Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 3

MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Tutor: Intan Indah Megasari (01003714)

Disusun oleh:

Ayu Andika Larasati

051453864

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TERBUKA BANDUNG

2023.2
Tantangan Otonomi Daerah dalam Era Globalisasi
Ayu Andika Larasati
Universitas Terbuka

Abstrak
Artikel ini mengulas tantangan otonomi daerah di era globalisasi dengan fokus pada perubahan
dinamika pemerintahan daerah yang mempengaruhi implementasi otonomi. Keterbatasan sumber
daya, ketidaksetaraan pembangunan, dampak teknologi, dan perubahan sosial dan budaya menjadi
sorotan utama. Melalui kajian pustaka dan pembahasan, artikel ini memberikan pemahaman
mendalam tentang kompleksitas tantangan yang dihadapi otonomi daerah. Kesimpulan dan saran
disajikan untuk merumuskan langkah-langkah strategis dalam menghadapi tantangan tersebut.
Kata Kunci: Otonomi Daerah, Globalisasi, Pembangunan

Pendahuluan
Otonomi daerah di Indonesia merupakan hasil dari reformasi pemerintahan yang
diperkenalkan untuk memberikan kekuasaan lebih kepada pemerintah daerah. Namun, di tengah era
globalisasi, otonomi daerah menghadapi sejumlah tantangan yang perlu dicermati. Keterbatasan
sumber daya, ketidaksetaraan pembangunan, dampak teknologi, dan perubahan sosial dan budaya
menjadi dinamika yang mempengaruhi efektivitas otonomi.
Dalam perjalanan sejarah pemerintahan Indonesia, implementasi otonomi daerah telah menjadi
tonggak penting setelah reformasi 1998. Kehadiran otonomi daerah bertujuan memberikan kekuasaan
lebih kepada pemerintah daerah, memungkinkan mereka mengelola dan mengatur urusan lokal sesuai
kebutuhan masyarakat setempat. Namun, di tengah laju globalisasi yang semakin cepat, otonomi
daerah menghadapi tantangan yang kompleks, menggiring pemerintah daerah untuk menyesuaikan
diri dengan dinamika global.
Tantangan pertama yang muncul adalah keterbatasan sumber daya, terutama dalam hal
keuangan dan sumber daya manusia. Otonomi daerah hanya dapat optimal jika didukung oleh sumber
daya yang memadai. Selanjutnya, ketidaksetaraan pembangunan antardaerah menjadi masalah yang
membutuhkan solusi menyeluruh. Kesulitan ekonomi dan sosial daerah tertinggal seringkali menjadi
hambatan dalam meraih manfaat penuh dari otonomi. Dalam konteks ini, dampak teknologi yang tak
henti berkembang turut memberikan dinamika baru, menciptakan kesenjangan digital dan

1
memerlukan penyesuaian strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Terakhir, perubahan
sosial dan budaya akibat globalisasi menantang identitas lokal, menghadirkan dilema antara menjaga
keunikan daerah atau merespons arus global.
Kajian pustaka dan pembahasan mendalam tentang tantangan otonomi daerah di era
globalisasi menjadi esensi dari upaya memahami kompleksitas dinamika ini. Artikel ini akan
menguraikan secara lebih rinci permasalahan tersebut, memberikan gambaran komprehensif yang
mendukung perumusan langkah-langkah strategis untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.

Kajian Pustaka
Otonomi daerah di Indonesia telah dijalankan selama lebih dari satu dekade. Penetapan
otonomi daerah pertama kali terjadi melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, yang telah mengalami beberapa kali perubahan hingga saat ini. Implementasi
otonomi daerah di Indonesia telah mengubah struktur pemerintahan negara dan memberikan dampak
signifikan pada kehidupan masyarakat dalam berbagai sektor.
Di era globalisasi saat ini, konsep otonomi daerah menjadi semakin penting dan relevan untuk
mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dan beragam. Meskipun membawa
potensi positif, tantangan-tantangan tertentu harus dihadapi agar otonomi daerah dapat berfungsi
secara efektif dan memberikan dampak positif pada pembangunan nasional. Beberapa tantangan
tersebut antara lain:
1. Keterbatasan Sumber Daya
Otonomi daerah seringkali terkendala oleh keterbatasan sumber daya, terutama dalam hal
keuangan dan sumber daya manusia. Kondisi ini memerlukan kebijakan yang mendukung
pengelolaan sumber daya secara efisien dan pemberdayaan masyarakat lokal.
2. Ketidaksetaraan Pembangunan
Kesenjangan antara daerah maju dan tertinggal menjadi salah satu hambatan utama. Perlu
ada upaya untuk mengurangi kesenjangan ini melalui program pembangunan yang merata dan
peningkatan kapasitas daerah yang tertinggal.
3. Dampak Teknologi
Kemajuan teknologi memberikan dampak signifikan pada penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Pemanfaatan teknologi harus diimbangi dengan pemberdayaan masyarakat dalam
penggunaannya agar tidak menambah kesenjangan digital.
4. Perubahan Sosial dan Budaya
2
Otonomi daerah harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan sosial dan budaya
yang terjadi akibat globalisasi. Perlindungan dan pelestarian budaya lokal menjadi kunci untuk
menjaga identitas daerah.

PEMBAHASAN
Konsep pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu gagasan yang sangat menjanjikan
terhadap kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Namun, pada kenyataannya,
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan yang signifikan,
menjauh dari harapan awalnya. Tantangan tersebut muncul dari berbagai aspek kehidupan
masyarakat, terutama di bidang hukum dan sosial budaya.
Otonomi daerah di Indonesia diterapkan segera setelah angin sejuk reformasi melanda negara
ini. Dalam suasana reformasi yang penuh euforia dan di tengah krisis ekonomi yang merugikan
rakyat, Indonesia memutuskan untuk menerapkan otonomi daerah. UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dijadikan dasar pelaksanaan otonomi, kemudian mengalami Judicial Review
dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Judicial review ini dilakukan sebagai
respons terhadap berbagai kritik dan tanggapan terhadap implementasi otonomi daerah.
Pemerintahan daerah kemudian dihadapkan pada tugas memahami peraturan perundang-
undangan hasil judicial review. Tanpa pemahaman yang baik dari aparat, pelaksanaan otonomi daerah
di berbagai Kabupaten/Kota di Indonesia menjadi kehilangan maknanya. Hal ini menciptakan dilema
hukum di mana peraturan perundang-undangan tidak selaras dengan realitas hukum masyarakat,
sehingga kehilangan nilai sosialnya dan tidak dapat dilaksanakan secara efektif.
Dalam menghadapi tantangan otonomi daerah di era globalisasi, perlu dipahami bahwa setiap
daerah memiliki karakteristik dan kondisi yang berbeda. Salah satu tantangan mendasar adalah
keterbatasan sumber daya, terutama keuangan dan sumber daya manusia. Banyak pemerintah daerah
yang masih menghadapi kendala dalam menyediakan layanan dasar dan membangun infrastruktur
karena keterbatasan anggaran. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah
dalam pengalokasian sumber daya untuk memastikan bahwa setiap daerah dapat memenuhi kebutuhan
masyarakatnya.
Selanjutnya, ketidaksetaraan pembangunan antardaerah menjadi fokus utama. Beberapa daerah
maju lebih cepat dalam pemanfaatan otonomi, sedangkan daerah tertinggal seringkali kesulitan untuk
mengoptimalkan potensi lokal mereka. Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan yang mendukung
pemerataan pembangunan, memberikan peluang setiap daerah untuk berkembang secara merata.
3
Dalam hal ini, pemanfaatan teknologi dapat menjadi kunci untuk mengatasi kesenjangan, memberikan
peluang bagi daerah terpencil untuk terhubung dengan lebih baik ke sumber daya dan pasar global.
Dampak teknologi juga menciptakan tantangan baru, terutama dalam hal kesenjangan digital.
Daerah yang memiliki keterbatasan akses dan keterampilan teknologi sering kali tertinggal dalam
pemanfaatan potensi ekonomi digital. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama antara pemerintah,
sektor swasta, dan masyarakat untuk meningkatkan literasi digital dan menyediakan infrastruktur
teknologi yang memadai.
Terakhir, globalisasi membawa perubahan sosial dan budaya yang dapat mengancam identitas
lokal. Daerah-daerah yang memiliki kekayaan budaya dan tradisional perlu merancang kebijakan yang
dapat melindungi dan mempromosikan warisan budaya mereka. Pemerintah daerah dapat
memanfaatkan potensi pariwisata lokal sebagai salah satu strategi untuk mempertahankan dan
mengembangkan identitas kultural.

PENUTUP
Dalam menghadapi tantangan otonomi daerah di era globalisasi, perlu diakui bahwa perjalanan
menuju pemerintahan yang efektif dan berkelanjutan adalah suatu proses yang kompleks. Tantangan
finansial, ketidaksetaraan pembangunan, kesenjangan digital, dan pelestarian identitas kultural
menjadi dinamika yang memerlukan solusi holistik. Pemerintah daerah perlu bersinergi dengan
pemerintah pusat, sektor swasta, dan masyarakat dalam merancang dan melaksanakan kebijakan yang
mampu mengatasi permasalahan ini.
A. Kesimpulan
Pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur, pemerataan pembangunan, dan
literasi digital menjadi kunci dalam mewujudkan otonomi daerah yang efektif. Pemanfaatan
teknologi, terutama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital, menjadi strategi penting
untuk mengurangi kesenjangan antardaerah. Sementara itu, upaya pelestarian budaya dan
identitas lokal melalui pariwisata menjadi langkah nyata dalam menjaga keberagaman dan
kekayaan bangsa.
Dengan demikian, kesinambungan penerapan otonomi daerah membutuhkan kerjasama
yang solid antara berbagai pihak. Keberhasilan pembangunan daerah tidak dapat dipisahkan dari
kontribusi aktif masyarakat, kebijakan yang inklusif, dan pemanfaatan teknologi yang cerdas.
Hanya melalui sinergi ini, otonomi daerah dapat menjadi pilar utama dalam membangun negara
yang adil, berkeadilan, dan tangguh di era globalisasi ini. Tantangan otonomi daerah di era
4
globalisasi memerlukan pemahaman mendalam dan solusi yang cerdas. Berikut beberapa elemen
kunci dalam menghadapi dinamika kompleks ini:
1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia: Mengembangkan program pelatihan dan
pendidikan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di pemerintah daerah.
2. Pengembangan infrastruktur dan akses: Investasi dalam infrastruktur dan akses informasi
menjadi langkah penting untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah.
3. Pemberdayaan masyarakat dalam teknologi: Mendorong partisipasi masyarakat dalam
pemanfaatan teknologi, termasuk penyediaan pelatihan dan akses yang merata.
4. Perlindungan dan pelestarian budaya lokal: Merumuskan kebijakan yang mendukung
pelestarian budaya lokal melalui pendekatan partisipatif dan inklusif.

B. Saran
1. Penguatan Kerjasama Antar Daerah: Diperlukan kerjasama yang erat antar pemerintah
daerah, baik dalam bentuk program bersama maupun pertukaran pengalaman dan
pembelajaran terbaik. Hal ini dapat membantu daerah yang masih menghadapi tantangan
tertentu dengan memanfaatkan keahlian dan keberhasilan daerah lain.
2. Peran Aktif Masyarakat: Masyarakat sebagai pemangku kepentingan utama perlu
diberdayakan untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
Melalui pendekatan partisipatif, kebijakan yang dihasilkan dapat lebih merespons kebutuhan
dan aspirasi masyarakat.
3. Diversifikasi Sumber Pendapatan: Pemerintah daerah perlu mencari alternatif sumber
pendapatan yang berkelanjutan, seperti pengembangan sektor pariwisata, pertanian berbasis
teknologi, atau ekonomi kreatif. Diversifikasi sumber pendapatan akan mengurangi
ketergantungan pada sektor tertentu dan meningkatkan ketahanan ekonomi daerah.
4. Penguatan Infrastruktur Teknologi: Investasi dalam infrastruktur teknologi, terutama akses
internet dan literasi digital, akan mendukung pertumbuhan ekonomi digital dan
memberdayakan masyarakat. Ini termasuk pelatihan bagi pekerja lokal untuk mengadopsi
teknologi terkini.
5. Promosi Pariwisata Lokal: Pariwisata dapat menjadi sumber pendapatan yang signifikan dan
alat untuk melestarikan budaya lokal. Pemerintah daerah dapat mempromosikan destinasi
wisata unggulan mereka dengan mempertahankan keberagaman budaya dan alam yang unik.
6. Pengembangan Kebijakan Inklusif: Perlu adanya kebijakan yang inklusif dan berkeadilan,

5
mengakomodasi keberagaman dan kepentingan masyarakat. Proses perencanaan dan
pengambilan keputusan harus memastikan keterlibatan semua pihak terkait.
Melalui penerapan saran-saran ini, diharapkan pemerintah daerah dapat mengatasi
tantangan otonomi di era globalisasi dengan lebih efektif dan merangsang pembangunan yang
berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Hany, Aviva F., Siregar, Nenggi S., & Heman, S. (2020). Aktualisasi Kesadaran Bela Negara Bagi
Generasi Muda Dalam Meningkatkan Ketahanan Nasional. Diakses dari:
https://www.academia.edu/49194410/AKTUALISASI_KESADARAN_BELA_NEGARA_BA
G I_GENERASI_MUDA_DALAM_MENINGKATKAN_KETAHANAN_NASIONAL
Johnson, A. (2018). Youth in Politics: Agents of Change. Political Science Quarterly, 133(3), 451-468.
Kardiman, Y., Tuty., & S. Alam. (2018). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Untuk
SMA/MA Kelas XII. Erlangga.
Kokotiasa, W. (2021). Kolerasi Otonomi Desa dalam Proses Globalisasi. Jurnal Administrasi
Pemerintahan Desa, V2.i1.Maret 2021.
Lasiyo, Wikandaru, R., & Hastangka. (2021). Pendidikan Kewarganegaraan Edisi 3. Universitas
Terbuka.
Lubis, Y., & Sodeli, M. (2015). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pusat Kurikulum dan
Perbukuan.
Rochimudin. (2023). Pendidikan Pancasila SMA/MA Kelas X. PT Bumi Aksara.
Smith, J. (2019). The Role of Youth Entrepreneurship in Economic Growth. Journal of Economic
Development, 45(2), 117-132.
Debora Sanur Lindawaty, Dukungan Pemerintah Terhadap Otonomi Desa: Perbandingan Indonesia
dan Cina, Politica Vol. 3, No. 2, November 2012.
Kansil, C.S.T. (1991). Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah, Dilengkapi dengan Pemerintah
Desadan Pembangunan Desa. Rineka Cipta.
Muhammad Asfar, (2001). Implementasi Otonomi Daerah, CPPS-Pusdeham, Surabaya.
Jati, W. R. (2104). Globalisasi dan Kemiskinan Desa: Analisa Struktur Ekonomi Politik Pedesaan,
Jurnal Penelitian Politik, Volume 11 No. 2 Desember 2014.

Anda mungkin juga menyukai