Artikel Lili Giyanti (PKN)
Artikel Lili Giyanti (PKN)
GLOBALISASI
DISUSUN OLEH :
NIM : 049545409
PRODI : MANAJEMEN
MATKUL : PKN
SESI :7
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2023
PENDAHULUAN
Artikel ini akan membahas sejumlah tantangan yang dihadapi oleh otonomi daerah dalam konteks
globalisasi, memperhatikan aspek-aspek krusial yang memengaruhi keberhasilan implementasi
kebijakan otonomi. Tantangan seperti ketidaksetaraan antar daerah, dampak globalisasi,
koordinasi antar pemerintah, teknologi dan inovasi, pengelolaan sumber daya alam, pendidikan,
partisipasi masyarakat, dan kolaborasi lintas sektor menjadi fokus utama dalam menggambarkan
kompleksitas dan relevansi otonomi daerah di tengah arus globalisasi. Pentingnya memahami
bagaimana otonomi daerah beradaptasi dengan perkembangan global menjadi landasan untuk
menyelami tantangan dan peluang yang dihadapi oleh pemerintah daerah.
KAJIAN PUSTAKA
1. Tantangan Administratif
Tantangan administratif dalam otonomi daerah meliputi kurangnya sumber daya manusia yang
berkualitas, kurangnya infrastruktur, dan kurangnya akses terhadap teknologi informasi.
Hal ini dapat menghambat efisiensi dan efektivitas pemerintah daerah dalam menyelenggarakan
pelayanan publik.
2. Tantangan Keuangan
Otonomi daerah juga dihadapkan pada tantangan keuangan, di mana pemerintah daerah sering
kali mengalami kesulitan dalam mengelola keuangan daerah, terutama terkait dengan pendapatan
asli daerah (PAD) dan ketergantungan pada dana transfer dari pemerintah pusat.
Dalam konteks ini, pembahasan tentang ketidaksetaraan antar daerah menggambarkan perlunya
kebijakan yang mengatasi kesenjangan ekonomi dan sosial untuk memastikan bahwa setiap
daerah dapat mengambil manfaat maksimal dari otonomi. Sementara itu, dampak globalisasi
menjadi sorotan khusus dalam menyelidiki bagaimana pemerintah daerah dapat mengelola
tantangan seperti persaingan global dan fluktuasi ekonomi untuk mencapai pembangunan yang
berkelanjutan. Dengan membahas sejumlah tantangan tersebut, artikel ini bertujuan untuk
merangkum berbagai aspek yang perlu diperhatikan dalam membangun otonomi daerah yang
efektif di era globalisasi. Mulai dari manajemen sumber daya lokal hingga adaptasi terhadap
perubahan teknologi, setiap aspek memainkan peran penting dalam menentukan keberhasilan
otonomi daerah sebagai instrumen pembangunan yang mampu memberikan dampak positif bagi
masyarakat lokal serta kontribusi yang signifikan bagi pembangunan nasional secara
keseluruhan.
Otonomi daerah merupakan salah satu bentuk implementasi pemerintahan yang memberikan
keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengelola urusan lokal mereka sendiri. Di era
globalisasi seperti sekarang, konsep otonomi daerah menjadi semakin relevan dan penting dalam
menjawab kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dan beragam. Namun, bersama dengan
potensi positifnya, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi agar otonomi daerah dapat
berjalan efektif dan berdampak positif bagi pembangunan nasional.
Salah satu tantangan utama adalah ketidaksetaraan antar daerah. Meskipun otonomi daerah
memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya dan
pembangunan lokal, beberapa daerah mungkin masih menghadapi kesenjangan ekonomi, sosial,
dan infrastruktur. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah pusat untuk memastikan bahwa
kebijakan otonomi daerah tidak hanya menguntungkan daerah yang sudah maju, tetapi juga
mendukung pertumbuhan dan perkembangan daerah yang masih tertinggal.
Selain itu, dampak globalisasi juga menjadi faktor kunci yang memengaruhi otonomi daerah.
