian.

2.3.2. Jenis Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

PKPU di Indonesia terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

1. PKPU Sementara
PKPU ini dijatuhkan pertama kali setelah adanya pengajuan
permohonan oleh pemohon, dan putusan ini harus langsung
diberikan oleh hakim apabila syarat PKPU sudah terpenuhi.
Apabila permohonan diajukan oleh debitor, maka pengadilan harus
segera menetapkan PKPU dengan jangka waktu paling lambat 3
(tiga) hari setelah didaftarkannya permohonan.57 Sedangkan dalam
hal pihak kreditor yang mengajukan permohonan PKPU, maka
pengadilan harus mengabulkan PKPU Sementara paling lambat 20
(dua puluh) hari setelah permohonan didaftarkan. PKPU
Sementara berlangsung sampai sidang permusyawaratan pertama
dilaksanakan58, dengan batas waktu paling lama 45 (empat puluh
lima) hari, sebelum adanya putusan PKPU Tetap.59
Selama PKPU Sementara, debitor diminta untuk menyusun
rencana perdamaian atau proposal perdamaian (apabila dalam
permohonan tidak dilampirkan) atau langsung dapat mengambil
suara (voting) untuk menentukan persetujuan pemberian PKPU
Tetap (apabila debitor sudah melampirkan rencana perdamaian
pada saat permohonan PKPU). PKPU sementara dapat berakhir
apabila; tidak tercapainya perdamaian diantara para pihak, tidak

57
Indonesia (1), loc. cit., ps. 225 ayat (2).
58
Indonesia (1), loc. cit., ps. 225 ayat (3).
59
Indonesia (1), loc. cit., ps. 225 ayat (4).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


36

disetujuinya PKPU Tetap oleh kreditor60, dan apabila debitor tidak


hadir dalam rapat permusyawaratan pertama.61 Apabila salah satu
dari hal yang disebutkan tersebut terjadi, maka secara otomatis
debitor dinyatakan pailit.

2. PKPU Tetap
PKPU ini diberikan setelah adanya persetujuan dari kreditor
untuk menentukkan PKPU Sementara menjadi PKPU Tetap.
Jangka waktu pelaksanaan dan termasuk perpanjangannya paling
lambat selama 270 (dua ratus tujuh puluh) hari sejak
diputuskannya PKPU Sementara.62 Debitor dan kreditor diberikan
kesempatan untuk melakukan pembahasan terkait dengan rencana
perdamaian yang telah diajukan, dengan bantuan pengurus PKPU
yang sudah ditunjuk oleh pengadilan. Apabila PKPU Tetap
berakhir, maka debitor secara otomatis dinyatakan pailit.

2.3.3. Pihak-Pihak dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


(PKPU)

1) Debitor
Menurut Pasal 1 angka 3 UUK-PKPU, yang disebut dengan debitor
adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-
undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. 63
Debitor merupakan subjek hukum, yang terdiri dari orang
perseorangan pribadi (naturlijk persoon) dan badan hukum (rechts
persoon).

2) Kreditor
Pasal 1 angka 2 UUK-PKPU memberikan definisi mengenai kreditor.
Dalam pasal tersebut, kreditor didefinisikan sebagai orang yang
60
Indonesia (1), loc. cit., ps. 228 ayat (5).
61
Indonesia (1), loc. cit., ps. 225 ayat (5).
62
Indonesia (1), loc. cit., ps. 228 ayat (6).
63
Indonesia (1), loc. cit., ps. 1 angka 3.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


37

mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang


dapat ditagih di muka pengadilan.64 Kreditor dapat berbentuk badan
hukum (rechts persoon) maupun orang perseorangan pribadi
(naturlijk persoon), dan terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu kreditor
konkuren, kreditor separatis, dan kreditor preferen. Dalam hukum
kepailitan, para kreditor harus bertindak secara bersama-sama
(consursus creditorium) secara seimbang, khususnya dalam
menentukkan rencana perdamaian.

3) Pengurus PKPU
Pihak yang diangkat oleh Pengadilan Niaga untuk melakukan
kepengurusan bersama-sama dengan debitor selama proses PKPU
berlangsung, Pengurus berwenang untuk menentukkan kegiatan usaha
debitor yang mempengaruhi harta kekayaan si debitor. Pengurus yang
ditunjuk dapat terdiri dari 1 (satu) orang atau berupa tim pengurus
(lebih dari 1 (satu)).65 Pengurus juga memastikan agar PKPU dapat
berjalan dengan baik, dan masing-masing kreditor mendapatkan hak-
hak mereka serta pelunasan utang seimbang dengan tagihan-
tagihannya. Pengurus PKPU yang diangkat tidak boleh memiliki
benturan kepentingan dan independen.66 Yang dapat diangkat menjadi
pengurus adalah orang perseorangan yang berdomisili di wilayah
Negara Republik Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang
dibutuhkan dalam rangka mengurus harta Debitor; dan terdaftar pada
kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
hukum dan peraturan perundang-undangan.67

4) Hakim Pengawas
Merupakan hakim yang diangkat oleh Pengadilan Niaga untuk

64
Indonesia (1), loc. cit., ps. 1 angka 2.
65
Indonesia (1), loc. cit., ps. 225 ayat (2).
66
Indonesia (1), loc. cit., ps. 234 ayat (1).
67
Indonesia (1), loc. cit., ps. 234 ayat (2).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


38

mengawasi proses jalannya PKPU68, khususnya terhadap pengurus


agar tidak menyalahgunakan kewenangannya untuk melakukan
tindakan-tindakan yang menghambat proses perdamaian PKPU.69
Dalam prakteknya, hakim pengawas juga bertugas untuk memberikan
laporan setiap hasil rapat rencana perdamaian kepada hakim
pemutus, yang kemudian ditentukan apakah akan dsahkan atau tidak
oleh pengadilan.

5) Advokat
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di
dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.70 Advokat memberikan
suatu jasa berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan
kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan
hukum lain untuk kepentingan klien.71 Dalam perkara PKPU, advokat
berperan dalam membantu penyampaian permohonan yang diajukan
oleh para pihak. Advokat yang telah ditunjuk dan diangkat,
berkewajiban untuk mendampingi debitor selama proses PKPU
berlangsung.

6) Pengadilan Niaga
Pengadilan yang berikan wewenang untuk mengadili perkara PKPU
adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum.72
Selanjutnya UUK-PKPU mengatur mengenai pengadilan mana yang
berwenang untuk mengadili suatu perkara PKPU (kompetensi relatif),
seperti berikut:73

68
Indonesia (1), loc. cit., ps. 225 ayat (2).
69
Indonesia (1), loc. cit., ps. 65.
70
Indonesia (2), Undang-undang tentang Advokat, UU No. 18 Tahun 2003, LN No. 49
Tahun 2003, TLN No. 4288, ps. 1 angka 1.
71
Indonesia (2), loc. cit., ps. 1 angka 2.
72
Indonesia (1), loc. cit., ps. 1 angka 7.
73
Indonesia (1), loc. cit., ps. 3 ayat (1).
Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


39

“Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain


yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini,
diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitor.
Pengadilan Niaga memiliki kompetensi absolut dalam
memeriksa serta memutus perkara PKPU.”
Ketentuan diatas mengatur mengenai tempat pengajuan permohonan
PKPU dapat dilakukan, yaitu daerah tempat kedudukan debitor. Selain
itu, pasal tersebut juga menekankan bahwa Pengadilan Niaga
memiliki kompetensi absolut dalam memeriksa serta memutus perkara
PKPU.

2.3.4. Proses Beracara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


(PKPU) di Indonesia

Proses acara PKPU yang diterapkan di Indonesia, harus diawali


dengan adanya permohonan pengajuan PKPU. Pengajuan permohonan ini
dapat dilakukan baik oleh debitor itu sendiri atau voluntary petition (Pasal
222 ayat (2) UUK-PKPU) maupun oleh kreditor yang bersangkutan seperti
yang tercantum dalam Pasal 222 ayat (3) UUK-PKPU, atau yang disebut
dengan involuntary petition. Apabila debitor yang mengajukan permohonan
PKPU masih terikat dalam pernikahan yang sah, maka permohonannya hanya
dapat diajukan atas persetujuan suami atau istri yang terikat pernikahan
secara sah. Selain itu, menurut Pasal 223 UUK-PKPU, ada beberapa debitor
yang ditentukan secara khusus pihak yang dapat mengajukan
permohonannya, antara lain:74

1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), apabila debitor adalah bank.


2. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), apabila debitor adalah
perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
3. Menteri Keuangan, apabila debitor merupakan perusahaan asuransi,
perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kepentingan publik.

74
Indonesia (1), loc. cit., ps. 223.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


40

Permohonan ini didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Niaga dan


ditandatangani oleh pemohon bersama kuasa hukumnya75, yang akan
dilanjutkan oleh panitera yang bersangkutan kepada Ketua Pengadilan Niaga
dalam waktu maksimal 2 x 24 jam.76 Permohonan PKPU diajukan ke
Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan
debitor77, dengan ketentuan seperti berikut:78

a) Dalam hal Debitor telah meninggalkan wilayah Negara Republik


Indonesia, Pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas
permohonan pernyataan pailit adalah Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir Debitor.
b) Dalam hal Debitor adalah pesero suatu firma, Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut
juga berwenang memutuskan.
c) Dalam hal debitor tidak berkedudukan di wilayah negara Republik
Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah
negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang
memutuskan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan atau kantor pusat Debitor menjalankan profesi
atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia.
d) Dalam hal Debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan
hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.

Apabila permohonan PKPU diajukan setelah adanya pengajuan


permohonan pailit, maka permohanan PKPU tersebut harus diputus terlebih
dahulu.79 Menanggapi hal ini, Fred B.G. Tumbuan mengatakan bahwa
putusan PKPU yang diajukan oleh debitor dan penasihat hukumnya, setelah

75
Indonesia (1), loc. cit., ps. 224 ayat (1).
76
Indonesia (1), loc. cit., ps. 224 ayat (6) jo. ps. 6 ayat (4).
77
Indonesia (1), loc. cit., ps. 3 ayat (1).
78
Indonesia (1), loc. cit., ps. 3 ayat (2), (3), (4), (5).
79
Indonesia (1), loc. cit., ps. 229 ayat (3).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


41

diajukan permohonan pernyataan pailit oleh seorang atau beberapa


kreditornya, maka putusan PKPU-nya hanya boleh diberikan dalam hal
putusan kepailitan belum diucapkan oleh Pengadilan Niaga. Peraturan ini
berlaku terhadap setiap perkara PKPU yang berlangsung secara bersamaan
dengan proses Kepailitan, baik pengajuan permohonan dilakukan sebelum
maupun sesudah adanya pengajuan permohonan pailit. Permohonan inipun
juga tidak dibatasi terhadap siapa yang mengajukannya, sehingga berlaku
terhadap setiap permohonan pailit yang dilakukan oleh debitor sendiri
maupun oleh salah satu kreditor yang bersangkutan.
Setelah menerima permohonan tersebut, Pengadilan Niaga harus
segera mengabulkan permohonan PKPU sementara dan menunjuk Majelis
Hakim yang berwenang.80 Dimana termasuk didalamnya adalah Hakim
Pemutus, yang berwenang menentukan keputusan diterima atau tidak hasil
rapat kreditor. Putusan PKPU sementara harus diucapkan dalam sidang yang
terbuka untuk umum, dan dapat dilaksanakan prosesnya terlebih dahulu
walaupun telah diajukan upaya hukum atas putusan tersebut. Majelis Hakim
yang telah ditunjuk kemudian mempelajari permohonan dan menetapkan hari
sidang pertama.81 Apabila debitor tidak hadir dalam sidang pertama seperti
yang telah ditentukan, maka PKPU Sementara secara otomatis akan berakhir
dan debitor dinyatakan pailit pada sidang yang sama.82
Pengadilan Niaga lalu menunjuk Hakim Pengawas serta mengangkat 1
(satu) atau lebih pengurus untuk melakukan pengurusan harta debitor.83 Salah
satu keuntungan dari acara PKPU adalah dibuka kesempatan pengajuan nama
pengurus oleh pihak yang mengajukan permohonan PKPU. Pengurus ini pada
umumnya merupakan pihak yang sudah dipercaya oleh pihak yang
mengajukannya, dan dapat diangkat menjadi pengurus PKPU apabila telah
ditetapkan oleh Hakim Pemutus. Pengurus lalu melakukan pengumuman

80
Indonesia (1), loc. cit., ps. 225 ayat (2).
81
Indonesia (1), loc. cit., ps. 224 ayat (6) jo. ps. 6 ayat (5).
82
Indonesia (1), loc. cit., ps. 225 ayat (5).
83
Indonesia (1), loc. cit., ps. 225 ayat (5).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


42

mengenai putusan PKPU sementara dalam Berita Negara Republik Indonesia


dan setidaknya 2 (dua) surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim
Pengawas. Dimana dalam pengumuman tersebut, memuat undangan untuk
hadir dalam rapat permusyawaratan hakim, serta memuat keterangan
mengenai Hakim Pengawas dan Pengurus PKPU yang ditunjuk pengadilan.84
Pengumuman tersebut juga memuat batas waktu pengajuan tagihan, dengan
tenggang waktu paling sedikit 14 (empat belas) hari antara hari terakhir
penyampaian tagihan dengan waktu pelaksanaan rapat permusyawaratan.85
Tagihan tersebut umumnya disampaikan langsung ke kantor pengurus PKPU,
dan harus secara tertulis atau ada bukti tertulis yang mendukung tagihan
tersebut.86 Jangka waktu pelaksanaan PKPU Sementara ini berlangsung
sampai pada sidang permusyawaratan diadakan, dengan batas waktu
maksimal 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak tanggal putusan PKPU
diucapkan.87 Dimana batas waktu ini juga berlaku terhadap pemanggilan
debitor dan kreditor oleh Pengurus, melalui surat tercatat atau dengan
kurir..88
Apabila debitor hadir dalam rapat kreditor pertama, maka selanjutnya
dilakukan verifikasi terhadap utang-utang debitor, baik yang diajukan oleh
debitor maupun tagihan yang diajukan oleh kreditor. Verifikasi menentukan
pengakuan atau pencocokan terhadap utang-utang yang dilaporkan oleh
kreditor89, apakah sudah sesuai dengan yang tertera dalam catatan tagihan
yang diberikan oleh debitor. Tujuan utama dari rapat verifikasi utang ini
adalah untuk menghitung jumlah suara yang dimiliki oleh setiap kreditor.
Tagihan-tagihan yang diajukan melewati jangka waktu yang ditentukan, pada
umumnya akan ditolak. Dalam prakteknya, tagihan-tagihan yang ditolak ini

84
Indonesia (1), loc. cit., ps. 226 ayat (1).
85
Indonesia (1), loc. cit., ps. 268.
86
Indonesia (1), loc. cit., ps. 270 ayat (1).
87
Indonesia (1), loc. cit., ps. 227.
88
Indonesia (1), loc. cit., ps. 225 ayat (4).
89
Indonesia (1), loc. cit., ps. 271.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


43

adalah tagihan yang diajukan oleh perusahaan asing yang berkedudukan di


luar wilayah Indonesia. Perusahaan asing ini seringkali terlambat dalam
mengajukan tagihan mereka, dikarenakan proses pengangkatan kuasa hukum
di Indonesia yang memakan waktu yang cukup lama.
Selain verifikasi utang, dalam rapat permusyawaratan tersebut pihak
debitor diminta untuk membuat rencana perdamaian (proposal perdamaian),
apabila pada waktu pengajuan permohonan PKPU belum dilampirkan
mengenai rencana perdamaian tersebut. Tetapi apabila rencana perdamaian
sudah dilampirkan sebelumnya oleh debitor90, maka selanjutnya dapat
dilakukan pemungutan suara mengenai penerimaan atau penolakan rencana
perdamaian tersebut91. Jika tidak terpenuhi, maka kreditor harus menentukan
penerimaan atau penolakan PKPU Tetap, agar para pihak dapat
mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian dalam rapat kreditor
berikutnya (Pasal 228 ayat (4) UUK-PKPU).92 Persetujuan PKPU Tetap yang
telah disetujui dapat dilakukan perpanjangan waktu, selama tidak melebihi
270 (dua ratus tujuh puluh) hari setelah putusan PKPU Sementara diucapkan.
Pemberian PKPU Tetap dan perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan,
yang didasari dengan:93
a) Persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor
konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir
dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh
tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor
konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; dan
b) Persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang
piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya
yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian
dari seluruh tagihan Kreditor atau kuasanya yang hadir dalam
sidang tersebut.
Perpanjangan waktu pelaksanaan PKPU ditujukkan untuk meminta debitor

90
Indonesia (1), loc. cit., ps. 265.
91
Indonesia (1), loc. cit., ps. 228 ayat (3).
92
Indonesia (1), loc. cit., ps. 228 ayat (4).
93
Indonesia (1), loc. cit., ps. 229 ayat (1).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


44

memperbaiki proposal perdamaian yang diajukan dalam rapat kreditor


sebelumnya. Proses perdamaian ini dilakukan dengan adanya negosiasi yang
mengakomodasi kepentingan kreditor, dan tetap menyesuaikannya dengan
kemampuan debitor. Apabila diperlukan, seorang atau lebih ahli juga dapat
diangkat serta dimintakan laporan tertulis terkait rencana perdamaian yang
ditawarkan.94
Harta debitor tetap dalam kuasa debitor walaupun setiap aktivitas
terkait harta tersebut harus dilakukan berdasarkan persetujuan pengurus
PKPU terkait.95 Selain itu, dengan rencana perdamaian, pihak debitor
mendapatkan sarana untuk meminta pengurangan pembayaran maupun
meminta perpanjangan pembayaran utangnya (restrukturisasi utang). Setelah
melewati proses negosiasi selama rapat rencana perdamaian berlangsung,
selanjutnya ditentukan mengenai diterima atau ditolaknya rencana
perdamaian tersebut oleh kreditor. Rencana perdamaian ini dapat diterima,
apabila:96
a) Persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor
konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir
pada rapat Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268
termasuk Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280,
yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga)
bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui
dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat
tersebut; dan
b) Persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang
piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya
yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian
dari seluruh tagihan dari Kreditor tersebut atau kuasanya yang
hadir dalam rapat tersebut.

Bagi kreditor separatis yang tidak menyetujui rencana perdamaian, maka


akan diberikan kompensasi sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan atau
nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak jaminan atas

94
Indonesia (1), loc. cit., ps. 278 ayat (1) jo. ps. 238 ayat (1).
95
Indonesia (1), loc. cit., ps. 240 ayat (1).
96
Indonesia (1), loc. cit., ps. 281 ayat (1).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


45

kebendaan (Pasal 281 ayat (2) UUK-PKPU). Rencana perdamaian yang


diterima, wajib disampaikan oleh Hakim Pengawas kepada Pengadilan
(khususnya yaitu Hakim Pemutus) untuk keperluan pengesahan perdamaian
atau biasa disebut dengan homologasi (Pasal 284 ayat (1) UUK-PKPU).
Pengesahan perdamaian diputus oleh Pengadilan dalam sidang, dan harus
diselenggarakan paling lambat 14 (emat belas) hari setelah tanggal sidang
yang waktunya telah ditentukan sebelumnya (Pasal 284 ayat (3) UUK-
PKPU). Pengadilan wajib menolak rencana perdamaian yang telah diterima
tersebut, apabila:97

a) Harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak


untuk menahan benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang
disetujui dalam perdamaian;
b) Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin;
c) Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan
dengan satu atau lebih Kreditor, atau karena pemakaian upaya
lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah Debitor
atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini; dan/atau
d) Imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus
belum dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk
pembayarannya.
Setelah proposal perdamaian diterima, selanjutnya perdamaian
tersebut disahkan oleh Pengadilan (homologasi). Dengan demikian PKPU
dinyatakan berakhir, dan wajib diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian.98 Dimana pengesahan
perdamaian, mengikat seluruh kreditor kecuali bagi kreditor separatis yang
telah menolak rencana perdamaian dan mendapat kompensasi atas hal
tersebut.99 Selanjutnya pihak debitor mulai melaksanakan kewajiban
pelunasan utangnya (yang telah direstrukturisasi) sesuai dengan perdamaian
tersebut. Namun apabila putusan pengesahan perdamaian dalam PKPU belum
mempunyai kekuatan hukum tetap, maka putusan pengadilan yang
menyatakan bahwa PKPU telah berakhir akan menyebabkan gugurnya

97
Indonesia (1), loc. cit., ps. 285 ayat (2).
98
Indonesia (1), loc. cit., ps. 288.
99
Indonesia (1), loc. cit., ps. 286.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


46

perdamaian.100
Selain karena disahkannya perdamaian, maka proses PKPU juga dapat
berakhir apabila:

1) PKPU Tetap tidak dapat ditetapkan sampai batas waktu PKPU


Sementara berakhir, yaitu lewat dari 45 (empat puluh lima) hari.101
2) Rencana perdamaian ditolak oleh pengadilan berdasarkan alasan-
alasan yang diatur dalam Pasal 285 ayat (2) UUK-PKPU.
3) Atau dengan permintaan Hakim Pengawas, satu atau lebih Kreditor,
atau atas prakarsa Pengadilan dalam hal:102
a) Debitor, selama waktu penundaan kewajiban pembayaran
utang, bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan
pengurusan terhadap hartanya (dengan pengajuan
permohonan oleh pengurus);
b) Debitor telah merugikan atau telah mencoba merugikan
kreditornya;
c) Debitor melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 240 ayat
(1);
d) Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang
diwajibkan kepadanya oleh Pengadilan pada saat atau
setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan,
atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang
disyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta
Debitor;
e) Selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang,
keadaan harta Debitor ternyata tidak lagi memungkinkan
dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran utang
(dengan pengajuan permohonan oleh pengurus); atau
f) Keadaan Debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi
kewajibannya terhadap Kreditor pada waktunya.
Berakhirnya proses PKPU yang disebabkan bukan karena adanya
pengesahan perdamaian, harus dilakukan pengumunan dalam Berita Negara
Republik Indonesia maupun di surat kabar harian yang telah ditunjuk. Hal ini
ditujukkan agar, para pihak yang berkepentingan atau bersangkutan
mengetahui bahwa proses PKPU telah berakhir. Selain itu, debitor harus

100
Indonesia (1), loc. cit., ps. 267.
101
Indonesia (1), loc. cit., ps. 230 ayat (1).
102
Indonesia (1), loc. cit., ps. 255 ayat (1).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


47

dinyatakan pailit oleh Pengadilan sehingga proses acara kepailitan dapat


segera dimulai atau dilanjutkan. Dengan pernyataan pailit terhadap debitor
yang bersangkutan, maka proses PKPU secara otomatis berakhir. Putusan
pailit seperti ini dapat dilaksanakan walaupun ada upaya hukum yang
diajukan oleh pihak lain (uitvoerbaar bij vorrad).
Melihat penjelasan dalam sub-bab ini, dapat terlihat bahwa PKPU
merupakan lembaga yang mengutamakan penyusunan kembali struktur utang
dengan tujuan memberikan kesempatan kepada debitor untuk membayarkan
utang-utangnya secara penuh demi kelanjutan kegiatan usahanya. Dimana
pemberian fasilitas kepada debitor maupun kreditor untuk mengajukan PKPU
bertujuan untuk menghindarkan kepailitan debitor dengan tercapainya
perdamaian antara debitor dan para kreditornya.103

2.3.5. Penghitungan Hak Suara Kreditor dalam Proses Penundaan


Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Pemungutan suara (voting) dilakukan pada saat penetapan pemberian


PKPU Tetap dan persetujuan atas rencana perdamaian.104 Dimana dalam
melakukan pemungutan suara tersebut, dibutuhkan persetujuan dari kreditor
konkuren dan kreditor separatis. Penghitungan hak atas suara dari masing-
masing kreditor diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2005
tentang Penghitungan Jumlah Hak Suara Kreditor. Sebagaimana ketentuan
yang terdapat pada Pasal 2 PP No. 10 Tahun 2005, yang mengatur bahwa:105

“Penghitungan jumlah hak suara Kreditor sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 87 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang ditetapkan berdasarkan jumlah piutang
Kreditor.”
Berdasarkan ketentuan diatas, maka diketahui bahwa penghitungan hak suara

103
Sjahdeini, op. cit., hlm. 329.

104
Indonesia (1), loc. cit., ps. 229 ayat (1) dan ps. 281 ayat (1).

105
Indonesia (3), Peraturan Pemerintah tentang Penghitungan Jumlah Hak Suara Kreditor, PP
No. 10 Tahun 2005, LN No.27 Tahun 2005, TLN No. 4484, ps. 2.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


48

kreditor didasarkan pada jumlah piutang atau besaran tagihan yang dimiliki
masing-masing kreditor. Selanjutnya diatur rincian masing-masing satu suara
kreditor, seperti berikut:106

(1) Setiap Kreditor yang mempunyai jumlah piutang sampai


dengan Rp 10.000.000,00 (sepuluhjuta rupiah) berhak atas 1
(satu) suara.
(2) Dalam hal Kreditor mempunyai piutang lebih dari Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) maka untuk setiap
kelipatan Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), Kreditor
berhak atas 1 (satu) suara tambahan.
(3) Dalam hal sisa piutang tidak mencapai kelipatan Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) penghitungan suara
tambahan ditentukan sebagai berikut:
a. kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
Kreditor tidak berhak atas suara tambahan;
b. Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih
Kreditor berhak atas 1 (satu) suara tambahan.

