Kelompok 1
Anggota Kelompok:
Teguh Bakara E4401201024
Yumna Nabilah E4401211010
Nadya Dwi Pratiwi E4401211056
Najwa Maulida Zahra E4401211073
Muhammad Rizqi E4401211087
Asisten Praktikum:
Dimas Nur Muhammad, S.Hut
Khorina Rahmadhani E4401201036
Dosen Praktikum:
Prof. Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc. F.Trop.
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2023
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mengetahui tutupan lahan di Taman Nasional Gunung Halimun Salam pada tahun
2016 dengan penginderaan jarak jauh menggunakan NDVI.
METODE
NDVI = (NIR-RED)/(NIR+RED)
Keterangan:
NIR = Reflektan band inframerah dekat untuk sebuah sel
RED = Reflektan band merah untuk sebuah sel.
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu kawasan
hutan hujan tropis pegunungan terluas di bagian barat Pulau Jawa. Kawasan Taman Nasional
Gunung Halimun diperluas pada tahun 2003 dari ±40.000 ha menjadi ±113.357 ha.
Penambahan luasan diikuti dengan perubahan status Taman Nasional Gunung Halimun
menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak berdasarkan Surat Penunjukan Menteri
Kehutanan No 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003. Taman Nasional Gunung Halimun
Salak menjadi taman nasional dengan hutan pegunungan tropis terluas di Pulau Jawa.
TNGHS berperan penting dalam perlindungan hutan hujan dataran rendah dan sebagai
wilayah tangkapan air bagi seluruh kabupaten yang berada di sekitarnya. Wilayah TNGHS
terdiri atas rangkaian pegunungan dengan 2 puncak tertinggi, yaitu Gunung Salak (2211 mdpl)
dan Gunung Halimun (1929 mdpl) (Kurniawan et al. 2013).
Ekosistem di TNGHS diklasifikasikan menjadi beberapa macam tipe ekosistem
berdasarkan elevasinya, yaitu zona hutan dataran rendah (500 – 1000 mdpl), zona
submontana (1000 – 1500 mdpl), dan zona montana (1500 – 2400 mdpl) (Anesta et al. 2020).
Zona hutan dataran rendah di TNGHS didominasi oleh jenis rasamala (Altingia excelsa),
puspa (Schima wallichii), pasang (Quercus sundaica), dan saninten (Castanopsis spp.). Zona
sub montana atau hutan sub pegunungan di TNGHS banyak dijumpai jenis ki leho (Saurauia
pendula) dan ki merak (Weinmannia blumei). Zona montana atau hutan pegunungan di
TNGHS didominasi oleh jamuju (Dacrycarpus imbricatus), ki bima (Podocarpus blumei),
dan ki putri (Podocarpus neriifolius). Keanekaragaman hayati Taman Nasional Gunung
Halimun Salak tidak hanya dijumpai pada vegetasinya, melainkan juga pada satwa yang
hidup di dalamnya. TNGHS dikenal sebagai habitat beberapa jenis satwa yang terancam
punah, seperti elang jawa (Spizaetus bartelsi), owa jawa (Hylobates moloch), dan macan tutul
(Panthera pardus melas) (GHSNP-JICA 2007).
Pada tahun 2003 untuk mengendalikan kerusakan hutan belum sepenuhnya berhasil
karena ternyata tutupan hutan pada kawasan TNGHS terus mengalami degradasi bahkan
deforestasi. Carolyn et al. (2013) menunjukan bahwa antara tahun 2003 hingga 2011 tutupan
hutan TNGHS mengalami degradasi ringan sebesar 6,197.13 hektar dan degradasi berat
sebesar 1,200.15 hektar. Akhirnya pada tahun 2016 melalui Surat Keputusan Menteri LHK
Nomor 327/Menlhk/Setjen/PLA.2/4/2016 tanggal 26 April 2016 terjadi perubahan fungsi
sebagian kawasan hutan TNGHS seluas 17,373 hektar dan pengembalian areal penggunaan
lain (enclave) seluas 7,847 hektar sehingga luas TNGHS berkurang menjadi 87,699 hektar
(Balai TNGHS 2016). Hakim (2016) menyebutkan bahwa kawasan TNGHS di Kabupaten
Lebak yang mengalami perubahan fungsi menjadi hutan produksi dan hutan lindung seluas
9,579.69 hektar ternyata 7,925.31 hektar sudah berupa area dengan tutupan bukan hutan,
hanya 1,654.38 hektar yang masih berupa hutan. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan
fungsi sebagian kawasan hutan TNGHS dan pengembalian areal penggunaan lain (enclave)
merupakan dampak dari terus terkonversinya penutupan hutan, sehingga data tutupan Lahan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak tahun 2016 diperlukan untuk mengetahui data
tutupan lahan sebagai data awal perubahan fungsi kawasan hutan TNGHS.
Satelit yang umum digunakan untuk merekam atau memotret citra penginderaan jauh
di bidang kehutanan adalah Landsat (Land Satellite). Satelit Landsat 8 memiliki sensor
pencitra Operational Land Imager (OLI) dan sensor pencitra Thermal Infrared Sensor (TIRS).
Sensor OLI merekam panjang gelombang elektromagnetik yang direfleksikan oleh objek-
objek di permukaan bumi dengan resolusi spasial 30 meter (Haeruddin dan Sari 2020).
Sehingga dengan terekamnya panjang gelombang elektromagnetik tersebut diperoleh data
tutupan lahan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Analisis tutupan lahan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak menggunakan
pendekatan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) menghasilkan 4 kelas vegetasi
yang dapat dibedakan melalui warnanya. Hasil analisis NDVI ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Peta tutupan lahan menggunakan NDVI di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak tahun 2016
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2023)
Satu kelas tutupan lahan digambarkan oleh satu warna. Warna merah menggambarkan
tutupan lahan tidak bervegetasi (Kelas 1), warna kuning menggambarkan tutupan lahan
bervegetasi dengan kerapatan rendah (Kelas 2), warna hijau muda menggambarkan tutupan
lahan bervegetasi dengan kerapatan sedang (Kelas 3), dan warna hijau tua menggambarkan
tutupan lahan bervegetasi dengan kerapatan tinggi (Kelas 4). Jika dilihat dari kenampakan
citra, wilayah yang mempunyai tingkat kerapatan vegetasi jarang dicirikan dengan warna
terang, hal ini disebabkan karena refleksi dari tajuk vegetasi kecil. Begitupun sebaliknya,
wilayah yang mempunyai tingkat kerapatan vegetasi rapat ditunjukkan oleh warna yang lebih
gelap/biru karena refleksi dari tajuk vegetasinya tinggi (Nurul 2021). Tingkatan kerapatan
vegetasi yang menjadi tutupan dari suatu lahan memiliki rentang nilai NDVI masing-masing
pada tiap kelasnya yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai NDVI tiap kelas di Taman Nasional Gunung Halimun Salak tahun 2016
Kelas Nilai NDVI Tutupan lahan
1 -0,132 - 0,174 Tidak bervegetasi
2 0,174 - 0,304 Vegetasi rendah
3 0,304 - 0,385 Vegetasi sedang
4 0,385 - 0,765 Vegetasi tinggi
Nilai NDVI yang dihasilkan pada keempat kelas tutupan lahan berada pada rentang -
0,132 sampai dengan 0,765. Rentang nilai yang berada di atas 0 dapat diklasifikasikan
sebagai area bervegetasi, sedangkan rentang nilai yang berada di bawah 0 diklasifikasikan
sebagai area tidak bervegetasi. Nurlaily et al. (2020) menyatakan bahwa nilai NDVI yang
dihasilkan berada pada rentang -1 hingga 1, dimana nilai di bawah 0 dikategorikan ke dalam
kelas non vegetasi dan nilai di atas 0 dikategorikan ke dalam kelas bervegetasi. Nilai NDVI
ini memiliki korelasi yang searah dengan tingkat kerapatan vegetasi pada suatu lahan, dimana
semakin besar nilai NDVI maka semakin rapat pula vegetasi tutupan suatu lahan (Latuamury
2013). Luas area dari setiap tingkatan kerapatan vegetasi yang menjadi tutupan suatu lahan di
Taman Nasional Gunung Halimun Salak pada tahun 2016 tertera pada tabel 2.
Tabel 2 Luas area setiap tingkatan kerapatan vegetasi di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak tahun 2016
Kelas Tingkat kerapatan vegetasi Luas area (ha)
1 Tidak bervegetasi 7763,64
2 Vegetasi rendah 12333,61
3 Vegetasi sedang 37017,82
4 Vegetasi tinggi 30532,14
Taman Nasional Gunung Halimun Salak pada tahun 2016 didominasi oleh lahan
dengan tingkat kerapatan vegetasi sedang yaitu sebesar 37017,82 ha (Tabel 2). Hal tersebut
juga terlihat pada Gambar 1, dimana wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak pada
tahun 2016 didominasi oleh warna hijau muda yang menggambarkan lahan dengan vegetasi
sedang. Cilik et al. (2022) menyatakan vegetasi yang dikategorikan sedang adalah seluruh
permukaan tanah yang ditutupi sebagian besar lahannya oleh tumbuhan yang jaraknya masih
berdekatan dibanding bangunan pada suatu wilayah, serta tumbuhan kecil karena masih ada
unsur kehijauan yang mendominasi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kurniawan et al.
(2017), dimana pada tahun 2016 terjadi perubahan fungsi sebagian kawasan hutan TNGHS
yang merupakan dampak dari terkonversinya penutupan hutan yang ternyata sudah sebagian
tutupan lahan di TNGHS bukan berupa hutan lebat.
SIMPULAN
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) adalah kawasan hutan hujan tropis
di Pulau Jawa yang memiliki peran vital dalam perlindungan hutan dan wilayah tangkapan air.
Namun, sejak perluasan tahun 2003, TNGHS mengalami degradasi hutan dan perubahan
fungsi, terutama pada zona hutan dataran rendah. Analisis menggunakan Normalized
Difference Vegetation Index (NDVI) dengan citra satelit Landsat 8 menunjukkan bahwa pada
tahun 2016, sebagian besar TNGHS didominasi oleh lahan dengan tingkat kerapatan vegetasi
sedang. Ini sesuai dengan perubahan fungsi kawasan yang menyebabkan konversi sebagian
tutupan lahan dari hutan lebat. Dengan demikian, perluasan wilayah bukan hutan dan
degradasi hutan memberikan dampak signifikan terhadap ekosistem TNGHS, menunjukkan
pentingnya pemantauan menggunakan teknologi citra satelit untuk pemahaman lebih lanjut
tentang perubahan lahan dan vegetasi di kawasan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anesta AF, Fatman AF, Sugandi M. 2020. Zonasi distribusi tanaman hutan di Taman
Nasional Gunung Semeru berdasarkan integrasi nilai indeks vegetasi dan digital
elevation model. Jurnal Geosains dan Remote Sensing (JGRS). 1(2):64-70.
Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 2016. Penataan Zonasi Taman Nasional
Gunung Halimun Salak Revisi I.
Carolyn RD, Baskoro DPT, PrasetyoLB. 2013. Analisis degradasi untuk penyusunan arahan
strategi pengendaliannya di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi Jawa
Barat. Majalah Ilmiah Globe. 15: (1), 39-47.
Cilik MYP, Pellondo ME, Sinaga PS. 2022. Kajian Perubahan Kerapatan Vegetasi Pada
Kawasan Taman Wisata Alam Ruteng Site Hutan Lok Pahar Akibat Perambahan
Hutan. Jurnal Wana Lestari. 4(2): 397-407.
[GHSNMP-JICA] Gunung Halimun Salak National Mountain Park-Japan International
Cooperation Agency. 2007. Gunung Halimun Salak National Park, The Misty
Mountains of Halimun Salak. Sukabumi: Gunung Halimun Salak National Park.
Haeruddin H, Sari RL. 2020. Identifikasi manifestasi permukaan panas bumi menggunakan
citra satelit Landsat-8 (studi kasus: Blawan-Ijen, Jawa Timur). Jurnal GEOMining.
2(2): 55-60.
Hakim N, Murtilaksono K, Rusdiana O. 2016. Konflik penggunaan lahan di Taman Nasional
Gunung Halimun Salak Kabupaten Lebak. Jurnal Sosiologi Pedesaan. 4(2): 128-138.
Januar D, Suprayogi A, Prasetyo Y. 2016. Analisis penggunaan NDVI dan BSI untuk
identifikasi tutupan lahan pada citra landsat 8 (studi kasus: wilayah Kota Semarang,
Jawa Tengah). Jurnal Geodesi Undip. 5(1): 135-144.
Kurniawan W, Kusmana C, Basuni S, Munandar A, Kholil. 2013. Analisis konflik
pemanfaatan lahan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 3(1): 23-30.
Kurniawan I, Barus B, Pravitasari AM. 2017. Pemodelan spasial perubahan lahan di Taman
Nasional Gunung Halimun Salak dan daerah penyangganya. Journal of Regional and
Rural Development Planning. 1(3): 270-286.
Latuamury B. 2013. Hubungan antara indeks vegetasi NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index) dan koefisien resesi baseflow pada beberapa subdas Provinsi Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Teknosains. 2(22): 71-158.
Margono B, Potapov PV, Turubanova SA, Stolle F. 2014. Primary forest cover loss in
Indonesia over 2000-2012. Nature Climate Change. 4(8):730-735.
Nugroho S. 2011. Kajian metode deteksi degradasi hutan menggunakan citra satelit landsat di
hutan lahan kering Taman Nasional Halimun Salak. Jurnal Teknosains. 1(1): 1-69.
Nurlaily ED, Mustafa LD, Elfa P. 2020. Analisis Pemetaan Ruang Terbuka Hijau dari Hasil
Citra Landsat 8 Menggunakan Metode NDVI di Kota Malang. Jurnal Jaringan
Telekomunikasi. 10(3): 150-155.
Nurul M, Prasiamratri N, Elvira WV, Safitri W, Prabowo R. 2021. Kondisi Tutupan Lahan di
Kabupaten Tangerang Berdasarkan Indeks Vegetasi. Jurnal Geosains dan Remote
Sensing. 2(1): 1-7.
Wulandari N. 2020. Penggunaan metode NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)
dan SAVI (Soil Adjusted Vegetation Index) untuk mengetahui ketersediaan ruang
terbuka hijau terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen (studi kasus : Kota Yogyakarta)
[skripsi]. Malang: Institut Teknologi Nasional Malang.
LAMPIRAN
1. Pembagian tugas
Teguh Bakara : Pendahuluan
Muhammad Rizqi : Metode
Nadya Dwi Pratiwi : Hasil dan Pembahasan
Najwa Maulida Zahra : Hasil dan Pembahasan
Yumna Nabilah : Simpulan, Daftar Pustaka, Lampiran
2. Dokumentasi