Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Personal hygiene memiliki pengertian upaya seseorang dalam memelihara kebersihan
dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis (Wahit, 2007
dalam Achmad, 2013). Perilaku personal hygiene dapat dipengaruhi oleh nilai serta
kebiasaan yang dianut individu, disamping faktor budaya, sosial, norma keluarga, tingkat
pendidikan, status ekonomi, usia dan lain sebagainya (Tarwoto dan Martonah, 2004
dalam Achmad, 2013). Pada usia anakanak biasanya masih belum peduli tentang
personal hygiene, akibat dari personal hygiene yang kurang baik adalah badan dan
pakaiannya kotor,rambut panjang tidak terawat, kulit kepala kotor (berketombe), rambut
kusam dan dapat terinfeksi Pediculosis capitis (Septa, 2012). Pediculosis capitis
merupakan infeksi kutu kepala yang disebut Pediculus humanus capitis yang menginfeksi
kulit kepala. Pediculosis capitis betina akan meletakkan telur-telurnya didekat kulit
kepala. Telur ini akan melekat erat pada batang rambut dengan suatu substansi yang lain.
Telur akan menetas menjadi Pediculosis capitis muda dalam waktu 10 hari dan mencapai
maturasinya dalam tempo 2 minggu (Fitzpatrick’s, 2007 dalam Achmad, 2013).
Berdasarkan penelitian di Surabaya terdapat 20% penderita Pediculosis tahun 2002-2009
di RS. Dr. Soetomo Surabaya (Arif, 2000 dalam Indah F, 2015). Sebagian besar penderita
Infeksi Pediculosis capitis 37% pada anak sekolah, tidak hanya di Indonesia tapi juga
terjadi di beberapa negara di dunia. Pada anak-anak
biasanya ditemukan sering menggaruk kepala secara terus-menerus dan anak-anak
berinteraksi dengan intens di sekolah dan tempat-tempat bermain, hal ini membuat anak-
anak rentan sekali mendapatkan masalah kutu rambut. Akibat dari infeksi kutu rambut
menimbulkan berbagai dampak pada penderitanya, antara lain berkurangnya kualitas
tidur anak pada malam hari akibat rasa gatal, luka pada kulit kepala, stigma sosial, rasa
malu dan rendah diri, menurunkan konsentrasi (Fitzpatrick’s, 2007 dalam Achmad,
2013), pioderma (kulit yang bernanah), ulkus (luka pada permukaan kulit), impetigo
(infeksi kulit yang menyebabkan terbentuknya lepuhan kecil berisi nanah), anemia
eosinofiloa juga dapat terjadi karena infeksi Pediculosis capitis (Sungkar, 2011). Cara
untuk mengatasi infestasi kutu rambut biasanya dengan menggunakan obat anti kutu
yang berbahan kimia. Obat anti kutu yang berbahan kimiawi mudah ditemukan ditoko-
toko sering dicari orang yang terinfestasi kutu rambut, sisir kutu juga dapat digunakan
untuk menghilangkan kutu rambut meskipun hasilnya tidak efektif, mencari kutu atau
membunuh hama dengan tangan merupakan pengendalian secara tradisional. Hal ini
dapat dilihat dari kebiasaan orang-orang desa dan sering juga orang-orang kota yang
duduk-duduk diwaktu sore “mencari kutu rambut” sambil berbincangbincang (Danjte T,
2009). Cara tradisional lainnya yaitu dengan menggunakan bahan yang secara alami dan
mudah didapat seperti bawang merah, cuka putih, minyak kelapa, jeruk nipis dengan
minyak kayu putih, kacang almond, jus lemon, minyak zaitun, mayones, lidah buaya,
daun sirsak (Lastisyah K, 2014)
Di dunia ini banyak sekali tanaman yang sangat berguna sebagai obatobatan dan lama
digunakan secara turun-temurun berdasarkan pengalaman, salah satu tanaman yang
mudah ditemukan yaitu jeruk purut (Citrus hystrix). Kandungan senyawa kimia pada
jeruk purut diantaranya flavonoid, tannin, minyak atsiri, alkaloid qunolinona yang
berpotensi berkhasiat antioksidan, antivirus HIV, antibakteri, steroid triterpenoid dan
sitrat (Intarina H, 2014). Flavonoid memiliki efek farmakologis untuk tubuh manusia,
diantaranya berfungsi anti-oksidan, anti-inflamasi, dan antibakteri. Senyawa flavonoid
dapat berperan secara langsung sebagai antibiotic dengan mengganggu fungsi
pernafasan. Tannin merupakan senyawa fenol bekerja dengan cara menghambat
pertumbuhan bakteri dengan mengadakan denaturasi protein dan menurunkan tegangan
permukaan, sehingga permeabilitas bakteri meningkat. Minyak atsiri dapat mengobati
infeksi sekunder akibat garukam penderita ketika rasa gatal muncul, kandungan minyak
atsiri berkhasiat sebagai anti inflamasi. Khasiat dari jeruk purut (Citrus hystrix) yaitu
antara lain, jeruk purut digunakan untuk rileksasi otot yang tegang karena kelelahan atau
mengurangi pembengkakan otot dan sandi, perawatan kulit, mengobati kulit bersisik dan
mengelupas dan juga mewangikan rambut kepala (Intarina H, 2014). Sampai saat ini
belum diteliti pengaruh perasan jeruk purut terhadap kutu rambut Pediculus humanus
capitis mengingat khasiat dan kandungan senyawa buah jeruk purut, maka penulis
mengambil tema ini dengan judul Pengaruh perasan buah Jeruk Purut (Citrus hystrix)
terhadap Kutu Rambut (Pediculus humanus capitis)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut : “Adakah pengaruh perasan buah Jeruk Purut (Citrus hystrix) terhadap Kutu
Rambut (Pediculus humanus capitis) ?”
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh perasan buah Jeruk Purut (Citrus hystrix) terhadap Kutu
Rambut (Pediculus humanus capitis).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menguji respon gerak kutu rambut (Pediculus humanus capitis) terhadap perasan
buat jeruk purut (Citrus hystrix) dengan konsentrasi yang berbeda.