2.4. Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)


Dengan diterimanya permohonan PKPU, maka terdapat beberapa akibat
hukum yang berdampak pada debitor maupun kreditor. Akibat hukum adalah
segala konsekuensi yang dihasilkan dari setiap perbuatan hukum antara subjek
hukum dengan objek hukum, kejadian lainnya yang ditentukan sebagai akibat
hukum, maupun peristiwa hukum. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Prof.
Dr. Satjipto Rahardjo S.H. mengenai pengertian dari peristiwa hukum, seperti
berikut:107

“Peristiwa Hukum adalah sesuatu yang bisa menggerakkan peraturan


hukum sehingga ia efektif menunjukkan potensinya untuk mengatur.
Dengan kata lain, peristiwa hukum merupakan peristiwa yang dapat
menimbulkan akibat hukum.”
Dengan adanya akibat hukum, maka lahir hak dan kewajiban yang diemban oleh
subjek hukum. Oleh karena itu, PKPU digolongkan sebagai suatu peristiwa
hukum, karena proses tersebut memberikan seperangkat aturan dalam
pelaksanaannya dan menimbulkan akibat hukum terhadap subjek hukum yang

106
Indonesia (3), loc. cit., ps. 3.
107
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 35.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


49

terlibat didalamnya. Dari berbagai dampak yang diberikan, maka sub-bab ini akan
membahas secara khusus mengenai akibat hukum yang dianggap memberikan
pengaruh terhadap kedudukan kreditor dalam proses PKPU.
Pertama, debitor dalam menjalankan kegiatan pengurusan atau pemindahan
hak yang berkaitan dengan hartanya maka harus berdasarkan persetujuan yang
diberikan oleh Pengurus PKPU yang telah ditunjuk oleh pengadilan niaga dan di
bawah pengawasan hakim pengawas.108 Ketentuan tersebut memberikan batasan
ruang gerak debitor terhadap harta kekayaannya, sehingga debitor tidak memiliki
kekuasaan secara mutlak. Tindakan debitor yang dilakukan tanpa persetujuan atau
sepengetahuan pengurus tersebut, tidak akan memberikan dampak pada hartanya.
Atau dengan kata lain, tindakan tersebut tidak memiliki akibat hukumnya dan
dianggap tidak pernah terjadi. Namun, tindakan terhadap harta tersebut dapat
memiliki akibat hukum, apabila pengurus PKPU bersangkutan telah menyetujui
tindakan tersebut. Pertimbangan yang diambil oleh pengurus tersebut didasari
oleh perhitungan dampak yang dihasilkan terhadap harta debitor, apakah
merugikan atau menguntungkan bagi debitor. Jika menguntungkan, maka
tindakan tersebut dapat dibebankan kepada harta debitor.109
Perjanjian pinjaman dengan pihak ketiga oleh debitor juga diatur secara
limitatif oleh UUK-PKPU. Debitor hanya dapat melakukan perjanjian pinjaman
kepada pihak ketiga apabila mendapat persetujuan pengurus.110 Dan apabila
dibutuhkan adanya jaminan dalam mengikatkan perjanjian pinjaman tersebut,
maka harus mendapatkan persetujuan dari Hakim Pengawas111, dan merupakan
harta kekayaan debitor yang belum dibebankan sebagai jaminan utang.112 Oleh
karena itu, pengurus atau tim pengurus memiliki peran yang penting dalam
menjalankan proses PKPU, dengan melakukan upaya dengan semaksimal
mungkin agar kegiatan usaha debitor dapat terus berjalan dan meminimalisir
hambatan-hambatan selama proses berlangsung. Dalam hal ini, pengurus PKPU
108
Indonesia (1), loc. cit., ps. 240 ayat (1).
109
Indonesia (1), loc. cit., ps. 240 ayat (3).
110
Indonesia (1), loc. cit., ps. 240 ayat (4).
111
Indonesia (1), loc. cit., ps. 240 ayat (5).
112
Indonesia (1), loc. cit., ps. 240 ayat (6).
Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


50

mengawasi menentukan segala hal terkait harta debitor, untuk menjaga agar tidak
terjadi kerugian selama proses PKPU berlangsung.
Pengaturan tersebut sangatlah berbeda dengan proses kepailitan. Dalam
kepailitan, debitor menjadi tidak cakap dalam melakukan aktivitas yang berkaitan
dengan harta pailit. Hal ini dikarenakan, setiap harta debitor yang sudah masuk ke
dalam bundel pailit berada di bawah kuasa kurator. Atau seperti yang
dikemukakan oleh Retno Wulan Sutantio:113

“Kepailitan adalah eksekusi massal yang ditetapkan dengan keputusan


hakim dengan cara penyitaan umum atas seluruh harta debitor, baik
yang ada pada waktu penyitaan pailit maupun yang diperoleh selama
kepailitan itu, untuk kepentingan semua kreditor...”
Maka dari itu, debitor lebih memilih untuk menempuh proses PKPU terlebih
dahulu dibandingkan dengan pengajuan pailit secara langsung. Atau dapat
dikatakan bahwa PKPU dilaksanakan guna menghindari terjadinya kepailitan.
Selama PKPU berlangsung, sita umum atas seluruh harta debitor menjadi
ditangguhkan, dimana secara langsung berhubungan dengan akibat yang akan
dibahas dalam poin kedua, yaitu mengenai penangguhan eksekusi jaminan.
Kedua, semua tindakan eksekusi yang telah dimulai guna mendapatkan
pelunasan utang, harus ditangguhkan, termasuk eksekusi dan sitaan terhadap
barang yang tidak dibebani agunan, sekalipun dieksekusi dan sitaan tersebut
berkenaan dengan tagihan kreditor yang dijamin dengan hak tanggungan, gadai
atau hak agunan atas kebendaan lainnya atau dengan hak yang harus
diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan undang-undang.114
Dalam hal ini, akibat hukum tersebut berdampak tidak hanya kepada debitor,
tetapi juga kepada kreditor pemegang jaminan (kreditor separatis). Sebagaimana
diatur dalam Pasal 242 UUK-PKPU, bahwa:115
“Selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang,
Debitor tidak dapat dipaksa membayar utang sebagaimana dimaksud

113
Retno Wulan Sutantio, Suatu Tinjauan Terhadap Beberapa Yurisprudensi Mengenai
Kepailitan, (Jakarta: BPHN-Dep.Keh, 1991), hlm. 5.
114
Bernadette Waluyo, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
cet. I, (Bandung: Penerbit Bandar Maju, 1999), hlm. 85.
115
Indonesia (1), loc. cit., ps. 242.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


51

dalam Pasal 245 dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai
untuk memperoleh pelunasan utang, harus ditangguhkan.”
Dengan demikian, tindakan parate eksekusi atau parate executie yaitu hak kreditor
untuk melakukan eksekusi dengan kekuasaannya sendiri secara langsung atas
objek jaminan, harus ditangguhkan. Keadaan ini berlangsung baik selama PKPU
Sementara maupun selama PKPU Tetap.116
Penangguhan tersebut berlangsung sampai dengan proses PKPU berakhir,
atau maksimal selama 270 (dua ratus tujuh puluh) hari. Tujuannya adalah untuk
memaksimalkan harta debitor, sehingga dapat dilaksanakan proses pelunasan
utang debitor secara maksimal. Adanya penangguhan telah menunjukkan adanya
asas keadaan diam (standstill atau stay) selama proses PKPU berlangsung. Hal
tersebut dilakukan agar proses PKPU dapat berjalan secara efektif, dan mencegah
terjadinya peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian kepada kreditor maupun
debitor.
Ketiga, debitor tidak dapat dipaksa untuk membayar utang-utangnya selama
proses PKPU berlangsung, sebagaimana diatur dalam Pasal 245 UUK-PKPU:117

“Pembayaran semua utang, selain yang sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 244 yang sudah ada sebelum diberikannya penundaan kewajiban
pembayaran utang selama berlangsungnya penundaan kewajiban
pembayaran utang, tidak boleh dilakukan, kecuali pembayaran utang
tersebut dilakukan kepada semua Kreditor, menurut perimbangan
piutang masing-masing, tanpa mengurangi berlakunya juga ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (3).”

Hal ini juga dikarenakan, berlakunya asas keadaan diam (stay) semenjak putusan
PKPU sementara ditetapkan sampai dengan proses PKPU berakhir. Selama proses
PKPU berlangsung, debitor hanya diperbolehkan melakukan pembayaran
terhadap seluruh utang-utangnya kepada semua kreditornya tanpa terkecuali.118
Debitor tidak dapat dipaksakan untuk membayar sebagian utangnya kepada salah
satu atau sebagian kreditor.
Keempat, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 229 ayat (3) UUK-PKPU
116
Sjahdeini, op. cit., hal. 358.
117
Indonesia (1), loc. cit., ps. 245.
118
Indonesia (1), loc. cit., ps. 242 ayat (1) jo. ps. 245.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


52

seperti berikut:119

“Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan


kewajiban pembayaran utang diperiksa pada saat yang bersamaan,
permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus
diputuskan terlebih dahulu."
Maka dari itu, apabila permohonan PKPU sudah dikabulkan, terhadap debitor
tidak dapat diajukan permohonan pailit. Apabila permohonan pailit telah diajukan
sebelumnya, maka proses kepailitan harus ditangguhkan dan pelaksanakan proses
PKPU harus diputus terlebih dahulu.

2.5. Kedudukan Kreditor Konkuren dan Kreditor Separatis dalam


Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
Kreditor merupakan pemeran utama dalam proses PKPU, dimana para
kreditor-lah yang menentukan persetujuan terkait pemberian PKPU Tetap dan
persetujuan atas rencana perdamaian. Maka dari itu, perlu diketahui mengenai
kedudukan dari masing-masing kreditor, khususnya antara kreditor konkuren
dengan kreditor separatis. Kreditor konkuren sebagai pihak yang lemah seringkali
dirugikan dalam hal pembayaran piutang. Melihat risiko-risiko yang dapat terjadi,
kreditor konkuren sebelumnya dapat melakukan beberapa langkah preventif
dalam melaksanakan transaksi dengan debitor. Terkait dengan hukum kepailitan
di Indonesia, ada dua cara untuk melakukan langkah preventif tersebut.
Diantaranya:
1. Pengawasan terhadap keadaan solven dari debitor
“A number of financial services firms provide credit opinions
regarding commercial companies and their ability to meet
their debts as they become due. If, for instance, your company
extends trade credit to a particular customer whose business
represents a significant source of your company‟s revenue, it
would be prudent to request such an opinion from time to time
in order to hedge against the injuries you might incur should
that customer file for bankruptcy.”120

119
Indonesia (1), loc. cit., ps. 229 ayat (3).

120
American Bankruptcy Institute, What Every Unsecured Creditor Should Know About
Chapter 11, Chapter 11 - “101”, (American Bankruptcy Institute Journal: Issues and Information
for the Insolvency Professional), hlm. 3. Reprinted with permission from the ABI Journal, Vol.
Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


53

Seperti yang dikutip dari jurnal yang dibuat oleh The American
Bankruptcy Institute tersebut, maka kreditor konkuren dapat melakukan
pengawasan dengan meminta opini secara rutin terkait kegiatan kredit
terhadap debitor yang memberikan pengaruh besar terhadap pendapatan
perusahaan. Tindakan ini dilakukan agar perusahaan mengetahui risiko
yang mungkin akan terjadi apabila debitor mengajukan pailit.

2. Mengadakan Alternatif Pembayaran yang Aman


“... you can significantly reduce your exposure by initiating
certain payment alternatives that will protect your interests in
the event of a filing. These alternatives include obtaining
advance payment or cash on delivery (COD) for shipments,
establishing an evergreen retainer or cash deposit, obtaining
letters of credit and entering into third-party guarantees.”121
Dalam American Bankruptcy Institute Journal juga disebutkan bahwa
kreditor konkuren dapat melindungi kepentingan mereka, dengan
mencetuskan beberapa alternatif pembayaran. Alternatif pembayaran
dapat berupa perolehan pembayaran dimuka atau pembayaran ditempat
dalam pengiriman, membuat kas deposito, perolehan L/C, dan
melakukan penjaminan dengan pihak ketiga.

Dengan langkah preventif diatas, maka kreditor itu sendiri diharapkan dapat
mengurangi kerugian apabila debitor dikemudian hari dinyatakan pailit atau
PKPU. Selain langkah preventif diatas, selanjutnya UUK-PKPU telah
memberikan perlindungan hukum terhadap kreditor konkuren dengan
menyetarakan kedudukan antara kreditor konkuren dengan kreditor separatis.
Dalam Pasal 222 ayat (2) UUK-PKPU, yang dimaksud sebagai kreditor
adalah baik kreditor konkuren maupun kreditor yang didahulukan.122 Pada
dasarnya kedudukan para kreditor adalah sama (prinsip paritas creditorium).
Tetapi asas tersebut memiliki pengecualiannya, yaitu tidak berlaku terhadap

XXIII, No. 5, June 2004.

121
American Bankruptcy Institute, loc. cit.
122
Sjahdeini, op. cit., hlm. 327.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


54

golongan kreditor separatis dan kreditor preferen. Dengan demikian, prinsip


paritas creditorium berlaku bagi para kreditor konkuren saja.123
Perbedaan kreditor separatis dengan kreditor konkuren dalam kepailitan,
adalah kreditor separatis memiliki hak untuk melakukan eksekusi objek
jaminannya seolah-olah tanpa terjadinya kepailitan. Sebagaimana diatur dalam
Pasal 55 ayat (1) UUK-PKPU berikut:124

“Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang
gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas
kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak
terjadi kepailitan.”
Selain itu, kreditor separatis juga mendapatkan pembayaran piutang terlebih
dahulu dibandingkan dengan kreditor konkuren dalam pembagian hasil penjualan
harta pailit.125 Pembagian tersebut dilakukan berdasarkan urutan prioritas di mana
kreditor yang kedudukannnya lebih tinggi mendapatkan pembagian lebih dahulu
dibandingkan kreditor lain yang kedudukannya lebih rendah. Dan diantara
kreditor yang memiliki tingkatan yang sama, maka pembayaran dengan asas
prorata (pari passu pro rata parte).
Namun perlu ditekankan, bahwa hal tersebut bukan berarti tidak adanya
pelunasan kepada kreditor konkuren. Melainkan terdapat perbedaan pada besaran
jumlah piutang yang dibayarkan kepada setiap kreditornya, dimana kreditor
separatis mendapatkan kemungkinan pelunasan piutang yang lebih besar
dibandingkan dengan kreditor konkuren. Sebagaimana dikutip dari skripsi Vida
Rianita Ginting (“Analisis terhadap Penolakan Perdamaian Pada Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh Kreditur Separatis dalam Perkara
Kepailitan (Studi Terhadap Perdamaian PT. Maja Agung Latexindo dan PT. BRI
Cabang Putri Hijau Medan)”) yang menyebutkan bahwa menurut M. Hadi

123
Fred B.G. Tumbuan, “Pokok – pokok Undang – undang Tentang Kepailitan sebagaimana
diubah oleh PERPU No. 1/1998” dalam Penyelesaian Utang – Piutang melalui Kepailitan atau
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Rudhy A. Lontoh, Ed. (Bandung: Alumni, 2001), hlm.
128. Dalam Artikel Royke A. Taroreh, Hak Kreditor Separatis dalam Mengeksekusi Benda
Jaminan Oleh Debitor Pailit, (Vol.II/No.2/Januari-Maret /2014 Edisi Khusus), hlm. 106.
124
Indonesia (1), loc. cit., ps. 55 ayat (1).
125
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc.cit., ps. 1132.
Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


55

Shubhan, kreditur yang memiliki piutang yang lebih besar, akan mendapatkan
porsi pembayaran piutang lebih besar dari pada yang memiliki piutang lebih kecil,
bukan dengan cara sama rata.126 Hal ini mengindikasikan bahwa pada dasarnya,
setiap utang harus selalu dibayarkan, walaupun pembayaran tidak dilakukan
secara penuh.
Keuntungan dari kreditor separatis adalah memiliki hak untuk
mengeksekusi objek jaminan di luar kepailitan (parate executie). Pengertian
eksekusi itu sendiri adalah pelaksanaan putusan pengadilan (dalam arti sempit),
atau pelaksanaan pemenuhan hak berdasarkan putusan pengadilan serta
pelaksanaan pemenuhan hak berdasarkan title eksekutorial (dalam arti luas).
Karena adanya parate eksekusi, kreditor separatis diberikan kedudukan yang lebih
dibandingkan dengan kreditor lainnya. Hal ini dikarenakan, objek jaminan
tersebut dapat di eksekusi di luar kepailitan dan terpisah dari bundel pailit. Parate
eksekusi merupakan hak yang melekat pada setiap kreditor separatis, oleh karena
itu pelaksanaannya dapat selalu dijalankan selama memenuhi syarat titel
eksekutorial.
Dalam Kepailitan, terdapat pengecualian terhadap tindakan parate eksekusi.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat (1) UUK-PKPU:127

“Hak eksekusi Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat


(1) dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam
penguasaan Debitor Pailit atau Kurator, ditangguhkan untuk jangka
waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan
pernyataan pailit diucapkan.”
Apabila melihat ketentuan diatas, maka kreditor tidak diperbolehkan untuk
melakukan eksekusi atas objek jaminan yang telah di perjanjikan sebelumnya,
dalam jangka waktu yang ditentukan (paling lama 90 (sembilan puluh) hari).
Dengan kata lain, Pasal 56 ayat (1) UUK-PKPU merupakan peangguhan dari
tindakan parate eksekusi seperti yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UUK-PKPU.
Selanjutnya dalam PKPU juga diatur mengenai penangguhan eksekusi

126
M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan, cetakan ke-1, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 148.
127
Indonesia (1), loc. cit., ps. 56 ayat (1).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


56

tersebut128, sebagai akibat hukum dari proses PKPU. Jangka waktu penangguhan
tersebut adalah selama proses PKPU berlangsung dan/atau maksimal selama 270
(dua ratus tujuh puluh) hari, atau dengan kata lain, selama proses PKPU
berlangsung. Hal tersebut diatur dalam Pasal 246 UUK-PKPU, yang menyebutkan
bahwa:129
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan
Pasal 58 berlaku mutati mutandis terhadap pelaksanaan hak Kreditor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dan Kreditor yang
diistimewakan, dengan ketentuan bahwa penangguhan berlaku selama
berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang.”
Sekalipun kreditor separatis dapat mengeksekusi hak atas jaminannya secara
tersendiri, namun kreditor separatis tetap tunduk kepada ketentuan mengenai
penangguhan eksekusi, yang berlaku demi hukum selama 270 (dua ratus tujuh
puluh) hari sejak putusan PKPU Sementara ditetapkan. Dengan kata lain, jangka
waktu penangguhan ini dilakukan mulai saat penetapan PKPU Sementara, PKPU
Tetap, dan sampai dengan jangka waktu PKPU berakhir.
Selanjutnya Pasal 244 ayat (1) UUK-PKPU, mengatur mengenai kedudukan
dari tagihan-tagihan kreditor separatis dan kreditor preferen terkait dengan
penangguhan tersebut. Pasal 244 ayat (1) menyebutkan bahwa, dengan tetap
memperhatikan ketentuan yang dicantumkan dalam Pasal 246 UUK-PKPU,
PKPU tidak berlaku terhadap:130
a. tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya;
b. tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan, atau pendidikan yang
sudah harus dibayar dan Hakim Pengawas harus menentukan
jumlah tagihan yang sudah ada dan belum dibayar sebelum
penundaan kewajiban pembayaran utang yang bukan merupakan
tagihan dengan hak untuk diistimewakan; dan
c. tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik Debitor
maupun terhadap seluruh harta Debitor yang tidak tercakup pada
ayat (1) huruf b.
Pasal 244 UUK-PKPU harus dimaknai sebagai pendukung adanya

128
Indonesia (1), loc. cit., ps. 242 ayat (1).
129
Indonesia (1), loc. cit., ps. 246.
130
Indonesia (1), loc. cit., ps. 244.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


57

kesetaraan kedudukan antara kreditor separatis dengan kreditor konkuren. Pasal


tersebut mengindikasikan bahwa selain adanya penangguhan tersebut, kedudukan
dari kreditor separatis dengan kreditor konkuren adalah sama. Pengaturan pasal
ini kemudian ditanggapi oleh Sutan Remy Sjahdeini, dimana beliau berpendapat
bahwa:131

“Dengan berlakunya ketentuan Pasal 246, maka ketentuan Pasal 244


ayat (1) tidak ada artinya bagi kreditor dengan hak jaminan dan
kreditor dengan tagihan yang diistimewakan karena selama masa
berlakunya PKPU itu para kreditor tersebut tidak dapat melaksanakan
haknya. Selama masa berlakunya PKPU itu, mereka berstatus tidak
berbeda dengan status para kreditor konkuren.”
Disisi lain, dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata diatur mengenai
perlidungan diantara para kreditor konkuren. Pasal 1131 KUH Perdata tersebut
mencerminkan prinsip Paritas Creditorium (adanya kesetaraan kedudukan para
kreditor), dimana para kreditor mempunyai hak yang sama terhadap semua harta
debitor.132 Sedangkan Pasal 1132 KUH Perdata memberikan jaminan kepastian
atas pelunasan utang-utang secara proporsional, yang merupakan bentuk
perikatan antara debitor dengan kreditor (Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte).
Rachmadi Usman selanjutnya memberikan pengertian mengenai jaminan.
Menurut beliau, jaminan merupakan suatu sarana perlindungan keamanan
keamanan kreditor, sebagai kepastian akan pelunasan utang debitor atas
pelaksanaan suatu prestasi oleh debitor atau oleh penjamin debitor. 133 Dengan
demikian, setiap kreditor memiliki hak atas harta kekayaan debitor sesuai dengan
besaran piutang masing-masing kreditor tersebut.
Kreditor konkuren seringkali dikatakan sebagai kreditor yang paling rentan
mengalami kerugian dalam pelunasan utang debitor. Maka dari itu, kreditor
konkuren merupakan kreditor yang harus selalu dijaga dalam PKPU. Karena
kedudukannya yang lemah, seringkali kreditor konkuren tidak mendapatkan