Keberadaan pasar global, teknologi informasi, dan konektivitas internasional dapat membawa
tantangan baru seperti persaingan global, fluktuasi ekonomi global, dan ketidakpastian
politik.Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu memiliki kapasitas yang memadai untuk
beradaptasi dengan perubahan-perubahan ini dan memanfaatkannya sebagai peluang untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
antangan lainnya adalah masalah koordinasi antar pemerintah daerah dan pusat. Seringkali,
koordinasi yang lemah dapat mengakibatkan tumpang tindih kebijakan dan kurang efisiennya
pengelolaan sumber daya. leh karena itu, perlu ada mekanisme yang efektif untuk memastikan
kolaborasi yang baik antara pemerintah daerah dan pusat guna mencapai tujuan pembangunan
nasional secara bersama-sama. Di tengah era globalisasi yang membawa perubahan secara cepat,
adaptasi terhadap teknologi dan inovasi juga menjadi sebuah tantangan serius bagi otonomi
daerah. Pemerintah daerah perlu memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan teknologi
informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, serta memanfaatkan inovasi
untuk merumuskan kebijakan yang responsif terhadap perubahan yang terjadi. Selain itu,
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan menjadi isu krusial dalam konteks otonomi daerah
di era globalisasi.
Persaingan global merupakan salah satu tantangan utama dalam otonomi daerah. Di era yang
serba terhubung, daerah-daerah di Indonesia dituntut untuk lebih inovatif dan kompetitif dalam
berbagai aspek, mulai dari ekonomi hingga pariwisata. Bagaimana cara daerah menghadapi
persaingan ini ? Kita akan bahas strategi-strateginya. Dari aspek ekonomi, persaingan global
memaksa daerah untuk mengoptimalkan potensi lokal yang unik dan berbeda dari daerah lain. Ini
termasuk pengembangan produk lokal, pariwisata, dan layanan yang berorientasi ekspor. Tapi,
tantangan ini juga membawa peluang, lho
Keterbatasan sumber daya menjadi tantangan selanjutnya. Dengan sumber daya yang terbatas,
bagaimana daerah bisa mengoptimalkannya untuk menghasilkan output yang maksimal? Ini
adalah pertanyaan yang sering muncul dalam diskusi pembangunan daerah.
Daerah harus pintar-pintar dalam mengalokasikan sumber daya yang ada, baik itu sumber daya
alam maupun manusia, untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Mengadopsi teknologi terkini
dan inovasi bisa menjadi salah satu solusinya.
Ketergantungan pada pemerintah pusat seringkali menjadi batu sandungan dalam pelaksanaan
otonomi daerah. Bagaimana daerah bisa mandiri sambil tetap sinkron dengan kebijakan pusat?
Ini membutuhkan keseimbangan yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal alokasi
anggaran, kebijakan, dan pelaksanaan program. Koordinasi yang efektif dan efisien menjadi
kunci dalam hal ini.
- Perubahan Sosial dan Budaya
Perubahan sosial dan budaya juga menjadi tantangan tersendiri di era globalisasi. Bagaimana
daerah mempertahankan identitas lokalnya sambil tetap terbuka dengan pengaruh global? Daerah
harus cerdas dalam mengelola perubahan sosial dan budaya ini. Menjaga warisan budaya lokal
sambil mengadopsi aspek positif dari globalisasi adalah salah satu caranya.
Berikut ini adalah contoh artikel tentang Menghadapi tantangan otonomi daerah di era globalisasi
:
Untuk mengatasi tantangan administratif, diperlukan penguatan sumber daya manusia melalui
pelatihan dan pendidikan yang berkualitas. Pemerintah daerah juga perlu memperhatikan
pengembangan infrastruktur dan akses terhadap teknologi informasi guna meningkatkan efisiensi
pelayanan publik. Untuk menghadapi tantangan-tantangan di atas, peningkatan kualitas sumber
daya manusia dan strategi pembangunan yang sesuai sangat diperlukan. Ini mencakup
pendidikan, pelatihan, dan pengembangan kebijakan yang mendukung inovasi dan kreativitas.