2. Untuk membandingkan konsentrasi yang lebih efektif untuk pergerakan kutu rambut
(Pediculus humanus capitis).

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan informasi kepada :

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Dapat menambah pengetahuan dalam pendidikan khususnya di bidang kesehatan tentang


manfaat buah jeruk purut dan bagi institusi terkait dapat memberikan kontribusi untuk
penelitian selanjutnya.

2. Diharapkan dapat memberikan dan melengkapi informasi tentang buah jeruk purut dan
manfaatnya sebagai anti kutu

1.4.2 Manfaat Praktis

Memberi informasi tentang buah Jeruk purut (Citrus hystrix) dapat digunakan sebagai
alternatif dalam mengobati masalah kutu rambut (Pediculus humanus capitis)
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Biopestisida

Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan dan membasmi


serangga penganggu. Nama ini berasal dari pest (hama) dan diberi akhiran cide
(membunuh). Jenis pestisida berdasarkan sasarannya dapat dibagi dalam berbagai macam
antara lain herbisida sasaran gulma, algisida sasaran alga, avisida, sasaran burung,
bakterisida sasran bakteri, fungisida sasaran fungi, insektisida sasaran serangga, mitisda
sasaran rodent, dan virusida sasaran virus (Djojosumarto, 2008 dalam Febriani, 2015)
Menurut asal bahannya pestisida digolongkan menjadi dua macam yaitu pestisida alami
dan peptisida kimia. Pestisida alami lebih dikenal sebagai biopestida. Biopestida
merupakan insektisida yang berbahan dasar alam. Umumnya insektisida nabati ini berasal
dari tumbuhan yang berfungsi sebagai pengendali hama insekta. Berdasarkan asal
bahannya, biopestisida dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pestisida nabati dan
hayati (Achmad, 2009). Berdasarkan asalnya, biopestisida dapat dibedakan menjadi dua
yakni pestisida nabati dan pestisida hayati (Djunaedy, 2009). Pada umumnya, pestisida
nabati diartikan sebagai suatu peptisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan.
Pestisida nabati dimasukkan ke dalam kelompok pestisida biokimia karena mengandung
biotoksin. Pestisida biokimia adalah bahan yang terjadi secara alami dapat mengendalikan
hama dengan mekanisme non toksik. Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan
bahan kimia sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggunya. Tumbuhan
menngandung banyak bahan kimia yang merupakan metabolit sekunder dan digunakan
oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Nenek
moyang kita telah mengembangkan pestisida nabati yang ada di lingkungan
permukimannya untuk melindungi tanaman dari serangan pengganggunya secara alamiah.
Mereka memakai pestisida nabati atas dasar kebutuhan praktis dan disiapkan secara
tradisional. Tradisi ini akhirnya hilang karena desakan teknologi yang tidak ramah
lingkungan. Kearifan nenek moyang kita bermula dari kebiasaan menggunakan bahan
jamu (empon-empon = Jawa), tumbuhan bahan racun (gadung, ubi kayu hijau, pucung,
jenu = Jawa), tumbuhan berkemampuan spesifik (mengandung rasa gatal, pahit, bau
spesifik, tidak disukai hewan/serangga, seperti awarawar, rawe, senthe), atau tumbuhan
lain berkemampuan khusus terhadap hama/penyakit (biji srikaya, biji sirsak, biji mindi,
daum mimba, lerak, dll). (Febriani, 2015) Pestisida nabati dapat membunuh atau
mengganggu serangan hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat
melalui perpaduan berbagai cara atau tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik,
yaitu merusak perkembangan telur, larva dan pupa, menghambat pergantian kulit,
mengganggu komunikasi serangga, menyebabkan serangga menolak makan, menghambat
reproduksi serangga betina, mengurangi nafsu makan, memblokir kemampuan makan
serangga, mengusir serangga, menghambat perkembangan patogen penyakit (Huda, 2013).
Pestisida hayati adalah pestisida yang bahan utamanya bersumber atau diambil dari bahan
hayati atau makhluk hidup seperti mikroorganisme, bakteri, cendawan, nematoda, atau
virus yang bersifat antagonis terhadap mikroba lainnya (penyebab penyakit tanaman) atau
menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun baik bagi serangga (hama) maupun
nematoda (penyebab penyakit tanaman). (Djunaedy,2009)

2.2 Tinjauan Tanaman Jeruk Purut

2.2.1 Definisi Jeruk Purut

Jeruk purut merupakan tanaman buah yang banyak ditanam orang di pekarangan atau
di kebun-kebun. Dibandingkan dengan jeruk lainnya, bentuk jeruk purut bulat dengan
tonjolan-tonjolan, di mana permukaan kulitnya kasar dan tebal. Tanaman jeruk purut
berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Nama ilmiah jeruk purut
yaitu Citrus hystrix Dc. Jeruk purut memiliki nama lokal di Indonesia diantaranya : unte
mukur, panggir (batak) , lemao puruik ( Minangkabau), jeruk linglang (Bali), Ahusi lapea
(Sulawesi, Seram), dan masih banyak lagi (Kholis, 2013).

2.2.2 Toksonomi

Gambar 2.1 Jeruk Purut (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)


Berdasarkan toksonomi Citrus hystrix Dc dapat diklasifikasikan sebagai berikut

Kingdom : Plantae

Diviso : Spermatophyt

Class : Dicotyledonae

Ordo : Geraniales

Famili : Rutacea

Spesies : Citrus hystrix D.C

2.2.3 Morfologi

Jeruk Purut Jeruk Purut atau kaffir lime merupakan tanaman perdu. Tinggi tanaman
ini berkisar antara 3-5 m, tetapi jika dibiarkan tumbuh liar bisa mencapai tinggi hingga 12
m dengan tajuk yang tidak beraturan. Tanaman ini memiliki nama ilmiah Citrus hystrix,
yang berarti “jeruk landak”. Pemberian nama ini mengacu pada duri-duri yang banyak
terdapat pada batang tanaman ini. Di setiap ketiak daun pada tanaman ini memang selalu
tedapat duri sepanjang 0,5-1 cm (Hardiman, 2014).

Dilihat dari bentuk daun dan buahnya, tanaman jeruk purut sangat mudah dibedakan
dari jenis jeruk lainnya. Bentuk daunnya sangat khas, yaitu seperti terbagi menjadi dua
bagian dan berbentuk seperi angka 8. Dua bagian daun itu sama-sama berbentuk bulat
telur, tetapi bagian yang di ujung berukuran lebih besar. Permukaan daun jeruk purut licin
dan mengilap. Daun muda berwarna ungu dan berangsur menjadi hijau setelah tua. Daun
tumbuh berhadap-hadapan disepanjang ranting tanaman, tetapi posisinya tidak sejajar.
Daun jeruk purut memiliki aroma yang khas dan tajam (Haryadi, 2013).

Tanaman jeruk purut dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Bunga pada jeruk
purut tumbuh di ujung ranting membentuk malai. Bunga berbentuk bintang dengan
mahkota berwarna putih. Dalam satu malai, umur bunga tidak seragam – makin ke ujung
makin muda, sehingga mekarnya tidak bersamaan. Hal ini berdampak pada tingkat
kemasakan buah dalam satu malai yang juga tidak bersamaan (Haryadi, 2013).
Buah jeruk purut juga mudah dibedakan dari jeruk lainnya. Permukaan kulit jeruk
purut ini sangat kasar karena teerdapat banyak tonjolan. Ini jauh berbeda dengan jenis
jeruk lainnya, yang umumnya memiliki permukaan kulit buah yang halus. Buah jeruk ini
berbentuk membulat dan berukuran kecil, umumnya berdiameter antara 4-5 cm. Bila
dibelah, terlihat kulit buah jeruk purut cukup tebal. Buah jeruk purut berwarna hijau tua
dan menjadi kuning setelah masak (Nur, 2013).

Daging buah jeruk purut berwarna hijau keputihan dengan kandungan air berwarna
bening. Terdapat cukup banyak biji di dalam daging buah itu. Biji ini bisa tumbuh ketika
disemai, tetapi pertumbuhanya lambat dan kadang malah mati. Oleh karenanya,
perbanyakan tanaman ini banyak dilakukan dengan teknik okulasi atau sambung pucuk
dengan batang bawah dari varietas jeruk lain. Di Indonesia, sentra produksi benih jeruk,
termasuk jeruk purut, ada di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Harga benih jeruk purut
di tingkat penangkar, berkisar antara Rp. 5.000,00 – Rp. 10.000,00. (Kholis, 2013 )

Jeruk Purut termasuk tanaman yang lambat pertumbuhannya terutama pada masa awal
penanaman. Namun, tanaman ini tidak banyak membutuhkan perawatan. Setelah tanaman
berumur lebih dari lima tahun, petani tinggal menikmati hasil tanpa harus mengeluarkan
banyak uang untuk biaya perawatan. (Haryadi, 2013)

2.2.4 Kandungan Kimia Jeruk Purut

Di dunia ini banyak sekali tanaman yang sangat berguna sebagai obatobatan dan lama
digunakan secara turun-temurun berdasarkan pengalaman, salah satu tanaman yang mudah
ditemukan yaitu jeruk purut (Citrus hystrix). Kandungan senyawa kimia pada jeruk purut
diantaranya flavonoid, tannin, minyak atsiri, alkaloid qunolinona yang berpotensi
berkhasiat antioksidan, antivirus HIV, antibakteri, steroid triterpenoid dan sitrat (Intarina
H, 2014).

Insektisida alami untuk kutu umumnya berbahan dasar senyawa alkaloid. Menurut
Handoyo (2014) bahwa pada dasarnya alkaloid ini adalah zat yang beracun bagi makhluk
hidup. Senyawa alkaloid ini ini bekerja dengan merusak susunan saraf pada parasit. Oleh
karena itu, bahan-bahan alami yang mengandung senyawa alkaloid terasa pahit, agar
manusia atau hewan lebih berhati-hati dalam mengkonsumsinya. Senyawa alkaloid secara
farmakologis mempunyai khasiat untuk kesehatan tubuh manusia. Senyawa lain yang
bersifat anti kutu yaitu flavonoid. Senyawa flavonoid secara farmokologis mempunyai
beberapa khasiat di antaranya dapat bekerja sebagai inhibator kuat pernafasan, berfungsi
sebagai antioksidan (Handoyo, 2014). Senyawa flavonoid akan bekerja sebagai anti kutu
dengan cara menghambat pernafasan kutu, sehingga akan menyebabkan kematian.

2.2.4.1 Alkaloid

Jeruk purut memiliki kandungan alkaloid yang berpotensi sebagai antioksidan.


Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam.
Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis
tumbuhan. Ciri khas alkaloid adalah bahwa semua alkaloid mengandung paling sedikit satu
atom N yang bersifat basa dan pada umumnya merupakan bagian dari cincin heterosiklik
(Kristanti dkk, 2008 dalam Febriani, 2015).

Alkaloid mempunyai efek farmakologis tertentu untuk kesehatan. Umumnya senyawa


alkaloid ini terdapat pada semua bagian tumbuhan. Senyawa alkaloid pada tumbuhan, mulai
akar, kulit kayu, daun, biji hingga bunga. Senyawa alkaloid pada dasarnya beracun bagi
makhluk hidup. Contoh senyawa alkaloid, antara lain nikotin pada daun tembakau. Nikotin
bertindak sebagai stimulan pada saraf autonom sehingga akan menyebabkan kecanduan.
Senyawa lain pada alkaloid yaitu morfin yang bekerja langsung pada susunan saraf pusat
(Handoyo, 2014).

2.2.4.2 Flavonoid

Flavonoid memiliki efek farmakologis untuk tubuh manusia, diantaranya berfungsi


anti-oksidan, antiinflamasi, dan antibakteri. Oleh karena manfaatnya, tumbuhan yaang
mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan tradisional (Kritanti, 2008 dalam
Febriani, 2015).

Senyawa flavonoid pada parasit berperan dalam menghambat proses pernafasan


sehingga berakibat pada kematian parasit. Menurut (Handoyo, 2014) efek farmakologis dari
senyawa flavonoid antara lain sebagai inhibator 13 pernafasan, sebagai anti oksidan,
mengurangi pembekuan darah dan dapat digunakan untuk memperbaiki fungsi organ hati.
2.2.4.3 Tannin Tannin merupakan senyawa fenol bekerja dengan cara menghambat
pertumbuhan bakteri dengan mengadakan denaturasi protein dan menurunkan tegangan
permukaan, sehingga permeabilitas bakteri meningkat. Kerusakan dan peningkatan
permeabilitas sel bakteri menyebabkan pertumbuhan sel terhambat dan akhirnya dapat
menyebabkan kematian sel (Mifta, 2014).
Iritasi akibat gigitan Pediculus humanus capitis akan menimbulkan rasa gatal pada
kulit kepala. Garukan akibat rasa gatal akan mempermudah terjadinya infeksi sehingga
jamur dan bakteri berkembangbiak di kulit kepala. Khasiat senyawa tannin mampu
mencegah perkembangbiakan jamur dan bakteri dikulit kepala (Kritani, 2008 dalam
Febriani, 2015)

2.2.4.4 Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor indonesia yang digunakan
dalam industri parfum, kosmetik, farmasi dan makanan. Minyak ini dikenal dengan nama
minyak eteris, minyak esensial atau minyak terbang karena mengandung senyawa organik
golongan terpen yang mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi.
Minyak atsiri memiliki rasa getir dan berbau wangi yang sesuai dengan bau tanaman
aslinya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri dapat
bersumber pada setiap bagian tanaman yaitu daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit dan
akar (Anonim, 2012).

14 Kandungan minyak atsiri dapat mengobati infeksi sekunder akibat garukan


penderita ketika rasa gatal muncul, kandungan minyak atsiri berkhasiat sebagai anti
inflamasi (Hasanah dkk, 2011)

2.2.5 Khasiat dan Manfaat Jeruk Purut

Secara tradisional, jeruk digunakan untuk mengobati pilek dan asma, rileksasi otot
yang tegang karena kelelahan atau mengurangi pembekakan otot dan sendi, mewangikan
rambut kepala (Intarina H, 2014). Menurut (Sicilia, 2015) buah jeruk purut digunakan untuk
perwatan gigi dan gusi, perawatan tubuh, dan perawatan wajah. Buah jeruk purut juga biasa
digunakan untuk penghilang amis pada ikan. Rasanya yang masam membuat buah jeruk
purut tidak biasa dikonsumsi sebagai jeruk buah. Dengan aroma dan rasanya yang kuat, air
perasan buah jeruk ini biasa digunakan untuk menetralkan bau amis pada daging dan ikan
(Haryadi, 2013)

Di Thailand, daun dan buah jeruk purut yang berukuran kecil dan berpenampilan
kurang menarik tidak dipasarkan dalam bentuk segar, tetapi disuling untuk diambil
minyaknya. Destilasi daun dan kulit buah jeruk purut harus dipisahkan karena kualitas dan
harga minyaknya berbeda. Buah didestilasi kulitnya, jadi daging buahnya dibuang. Daging
buah itu bisa diambil airnya untuk bumbu masakan (Nur Kholis, 2013)
Buah jeruk purut juga dapat dimanfaatkan untuk perawatan rambut. Dapat dipakai
sebagai media untuk keramas yang berfungsi menghilangkan bau tidak enak pada rambut
dan kulit kepala (untuk mewangikan bagian kepala). Air jeruk purut bisa dipakai sebagai
hair tonic, fungsinya adalah mencegah rambut tidak rontok (Sicilia, 2015).