131
Sjahdeini, op. cit., hlm. 359.
132
M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, cetakan
ke-2, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.27.
133
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2001), hlm. 61.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


58

pelunasan utang-utangnya dengan sepadan. Oleh karena itu, dalam hukum


kepailitan, khususnya melalui UUK-PKPU diberikan bentuk perlindungan
terhadap kreditor konkuren tersebut, yang dapat tercermin dari tujuan hukum
kepailitan, diantaranya sebagai berikut:134

1. Melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka


sehubungan berlakunya asas jaminan, “semua harta kekayaan debitor
baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada
maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi
perikatan debitor”, yaitu dengan cara memberikan fasilitas dan
prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihan-tagihannya terhadap
debitor.
2. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor di antara para
kreditor sesuai dengan asas pari passu (membagi secara proporsional
harta kekayaan debitor kepada para kreditor konkuren atau unsecured
creditors berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing-masing).
Di dalam hukum Indonesia, asas pari passu dijamin oleh Pasal 1132
KUH Perdata.
3. Mencegah agar debitor tidak tidak melakukan perbuatan-perbuatan
yang dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan
dinyatakannya seseorang sebagai debitor pailit, maka debitor menjadi
tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan
memindahtangankan harta kekayaannya. Putusan pailit memberikan
status hukum dari harta kekayaan debitor berada di bawah sita umum
(disebut harta pailit).
4. Memberikan kesempatan kepada debitor dan para kreditornya untuk
berunding dan membuat kesepakatan mengenai restrukturisasi utang-
utang debitor. Di dalam undang-undang kepailitan Indonesia
kesempatan bagi debitor untuk mencapai kesepakatan restrukturisasi
utang-utangnya dengan para kreditornya diatur dalam Bab III
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

134
Sjahdeini, op. cit., hlm. 29-31.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


59

Selain aturan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, diperlukan


perhatian lebih dari pihak pengurus PKPU sampai dengan kreditor itu sendiri.
Selain pengawasan, pengurus PKPU juga harus selalu menanamkan asas
perlakuan sama antara kreditor secara seimbang (Prinsip Paritas Creditorium).
Sebagaimana asas keseimbangan yang melandasi penerapan ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam UUK-PKPU.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa
kedudukan kreditor konkuren dan kreditor separatis dalam proses PKPU adalah
sama. Sebagai salah satu lembaga penyelesaian utang, PKPU diharapkan dapat
memberikan kesempatan yang besar terhadap kreditor konkuren untuk berperan
aktif dalam menjalankan pembahasan rencana perdamaian.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


BAB 3
PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG PT. BENANGSARI
INDAHTEXINDO (PUTUSAN PENGADILAN NIAGA PADA
PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR :
67/PKPU/2013/PN.NIAGA.JKT.PST.)

Perusahaan Benangsari Indahtexindo adalah perusahaan berbentuk


Perseroan Terbatas (“PT”) yang melaksanakan kegiatan usaha di bidang Industri
Textile. PT. Benangsari Indahtexindo berkedudukan di Jakarta berdasarkan Akta
Pendirian Perseroan Terbatas No. 25 (dibuat dihadapan Notaris Agus Madjid, SH
tertanggal 15 Agustus 1990), yang beralamat kantor di Komplek Perkantoran
Duta Merlin Blok. C/23-25, Jalan Gadjah Mada 3-5 Jakarta Pusat. Sebagaimana
yang tertuang dalam Akta Nomor 03 tanggal 02 Februari 2010, yang dibuat
dihadapan Notaris Arsin Effendy, SH, Notaris di Jakarta (Surat No. AHU-AH.01-
0 848), Direktur Utama PT. Benangsari Indahtexindo adalah Roy Sutanto. Oleh
karena itu, Bapak Roy Sutanto selaku Direktur Utama, memiliki tanggung jawab
atas PT. Benangsari Indahtexindo dimuka pengadilan dan khususnya dalam
perkara ini dihadapan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.135
Pada awalnya, PT. Benangsari Indahtexindo merupakan perusahaan yang
tergolong sehat dan menghasilkan banyak keuntungan. Sebagai perusahaan yang
bergerak dalam industri textile di Indonesia, PT. Benangsari Indahtexindo dapat
dikatakan sebagai salah satu perusahaan yang menyalurkan bahan textile kepada
perusahaan-perusahaan besar. Keadaan keuangan dan produksi berjalan dengan
baik, dan tidak ada hambatan. Awal mula permasalahannya terjadi pada saat PT.
Benangsari Indahtexindo mengalami kesulitan dalam menjual barang-barang
produksinya akibat terjadinya krisis ekonomi global, sehingga perusahaan tidak
mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya (utang-utangnya).136 Dari sinilah
masalah keuangan mulai bermunculan, dan menyebabkan utang-utang perusahaan

135
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 67/Pdt.Sus-
PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.tertanggal 23 Oktober 2013.
136
Kontan, Gagal Jalani PKPU, akhirnya Benangsari Pailit,
http://nasional.kontan.co.id/news/gagal-jalani-pkpu-akhirnya-benangsari-pailit, diunduh pada 18
Juni 2015, jam 08.49 WIB.

60

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


61

semakin menumpuk.
Akhirnya pada tanggal 21 Oktober 2013, PT. Benangsari Indahktexindo
mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di
Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan
Register Nomor: 67/PKPU/2013/PN.NIAGA.JKT.PST. Dengan amar putusan
seperti berikut:137

1. Mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


(PKPU) Sementara dari Pemohon PKPU selama 45 hari terhitung sejak
tanggal putusan diucapkan;
2. Menunjuk Sdr. DEDI FARDIMAN, SH, MH. Hakim Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai Hakim Pengawas;
3. Mengangkat:
a. Arman Hanis, SH, Advokat, Kurator dan Pengurus yang terdaftar
dengan No. AHU.AH.04.03-89, tertanggal 30 Juli 2012 yang
beralamat Kantor di Hanis & Hanis Advocates, Gedung Sarinah,
Lantai 11, Jalan M.H. Thamrin No. 11, Jakarta; dan
b. Drs. Heru Sunaryo, S.H., M.H., Kurator dan Pengurus yang
terdaftar dengan No. AHU.AH.04.03-24, tertanggal 22 Februari
2011 yang beralamat di Bella Cassa Residence Blok A/9 No. 1,
Depok, Jawa Barat;
Sebagai Tim Pengurus
4. Menetapkan bahwa hari sidang berikutnya pada hari Jum‟at, tanggal 6
Desember 2013, bertempat di Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat,
Lantai 3, Jl. Gajah Mada No. 17 Jakarta Pusat;
5. Memerintahkan Tim Pengurus untuk memanggil para Kreditor yang
dikenal dalam surat tercatat agar datang pada sidang yang telah ditetapkan
di atas;
6. Menetapkan biaya pengurusan dan imbalan jasa bagi pengurus akan
ditetapkan kemudian setelah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) berakhir;
137
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 67/Pdt.Sus-
PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


62

7. Menangguhkan biaya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran


Utang (PKPU) ini sampai dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) dinyatakan selesai.

Berdasarkan putusan diatas, tepatnya pada tanggal 23 Oktober 2013, maka


Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa PT.
Benangsari Indahtexindo berada dalam masa PKPU Sementara selama 45 (empat
puluh lima) hari semenjak tanggal yang diucapkannya putusan tersebut.
Selanjutnya, Hakim Pengawas yang telah diangkat oleh pengadilan kemudian
mengeluarkan Penetapan pertanggal 25 Oktober 2013 yang berisikan tentang
tanggal, koran tempat pengumuman pernyataan pailit, rapat verifikasi, batas akhir
tagihan dan tanggal penyelenggaraan rapat pencocokan utang (verifikasi).
Pengumuman terkait dengan PKPU tersebut dimuat dalam surat kabar harian
Pasundan Expres dan Kompas pada tanggal 28 Oktober 2013.
Setelah melaksanakan Rapat Kreditor Pertama pada tanggal 12 November
2013, digelar Rapat Pencocokan Tagihan pada tanggal 25 November 2013.
Berdasarkan tagihan yang telah diterima dan diakui oleh Tim Pengurus bersama
debitor pada saat Rapat Pencocokan Tagihan, maka tagihan-tagihan tersebut
terdiri dari:138
Tabel 3.1
Daftar Tagihan Kreditor dalam PKPU PT. Benangsari Indahtexindo

JENIS BUKTI
NO. KREDITOR JUMLAH TAGIHAN
TAGIHAN TAGIHAN

Pajak
Pertambaha
Kantor
1. n Nilai
Pelayanan Pajak Preferen Rp. 712.618.281
(PPN) dan
Pratama Subang
Pajak Bumi
Bangunan

138
Data olahan Penulis, berdasarkan “Daftar Voting Rencana Perdamaian PT. Benangsari
Indahtexindo (Dalam PKPU)” dan “Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat No. 67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 18 Juli 2014”.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


63

(PBB)
PT. Bank Separatis KMK I Rp. 473.851.202.872,92
2. Mandiri (PF), KMK
(Persero), Tbk. Konkuren II, dan KI Rp. 654.516.134.897,67

Inv. (0543,
0649, 0712,
0672, 0671,
0688, 0687,
0016, 0022,
3. Gansa Altexindo Konkuren 0062, 0169) Rp. 87.632.223
dan FP.
(371, 372,
609, 6939,
136, 7601,
7602, 7814)

PT. Anugerah Inv. (2011,


4. Konkuren Rp. 41.784.018
Texindotama 019, 2013)

FP. (1637,
PT. Protechma 1073, 1013,
5. Konkuren Rp. 111.409.168
Indonesia 1145, 1389,
1496, 422)

Surat
PT. Tanjung Tagihan
6. Konkuren Rp. 220.128.400
Anom Sejati (Pembelian
Mesin)

Aryanti Artisari,
7. Konkuren Kwi. 00173 Rp.10.000.000
SH, M.Kn.

8. PT. Samudra Konkuren Surat Rp. 18.550.000

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


64

Indonesia Tagihan

Kwi. (276,
277, 304,
305, 306,
307, 308,
309,
PT. Karyamulya
9. Konkuren 2013344, Rp. 64.059.006
Teknindo
2013355)
(Biaya
sparepart
dan
supplies)

Fk. (0147,
0188, 0189,
10. PD. Surya Jaya Konkuren 0190, 0191) Rp. 36.536.500
(Pembelian
supplies)

PT. Pamaco Nt. (537,


11. Konkuren Rp. 5.230.456
Binar Santosa 532)

Invoice.
12/10/2013
12. Inti Mekar Konkuren tanggal 12 Rp. 3.950.000
Oktober
2013

Surat
Tagihan
PD. Hasil
13. Konkuren (Biaya Rp. 13.680.000
Lestari
supplies dan
sparepart)

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


65

Surat
PT. Klinik Tagihan
14. Konkuren Rp. 130.698.000
Indosehat 2003 (Biaya jasa
kesehatan)

Semua tagihan diatas yang diajukan oleh Kreditor telah diakui oleh Debitor.
Lalu kemudian dilakukan pemanggilan para Kreditor untuk hadir dalam semua
rapat-rapat kreditor di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Lt.
III, Jl. Gadjah Mada No. 17, Jakarta Pusat. Rapat-rapat kreditur, diadakan pada:

a. Hari Jumat, tanggal 12 November 2013 (Rapat Kreditur pertama)


b. Hari Jumat, tanggal 25 November 2013 (Rapat Verifikasi)
c. Hari Rabu, tanggal 27 November 2013 (Rapat pembahasan Rencana
Perdamaian, melalui Surat No. 105/BSI/XI/2013)
d. Hari Kamis, tanggal 17 Juli 2014 (Rapat Pemungutan Suara atau Voting)

Para kreditor kemudian secara aklamasi menyetujui untuk memberikan


PKPU Tetap selama 60 (enam puluh) hari, tertanggal 6 Desember 2013.
Selanjutnya diadakan Rapat Kreditor yang diadakan pada 30 Januari 2014,
dihadiri oleh Tim Pengurus, Debitor, Kreditor Preferen, dan Kreditor Separatis.
Rapat ini membahas mengenai Proposal Perdamaian yang diajukan oleh Debitor
pada tanggal 6 Januari 2014 (Surat No. 001/BSI/I/2014) bersama dengan Revisi
Proposal Perdamaian PT. Benangsari Indahtexindo tertanggal 24 Januari 2014
(Surat No. 005/BSI/I/2014).
Dalam rapat, PT. Bank Mandiri, Tbk meminta debitor untuk memberikan
jaminan tambahan berupa PT. Warna Unggul secara langsung, bukan dengan
jangka waktu selama 3 (tiga) tahun sebagaimana yang tertuang dalam Proposal
Perdamaian. Namun permintaan tersebut belum dapat dilakukan oleh debitor,
karena pada saat itu PT. Warna Unggul masih dijaminkan kepada Bank of India.
Debitor pada dasarnya tidak keberatan dengan permintaan PT. Bank Mandiri,
Tbk, selama ada persetujuan dari Bank of India. Debitor bertindak secara hati-
hati, karena ditakutkan kredibilitas dari nama perusahaan debitor terancam atau

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


66

yang menjadi kekhawatiran debitor adalah jika Bank of India akan meminta
pelunasan utang dengan segera. Akhirnya para kreditor menyetujui secara
aklamasi (pada tanggal 3 Februari 2014) atas permohonan perpanjangan PKPU
Tetap yang diajukan debitor, dan akhirnya PKPU Tetap ini diperpanjang selama
45 (empat puluh lima) hari (terhitung tanggal 5 Februari 2014).
Selanjutnya pada tanggal 20 Maret 2014, diadakan Rapat Kreditor yang
membahas mengenai progres yang telah dicapai debitor terkait dengan Proposal
Perdamaian melalui Surat No. 018/BSI/IIII/2014 (tertanggal 14 Maret 2014). PT.
Tanjung Anom Sejati, PT. Samudra Indonesia, PT. Klinik Indosehat 2003, PD.
Hasil Lestari yang diwakili oleh Taufik Riyadi, SH (kuasa hukum para Kreditor
tersebut) sebagai kreditor konkuren telah menyetujui Proposal Perdamaian
tersebut. Namun sampai diadakannya Rapat Kreditor tersebut, Tim Pengurus
belum menerima tanggapan dari Komite pada PT. Bank Mandiri, Tbk (sebagai
kreditor separatis dan kreitor konkuren). Dimana sebelumnya, kuasa hukum
debitor telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan PT. Bank Mandiri, Tbk
untuk membahas proposal perdamaian, yaitu pada tanggal 7 Februari 2014 dan 26
Februari 2014. Dimana keinginan PT. Bank Mandiri, Tbk telah seluruhnya
dipenuhi oleh Debitor. Oleh karena belum adanya tanggapan dari PT. Bank
Mandiri, Tbk, debitor menyampaikan permohonan perpanjangan waktu PKPU
selama 60 (enam puluh) hari, agar debitor dapat menyampaikan dokumen-
dokumen pendukung lainnya terkait Proposal Rencana Perdamaian tersebut.
Permohonan ini juga diajukan untuk memberikan debitor waktu dalam
bernegosiasi dan membuat skema penyelesaian utang dengan para kreditor,
khususnya PT. Bank Mandiri, Tbk. Sehingga pada tanggal 21 Maret 2014,
perpanjangan PKPU Tetap tersebut dikabulkan oleh Majelis Hakim.
Setelah membahas Proposal Rencana Perdamaian (Surat No.
018/BSI/IIII/2014, tertanggal 14 Maret 2014) dan melakukan perpanjangan PKPU
Tetap pada terhitung tanggal 22 Maret 2014, selanjutnya dilakukan Rapat
Pembahasan Proposal Rencana Perdamaian pada tanggal 19 Mei 2014. Dimana
sebelumnya, Tim Pengurus telah menerima persetujuan dari PT. Bank Mandiri,
Tbk melalui Surat No. 336/JTC-Mandiri/5-14. Surat persetujuan disini adalah
surat persetujuan dengan suatu syarat, dimana apabila persyaratan disanggupi

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


67

untuk dipenuhi semuanya, maka persetujuan akan diberikan oleh PT. Bank
Mandiri, Tbk.
Terkait dengan Surat atas Persetujuan tersebut, masih terdapat beberapa
kendala dalam penjualan 61 (enam puluh satu) bidang tanah/bangunan yang
terletak di Jl. Raya Subang KM. 8, Purwakarta. Sehingga menyebabkan
pembayaran sebagian besar initial payment kepada PT. Bank Mandiri, Tbk.
(sebagai kreditor separatis) mengalami keterlambatan dan tidak sesuai dengan
perdiksi debitor sebagaimana dimaksud dalam Proposal Rencana Perdamaian
yang telah debitor ajukan. Dan juga menyebabkan Debitor tidak dapat tepat waktu
memenuhi pembayaran initial payment sebesar USD 2.049.090,68,- kepada PT.
Bank Mandiri, Tbk, pada tanggal 16 Mei 2014. Tetapi Debitor tetap akan
membayar angsuran bulan Mei dan seterusnya terhadap pembayaran kewajiban
pokoknya, tetap akan dibayarkan oleh debitor sesuai dengan proposal rencana
perdamaian yang telah diajukan sebelumnya. Bahkan sampai tanggal 13 Mei
2014, debitor telah menyetor initial payment sebesar USD$ 300.000,- ke rekening
escrow account No. 103.000.424.2281 a.n. Credit Recovery I Group – Loan Coll.
I pada PT. Bank Mandiri, Tbk.
Terkait dengan hal tersebut, debitor telah mendapat kesepahaman dengan
PT. Bank Mandiri, Tbk dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk
menyelesaikan segala permasalahan terkait penjualan aset dan memenuhi seluruh
pembayaran initial payment. Debitor telah membuat perjanjian dengan pembeli
atas 61 (enam puluh satu) bidang tanah/bangunan yang terletak di Jl. Raya Subang
KM. 8, Purwakarta, dengan waktu untuk melakukan transaksi jual beli tanah
paling lambat 2 (dua) bulan setelah penandatanganan perjanjian sebagaimana
Surat Perjanjian untuk melakukan transaksi jual beli tanah antara Roy Sutanto
dengan Heru Alam Surja Wibowo, tertanggal 16 Mei 2014. Oleh karena itu,
debitor membutuhkan perpanjangan waktu untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut.
Dalam Rapat Pembahasan Proposal Perdamaian (Surat No.
018/BSI/IIII/2014, tertanggal 14 Maret 2014) tersebut juga disebutkan bahwa PT.
Bank Mandiri, Tbk. telah menyetujui perpanjangan PKPU Tetap selama 60 (enam
puluh) hari tetapi meminta agar Proposal Rencana Perdamaian tersebut belum

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


68

disepakati karena akan adanya perubahan jadwal untuk angsuran bulan Mei 2014
sebesar USD 375.000,-. Lalu Hakim Pengawas menanyakan kepada para kreditor
konkuren (yaitu kepada Kuasa Hukum PT. Tanjung Anom Sejati, Kuasa Hukum
PT. Samudera Indonesia, Kuasa Hukum Klinik Indosehat 2003, Kuasa Hukum
PD. Hasil Lestari) mengenai persetujuan perpanjangan PKPU Tetap selama 60
(enam puluh) hari, dan ditanggapi dengan adanya persetujuan dari para kreditor
konkuren tersebut. Oleh karena perpanjangan selama 60 (enam puluh) hari jatuh
pada hari Sabtu, maka Hakim Pengawas menyepakati bahwa perpanjangan PKPU
Tetap menjadi selama 59 (lima puluh sembilan) hari yang jatuh pada hari Jumat
(18 Juli 2014). Setelah diikuti dengan persetujuan kreditor konkuren terhadap
perpanjangan selama 59 (lima puluh sembilan) hari tersebut. Akhirnya ditetapkan
perpanjangan PKPU Tetap selama 59 (lima puluh sembilan) hari terhitung sejak
tanggal 21 Mei 2014.
Secara keseluruhan, debitor telah mengajukan Proposal Rencana Perdamaian
pada tanggal 25 November 2013, tanggal 6 Januari, tanggal 24 Januari, tanggal 24
Februari 2014, dan tanggal 14 Maret 2014. Setelah melaksanakan beberapa kali
rapat kreditor dan melakukan beberapa kali perubahan rencana perdamaian, pada
tanggal 14 Mei 2014 diajukan rencana perdamaian yang terakhir oleh debitor.
Dengan adanya perubahan tersebut, Hakim Pengawas mengadakan dan memimpin
Rapat Pembahasan Perdamaian pada tanggal 17 Juli 2014 yang diikuti dengan
pemungutan suara (voting) terkait Proposal Rencana Perdamaian. Hasil
pemungutan suara terkait dengan Rencana Perdamaian yang diajukan oleh Debitor,
adalah sebagai berikut:139
a. Kreditor konkuren yang menolak = 1 kreditor konkuren dengan jumlah
tagihan sebesar Rp. 654.516.134.897,67,- (atau sama dengan 99.94%)
b. Kreditor separatis yang menolak = 1 kreditor dengan jumlah tagihan
sebesar Rp. 473.851.202.872,92,- (atau sama dengan 100%)
Rapat Pembahasan Perdamaian tersebut dihadiri oleh debitor dan 6 (enam)
kreditor (kreditor preferen (Kantor Pelayanan Pajak Pratama Subang), kreditor
separatis (PT. Bank Mandiri, Tbk), kreditor konkuren (PT. Bank Mandiri, Tbk,

139
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, “Putusan No.
67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 18 Juli 2014”, hlm. 7.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