Daerah harus proaktif dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pendidikan dan
pelatihan. Selain itu, pengembangan ekosistem inovasi lokal juga penting untuk mendorong
kreativitas dan pertumbuhan ekonomi.Kolaborasi antar daerah dan dengan sektor swasta juga
bisa menjadi strategi efektif. Melalui kerjasama ini, daerah dapat saling belajar dan berbagi
praktik terbaik dalam pembangunan dan pengelolaan sumber daya.
Untuk mengatasi tantangan sosial dan budaya, pemerintah daerah perlu memperkuat identitas
lokal dan mempromosikan keragaman budaya sebagai kekuatan dalam pembangunan daerah.
Peningkatan dialog antar masyarakat dari berbagai latar belakang juga menjadi kunci dalam
mengatasi konflik sosial.
Saat ini globalisasi dan desentralisasi merupakan dua isu utama yang memengaruhi tatanan
sistem perdagangan, baik dalam kegiatan produksi, pemasaran, distribusi, dan lain-lain. Era
globalisasi menuntut setiap pelaku ekonomi untuk meningkatkan kemampuan bersaing, baik
dalam memproduksi, memasarkan, maupun menerobos pasar yang batas-batasnya semakin tidak
jelas, serta dalam suatu kerangka persaingan yang sangat kompetitif. Demikian pula era otonomi
daerah harus selaras dengan kecenderungan era globalisasi. Otonomi daerah tidak boleh paradoks
dengan kecenderungan globalisasi, apabila sistem ekonomi Indonesia ingin selamat dari terpaan
globalisasi ekonomi dunia.
Dalam perjalanannya, penerapan otonomi daerah belum seiring dengan semangat yang
terkandung dalam UU No 22/1999. Hal ini tercermin dengan belum optimalnya kinerja
pemerintah daerah karena munculnya perda-perda berupa pajak dan retribusi yang menimbulkan
biaya tinggi sehingga mengurangi daya saing. Implementasi kebijakan otonomi daerah dalam
rangka menjawab tuntutan local dan desakan kecenderungan arus global, perlu dicermati
mengingat kondisi masa transisi yang labil dan potensi konflik horizontal dapat menjadi
kerusuhan massal dan perpecahan bangsa. Masa transisi yang labil memerlukan rekonsiliasi elit
yang diikuti dengan pemulihan ekonomi dan politik sampai tingkat local. Kekhawatiran tersebut
mengingat selama ini kita tidak terbiasa berbeda pendapat dan beragumen secara baik, yang
sering kita alami adalah realitas perbedaan pendapatan dan arogansi kekuasaan.
Oleh karena itu, tujuan dan fokus dari kebijakan perdagangan adalah bagaimana membangun
daya saing berkelanjutan dari produk-produk Indonesia di pasar internasional yang dilandasi oleh
kompetensi inti yang didukung oleh seluruh potensi yang dimiliki bangsa Indonesia secara
tersinergi baik sektoral maupun dengan seluruh kabupaten kota. Pada era perdagangan bebas ini,
kebijakan perdagangan lebih difokuskan pada penurunan tarif bea masuk dan penghapusan
nontarif. Kebijakan perdagangan ini dimulai dengan diberlakukannya AFTA pada 2002 yang
dicetuskan pada 1992 serta deklarasi pimpinan APEC pada 1994. Kebijakan tersebut tertuang
dalam paket-paket deregulasi yang berisikan penurunan tarif impor dan penghapusan hambatan
nontarif. Kebijakan perdagangan pada masa krisis, banyak dipengaruhi oleh kesepakatan dengan
Dana Moneter Internasional (IMF) atau disebut letter of intent (LoI), yang membawa arah pada
mekanisme pasar yang diharapkan mampu membawa perdagangan lebih efisien dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.