2.3 Tinjauan tentang Pediculosis capitis

2.3.1 Pediculosis capitis

Peduculosis adalah gangguan pada rambut kepala yang disebabkan oleh infeksi kutu
rambut, yang disebut Pediculus humanus capitis atau Pediculus hamnus var capitis
(Ph.capitis). Pediculosis telah dikenal sejak jaman dahulu dan ditemukan kosmopolit (di
seluruh dunia). (Sungkar, 2011)

Kutu rambut ini merupakan ektroparasit bagi manusia. Tempat-tempat yang


disukainya adalah rambut bagian belakang kepala, yang paling sering menggigit pada bagian
belakang kepala dan kuduk. Gigitannya akan menyebabkan iritasi pada kulit yang disebabkan
oleh air liur yang dikeluarkan pada waktu menghisap darah penderita.(Indah, 2015)

Masyarakat menganggap penyakit ini hanya sekedar gangguan yang tidak perlu
berobat ke dokter. Kutu rambut kepala dapat bergerak dengan cepat dan mudah berpindah
dari satu hospes ke hospes lain. Kutu rambut ini dapat bertahan 10 hari pada suhu 5 ⁰C tanpa
makan, dapat menghisap darah untuk waktu yang lama, mati pada suhu 40 ⁰C. Panas yang
lembang pada suhu 60⁰C memusnahkan telur dalam waktu 15-30 menit. Pada infeksi berat,
helaian rambut akan melekat satu dengan yang lainnya dan mengeras, dapat ditemukan
banyak kutu rambut dewasa, telur (nits) dan eksudat nanah yang berasal dari gigitan yang
meradang (Husada, 2010).

Infeksi Pediculosis capitis pada anak menyebabkan gangguan tidur. Selain


menyebabkan penurunan prestasi disekolah, gangguan tidur pada anak juga menyebabkan
depresi mental (Soedarto, 2011 dalam Indah 2015).

Penularan Pediculosis terjadi karena personal hygiene dan pemakaian barang secara
bersama misalnya handuk, sisir, topi dan bantal. 16 Berdasarkan penelitian di Surabaya
terdapat 20% penderita Pediculosis tahun 2002-2009 di RS. Dr. Soetomo Surabaya (Arif,
2000 dalam Indah F, 2015). Sebagian besar penderita Infeksi Pediculosis capitis pada anak
sekolah tidak hanya di Indonesia tapi juga terjadi di beberapa negara di dunia, hal ini terbukti
dengan beberapa survei prevalensi Pediculosis capitis pada anak di Belgia sebesar 8,9%,
16,59% di India, 58,9% di Alexandria dan Mesir, 81,9% di Argentina (Saleh, 2008 dalam
Febriani, 2015).

Berikut adalah klasifikasi tentang Pediculosis humanus capitis :

Gambar 2.2 Pediculus humanus capitis (Sumber: Anonim, 2010)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Phyllum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Phthiraptera

Sub Ordo : Anoplura

Famili : Pediculidae

Genus : Pediculus

Spesies : Pediculus humanus capitis


2.3.2 Morfologi & Siklus Hidup Pediculus humanus capitis

Pediculus humanus capitis mengalami metamorfosa tidak lengkap yaitu telur – nimfa
– kutu dewasa. Telur berwarna putih mempunyai oper culum 0,6-0,8 mm disebut “nits”.
Bentuknya lonjong dan memiliki perekat, sehingga dapat melekat erat pada rambut.
Dalam sehari betina dewasa bertelur sebanyak 6 sampai 9 butir (Soedarto, 2009).

Gambar 2.3 Siklus hidup Pediculus humanus capitis. (Sumber: CDC)

Telur akan menetas menjadi nimfa dalam waktu 5-10 hari dengan meninggalkan
selubung dan kulit telur yang berwarna putih. Selubung tersebut dapat melekat pada
rambut selama 6 bulan. Telur yang belum menetas akan berwarna hitam dan bulat. Hal ini
merupakan cara terbaik untuk mengindikasi bahwa telur tersebut sudah menetas atau
belum. Pada bentuk nimfa, parasit mengalami pergantian kulit dalam 7-14 hari akan
berubah menjadi bentuk dewasa (Soedarto, 2011).

Pada bentuk nimfa, alat kelamin pada parasit tidak berbentuk dengan sempurna.
Sedangkan pada Pediculus humanus capitis dewasa alat kelaminnya telah sempurna.
Terdapat dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Pembedaan jantan dan betina
berdasarkan ukuran tubuh yang lebih besar dan tonjolan tubuh berbentuk W pada ujung
posterior untuk Pediculus humanus capitis betina. Bentuk Pediculus humanus capitis
lonjong, pipih, berukuran 1,0 – 1,5 mm, berwarna kelabu, kepala berbentuk segitiga,
segmen toraks bersatu dan abdomen bersegmen. Ujung setiap kaki dilengkapi dengan
kuku (Utama, 2009). Badannya terdiri dari 3 bagian yaitu kepala, toraks dan abdomen.
Pada kepala terdapat sepasang antena dan mulut yang berbentuk tusuk isap sehingga
kutu/Pediculus humanus capitis dapat menusuk kulit kepala dan menghisap darah sedikit
demi sedikit dalam waktu lama. Torak terdiri dari tiga segmen yang menyatu dan abdomen
yang terdiri dari sembilan ruas yang menyatu dan mempunyai 3 pasang kaki yang
dilengkapi dengan kuku yang berguna untuk menjepit rambut pada waktu berjalan. Kutu
Pediculus humanus capitis dapat berjalan dari satu helai rambut ke helai yang lain dengan
menjepit rambut di antara kuku-kukunya (Safar, 2009). Kutu bereproduksi secara seksual,
dengan fertilisasi internal. Umumnya bersifat diesis (ada jantan dan ada betina). Kutu
betina akan menghasilkan telur 6- 10 per hari. Telur akan menetas menjadi nimfa dalam
waktu kurang lebih seminggu sesudah dikeluarkan oleh induk kutu rambut. Sesudah
mengalami 3 kali pergantian kulit, nimfa akan berubah menjadi kutu rambut dewasa dalam
waktu 7- 14 hari. Dalam keadaan cukup makanan kutu rambut dewasa dapat hidup 19 hari
lamanya (Zuhri, 2014)

Kutu dewasa akan dibedakan menjadi jantan dan betina berdasarkan organ
reproduksinya. Ukuran tubuh dari kutu dewasa betina lebih besar dibandingkan kutu
dewasa jantan. Kutu dewasa betina akan bereproduksi mengeluarkan telur sebanyak 4-8
buah telur. Kutu betina dewasa akan mati setelah hidup selama 33- 35 hari (Febriani,
2015).

2.3.3 Mekanisme penularan dan faktor yang mempengaruhi penularannya

1. Mekanisme penularan

Mekanisme penularan Pediculosis terjadi karena adanya kontak tidak langsung.


Kontak tidak langsung terjadi karena adanya perantara barang yang dipakai secara
bersama misal sisir, topi, kerudung, bantal yang digunakan bersama. Penularan ini terjadi
dengan berpindahnya kutu Pediculus humanus capitis dari rambut individu yang terinfeksi
ke rambut lain yang tidak terinfeksi setelah pemakaian barang yang digunakan bersama
(Sungkar, 2011).

Penularan secara langsung terjadi pada satu keluarga. Profesi ibu, kebersihan
keluarga sangat mempengaruhi penularan Pediculosis. Penularan Pediculosis capitis
biasanya terjadi ketika anak sebagai salah satu anggota keluarga terinfeksi Pediculosis
capitis. Seorang ibu yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga akan mudah tertular
Pediculosis capitis melalui interkasi dengan 20 anaknya misalnya pada saat tidur siang
atau malam bersama. Sedangkan ibu yang berprofesi sebagai wanita karir akan
mempunyai waktu yang lebih sedikit untuk berinteraksi dengan anaknya sehingga resiko
penularan lebih kecil (Febriani, 2015)

2. Faktor yang mempengaruhi penularan

Faktor yang mempengaruhi penularan Pediculosis capitis antara lain personal


hygiene, jenis kelamin, usia, tingkat pengetahuan orang tua. Jenis kelamin berpengaruh
pada penularan infeksi Pediculosis capitis. Faktor resiko penularan lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan pada laki-laki pendidikannya rendah. Faktor penularan
selanjutnya yaitu usia. Usia berhubungan dengan kesadaran hygiene diri sendiri dalam
kebiasaan mencuci rambut. Pada anak usia kurang dari 8 tahun akan mendapat
pengawasan dari orang tua tentang kebersihan anak tersebut. Kebersihan yang tinggi
akan mempersempit infeksi Pediculosis (Febriani, 2015)

Pengetahuan orang tua tentang Pediculosis berhubungan dengan pendidikan orang


tua. Orang tua dengan pendidikan yang tinggi maka akan mengetahui cara
penanggulangan dan pencegahan infeksi Pediculosis capitis dibandingkan dengan orang
tua tingkat pendidikannya rendah (Dantje, 2009).

2.3.4 Gejala Klinis

Sering gatal. Reaksi alergi dari cairan yang disuntikan oleh kutu pada saat menghisap
darah dapat menghasilkan benjolan merah yang gatal pada kulit kepala anda, leher dan
pundak. Lesi sering ditemukan dibelakang kepala atau kuduk. Air liur yang merangsang
menimbulkan papula merah dan rasa gatal yang hebat (Husada, 2010).

Kutu dewasa di atas kulit kepala. Titik yang paling umum terdapat kutu dewasa
tersembunyi dibelakang telinga anda dan sepanjang belakang dari leher anda. Kutu sangat
kecil, seukuran benih stroberi, tapi mereka dapat berukuran 1/8 inch (3 milimeter) Telur
kutu pada batang rambut. Telur kutu sering dikira ketombe karena mirip, tapi tidak seperti
ketombe, telur kutu mudah untuk dibersihkan (Anonim, 2014).

Infeksi Pediculosis akan menimbulkan gatal pada kulit kepala. Rasa gatal di kulit
kepala apabila digaruk secara terus menerus maka akan menimbulkan infeksi. Adanya
infeksi pada kulit kepala akan megakibatkan jamur tumbuh di kulit kepala. Pertumbuhan
jamur yang banyak akan memicu rambut menjadi rontok dan berbau (Utama, 2009 dalam
Febriani, 2015).
Pada infestasi yang berat, rambut akan melekat satu dengan yang lain dan mengeras.
Infeksi berat lainnya yaitu timbulnya pioderma (kulit yang bernanah), ulkus (luka pada
permukaan kulit), impetigo (infeksi kulit yang menyebabkan terbentuknya lepuhan kecil
berisi nanah) (Febriani, 2015)

22 2.3.6 Pengobatan

Pengobatan Pediculosis bertujuan untuk membunuh telur, nimfa, dan kutu dewasa.
Adanya berbagai macam cara untuk mengurangi jumlah parasit, diantaranya dengan
menggunakan cara mekanik, kimiawi, dan alami. Pengurangan jumlah parasit secara
mekanik dengan cara memakai sisir serit dan mencari atau membunuh satu persatu kutu
Pediculus humanus capitis dengan tangan. Namun cara seperti ini membutuhkan waktu
yang lama (Sambel, 2009).

Cara praktis dengan menggunakan obat kimia yang dapat membunuh nimfa dan kutu
dewasa. Selama ini obat kimia yang telah beredar di masyarakat antara lain : peditox,
salep lindane (BHC 10%), shampo Lidane 1%. Obat kimia lindane berisi zat BHC 10%,
dipakai dengan cara dioleskan secara merata pada kepala dan dibiarkan selama 24 jam lalu
dicuci dengan shampo. Semua obat kimia mempunyai keterbatasan masing-masing dalam
penggunaannya. Setiap obat yang dipakai maka perlu pengulangan pengobatan untuk
membunuh semua kutu yang ada dirambut. Tidak semua obat kimia bisa membasmi habis
semua telur maka pengobatan harus diulangi 7-10 hari untuk membunuh setiap kutu kecil
yang muncul. Penggunaan obat kimia yang melebihi dosis mengakibatkan kutu Pediculus
humanus capitis rentan terhadap zat kimia dalam obat tersebut (Brown, 2005).

Cara tradisional lainnya yaitu dengan menggunakan bahan yang secara alami dan
mudah didapat seperti bawang merah, cuka putih, minyak kelapa, jeruk nipis dengan
minyak kayu putih, kacang almond, jus lemon, minyak zaitun, mayones, lidah buaya, daun
sirsak (Lastisyah K, 2014).

2.4 Hipotesis

Ada pengaruh perasan buah jeruk purut (Citrux hystrix) terhadap kutu rambut (Pediculus
humanus capitis).
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian pada penelitian ini adalah eksperimental dengan teknik pemeriksaan secara
kuantitatif, yaitu penelitian memberikan perlakuan secara sengaja terhadap kutu rambut
(Pediculus humanus capitis) yang diperlakukan dengan konsentrasi yang berbeda. Desain
penelitiannya adalah : P1 O1 P2 O2 P3 O3 R P4 O4 P5 O5 P6 O6

Gambar 3.1 Skema penelitian (Chandra, 2005)

Keterangan :

R = Random

P1 = Perlakuan dengan pemberian konsentrasi 0%

P2 = Perlakuan dengan pemberian konsentrasi 20%

P3 = Perlakuan dengan pemberian konsentrasi 40%

P4 = Perlakuan dengan pemberian konsentrasi 60%

P5 = Perlakuan dengan pemberian konsentrasi 80%

P6 = Perlakuan dengan pemberian konsentrasi 100%

O1 = Observasi setelah perlakuan dengan konsentrasi 0%

O2 = Observasi setelah perlakuan dengan konsentrasi 20%

O3 = Observasi setelah perlakuan dengan konsentrasi 40%

O4 = Observasi setelah perlakuan dengan konsentrasi 60%

O5 = Observasi setelah perlakuan dengan konsentrasi 80%

O6 = Observasi setelah perlakuan dengan konsentrasi 100%

3.2 Populasi Sampel dan Sampling


3.2.1 Populasi Penelitian

Dalam penelitian ini, populasi Pediculus humanus capitis didapat dari anak-anak yang
menderita pediculosis capitis di daerah sutorejo, dengan kriteria sampel Pediculus
humanus capitis adalah stadium dewasa.

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah Pediculus humanus capitis stadium dewasa
dengan dilakukan replikasi (pengulangan) sebanyak 4 kali pengulangan menggunakan
rumus sebagai berikut :

(r – 1) (k – 1) ≤ 15

(r – 1) (6 – 1) ≤ 15

(r – 1) 5 ≤ 15

5r – 5 ≤ 15

5r ≤ 15 + 5

r: r = 20 5 k r = 4 (Zainuddin M, 2003)

Kelompok perlakuan dalam penelitian ini sebanyak 6 yaitu 0%, 20%, 40%, 60%, 80%,
dan 100%. Sedangkan jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 120 ekor Pedicullus
humanus capitis. Dan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara
randomisasi/acak.

3.2.3 Teknik Sampling

Teknik penentuan stadium Pediculus humanus capitis dengan cara mengambil


Pediculus humanus capitis dari penderita dengan cara di sisir seret (sisir dengan jarak anak
sisir yang sangat rapat), memilih kutu (Pediculus humanus capitis) ukuran yang paling
besar, memasukkan kutu (Pediculus humanus capitis) dalam wadah yang tertutup dan
membawa sampel ke Laboratorium.

3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu : konsentasi perasan buah jeruk purut.
3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu : lamanya kutu rambut (Pediculus humanus
capitis) stadium dewasa tidak bergerak (menit).

3.3.3 Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini yaitu : volume perasan, stadium kutu, dan wadah
kutu, jumlah kutu rambut, jeda waktu penyemprotan.

3.4 Definisi Operasional

1. Konsentrasi perasan buah jeruk purut (Citrus hystrix) dalam penelitian ini dinyatakan
dalam 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, 100%. Untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan
diperoleh dengan memeras buah jeruk purut kemudian dilakukan pengenceran sesuai
konsentrasi yang diinginkan. Konsentrasi 100% didapat dari perasan murni buah jeruk purut.

2. Daya anti kutu adalah waktu maksimun pergerakan kutu rambut stadium dewasa
menunjukkan respon tidak bergerak yang dinyatakan dalam satuan menit dengan pembatas
waktu pengamatan respon 60 menit dengan 2 kali penyemprotan. Kriteria tidak bergerak
apabila memiliki ciri-ciri berikut :

a. Apabila disentuh kaki bergerak atau tidak bergerak sama sekali.

b. Apabila digoyang-goyangkan bergerak dan bisa berpindah tempat dengan sangat lambat
atau tidak bergerak sama sekali.

3. Variabel kontrol penelitian yaitu volume perasan buah jeruk purut 10 ml, stadium kutu
dewasa, wadah kutu yang digunakan yaitu gelas plastik, jumlah kutu rambut sebanyak120
ekor, jeda waktu penyemprotan 30 menit sebanyak 2 kali penyemprotan (60 menit).

3.5 Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.5.1 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data tentang pengaruh perasan buah jeruk
purut (Citrus hystrix) terhadap kutu rambut (Pediculus humanus capitis) berupa angket
wawancara, uji laboratorium dan pergerakan kutu rambut.

3.5.2 Waktu dan Lokasi Penelitian


Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Juli 2016,
sedangkan waktu pemeriksaan dilakukan pada bulan Maret 2016. Lokasi Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Prodi D3 Analis Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surabaya.

3.5.3 Prosedur Pengumpulan Data

3.5.3.1 Persiapan sampel penelitian

Alat yang digunakan dalam persiapan sampel adalah pinset, spatula dan wadah plastik dan
Bahan yang disediakan adalah kutu Pediculus humanus capitis stadium dewasa. Prosedur
persiapan sampel

1. menggunakan pinset

2. melakukan pengacakan pada sampel kutu Pediculus humanus capitis yang sudah
terkumpul (dalam beaker glass) dengan menempatkan sebanyak 5 ekor kutu Pediculus
humanus capitis disetiap wadah plastik.

3.5.3.2 Persiapan perasan buah jeruk purut

a. Prosedur pembuatan konsentrasi Alat yang digunakan dalam pembuatan konsentrasi


adalah gelas kimia (beaker glass), pengaduk (spatula), pipet ukur 10 ml dan botol semprot.
Bahan persiapan perlakuan sampel adalah buah jeruk purut segar dan aquades.

1. Pembuatan konsentrasi 100 %

1. Memeras 100% buah jeruk purut dan ditampung di beaker glass

2. Memipet sebanyak 10 ml perasan buah jeruk purut dan ditampung ke botol semprot,
homogenkan.

2. Pembuatan konsentrasi 80 %

1. Memipet sebanyak 8 ml perasan 100% buah jeruk purut, dan ditampung di botol
semprot

2. Dengan menggunakan pipet ukur tambahkan aquades 2 ml, menghomogenkan sampai


tercampur

3. Memberikan etiket pada botol semprot

3. Pembuatan konsentrasi 60 %
1. Memipet sebanyak 6 ml perasan 100% buah jeruk purut, dan ditampung di botol
semprot 2. Dengan menggunakan pipet ukur tambahkan aquades 4 ml, menghomogenkan
sampai tercampur

3. Memberikan etiket pada botol semprot

4. Pembuatan konsentrasi 40 %

1. Memipet sebanyak 4 ml perasan 100% buah jeruk purut, dan ditampung di botol
semprot 2. Dengan menggunakan pipet ukur tambahkan aquades 6 ml, menghomogenkan
sampai tercampur

3. Memberikan etiket pada botol semprot 30

5. Pembuatan konsentrasi 20 %

1. Memipet sebanyak 2 ml perasan 100% buah jeruk purut, dan ditampung di botol semprot

2. Dengan menggunakan pipet ukur tambahkan aquades 8 ml, menghomogenkan sampai


tercampur

3. Memberikan etiket pada botol semprot

6. Pembuatan konsentrasi 0 %

1. Memipet sebanyak 10 ml aquades tanpa campuran perasan buah jeruk purut ditampung di
botol semprot.

2. Memberikan etiket pada botol semprot.

3.5.3.3 Langkah – langkah Pemeriksaan Pediculus humanus capitis

a. Prosedur persiapan perlakuan terhadap Pediculus humanus capitis Alat yang digunakan
yaitu wadah plastik yang sudah berisi kutu (Pediculus humanus capitis) stadium dewasa dan
timer Sedangkan bahan yang digunakan adalah perasan buah jeruk purut konsentrasi 0%,
20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Prosedur kerja sebagai berikut :

1. Menyemprotkan pada masing-masing wadah plastik yang telah berisi Pediculus humanus
capitis masing-masing 5 ekor dengan perasan buah jeruk purut sesuai dengan kelompok
konsentrasi

2. Melakukan penyemprotan sebanyak dua kali, yaitu penyemprotan pertama dan


penyemprotan kedua setelah 30 menit dari penyemprotan pertama
3. Melakukan observasi melihat respon gerak Pediculus humanus capitis dengan waktu 60
menit.

b. Prosedur persiapan pengamatan Pediculus humanus capitis Alat yang perlu disiapkan
adalah spatula. Prosedurnya sebagai berikut :

1. Melakukan pengamatan pada Pediculus humanus capitis berdasarkan waktu pengamatan


30 menit setelah penyemprotan kedua.

2. Melakukan pengamatan respon Pediculus humanus capitis dengan menggunakan mata


telanjang.

3. Kriteria untuk menentukan terjadi respon sebagai berikut :

a. Menyentuh Pediculus humanus capitis dengan pengaduk (spatula), apabila hanya kaki
yang bergerak atau tidak bergerak sama sekali, berarti terjadi respon tidak bergerak.

b. Menggoyang-goyangkan Pediculus humanus capitis dengan pengaduk, apabila


bergerak dan berpindah tempat dengan sangat lambat atau tidak bergerak sama sekali,
berarti terjadi respon tidak bergerak.

4. Respon yang dicatat bila Pediculus humanus capitis menunjukkan salah satu dari kedua
kriteria tersebut.

5. Melakukan hal yang sama terhadap seluruh replikasi sampel setiap larutan konsentrasi. 6.
Mencatat lamanya waktu (menit) kutu rambut bergerak aktif sampai menuju respon tidak
bergerak selama jangka waktu 60 menit.

3.5.4 Cara Analisis Data

Untuk mengetahui daya efektivitas buah jeruk purut terhadap Pediculus humanus capitis, data
di uji menggunakan ANOVA dengan signifikan 0,05. Dengan cara membandingkan respon
Pediculus huamanus capitis antara konsentrasi 0%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%

Anda mungkin juga menyukai