69

PT. Tanjung Anom Sejati, PT. Samudra Indonesia, PD. Hasil Lestari, PT. Klinik
Indosehat 2003) dimana perolehan hasilnya adalah penolakan Rencana
Perdamaian oleh mayoritas kreditor konkuren dan kreditor separatis, sehingga
tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan Pasal 281 ayat (1) huruf
a dan b UUK-PKPU. Dengan demikian, Rencana Perdamaian yang diajukan oleh
PT. Benangsari Indahtexindo ditolak oleh para kreditor yang hadir. Berdasarkan
komposisi perhitungan suara kreditor konkuren dan kreditor separatis yang
menolak Rencana Perdamaian dengan ketentuan Pasal 281 ayat (1) UUK-PKPU,
maka debitor dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Menurut Arman Hanis sebagai pengurus PKPU seperti yang dikutip oleh
Noverius Laoli pada Tabloid KONTAN, para pihak belum mencapai kata sepakat
mengenai Proposal Rencana Perdamaian yang diajukan debitor karena belum
adanya jaminan pembayaran utang dari debitor kepada PT. Bank Mandiri, Tbk.140
Selanjutnya Wuwun Nafsiah dalam artikelnya menyebutkan bahwa alasan lainnya
yang menyebabkan belum tercapainya perdamaian adalah tidak sepakatnya pihak
Kreditor, yaitu PT. Bank Mandiri, Tbk terhadap waktu penyerahan jaminan dari
debitor. Dimana Kreditor menginginkan barang jaminan diserahkan setelah
adanya homologasi, sedangkan debitor meminta jaminan utang diserahkan 3 (tiga)
tahun kemudian.141 Oleh karena tidak tercapainya titik temu antara kepentingan
PT. Bank Mandiri, Tbk dengan kemampuan debitor, maka perdamaian tidak dapat
tercapai. Sehingga dalam Rapat Kreditor pada tanggal 17 Juli 2014, kreditor
konkuren dan kreditor separatis (PT. Bank Mandiri, Tbk) memutuskan untuk
menolak Proposal Rencana Perdamaian yang diajukan oleh debitor.
Menanggapi keputusan Rapat Kreditor yang diadakan pada tanggal 17 Juli
2014, maka diadakan sidang tepat satu hari setelahnya, yaitu pada tanggal 18 Juli
2014. Dalam sidang tersebut, para kreditor yang terlibat dalam PKPU maupun
Debitor pemohon PKPU telah membenarkan apa yang ada dalam laporan Tim
Pengurus maupun Hakim Pengawas. Oleh karena itu, PKPU dinyatakan telah

140
Kontan, Pengadilan perpanjang PKPU debitur Bank Mandiri,
http://nasional.kontan.co.id/news/pengadilan-perpanjang-pkpu-debitur-bank-mandiri, diunduh
pada 18 Juni 2015, jam 10.11 WIB.
141
Wuwun Nafsiah, Loc. Cit.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


70

berakhir dan debitor dinyatakan PAILIT oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negei Jakarta Pusat pada tanggal 18 Juli 2014.142

3.1. Utang PT. Benangsari Indahtexindo dengan PT. Bank Mandiri, Tbk
Pada awalnya, utang debitor terhadap PT. Bank Mandiri, Tbk berasal dari
sejumlah perjanjian fasilitas kredit yang diberikan selama 4 (empat) tahun, mulai
tahun 2001-2005. Diantaranya dengan rincian seperti berikut:

a. Kredit Investasi
 Perjanjian Kredit Investasi I (Refinance Pabrik Existing -30.000
Spindles) No. 4Hb.JTH/028/PK-KI/2001, Akta No. 9 tanggal 11
Juli 2001;
 Perjanjian Kredit Investasi II (Refinance/Take Over ex Bank Mega-
10.000 Spindles) No. 4Hb.JTH/029/PK-KI/2001, Akta No. 10
tanggal 11 Juli 2001 di buat dihadapan Harun Kamil, SH;
 Perjanjian Kredit Investasi III 12.000 Spindles (Ekspansi Tahap II
No. 4Hb.JTH/030/PK-KI/2001, Akta No. 11 tanggal 11 Juli 2001;
 Perjanjian Kredit Investasi IV 30.000 Spindles (Ekspansi Tahap III)
No. KP.COD/014/PK-KI.VA/2002.
b. Kredit Modal Kerja (KMK) I
 Perjanjian Kredit Modal Kerja Eks Post Financing yang dibuat
dibawah tangan dan ditanda tangani diatas kertas bermaterai cukup
No. KP-COD/026/PK-KMK/VA/2004 tanggal 30 Desember 2004;
 Perjanjian Kredit Modal Kerja Eks Post Financing yang dibuat
dibawah tangan dan ditanda tangani diatas kertas bermaterai cukup
No. KP-COD/014/PK-KMK/VA/2005 tanggal 14 Maret 2005;
 Perjanjian Kredit Modal Kerja Eks Post Financing No. KP-
COD/026/PK-KMK/VA/2005, Akta No. 84 tanggal 15 Agustus
2005.
c. Kredit Modal Kerja (KMK) II
 Perjanjian Kredit Modal Kerja No : KP.COD/012/PK-

142
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, “Putusan No.
67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 18 Juli 2014”, hlm. 8-18.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


71

KMK/VA/2003, Akta No. 9 tanggal 3 April 2003 dibuat oleh dan


dihadapan Arry Supratno, SH., Notaris di Jakarta, berikut seluruh
perubahan, perpanjangan, penambahan dan/atau pembaharuannya;
 Perjanjian Kredit Modal Kerja No : 4Hb.JTH/032/PK-KMK/2001,
Akta No. 12 tanggal 11 Juli 2001, dibuat oleh dan dihadapan Harun
Kamil, SH., Notaris di Jakarta.
d. Fasilitas Letter of Credit Impor sebagaimana dalam Perjanjian
Pemberian Fasilitas Letter of Credit Impor No : KP.COD/09/PLC/2003,
Akta No. 8 tanggal 3 April 2003, dengan limit kredit sebesar USD
2,800,000,000.00 (dua juta delapan ratus ribu dollar Amerika Serikat)
dibuat oleh dan dihadapan Arry Supratno.

Fasilitas kredit yang disebutkan tersebut sudah sempat direstrukturisasi pada 9


Oktober 2006, karena adanya kredit macet semenjak tahun 2001. Restrukturisasi
utang debitor memberikan perubahan terhadap besar biaya yang harus dibayarkan
debitor dari masing-masing fasilitas kredit, yaitu:

a. Kredit Investasi dengan limit kredit sebesar USD 25,989,336.01 (dua


puluh lima juta sembilan ratus delapan puluh sembilan ribu tiga ratus
tiga puluh enam poin nol satu dollar Amerika Serikat), menurut
Perubahan Perjanjian Kredit Investasi No. KP-CRG/002/PK-
KI/VA/2006, sebagaimana termuat dalam Akta No. 74 tanggal 9
Oktober 2006, dibuat oleh Arry Supratno, SH, Notaris di Jakarta;
b. Kredit Modal Kerja (KMK) I dengan limit kredit sebesar USD
12,353,553.48 (dua belas juta tiga ratus lima puluh tiga ribu lima ratus
lima puluh tiga poin empat puluh delapan dollar Amerika Serikat),
menurut Perubahan Perjanjian Kredit Modal Kerja No. KO-
CRG/005/OK-KMK/VA/2006, sebagaimana termuat dalam Akta No.
75 tanggal 9 Oktober 2006, dibuat oleh Arry Supratno, SH, Notaris di
Jakarta;
c. Kredit Modal Kerja (KMK) II dengan limit kredit sebesar USD
4,800,000.00 (empat juta delapan ratus ribu dollar Amerika Serikat),
menurut Perubahan Perjanjian Kredit Modal Kerja No. KP-

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


72

CRG/006/OK-KMK/VA/2006, sebagaimana termuat dalam Akta No.


76 tanggal 9 Oktober 2006, dibuat oleh Arry Supratno, SH, Notaris di
Jakarta tentang Perubahannya.

Debitor juga telah mengajukan restrukturisasi ulang atas kewajiban utang


dengan melakukan penjualan sukarela atas aset pribadi direksi, yang dimuat dalam
surat-surat yang diajukan debitor berikut:

1. Surat No. 140/SB/VI/2003 tanggal 24 Juni 2008 perihal restrukturisasi


kredit PT. Benangsari Indahtexindo.
2. Surat No. 004/BSI/I/2013 tanggal 10 Januari 2013 perihal Rencana
Penyelesaian Hutang Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja PT.
Benangsari Indahtexindo.
3. Surat No. 081/BSI/VIII/2013 tanggal 23 Agustus 2013 perihal
Permohonan Restrukturisasi Atas Kewajiban Hutang PT. Benangsari
Indahtexindo.

Namun surat-surat yang disebutkan diatas terkait restrukturisasi ulang tersebut,


tidak mendapatkan tanggapan dari pihak PT. Bank Mandiri, Tbk. Akhirnya
debitor tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk membayar utang kepada
PT. Bank Mandiri, Tbk, dan juga kepada kreditor lainnya.
Selain merestrukturisasi fasilitas kredit diatas, PT. Bank Mandiri, Tbk juga
sudah menandatangani perjanjian Cross Collateral No. 86 dan Cross Default No.
87 dengan debitor. Cross Collateral adalah jaminan yang diserahkan debitor yang
telah diikat sesuai dengan sifat jaminannya akan mengikat ke beberapa perjanjian
kredit, baik atas nama satu atau beberapa debitor pada bank atau kreditor.143
Sedangkan yang dimaksud dengan Cross Default adalah ketentuan yang
mengindikasikan apabila debitor memiliki beberapa kewajiban utang, default pada
salah satu utang, maka otomatis berlaku ketentuan default pada semua utang yang
diberikan bank sebagai pemberi kredit (kreditor).144

143
Johanes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian
Masalah Kredit, (Bandung: Rafika Aditama, 2004), hlm. 107.

144
Ibid.
Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


73

Berdasarkan catatan PT. Bank Mandiri, Tbk, utang PT. Benangsari


Indahtexindo hingga pada bulan Agustus 2013 mencapai US$ 100,24 juta atau
sekitar Rp 1,087 triliun.145 Selain itu, menurut laporan penilaian Kantor Jasa
Penilai Publik No.058/LP/KJPP-TOH/XXIV tanggal 5 Juli 2013, aset yang
dimiliki debitor memiliki nilai pasar sebesar Rp 279,6 miliar, dengan nilai jual
paksa Rp 163 miliar. Disamping itu, 61 bidang tanah yang sebelumnya telah
diserahkan oleh debitor kepada PT. Bank Mandiri, Tbk memiliki nilai pasar Rp
6,94 miliar, dengan nilai jual paksa Rp 4,5 miliar.146
Setelah dilakukan restrukturisasi pada tahun 2006, PT. Bank Mandiri, Tbk
kemudian memberikan penjadwalan kembali terhadap pembayaran utang debitor
atas fasilitas kredit yang telah diberikan. Namun debitor tetap tidak melakukan
pembayaran sesuai dengan jumlah angsuran yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak. Menanggapi hal tersebut, PT. Bank Mandiri, Tbk akhirnya mengirim
beberapa surat peringatan sejak Agustus 2007 hingga Agustus 2013.

3.2. Rencana Persetujuan Perdamaian oleh Kreditor Separatis (PT. Bank


Mandiri, Tbk)
Setelah membahas Proposal Perdamaian (Surat No. 018/BSI/IIII/2014,
tertanggal 14 Maret 2014) dan melakukan perpanjangan PKPU Tetap pada
terhitung tanggal 22 Maret 2014, selanjutnya dilakukan Rapat Pembahasan
Proposal Perdamaian pada tanggal 19 Mei 2014. Tim Pengurus telah menerima
persetujuan dari PT. Bank Mandiri melalui Surat No. 336/JTC-Mandiri/5-14,
Perihal: “Persetujuan atas Proposal PT. Benangsari Indahtexindo (Dalam
PKPU)” melalui Kantor Hukum Junaidi Tirtanarta & Co. Selaku Kuasa Hukum
PT. Bank Mandiri yang pada pokoknya menyetujui Proposal PT. Benangsari
Indahtexindo. Dengan pokok rincian sebagai berikut:147

145
Wuwun Nafsiah, Bank Mandiri Gugat PKPU Benang Sari Indah,
http://nasional.kontan.co.id/news/bank-mandiri-gugat-pkpu-benang-sari-indah, diunduh pada 25
April 2015, jam 08.57 WIB.
146
Nafsiah, loc. cit.
147
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, “Putusan No.
67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 18 Juli 2014”, hlm. 8-18.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


74

I. Pembayaran Initial Payment atas Utang Pokok


a. Debitor wajib menyetor initial payment awal sebesar USD
2,049,090.68,- (dua juta empat puluh sembilan ribu sembilan puluh
poin enam puluh delapan dollar Amerika Serikat) paling lambat pada
tanggal 16 Mei 2014 ke rekening escrow account No. 070-
0004877143 a.n. Credit Recovery I Group – Loan Coll. I Dept pada
Bank Mandiri dengan keterangan : “Pembayaran Initial Payment PT.
Benangsari Indahtexindo”;
b. Atas pembayaran Initial Payment tersebut di atas, PT. Bank Mandiri
akan melepaskan bukti kepemilikan atas 61 (enam puluh satu) bidang
tanah/bangunan yang terletak di JL. Raya Subang KM. 8, Purwakarta
(yang merupakan tambahan aset dalam rangka syarat restrukturisasi
tahun 2006);
II. Jadwal Pembayaran Kewajiban Pokok
a. Tahun 2014
Jumlah kewajiban pokok yang harus dibayar Debitor adalah USD
3,000,000,- (di luar Initial Payment) diangsur per bulan secara pro rata
mulai tanggaal 23 Mei 2014;
b. Tahun 2015 – 2022
 Terhadap sisa utang pokok sebesar USD 37,000,000,- diangsur pro
rata sampa dengan tahun 2022;
 Terhadap pelunasan dipercepat atas kewajiban pokok tidak
dikenakan denda;
 PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. berhak untuk sewaktu-waktu
meninjau kembali ketentuan pembayaran utang pokok apabila
kemampuan keuangan Debitor PKPU mengalami
perbaikan/peningkatan sehingga meningkatkan pula kemapuan
Debitor PKPU dalam memenuhi kewajibannya kepada PT. Bank
Mandiri (Persero), Tbk.;
III. Kewajiban Bunga
Debitor wajib membayar bunga kepada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.
dengan ketentuan sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


75

a. Tahun 2014
Tidak dikenakan bunga (grace period);
b. Tahun 2015 – 2022
 Suku bunga ditetapkan sebesar 1% (satu) persen per tahun, dibayar
efektif setiap bulan pada setiap tanggal 23 bulan yang
bersangkutan;
 PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. berhak untuk sewaktu-waktu
meninjau kembali ketentuan besarnya suku bunga yang berlaku.
Perubahan suku bunga tersebut berlaku mengikat cukup dengan
pemberitahuan tertulis kepada Debitor PKPU;
IV. Tunggakan Bunga dan Denda
Terhadap keseluruhan tunggakan Bunga dan Denda per tanggal 23 Februari
2014 USD$ 62.559.861,72,- (enam puluh dua juta lima ratus lima puluh
sembilan ribu delapan ratus enam puluh satu poin tujuh puluh dua dollar
Amerika Serikat) wajib dilunasi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Sebesar 10% dari total tunggakan bunga atau sebesar USD$
3.374.328,38,- dibayar secara pro rata terhitung mulai tanggal 23
Januari 2015 sampai dengan 23 Desember 2022;
b. Sebesar 90% dari total tunggakan bunga sebesar USD$
30.368.955,42,- ditambah dengan kewajiban bunga yang timbul
sampai dengan tanggal homologasi, diberikan keringanan dengan
dihapuskan 100%;
c. Sebesar 100% dari total tunggakan denda sebesar USD$
28.816.577,90,- ditambah dengan denda yang timbul sampai dengan
tanggal homologasi, diberikan keringanan dengan dihapuskan 100%;
d. Penghapusan tunggakan bunga dan denda tersebut pada point (b) dan
(c) di atas berlaku efektif setelah seluruh kewajiban pokok Debitor
PKPU kepada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. dinyatakan lunas;
e. Apabila terdapat tunggakan/keterlambatan pembayaran kewajiban
pokok dan/atau bunga, maka PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. berhak
membatalkan pemberian keringanan/penghapusan tunggakan bunga
dan denda;

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


76

V. Agunan
1. Agunan atas seluruh kewajiban Debitor PKPU kepada PT. Bank Mandiri
(Persero), Tbk. adalah seluruh aset yang telah diserahkan kepada PT.
Bank Mandiri (Persero), Tbk, oleh Debitor PKPU dan/atau pihak ketiga
lainnya guna menjamin pelunasan fasilitas kredit PT. Benangsari
Indahtexindo (untuk selanjutnya disebut “Agunan”), termasuk tetapi
tidak terbatas pada:
1) Tanah berikut bangunan yang berada di atasnya, terdiri dari:
a. SHGB Nomor : 1/Wantilan atas nama PT. Benangsari Indahtexindo
seluas 39.050 M2, terletak Desa Wantilan, Kecamatan Kalijati,
Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat yang telah dibebani
dengan Hak Tanggungan peringkatan I (pertama) sebesar Rp.
15.370.000.000,- (lima belas milyar tiga ratus tujuh puluh juta
rupiah) sebagaimana tercantum pada Sertifikat Hak Tanggungan
No. 25/2002, tanggal 24 Januari 2002;
b. 12 (dua belas) SHM atas nama Soetanto, terdiri dari:
 SHM Nomor : 121/Wantilan, seluas 8.520 M2, terletak di
Desa Wantilan, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa
Barat;
 SHM Nomor : 135/Wantilan, seluas 788 M2, terletak di Desa
Wantilan, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa
Barat;
 SHM Nomor : 136/Wantilan, seluas 366 M2, terletak di Desa
Wantilan, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa
Barat;
 SHM Nomor : 137/Wantilan, seluas 4.770 M2, terletak di
Desa Wantilan, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa
Barat;
 SHM Nomor : 138/Wantilan, seluas 9.565 M2, terletak di
Desa Wantilan, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa
Barat;
 SHM Nomor : 139/Wantilan, seluas 3.770 M2, terletak di

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


77

Desa Wantilan, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa


Barat;
 SHM Nomor : 145/Wantilan, seluas 2.065 M2, terletak di
Desa Wantilan, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa
Barat;
 SHM Nomor : 146/Wantilan, seluas 930 M2, terletak di Desa
Wantilan, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa
Barat;
 SHM Nomor : 147/Wantilan, seluas 467 M2, terletak di Desa
Wantilan, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa
Barat;
 SHM Nomor : 148/Wantilan, seluas 1.785 M2, terletak di
Desa Wantilan, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa
Barat;
 SHM Nomor : 149/Wantilan, seluas 1.860 M2, terletak di
Desa Wantilan, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa
Barat;
 SHM Nomor : 151/Wantilan, seluas 1.180 M2, terletak di
Desa Wantilan, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa
Barat;
Yang telah diikat dengan Hak Tanggungan Peringkat I (Pertama)
dengan nilai penjaminan sebesar Rp. 10.972.070.000,- (sepuluh
milyar sembilan ratus tujuh puluh dua juta tujuh puluh ribu
rupiah) sebagaimana tercantum dalam Sertifikat Hak Tanggungan
Nomor : 27/2002, tanggal 24 Januari 2002.
c. 3 (tiga) SHM atas nama Roy Sutanto, terdiri dari:
 SHM Nomor : 215/Wantilan, seluas 2.088 M2, terletak di
Desa Wantilan, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Subang,
Jawa Barat;
 SHM Nomor : 223/Wantilan, seluas 16.890 M2, terletak di
Desa Wantilan, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Subang,
Jawa Barat;
Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


78

 SHM Nomor : 224/Wantilan, seluas 8.540 M2, terletak di


Desa Wantilan, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Subang,
Jawa Barat;
Yang telah diikat dengan:
 Hak Tanggungan Peringkat I (Pertama) dengan nilai
penjaminan sebesar Rp. 3.569.000.000,- (tiga milyar lima
ratus enam puluh sembilan juta rupiah) sebagaimana
tercantum dalam Sertifikat Hak Tanggungan Nomor :
26/2002, tanggal 24 Januari 2002;
 Hak Tanggungan Peringkat II (Kedua) dengan nilai
penjaminan sebesar USD$ 3.500.000.000,- (tiga milyar lima
ratus ribu Dollar Amerika Serikat) sebagaimana tercantum
dalam Sertifikat Hak Tanggungan Nomor : 339/2002, tanggal
2 Agustus 2002;
2) Mesin-mesin dan peralatan-peralatan alat produksi dan utilitas pabrik
benang pintal yang terdiri dari mesin-mesin dan perlatan permintalan
(spinning) yang sekarang telah dan/atau dikemudian hari akan dimiliki
yang telah dibebani dengan fidusia dengan penjaminan sebesar Rp.
273.515.045.963,- (dua ratus tujuh puluh tiga milyar lima ratus lima
belas juta empat puluh lima ribu sembilan ratus enam puluh tiga
rupiah), sebagaimana tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia
Nomor : W7-1035.HT.04.07.TH.2007/P, tanggal 2 Oktober 2007;
3) Semua dan setiap hak, wewenang, tagihan-tagihan serta klaim-klaim
yang sekarang telah dan/atau dikemudian hari akan dimiliki yang
dibebani dengan fidusia dengan nilai penjaminan sebesar Rp.
45.927.155.617,- (empat puluh lima milyar sembilan ratus dua puluh
tujuh juta seratus lima puluh lima ribu enam ratus tujuha belas
rupiah), sebagaimana tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia
Nomor : W7-1033.HT.04.07.TH.1007/P, tanggal 2 Oktober 2007;
4) Persediaan barang dagangan perusahaan, yang sekarang telah dan/atau
dikemudian hari akan dimiliki yang telah dibebani dengan fidusia
dengan nilai penjaminan sebesar Rp. 43.747.834.221,- (empat ratus

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


79

tiga puluh milyar tujuha ratus empat puluh tujuh juta delapan ratus
tiga puluh empat ribu dua ratus dua puluh satu rupiah), sebagaimana
tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia Nomor : W7-
1033.HT.04.07.TH.1007/P, tanggal 2 Oktober 2007;
5) Jaminan Pribadi (Borgtocht) dari :
a. Saudara Sutanto, sebagaimana tercantum pada Akta Pemberian
Jaminan Pribadi (Borghtocht), tanggal 9 Oktober 2006, Nomor :
82, dibuat dihadapan Arry Supratno, SH, Notaris di Jakarta;
b. Saudara Roy Sutanto, sebagaimana tercantum pada Akta
Pemberian Jaminan Pribadi (Borghtocht), tanggal 9 Oktober 2006,
Nmor : 83, dibuat dihadapan Arry Supratno, SH, Notaris di Jakarta;
6) Jaminan Perusahaan (Corporate Guarantee) dari :
a. PT. Warna Unggul, sebagaimana tercantum pada Akta Perjanjian
Jaminan Perusahaan (Corporate Guarantee), tanggal 9 Oktober
2006, Nomor : 85, dibuat dihadapan Arry Supratno, SH, Notaris di
Jakarta;
b. PT. Benangsari Karya Sandang, sebagaimana tercantum pada Akta
Perjanjian Jaminan Perusahaan (Corporate Guarantee), tanggal 9
Oktober 2006, Nomor : 84, dibuat dihadapan Arry Supratno, SH,
Notaris di Jakarta;
7) Terhadap tanah seluas 19.969 M2 berikut bangunan yang berdiri di
atasnya yang berada di sekitar lokasi pabrik PT. Benangsari
Indahtexindo diserahkan kepada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.
sebagai agunan fasilitas kredit PT. Benangsari Indahtexindo dan
dibebani Hak Tanggungan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember
2014, dengan nilai pengikatan yang akan ditentukan kemudian oleh
PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk., setelah proses sertifikasi menjadi
SHM selesai dilakukan dan telah dilakukan penilaian oleh Kantor Jasa
Penilai Publik rekanan PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.;
8) Terhadap asset PT. Warna Unggul antara lain berupa sebidang tanah
SHGB Nomor : 01 atas nama PT. Warna Unggul di Jl. Raya Subang
KM. 8, Desa Karajan berikut bangunan yang berada diatasnya akan

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


80

diserahkan kepada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. sebagai agunan


dan dibebani Hak Tanggungan selambat-lambatnya tanggal 29
Desember 2017;
PT. Benangsari Indahtexindo wajib menyerahkan hasil penilaian atas
asset PT. Warna Unggul antara lain berupa sebidang tanah SHGB
Nomor : 01 atas nama PT. Warna Unggul di Jl. Raya Subang KM. 8,
Desa Karajan berikut bangunan yang berada diatasnya yang dilakukan
oleh Kantor Jasa Penilai Publik rekanan PT. Bank Mandiri (Persero),
Tbk. selambat-lambatnya tanggal 29 Desember 2017 guna
menetapkan nilai pembebanan Hak Tanggungan;
9) Terhadap seluruh agunan baik yang telah maupun akan ada diserahkan
kepada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. Akan dilakukan verifikasi
dan penilaian ulang baik oleh petugas PT. Bank Mandiri (Persero),
Tbk. maupun perusahaan appraisal yang tercatat sebagai rekanan PT.
Bank Mandiri (Persero), Tbk. setiap tahun sesuai ketentuan Bank
Indonesia. seluruh biaya yang timbul sehubungan dengan verifikasi
dan penilaian ulang menjadi beban PT. Benangsari Indahtexindo;
10) Sehubungan dengan verifikasi dan penilaian ulang tersebut, PT.
Benangsari Indahtexindo wajib untuk:
a. Menandatangani Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan/Akta pemberian Hak Tanggungan, Akta Jaminan
Fidusia dan/atau pengikatan lainnya atas Agunan yang telah ada
maupun yang akan ada secara notarial sesuai ketentuan yang
berlaku;
b. Melakukan peningkatan nilai pembebanan Hak
Tanggungan/Fidusia atas Agunan dengan nilai penjaminan
mendasarkan pada hail verifikasi dan penilaian ulang;
11) PT. Benangsari Indahtexindo wajib memberikan kuasa kepada PT.
Bank Mandiri (Persero), Tbk. yang tidak akan berakhir sampai
dengan lunasnya fasilitas yang diberikan, untuk melakukan tindakan
yang dianggap perlu terkait dengan agunan yang diberikan termasuk
namun tidak terbatas untuk memperoleh informasi yang diperlukan

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


81

dan instansi terkait, antara lain Kantor Pertanahan dan Kantor Pajak
serta hal-hal lain terkait permasalahan agunan yang mungkin timbul
dikemudian hari;
12) Apabila PT. Benangsari Indahtexindo tidak dapat memenuhi
kewajibannya sebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian Perdamaian
ini, maka PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. berhak melakukan
tindakan apapun terhadap objek yang menjadi agunan kredit,
termasuk untuk melakukan penempelan atau pemasangan papan
pengumunan dan/atau penulisan di objek yang merupakan agunan
kredit di PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk atau pun melakukan
pengumuman secara terbuka melalui media massa (cetak maupun
elektronik) dan untuk itu PT. Benangsari Indahtexindo/pemilik
agunan membebaskan pejabat/pegawai PT. Bank Mandiri (Persero),
Tbk. maupun PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. sebagai perseroan
dari semua gugatan/tuntutan hukum;

VI. Asuransi
Terhadap seluruh agunan Debitor PKPU yang dapat diasuransi atau
insurable, wajib diasuransikan dengan syarat banker‟s clause untuk
kepentingan PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk pada perusahaan asuransi dan
melalui broker asuransi rekanan PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.
Sedangkan asuransinya menjadi beban dan harus dibayar secara tertib oleh
Debitor PKPU;

VII. Lain-Lain
1. Hal-hal yang dilakukan oleh Debitor PKPU sebelum Perjanjian
Perdamaian dihomologasi oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, antara lain :
1) Menyetorkan Initial Payment sebesar USD$ 2.049.090.68 (dua juta
empat puluh ribu sembilan puluh dollar Amerikat Serikat enam
puluh sen) selambat-lambatnya tanggal 16 Mei ke rekening escrow
account No. 070-0004877143 a.n. Credit Recovery I Group – Loan
Coll. I Dept pada Bank Mandiri dengan keterangan : “Pembayaran

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


82

Initial Payment PT. Benangsari Indahtexindo” guna menurunkan


kewajiban pokok Debitor PKPU;
2) Menyerahkan Cover Note dari Notaris rekanan PT. Bank Mandiri
(Persero), Tbk. yang ditunjuk oleh DEBITOR untuk melakukan
peningkatan status bukti kepemilikan tanah atas tanah di sekitar
lokasi pabrik DEBITOR seluas 19.969 M2 dari Akta Jual Beli
menjadi Sertifikat Hak Milik dan melakukan pengikatan Hak
Tanggungan untuk kepentingan PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.
selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2014;
3) Menyerahkan Kontrak atau Surat Tugas dari Kantor Jasa Penilai
Publik rekanan PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk untuk melakukan
penilaian atas tanah/bangunan disekitar lokasi pabrik PT. Benangsari
Indahtexindo seluas 19.969 M2;
4) Menyerahkan Surat Pernyataan dari PT. Warna Unggul bahwa PT.
Warna Unggul akan menyerahkan asset-asset antara lain berupa
sebidang tanah SHGB No. 01 atas nama PT. Warna Unggul yang
terletak di Jl. Raya Subang KM. 8, Desa Karajan, berikut bangunan
yang berada di atasnya milik PT. Warna Unggul, sebagai agunan
fasilitas kredit PT. Benangsari Indahtexindo di PT. Bank Mandiri
(Persero), Tbk dan akan dibebani Hak Tanggungan selambat-
lambatnya tanggal 29 Desember 2017;
5) Menyerahkan Surat Pernyataan dari DEBITOR bahwa DEBITOR
akan menyerahkan laporan hasil penilaian atas asset PT. Warna
Unggul antara lain berupa sebidang tanah SHGB No. 1 atas nama
PT. Warna Unggul yang terletak di Jl. Raya Subang KM. 8, Desa
Karajan, berikut bangunan yang berada di atasnya yang dilakukan
oleh Kantor Jasa Penilai Publik rekanan PT. Bank Mandiri (Persero),
Tbk selambat-lambatnya tanggal 29 Desember 2017 guna
menetapkan nilai pembebanan Hak Tanggungan;
6) Menyerahkan Surat Kuasa kepada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk.
yang tidak akan berakhir sampai dengan lunasnya fasilitas yang
diberikan, untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu terkait

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


83

dengan agunan yang diberikan termasuk namun tidak terbatas untuk


memperoleh informasi yang diperlukan dari instansi terkait, antara
lain Kantor Pertanahan dan Kantor Pajak serta hal-hal lain terkait
permasalahan agunan yang mungkin timbul dikemudian hari;
7) Menyerahkan Polis Asuransi yang masih berlaku atas seluruh
agunan PT. Benangsari Indahtexindo yang insurable, sekurang-
kurangnya Cover Note dari perusahaan asuransi yang menyatakan
bahwa penutupan asuransi atas seluruh agunan PT. Benangsari
Indahtexindo yang insurable masih dalam proses;
2. Seluruh ketentuan dan syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam :
1) Perubahan Perjanjian Kredit Investasi No. KP-CRG/002/PK-
KI/VA/2006 – Akta Nomor 74 tanggal 9 Oktober 2006, dibuat oleh
dan dihadapan Arry Supratno, SH, Notaris di Jakarta;
2) Perubahan Perjanjian Kredit Modal Kerja No. KP-CRG/005/PK-
KI/VA/2006 – Akta Nomor 75 tanggal 9 Oktober 2006, dibuat oleh
dan dihadapan Arry Supratno, SH, Notaris di Jakarta;
3) Perubahan Perjanjian Kredit Modal Kerja No. KP-CRG/006/PK-
KI/VA/2006 – Akta Nomor 76 tanggal 9 Oktober 2006, dibuat oleh
dan dihadapan Arry Supratno, SH, Notaris di Jakarta;
Berikut seluruh perubahan, perpanjangan, penambahan dan/atau
pembaharuannya, dokumen agunan dan dokumen pengikatan agunan
dinyatakan tetap berlaku dan mengikat PT. Benangsari Indahtexindo dan
PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk, sepanjang tidak diubah/diperbaharui
dengan surat persetujuan ini;

Menurut keterangan Arman Hanis selaku Tim Pengurus PKPU PT.


Benangsari Indahtexindo, menyatakan bahwa yang dimaksud persetujuan disini
adalah persetujuan terhadap rencana perdamaian secara sebagian (tidak
sepenuhnya).148 Oleh karena itu, ketika debitor tidak dapat memenuhi persyaratan
yang diberikan oleh kreditor, maka rencana perdamaian tersebut tidak dapat
diterima oleh PT.Bank Mandiri, Tbk. Dalam hal ini PT. Bank Mandiri, Tbk tidak
148
Wawancara tertulis dengan Arman Hanis, SH, Tim Pengurus Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) PT. Benagsari Indahtexindo), Jakarta, 21 April 2015.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


84

dapat memberikan persetujuan seluruhnya terhadap rencana perdamaian, dan


meminta catatan kepada Tim Pengurus bahwa status rencana perdamaian tersebut
belum disetujui.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


BAB 4
ANALISIS YURIDIS PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN
UTANG (PKPU) PT. BENANGSARI INDAHTEXINDO

PT. Benangsari Indahtexindo merupakan suatu perusahaan yang bergerak


dalam industri textil, yang memiliki kedudukan sebagai debitor Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (Debitor PKPU). Disisi lain, terdapat berbagai
kreditor yang diantaranya terdiri dari kreditor separatis (yaitu PT. Bank Mandiri,
Tbk), dan kreditor konkuren (PT. Bank Mandiri, Tbk, Gansa Altexindo, PT.
Anugerah Texindotama, PT. Protechma Indonesia, PT. Tanjung Anom Sejati,
Aryanti Artisari, SH, M.Kn., PT. Samudra Indonesia, PT. Karyamulya Teknindo,
PD. Surya Jaya, PT. Pamaco Binar Santosa, Inti Mekar, PD. Hasil Lestari, PT.
Klinik Indosehat 2003). Kedua jenis kreditor tersebut memiliki peran yang
penting selama melaksanakan proses PKPU, terutama dalam hal pemungutan
suara (voting). Pemungutan suara dilakukan dalam hal mengambil keputusan
terkait dengan:

1. Persetujuan dalam memberikan PKPU Tetap (sebagaimana diatur dalam


Pasal 229 ayat (1) UUK-PKPU); dan
2. Persetujuan atas rencana perdamaian (sebagaimana diatur dalam Pasal 281
ayat (1) UUK-PKPU).

Pemungutan suara tersebut harus dilakukan berdasarkan persetujuan kreditor


konkuren bersama dengan kreditor separatis. Oleh karena itu, kedudukan dari
kedua jenis kreditor tersebut menjadi hal krusial selama menjalani proses dan
menentukan hasil akhir PKPU. Karena kreditor-kreditor tersebut diberikan
kesempatan oleh undang-undang dalam menentukan tercapainya atau tidak
perdamaian dengan debitor.
Proses PKPU PT. Benangsari Indahtexindo berakhir dengan penetapan pailit
oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, atas dasar
penolakan rencana perdamaian oleh mayoritas kreditor konkuren dan kreditor

85

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


86

separatis.149 Penetapan pailit seperti ini sangat bergantung kepada kedudukan


masing-masing kreditor yang terlibat dalam PKPU. Atau dengan kata lain,
kedudukan masing-masing kreditor akan mempengaruhi hasil akhir dari proses
PKPU. Dengan lembaga PKPU, kreditor konkuren diberikan hak untuk
melakukan perdamaian, serta kesempatan kepada untuk mendapatkan pelunasan
piutangnya dengan penuh.
UUK-PKPU merupakan undang-undang yang mengatur pelaksanaan proses
PKPU di Indonesia. Maka dari itu, setiap pihak yang terlibat dalam suatu proses
PKPU, wajib mematuhi dan menerapkan segala aturan yang tertuang di dalam
undang-undang tersebut. UUK-PKPU telah memberikan aturan yang melibatkan
peran besar kreditor konkuren. Secara tidak langsung, UUK-PKPU telah
mengakui pentingnya kedudukan kreditor konkuren dalam PKPU, serta
mendorong kreditor konkuren tersebut untuk berperan aktif didalamnya.
Sebagaimana hasil akhir atau tujuan yang ingin dicapai dalam PKPU, yaitu
perdamaian. Dengan demikian, peran kreditor konkuren yang aktif dapat
memberikan kesempatan tercapainya perdamaian, sebagai salah satu bentuk usaha
dalam mendapatkan pelunasan piutang.
Selain itu, penyertaan kreditor konkuren dalam pemungutan suara atas
persetujuan pemberian PKPU Tetap (Pasal 229 ayat (1) UUK-PKPU) dan atas
persetujuan rencana perdamaian (Pasal 281 ayat (1) UUK-PKPU), telah
mencerminkan bahwa kreditor konkuren menjadi salah satu pihak yang
mempunyai kekuatan dalam melaksanakan pemungutan suara. Pemungutan suara
disini telah mengindikasikan pentingnya kedudukan kreditor konkuren, dimana
kreditor konkuren memiliki kepentingan yang sama dengan kreditor separatis.
Dalam Bab IV ini, penulis akan menjabarkan mengenai kedudukan antara
kreditor konkuren dengan kreditor separatis dalam proses PKPU PT. Benangsari
Indahtexindo. Penulis akan menganalisa beberapa permasalahan terkait dengan
kedudukan PT. Bank Mandiri, Tbk sebagai kreditor, dan dampaknya terhadap
kreditor konkuren lain. Penulis melakukan analisis dengan mengaitkan penerapan
UUK-PKPU terhadap permasalahan mengenai kedudukan kreditor tersebut.

149
Indonesia (1), loc. cit., ps. 281 ayat (1).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


87

4.1. Kedudukan PT. Bank Mandiri, Tbk sebagai Kreditor Konkuren


Dalam kasus PKPU PT. Benangsari Indahtexindo, PT. Bank Mandiri, Tbk
mempunyai kedudukan sebagai kreditor separatis dan kreditor konkuren, dimana
tagihan konkuren tersebut merupakan tagihan yang berasal dari utang bunga dan
denda.150 Kedudukan tersebut telah memberikan dampak terhadap hasil akhir dari
proses PKPU. Khususnya terkait dengan persetujuan atas rencana perdamaian,
yang membutuhkan persetujuan dari kreditor konkuren dan kreditor separatis.
Perikatan antara debitor dengan PT. Bank Mandiri, Tbk adalah perikatan
yang lahir berdasarkan perjanjian. Perjanjian yang disepakati disini merupakan
perjanjian kredit, berupa pemberian pinjaman dari PT. Bank Mandiri, Tbk dalam
bentuk pemberian fasilitas kredit (Kredit Modal Kerja I (KMK I), Kredit Modal
Kerja II (KMK II), Kredit Investasi (KI), dan L/C Impor) kepada PT. Benangsari
Indahtexindo. Perjanjian kredit disini merupakan bentuk perjanjian yang
didasarkan pada perjanjian pinjam meminjam.151 Dimana PT. Bank Mandiri, Tbk
bersedia untuk meminjamkan sejumlah uang (melalui fasilitas kredit) kepada PT.
Benangsari Indahtexindo, dan mendapatkan pengembaliannya dalam jumlah yang
sama.
PT. Bank Mandiri, Tbk sebagai lembaga keuangan (bank) memiliki beberapa
ketentuan khusus dalam hal pemberian fasilitas kredit bagi nasabah. Salah satunya
adalah ketentuan mengenai agunan. Pencatuman klausula agunan menjadi suatu
ketentuan yang penting untuk dituangkan dalam perjanjian kredit, termasuk
perjanjian kredit antara PT. Bank Mandiri, Tbk dengan PT. Benangsari
Indahtexindo. Ketentuan tersebut memberikan hak kepada PT. Bank Mandiri, Tbk
untuk meminta suatu jaminan dari PT. Benangsari Indahtexindo (nasabah), dalam
menjamin pembayaran piutang.
Agunan menjadi suatu kewajiban yang penting dicantumkan oleh pihak PT.
Bank Mandiri, Tbk, sebagai pemberi pinjaman. Sebagaimana pernyataan Ch.
Gatot Wardoyo, bahwa ketentuan mengenai agunan merupakan ketentuan yang
selalu dan perlu dicantumkan dalam perjanjian kredit. Ditambah dengan nilai
kredit yang diberikan kepada PT. Benangsari Indahtexindo jumlahnya sangat
150
Daftar Voting Rencana Perdamaian PT. Benangsari Indahtexindo (Dalam PKPU).
151
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc. cit., ps. 1754.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


88

besar, maka adanya agunan merupakan suatu ketentuan yang memberikan


perlindungan terhadap PT. Bank Mandiri,Tbk sebagai pihak yang mengemban
risiko tinggi. Dan karena itu, jumlah agunan harus lebih besar dari jumlah kredit
yang diberikan kepada debitor.
Selain itu, PT. Bank Mandiri, Tbk sebagai pihak bank juga wajib
mencerminkan prinsip The Five C‟s dalam setiap melakukan perjanjian kredit
dengan nasabah. Salah satu prinsip yang penting untuk dicantumkan adalah
mengenai Collateral (agunan). Prinsip tersebut telah memberikan aturan bagi PT.
Bank Mandiri, Tbk untuk mengadakan perjanjian yang menyatakan adanya
pembebanan agunan terhadap kredit PT. Benangsari Indahtexindo. Dengan
adanya pembebanan agunan kepada PT. Benangsari Indahtexindo, maka PT. Bank
Mandiri, Tbk mencerminkan pelaksanaan prinsip kehati-hatian (prudential
principle) dalam melaksanakan kegiatan perbankan. Dengan demikian, segala
utang yang timbul dari perjanjian kredit, telah dijaminkan pelunasanannya dengan
adanya jaminan yang diberikan oleh PT. Benangsari Indahtexindo. Dalam hal ini,
PT. Bank Mandiri, Tbk berkedudukan sebagai kreditor yang piutangnya sudah
terjamin, atau disebut dengan secured creditor.
Jaminan yang dimaksud disini adalah jaminan berupa agunan, dimana
ketentuan-ketentuannya dituangkan ke dalam perjanjian tambahan, yang bersifat
accesoir. Dalam prakteknya, klausula mengenai agunan dicantumkan dalam
perjanjian kredit, yang kemudian disusul dengan adanya perjanjian pengikatan
jaminan sebagai perjanjian tambahan. PT. Bank Mandiri, Tbk memegang
sejumlah jaminan, berupa tanah, bangunan pabrik, dan mesin-mesin pabrik.
Berdasarkan jenis barang yang diagunkan tersebut, maka bentuk pembebanan
jaminan yang dimungkinan disini dapat berupa Jaminan Fidusia (mesin-mesin
pabrik) dan Jaminan Hak Tanggungan (tanah dan bangunan pabrik). Perjanjian
jaminan tersebut memberikan kepastian bagi PT. Bank Mandiri, Tbk dalam
mendapatkan pelunasan piutang oleh PT. Benangsari Indahtexindo. Perjanjian
jaminan disini memiliki sifat accesoir, sehingga keberadaannya sangat bergantung
dengan perjanjian pokoknya (yaitu perjanjian kredit).
Namun dalam perkara PKPU PT. Benangsari Indahtexindo, PT. Bank
Mandiri, Tbk tidak hanya menduduki posisi sebagai kreditor separatis, tetapi juga

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


89

sebagai kreditor konkuren. Sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut:152

Tabel 4.1
Daftar Tagihan PT. Bank Mandiri, Tbk

Jenis Kredit Utang Pokok Utang Bunga Denda


KMK I USD 11.561.889 USD 6.734.396 USD 6.985.318
KMK II USD 4.497.866 USD 2.605.575 USD 2.684.781
KI USD 25.989.336 USD 23.253.971 USD 15.817.079
Total USD 42.049.091 USD 32.593.942 USD 25.487.177
Ekuivalen
Rp. 473.851.202.873 Rp. 654.516.134.898
Rupiah (Rp)
Jenis
Separatis Konkuren
Tagihan

Berdasarkan tabel diatas, maka diketahui bahwa tagihan PT. Bank Mandiri terdiri
dari 2 (dua) jenis, yaitu separatis dan konkuren. Tagihan konkuren merupakan
tagihan yang berasal dari utang bunga dan denda dari fasilitas kredit yang
diberikan PT. Bank Mandiri, Tbk, yaitu Kredit Modal Kerja I (KMK I), Kredit
Modal Kerja II (KMK II), dan Kredit Investasi (KI). Dimana perjanjian kredit atas
fasilitas kredit yang diberikan oleh PT. Bank Mandiri,Tbk tersebut telah
dibebankan dengan agunan, berupa bangunan pabrik, mesin-mesin pabrik, dan
tanah.
Perlu ditekankan bahwa penetapan pembebanan agunan dilakukan dengan
dicantumkannya ketentuan tersebut ke dalam klausula perjanjian kredit, lalu
dilanjutkan dengan pembuatan perjanjian jaminan. Berdasarkan perjanjian kredit
dan perjanjian jaminan tersebut, PT. Bank Mandiri, Tbk dan PT. Benangsari
Indahtexindo, memiliki kewajiban untuk mentaati setiap perjanjian layaknya
undang-undang bagi kedua belah pihak (pacta sunt servanda).153 Dengan kata
lain, segala kewajiban debitor dan kreditor yang dicantumkan dalam klausula-

152
Daftar Voting Rencana Perdamaian PT. Benangsari Indahtexindo (Dalam PKPU).
153
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], loc. cit., ps. 1338 ayat (1)
jo. Pasal 1340 ayat (1).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


90

klausula perjanjian (baik perjanjian kredit atau perjanjian jaminan), harus dipatuhi
dan dipenuhi oleh PT. Bank Mandiri, Tbk dan PT. Benangsari Indahtexindo.
Dalam hal ini, termasuk ketentuan mengenai bunga dan denda.
Bunga tergolong sebagai utang, yang wajib dibayarkan oleh debitor.
Pengertian utang disini merupakan pengertian utang dalam arti luas, yaitu segala
suatu kewajiban yang timbul dari perjanjian. Pengertian utang dalam UUK-
PKPU, memiliki pengertian yang selaras dengan pengertian kredit dalam Pasal 1
angka 11 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah dengan
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (“UU Perbankan”).
Mengacu kepada pengertian kredit dalam UU Perbankan, maka dapat terlihat
bahwa kredit dalam hal ini selalu diikuti dengan bunga. Atau dengan kata lain,
setiap pemberian kredit melalui fasilitas kredit apapun, akan selalu diikuti dengan
pembebanan bunga. Maka dari itu, dalam perjanjian kredit antara PT. Bank
Mandiri, Tbk dengan PT. Benangsari Indahtexindo, pihak bank diwajibkan untuk
mencantumkan klausula mengenai pembebanan bunga pinjaman (interest clause).
Ketentuan tersebut juga dinyatakan oleh Ch. Gatot Wardoyo, yang menyatakan
bahwa klausula mengenai bunga pinjaman merupakan salah satu klausula yang
selalu dan perlu dicantumkan dalam perjanjian kredit bank.
Utang bunga tersebut timbul dari perikatan yang didasarkan pada perjanjian
kredit, antara PT. Bank Mandiri, Tbk dengan PT. Benangsari Indahtexindo.
Pembebanan bunga yang harus dibayarkan oleh debitor tersebut termasuk dalam
bunga yang sudah diperjanjikan sebelumnya dalam perjanjian kredit. Bunga
tersebut merupakan suatu bentuk “kontra prestasi” atas penyerahan uang, yang
merupakan besaran jumlah ganti kerugian atau balas jasa penggunaan uang oleh
nasabah.154 Maka dari itu, merupakan sebuah kewajiban bagi debitor untuk
membayar bunga tersebut kepada PT. Bank Mandiri, Tbk. Dengan demikian,
setiap utang bunga merupakan kewajiban yang timbul dari perjanjian kredit. Yang
dalam hal ini, telah dibebankan dengan agunan atau jaminan. Karena telah
dibebankan dengan agunan, maka seharusnya utang bunga PT. Benangsari
Indahtexindo tersebut termasuk ke dalam jenis tagihan separatis.

154
Hazniel Harun, Hukum Perjanjian Kredit Bank, cetakan kedua, (Jakarta: Yayasan
Tritura”66, 1991), hal. 20.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


91

Pada umumnya, setiap bank menyediakan formulir perjanjian kredit yang


didalamnya mencakup syarat-syarat untuk dapat mendapatkan fasilitas kredit dari
bank yang bersangkutan. Sehingga membentuk perjanjian standard yang isi dan
klausulnya mengandung ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi oleh masing-
masing pihak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ch. Gatot Wardoyo, klausula
lainnya yang selalu dan perlu dicantumkan oleh pihak bank dalam perjanjian
kredit adalah klausula denda (penalty clause). Denda adalah sejumlah uang yang
harus dibayarkan oleh debitor sesuai dengan perjanjian kredit dari masing-masing
fasilitas kredit yang diberikan. Aturan mengenai denda dicantumkan dalam
perjanjian kredit sebagai klausula yang menjelaskan hak bank untuk menerima
sejumlah uang dalam kondisi tertentu. Dalam hal ini, denda merupakan suatu
kewajiban PT. Benangsari Indahexindo yang ketentuannya telah dituangkan ke
dalam klausula perjanjian kredit. Sama halnya dengan utang bunga, denda juga
merupakan utang yang telah dibebani dengan agunan. Maka dari itu, utang denda
tersebut seharusnya termasuk ke dalam tagihan separatis.
Ketentuan mengenai bunga dan denda terdapat dalam klausula perjanjian
kredit dan merupakan suatu kesatuan dari perjanjian kredit (KMK I, KMK II, dan
KI), dimana telah dibebankan dengan jaminan (tanah, bangunan, dan mesin-mesin
pabrik). Pengertian bunga dan denda disini termasuk dalam pengertian utang
secara luas, sehingga dalam proses PKPU PT. Benangsari Indahtexindo, termasuk
ke dalam tagihan separatis. Atau dengan kata lain, PT. Bank Mandiri, Tbk tidak
dapat memecah piutang bunga dan denda menjadi tagihan konkuren, sehingga
kedudukannya tetap hanya sebagai kreditor separatis. Hal ini dikarenakan sifat
accesoir dari perjanjian jaminan. Dimana perjanjian jaminan tersebut melekat erat
pada utang-piutang yang ditentukan dalam perjanjian kredit tersebut, termasuk
bunga dan denda. Dengan demikian, PT. Bank Mandiri, Tbk seharusnya hanya
memiliki kedudukan sebagai kreditor separatis.
Namun karena adanya pemecahan piutang tersebut, PT. Bank Mandiri, Tbk
memiliki kedudukan sebagai kreditor separatis dan juga sebagai kreditor
konkuren. Pemecahan piutang telah memberikan dampak pada penghitungan
suara dalam menentukan persetujuan rencana perdamaian. Berdasarkan Daftar
Voting Rencana Perdamaian, disebutkan hak atas suara PT. Bank Mandiri, Tbk

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


92

adalah sebagai kreditor separatis dan sebagai kreditor konkuren. Sebagaimana


dijelaskan dalam tabel berikut:155

Tabel 4.2
Jumlah Hak Suara PT. Bank Mandiri, Tbk

Jenis Tagihan Jumlah Tagihan Hak atas Suara

Separatis Rp. 473.851.202.872,92 4.738

Konkuren Rp. 654.516.134.897,67 65.452

Total Rp 1.128.367.337.770,59 70.190

* Penghitungan Jumlah Hak Suara Kreditor sesuai dengan PP No. 10 Tahun


2005

Tabel tersebut menunjukkan adanya hak atas suara PT. Bank Mandiri, Tbk
sebagai kreditor konkuren, berdasarkan tagihan bunga dan denda (seperti dalam
Tabel 4.1.1). Sehingga jumlah hak atas suara PT. Bank Mandiri, Tbk secara
keseluruhan adalah sebesar 70.190 suara. Dimana seharusnya, karena bunga dan
denda termasuk ke dalam tagihan separatis, maka PT. Bank Mandiri, Tbk tidak
mempunyai hak atas suara sebagai kreditor konkuren. Melainkan hanya sebagai
kreditor separatis. Sehingga total hak atas suara PT. Bank Mandiri, Tbk sebagai
kreditor separatis adalah sebesar 70.190. Berdasarkan hal tersebut, maka
penentuan pailitnya PT. Benangsari Indahtexindo tidak berdasarkan penolakan
kreditor konkuren dan kreditor separatis, atau tidak karena tidak terpenuhinya
Pasal 281 ayat (1) UUK-PKPU.

Dalam Pasal 281 ayat (1) UUK-PKPU, telah ditentukan pengaturan


pemungutan suara (voting) yang bersifat kumulatif, karena terdapat kata dan yang
terdapat dalam ayat (1) huruf a. Sedangkan apabila melihat penjelasan diatas serta
alur proses PKPU PT. Benangsari Indahtexindo, rencana perdamaian hanya
ditolak oleh satu kreditor saja, yaitu PT. Bank Mandiri, Tbk. Dengan rincian hasil

155
Daftar Voting Rencana Perdamaian PT. Benangsari Indahtexindo (Dalam PKPU).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


93

pemungutan suara seperti berikut:156

Tabel 4.3
Penolakan Rencana Perdamaian oleh PT. Bank Mandiri, Tbk berdasarkan
Pemungutan Suara (Voting)

Jenis Tagihan Jumlah suara Persentase Sikap Kreditor


Separatis 4.738 100% Tidak Setuju
Konkuren 65.452 99,8% Tidak Setuju
Total 70.190 Rencana Perdamaian Ditolak
* Penghitungan Jumlah Hak Suara Kreditor sesuai dengan PP No. 10 Tahun
2005

Pemungutan suara tersebut seharusnya tidak dapat menentukkan persetujuan


atas rencana perdamaian, karena mayoritas kreditor konkuren lain (PT. Tanjung
Anom Sejati, PT. Samudra Indonesia, PD. Hasil Lestari, dan PT. Klinik Indosehat
2003) yang hadir dalam rapat, telah menyetujui rencana perdamaian yang
diajukan oleh debitor. Tetapi karena adanya penolakan dari PT. Bank Mandiri,
Tbk, maka secara otomatis PT. Benangsari Indahtexindo dinyatakan pailit.157
Dengan kata lain, penetapan pailit debitor bukan didasarkan karena adanya
penolakan dari mayoritas kreditor konkuren dan kreditor separatis (sebagaimana
diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UUK-PKPU).158 Sehingga, seharusnya penolakan
atas rencana perdamaian tersebut tidak dapat diterima oleh Hakim.
Penempatan kata dan dalam undang-undang memiliki tujuan untuk menjaga
keseimbangan kedudukan antara kreditor konkuren dan kreditor separatis.
Sebagaimana pendapat Ravita Lina, SH (Panitera Pengganti dalam proses PKPU
PT. Benangsari Indahtexindo), yang mengatakan bahwa:159

156
Data olahan Penulis, berdasarkan “Daftar Voting Rencana Perdamaian PT. Benangsari
Indahtexindo (Dalam PKPU)” dan “Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, “Putusan No. 67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 18 Juli 2014”.
157
Indonesia (1), loc. cit., ps. 289.
158
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, “Putusan No.
67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.”, hlm. 7.
159
Wawancara tertulis dengan Ravita Lina, SH, Panitera Pengganti Penundaan Kewajiban
Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


94

“Kedudukan kreditor dalam pasal ini (Pasal 281 ayat (1) UUK-PKPU)
adalah seimbang. Dengan adanya kata “dan” tersebut, kreditor
konkuren dan kreditor separatis diberikan kesempatan yang sama
untuk menentukan persetujuan atas rencana perdamaian.”
Melihat penjelasan diatas, maka dapat terlihat bahwa secara tidak langsung
undang-undang telah menunjukkan adanya keseimbangan dalam melakukan
pemungutan suara, dan proses PKPU secara keseluruhan. Dalam hal ini terlihat
bahwa prinsip Paritas Creditorium diterapkan dengan kuat. Hal ini dikarenakan
PKPU berbeda dengan pailit, dimana tujuan akhir dari proses ini adalah
perdamaian. Sehingga tidak ada pembagian harta kekayaan debitor, yang
dilakukan disini adalah menunda pembayaran utang si debitor dengan
merestrukturisasi utang selama melaksanakan proses PKPU. Oleh karena itu,
masing-masing kreditor memiliki kepentingan yang sama dan harus terpenuhi
semaksimal mungkin melalui proses PKPU. Dengan demikian, adanya dominasi
yang mengarah kepada kreditor separatis telah menyimpangi prinsip Paritas
Creditorium pada Pasal 1131 KUH Perdata dan Asas Keseimbangan yang
terdapat dalam UUK-PKPU, khususnya Pasal 281 ayat (1) huruf a & b.
Selain itu, dalam ayat (1) huruf a, telah ditekankan mengenai kedudukan
macam-macam kreditor konkuren yang dilibatkan dalam pemungutan suara.
Dimana hampir seluruh kreditor konkuren diberikan kesempatan untuk
mengeluarkan suara dalam melaksanakan pemungutan suara, yaitu kreditor
konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui (sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 268 UUK-PKPU) dan kreditor yang tagihannya dibantah. Adanya
pengikutsertaan kreditor konkuren yang tagihannya dibantah dalam pemungutan
suara telah menunjukkan, bahwa undang-undang mengupayakan agar seluruh
kreditor konkuren terlibat selama proses PKPU berlangsung secara sepenuhnya.
Hal tersebut juga menunjukkan bahwa kreditor konkuren memiliki kedudukan
yang sama pentingnya dengan kreditor separatis, dan karena itu tidak boleh ada
ketimpangan perlakuan terhadap kedua kreditor tersebut.
Selain karena utang bunga dan denda termasuk ke dalam tagihan separatis,
daftar hadir rapat juga tidak menunjukkan adanya kehadiran PT. Bank Mandri,

Pembayaran Utang (PKPU) PT. Benangsari Indahtexindo, Jakarta, 30 Maret 2015.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


95

Tbk sebagai kreditor konkuren. Dalam daftar hadir setiap Rapat Pembahasan
Rencana Perdamaian yang diadakan oleh Tim Pengurus, PT. Bank Mandiri, Tbk
hadir bersama kuasa hukumnya sebagai kreditor separatis.160 Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa PT. Bank Mandiri, Tbk tidak
melakukan pembahasan isi rencana perdamaian sebagai kreditor konkuren. Dan
apabila melihat isi dari setiap rencana perdamaian yang diajuka debitor, maka
dapat terlihat bahwa hanya terdapat perubahan atas ketentuan-ketentuan
pembayaran terhadap kreditor separatis (yaitu PT. Bank Mandiri, Tbk).
Pelaksanaan rapat pembahasan rencana perdamaian seperti ini telah
mengindikasikan adanya dominasi oleh kreditor separatis, yang merangkap juga
sebagai kreditor konkuren.
Selain itu, keberadaan PT. Bank Mandiri, Tbk sebagai kreditor konkuren baru
dapat terlihat pada saat adanya penolakan atas rencana perdamaian yang diajukan
debitor. Dengan adanya PT. Bank Mandiri, Tbk sebagai kreditor konkuren, telah
menyebabkan adanya satu kreditor yang memegang kendali dalam pemungutan
suara. Secara tidak langsung, PT. Bank Mandiri, Tbk merupakan satu-satunya
kreditor yang dapat menentukan hasil pemungutan suara, termasuk menentukan
debitor pailit. Dimana seharusnya proses PKPU melibatkan seluruh kreditor, serta
memperlakukan para kreditor dengan sama dan seimbang.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Fred B. G. Tumbuan, bahwa
PKPU merupakan suatu cara untuk menghindari kepailitan yang lazimnya
bermuara dalam likuidasi harta kekayaan debitor, dan bertujuan memperbaiki
keadaan ekonomis dan kemampuan debitor untuk mendapatkan keuntungan
sehingga debitor memiliki kemungkinan yang besar dalam melunaskan
kewajibannya.161 Kemungkinan pelunasan yang besar tersebut memberikan
kesempatan kepada kreditor, khususnya kreditor konkuren, dalam mendapatkan
pelunasan piutangnya yang sama layaknya dengan kreditor separatis. Oleh karena

160
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, “Putusan No.
67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 6 Desember 2013, 4 Februari 2014, 21 Maret
2014, dan 20 Mei 2014”, pada bagian daftar hadir pada “Laporan Rapat Pembahasan Rencana
Perdamaian”.
161
Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan Yang Terkait
dengan Kepailitan, (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), hlm. 38.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


96

itu, hasil dari proses PKPU seharusnya merupakan hasil yang ditentukan
berdasarkan kesepakatan bersama.

4.2. Peran Kreditor Konkuren yang Pasif


Proses PKPU merupakan suatu lembaga alternatif yang mendorong para
pihak yang terlibat didalamnya untuk berperan aktif dalam menentukan apakah
para kreditor akan memberikan kesempatan kepada debitor untuk melakukan
restrukturisasi utangnya, dengan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap
rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor. Selama proses PKPU
berlangsung, para pihak diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya
agar dapat ditemukan jalan yang terbaik dalam memenuhi kepentingan-
kepentingan masing-masing pihak. Terutama terhadap kepentingan setiap
kreditornya, termasuk kreditor konkuren.
Selaku anggota Tim Pengurus PKPU PT. Benangsari Indahtexindo, Arman
Hanis dalam wawancara yang dilakukan penulis menyatakan:162

“Mayoritas kreditor konkuren sudah setuju dengan rencana


perdamaian semenjak pertama kali diajukan oleh debitor, kecuali
Bank Mandiri. Jadi mereka juga tidak banyak meminta perubahan
terhadap rencana perdamaian.”
Melihat pernyataan diatas, maka dapat terlihat bahwa selama proses PKPU
berlangsung, hampir seluruh atau mayoritas kreditor konkuren hanya memberikan
kontribusi yang secukupnya terhadap rencana perdamaian. Perlu ditekankan
disini, bahwa yang dimaksud dengan kreditor konkuren yang setuju atas rencana
perdamaian adalah kreditor konkuren selain PT. Bank Mandiri, Tbk. Rencana
perdamaian yang diajukan memang sudah sesuai dengan kepentingan para
kreditor konkuren tersebut, tetapi persetujuan perdamaian tetap tidak dapat
diberikan karena mayoritas hak atas suara kreditor konkuren ada pada PT. Bank
Mandiri, Tbk.
Apabila mengacu pada UUK-PKPU, proses PKPU melibatkan seluruh
kreditor, dalam melakukan pembahasan isi rencana perdamaian. Hal ini
dikarenakan setiap hasil (output) dari proses PKPU tersebut mengikat seluruh

162
Wawancara tertulis dengan Arman Hanis, SH, Tim Pengurus Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) PT. Benagsari Indahtexindo), Jakarta, 21 April 2015.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


97

kreditor yang terlibat dalam PKPU. Pendapat dari setiap kreditor juga patut
dijadikan sebagai bahan acuan dalam melakukan perubahan isi rencana
perdamaian, agar dapat memenuhi kepentingan dari masing-masing kreditor,
terutama kreditor konkuren. Karena melalui proses PKPU, kreditor konkuren
diberikan kesempatan untuk mendapatkan pelunasan utang sepenuhnya. Oleh
karena itu, selama proses PKPU berlangsung, kreditor konkuren dituntut untuk
selalu aktif dalam setiap rapat kreditor yang diadakan oleh Tim Pengurus.
Namun hal sebaliknya terjadi dalam proses PKPU PT. Benangsari
Indahtexindo. Dimana dalam Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian terkait
Proposal Perdamaian (Surat No. 001/BSI/I/2014 tertanggal 6 Januari 2014)
beserta revisinya (Surat No. 005/BSI/I/2014 tertanggal 24 Januari 2014) pada
tanggal 27 November 2013, PT. Bank Mandiri, Tbk belum juga memberikan
tanggapan terhadap proposal perdamaian. Sedangkan kreditor preferen telah
memberikan tanggapannya, dengan menyetujui rencana perdamaian. Sebelumnya,
PT. Bank Mandiri, Tbk juga sudah pernah diberikan kesempatan untuk
mempertimbangkan proposal perdamaian.163 Tetapi karena PT. Bank Mandiri,
Tbk memerlukan beberapa waktu untuk membahas proposal perdamaian, maka
ditentukan perpanjangan waktu PKPU selama 60 hari.
Selanjutnya dalam Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian yang diadakan
pada tanggal 20 Maret 2014, PT. Bank Mandiri, Tbk masih belum dapat
memberikan tanggapan. Kuasa hukum PT. Bank Mandiri, Tbk menyatakan bahwa
pihaknya baru akan menyerahkan proposal kepada komite PT. Bank Mandiri,
Tbk. Sedangkan kreditor konkuren (PT. Tanjung Anom Sejati, PT. Samudra
Indonesia, Klinik Indosehat 2003, dan PD. Hasil Lestari) dan kreditor preferen
(KPP Pratama Subang), sudah menyetujui isi dari proposal perdamaian
tersebut.164
Keadaan-keadaan diatas telah mengindikasikan adanya dominasi oleh

163
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, “Putusan No.
67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 6 Desember 2013”, pada bagian “Laporan
Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian, sub-bagian Tanggapan dan Tanya Jawab”, hlm. 8.
164
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, “Putusan No.
67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 21 Maret 2014”, pada bagian “Laporan
Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian, sub-bagian Tanggapan dan Tanya Jawab”, hlm. 10.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


98

kreditor separatis, dimana PT. Bank Mandiri, Tbk tidak memperhitungkan


kesempatan waktu yang diberikan oleh Tim Pengurus. PT. Bank Mandiri, Tbk
berulang kali meminta perpanjangan waktu, tetapi masih belum dapat
memberikan tanggapan atas proposal rencana perdamaian. Sehingga
mengindikasikan bahwa penetapan perpanjangan tersebut dilakukan semata-mata
hanya untuk kreditor separatis saja. Semenjak Rapat Pembahasan Rencana
Perdamaian yang diadakan pada tanggal 27 November 2013, pembahasan yang
dilakukan dalam rapat hanya mengatur mengenai perubahan ketentuan-ketentuan
terkait dengan pelunasan piutang kreditor separatis.
Hal tersebut menunjukkan bahwa peran kreditor konkuren selama menjalani
proses PKPU adalah pasif, dimana kreditor konkuren (selain PT. Bank Mandiri,
Tbk) yang hadir dalam rapat, tidak banyak memberikan tanggapan atas proposal
perdamaian. Atau dapat dikatakan bahwa kreditor konkuren tersebut hanya
sekedar hadir untuk memenuhi kuorum dan memberikan persetujuan atas
perpanjangan PKPU Tetap.
Selanjutnya dalam Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian pada tanggal 30
Januari 2014, kreditor konkuren juga tidak dilibatkan dalam pembahasan proposal
perdamaian.165 Dimana rapat tersebut hanya dihadiri oleh KPP Pratama Subang
(sebagai kreditor preferen) dan PT. Bank Mandiri, Tbk (sebagai kreditor
separatis). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam sub bagian 4.1., PT.
Bank Mandiri, Tbk tercatat sebagai kreditor separatis dalam setiap Rapat
Pembahasan Rencana Perdamaian.166 Berdasarkan hal tersebut, maka terlihat
bahwa tidak adanya eksistensi atau kehadiran kreditor konkuren dalam Rapat
Pembahasan Proposal Perdamaian pada tanggal 30 Januari 2014. Dengan
demikian, kreditor konkuren tidak mendapatkan kesempatan untuk membahas
Proposal Perdamaian Surat No. 001/BSI/I/2014 tertanggal 6 Januari 2014, yang
didalamnya juga termasuk ketentuan-ketentuan dalam pelunasan piutang kreditor

165
Daftar hadir “Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian”, dalam Putusan Pengadilan
Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, “Putusan No. 67/Pdt.Sus-
PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 4 Februari 2014”, hlm. 8.
166
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, “Putusan No.
67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 6 Desember 2013, 4 Februari 2014, 21 Maret
2014, dan 20 Mei 2014”, pada bagian daftar hadir pada “Laporan Rapat Pembahasan Rencana
Perdamaian”.
Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


99

konkuren. Seharusnya setiap kreditor memiliki hak yang sama untuk hadir dalam
setiap rapat yang diadakan oleh Tim Pengurus PKPU, khususnya dalam rapat
pembahasan proposal perdamaian.
Melihat hasil pemungutan suara yang diambil dalam Rapat Pembahasan
Proposal Rencana Perdamaian yang dilakukan pada tanggal 27 November 2013,
30 Januari 2014, 20 Maret 2014, dan 19 Mei 2014, maka terlihat bahwa kreditor
konkuren bersama dengan kreditor separatis menyetujui secara aklamasi terhadap
perpanjangan waktu PKPU Tetap. Persetujuan secara aklamasi memberikan
persetujuan tanpa dilakukannya pemungutan suara, oleh karena itu pelaksanaan
penetapan perpanjangan PKPU seperti ini rentan sekali dengan penyimpangan
asas keseimbangan, sebagaimana yang dianut dalam UUK-PKPU. Persetujuan
secara aklamasi akan terasa adil dan seimbang apabila semua kreditor yang
mewakili kelas kreditor hadir untuk memberikan persetujuan perpanjangan PKPU
Tetap. Tetapi dalam Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian yang diadakan pada
tanggal 30 Januari 2014, terdapat salah satu jenis kreditor yang tidak hadir, yaitu
kreditor konkuren. Sehingga perpanjangan PKPU Tetap hanya disetujui secara
aklamasi oleh kreditor separatis dan kreditor preferen.167 Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa kreditor konkuren tidak dilibatkan dalam penetapan
perpanjangan waktu PKPU Tetap.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 229 ayat (1) UUK-PKPU, mengatur
bahwa penetapan perpanjangan PKPU Tetap dilakukan oleh pengadilan dengan
syarat persetujuan kreditor konkuren dan kreditor separatis.168 Penempatan kata
dan dalam ketentuan Pasal 229 ayat (1) huruf a, menunjukan bahwa pasal tersebut
bersifat kumulatif. Sehingga dalam melakukan setiap pemungutan suara,
diperlukan persetujuan kreditor konkuren dan kreditor separatis yang hadir dalam
rapat. Pasal tersebut perlu di interpretasikan dengan baik. Sifat kumulatif pasal
tersebut telah mengindikasikan pentingnya persetujuan dari kreditor konkuren.
Sehingga walaupun perpanjangan waktu PKPU Tetap disetujui secara aklamasi,

167
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, “Putusan No.
67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 4 Februari 2014”, pada bagian “Laporan
Hasil Pemungutan Suara (Voting) terhadap Permintaan Debitor untuk Perpanjangan Waktu
PKPU Tetap”, hlm. 17.
168
Indonesia (1), loc. cit., ps. 229 ayat (1).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


100

tetapi persetujuan tersebut harus diberikan bersama dengan kreditor konkuren.


Dalam hal ini, Tim Pengurus tetap melaksanakan rapat dan meminta
persetujuan atas perpanjangan PKPU Tetap tanpa memperhatikan kepentingan
kreditor konkuren yang tidak hadir. Ketidakhadiran kreditor konkuren tersebut
juga tidak dijelaskan alasannya oleh tim pengurus. Dengan demikian, kesempatan
kreditor konkuren untuk melakukan pembahasan rencana perdamaian telah
terabaikan. Ini merupakan salah satu faktor yang menunjukkan bahwa peran
kreditor konkuren adalah pasif.
Selain itu, apabila melihat dari Proposal Perdamaian Surat No.
018/BSI/IIII/2014 tertanggal 14 Maret 2014, maka terlihat bahwa tidak ada
perubahan terkait ketentuan pembayaran kepada kreditor konkuren. Dalam setiap
rencana perdamaian yang diajukan debitor, maka terlihat bahwa perubahan
tersebut selalu berkaitan dengan restrukturisasi utang terhadap kreditor separatis.
Dimana debitor melakukan perubahan-perubahan terkait penjadwalan pembayaran
utang terhadap PT. Bank Mandiri, Tbk sebagai kreditor separatis. Adanya
perubahan-perubahan seperti ini, telah menjadi salah satu faktor yang mendorong
adanya posisi dominan terhadap kreditor separatis dalam penentuan isi rencana
perdamaian. Hal ini dikarenakan, kreditor separatis terbiasa untuk melakukan
pembahasan rencana perdamaian dengan sendiri, ditambah dengan kedudukan
kreditor separatis yang merangkap juga sebagai kreditor konkuren. Sehingga
dapat dikatakan bahwa kreditor separatis telah memegang kendali sebagian besar
perubahan dari isi rencana perdamaian. Dan dengan adanya pemecahan piutang
PT. Bank Mandiri, Tbk yang digolongkan menjadi tagihan konkuren,
menyebabkan PT. Bank Mandiri, Tbk menjadi satu-satunya kreditor yang
menentukan persetujuan atas rencana perdamaian. Dengan kata lain, PT. Bank
Mandiri, Tbk juga memegang kekuasaan penuh dalam pemungutan suara,
khususnya terkait persetujuan atas rencana perdamaian.
Menanggapi penjelasan diatas, maka perlu ditekankan bahwa UUK-PKPU
menganut “Asas Keseimbangan”. Dimana adanya persamaan perlakuan terhadap
semua kreditor (kreditor preferen, kreditor separatis, maupun kreditor konkuren),
dan bahkan debitor itu sendiri. Salah satu perwujudan dari Asas Keseimbangan ini
adalah dengan tidak adanya posisi dominan diantara para pihak, termasuk diantara

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


101

para kreditor. Para kreditor diberikan kesempatan yang sama dalam menentukan
isi rencana perdamaian. Namun hal tersebut seringkali tidak diperhatikan secara
mendalam, karena mekanisme penghitungan suara (voting) dalam PKPU. Menurut
UUK-PKPU pemungutan suara diambil berdasarkan besaran jumlah tagihan
masing-masing kreditor konkuren atau separatis yang hadir dalam rapat kreditor.
Besaran tagihan tersebut secara tidak langsung telah memberikan dampak
terhadap keseluruhan proses PKPU. Dimana PT. Bank Mandiri, Tbk dengan
tagihan yang besar akan mendapatkan suara yang besar pula dalam pemungutan
suara. Suara kreditor dengan tagihan seperti ini mendorong terjadinya posisi
dominan, dengan mengutamakan kepentingan kreditor yang bersangkutan
dibandingkan kreditor dengan jumlah tagihan yang lebih kecil.
Jumlah hak suara PT. Bank Mandiri, Tbk sangat besar, yaitu secara
keseluruhan sebesar 70.190 (4.738 suara sebagai kreditor separatis, dan 65.452
suara sebagai kreditor konkuren).169 Kedudukan PT. Bank Mandiri, Tbk sebagai
kreditor separatis yang merangkap sebagai kreditor konkuren tersebut, telah
memberikan pengaruh yang besar terhadap proses PKPU, khususnya selama
Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian berlangsung. Posisi rangkap tersebut
memberikan indikasi bahwa selama PT. Bank Mandiri, Tbk menyetujui isi
rencana perdamaian yang berkaitan dengan kreditor konkuren, maka disimpulkan
bahwa mayoritas kreditor konkuren telah setuju dan tidak melakukan perubahan
atas isi rencana perdamaian. Sedangkan, peluang yang sama seharusnya diberikan
kepada kreditor konkuren lainnya. Hal ini telah mengakibatkan peran kreditor
konkuren lain menjadi pasif dalam menentukan keputusan selama proses PKPU
berlangsung. Oleh karena itu, penentuan tagihan dalam rapat verifikasi utang
merupakan suatu hal yang perlu dicermati dengan baik. Tim Pengurus harus
melihat segala akibat yang akan ditimbulkan atas kebijakan yang diambil,
khususnya terkait utang bunga dan denda kepada PT. Bank Mandiri, Tbk.
Pengakhiran proses PKPU berdasarkan penolakan oleh PT. Bank Mandiri,
Tbk sebagai kreditor separatis dan kreditor konkuren telah mengindikasikan
bahwa terdapat satu kreditor yang menjadi penentu diterima atau tidaknya rencana
perdamaian, yaitu PT. Bank Mandiri, Tbk. Dengan demikian, secara tidak
169
Daftar Voting Rencana Perdamaian PT. Benangsari Indahtexindo (Dalam PKPU).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


102

langsung, kreditor konkuren lain yang hadir dalam rapat hanya dianggap sebagai
pemenuh kuorum dalam rapat kreditor. Dan suara yang diberikan dalam rapat
sebenarnya tidak berarti terhadap hasil akhir dari proses PKPU. Karena walaupun
mayoritas kreditor konkuren lain (PT. Bank Mandiri, Tbk, PT. Tanjung Anom
Sejati, PT. Samudra Indonesia, PD. Hasil Lestari, PT. Klinik Indosehat 2003)
sudah menyetujui rencana perdamain, tetapi karena jumlah tagihan PT. Bank
Mandiri, Tbk sebagai kreditor konkuren sangat besar, maka rencana perdamaian
tersebut akan tetap ditolak. Penjelasan ini menunjukkan bahwa eksistensi atau
keberadaan kreditor konkuren disini tidak memberikan kontribusi yang besar
dalam proses PKPU, bahkan tertutupi dengan adanya dominasi dari kreditor
separatis yang juga merangkap sebagai kreditor konkuren dalam menentukkan
persetujuan rencana perdamaian.
Pada dasarnya, PKPU ditujukkan kepada seluruh kreditor. Sebelum
berlakunya UUK-PKPU, UUK telah memberikan penekanan mengenai penerapan
proses PKPU kepada kreditor konkuren.170 Melihat perkembangan peraturan
tersebut, maka perlu diperhatikan bahwa kreditor konkuren merupakan kreditor
yang membutuhkan perlindungan lebih dalam hukum kepailitan. Dengan adanya
penekanan kreditor konkuren dalam PKPU seperti yang diatur pada UUK,
mendorong suatu pemahaman bahwa pada dasarnya PKPU merupakan lembaga
yang memberikan kesempatan pelunasan yang lebih baik bagi kreditor konkuren.
PKPU juga diharapkan akan memberikan kesempatan restrukturisasi kepada
kreditor konkuren, sama besarnya kepada kreditor lain, khususnya PT. Bank
Mandiri, Tbk.

4.3. Penangguhan terhadap Kreditor Separatis


Proses PKPU merupakan salah satu lembaga dalam hukum kepailitan yang
memberikan kesempatan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan utang
dari debitor. Sebagai bagian dari hukum kepailitan, maka aturan terkait PKPU
yang terdapat dalam undang-undang juga menganut asas-asas untuk mendorong
pelaksanaan kepailitan dan PKPU yang baik. Salah satu asas yang harus dimiliki
170
Indonesia (3), Undang-Undang tentang . Undang-Undang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang, UU No.4 Tahun 1998, LN No.135 Tahun 1998,
TLN No. 3778, ps. 212.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


103

undang-undang kepailitan adalah “Asas Keadaan Diam” (standstill atau stay).


Bentuk perwujudan asas keadaan diam ini juga terdapat dalam UUK-PKPU, yaitu
adanya aturan mengenai penangguhan. Dengan keadaan diam, harta kekayaan PT.
Benangsari Indahtexindo dapat dioptimalkan, sehingga pembayaran utang dapat
dilakukan dengan semaksimal mungkin. Serta menghindari adanya tindakan
kreditor yang mengutamakan kepentingan sendiri, yang dapat menimbulkan
kerugian kepada kreditor lainnya maupun debitor.
Ketentuan terkait penangguhan pada proses PKPU diatur dalam Pasal 242
ayat (1) UUK-PKPU. Penangguhan tersebut dilakukan dalam kegiatan
pembayaran sejumlah utang kepada salah satu kreditor, dan terhadap hak atas
eksekusi jaminan. Jangka waktu pelaksanaan penangguhan tersebut adalah selama
proses PKPU berlangsung, atau selama 270 hari.171
Penangguhan telah memberikan dampak terhadap kedudukan para kreditor
selama menjalani proses PKPU, salah satunya adalah kesetaraan antara kreditor
konkuren dan kreditor separatis. Sebagai kreditor yang memiliki posisi lemah,
penangguhan menjadi salah satu faktor yang mendorong kesetaraan antara
kreditor separatis dengan kreditor konkuren. Dengan demikian, kepentingan para
kreditor konkuren dapat terpenuhi sama layaknya seperti kreditor separatis (PT.
Bank Mandiri, Tbk). Sebagaimana tujuan dari penangguhan dalam PKPU, yaitu
untuk mengoptimalkan harta kekayaan debitor, sehingga memperbesar
kemungkinan tercapainya perdamaian. Selain itu, restrukturisasi yang dilakukan
terhadap kreditor konkuren juga dapat terealisasi dengan baik, apabila ketentuan
mengenai penangguhan tersebut dapat diterapkan selama proses PKPU
berlangsung.

4.3.1 Penangguhan Pembayaran Sebagian Utang kepada Kreditor


Separatis
Dalam proses PKPU, tidak hanya hak atas eksekusi saja yang
ditangguhkan, tetapi segala bentuk pembayaran terhadap kepada kreditorpun
juga ditangguhkan. Selama proses PKPU berlangsung, debitor tidak
diperbolehkan untuk melakukan pembayaran kepada salah satu kreditor.
Apabila debitor melakukan pembayaran seperti itu, maka pembayaran
171
Indonesia (1), loc. cit., ps. 242 ayat (1) jo. ps. 246.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


104

tersebut harus dilakukan terhadap semua kreditor yang terlibat dalam PKPU.
Hal tersebut ditujukkan, agar kreditor sebisa mungkin dipastikan untuk
mendapat pelunasan seluruhnya. Apabila ada salah satu kreditor yang
mendapat pelunasan sedangkan kreditor lainnya belum mendapatkan
pelunasannya, maka akan menimbulkan ketidakseimbangan atau
ketidaksetaraan kedudukan antara para kreditor yang terlibat dalam PKPU.
Kreditor yang belum mendapatkan pelunasannya dapat dirugikan karena
mereka dimungkinkan mendapatkan pelunasan kurang dari jumlah piutang
yang telah dijanjikan sebelumnya atau bahkan mendapatkan pelunasan yang
tidak layak.
Dalam proses PKPU PT. Benangsari Indahtexindo, diketahui bahwa
dalam Surat No. 336/JTC-Mandiri/5-14 mengenai Persetujuan atas Proposal
PT. Benangsari Indahtexindo (tertanggal 6 Mei 2014), PT. Bank Mandiri,
Tbk memberikan beberapa persyaratan persetujuan yang harus dipenuhi oleh
debitor. Salah satu syaratnya adalah melakukan pembayaran initial payment
(atas utang pokok) awal sebesar USD$ 2.049.090,68,- (dua juta empat puluh
sembilan ribu sembilan puluh dollar Amerika Serikat enam puluh delapan
sen), dengan penyetoran ke rekening escrow account (Rekening No. 070-
0004877143, a.n Credit Recovery I Group – Loan Coll. Dept) selambat-
lambatnya tanggal 16 Mei 2014.172 Persyaratan tersebut secara tidak langsung
telah mengindikasikan adanya pemaksaan kepada debitor untuk melakukan
pembayaran, sebagai persyaratan agar proposal perdamaian disetujui oleh PT.
Bank Mandiri, Tbk. PT. Bank Mandiri, Tbk memberikan batas waktu sampai
tanggal 16 Mei 2014, yang berarti pembayaran tersebut dilakukan pada saat
proses PKPU berlangsung. Pembayaran disini hanya dilakukan kepada PT.
Bank Mandiri, Tbk, atas tagihan yang dijaminkan dengan jaminan (separatis).
Menurut undang-undang, tindakan seperti ini tidak diperbolehkan.
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 242 ayat (1) jo. Pasal 245 UUK-PKPU,

172
Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, “Putusan No.
67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 20 Mei 2014”, pada bagian “Laporan Rapat
Pembahasan Rencana Perdamaian, sub-bagian Persetujuan atas Proposal PT. Benangsari
Indahtexindo (Dalam PKPU) dari PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk, tertanggal 6 Mei 2014”, hlm.
8.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


105

maka debitor tidak boleh dipaksa untuk melakukan pembayaran kepada para
kreditor, termasuk kepada kreditor separatis (PT. Bank Mandiri, Tbk).
Apabila tindakan tersebut dilakukan, maka pembayaran juga harus dilakukan
kepada kreditor preferen dan kreditor konkuren lainnya.
Walaupun tindakan tersebut belum terjadi, tetapi adanya persyaratan
tersebut telah mengindikasikan adanya posisi dominan oleh kreditor separatis.
Seharusnya Tim Pengurus tidak membiarkan persyaratan seperti ini
dituangkan dalam Surat Persetujuan tersebut. Karena apabila persyaratan
tersebut dapat dipenuhi oleh debitor, maka dampaknya akan berpengaruh
terhadap berkurangnya harta kekayaan debitor yang dapat merugikan kreditor
konkuren lainnya. Tetapi yang terjadi dalam kasus adalah debitor
memberikan tanggapan terkait hal tersebut. Dalam hal ini, dapat terlihat
bahwa tidak ada upaya pencegahan oleh Tim Pengurus atas adanya
kemungkinan penyimpangan undang-undang. Disini, Tim Pengurus telah
menunjukkan keberpihakan dengan memberikan kesempatan kepada kreditor
separatis untuk mengatur isi rencana perdamaian, tanpa melihat ketentuan
dalam Pasal 242 ayat (1) jo. Pasal 245 UUK-PKPU. Seharusnya Tim
Pengurus menolak tindakan-tindakan kreditor yang sekiranya dapat
mengakibatkan kerugian terhadap harta debitor, dan kreditor lain. Bahkan
Tim Pengurus diberikan kewajiban untuk melaporkan tindakan tersebut
kepada hakim pengawas.

4.3.2 Penangguhan Hak Eksekusi atas Jaminan


Adanya jaminan merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh kreditor
separatis, dan merupakan faktor yang membedakannya dengan kreditor
konkuren. Untuk mengikat barang jaminan, maka dibentuk suatu perjanjian
jaminan. Perjanjian jaminan disini merupakan perjanjian tambahan yang
bersifat accesoir, sehingga keberadaannya mengikuti perjanjian pokok atau
perjanjian utang-piutangnya.
Perjanjian tambahan (Perjanjian Jaminan Fidusia dan Perjanjian Hak
Tanggungan) dibentuk melalui prosedur pendaftaran. Sehingga terdapat titel
eksekutorial, yang memberikan hak kepada PT. Bank Mandiri, Tbk untuk
melakukan eksekusi (dalam bentuk penjualan) barang jaminan secara

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


106

tersendiri, tanpa adanya perintah pengadilan terlebih dahulu. Hak atas


eksekusi barang jaminan disini disebut sebagai parate executie. Sehingga
apabila debitor lalai dalam memenuhi prestasinya (cidera janji), maka PT.
Bank Mandiri, Tbk memiliki hak untuk melakukan penjualan atas tanah,
bangunan, dan mesin-mesin pabrik secara langsung, tanpa harus adanya
perintah pengadilan. Dalam hal ini, kreditor separatis mendapatkan pelunasan
atau pembayaran piutang berdasarkan hasil penjualan barang jaminan milik
debitor.
Dalam hukum kepailitan, kedudukan PT. Bank Mandiri, Tbk sebagai
kreditor separatis, memberikan hak untuk melakukan eksekusi jaminan
seolah-olah tidak terjadi kepailitan.173 Serta didahulukan dalam pembayaran
piutangnya, dibandingkan dengan kreditor konkuren. Namun terhadap hak
atas eksekusi tersebut, terdapat pengecualiannya, yaitu adanya masa
penangguhan. Selama masa penangguhan, kreditor separatis tidak
diperbolehkan untuk melakukan eksekusi terhadap barang jaminan.
Penangguhan tersebut diterapkan apabila debitor dalam keadaan pailit, dan
juga dalam proses PKPU.
Berdasarkan Pasal 242 ayat (1) jo. Pasal 246 UUK-PKPU, hak
kreditor separatis untuk melakukan eksekusi terhadap barang jaminan
ditangguhkan. Penangguhan tersebut dilakukan selama proses PKPU
berlangsung, yaitu selama 270 hari. Berlakunya Pasal 242 ayat (1) telah
memberikan makna yang berbeda mengenai kedudukan dan kewenangan
kreditor separatis dalam PKPU. Penangguhan tersebut secara tidak langsung
telah mengesampingkan sementara hak istimewa yang melekat pada kreditor
separatis selama proses PKPU berlangsung, sehingga kedudukannya tidak
lebih tinggi dibandingkan dengan kreditor konkuren.
Kedudukan PT. Bank Mandiri, Tbk dipersamakan layaknya kreditor
konkuren lainnya. Hak istimewa tersebut dapat dilaksanakan kembali, saat
proses PKPU berakhir. Tetapi selama masa proses PKPU berlangsung, PT.
Bank Mandiri, Tbk tidak diperbolehkan untuk melakukan penjualan
(eksekusi) atas tanah, bangunan, dan mesin-mesin pabrik yang dijaminkan.
173
Indonesia (1), loc. cit., ps. 55.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


107

Dan tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan oleh kreditor separatis
untuk mencabut penangguhan tersebut.
Disini kreditor separatis tidak mempunyai kewenangan untuk
melaksanakan parate executie atas benda jaminan. Parate executie merupakan
hak yang diemban oleh PT. Bank Mandiri, Tbk (sebagai kreditor separatis).
Dengan adanya penangguhan, maka hak eksekusi benda jaminan yang
membedakan antara PT. Bank Mandiri, Tbk dengan kreditor konkuren lain
selama proses PKPU menjadi tidak ada. Dengan kata lain, tidak ada status
yang membedakan antara kreditor separatis dengan kreditor konkuren selama
proses PKPU berlangsung. Oleh karena tidak adanya perbedaan status
tersebut, maka kedudukan kreditor separatis seharusnya sama dengan kreditor
konkuren lainnya.
Karena adanya penangguhan, kedudukan PT. Bank Mandiri, Tbk
menjadi tidak berbeda dengan kreditor konkuren lainnya (Gansa Altexindo,
PT. Anugerah Texindotama, PT. Protechma Indonesia, PT. Tanjung Anom
Sejati, Aryanti Artisari, SH, M.Kn., PT. Samudra Indonesia, PT. Karyamulya
Teknindo, PD. Surya Jaya, PT. Pamaco Binar Santosa, Inti Mekar, PD. Hasil
Lestari, PT. Klinik Indosehat 2003). Dengan demikian, seharusnya tidak ada
perlakuan yang berbeda terhadap PT. Bank Mandiri, Tbk.
Apabila melihat proses PKPU PT. Benangsari Indahtexindo, maka
dapat terlihat bahwa terjadi ketimpangan perlakuan antara kreditor konkuren
dengan kreditor separatis. Selama melakukan Rapat Pembahasan Rencana
Perdamaian, kreditor separatis lebih banyak memberikan perubahan atas isi
rencana perdamaian. Tidak ditemukannya titik temu antara kepentingan PT.
Bank Mandiri, Tbk dengan kemampuan debitor telah mengakibatkan waktu
proses PKPU yang cukup lama, dan berakhir dengan pailit. Hal tersebut telah
merugikan pihak kreditor konkuren (selain PT. Bank Mandiri, Tbk), yang
mayoritas telah menyetujui isi rencana perdamaian.
Perpanjangan waktu PKPU Tetap yang diberikan, ditujukkan agar isi
rencana perdamaian dapat disetujui oleh kreditor separatis. Berdasarkan hal
tersebut, kreditor konkuren yang menyetujui perpanjangan waktu PKPU
Tetap tersebut, secara tidak langsung telah dituntut untuk menyetujuinya.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


108

Dimana dibalik perpanjangan waktu tersebut, terdapat harapan dari kreditor


konkuren agar perdamaian dapat tercapai demi mendapatkan kesempatan
yang lebih besar dalam pelunasan utangnya, apabila dibandingkan dengan
prosedur kepailitan. Sebagaimana tujuan atau hasil akhir (output) dari PKPU
itu sendiri adalah tercapainya perdamaian antara debitor dengan para
kreditornya, serta untuk menghindari kepailitan. Penangguhan tesebut juga
dilakukan untuk menghindari adanya kreditor separatis yang menuntut
haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan
kepentingan debitor atau para kreditor lainnya.
Penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa adanya ketimpangan
perlakuan terhadap kreditor konkuren, dalam proses PKPU PT. Benangsari
Indahtexindo. Dimana seharusnya penangguhan mendorong terjalinnya
kesetaraan antara kreditor konkuren dengan kreditor separatis, baik dalam
melakukan pembahasan proposal perdamaian maupun dalam hal menentukan
persetujuan rencana perdamaian, dan tidak mendorong terjadinya dominasi
dari kreditor separatis.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Melalui proses PKPU, debitor diberikan ruang gerak dengan diberikan


kesempatan untuk merestrukturisasi utang-utangnya. PKPU memberikan
kesempatan kepada debitor yang dinilai masih memiliki kekuatan untuk
membayar utang-utangnya untuk melakukan perdamaian. Dalam skripsi ini
penulis mengajukan bahwa kedudukan kreditor konkuren dan kreditor separatis
memegang peran yang penting dalam menjalankan proses Penundaann Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU), termasuk proses Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) PT. Benangsari Indahtexindo. Berdasarkan pembahasan yang telah
dilakukan dalam penulisan skripsi ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara
lain:

1. Kreditor konkuren merupakan kreditor yang memiliki kedudukan yang


lemah. Melalui Pasal 1131 KUH Perdata, kreditor konkuren memiliki
hak untuk mendapatkan jaminan pelunasan piutang yang berasal dari
harta kekayaan milik debitor. Sebagaimana prinsip Paritas Creditorium
yang dianut dalam hukum kepailitan di Indonesia. Selain itu, UUK-
PKPU juga telah memberikan perlindungan yang lebih terhadap kreditor
konkuren agar kedudukannya dapat diseimbangkan dengan kreditor
separatis. Sebagaimana asas keseimbangan yang dianut UUK-PKPU,
yang merupakan penopang dalam pelaksanaan PKPU agar dapat
mencapai hasil akhir yang dicita-citakan. Kedua asas tersebut menjadi
penopang utama dalam memenuhi hak kreditor konkuren dalam
menjalankan proses PKPU di Indonesia.
2. Dalam proses PKPU, kedudukan antara kreditor konkuren dengan
kreditor separatis adalah sama. Kesetaraan kedudukan diantara kreditor
tersebut dapat tercemin dari pasal-pasal dalam UUK-PKPU, diantaranya
dalam Pasal 229 ayat (1), Pasal 281 ayat (1), Pasal 242 ayat (1) jo. 245,
Pasal 242 ayat (1) jo. Pasal 246.
109

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


110

a. Pasal 229 ayat (1) huruf a dan b, yang melibatkan kreditor konkuren
dan kreditor separatis secara bersama dalam pemungutan suara untuk
menentukkan persetujuan atas pemberian PKPU Tetap.
b. Pasal 281 ayat (1) huruf a dan b, yang juga melibatkan kreditor
konkuren dan kreditor separatis secara bersama dalam pemungutan
suara untuk menentukan persetujuan atas rencana perdamaian yang
diajukan oleh debitor.
c. Pasal 242 ayat (1) jo. Pasal 245, yang mengatur mengenai
penangguhan pembayaran sejumlah utang oleh debitor kepada salah
satu kreditor.
d. Pasal 242 ayat (1) jo. Pasal 246, yang mengatur mengenai
penangguhan pelaksanaan hak istimewa yang dimiliki kreditor
separatis, yaitu hak eksekusi atas jaminan secara tersendiri (parate
executie).
3. Dalam proses PKPU PT. Benangsari Indahtexindo telah terjadi
ketimpangan antara kedudukan kreditor konkuren dengan kreditor
separatis, terutama dalam hal penentuan persetujuan atas rencana
perdamaian yang diajukan oleh debitor. Beberapa hal yang menimbulkan
ketimpangan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kedudukan PT. Bank Mandiri, Tbk yang merangkap sebagai kreditor


separatis dan juga kreditor konkuren.
b. Peran kreditor konkuren selama menjalankan proses PKPU dianggap
pasif.
c. Adanya keberpihakan Tim Pengurus PKPU PT. Benangsari
Indahtexindo kepada kreditor separatis dalam proses PKPU.

5.2 Saran
Berdasarkan penulisan skripsi ini maka penulis ingin menyampaikan
beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat dalam pelaksanaan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia. Pertama, Tim Pengurus
PKPU lebih memperhatikan dampak dari setiap kebijakan yang diambil, dengan
tidak menjaga independensi dan mengutamakan kepentingan bersama. Maka dari

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


111

itu, dibutuhkan adanya suatu peraturan khusus atau pedoman teknis yang
mengatur secara rinci dalam melaksanakan proses rapat kreditor. Yang dapat
dijadikan sebagai panduan dalam pengambilan kebijakan terhadap suatu keadaan
tertentu, dan mengatur juga mengenai independensi pengurus.
Kedua, penafsiran UUK-PKPU terhadap pelaksanaan proses PKPU harus
dilakukan secara cermat, terutama terkait dengan pasal-pasal yang memberikan
perlindungan kepada kreditor konkuren. Penafsiran UUK-PKPU tersebut harus
dilakukan dengan berlandaskan asas-asas yang dianut didalamnya, dan dalam
hukum kepailitan di Indonesia. Agar pelaksanaan proses PKPU (termasuk PKPU
PT. Benangsari Indahtexindo) dapat berjalan dengan baik, dan membuka
kesempatan yang besar dalam mencapai hasil akhir yang dicita-citakan.
Dan yang ketiga, kreditor konkuren sebagai pihak yang memiliki kedudukan
yang lemah diantara para kreditor lain, seharusnya diberikan perlindungan yang
lebih. Dengan memberikan pertimbangan lebih terhadap kepentingan-kepentingan
mereka, sehingga dapat tercapainya keadilan dalam menjalankan proses PKPU.
Karena dengan proses PKPU inilah, para kreditor konkuren diberikan suatu
kesempatan yang besar untuk berperan aktif demi pemenuhan kepentingan
mereka, termasuk dalam mendapatkan pelunasan piutang dengan penuh dan
layak.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


112

DAFTAR PUSTAKA
a. Buku

Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia.


Bina Ilmu Surabaya, 1990.
Fuady, Munir. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2010.
Harun, Hazniel. Hukum Perjanjian Kredit Bank. Jakarta: Yayasan Tritura”66,
1991.
Ibrahim, Johanes. Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian
Masalah Kredit. Bandung: Rafika Aditama, 2004.
Mamudji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Mandala, Subianta. Meeting Report: Indonesian Bankruptcy Law: An Update.


Beijing China: Fifth Forum for Asian Insolvency Reform (FAIR), 27-28
April 2006.
Naja, HR Daeng. Hukum Kredit dan Bank Garansi. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2005.
Poesoko, Herowati. Parate Executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi,
Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT). Yogyakarta:
LaksBang PRESsindo, 2008.
Raharjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 1991.
Sastrawidjaja, Man S. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Bandung: Alumni, 2006.
Sembiring, Sentosa. Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan
Yang Terkait dengan Kepailitan. Bandung: Nuansa Aulia, 2006.
Shubhan, M. Hadi. Hukum Kepailitan. Jakarta: Kencan, 2008.
Sitompul, Manahan M.P. Penyelesaian Sengketa Utang-Piutang Perusahaan
Dengan Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi
Mengenai Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). Medan:
Disertasi Doktor Universitas Sumatera Utara, 2009.
Sjahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan. Jakarta: Grafiti, 2010.
Subekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991.
Sulaiman, Rubintan dan Joko Prabowo. Lebih Jauh tentang Kepailitan Undang-

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


113

Undang Nomor 4 Tahun 1998. Jakarta: Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas
Hukum Universitas Pelita Harapan, 2000.
Sunarmi. Hukum Kepailitan: Edisi 2. Jakarta: PT. Sofmedia, 2010.
Sutantio, Retno Wulan. Suatu Tinjauan Terhadap Beberapa Yurisprudensi
Mengenai Kepailitan. Jakarta: BPHN-Dep.Keh, 1991.
Suyatno, R. Anton. Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayran Utang
Sebagai Upaya Mencegah Kepailitan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2012.
Tumbuan, Fred B.G. “Pokok – pokok Undang – undang Tentang Kepailitan
sebagaimana diubah oleh PERPU No. 1/1998” dalam Penyelesaian Utang
– Piutang melalui Kepailitan atau Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Bandung: Alumni, 2001.
Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Waluyo, Bernadette. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Bandung: Penerbit Bandar Maju, 1999.
b. Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia. 1998. Undang-Undang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang Umum. Jakarta:
Sekretariat Negara.
Indonesia. 2003. Undang-Undang Advokat. Jakarta: Sekretariat Negara.

Indonesia. 2004. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban


Pembayaran Utang. Jakarta: Sekretariat Negara.

Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Penghitungan Jumlah


Hak Suara Kreditor. Jakarta: Sekretariat Negara.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan
oleh R.Subekti dan R.Tjitrosudibio. Cet.24. Jakarta: PT. Pradnya Paramita,
2004.
c. Makalah

Mulyadi, Kartini. “Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Serta Dampak


Hukumnya, Makalah (dibawakan dalam Lokakarya tentang Peraturan
Kepailitan.” Diselenggarakan oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris
Indonesia Daerah Khusus Jakarta bekerja sama dengan Direktorat Jenderal
Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman Republik
Indonesia, tanggal 24 Oktober 1998.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


114

d. Jurnal

American Bankruptcy Institute. “What Every Unsecured Creditor Should Know


About Chapter 11, Chapter 11 - “101” dalam American Bankruptcy
Institute Journal: Issues and Information for the Insolvency Professional.
Reprinted with permission from the ABI Journal, Vol. XXIII, No. 5. June
2004.

Lee, Seung-Hyun, Mike W. Peng, dan Jay B. Barney. “Bankruptcy Law and
Entrepreneurship Development: A Real Options Perspective” dalam The
Academy of Management Review, Vol. 32, No. 1. January 2007.

Taroreh, Royke A. “Hak Kreditor Separatis dalam Mengeksekusi Benda Jaminan


Oleh Debitor Pailit” dalam Jurnal Hukum Unsrat Vol.II/No.2/Januari-
Maret/2014 Edisi Khusus. 2014.

Vital, Louis Edward. “The Early History of Bankruptcy Law” dalam University
of Pennsylvania Law Review 66. 1918.

e. Internet

Laoli, Noverius. 2014. Gagal Jalani PKPU, akhirnya Benangsari Pailit,


http://nasional.kontan.co.id/news/gagal-jalani-pkpu-akhirnya-benangsari-
pailit, (diunduh pada 18 Juni 2015).

____ . 2014. Pengadilan perpanjang PKPU debitur Bank Mandiri,


http://nasional.kontan.co.id/news/pengadilan-perpanjang-pkpu-debitur-bank-
mandiri, (diunduh pada 18 Juni 2015).

Nafsiah, Wuwun. 2013. Bank Mandiri Gugat PKPU Benang Sari Indah,
http://nasional.kontan.co.id/news/bank-mandiri-gugat-pkpu-benang-sari-
indah, (diunduh pada 25 April 2015).

Nafsiah, Wuwun. 2014. Perdamaian Benangsari dan Mandiri belum terjalin,


http://nasional.kontan.co.id/news/perdamaian-benangsari-dan-mandiri-
belum-terjalin, (diunduh pada 23 April 2015).

f. Lain-Lain

Hanis, Arman. “Verbatim Wawancara #1 – Arman Hanis, S.H. (Tim Pengurus


PKPU PT. Benangsari Indahtexindo)”. April 2015.

Laoli, Noverius. “Verbatim Wawancara #3 – Noverius Laoli (Wartawan Tabloid


„KONTAN‟, khusus liputan PKPU PT. Benangsari Indahtexindo)”. Maret
2015.

Lina, Ravita. “Verbatim Wawancara #2 – Ravita Lina, S.H. (Panitera Pengganti


PKPU PT. Benangsari Indahtexindo)”. Maret 2015.

Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat “ Putusan No.
Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


115

67/Pdt.Sus-PKPU/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.”

Setiawan. Hak Tanggungan dan Masalah Eksekusinya. Majalah Hukum Tahun XI


Nomor 131, Agustus 1996.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


116

LAMPIRAN 1
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghitungan
Jumlah Hak Suara Kreditor

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


117

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 10 TAHUN 2005

TENTANG

PENGHITUNGAN JUMLAH HAK SUARA KREDITOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 87 ayat (3) Undang-Undang Nomor


37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penghitungan Jumlah
Hak Suara

Kreditor;

Mengingat:

1. Pasal 5ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan


Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN JUMLAH HAK

SUARA KREDITOR.

Pasal 1

Setiap Kreditor berhak mengeluarkan paling sedikit 1 (satu) suara dalam rapat
Kreditor .

Pasal 2

Penghitungan jumlah hak suara Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87


ayat (3)

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan


Kewajiban

Pembayaran Utang ditetapkan berdasarkan jumlah piutang Kreditor .


Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


118

Pasal 3

(1) Setiap Kreditor yang mempunyai jumlah piutang sampai dengan Rp


10.000.000,00

(sepuluhjuta rupiah) berhak atas 1 (satu) suara.

(2) Dalam hal Kreditor mempunyai piutang lebih dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) maka untuk setiap kelipatan Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),
Kreditor berhak atas 1 (satu) suara tambahan.

(3) Dalam hal sisa piutang tidak mencapai kelipatan Rp 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) penghitungan suara tambahan ditentukan sebagai berikut:

a. kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) Kreditor tidak berhak atas suara
tambahan;

b. Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih Kreditor berhak atas 1 (satu)
suara tambahan.

Pasal 4

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah
Nomor 80 Tahun 1998 tentang Perhitungan Jumlah Hak Suara Kreditur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 187, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3793) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 5

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 18 Maret 2005

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
Dr. HAMID AWALUDIN

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


119

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 27

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


120

PENJELASAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 10 TAHUN 2005

TENTANG

PENGHITUNGAN JUMLAH HAK SUARA KREDITOR

UMUM

Berdasarkan ketentuan Pasal 87 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004


tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, penghitungan
jumlah hak suara Kreditor diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bertitik tolak dari Pasal 87 ayat (3) tersebut, pengaturan mengenai penghitungan
jumlah hak suara Kreditor dalam Peraturan Pemerintah ini berpedoman pada
jumlah piutang Kreditor.

Pada prinsipnya, setiap Kreditor berhak atas 1 (satu) suara dalam rapat Kreditor
dengan ketentuan jumlah suara Kreditor dihitung berdasarkan jumlah piutang,
yaitu untuk piutang sampai dengan Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) berhak
atas 1 (satu) suara.

Penghitungan suara tambahan atas piutang lebih dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh


juta rupiah) selanjutnya ditentukan berdasarkan setiap kelipatan Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).

Adapun sisa piutang yang tidak mencupai Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
berhak atas 1 (satu) suara tambahan, apabila sisa piutang tersebut berjumlah Rp
5.000.000,00 (limajuta rupiah) atau lebih.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Cukup jelas

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


121

Pasal 5

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR


4484

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


122

LAMPIRAN 4
Verbatim Wawancara #1, Wawancara #2,
Wawancara dan Wawancara #3

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


123

Wawancara #1 – Arman Hanis, S.H., Tim Pengurus PKPU PT. Benangsari


Indahtexindo (21 April 2015)

1) Kreditor konkuren aktif dalam rapat pembahasan proposal?


Jawaban:
Mayoritas kreditor konkuren sudah setuju dengan rencana perdamaian
semenjak pertama kali diajukan oleh debitor, kecuali PT. Bank Mandiri, Tbk.
2) Apakah ada perubahan yang disesuaikan dengan kepentingan kreditor
konkuren?
Jawaban:
Karena dari awal kreditor konkuren sudah setuju, maka mereka juga tidak
banyak meminta perubahan terhadap rencana perdamaian. Tim pengurus
banyak melakukan pembahasan dengan PT. Bank Mandiri, Tbk, karena hanya
PT. Bank Mandiri yang belum setuju.
3) Surat persetujuan belum disepakati, apakah itu dibatalkan atau diabaikan?
Jawaban:
Surat persetujuan tersebut adalah surat persetujuan sebagian. Dimana apabila
tidak persyaratan dalam surat tersebut tidak dapat dipenuhi oleh debitor, maka
persetujuan belum dapat diberikan oleh PT. Bank Mandiri, Tbk. Sebenarnya
disetujui, tetapi debitor tidak dapat memenuhi syarat yang diajukan atau dapat
dikatakan setuju tapi tidak mutlak.
4) Dalam daftar tagihan yang ada dalam putusan, disebutkan bahwa PT. Bank
Mandiri, Tbk mempunyai tagihan konkuren. Asal tagihan konkuren tersebut
dari mana?
Jawaban:
Tagihan konkuren tersebut berasal dari bunga dan denda, dengan utang pokok
sebesar 473 miliar. Dimana tagihan konkuren tersebut tidak melepas PT.
Bank Mandiri, Tbk sebagai kreditor separatis.
5) Apakah kreditor yang terlibat sudah menyetujui rencana perdamaian?
Jawaban:
Kreditor preferen dan kreditor konkuren sudah menyetujui proposal
perdamaian yang diberikan oleh debitor.
6) Bagaimana keadaan PT. Benangsari Indahtexindo pada saat itu?
Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


124

Jawaban:
Jaminan tambahan yang diberikan oleh PT. Benangsari Indahtexindo masih
belum mencukupi, menyebabkan perusahaan sudah tidak dimungkinkan
untuk melunasi utang-utangnya. Tetapi setelah penetapan pailit, perusahaan
tetap berjalan. Saya berusaha menjalankan on going concern. Jadi sampai
sekarang PT. Benangsari Indahtexindo juga masih menerima order untuk
membantu mengolah bahan tekstil, tetapi tidak untuk menjual. Hanya sebagai
pihak yang mengolah, secara bersama-sama bekerja dengan pihak lain.
7) Bagaimana proses pemberesan harta pailitnya sekarang?
Jawaban:
Sampai sekarang pemberesan harta pailit masih belum selesai, karena ada
kesulitan jual tanah milik PT. Benangsari Indahtexindo.
8) Bagaimana proses PKPU PT. Benangsari Indahtexindo?
Jawaban:
PKPU berjalan dengan lancar, dan dimaksimalkan sampai 270 hari.
9) Pemungutan suara (voting) dilakukan untuk apa saja?
Jawaban:
Tim Pengurus tidak pernah melakukan voting, hanya dengan persetujuan
secara aklamasi.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


125

Wawancara #2 – Ravita Lina, S.H., Panitera Pengganti PKPU PT.


Benangsari Indahtexindo (30 Maret 2015)

1) Apa dasar penetapan pailit terhadap debitor?


Jawaban:
Kreditor separatis menolak, sesuai dengan Pasal 281 UUK-PKPU. Kalau ada
kesalahan mengenai hal tersebut, maka kurator dapat disalahkan sesuai
dengan Pasal 72 UUK-PKPU.
2) Apa dasar penghitungan suara dalam voting?
Jawaban:
Penghitungan suara dihitung berdasarkan tagihan. Dalam setiap daftar
tagihan, terdapat 2 (dua) bagian, yaitu tagihan separatis dan tagihan konkuren.
tagihan tersebut dipegang oleh Pengurus PKPU.
3) Bagaimana dengan keberadaan jaminan?
Jawaban:
Jaminan sudah berada dalam penguasaan kreditor (PT. Bank Mandiri, Tbk).
Karena pada saat itu, debitor tidak dapat melakukan pembayaran dengan uang
cash.
4) Bagaimana dengan kedudukan antara kreditor dalam PKPU?
Jawaban:
Kedudukan kreditor dalam pasal ini (Pasal 281 ayat (1) UUK-PKPU) adalah
seimbang. Dengan adanya kata “dan” tersebut, kreditor konkuren dan kreditor
separatis diberikan kesempatan yang sama untuk menentukan persetujuan
atas rencana perdamaian.
5) Dalam kasus, PT. Bank Mandiri, Tbk tidak setuju atas penyerahan jaminan
setelah homologasi. Bagaimana dengan proses homologasi tersebut?
Jawaban:
Homologasi itu pengesahan perdamaian oleh pengadilan. Apabila hasil yang
telah di-homologasi tidak dijalankan oleh debitor, maka putusan tersebut
dibatalkan. Pengajuan permohonan juga mempengaruhi proses perdamaian.
Apabila yang diajukan PKPU, maka setelah dinyatakan pailit oleh
pengadilan, para pihak tidak dapat dilakukan perdamaian kembali. Sedangkan

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


126

apabila permohonan yang diajukan adalah pailit, maka setelah pernyataan


pailit tersebut, para pihak masih dapat melakukan perdamaian.

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


127

Wawancara #3 – Noverius Laoli, Wartawan Tabloid ‘KONTAN’, khusus


liputan PKPU PT. Benangsari Indahtexindo (19 Maret
2015)

1) Bagaimana awal permulaan Bapak dapat meliput mengenai PKPU PT.


Benangsari Indahtexindo?
Jawaban:
Pada awalnya sebenarnya teman saya (Wuwun Nafsiah) yang meliput, tetapi
akhirnya diberikan ke saya. Berita tersebut diberikan ke saya, karena saya
memang wartawan kontan bagian liputan hukum bisnis, dan sudah meliput
mengenai hal yang serupa sekitar 2 tahun. Jadi sampai akhirnya debitor jatuh
pailit, saya tetap meliput berita tersebut.
2) Bagaimana Bapak mengetahui segala informasi terkait PKPU PT. Benangsari
Indahtexindo?
Jawaban:
Saya liat secara prakteknya, dengan menghadiri rapat kreditor terkait PKPU
PT. Benangsari Indahtexindo.
3) Bagaimana dengan proses PKPU PT. Benangsari Indahtexindo?
Jawaban:
Saya jelaskan poin-poin penting secara umumnya yang terjadi dalam praktek.
Permohonan yang diajukan diberikan kepada Hakim Pemutus, yang
membawahi Hakim Pengawas. Dimana Hakim Pengawas tersebut melakukan
pengawasan terhadap proses rapat kreditor dan memberikan laporan hasil
rapat kreditor kepada Hakim Pemutus. Lalu kemudian, Hakim Pemutus
menentukan diterima atau tidak hasil rapat tersebut. Yang perlu diperhatikan
adalah saat melakukan verifikasi utang. biasanya ada yang terlambat
mengajukan tagihan, tetapi pada akhirnya tagihan tersebut ditolak. Tagihan
ini biasanya berupa tagihan perusahaan luar negeri, karena mereka butuh
waktu dalam menunjuk kuasa hukum yang ada di Indonesia (pengangkatan
kuasa hukum lama). Selain itu, negosiasi dilakukan sesuai dengan
kemampuan debitor dengan tetap mengakomodasi kepentingan kreditor.
4) Hasil pemungutan suara (voting) ditujukkan untuk apa?
Jawaban:
Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015


128

Hasil voting ada 3 (tiga) macam, yaitu menerima perdamaian, menolak


perdamaian, dan memperbaiki proposal dengan melakukan perpanjangan
PKPU. Penghitungan jumlah suara dihitung berdasarkan besarnya tagihan
yang mewakili jumlah suara (bukan setiap satu kreditor satu suara). Dimana
penghitungan suara tersebut sudah ditentukan sebelumnya dalam undang-
undang.
5) Apa jaminan yang dipegang oleh PT. Bank Mandiri, Tbk?
Jawaban:
Berdasarkan informasi dari kuasa hukum PT. Benangsari Indahtexindo,
jaminannya berupa bangunan (pabrik), mesin, dan tanah. Sekarang
pemberesan harta pailit masih dalam tahap penjualan aset. Utang pokok PT.
Benangsari Indahtexindo kepada PT. Bank Mandiri, Tbk sebesar 400 miliar,
dengan bunga 600 miliar. Jadi totalnya sekitar 1 triliun.
*Informasi langsung via telepon dengan Caesar Aidil Fitri, Kuasa Hukum
PT. Benangsari Indahtexindo
6) Apa faktor yang mendorong debitor untuk melakukan PKPU?
Jawaban:
PKPU memiliki beberapa keuntungan. Pertama, pihak yang mengajukan
permohonan dapat mengajukan nama pengurus, dimana pengurus adalah
pihak yang terpercaya. Walaupun pada akhirnya, pengurus ditetapkan oleh
hakim. Kedua, nama kreditor menjadi terjaga karena kreditor tidak memiliki
kasus dengan debitor yang pailit.
7) Bagaimana pendapat Bapak selama mengamati proses PKPU PT. Benangsari
Indahtexindo?
Jawaban:
Langkah awal PT. Bank Mandiri, Tbk sudah benar, dengan mengajukan
PKPU dan bukan dengan pailit. Karena jika dengan pailit, begitu ada yang
mengajukan PKPU maka PKPU harus dijalankan terlebih dahulu dan kreditor
separatis menjadi kreditor konkuren dan tidak memiliki keuntungan dalam
menunjuk pengurus PKPU. Dalam kasus PKPU ini, PT. Bank Mandiri, Tbk
sudah bermurah hati dalam meminta debitor untuk secara terus-menerus
memperbaiki proposal perdamaian (sampai waktu PKPU telah selesai).

Universitas Indonesia

Analisis yuridis..., Adhani Rahmi, FH UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai