Anda di halaman 1dari 73

MODUL PRAKTIKUM

PENGINDERAAN JAUH
KELAUTAN

LABORATORIUM
PENGINDERAAN JAUH DAN
SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS KELAUTAN

TAHUN 2023

TIM PENYUSUN :
ASISTEN LABORATORIUM PENGINDERAAN JAUH DAN
SIG KELAUTAN

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS
SRIWIJAYA INDRALAYA
Praktikum-1
Terumbu Karang dan Lamun

A. Tujuan
Mahasiswa dapat memetakan Kawasan terumbu karang dan lamun dengan
menggunakan algoritma lyzenga

B. Landasan Teori
Ekosistem terumbu karang berperan penting pada ekosistem laut. Hal ini
dikarenakan ekosistem terumbu karang digunakan sebagai tempat memijah, daerah
asuhan dan sumber plasma nutfah bagi biota laut. Jenis karang yang terdapat pada
suatu wilayah dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Apabila lingkungannya
sesuai dengan spesies tertentu maka spesies tersebut akan mendominasi wilayah
tersebut. Berdasarkan ukurannya karang dapat ditemukan pada wilayah tertentu
yaitu, baerah rataan untuk karang kecil, lereng terumbu untuk karang bercabang
dan terumbu terluar untuk karang massif. Untuk mendapatkan informasi mengenai
sebaran kawasan terumbu karang dapat dilakukan kegiatan pemetaan yang
memanfaatkan citra satelit Sentinel-2 serta Algoritma Lyzenga.
Algoritma Lyzenga atau juga yang disebut dengan koreksi kolom air
digunakan untuk mengurangi terjadinya kesalahan dalam pembacaan pantulan
spektral yang disebabkan oleh kedalaman air. Hal tersebut dilakukan dengan cara
mengubah dua saluran citra yang berbeda menjadi satu saluran citra baru. Dua
saluran citra yang digunakan pada algoritma tersebut adalah band dengan panjang
gelombang pendek dan band dengan panjang gelombang yang lebih panjang. Band
yang dapat digunakan adalah band biru, merah dan hijau.
Salah satu pemanfaatan dari Algoritma Lyzenga adalah untuk pemetaan
sebaran substrat yang terdapat di perairan laut dangkal. Salah satu contoh substrat
yang dapat ditentukan persebarannya menggunakan algoritma tersebut adalah
terumbu karang. Band yang biasanya digunakan untuk menentukan sebaran
terumbu karang adalah band biru dan band hijau. Hal ini dikarenakan kombinasi
kedua band tersebut mempunyai panjangn gelombang penetrasi yang lebih baik
dibandingkan dengan kombinasi band lainnya.
C. Cara Kerja
1. Masukan band 2,3 dan 4 lalu gabungkan dengan composite band

2. Buat Shapfile polygon untuk menandakan daerah yang akan diclip

3. Eksport data yang sudah diclip


4. Buat shapefile bertipe point, kemudian digitasi sampel daerah berpasir

5. Gunakan fiture search lalu cari extract multi value to point

6. Masukan data yang dibutuhkan lalu pilih ok


7. Buat attribute table dari sampel kemudian pilih export

8. Ubah tipe file menjadi .dbf lalu save

9. Buka data hasil export ke dalam Microsoft Excel


10. Masukan rumus ln kepada band 2,3 dan 4

11. Masukan rumus variance untuk kombinasi band 23, 24 dan 34

12. Masukan rumus covar untuk kombinasi band 23, 24 dan 34


13. Masukan rumus a untuk kombinasi band 23, 24 dan 34

14. Masukan rumus k untuk kombinasi band 23, 24 dan 34

15. Masukan kembali band 2,3 dan 4


16. Gunakan fiture search lalu cari raster calculator

17. Masukan persamaan algoritma lyzenga kedalam band 2,3 dan 4

18. Buka image analysis pilih ban 2,3 dan 4 kelmudian pilih stack
19. Export band hasil stacking

20. Masukan shapefile daerah laut dangkal disekitar pulau

21. Lakukan clipping data hasil algoritma lyzengan dengan shapefile


menggunakan clip pada image analysis
22. Masukan shapefile laut dalam

23. Lakukan masking data hasil cliping dengan shapefile menggunakan mask pada
image analysis

24. Masukan shapefile Pulau Payung dan sekitarnya


25. Lakukan masking data hasil algoritma lyzenga dengan shapefile menggunakan
mask pada image analysis

26. Gunakan fiture search lalu cari extract by mask

27. Masukan data hasil masking daratan dan lautan lalu save
28. Buat shapefile baru dengan tipe point kemudian digitasi bagian terumbu
karang pada citra

29. Buka attribute table pilih data hasil digitasi lalu pilih field calculator

30. Ubah id menjadi 1, kemudian lakukan yang sama untuk lamun (2), pasir (3)
dan laut dangkal (4)
31. Gunakan fiture search lalu cari creates signatures

