Anda di halaman 1dari 2

Sejarah dan Biografi Pangeran Diponegoro Pemimpin Perang Jawa

Pangeran Diponegoro adalah pahlawan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Beliau
lahir 11 November 1785 di Yogyakarta, dengan nama asli Raden Mas Ontowiryo. Putra dari Sri Sultan
Hamengku Buwono III ini menjadi salah satu pahlawan yang cukup dikenal sebagai pemimpin Perang
Diponegoro. Pangeran Diponegoro memimpin perang untuk mendapatkan keadilan dari sikap
penjajah Belanda yang melakukan penindasan kala itu. Belanda menyewakan tanah kepada petani pribumi
secara semena-mena, sedangkan kepada pengusaha swasta sewa diberikan tanpa batasan agar bisa
dijadikan lahan perkebunan. Advertisement close Pause 00:00 00:04 00:59 Unmute Powered by GliaStudio
BACA JUGA Mengenal 19 Pahlawan Indonesia di Bidang Pendidikan dan Kemerdekaan Biografi
Pangeran Diponegoro Mengutip dari buku Sejarah Indonesia yang disusun Ersontowi, Pangeran
Diponegoro dikenal karena Perang Jawa. Perang ini terjadi selama 5 tahun dari 1825 sampai 1830 di pulau
Jawa. Perang tersebut menewaskan banyak orang, ketika pimpinan Jenderal Hendrik Merkus de Kock dari
Belanda berusaha mengalahkan penduduk. Sekitar 200 ribu orang tewas dalam pertempuran. Sedangkan
pihak Belanda kehilangan 8.000 tentara dan 7.000 serdadu pribumi. Pangeran Diponegoro meninggal pada
8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi Selatan. Beliau meninggal di usia 69 tahun. Mengutip Kemsos.go.id,
Pangeran Diponegoro mendapatkan penghargaan tertinggi yang diberikan oleh UNESCO pada 21 Juni
2013. Babad Diponegoro ditetapkan sebagai Memory of The World. Sejarah Singkat Pangeran Diponegoro
Sejarah Singkat Pangeran Diponegoro (encyclopedia.jakarta-tourism.go.id) Perang Jawa terjadi karena
Pangeran tidak ingin Belanda ikut campur dalam urusan kerajaan. Mengutip dari laman Kemdikbud.go.id,
tahun 1821 terjadi penyalahgunaan penyewaan tanah karena warga Belanda, Inggris, Perancis dan Jerman.
Petani lokal menderita karena penyewaan lahan tanah. Dekrit yang dikeluarkan oleh van der Capellen
dikeluarkan pada 6 Mei 1823. Pada 29 Oktober 1824, Pangeran Diponegoro mengadakan pertemuan untuk
membahas perlawanan dengan Belanda. Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan dengan cara
membatalkan pajak yang digunakan kepada petani di Tegalrejo bisa membeli senjata dan makanan. Alasan
lain perlawanan terhadap Belanda yakni, ketika Patih Danureja atas perintah Belanda memasang
tonggak dan membuat rel kereta api melewati makam para leluhur. Peristiwa tersebut terjadi di Mei 1825,
di mana Hendrik Smissaert yang merupakan Residen Yogyakarta yang ditunjuk oleh gubernur jenderal,
memutuskan memperbaiki jalan kecil di Yogyakarta. Proses pembangunan dilakukan dari Yogyakarta ke
Magelang. Patok-patok dipasang melintasi makam leluhur Pangeran Diponegoro. Sementara itu, Patih
Danureja tidak memberitahu pada Pangeran tentang patok itu. Patok-patok tersebut kemudian diganti
menjadi tombak untuk pernyataan perang. Perlawanan Pangeran Diponegoro 5 Tahun Perang Tegalrejo
Sebelum perang dimulai, pada 20 Juli 1825 pihak istana mengutus dua bupati untuk memimpin pasukan
Jawa Belanda. Dua bupati tersebut diminta menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di
Tegalrejo. Kediaman Pangeran Diponegoro dirusak dan terbakar. Namun, keluarga dan pasukan bergerak
ke arah barat untuk menyelamatkan diri. Mereka sampai di Desa Dekso, Kabupaten Kulonprogo sampai
kemudian perjalanan diteruskan ke arah Selatan. Pangeran Diponegoro kemudian pindah ke daerah
perbukitan, Selarong. Beliau menjadikan Goa Selarong sebagai markas besar. Goa Selarong berada 5 km
dari arah barat Kota Bantul. Pangeran Diponegoro juga menempati Goa Kakung yang berada di sebelah
barat dan digunakan sebagai tempat pertapaan. Perang di Tegalrejo berlangsung selama 5 tahun. Pangeran
Diponegoro bersama petani dan golongan priyayi menyumbangkan uang dan barang-barang untuk dana
perang. Sebanyak 15 sampai 19 pangeran bergabung dengan Diponegoro untuk berperang. Mereka
memakai semboyan "Sadumuk bathuk, sanyari bumi dithoi tekan pati" yang artinya sejari kepala
sejengkal, tanah dibela sampai mati. Perang Tegalrejo juga menjadi perang jihad melawan Belanda.
Pangeran Diponegoro merupakan sosok religius yang dikeluarkan dari istana karena Belanda. Letnan Jean
Nicolaas de Thierry menggambarkan penampilan Pangeran Diponegoro. Beliau memakai serban berwarna
putih dan busana gaya Arab. Pertempuran semakin sengit ketika suatu wailayah dikuasai Belanda di saiang
hari. Kemudian ketika malam hari, wilayah tersebut direbut kembali oleh pribumi. Peperangan besar oleh
rakyat pribumi dilakukan ketika musim hujan. Para senopati bekerjasama dengan alam sebagai senjata tak
terkalahkan. Ketika musik hujan, gubernur Belanda melakukan usaha seperti gencatan senjata dan
berunding. Hujan deras di daerah tropis menyebabkan pasukan Belanda terhambat. Pasukan ini terkena
malaria, disentri, dan penyakit yang menyebabkan kondisi fisik melemah. Belanda akhirnya menyebarkan
provokator dan mata-mata yang berada di desa dan kota. Provokator ini untuk menghasut dan memecah
belah anggota keluarga pangeran dan pasukan. Tetapi pejuang pribumi tetap melakukan perlawanan
terhadap Belanda. Pangeran Diponegoro Ditangkap Tahun 1827, Belanda menggunakan sistem benteng
untuk menyerang Pangeran Diponegoro. Kemudian tahun 1829, Kyai Mojo pemimpin spiritual dan
membantu pemberontakan ditangkap oleh Belanda. Belanda juga melakukan perang saudara antara pihak
keraton. Hal ini membuat beberapa orang berpihak pada Diponegoro dan ada yang melawan. Kemudian
pada 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menangkap pasukan Diponegoro di Magelang. Mereka
melakukan siasat dan berunding untuk menangkap Diponegoro. Akhirnya beliau menyerah diri untuk
ditangkap asalkan pasukannya dilepaskan. BACA JUGA Mengenal 7 Pahlawan Revolusi Korban G30S
Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan di Manado, Sulawesi Utara. Sebelum diasingkan ke
Manado, Diponegoro sempat disekap di penjara bawah tanah Stadhuis. Kemudian beliau dipindahkan di
Ujung Pandang dan meninggal dunia pada 8 Januari 1855, di benteng Rotterdam. Mengutip dari jakarta-
tourism.go.id, di Jakarta ada nama jalan di Menteng untuk menghargai dan mengenang jasa pahlawan.
Pangeran Diponegoro juga dibuatkan sebuah monumen yang menghiasi pelataran di Monas.

Anda mungkin juga menyukai