Anda di halaman 1dari 5

Nama = Shohifatul Maghfiroh

NIM = 857761917
Makul = Pendidikan Matematika/PDGK4203

Jawaban Tugas 1 Pendidikan Matematika

1. TEORI DIENES Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya
pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori Piaget, dan
pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang
dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika (Suherman, dkk,
2003:49). Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi
tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara strukturstruktur dan
mengkategorikan hubunganhubungan diantara struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa
tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan
dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau objek-objek dalam
bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran
matematika. Hudojo (1988: 59) mengemukakan bahwa teori dalam teori Dienes terdapat enam
tahap yang berurutan dalam belajar matematika. Adapun tahapan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Permainan bebas (free play) Permainan bebas adalah tahap belajar konsep yang terdiri dari
aktivitas yang tidak terstruktur dan tikda diarahkan yang memungkinkan peserta didik
mengadakan eksperimen dan memanipulasi benda-benda konkrit dan abstrak dari unsur-unsur
konsep yang dipelajari itu. Tahap ini merupakan tahap yang penting sebab pengalaman
pertama, peserta didik berhadapan dengan konsep baru melalui interaksi Jannah, Teori Dienes |
128 dengan lingkungannya yang mengandung representasi konkrit dari konsep itu. Dalam tahap
ini peserta didik membentuk struktur mental dan sikap mempersiapkan diri memahami konsep
tersebut.
2. Permainan yang menggunakan aturan (games) Tahap ini merupakan tahap belajar konsep
setelah di dalam periode tertentu permainan bebas terlaksana. Di dalam tahap ini peserta didik
mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep itu setelah peserta didik
itu mendapatkan aturan-aturan yang ditentukan dalam konsep (peristiwa) itu,peserta didik itu
siap untuk memainkan permainan itu. Dengan bermain peserta didik mulai menganalisis
struktur matematika, misalnya dengan menggunakan balokbalok logika itu untuk dua variabel
yang berbeda.
3. Permainan mencari kesamaan sifat (searching for comunalities) Tahap ini berlangsung setelah
memainkan permainan yang disertai aturan tadi. Dalam melaksanakan permainan tahap kedua
tadi (permainan yang menggunakan aturan), mungkin peserta didik belum menemukan struktur
yang menunjukkan sifat-sifat kesamaan yang terdapat di dalam permainan-permainan yang
dimainkan itu. Dalam hal demikian ini, peserta didik perludibantu untuk dapat melihat
kesamaan struktur dengan mentranslasikan dari suatu permainan ke bentuk permainan lain.
Sedang sifatsifat abstrak yang diwujudkan dalam permainan itu tetap tidak berubah dengan
translasi itu. 4. Permainan dengan representasi (representation) Dalam tahap ini peserta didik
mencari kesamaan sifat dari situasi yang serupa. Setelah peserta didik itu mendapatkan
kesamaan sifat dari situasi, peserta didik itu perlu gambaran konsep tersebut. Tentu saja
gambaran konsep itu biasanya menjadi lebih abstrak daripada situasi yang disajikan. Cara ini
mengarahkan peserta didik kepada pengertian struktur matematika yang abstrak yang terdapat
di dalam konsep tersebut.
5. Permainan dengan simbulisasi (symbulization) Permainan dengan menggunakan simbul ini
merupakan tahap belajar konsep di aman peserta didik perlu merumuskan representasi dari
setiap konsep dengan menggunakan simbul matematika atau dengan perumusan verbal yang
sesuai.
6. Formalisasi (formalization) Permainan ini merupakan tahap belajar konsep terakhir. Setelah
peserta didik mempelajari suatu konsep dan struktur matematika yang saling berhubungan,
peserta didik harus mengurut sifat-sifat itu untuk dapat merumuskan sifat-sifat baru. Misalnya
sifat-sifat dasar di dalam struktur matematika adalah aksioma. Dari aksioma inilah kemudian
dapat dirumuskan suatu teorema ata dalil. Perjalan dari aksioma menuju teorema atau dalil itu
disebut pembuktian

- Teori Belajar Van hiele


Piere Van Hiele adalah seorang pengajar matematika di Belanda yang telah mengadakan
penelitian melalui observasi dan tanya jawab, kemudian hasil penelitiannya ditulis dalam
disertasinya pada tahun 1954. Bersama dengan istrinya, Van Hiele memperlihatkan kesulitan
yang dialami siswa mereka ketika mempelajari geometri. Hasil dari penelitian yang dilakukan
Van Hiele menyimpulkan tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam membantu
memahami geometri. Menurut Van Hiele ada tiga unsur yang ada dalam pembelajaran
matematika yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang jika ketiganya ditata
secara terpadu maka akan meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir
yang lebih tinggi.
Tahapan Pemahaman Geometri Teori Van Hiele
Berikut ini tahapan belajar anak dalam belajar Geometri menurut Van Hiele (Zubaidah Amir, hal
93):
1. Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap pengenalan ini siswa baru mengenal bangun-bangun geometri dapat
mengidentifikasi bentuk secara keseluruhan dan menentukan secara lisan sesuai dengan
kenampakannya. Siswa mampu membangun, menggambar dan menyalin bentuk serta
menyebutkan bentuk geometri dengan nama standar atau bukan nama standar. Seperti persegi,
persegi panjang, jajargenjang, trapesium, segitiga, belah ketupat, layang-layang, kubus, balok
dan bangun-bangun geometri lainnya. Seandainya kita hadapkan pada sejumlah bangun-bangun
geometri, maka anak akan menunjukkan bentuk persegi. Pada tahap ini, anak belum mengenal
sifat-sifat bangun geometri sehingga guru diharapkan untuk tidak memberikan pertanyaan
seperti “apakah pada persegi, kedua diagonalnya sama?”, jika guru tetap memberikan
pertanyaan tersebut maka siswa akan menerimanya melalui hafalan bukan pengertian.

2. Tahap Analisis (Analysis)


Pada tahap ini siswa sudah dapat memahami sifat-sifat bangun geometri seperti jika diberikan
kubus, maka siswa akan menyatakan jika kubus mempunyai 6 sisi dan 12 rusuk. Pada tahap ini
siswa belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan
bangun geometri lainnya.
3. Tahap Pengurutan (Abstraction)
Pada tahap ini siswa sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait dengan antara suatu
bangun geometri yang satu dengan yang lainnya. Siswa pada tahap ini sudah memahami
pengurutan bangun-bangun geometri dan dapat mengikuti langkah pembuktian tetapi belum
dapat melakukannya sendiri. Misalnya siswa sudah mengetahui jajargenjang itu trapesium,
belah ketupat adalah layang-layang, kubus itu adalah balok. Tahap ini anak sudah mampu untuk
melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada tahap awal artinya belum
berkembang baik. Pada tahap ini siswa belum mampu memberikan alasan yang rinci ketika
ditanya mengapa kedua diagonal persegi panjang itu sama, mengapa kedua diagonal pada
persegi saling tegak lurus.
4. Tahap Deduksi (Deduction)
Matematika dikatakan sebagai ilmu deduktif karena seperti pengambilan kesimpulan dan
membuktikan teorema-teorema dilakukan dengan cara deduktif. Pada tahap ini siswa sudah
mampu memahami secara deduksi yang artinya siswa mampu mengambil keputusan secara
deduktif atau penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus. Siswa pada tahap ini
dapat menggunakan teorema, aksioma dan definisi dalam pembuktian geometri. Sebagai contoh
pembuktian deduktif untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang 360
secara deduktif dibuktikan menggunakan prinsip kesejajaran. Sedangkan pada pembuktian
induktif siswa harus memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu
ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360 belum tuntas dan
belum tentu tepat. Pembuktian induksi kurang tepat untuk sebuah pengukuran sehingga
pembuktian deduktif lebih tepat digunakan. Pada tahap ini siswa telah mengerti pentingnya
peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, disamping unsur yang didefinisikan, aksioma atau
problem, dan teorema. Siswa pada tahap ini belum bisa menjawab “mengapa sesuatu itu
disajikan teorema atau dalil?”.
5. Tahap keakuratan (Rigor)
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari perkembangan kognitif siswa dalam memahami
geometri. Tahap ini siswa sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip
dasar yang melandasi suatu pembuktian. Siswa pada tahap ini sudah memahami mengapa
sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Siswa dapat menafsirkan dan menerapkan teorema dan
definisi geometri Euclidean dalam non geometri Euclidean. Tahap keakuratan merupakan tahap
tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks
dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau hanya sedikit sekali anak yang sampai pada tahap
berpikir ini sekalipun anak tersebut sudah berada di tingkat SMA.
Tahap kemampuan pemahaman geometri siswa diatas disusun secara berurutan dan hirarkhi,
menurut Van Hiele siswa harusnya mengembangkan pemahamannya sebelum ketingkat atau
tahapan selanjutnya. Agar siswa anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar
anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau disesuaikan dengan taraf
berpikirnya. Dengan demikian anak dapat memperkaya pengalaman dan berpikirnya, selain itu
sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi dari
tahap sebelumnya.
Tahapan Van Hiele diatas di teliti kembali oleh Olkun dan Ucar (2006) berdasarkan tahapan
perkembangan kognitif siswa Piaget. Hasilnya menyatakan bahwa siswa kelas 1, 2, 3, berada
pada tahap visualisasi, siswa kelas 4, 5, 6 berada pada tahap analisis, siswa kelas 7, 8, 9 berada
pada tahap pengurutan dan siswa kelas 10, 11, 12 berada pada tahap deduksi pada tahap
perkembangan kognitif geometrinya.

Teori Belajar Bruner memperkenalkan istilah "Discovery Learning". Menurut teori itu proses
belajar akan berjalan maksimal dan menyenangkan apabila guru memberi kesempatan kepada
peserta didi untuk menemukan suatu aturan termasuk (konsep, teori, definisi) melalui contoh-
contoh yang sering dijumpai oleh peserta didik dan mudah dipraktikkan dalam pembelajaran.

Penerapan teori Bruner dengan metode "Discovery Learning" akan berhasil dan maksimal, jika
kita memperhatikan langkah-langkah dibawah ini, yakni :

- Menentukan tujuan pembelajaran


- Melakukan indentifikasi karakteristik siswa
- Memilih materi pelajaran
- Menentukan topik yang akan dipelajari
- Mengembangkan bahan dan alat belajar
- Menggunakan 3 tahapan (enaktif, ikonik, simbolik)
- Seperti penjelasan diatas salah satu yang sangat penting dan harus di terapkan dalam teori
Bruner yakni dengan mengaplikasikan 3 tahapan yaitu :

1. Enactive: Tahap ini melalui Tindakan, jadi bersifat konkret (Representasi berbasis tindakan).
2. Ikonik: Tahap ini diwujudkan dalam bentuk visual, gambar, atau diagram (Representasi
berbasis gambar).
3. Simbolik: Tahap yang penyajian berdasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih fleksibel
serta menggunakan kata-kata/bahasa (Representasi berbasis bahasa).
Sebagai contoh penerapan dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Pada mata
pelajaran matematika saya akan menerapkan 3 tahapan dari bruner. Dimana saya akan
memberikan instruksi kepada peserta didik untuk menggabungkan 1 pulpen dengan 3 pulpen
lainnya dan kemudian menghitung jumlah pulpen yang telah digabung (Tahap Enaktif).
Selanjutnya kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar yang mewakili 1 pulpen
dan 3 pulpen dengan gambar bintang untuk setiap 1 pulpennya, sehingga akan ada 5 bintang
sesuai dengan jumlah pulpen (Tahap Ikonik). Kegiatan terakhir yang saya terapkan yakni dengan
simbol penjumlahan (+) dan kedua bilangan dengan lambang bilangan juga, yakni 1 + 3 = 4
(Tahap Simbolis).

2. Bilangan cacah merupakan materi yang tidak bisa dilepaskan dalam pelajaran matematika.
Bilangan cacah adalah himpunan bilangan bulat tak negatif atau himpunan bilangan asli
ditambah 0.
Bilangan cacah dikenali pada bilangan-bilangan yang membentuk himpunan. Himpunan bilangan
cacah berisi beberapa angka yang merupakan anggota bilangan cacah.
Bilangan cacah biasa diberi notasi W dalam matematika dan bisa ditulis sebagai berikut:
W = {0, 1, 2, 3, 4, ….} atau W = {0} U N. Dengan N merupakan bilangan asli.

Jadi, bilangan cacah adalah bilangan positif mulai 0 sampai tak terhingga, tetapi hanya khusus
bilangan-bilangan bulat. Bilangan cacah dimulai dari angka 0, jika dimulai dari angka 1 dan
seterusnya namanya bilangan asli.

Hal ini pula yang membuat bilangan cacah disebut sebagai bilangan asli ditambah 0. Artinya
juga, tak ada bilangan negatif seperti -1, -2, dan seterusnya yang masuk kategori bilangan cacah
ini.

Jadi, misal ada soal untuk menyebutkan bilangan cacah kurang dari 10, jawabannya adalah 0, 1,
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.

3. Bilangan-bilangan tersebut adalah


bilangan 1 = 32
bilangan 2 = 33
bilangan 3 = 34
Penjelasan dengan langkah-langkah:
Diketahui
bilangan 1 = x
bilangan 2 = x+1
bilangan 3 = x + 2
(x) + 2(x+1)+3(x+2)= 200
Ditanyakan
Ketiga bilangan tersebut.
Jawab
(x) + 2(x+1)+3(x+2)= 200
x+2x+2+3x+6=200
3x+2+3x+6=200
6x+8=200
6x=200-8
6x=192
x = 192/6
x = 32
maka,
bilangan 1=x=32
bilangan 2=x+1=33.
bilangan 3=x+2=34

Anda mungkin juga menyukai