32. Masukan data yang dibutuhkan lalu save

33. Gunakan fiture search lalu cari maximum likehood classification


34. Masukan data yang dibutuhkan lalu save

35. Gunakan fiture search lalu cari majority filter

36. Masukan data yang dibutuhkan lalu save


37. Gunakan fiture search lalu cari raster to polygon

38. Masukan data yang dibutuhkan lalu save

39. Buka attribute table data hasil raster to polygon kemudian urutkan data sesuai
dengan idnya
40. Gabungkan data dengan id yang sama menggunakan fitur merge

41. Buat field baru pada attribute table dengan tipe short integer

42. Klik kanan pada filed yang baru terbentuk kemudian pilih calculate geometry
43. Ubah unit menjadi Ha lalu ok

44. Klik kanan pada data kemudian pilih property

45. Klik tab symbology lalu pilih categories kemudian sesuaikan label dengan
data yang ada lalu layout
Praktikum-2
MANGROVE

A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui sebaran rapatan mangrove menggunakan
metode NDVI
2. Mahasiswa dapat mengetahui metode NDVI untuk pemetaan mangrove

B. Landasan Teori
Pemetaan merupakan salah satu langkah awal kajian yang dapat
dilakukan untuk mengamati kondisi hutan mangrove yang lebih efektif dan
efesien dalam memperoleh gambaran sebaran luasan hutan mangrove.
Pemetaan luasan hutan mangrove dengan memanfaatkan teknologi
penginderaan jauh dapat memberikan gambaran peta sebaran luasan hutan
mangrove pada suatu daerah.
Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna
daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas
air pasang dan surut. Ekosistem mangrove berperan dalam melindungi garis
pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan, serta berperan juga
sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap
dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan
yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus.Citra Satelite Sentinel
merupakan salah satu cita yang memiliki kemampuan didalam menganalisa
data mangrove.
Pada umunya, respon spektral citra satelit memiliki sesnsivitas terhadap
kerapatan vegetasi (indeks luas dan daun), tajuk pohon dan kandungan air
di daun tumbuhan. Pertambahan kerapatan vegetasi akan terjadi dari lahan
terbuka menjadi tahap suksesi, akan tetapi pantulan dalam spektrum sinar
tampak berkurang karena adanya penambahan luasan daun dan
penyerapan. Hubungan antara respon spektral pada spektrum sinar
tampak dan inframerah dengan kerapatan vegetasi dapat dijelaskan
dengan suatu indeks yang disebut indeks vegetasi. Indeks vegetasi adalah
kombinasi matematis antara band merah dengan band Near Infra-Red
(NIR) yang telah lama digunakan sebagai indikator kondisi vegetasi dan
keberadaan yang sering dikenal dengan sebutan Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI). Metode skala lanskap (NDVI) adalah metode
yang memperhitungkan besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh
dari pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan (brightness) beberapa
kanal data sensor satelit dari citra satelit (Philiani et al,2016).
C. Prosedur Kerja
1. Download Data

1. Buka google dan search earthexplorer

2. Masukkan path and row yang diinginkan – klik dataset

3. Klik landsat – landsat collection 2 level 1 – landsat 8-9 OLI/TIRS C2 L1 –


results
4. Lalu pilih data yang land cloud cover nya rendah – klik download option – klik
product option – download

2. Pengolahan Data
1. Buka QGIS lalu klikSCP – Prepocessing – Landsat

2. Masukkan folder landsat ke directory containing landsat band


3. Masukkan file MTL ke select MTL file dan centang apply DOS1 atmospheric

4. Lalu klik run – buat folder baru dan tunggu sampai selesai

5. Buka ArcGis lalu masukkan band 1-7 hasil dari QGIS


6. Klik seacrh – composite band – input : masukkan band 1-7 – output : ubah jadi
geodatabase dan rename jadi compositeBand – ok

7. Setelah itu masukkan file indo.shp

8. Selanjutnya search – project raster – input : compositeband – output coordinat


system : WGS 1984 UTM ZONE 48S – output raster dataset : rename jadi raster
(dalam geodatabase composite sebelumnya) – ok
9. Start editing – klik kanan shp – open attribute table – hapus semua data yang
tidak diperlukan kecuali daerah kajian

10. Klik search – clip – input : raster – output : data shp (administrasi) – centang
use input feature – output raster : simpan dalam geodatabase dan rename jadi
clip_bangka

11. Setelah berhasil klik kanan dan centang image classification


12. Lalu klik customize – extention – centang spatian analyst

13. Lalu pada RGB ubah red : band 5, green : band 6 dan blue : band 4

14. Selanjutnya lakukan digitasi


15. Kemudian search classification – maximum likelihood classification – input :
clip_bangkaselatan – input signature : file gsg – output classified : save dlm
geodatabase composite dan rename : Hasil Klasifikasi – ok dan tunggu hingga
selesei

16. Klik kanan HasilKlasifikasi – propertise – ubah warna - ubah nama pada label
sesuai digitasi sebelumnya – ok
17. Setelah itu uncentang terlebih dahulu hasil klasifikasi di layer – klik windows
– image analyst

18. Klik opyion – pada red band : 4 – infrared band : 5 dan unceklis use wavelenght
dan ceklis scientific output - ok

19. Lalu klik clip_bangkaselatan – klik NDVI - close


20. Kemudian klik kanan NDVI pada layer – propertise – stretched – ubah color
ramp (merah ke hijau)

21. Klik classified – ubah color ramp – ubah label sesuai dengan ketentuan yang
ada pada jurnal – ok

22. Untuk melihat luasan mangrove klik cotalog – new – shapefile – feature type :
polygon – ok
23. Satart editing – lakukan digitasi mangrove – save editing – stop editing

24. Strat editing – blok semua bagian yang udh digitasi – editor – merge – ok

25. Klik kanan luasan mangrove – open attribute – option – add field – renama :
luasan – type : text – ok
26. Klik kanan luasan – calculate geometry – di unit : hectare (ha) – ok

27. Luasan mangrove


Praktikum-3
BATIMETRI

A. Tujuan
Mahasiswa mengetahui cara pengolahan data citra untuk pemetaan
batimetri perairan dangkal dengan mengunakan citra Sentinel-2A.

B. Landasan Teori
Batimetri merupakan ukuran kedalaman dari permukaan air sampai dengan
dasar laut. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar dengan
jumlah 18.108 pulau, sehingga pemetaan batimetri menjadi hal yang penting untuk
memanajemen kawasan pesisir. Oleh karena itu pemetaan batimetri dapat
memberikan prospek sekaligus tantangan bagi pembangunan di Indonesia, terutama
pada sektor kelautan dan pesisir. Kegiatan dan ilmu hidrografi seperti melakukan
survei batimetri perlu ditunjang untuk mewujudkan terselenggaranya pemanfaatan
potensi kelautan dan pesisir (Bobsaid dan Jaelani, 2017).
Informasi batimetri di perairan dangkal wilayah pesisir termasuk salah satu
informasi utama untuk kepentingan navigasi. Informasi data kedalaman sangat
penting untuk membantu mengelola sarana dan fasilitas pelabuhan. Informasi
mengenai perairan dangkal sangat penting sebagai dasar penyediaan data, seperti
dinamika pantai, observasi kabel komunikasi bawah laut, atau penyediaan peta
navigasi yang akurat untuk keselamatan pelayaran.
Menurut Su et al. (2008) Informasi kedalaman yang akurat sangat signifikan
dalam membantu navigasi, studi lingkungan wilayah laut dan, modeling hidrologi,
estimasi banjir, dan degradasi sedimen. Pemetaan fitur bawah laut seperti batu,
daerah berpasir, sedimen akumulasi, dan terumbu karang membutuhkan data
kedalaman air laut. Kelebihan teknologi penginderaan jauh dalam memperoleh data
kedalaman dibandingkan dengan metode pemeruman konvensional antara lain
yaitu ketersediaan data yang luas, cakupan permukaan sinoptik, dan resolusi spasial
yang tinggi.
Perairan laut dangkal dalam istilah oseanografi adalah wilayah laut yang
terbentang dari batas pantai sampai dengan kedalaman 200 meter (Setiawan et al.
2014). Khusus untuk perairan dangkal yang relatif jernih, metode penginderaan
jauh optik mampu menembus kedalaman perairan mendekati 30 m. Kedalaman
penetrasi tergantung pada kekeruhan air dan akan berkurang seiring semakin
keruhnya perairan (Green et al., 2000).
Teknologi penginderaan jauh saat ini memberikan peluang untuk pemetaan
batimetri perairan dangkal secara efektif dan efisien, terutama untuk daerah yang
memiliki tingkat perubahan kedalaman secara cepat. Daerah cakupan citra satelit
penginderaan jauh cukup luas sehingga sangat baik untuk mengetahui apa saja yang
terjadi di lingkungan sekitarnya (Bobsaid dan Jaelani, 2017).
Ekstraksi batimetri menggunakan teknologi penginderaan jauh sudah
banyak dilakukan oleh peneliti secara baik dan diharapkan dapat mendukung
pemetaan batimetri khususnya pada perairan dangkal. Pemetaan kedalaman
perairan dangkal sangat berguna bagi maskapai pelayaran maupun pengeloalaan
pantai. Teknologi penginderaan jauh menghasilkan berbagai jenis citra dengan
berbagai sensor dan berbagai resolusi seperti citra Sentinel-2A.
Citra Sentinel-2A dapat di unduh secara gratis atau dapat didapatkan secara
gratis di situs ESA, selain itu resolusi spektral dari citra Sentinel-2A menghasilkan
multispektral dengan 13 saluran yang mencakup sensor tampak, inframerah dekat,
dan inframerah gelombang pendek serta resolusi spasialnya dapat dikatakan cukup
tinggi yaitu 10 meter pada band merah, biru, hijau dan inframerah dekat. Satelit
Sentinel-2A direncanakan bertahan selama 7 tahun ini memiliki resolusi spasial
yaitu 10 meter, 20 meter dan 60 meter (Nurmalasari, 2016). Menurut Satellite
Imaging Corporation (2017) setiap band memiliki panjang gelombang yang
berbeda, band tampak multispektral memiliki panjang gelombang yaitu merah 665
nm, hijau 560 nm dan biru 490 nm.
Survei kedalaman perairan menggunakan singlebeam echosounder atau
multibeam echosounder membutuhkan biaya yang sangat besar dan luasnya
wilayah laut di Indonesia menjadi tantangan yang besar untuk mendapatkan data
kedalaman perairan Indonesia. Sehingga dibutuhkan metode alternatif yang tidak
membutuhkan biaya yang tinggi untuk mendapatkan data kedalaman perairan, salah
satunya yaitu dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh khususnya yaitu
menggunakan teknologi citra sensor pasif atau lebih dikenal sebagai Satellite
Derived Bathymetry (SDB). SDB memiliki kualitas yang baik, tetapi masih belum
sedikit penelitian di Indonesia yang menggunakan teknologi penginderaan jauh
dalam melakukan ekstraksi kedalaman laut perairan Indonesia (Aji et al. 2021).
Pengolahan Satellite Derived Bathymetry dapat menggunakan algoritma
Stumpf. Metode Algoritma Stumpf dapat mendeteksi dan menghasilkan data
kedalaman perairan dangkal hingga mencapai kedalaman tertentu. Metode Stumpf
menggunakan model rasio dengan membandingkan reflektansi pada 2 panjang
gelombang yang berbeda. Stumpf berasumsi dengan membanding 2 reflektansi
panjang gelombang perairan dengan kanal yang berbeda akan mengurangi efek dari
albedo perairan yang selama ini menjadi masalah utama dalam pemetaan batimetri.
Albedo adalah rasio antara sinar matahari yang tiba di permukaan bumi dengan
yang dipantulkan kembali ke ruang angkasa (Stumpf, 2003).

C. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu:
No Alat dan Bahan Fungsi
1 Komputer/Laptop Mengoperasikan Software
2 Mouse Menggerakan kursor
3 Alat Tulis Mencatat
4 Software ArcGIS 10.5 Mengolah data
5 Software QGIS 3.6.3 Mengkoreksi citra
6 Microsoft Excel Mengolah data
7 Citra Sentinel-2A Data yang diolah untuk Batimetri
8 Data kedalaman echosounder Data pembanding

D. Cara Kerja
 Pra Pengolahan Data Citra
1. Download data citra
2. Koreksi Radiometrik dan Atmosferik

3. Komposit band 2 dan 3 yang telah terkoreksi

4. Cropping Citra
 Pengolahan Citra
1. Jalankan ArcToolbox, pilih menu spatial analyst tools, pilih map algebra dan klik
raster calculator untuk menjalankan aljabar yang akan menghasilkan raster baru.

2. Masukan rumus algoritma stumpf Ln(“clip_B02)/(Ln(clip_B03), band yang


digunakan yaitu band 2 (blue) dan 3 (green) beri nama output bath_alg0 lalu OK

3. Klik kanan pada bath_alg0 pilih properties dan ganti warna atau beri warna pada
data raster hasil algoritma tadi
4. Klik menu file, pilih add data dan pilih add XY data

5. Masukkan data training kedalaman dari hasil pemeruman yang telah di sortir

6. Klik kanan pada data yang telah dimasukkan tadi dan ubah nama nya menjadi
data training
7. Search clip dan pilih clip analysis, masukkan data training dan cropping lalu OK

8. Lalu cari menu extraction pada arctoolbox dan klik extract values to points.
Masukkan data cliping_2 dan masukkan input raster hasil algoritma stumpf
bath_alg0 dengan output point_alg lalu OK

9. Klik kanan pada Poin_alg pilih properties. Lalu pilih field dan unceklist
selain Z dan Rastervalue, dimana Z adalah kedalaman hasil pemeruman dan Raster
value adalah nilai penetrasi dari citra (nilai piksel kedalaman relatif)
10. Klik kanan pada point_alg dan pilih open attribute table. Kemudian Export data
dengan nama point_training dengan format dTbase

11. Buka hasil file point_training (.dbf) menggunakan excel dan filter nilai Z dari
yang terkecil hingga terbesar

12. Copy nilai Z (Pemeruman) ke kolom E


13. Pada kolom D beri nama AVERAGE, kemudian masukkan rumus =
AVERAGEIF(A:A,E2,B:B) lalu enter

14. Drag ke bawah atau klik dua kali hasil yang diawal untuk melihat nilai
keseluruhan tanpa memasukkan rumus yang sama

15. Blok nilai hasil average dan nilai Z (Pemeruman) lalu buat table scaternya. Pilih
insert dan pilih scater. Hal ini bertujuan untuk melihat nilai regresi kedua data
16. Klik salah satu titik dari table scater dan klik kanan. Centang kolom 2 di
bawah yang bertujuan untuk melihat regresi dan garisnya

17. Jalankan Software ArcGIS, pilih map algebra dan pilih raster calculator.
Kemudian masukan nilai dari hasil regresi 174.52x-172.76

18. Hapus huruf X dan ganti menjadi data raster algoritma yaitu bath_alg0. Beri
nama output yaitu UJIAKURASI (data raster yang digunakan untuk uji akurasi)
19. Lakukan masking antara daratan dan perairan dengan cara buka catalog dan
pilih folder, klik kanan pada folder, pilih new dan pilih shapefile

20. Ganti nama menjadi pulaukarang, tipe ganti polygon, ganti coordinat system
menjadi WGS 1984 dan OK

21. Klik Editor dan pilih Start editing. Setelah itu pilih Editing windows dan klik
Create features
22. Lakukan digitasi sesuai daerah yang mau dihilangkan. Save edits dan stop
editing

23. Buka ArcToolbox dan cari erase, masukkan shp cropping awal dan shp
pulaukarang untuk menyatukan kedua data shapefile. Beri nama pada output dan
klik OK

24. Buka ArcToolbox lagi dan cari extract by mask, masukkan data raster terakhir
dan masukkan data shapefile hasil erase tadi. Beri nama pada output dan klik OK
25. Daratan atau pulau yang di masking telah hilang atau terpisah dari data raster

26. Lakukan ekstraksi kedalaman terlebih dahulu dengan memasukkan data validasi
yaitu data keseluruhan yang telah dipisah dengan data training yang telah di clip
dengan AOI yang dikaji

27. Cari menu extraction pada arctoolbox dan klik extract values to points.
Masukkan data clipvalidasi dan input raster hasil algoritma stumpf UJIAKURASI
dengan nama output validasi lalu OK
28. Klik kanan pada HASILAKHIR pilih properties. Lalu pilih field dan unceklist
selain Z dan Rastervalue, dimana Z adalah kedalaman hasil pemeruman dan
Rastervalue adalah nilai citra kedalaman lapangan

29. Klik kanan pada HASILAKHIR dan pilih open attribute table. Kemudian
Export data dengan nama “hasiluntukvalidasi” dengan format .dbf lalu OK

30. Buka hasil menggunakan excel, lakukan perhitungan SE dan MSE untuk
mendapatkan RMSE. Masukkan rumus =(A2-B2)^2 untuk mendapatkan nilai SE
31. Drag kebawah atau klik dua kali hasil yang diawal untuk melihat nilai
keseluruhan tanpa memasukkan rumus yang sama

32. Lakukan perhitungan MSE untuk mendapatkan RMSE. Masukkan rumus


=AVERAGE(C2:C170915) untuk mendapatkan nilai MSE

33. Lakukan perhitungan RMSE. Masukkan rumus =SQRT(C170916) untuk


mendapatkan nilai RMSE
34. Lakukan penyortiran data dengan maksimal kedalaman 20 meter dan lakukan
juga perhitungan RMSE

35. Lakukan penyortiran data lagi tetapi dengan maksimal kedalaman 10 meter dan
lakukan juga perhitungan RMSE

36. Lakukan masking di ArcGIS dengan membuat polygon untuk kedalaman yang
20 meter dengan bantuan point atau titik yang telah disortir hanya kedalaman 20
meter, sehingga hanya tersisa daerah yang memiliki kedalaman 20 meter saja
PRAKTIKUM-4
SUHU PERMUKAAN LAUT

A. Tujuan
1. Mahasiwa mampu mengolah data Suhu Permukaan Laut menggunakan citra
Aqua MODIS
2. Mahasiwa mampu mendeteksi Suhu Permukaan Laut
3. Mahasiwa mampu mengetahui pola Suhu Permukaan Laut

B. Landasan Teori
Suhu merupakan suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahan
(heat) yang terkandung dalam suatu benda. Suhu merupakan salah satu faktor yang
sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena dapat mempengaruhi
aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.
Suhu air laut juga dapat mempengaruhi ekosistem di wilayah pesisir, baik terhadap
kehidupan ekosistem terumbu karang, lamun, dan mangrove, maupun terhadap
organisme yang hidup di dalam ekositem tersebut (Tanto, 2020). Dinamika massa
air baik secara spasial maupun temporal di perairan Indonesia sangat tinggi.
Menurut Gaol et al. (2014), penyebab utama terjadinya variasi suhu di perairan
Indonesia dapat berupa Angin Muson, El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD).
Sebaran suhu perairan secara horizontal sangat bergantung pada letak lintang,
secara umum suhu laut pada daerah sekitar khatulistiwa lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah sekitar lintang tinggi. Menurut Nontji (2007), di perairan Indonesia
suhu permukaan laut secara umum berkisar antara 28ºC – 31ºC. Sebaran suhu di
laut secara vertikal dapat dibedakan menjadi 3 yaitu, lapisan homogen atau lapisan
tercampur (mix layer), lapisan termoklin, dan lapisan dasar.
Salah satu satelit penginderaan jauh yang dapat mendeteksi SPL adalah satelit
Aqua Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS). Menurut
Hamuna et al. (2015) citra satelit Aqua MODIS (Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer) dapat dimanfaatkan untuk pemantauan dan kajian SPL karena
mempunyai band thermal dan resolusi temporal yang tinggi, sehingga dinamika
perubahan SPL dapat diamati secara kontinu.
C. Prosedur Kerja
1. Download data citra Aqua-MODIS
1. Buka web oceancolor.gsfc.nasa.gov, klik data, pilih level 3 browser

2. Pilih product status menjadi standard, sensor menjadi MODIS-Aqua, product


menjadi sea surface temperature, period menjadi annual, resolution menjadi 9
km, klik extract or download L3 data

3. Pilih type binned, mapped, PNG, pada data retrieval method pilih download,
kemudian klik download
4. Klik kanan pada link tahun yang diinginkan dengan format .nc, pilih go to
address in new tab

3.4.2 Pengolahan Data SPL


1. Buka software SeaDAS

2. Klik file, pilih open

3. Pilih file citra Aqua MODIS, klik open product


4. Klik rasters, double klik pada sst

5. Pada file manager klik raster, pilih crop

6. Klik ok

7. Pada file manager klik rasters, double klik pada sst, klik rectangle drawing
tool
8. Crop bagian perairan selatan Daerah Istimewa Yogyakarta

9. Klik kanan, pilih export mask pixels

10. Pada select mask pilih geometry, kemudian ok

11. Centang create header, export the points, export wavelengths + solar fluxes,
kemudian klik write to file
12. Pilih tempat penyimpanan, tuliskan file name, kemudian save

13. Buka Microsoft Excel, drag data output dari SeaDAS

14. Hapus semua kolom kecuali kolom longitude, latitude, dan sst

15. Klik sort & filter, pilih filter


16. Pada sst unceklis select all search results dan hanya ceklis NaN, klik ok,
hapus seluruh Nan, kemudian ceklis select all dan klik ok

17. Kemudian save as dengan format .txt

18. Buka software ArcGIS

19. Klik file, pilih add XY data, masukkan data excel yang telah tersimpan
sebelumnya, kemudian klik add
20. Klik ArcToolBox, pilih spatial analyst tool, pilih interpolation, klik IDW

21. Pada input point features, pilih file, klik ok

22. Pada file, pilih add XY data, masukkan indo.shp, jogja.shp, batas kelola
perairan DIY

23. Melakukan layout peta


Praktikum-5
Klorofil-a

A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengolah data klorofil-a menggunakan citra Aqua MODIS
2. Mahasiswa mampu mendeteksi klorofil-a
3. Mahasiswa mengetahui sebaran klorofil-a

B. Landasan Teori
Klorofil memegang posisi kunci dalam reaksi fotosintesis yang menentukan
produktivitas perairan. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait
dengan kondisi oseanografi suatu perairan serta pasokan nutrien yang berasal dari darat
melalui aliran sungai yang bermuara ke perairan. Kandungan klorofil yang paling
dominan dimiliki oleh fitoplankton adalah klorofil-a. Oleh karena itulah klorofil-a dapat
dijadikan sebagai salah satu indikator kesuburan perairan (Rasyid, 2009).
Klorofil adalah pigmen hijau yang terkandung dalam tumbuhan. Sebaran dan
konsetrasi klorofil-a sangat terkait dengan keberadan fitoplankton. Hal ini menyebabkan
kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai indikator kesuburan suatu perairan.
Sebaran klorofil-a dipengaruhi oleh beberapa paraemter fisika-kimia seperti suhu,
cahaya, serta arus (Ridho et al. 2020).
Pengukuran klorofil-a dapat dilakukan dengan dua cara yaitu konvensional dan
menggunakan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh. Pengukuran secara
konvensional ataupun pengambilan data secara insitu menghasilkan informasi yang
akurat, namun memerlukan waktu dan biaya yang tinggi, sedangkan dengan
memanfaatkan teknologi penginderaan jauh berlaku sebaliknya. Selain tidak
membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang relatif tinggi juga dapat memberikan
informasi secara time series (Marendy et al. 2017).
Klorofil dapat diukur dengan memanfaatkan sifatnya yang dapat berpijar bila
dirangsang dengan panjang gelombang cahaya tertentu. Pigmen-pigmen fitoplankton
khususnya klorofil-a merupakan komponen utama yang mempengaruhi sifat optik/bioptik
air laut. Oleh karna itu metode pengindraan jauh dapat digunakan dalam pendugaan
konsentrasi klorofil-a diperairan.
C. Cara Kerja
1. Buka software SeaDAS lalu masukkan data yang sudah di-download dari website

2. Klik raster, chlor_a

3. Klik raster, crop, use preview, zoom indonesia, ok


4. Klik raster, chlor_a

5. Zoom daerah kajian

6. Klik layer, coastline, land and water, ubah warna land mask, create mask
7. Buat rectangle pada daerah kajian, klik geometry, export mask pixels

8. Pilih geometry, lalu centang 3, write to file, lalu simpan

9. Open xl, masukin data txt dari SeaDAS


10. Hapus data yang tidak dibutuhkan, save as chl

11. Buka ArcGIS, lalu masukkan shp Indonesia dan Yogyakarta

12. Masukkan data hasil koreksi NaN


13. Zoom daerah kajiann, klik kanan daerah kajian, export data, save as

14. Buang data yang sebelumnya, pilih arc toolbox, spatial analyst tools, lalu lakukan
interpolation IDW

15. Sesuaikan hasil pengolahan lalu lakukan layout


Referensi :

Marendy F, Hartoni, Isnaini. 2017. Analisis Pola Sebaran Konsentrasi Klorofil-a


menggunakan Citra Satelit Landsat pada Musim Timur di Perairan sekitar Muara
Sungai Lumpur Kabupaten Oki Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal Vol.
9 (1) : 33-42

Rasyid A. 2009. Distribusi Klorofil-a pada Musim Peralihan Barat-Timur di Perairan


Spermonde Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 9 (2) :
125-132

Ridho MR, Enggar P, Yenni SM. 2020. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton, Konsentrasi
Klorofil-A Dan Kualitas Perairan Pesisir Sungsang, Sumatera Selatan. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol 12 (1) : 1-8
PRAKTIKUM-6
TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS)

A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menganalisis pola sebaran konsentrasi TSS
menggunakan data citra Sentinel-2.
2. Mahasiswa mengetahui algoritma dalam menentukan pola sebaran
konsentrasi TSS

B. Landasan Teori
Menurut Saiful et al (2020) Total Suspended Solid (TSS) adalah bahan
tersuspensi dengan diameter > 1 µm yang tertahan pada saringan milipore dengan
diameter pori 0.45 µm. Kandungan TSS utama di perairan ialah kikisan tanah atau
erosi tanah yang terbawa ke badan air. Penyebaran TSS di perairan dan estuari
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain musim, arus, dan pasang surut.
Total Suspended Solid (TSS) merupakan tempat berlangsungnya reaksi-
reaksi heterogen yang berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling
awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan.
Konsentrasi TSS yang terlalu tinggi akan menghambat penetrasi cahaya ke dalam
air dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis di perairan (Jiyah et al.
2017). Acuan untuk menentukan kualitas suatu perairan dapat dilihat melalui TSS
yang ada di permukaan perairan dan akan menjadi penentu sifat optik alami air laut
maupun air sungai (Arief et al. 2016).
Total Suspended Solid dapat diukur secara langsung (insitu) dan tidak
langsung yaitu melalui teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan data
citra Sentinel-2A. Menurut Milenia et al (2021) produk citra Sentinel level 2A
memiliki nilai reflektansi Bottom of Atmosphere yakni reflektan pada objek yang
telah terkoreksi atmosfer. Menurut Hidayat dan Khakim (2017), salah satu
parameter kualitas perairan yang dapat dikaji menggunakan penginderaan jauh
adalah Total Suspended Solid. Citra Sentinel-2 merupakan salah satu citra satelit
yang memiliki 13 band, 4 band beresolusi 10 m, 6 band beresolusi 20 m, dan 3 band
beresolusi spasial 60 m dengan area sapuan 290 km (Putri et al. 2021).
C. Prosedur Kerja
1. Download Data
 Buka website https://earthexplorer.usgs.gov/ kemudian login dan tentukan
daerah kajian serta periode citra. Kemudian klik data sets.

 Centang pada data Sentinel-2 kemudian pilih results.

 Pilih data yang bersih dari tutupan awan kemudian unduh.


2. Download dan Install Sen2Cor
 Buka website https://step.esa.int/main/snap-supported-plugins/sen2cor/
pilih Sen2Cor_V2.10

 Scroll ke bawah dan pilih sistem operasi komputer yang digunakan.

 Ekstrak Sen2Cor pada driver C (local disk C:\).


3. Download dan Install SNAP
 Buka website https://step.esa.int/main/download/snap-download/ kemudian
pada sentinel toolboxes pilih sistem operasi yang digunakan.

 Klik dua kali pada installer SNAP kemudian klik next.

 Pastikan Sentinel toolboxes 1, 2, dan 3 tercentang. Kemudian klik next.


 Centang semua file association kemudian next.

 Tunggu proses instalasi selesai kemudian klik finish.

4. Koreksi Atmosferik
 Buka command prompt kemudian ketik “cd C:\Sen2Cor-02.10.01-win64”
tanpa tanda petik kemudian enter.
 Buka folder kemudian copy address as text pada lokasi penyimpanan file
MTD dari data citra yang digunakan.

 Pada command prompt, ketik L2A_process.bat --resolution 10 “(address


file MTD data citra)” kemudian klik enter.

 Tunggu progress mencapai 100%.


5. Pengolahan TSS
 Buka software SNAP kemudian pilih file, klik open product, lalu pilih
folder hasil koreksi atmosferik, dan klik file MTD.

 Klik kanan pada product kemudian pilih open RGB window. Karakteristik
citra sentinel-2 (band merah = B4, band hijau = B3, dan band biru = B2).

 Zoom in pada daerah kajian kemudian klik raster dan pilih subset. Pada
reference band gunakan band 2.
 Klik raster, kemudian pilih geometric, lalu pilih resampling.

 Pada resampling parameter gunakan B2 sebagai reference band dan save as


beam dimap kemudian pilih klik run.

 Klik kanan pada product hasil resampling kemudian pilih band maths dan
ubah nama menjadi NDWI. Klik edit expression.
 Masukkan rumus NDWI kemudian pastikan no error. Kemudian klik ok.

 Klik kanan kembali pada hasil resampling kemudian klik band maths. Pada
kolom name ubah menjadi algoritma Liu dan kolom unit menjadi mg/L.
pada edit expression masukkan if NDWI>0.1 then 2950*pow(B7,
1.357)else NaN. Pastikan No error, lalu klik ok.

 Pada colour manipulation klik editor kemudian ubah colour rump menjadi
7 color.
 Klik kanan pada hasil band maths kemudian pilih convert band.

 Klik kanan pada product, lalu pilih save product as.

 Buka ArcMAP kemudian add data dan masukkan hasil algoritma


pengolahan di SNAP.
 Klik kanan pada data TSS kemudian pilih properties, pilih symbology
kemudian klik classified. Ubah kelas menjadi 7 dan ubah colour ramp.

 Layout hasil pengolahannya.


Praktikum-7
Google Earth Engine 101

A. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui kegunaan dan fungsi apa saja yang terdapat
pada laman internet Geographic Information System (GIS) milik Google yaitu
Google Earth Engine.

B. Tujuan

Google Earth Engine (GEE) ialah perangkat lunak GIS berbasis cloud milik
Google. Aplikasi ini sangat cocok bagi orang dari tingkat pemula hingga mahir.
Bahkan, output gambar dari Google Earth Engine sudah digunakan oleh berbagai
macam artikel jurnal internasional. Cukup mendaftar ke Google Earth
Engine https://earthengine.google.com/ dengan syarat sudah memiliki akun Gmail
saja karna ini satu grup dengan aplikasi Gmail yang lain. Laman internet yang akan
digunakan pada praktikum ini ialah https://code.earthengine.google.com/ yang
mana pada laman tersebut user dapat melakukan kegiatan survei melalui jarak jauh
atau penginderaan jauh.
GEE ini mempunyai keunggulan dataset yang lengkap dari berbagai satelit
yang tersedia. Dataset tersebut bisa dicari melalui fitur search yang ada pada bagian
header laman internet GEE. Pengoperasian GEE hanya dapat dilakukan
menggunakan bahasa pemrograman JavaScript. Berikut ialah komponen yang ada
pada Google Earth Engine (GEE):
1. Dataset
Anda tidak perlu repot-repot mencari sumber citra skala menengah yang
tersedia secara publik lagi melalui platform USGS maupun ESA, Google
Earth Engine telah mengumpulkannya menjadi satu di platformnya. Google
Earth Engine memiliki arsip citra penginderaan jauh berukuran petabyte
yang siap user gunakan. Sangat praktis untuk analis geografis.
2. Kemampuan Komputasi
Saat user menggunakan Google Earth Engine, sejatinya Anda tidak
menggunakan perangkat user sendiri sebagai ‘pemikir’ dari proses yang
akan dilakukan. Dengan ukuran data sebesar ini, sangat mungkin perangkat
tidak dapat memproses dengan baik. Infrastruktur Google sebagai cloud
yang akan user gunakan untuk Google Earth Engine merupakan tawaran
yang sangat menarik (yang mana tidak berbayar), ditambah dengan data
library yang begitu lengkap.
3. APIs
Google Earth Engine juga menawarkan Application Programming Interface
(API) dengan menggunakan JavaScript dan Python yang dihostkan ke
Github, membuatnya mudah untuk melakukan request ke server Google
Earth Engine. Documentation dan forum yang telah ada cenderung
mengarah kepada kemudahan dalam menggunakan JavaScript daripada
Python.
4. Code Editor
Google Earth Engine juga menawarkan Integrated Development
Environment (IDE) dalam jaringan untuk kecepatan dalam membuat
prototype serta visualisasi data spasial yang kompleks dengan analisis yang
kompleks pula menggunakan JavaScript API.

Berikut User Interface dari Google Earth Engine:

Anda mungkin juga menyukai