Tidak heran, Menperindag melakukan serangkaian tata niaga seperti gula, beras dan garam
sebagai upaya untuk menghadapi serbuan produk dari asing yang berujung pada kerugian petani.
Apesnya lagi, Deperindag dan aparat Bea Cukai kemudian harus kebobolan ratusan ribu ton gula
ilegal yang merembes lewat jaringan organisasi yang cukup kuat. Keadaan semakin dipersulit
akibat sistem distribusi yang belum efisien yang ditandai dengan tingginya rasio biaya logistik
terhadap nilai tambah, kurang mampunya para eksportir untuk menembus negara tujuan ekspor
secara langsung, rendahnya kemampuan para eksportir dalam melakukan market intelligence,
promosi, kerja sama (aliansi) dengan mitra internasional, serta bermunculannya standar teknis
perdagangan (technical barrier to trade) dan ketentuan mengenai kesehatan, keamanan,
keselamatan. Kesemua itu menambah beban serta mempersulit produk-produk Indonesia untuk
melakukan penetrasi ke pasar internasional. Untuk dapat melaksanakan hal-hal tersebut di atas,
maka strategi pengembangan perdagangan akan dilakukan dengan pendekatan terintegrasi dan
efisien, melalui pengelolaan permintaan (demand management), serta pemanfaatan secara
optimal pengelolaan sumber daya produktif (resource management). Strategi ini akan didukung
oleh pengelolaan jaringan (networking management) yang efisien dan efektif, pengembangan
instrumen perdagangan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, serta pembangunan
infrastruktur fisik maupun nonfisik yang menunjang.
Sektor Industri di tangan Deperindag cenderung mengutamakan industri berbasis lokal seperti
perkapalan, otomotif, serta agrobisnis.Untuk mendukung produk industri berbasis agro, pokok-
pokok rencana aksi jangka menengah yang akan dilakukan adalah memfasilitasi dunia usaha
untuk melakukan promosi ekspor, mendapatkan pendanaan melalui skema resi gudang dengan
agunan komoditas, memberikan kepastian kualitas, kuantitas dan harga dengan menggunakan
sarana pasar lelang komoditas agro. Sedangkan untuk industri alat angkut, pokok-pokok rencana
aksi yang akan dilakukan yaitu mengembangkan bursa komponen buatan dalam negeri dan kerja
sama dengan luar negeri dalam penetrasi pasar. Selain itu, untuk mendukung pemasaran produk
kelautan prioritas, maka pokok-pokok rencana aksi yang akan dilakukan dalam jangka menengah
adalah menyediakan fasilitasi sarana distribusi, cold storage, cool box dan pabrik es mini,
pengawasan standar impor; dan promosi produksi olahan. Untuk mencapai target peningkatan
perdagangan dalam negeri, pokok-pokok rencana jangka menengah adalah membangun sistem
distribusi yang efisien dan efektif; menyempurnakan perangkat peraturan dan mendorong pelaku
usaha/asosiasi untuk membentuk lembaga sertifikasi dan akreditasi tenaga jasa profesi;
membangun proyek percontohan sistem distribusi yang efisien dan efektif dengan
pendekatan supply chain. Di samping itu diperlukan pembentukan kelembagaan perlindungan
konsumen; menyusun sistem pengawasan barang beredar dan jasa; melakukan kampanye,
promosi, dan sosialisasi penggunaan produksi dalam negeri. Upaya lainnya, membangun sarana
perdagangan yang dapat mempromosikan hasil produksi wilayah perbatasan; membangun basis-
basis produksi sesuai dengan potensi daerah dan kebutuhan negara tetangga; penataan kembali
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan UU-Metrologi Legal;
membentuk kelembagaan pengelola sentra dana berjangka dan penasihat; serta membangun pasar
lelang regional.
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam era globalisasi, otonomi daerah dihadapkan pada berbagai tantangan yang meliputi
administratif, keuangan, sosial, dan budaya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah di era globalisasi memerlukan
pendekatan yang holistik dan berkelanjutan guna mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi.