Juniyanto a
a
Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kabupaten Gunungkidul, DIY Yogyakarta, Indonesia
I N F O R M A S I A R T IK E L ABSTRACT
Article history: The purpose of this study was to find indicators in the dimensions of governance,
Dikirim tanggal: 10 Desember 2021 administration, autonomy, mutuality and norms to measure the collaboration of
Revisi pertama tanggal: 10 Maret 2022 regional apparatus and calculate the total score and each score in the dimensions of
Diterima tanggal: 17 Maret 2022
governance, administration, autonomy, mutuality and norms of collaboration of
Tersedia online tanggal: 12 April 2022
regional apparatus in the Regency Regional Government. South Mountain. The
result of the research is that there are 26 indicators that represent a multidimensional
collaboration scale that has a valid measure based on theoretical and statistical data
from the five dimensions . The conclusions are some inputs for the Government in
Gunungkidul Regency, namely (a) increasing informal relations, (b) increasing
leadership in carrying out the roles and responsibilities of each regional apparatus
in collaboration, (c) simplify the organizational structure to maximize the division
of roles and authority; (d) increasing transparency in building commitment to
sustainable collaboration; and (e) increasing self-capacity and building more trust
among regional officials.
Keywords: collaboration, regional
apparatus, governance, administration,
autonomy, mutuality norm INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan indikator dalam dimensi
governance, administration, autonomy, mutuality, dan norm untuk mengukur
kolaborasi perangkat daerah dan menghitung skor total dan masing-masing skor
dalam dimensi governance, administration, autonomy, mutuality, dan norm
kolaborasi perangkat daerah di Pemerintahan Daerah Kabupaten Gunung Kidul.
Hasil penelitian adalah ada 26 indikator yang mewakili skala multidimensional
kolaborasi yang memiliki ukuran valid berdasarkan teoritis dan statistic dari kelima
dimensi. Meskipun secara keseluruhan, kolaborasi yang dilakukan oleh pemerintah
kabupaten gunungkidul sudah berjalan sangat baik, namun demikian, lebih dalam
lagi, terdapat satu dimensi yaitu otonomi yang memiliki skor lebih rendah daripada
dimensi lainnya. Kesimpulan adalah beberapa hal masukan untuk pemerintahan
di Kabupaten Gunungkidul, yaitu (a) Peningkatan hubungan in-formal,
(b) Peningkatan leadership dalam menjalankan peran dan tanggung jawab masing-
masing perangkat daerah dalam kolaborasi, (c) Menyederhanakan struktur
organisasi dalam kolaborasi untuk memaksimalkan pembagian peran dan
wewenang; (d) Meningkatkan keterbukaan dalam membangun komitmen
kolaborasi berkelanjutan; dan (e) Meningkatkan kapasitas diri serta lebih
membangun kepercayaan antar perangkat daerah.
———
Corresponding author. Tel.: +62-819-1277-8687; e-mail: juniyanto_juni@student.ub.ac.id
45
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
46
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
mendapatkan manfaat, sementara organisasi nirlaba dan konstitusional. Gagasan Denhardt & Denhardt
hanya menguntungkan pemiliknya (Henry, 2018). tentang NPS menegaskan bahwa pemerintah seharusnya
tidak dijalankan seperti layaknya perusahaan, tetapi
2.2.3 Paradigma New Public Service melayani rakyat secara demokratis, adil, merata, tidak
Kelemahan-kelemahan dari paradigma OPA dan diskriminan, jujur, dan akuntabel. Disini pemerintah
NPM ditutupi dengan cara pandang lain, yaitu New harus menjamin hak-hak warga masyarakat, memenuhi
Public Service. Teori ini memandang bahwa birokrasi tanggung jawabnya kepada masyarakat dengan
adalah alat rakyat dan harus tunduk apapun suara rakyat, mengutamakan kepentingan warga masyarakat (citizens)
sepanjang suara itu rasional dan legimate secara normatif (Denhardt & Denhardt, 2016).
Tabel 2 Perbedaan Paradigma Old Public Administration, New Public Management,
New Public Service tentang Pelayanan Publik
Aspek Old Public Administration New Public Management New Public Service
Dasar Teoritis Teori Politik Teori Ekonomi Teori Demokratis
Tujuan Efisiensi dan profesional Pelayanan prima Kualitas pelayanan
Kepentingan publik adalah
Kepentingan publik mewakili
Konsep Kepentingan sesuatu yang didefinisikan Kepentingan publik adalah hasil
agregasi dari kepentingan
Publik secara politis dan yang dari dialog tentang berbagai nilai
individu
tercantum dalam aturan
Kekuasaan Top management Pekerja dan pengguna jasa Pada warga negara
Budaya Arogan dan rutin Menyentuh hati Ramah dan inovatif
Yang Dilayani Klien dan pemilih Pelanggan Warga
Pertanggungjawaban Klien dan pemilih Pelanggan Warga
Multi aspek:
Kehendak pasar yang
Menurut hierarki Akuntabel pada hukum, nilai
Bentuk Akuntabilitas merupakan hasil keinginan
administratif komunitas, norma politik, standar
pelanggan
profesional, kepentingan warga
48
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
49
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
50
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
2.4.7 Dimensi-dimensi dalam Konsep Kolaborasi kelemahan organisasi, perhatian harus diberikan saat
meningkatkannya (Cameron & Quinn, 2006). Hal
a) Governance dalam perspektif administrasi publik demikian menjadikan organisasi mempertahankan
muncul karena persoalan-persoalan dari perspektif identitas dan otoritas organisasi mereka sendiri yang
teknikal dan struktural untuk memenuhi prinsip- berbeda dari identitas kolaboratif. Realitas ini
prinsip dasar yang diharapkan dalam administrasi menciptakan ketegangan intrinsik antar organisasi
penataan pemerintahan yang baik. Ini mengubah kepentingan pribadi — mencapai misi organisasi
posisi dari aktor dari objek ke subjek. Ini memicu individu dan mempertahankan identitas yang berbeda
timbulnya tata hubungan sebagai suatu realitas dari kolaboratif — dan kepentingan kolektif —
sehari-hari dari kehidupan sehari-hari dari seseorang mencapai kolaborasi tujuan dan menjaga
yang sangat penting, bukan lagi sekedar abstraksi, akuntabilitas kepada mitra kolaboratif dan pemangku
teoretis, dan doktriner atau isu-isu formal dalam kepentingan mereka (Thomson, 2009)
kegiatan pemerintahan (Thoha, 2011, h.155-156). d) Mutuality. Kebersamaan berakar pada saling
b) Administration. Sarana atau cara untuk ketergantungan. Organisasi yang berkolaborasi harus
menggerakkan organisasi adalah administrasi. berpengalaman saling ketergantungan yang saling
Hodgkinson (1978, h.5) mendefinisikan administrasi menguntungkan berdasarkan pada kepentingan yang
sebagai “those aspect dealing more with the berbeda (apa yang dilakukan Powell (1990)
formulation of purpose, the value-laden issues, and menyebut komplementaritas) atau pada minat
the human component of organizations”. bersama — biasanya berdasarkan homogenitas atau
Administrasi adalah aspek-aspek yang lebih banyak apresiasi dan semangat untuk masalah yang
berurusan dengan formulasi tujuan, masalah terkait melampaui organisasi individu misi (seperti
nilai, dan komponen manusia dalam organisasi. keharusan moral degradasi lingkungan atau krisis
Sedangkan manajemen diartikan sebagai “those kemanusiaan). Masing-masing organisasi memiliki
aspects which more routine, definitive, keterbatasan sumber daya yang berbeda-beda. Ini
programmatic, and susceptible to quantitative yang melatarbelakangi mereka bersedia melakukan
methods”. Manajemen adalah aspek-aspek yang kolaborasi dengan organisasi lain (Thomson, 2009).
lebih rutin, definitif, terprogram, dan cenderung pada Emerson & Nabatchi (2015) menjelaskan bahwa
metode kuantitatif. Jadi meskipun tugasnya sama, salah satu dinamika dalam kolaborasi adalah adanya
administrasi dan manajemen memiliki posisi yang capacity for joint action. Ini merupakan kumpulan
berbeda. Administrasi berfokus pada penetapan arah elemen lintas fungsi yang bersatu untuk menciptakan
organisasi, sedangkan manajemen mengurusi potensi untuk mengambil tindakan yang efektif dan
bagaimana mencapai arah yang telah ditetapkan berfungsi sebagai penghubung antara strategi dengan
tersebut. Hodgkingson menempatkan administrasi kinerja, sehingga menjadi salah satu dimensi yang
dalam organisasi pada level yang di atas sedangkan fungsional untuk mencapai tujuan yang kolektif
manajemen pada level menengah kebawah (Kusdi, sebagaimana telah ditentukan dalam teori perubahan
2009). mereka. Kapasitas untuk aksi bersama ditentukan
c) Otonomi adalah kapasitas untuk membuat keputusan dalam empat elemen yang diperlukan, yakni
tanpa diganggu gugat. Organisasi atau institusi (a) procedural and institutional arrangements;
otonomi bersifat independen atau memerintah (b) leadership; (c) knowledge; dan (d) resources.
sendiri. Otonomi organisasi ditentukan oleh budaya e) Norms. Kepercayaan dan hubungan interpersonal
organisasi tersebut. Organisasi birokrasi tradisional dipandang penting untuk memahami peran media
seringkali memiliki sedikit otonomi, tetapi struktur komunikasi dalam kerja kolaboratif. Kolaborasi
yang lebih baru dan lebih organik bergantung pada dipandang paling efektif dan bermanfaat ketika
otonomi, pemberdayaan, dan partisipasi untuk peserta saling mempercayai. Disarankan dalam studi
berhasil. Budaya organisasi berarti sebagai sebelumnya bahwa ada dua jenis aktivitas: fakultas
representetif, mencerminkan ideologi dalam pikiran kognitif dan emosional harus dibangun untuk
mereka, dalam artian merupakan identitas dari mengembangkan kepercayaan. Kegiatan berorientasi
karyawan, pedoman yang tidak tertulis atau tidak kognitif dapat menyampaikan kompetensi dan
terucapkan dalam berinteraksi didalam organisasi, keandalan, dan dengan demikian meningkatkan
yang dapat meningkatkan stabilitas system sosial keyakinan bahwa tugas akan berhasil diselesaikan.
mereka. Otonomi umumnya merupakan atribut Kegiatan berorientasi emosi dapat menciptakan
positif bagi karyawan, manajer, tim, dan organisasi ikatan emosional, dan membantu mengurangi
secara keseluruhan. Karyawan biasanya ketakutan akan eksploitasi dan meningkatkan
menginginkan otonomi, dan pengenalannya dapat perasaan saling mendukung untuk membangun
meningkatkan motivasi dan kepuasan. Namun, kepercayaan (Hossain dan Wigand, 2006).
karena terlalu banyak otonomi dapat menyebabkan
51
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
Gambar 2 Kerangka konsep penelitian menggunakan Structural Equation Modelling Thomson, Perry and Miller
Sumber: Thomson, Perry, & Miller, 2007
52
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
53
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
Nilai loading factor ini menjadi parameter lambda Melihat nilai R2 pada tabel 3, maka menunjukkan
(λ) menghubungkan variabel laten ke indikator terukur tingkat proporsi varian yang dapat di jelaskan oleh
disalah satu persamaan model pengukuran. Estimasi indikator tersebut. Pada item y1 “OPD anda melakukan
untuk indikator yang diamati menunjukkan nilai yang hubungan dengan OPD mitra melalui perjanjian formal
signifikan secara statistik tetapi juga secara substantif seperti tim pelaksanaan kegiatan, pokja, komisi kerja?”;
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 diatas. mampu menjelaskan 45% varian yang diperhitungkan
Berdasarkan lima puluh enam indikator diperoleh item dan selebihnya (55%) adalah varian yang tidak bisa
yang memiliki nilai outer loadings dibawah 0,55, diperhitungkan oleh indikator laten (measurentment
sehingga beberapa item tersebut dieliminasi. Hingga error).
menyisakan dua puluh enam indikator dengan koefisien Secara keseluruhan, diperoleh hasil yang
lambda (λ) atau loading factor diatas standard sesuai berdasarkan nilai koefisien lambda (λ) tersebut tabel 3.,
dengan nilai cut off yang diharuskan. Hasil temuan ini maka dapat diketahui bahwa kondisi kolaborasi antar
secara keseluruhan, berdasarkan ukuran kecocokan perangkat daerah berada pada skor 0,73 sedangkan skor
komponen, model pengukuran memberikan dukungan masing-masing dimensi adalah governance =0,70;
empiris untuk masing-masing dari lima perbedaan administration=0,80; autonomy = 0,60; mutuality = 0,72;
dimensi kolaborasi. dan norm = 0,80. Dengan menggunakan estimasi antara
Dua puluh enam indikator yang dapat menjelaskan 0 sampai dengan 1, menggunakan kriteria dari
konstruk laten dari variable yang digunakan sebagaimana Tabachnick & Fidell dalam Harington (2008), maka
dapat di lihat pada table 3. Terdapat indikator dengan kolaborasi antar perangkat daerah di Pemerintahan
koefisien lambda (λ) diatas atau sama dengan 0,71 Kabupaten Gunungkidul termasuk kriteria sangat baik,
sebanyak 15 indikator; delapan indikator lainnya dengan 26 indikator yang relevan dengan kondisi
memiliki koefisien lambda (λ) diatas 0,6; dan tiga sebenarnya melalui ke lima dimensi yang digunakan.
indikator diatas 0,5. Menurut Tabachnick & Fidell (dalam
b) Construct Reability
Harington, 2008) bahwa berdasarkan nilai loading factor
bahwa pemuatan faktor dari sampel yang diamati Construct Reability adalah pengukuran konsistensi
temasuk dalam kriteria 15 indikator sangat baik, delapan internal dari indikator-indikator sebuah variabel bentukan
indikator cukup baik, dan tiga indikator baik. yang menunjukkan derajat dalam variabel yang dibentuk.
Sebaran indikator tersebut berada pada sembilan Nilai batas (cut off) uji construct reability diterima
indikator untuk menjelaskan variable laten governance, apabila nilainya >0,70. Nilai construct reability dapat
empat indikator yang menjelaskan variable laten dilihat pada tabel 4.
administration, satu indikator yang menjelaskan variable Lebih spesifik lagi, berdasarkan pengolahan data
laten autonomy, sepuluh indikator untuk menjelaskan yang ditampilkan pada tabel 4, maka dapat diketahui
variable laten mutuality, dan satu indikator yang bahwa nilai tidak terdapat nilai reabilitas kurang dari 0,7
menjelaskan variable laten norm. 26 indikator ini kecuali pada variabel autonomy ini berarti bahwa artinya
digunakan untuk menjadi model yang dilakukan untuk pada empat variabel telah memiliki internal consistency.
estimasi selanjutnya menjadi fit model dalam analisa Pada variable autonomy menunjukkan bahwa
model struktural dalam SEM. indikator yang dipakai sebagai alat observasi pada
54
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
variable laten autonomy tidak mampu menjelaskan minimnya data yang diperoleh dalam penelitian dan lebih
variabel laten yang dibentuk. Hal ini disebabkan karena karena perbedaan pemahaman responden terhadap
indikator yang memiliki loading factor diatas 0,55 hanya maksud yang disampaikan dalam pertanyaan kuestioner.
satu indikator, yang mana ini disebabkan karena
Tabel 4 Construct Reability
Std. Loading Measurenmen Error Construct Variance
Variabel Indikator Std. Loading2
(Loading Factor) (1-Std Loading2) Reability Extracted
Governance y1 0.670 0.449 0.551 0.899 0.500
Dimension y3 0.700 0.490 0.510
y4 0.630 0.397 0.603
y5 0.826 0.682 0.318
y6 0.769 0.591 0.409
y7 0.561 0.314 0.686
y8 0.711 0.505 0.495
y9 0.764 0.584 0.416
y10 0.700 0.491 0.509
∑ 6.330 4.502 4.498
Namun demikian, secara keseluruhan evaluasi Berdasarkan pengolahan data yang ditampilkan pada
measurenment model mulai dari convergent validity dan tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai AVE masing-masing
construct reliability menunjukkan masing-masing variabel telah mencapai angka ≥0,5. Hasil tersebut
kriteria telah terpenuhi. Berdasarkan evaluasi tersebut menunjukkan bahwa seluruh variabel valid.
dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun telah fit
dan dapat dilanjutkan dengan evaluasi model struktural. 4.2.1.2 Uji Model Struktural
Adapun untuk melihat model fit selain Evaluasi model struktural dilakukan bertahap hingga
menggunakan convergent validity adalah dilihat dari nilai mendapatkan model fit. Cara-cara evaluasi yang
AVE. Hasil nilai AVE pada masing-masing variabel dilakukan adalah menggunakan Maximum Likelihood
adalah sebagai berikut: Estimation (ML) yang memberi asumsi bahwa data
Tabel 5 Nilai Averege Variance Extracted terdistribusi normal atau tidak baik secara univariat
Variabel AVE maupun multivariate. Melihati nilai Critical Ratio (CR)
Governance 0,707 skewness dan kurtois dari variabel (indicator) pada
Administration 0,808 bootstrapping pada 20.000 number of sample dan
Autonomy 0,601 melakukan eleminasi pada outlier yang memiliki nilai
Mutuality 0,724 p2<0,05, diperoleh model fit pada dua kali eleminasi
Norm 0,812 outlier, yaitu membuang 13 outlier pada evaluasi pertama
Sumber: Hasil analisis, 2021 dan enam outlier pada evaluasi kedua.
55
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
56
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
Tabel 8 Regression Weights: Pengujian R square (R2) dapat dilihat dari output
(Group number 1 - Default model) program Amos26 pada Tabel Square Multyple
Estimate S.E. C.R. P label Correlations. Berikut ini hasil analisis determinasi pada
penelitian ini:
yNorm <---Collab1 .4320 .1015 4.2544 *** Tabel 9 Square Multyple Correlations
yMut <---Collab1 6.5910 .8754 7.5292 *** Estimate
yAut <---Collab1 .6498 .1678 3.8713 *** yGOV .5257
yAADM<--Collab1 2.2986 .2553 9.0019 *** yAADM .7676
yGOV<--Collab1 4.9554 .7061 7.0180 *** yAut .1948
Tabel diatas dapat dijelaskan, yaitu sebagai berikut: yMut .5864
Karena t-value atau C.R. sebesar 7,0810 > 1,967 atau
yNorm .2305
nilai terdapat tanda **** pada nilai p (tabel 5.17)
maka H0 ditolak, yang berarti makin kolaboratif Berdasarkan tabel diatas memberikan diperoleh nilai
perangkat daerah maka makin baik tata kelola r square untuk variabel governance sebesar 52,57 % ,
(governance) di Pemerintahan Kabupaten r square untuk variabel administration sebesar 76,76 %,
Gunungkidul; r square untuk variabel autonomy sebesar 19,48%,
Karena t-value atau C.R. sebesar 9,0019 > 1,967 atau r square untuk variabel mutuality sebesar 58,64 %, dan
nilai terdapat tanda **** pada nilai p (tabel 5.17) r square untuk variabel norm sebesar 23,05 %. Ini
maka H0 ditolak, yang berarti makin kolaboratif menunjukkan kemampuan masing-masing variabel laten
perangkat daerah makin baik pengelolaan endogen (lima dimensi utama) dalam menjelaskan
Administrasi pada Pemerintahan Kabupaten variabel laten eksogen (kolaborasi).
Gunungkidul; R2 tinggi pada dimensi administration menunjukkan
Karena t-value atau C.R. sebesar 3,8713 > 1,967 atau bahwa dimensi ini sebagian besar variabilitasnya
nilai terdapat tanda **** pada nilai p (tabel 5.17) disebabkan oleh kolaborasi, sedangkan R2 sedang pada
maka H0 ditolak, yang berarti Makin Kolaboratif dimensi governance dan mutuality menunjukkan predikat
Perangkat Daerah makin baik dalam pengelolaan variablilitas yang lebih rendah karena kolaborasi. Untuk
otonomi organisasinya di Pemerintahan Kabupaten R2 rendah pada dua dimensi autonomy dan norm
Gunungkidul; menunjukkan kolaborasi kurang begitu signifikan dalam
Karena t-value atau C.R. sebesar 7,5292 > 1,967 atau meningkatkan variabilitas dimensi ini. Kesimpulan
nilai terdapat tanda **** pada nilai p (tabel 5.17) peneliti adalah bahwa kolaborasi yang dilakukan oleh
maka H0 ditolak, yang berarti Makin Kolaboratif perangkat daerah pada Pemerintahan Kabupaten
Perangkat Daerah makin kuat ketergantungan saling Gunungkidul dapat meningkatkan tata kelola,
menguntungkan (Mutuality) di Pemerintahan administrasi dan saling membutuhkan antar perangkat
Kabupaten Gunungkidul; dan daerah, sedangkan otonomi masing-masing perangkat
Karena t-value atau C.R. sebesar 4,2544 > 1,967 atau daerah dan sikap saling percaya kurang begitu
nilai terdapat tanda **** pada nilai p (tabel 5.17) terpengaruh dengan dilakukannya kolaborasi.
maka H0 ditolak, yang berarti Makin Kolaboratif Temuan dari penelitian ini mendukung persamaan
Perangkat Daerah maka makin tinggi tingkat model struktural yang diusulkan dalam kolaborasi yang
kepercayaan antar organisasi (Norm) di Pemerintahan dilakukan oleh perangkat daerah dilingkungan
Kabupaten Gunungkidul. pemerintahan Kabupaten Gunungkidul. Terdapat dari
d) Uji R Square lima dimensi utama yang mengkonseptualisasikan
kolaborasi adalah 26 indikator dari 56 indikator yang
Menurut Imam Ghozali (2011, h.97), nilai yang kecil dapat mewakili keadaan kolaborasi antar perangkat
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten
menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Gunungkidul. Adapun 26 indikator tersebut terbagi
Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel kedalam masing-masing variabel laten endogen, yaitu
independen memberikan hampir semua informasi yang governance sebanyak 10 indikator, administration
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel sebanyak empat indikator, autonomy sebanyak 1
dependen. Apabila nilai koefisien determinasi semakin indikator, mutuality sebanyak 10 indikator dan norm
besar, maka semakin besar kemampuan semua variabel sebanyak 2 indikator.
independen dalam menjelaskan varians dari variabel Dengan menggunakan klasifikasi Tabachnick &
dependennya. Fidell dalam Harington (2008), 26 indikator tersebut
dikategorikan dalam tiga kriteria, yaitu sangat baik,
57
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
cukup baik, dan baik. Kolaborasi yang dilakukan oleh kolaborasi, bahwa ketika kita melakukan kolaborasi,
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul secara keseluruhan maka banyak hal yang dapat dipelajari diantaranya adalah
sudah sangat baik, dengan ditunjukkan sebanyak 15 terjadi proses framing yang pada intinya adalah beberapa
indikator termasuk dalam kategori cukup baik. Kondisi aktor memiliki kompleksitas perspektif dan kerangka
tersebut tersebar dalam empat variabel laten yang masalah yang bermacam-macam, sehingga dibutuhkan
digunakan yaitu pada Gonernanve Variable, proses pengambilan keputusan yang sentral yang
Administration Variable, Mutuality Variable, dan Norm menghubungkan seluruh jaringan dalam kolaborasi.
Variable. Sedangkan untuk Autonomy Variable tidak Dalam literatur lain, Camarinha-Matos & Afsarmanesh
mendukung dalam klasifikasi ini. Dikatakan sangat baik (2008) juga mencirikan bahwa didalam aktifitas
dilihat dari empat indikator yang memanfaatkan dimensi kolaborasi terjadi pertukaran informasi dan komunikasi
governance, empat indikator yang memanfaatkan untuk keuntungan bersama. Dalam literaturnya
dimensi administration, enam indikator yang ditegaskan, ketika suatu entitas melakukan berbagi
memanfaatkan dimensi mutuality, dan satu indikator informasi, sumber daya dan bertanggungjawab untuk
yang memanfaatkan dimensi norm. merencanakan bersama, melaksanakan dan mengevaluasi
Pada dimensi Governance adalah y5 “Semua OPD program dalam kegiatan pencapaian tujuan bersama,
termasuk anda melakukan evaluasi secara formal terkait maka entitas tersebut sudah melakukan kolaborasi.
dengan keberhasilan dalam melakukan kolaborasi?”. Dimensi administration, empat indikator
Berdasarkan indikator ini, maka dapat dikatakan bahwa dimanfaatkan sangat baik pada Pemerintahan Kabupaten
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul melakukan tahapan- Gunungkidul. Indikator yang pertama adalah y18 “Anda
tahapan penting dalam berkolaborasi. Sebagaimana Sebagai perwakilan OPD dalam kolaborasi, memahami
Camarinha-Matos & Afsermanesh (2008) tentang betul peran dan tanggung jawab sebagai anggota
bagaimana memaksimalkan fungsi koordinasi antar kolaborasi?”. Literatur menjelaskan bahwa kolaborasi
stakeholder/ perangkat deaerah, bahwa hal ini sudah dicirikan sebagai bekerja bersama atau bisa dikatakan
dilakukan, sehingga keberhasilan dari kolaborasi dapat bekerja bersama dengan beberapa pihak yang terkait
didukung dari sikap ini. Pada indikator y6 “Semua OPD didalam suatu kegiatan untuk mencapai tujuan (astuti,
termasuk anda menggunakan musyawarah untuk dkk, 2020). Kerja sama ini terbentuk dari dua atau lebih
persetujuan tentang tujuan dan kegiatan kolaborasi?”, entitas yang berbeda, di dalam kerjasama ini masing-
juga menjadi salah satu alasan bahwa kolaborasi sudah masing anggota saling bergantung satu dengan yang
berjalan sangat baik. Dalam pernyataan Nazir Harjanto lainnya, sehingga pembagian tugas, peran serta tanggung
(2002) dalam Adyana (2019) yang menjelaskan tentang jawab harus jelas dan terbuka satu dengan yang lainnya.
penggunaan sarana formal dan informal sebagai alat Dengan demikian, setiap anggota kolaborasi dapat fokus
untuk melakukan komunikasi dan pertukaran informasi pada peran dan tanggung jawab masing-masing, sehingga
sekaligus untuk memecahkan permasalahan yang sedang berdampak pada resistensi dari masing-masing anggota
dihadapi. Dalam literatur lain, Thomson, dkk (2008) juga untuk terlibat dalam kolaborasi. Dalam literatur lain
menjelaskan bahwa kolaborasi dicirikan dalam negosiasi dijelaskan salah satu prinsip dari administrasi adalah
formal dan informal dalam memutuskan masalah yang prinsip delegasi wewenang dan prinsip spesialisasi. Tidak
menyatukan keseluruhan aktor yang terlibat. Indikator dipungkiri bahwa didalam organisasi selalu dilakukan
selanjutnya adalah y8 “OPD anda memahami alasan pembagian wewenang untuk memaksimalkan potensi
mengapa OPD mitra memutuskan bergabung dalam dari anggota/ karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan.
kolaborasi?”. Kesadaran diri akan keterbatasan sumber Spesialisasi menjadikan efektifitas dalam penyelesaian
daya setiap perangkat daerah dalam menjaga pekerjaan oleh karyawan baik secara waktu maupun
akuntabilitas dari institusinya menjadi salah satu alasan pendanaan. Pada indikator yang kedua adalah y19
kenapa setiap perangkat daerah berkolaborasi karena “Rapat antar Anggota menjadi alat yang digunakan agar
membutuhkan sumber daya dari perangkat daerah yang kolaborasi berjalan dengan baik?. Ini berkaitan dengan
lainnya. Indikator terakhir dari governance adalah y9 indikator y5 tentang penggunaan musyawarah sebagai
“OPD Anda melakukan pertukaran pikiran dengan OPD alat untuk memperlancar proses kolaborasi. Pada
Mitra dalam pengembangan solusi dari permasalahan indikator y20 “OPD anda setuju dengan tujuan
terkait dengan tujuan kolaborasi?”. Pada indikator ini, berkolaborasi?”, ini menandakan bahwa perangkat
sangat berkaitan dengan indikator sebelumnya yaitu y5, daerah di Kabupaten Gunungkidul memiliki pemahaman
y6 dan y8, yaitu dengan melakukan kolaborasi, maka yang lebih terkait dengan manfaat yang diperoleh dalam
melalui musyawarah maka terjadi proses pertukaran berkolaborasi. Sebagaimana pengertian dasar tentang
pikiran antar anggota kolaborasi yang berdampak pada kolaborasi yaitu menekankan pada aktivitas yang dimulai
munculnya ide sebagai solusi atas permasalahan yang dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi terhadap
sedang dihadapi. Hal ini senada dengan pernyataan Klin pencapaian tujuan bersama. Indikator terakhir dari
& Kopenjen (2016) tentang pentingnya melakukan dimensi administration adalah y21 “Ada pembagian
58
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
kewenangan masing-masing OPD anggota kolaborasi menjadikan setiap anggota mampu dalam memahami dan
untuk menjalankan tugasnya?”. Indikator ini menghormati posisi dan minat orang lain, bahkan ketika
berhubungan dengan indikator sebelumnya yaitu y18 seseorang mungkin tidak setuju dengan mereka. Indikator
tentang konsep kejelasan peran dan tanggung jawab kelima adalah y44 “OPD anda merasa bahwa kolaborasi
setiap anggota kolaborasi. Kolaborasi mengharuskan dengan OPD mitra mempermudah anda dalam
adanya capacity for join action (Emerson & Nabatchi, pencapaian tujuan OPD anda dari pada bekerja
2015), sehingga dengan demikian dapat terspesialisasi sendirian?”. Melalui indikator ini dapat dilihat bahwa
untuk wewenang dan tanggung jawab dari masing- perangkat daerah di Kabupaten Gunungkidul sudah dapat
masing anggota kolaborasi. mengatasi keterbatasan yang dimiliki melalui kolaborasi
Memasuki dimensi ketiga, yaitu Mutuality. Melalui dengan perangkat daerah lain. Dengan demikian
dimensi ini, kolaborasi pada Pemerintahan Kabupaten pencapaian akuntabilitas dari setiap perangkat daerah
Gunungkidul memanfaatkan enam indikator dengan dapat dilakukan dengan lebih mudah, efektif, dan efisien
sangat baik. Indikator yang pertama adalah y41 “OPD dengan capaian yang maksimal. Indikator keenam dari
mitra termasuk OPD anda berbagi sumber daya satu sama dimensi mutuality adalah y46 “Ketika awal melakukan
lain, sehingga ada hubungan yang saling menguntungkan kolaborasi, anda merasakan banyak perbedaan, namun
antar anggota kolaborasi?”. Melalui indikator pada Anda menemukan komitmen bersama dalam kolaborasi
dimensi ini, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul karena ketergantungan dari sumber daya dengan
memanfaatkan kolaborasi untuk memperoleh hubungan organisasi mitra untuk menyelesaikan setiap
timbal balik yang saling menguntungkan. Hal ini senada permasalahan yang dihadapi?”. Pada indikator ini dapat
dengan pernyataan Thomson & Perry (2006) dalam dilihat posisi kolaborasi yang dilakukan perangkat daerah
Emerson & Nabatchi (2015) tentang istilah di Pemerintahan Kabupaten Gunungkidul, bahwa salah
memanfaatkan sumber daya yang langka. Setiap satu unsur kolaborasi yang penting adalah adanya
perangkat daerah di Pemerintahan Kabupaten komitmen bersama, yang mana melihat dari indikator ini,
Gunungkidul sangat menyadari akan keterbatasan sebagian besar sudah menemukan komitmen antar
sumber daya masing-masing, beberapa sumber daya yang perangkat daerah dalam menyelesaikan permasalahan
tidak mereka miliki untuk pencapaian akuntabilitas yang dihadapi melalui kolaborasi.
tujuan organisasi sendiri maupun tujuan kolaborasi, Dimensi keempat adalah norm. Satu indikator
disadari hanya dapat diperoleh dari organisasi lain, dan dimanfaatkan oleh perangkat daerah dilingkungan
begitu juga sebaliknya. Hubungan saling ketergantungan pemerintahan Kabupaten Gunungkidul, yaitu y49 ”OPD
ini akan memunculkan motivasi untuk berkembang anda membangun kepercayaan terhadap OPD mitra
bersama-sama dalam meningkatkan dedikasi dalam dalam menjalankan kewajibannya?”. Sebagaimana
peningkatan kinerja, tentunya dalam hal pelayanan dikemukakan oleh Hogains & Wigand (2006) bahwa
terhadap masyarakat. Indikator kedua adalah y42 “OPD pengembangan kepercayaan dapat meningkatkan
anda berbagi informasi dengan OPD mitra sehingga keyakinan dalam keberhasilan penyelesaian tugas dan
meningkatkan kualitas pelaksanaan program kegiatan?”. kewajiban. Axelrod (1984) dalam Getha-Taylor, dkk
Empat elemen interaktif dalam kolaborasi menurut (2019) menyebutkan bahwa kepercayaan merupakan
Emerson & Nabatchi (2015) adalah trust, mutual aset, meskipun orang dapat berkolaborasi tanpa
understanding, internal legitimation, dan commitment. kepercayaan, namun dengan kepercayaan, kita sebagai
Berdasarkan literatur tersebut, pada indikator ini sudah anggota kolaborasi yang memiliki banyak keterbatasan
terjadi saling pengertian antar anggota, sehingga dapat mempercayakan atau menyerahkan kesejahteraan
pembagian informasi dalam peningkatan program sudah kita ditangan rekan kolaborasi dan sebaliknya.
dilakukan dengan mudah. Pertukaran informasi ini Kepercayaan ini secara terus menerus dibangun secara
diharapkan dapat berlanjut untuk penguatan pencapaian bertahap dan dijaga konsistensinya.
tujuan bersama. Indikator selanjutnya adalah y43 “Apa Dengan melihat 15 indikator diatas, kita melihat
yang OPD anda bawa dalam kolaborasi dihargai dan di secara keseluruhan bahwa untuk dapat dikategorikan
hormati oleh OPD mitra?”. Indikator ini berhubungan sangat baik, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul
dengan indikator y41, ketika motivasi untuk berkembang memanfaatkan empat dari lima dimensi yang digunakan.
bersama sudah terbentuk, maka akan muncul sikap saling Adapun satu dimensi yang tidak digunakan untuk masuk
percaya antar anggota kolaborasi, sehingga kriteria ini adalah dimensi autonomy. Selanjutnya peneliti
memunculkan legitimasi internal dalam rangka mencoba menganalisa, bagaimana jika kolaborasi
penyatuan dan pemanfaatan sumber daya untuk dipemerintahan Kabupaten Gunungkidul masuk dalam
mendapatkan kapasitas baru menuju kolaborasi klasifikasi baik. Dengan demikian maka perlu
berkelanjutan. Hal ini tidak akan tercapai apabila salah menambahkan indikator sejumlah delapan indikator
satu anggota ada yang merasa kurang dihargai oleh untuk memperkuat kolaborasi melalui dimensi-dimensi
anggota yang lainnya. Hubungan timbal balik ini yang digunakan. Delapan indikator tersebut adalah empat
59
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
indikator pada dimensi governance, satu indikator pada lancar. Namun demikian kemungkinan yang terjadi
dimensi autonomy, dua indikator pada dimensi mutuality adalah bagaimana dengan konsekuensi dari hasil
dan satu indikator pada dimensi norm. Perlu diingat komunikasi tersebut, apakah ada kecenderungan dari
kembali bahwa pada delapan indikator dengan kriteria beberapa anggota kolaborasi untuk menolak daripada
baik karena memiliki koefisien lambda (λ) ≥ 0,6, yang menerima informasi tersebut. Secara nilai memang sudah
berarti keandalan dari indikator ini masuk dalam medium baik, namun demikian masih perlu diperhatikan bagi
sebagai konstruk yang dianggap penting sebagai bagian peserta kolaborasi terhadap ide dan pendapat dari
pengukuran kolaborasi melalui dimensi tertentu. Pada keseluruhan peserta sebelum dilakukan keputusan
dimensi governance, empat indikator yang dimanfaatkan bersama. Hal ini juga bisa disebabkan kemampuan dari
dari dimensi ini, yang pertama adalah y1 “OPD anda masing-masing peserta kolaborasi dalam menyebarkan
melakukan hubungan dengan OPD mitra melalui informasi dan pengetahuan berkualitas yang berbeda satu
perjanjian formal seperti tim pelaksanaan kegiatan, dengan yang lain, sebagaimana di katakan oleh Saint-
pokja, komisi kerja?”. Pada indikator ini, dapat Onge & Armstrong (2004) dalam Emerson & Nabatchi
disimpulkan bahwa kolaborasi pada lingkungan (2015), bahwa knowledge ini merupakan inti dari
Pemerintahan Kabupaten Gunungkidul mengandalkan konduktivitas dalam organisasi melakukan kinerja tinggi
perjanjian formal untuk mengikat antar anggota dalam dalam jaringan. Indikator trakhir dari dimensi
kolaborasi. Seperti telah disebutkan diatas bahwa governance ini adalah y10 “OPD anda terlibat dalam
kolaborasi menurut Emerson & Nabatchi (2015) pemecahan masalah secara spesifik terkait penyelesaian
mengharuskan adanya capacity for joint action yang misi kolaborasi?”. Dalam indikator ini juga termasuk
dalah satunya adalah procedural and institutional kategori baik, artinya bahwa berdasarkan nilai koefisien
arrangements. Proses protokoler dan struktur organisasi lambda (λ) medium tersebut, sebagian besar peserta
diperlukan dalam mengelola interaksi yang berulang dari kolaborasi selalu terlibat dalam penyelesaian masalah
peserta kolaborasi. Namun dilihat dari nilai koefisien terkait dengan pekerjaan dalam kolaborasi. Sarana
lambda (λ), bahwa indikator ini tidak sepenuhnya musyawarah (indikator y6) benar-benar dimanfaatkan
dipergunakan, karena mungkin beberapa perangkat oleh perangkat daerah di Pemerintahan Kabupaten
daerah menganggap perjanjian in-formal bisa lebih Gunungkidul. Namun pada beberapa orang peserta
mengikat, dan menimbulkan sikap saling percaya antar memiliki kecenderungan untuk tidak terlalu aktif ketika
anggota kolaborasi itu sendiri. mengikuti musyawarah. Ini mungkin disebabkan oleh
Indikator kedua dari dimensi governance adalah y3 beberapa hal, sebagai mana disebutkan oleh Scott (2016),
“OPD anda ikut berpartisipasi dalam tim pelaksana yaitu kemungkinan ada perbedaan kekuasaan dan/ atau
kegiatan sebagai aktor utama dalam pembuatan sumber daya untuk menangani masalah diantara para
keputusan tentang kolaborasi?”. Indikator ini secara pemangku kepentingan; beberapa pemangku kepentingan
komprehensif berhubungan dengan salah satu elemen mungkin memiliki tingkat keahlian dan akses yang
dalam kolaborasi, yaitu leadership. Emerson dan berbeda informasi tentang masalah; perbedaan
Nabatchi (2015) menjelaskan bahwa kepemimpinan pandangan tentang masalah sering kali mengarah pada
dalam tata kelola lintas batas memiliki banyak peran, hubungan yang bermusuhan di antara para pemangku
diantaranya adalah sebagai pemrakarsa, pendukung, kepentingan; dan bahkan mungkin dari beberapa
fasilitator, sponsor atau penyelenggara, ahli ilmiah dan pemangku kepentingan memiliki kepentingan pribadi
teknis serta pembuat keputusan publik. Berdasarkan dalam masalah dan saling bergantung. Meskipun secara
pernyataan tersebut, bahwa dalam berpartisipasi setiap keseluruhan dapat dikatakan baik, namun beberapa hal
perangkat daerah sebagai aktor bisa dalam bermacam hal, perlu dilakukan perbaikan agar memperoleh hasil yang
tergantung kemampuan dan peran serta tanggung jawab lebih baik lagi.
masing-masing sebagai anggota. Indikator ketiga adalah Memasuki dimensi kedua pada klasifikasi ini adalah
y4 “OPD mitra serius menghargai pendapat anda dalam dimensi autonomy. Melalui dimensi ini, Pemerintah
pembuatan keputusan berkolaborasi?”. Indikator ini Kabupaten Gunungkidul memanfaatkan satu indikator,
berkaitan dengan indikator y6 pada dimensi governance yaitu y33 “OPD anda merasa lebih berharga ketika
dan y19 pada dimensi administrasi, yaitu tentang memutuskan tetap dalam kolaborasi daripada
musyawarah dan rapat sebagai alat penyebaran informasi meninggalkannya?”. Melalui indikator ini menjadi
dan komunikasi. Melihat nilai koefisien lambda (λ) pada jawaban atas dugaan identitas ganda sebagaimana pada
indikator ini, proses pertukaran informasi dan penelitian dari Thomson (2009) tentang kecenderungan
komunikasi berjalan kurang efektif. Masih terdapat dalam mepertahankan akuntabilitas sebagai identitas
anggota yang lebih mendominasi dalam pembuatan organisasi sendiri atau sebagai identitas kolaboratif.
keputusan. Meskipun nilai tersebut menandakan baik Ketegangan yang tercipta dari identitas ganda ini terlihat
pada indikator ini, dengan arti bahwa sudah ada sudah teratasi oleh perangkat daerah pada Pemerintah
komunikasi yang efektif serta pembagian informasi yang Kabupaten Gunungkidul, meskipun secara nilai pada
60
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
koefisien lambda (λ) berada ditingkat medium, namun hal kepercayaan, maka akan menghasilkan sikap saling
seperti ini secara perlahan dapat ditingkatkan lebih baik pengertian antar anggota kolaborasi. Saling pengertian ini
lagi. menumbuhkan rasa hormat menghormati terhadap
Dimensi ketiga pada kategori baik adalah dimensi perbedaan yang ada. Hal ini menghasilkan rasa legitimasi
mutuality. Melalui dimensi ini, pemerintahan kabupaten internal yang menunjang keberlanjutan kolaborasi,
Gunungkidul memanfaatkan dua indikator dalam sehingga menumbuhkan komitmen bersama dalam
melakukan kolaborasi, yang pertama adalah y36 “OPD kolaborasi. Menurut Getha-Taylor, dkk (2019) bahwa
anda mengirim atau menerima pegawai dari OPD lain?”. kepercayaan ini dapat dibangun secara perlahan-lahan
Sebagaimana pernyataan Thomson (2009) bahwa untuk mendapatkan komitmen mencapai konsensus
keterbatasan sumber daya yang melatarbelakangi bersama.
kesediaan berkolaborasi. Dalam hal ini diterapkan Pada kategori cukup baik, terdapat tiga indikator
dengan pertukaran sumber daya manusia untuk saling valid yang termasuk dalam kriteria rendah, yaitu antara
melengkapi kekurangan, cara seperti ini meningkatkan 0,5 sampai dengan 0,6. Sebanyak dua dimensi dengan
hubungan saling ketergantungan dan motivasi untuk masing-masing satu indikator untuk dimensi governance
selalu bekerja bersama-sama. Indikator kedua dari dan dua indikator untuk dimensi mutuality yang
dimensi ini adalah y40 “OPD mitra membutuhkan dimanfaatkan disini. Indikator yang dimanfaatkan pada
sumber daya dan dukungan dari OPD anda?”. Indikator dimensi governance adalah y7 “OPD anda mengetahui
ini berkaitan erat dengan indikator sebelumnya, yaitu bahwa OPD mitra memiliki sumber daya yang tidak anda
y36. Menurut Thomson & Perry (2006) dalam Emerson miliki yang dibawa mereka dalam kolaborasi (anggaran,
& Nabatchi (2015) bahwa manfaat kolaborasi yang waktu, dan keahlian khusus)?”. Pada indikator ini
paling dikenal adalah potensinya untuk berbagi dan menjadi catatan bahwa melalui indikator ini, kolaborasi
memanfaatkan sumber daya yang langka, dan melalui didalam pemerintahan Kabupaten Gunungkidul masih
kolaborasi ini terjadi pertukaran sumber daya dari terkendala oleh kemampuan aparat perangkat daerahnya
perangkat daerah yang satu dengan yang lain. Sebagai dalam melihat potensi dirinya sebagai instansi dan
salah satu contoh, adalah pada Program Sertifikasi Tanah peluang untuk memperoleh manfaat dari perangkat
Kasultanan yang dilakukan oleh Dinas Pertanahan dan daerah yang lain. Kondisi ini berseberangan dengan
Tata Ruang. Dalam program ini terjadi pertukaran indikator y41 pada dimensi yang sama terkait dengan
sumber daya, bagi perangkat daerah pada dinas pertukaran sumber daya. Melihat nilai koefisien lambda
pertanahan dan tata ruang memiliki sumber pendanaan (λ) termasuk kecil, sehingga memunculkan beberapa
yang baik. Sedangkan dalam penyelesaian program harus kemungkinan. Kemungkinan yang pertama adalah bahwa
melibatkan pemerintah desa, kantor BPN serta meskipun komunikasi sudah berjalan baik, namun pada
Panitikismo Keraton Jogjakarta. Pemerintah desa beberapa perangkat daerah lebih cenderung menarik diri
memiliki sumber daya manusia dan informasi yang untuk menolak informasi dari pada menerima informasi.
dibutuhkan untuk program ini, sedangkan kantor BPN Kemungkinan kedua adalah beberapa perangkat daerah
memiliki sumber daya manusia terkait dengan keahlian memberikan informasi terkait potensi dirinya sebatas
dan output mereka berupa sertifikat tanah, sementara pada sumber daya yang diperlukan dalam kolaborasi,
bagian Panitikismo memiliki sumber daya berupa lisensi sedangkan informasi yang lain tidak perlihatkan. Hal
yuridis, karena berkaitan dengan status kepemilikan tersebut akan muncul ketika kolaborasi berlangsung
tanah kasultanan harus sepengetahuan dan seijin secara keberlanjutan. Didalam lingkungan kolaborasi
Panitikismo. akan muncul permasalahan yang dihadapi bersama dan
Dimensi terakhir pada kategori baik adalah dimensi cara pemecahan masalah yang disepakati bersama sesuai
norm. Melalui dimensi ini, Pemerintah Kabupaten dengan tujuan yang ditentukan bersama. Selain melalui
Gunungkidul memanfaatkan satu indikator, yaitu y47 upaya formal dengan musyawarah, memperkuat
“Staf/ pegawai yang mewakili setiap OPD dalam hubungan informal dapat menggali potensi-potensi yang
kolaborasi adalah orang-orang yang dapat dipercaya?”. mungkin dapat muncul dan diperlukan dalam upaya
Indikator ini berhubungan dengan indikator y18 pada berkolaborasi. Sebagaimana dijelaskan oleh Kramer,
dimensi administrasi dan y36 pada dimensi mutuality. 2013 dalam I Ketut Puspa Adnyana (2019) dan Nazir
Karyawan yang mewakili setiap perangkat daerah dalam Harjanto, 2002 dalam Adyana (2019) bahwa hubungan
menjadi anggota kolaborasi adalah orang-orang yang informal dalam jaringan kolaborasi merupakan koneksi
memiliki kredibilitas terhadap tugas dan tanggung jawab sosial memungkinkan komunikasi diantara pihak-pihak
mereka sebagai anggota kolaborasi. Selain itu, yang berkepentingan untuk menemukan pemecahan
kepercayaan banyak dibangun berdasarkan ikatan masalah dan kebutuhan informasi untuk kepentingan
emosional antar anggota kolaborasi (Hossain & Wigand, semua pihak.
2006). Kepercayaan ini menjadi menjadi siklus awal Indikator selanjutnya yang dimanfaatkan pada
dalam menciptakan motivasi bersama. Dengan adanya kategori cukup baik ini adalah dimensi mutuality, yaitu
61
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
y37 dan y39. Y37 “Anda memiliki tujuan dan kegiatan masing dimensi. Koefisien gamma (γ) ini diperoleh
yang serupa dengan OPD mitra?”. Sebagian perangkat dengan melakukan rata-rata dari setiap dimensi, sehingga
daerah memiliki kesamaan tujuan dengan perangkat diperoleh nilai kuantitatif yang akan menunjukkan
daerah lain, sehingga hal ini memberikan keuntungan derajat kolaborasi dengan masing-masing nilai yang
tersendiri bagi setiap perangkat daerah dalam mencapai bervariasi. Berdasarkan Thomson (2009) bahwa nilai
akuntabilitas organisasinya. Kesamaan tujuan koefisien gamma mendekati satu (1), maka semakin baik
memungkinkan pembentukan jaringan yang lebih mudah variabel itu dalam mengukur kolaborasi. Selain
dan lebih dapat terkoordinir. Masing-masing dapat menggunakan teori dari Thomson tersebut, penelitian ini
bergantung satu dengan yang lain, karena persamaan menggunakan estimasi dengan kriteria dari Tabachnick
tujuan ini. Homogenitas ini memudahkan setiap & Fidell, 2007 dalam Donna Harington (2008) yang
perangkat deaerah untuk memutuskan berkolaborasi. menyebutkan jika nilai koefisien gamma (γ) ≥0,71 maka
Namun demikian, dilihat dari nilai koefisien lambda (λ) dikatakan sangat baik, ≥0,6 adalah baik dan ≥0,5 adalah
pada indikator ini, tidak semua perangkat daerah cukup baik. Cara ini digunakan untuk mempermudah
memiliki homogenitas tujuan. Terdapat banyak peneliti dalam melihat derajat/ level dari kualitas
perbedaan dari setiap perangkat daerah, sehingga dalam kolaborasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
penanganannya menjadi berbeda juga. Ada perangkat Gunungkidul.
daerah yang sedikit lebih baik dalam penanganannya baik Hasil yang diperoleh adalah bahwa skor kolaborasi
dalam perencanaan program, implementasi hingga cara skor 0,73, sedangkan skor masing-masing dimensi adalah
evaluasi untuk mendapatkan hasil juga berbeda, demikian governance = 0,70; administration = 0,80; autonomy =
juga sebaliknya. Didalam kolaborasi, sangat penting 0,60; mutuality = 0,72; dan norm = 0,80. Secara
menyatukan setiap perbedaan ini, menjadi satu formula keseluruhan level kolaborasi dipemerintahan Kabupaten
yang tepat untuk disepakati bersama, sehingga antar Gunungkidul masuk dalam kategori sangat baik. Ketika
perangkat daerah dapat saling mengisi kekurangan dan diturunkan pada dimensi penyusun kolaborasi, dapat
saling menguatkan, karena setiap perangkat daerah lebih rinci lagi bahwa dari segi tata kelola/ governance
tersebut pasti memiliki potensi sumber daya yang kolaborasi terlihat baik. Adapun apabila ditinjau dari
berbeda dengan perangkat daerah yang lain, yang itu akan aspek dimensi mutuality, norm, dan administration, maka
dibutuhkan dalam kolaborasi. Kuncinya adalah dengan kolaborasi terlihat sangat baik, sedangkan dari dimensi
membangun kapasitas aksi bersama dengan autonomy maka kolaborasi sudah cukup baik. Secara
memaksimalkan empat elemen penting yang dalam keseluruhan, kolaborasi dipemerintahan Kabupaten
literatur Emerson & Nabatchi (2015) disebutkan adalah Gunungkidul sudah sangat baik, meskipun pada beberapa
procedural and institutional arrangements; leadership; dimensi belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan
knowledge; dan resources. Diperlukan struktur maksimal. Pada dimensi governance, sebanyak sembilan
organisasi untuk mengatur perbedaan dari setiap indikator dimanfaatkan untuk memperkuat kolaborasi
perangkat daerah yang terlibat, pembagian peran dalam antar perangkat daerah didalam pemerintahan Kabupaten
kepemimpinan sesuai dengan fungsi dan Gunungkidul ini. Kemudian dari Sembilan indikator ini,
tanggungjawabnya, meningkatkan kemampuan dalam terdapat beberapa catatan untuk menjadi perhatian,
pembagian informasi yang jelas dan dibutuhkan serta terutama pada indikator yang tergolong rendah, yaitu
kesadaran untuk menerima informasi sesuai dengan pada y7. Partisipasi yang baik pada musyawarah sebagai
konsekuensinya, dan terakhir memanfaatkan sumber interaksi antar anggota tidak cukup hanya dengan ikut
daya dari perangkat daerah yang lain yang tidak dimiliki terlibat langsung, melainkan dengan lebih meningkatkan
oleh perangkat daerah lainnya. Dengan demikian, maka kemampuan dalam menjalankan peran dan tanggung
indikator y39 dari dimensi mutuality, yaitu “OPD anda jawab sebagai anggota kolaborasi. Hubungan informal
membutuhkan sumber daya dan dukungan dari OPD juga perlu ditingkatkan untuk membangun kolaborasi
Mitra?“; menjadi sesuatu yang penting dalam melakukan lebih solid dan berkelanjutan. Lebih meningkatkan
kolaborasi. Sebagaimana nilai koefisien lambda (λ) pada kemampuan dalam memahami keberadaan sumber daya
indikator ini masih dapat ditingkatkan dengan cara-cara dari perangkat daerah lain, sehingga akan memberikan
diatas. Ketergantungan sumber daya ini akan manfaat baik secara individu dalam perangkat daerah itu
meningkatkan sinergitas dalam membangun prinsip sendiri ataupun secara kolaboratif.
bersama, dan menciptakan motivasi bersama, sehingga Pada dimensi mutuality secara keseluruhan sudah
kesenjangan sumber daya antar peserta disatukan dalam sangat baik namun terdapat dua indikator dari dimensi ini
kolaborasi sehingga masing-masing mendapatkan yang diperlukan peningkatan. Kriteria sangat baik ini
manfaat dari kolaborasi ini. dipengaruhi oleh jumlah keseluruhan indikator yang
Setelah melihat koefisien lambda (λ) pada 26 dimanfaatkan dalam kolaborasi ini cukup banyak, yaitu
indikator, maka penelitian ini mencoba melihat secara sepuluh indikator, sehingga dua indikator yang memiliki
keseluruhan dalam koefisien gamma (γ) untuk masing- kriteria rendah tidak cukup berpengaruh, meskipun ini
62
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
akan menjadi catatan untuk dilakukan perbaikan. dirasa kurang memadai. Kesimpulan yang dibangun
Dimensi administration hanya memanfaatkan empat akan dapat berubah ketika digunakan responden yang
indikator, namun dari total skor sudah sangat baik karena lebih banyak dan lebih sesuai dengan kriteria yang
dari setiap indikator yang digunakan sudah sangat diharapkan.
maksimal penggunaannya. Demikian juga pada dimensi
norm yang hanya memanfaatkan dua indikator tetapi 5. Kesimpulan
berdasarkan perhitungan, maka dimensi ini sudah sangat Penelitian ini menyimpulan antara lain sebagai
baik. Dimensi norm menunjukkan kolaborasi ditopang berikut:
oleh persepsi individu bahwa mitra kolaboratif dapat a) Dengan mereplikasi alat ukur kolaborasi Thomson,
dipercaya dalam penyelesaian kewajibannya. Sikap Perry, & Miller yang diterapkan pada konteks negara
saling percaya menyebabkan motivasi bersama untuk berkembang, dalam penelitian ini adalah pada
saling berbagi, baik itu pengalaman, pengetahuan, dan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, diperoleh 26
juga inovasi serta biaya. Saling percaya memunculkan indikator yang berhasil dimanfaatkan oleh perangkat
sikap saling pengertian antar anggota, sehingga daerah di Kabupaten Gunungkidul sebagai ukuran
menimbulkan rasa validitas interpersonal dan terjadi kolaborasi yang sudah dilakukan; dan
komitmen untuk melakukan kolaborasi yang b) Secara keseluruhan, berdasarkan kelima dimensi yang
berkelanjutan. Skor terendah berada pada dimensi digunakan, maka kolaborasi yang dilakukan oleh
autonomy. Hal ini disebabkan karena pada dimensi ini perangkat daerah di Pemerintahan Kabupaten
hanya memanfaatkan satu indikator dengan nilai yang Gunungkidul sudah sangat baik, namun melihat
cukup kecil, sehingga perlu dilakukan perbaikan dalam masing-masing dimensi yang digunakan, diperlukan
melakukan pencapaian akuntabilitas perangkat daerah peningkatan agar kolaborasi menjadi lebih baik lagi.
sebagai individu dan pencapaian akuntabilitas sebagai Saran dari peneliti untuk Pemerintah Kabupaten
bagian kolaborasi. Anggapan terhadap kolaborasi Gunungkidul adalah sebagai berikut:
menjadi penghalang bagi setiap perangkat daerah dalam a) Lebih meningkatkan dalam upaya membangun
menjaga akuntabilitas organisasinya harus dirubah hubungan in-formal disamping hubungan formal antar
menjadi kolaborasi dapat mendukung pencapaian perangkat daerah, sebagai alat komunikasi dan
akuntabilitas organisasi, dengan demikian peran sebagai pertukaran informasi tambahan, karena dengan cara
entitas organisasi sendiri dengan anggota kolaborasi tidak ini dapat meningkatkan inovasi dan kreativitas setiap
mengurangi kinerja kolaborasi. perangkat daerah dalam menemukan solusi atas
e) Keterbatasan Penelitian permasalahan yang dihadapi;
b) Meningkatkan leadership dalam menjalankan peran
Pada penelitian ini menunjukkan lima variabel laten dan tanggung jawab sebagai anggota kolaborasi
valid mendukung kolaborasi pada sampel didalam dengan cara meningkatkan kapasitas dan keahlian diri
pemerintahan Kabupaten Gunungkidul. Namun di sisi terutama, lebih berfikiran terbuka, lebih sabar,
lain terdapat berbagai keterbatasan yang menjadi percaya diri, komunikator dan pendengar yang baik,
pertimbangan, yaitu sebagai berikut: mampu bekerja sama dengan baik dengan orang lain
• Penelitian ini menggunakan sampel satu dari setiap pada keterlibatannya dalam kolaborasi, sehingga
organisasi instansi, hal ini menjadi kendala karena kolaborasi dalam kondisi yang kondusif,
keterbatasan sampel yang ada dalam memberikan mengakomodir seluruh kepentingan dan kebutuhan
informasi yang berkaitan dengan data penelitian yang bersama sehingga terjadi pertukaran sumber daya
diperlukan. Adapun responden yang diharapkan menjadi pertukaran yang adil, kompetitif dan saling
dilapangan, meskipun sudah memenuhi kriteria yang menguatkan satu dengan yang lain;
diinginkan, namun sebagian besar responden adalah c) Membuat struktur organisasi kolaborasi yang
kriteria terakhir dari yang diajukan. Sebagai contoh sederhana namun jelas, sehingga pembagian peran
ketika mengharapkan seorang kepala desa yang dapat dan wewenang masing-masing dapat dilakukan
memberikan informasi, namun karena keterbatasan dengan maksimal;
dan kebijakan dari instansi tersebut, maka data yang d) Keterbukaan atas ketersediaan sumber daya yang
diperoleh diperintahkan kepada bawahannya, dimiliki dapat meningkatkan kapasitas aksi bersama,
sehingga ada persepsi yang berbeda ketika posisi sehingga memunculkan rasa saling percaya, saling
dipemerintahan dari responden yang memberikan pengertian,penghargaan terhadap potensi masing
juga berbeda; dan masing, saling pengertian sehingga menimbulkan rasa
• Keterbatasan jumlah responden menyebabkan data validitas interpersonal dan terjadi komitmen untuk
yang diperoleh kurang baik. Hal ini juga disebabkan kolaborasi yang berkelanjutan;
karena cakupan objek penelitian pada level
pemerintah daerah, sehingga ketersediaan responden
63
Juniyanto/ JIAP Vol 8 No 1 (2022) 45-64
e) Lebih meningkatkan pemahaman terhadap posisi Harington, D. (2008). In Confirmatory Factor Analysis.
organisasi sebagai individu perangkat daerah dan Oxford University Press.
sebagai anggota kolaborasi; dan Henry, N. (2018). Public Administration and Public
f) Lebih membangun kepercayaan dengan cara Affairs (30th ed.). Routledge.
berprinsip pada kejujuran dalam melakukan negosiasi Hossain, L., & Wigand, R. T. (2006). Ict Enabled Virtual
sebelum dicapai komitmen bersama, beriktikat baik Collaboration through Trust. Journal of Computer-
terhadap komitmen yang disepakati bersama, dan Mediated Communication, 10(1), 15-23.
tidak memanfaatkan keuntungan yang berlebihan doi: 10.1111/j.1083-6101.2004.tb00233.x
meskipun memiliki peluang lebih. Klijin, E. H., & Koppenjan, J. (2016). The Impact of
Contract Characteristics on the Performance of
Daftar Pustaka Public-Private Partnerships (PPPs). Public Money
& Management, 36(6), 455-462.
Adyana, I. P. (2019). Networking (Jejaring Kerja)- Kusdi. (2009). Teori Organisasi dan Administrasi.
Materi diklat PIM Tk. IV 2019 [Letter]. Badan Salemba.
Pengembangan Sumber Daya Manusia, Sulawesi Primaraya, S. (2016, January 1). Perspektif Administrasi
Tenggara. Publik Berdasarkan Pendekatan manajerial, Politik
Astuti, R. S., Warsono, H., & Rachim, A. (2020). dan Hukum (legal) dari David H. Rosenbloom.
Collaborative Governance dalam Perspektif Manajemen Keuangan Negara. Teori Keuangan
Administrasi Publik (1st ed.). Program Studi Negara.
Doktor Administrasi Publik Undip. https://teorikeuangannegara.blogspot.com/2016/0
Camarihna-Matos, L. M., & Afsarmanesh, H. (2008). 4/perspektif-administrasi-publik.html?m=1
Concept of Collaboration. Encyclopedia of Saleh, C., & Hanafi, I. (2020). Kolaborasi Pemerintahan.
Networked and Virtual Organizations, 311-315. Universitas Terbuka.
IGI Global. Scott, L. (2016). Collaboration and Community.
doi: 10.4018/978-1-59904-885-7.ch041 http://www.scottlondon.com/reports.collaboration
Cameron, K. S., & Quinn, R. E. (2006). Diagnosing and .pdf
Changing Organizational Culture: Based on the Thoha, M. (2011). Ilmu Administrasi Publik
Competing Values Framework. Jossey Bass. Kontemporer. Kencana Prenada Media Group.
Denhardt, J. V., & Denhardt, R. B. (2016). The New Thomson, A. M., Perry, J. L., & Miller, T. K. (2007).
Public Service: Serving, Not Steering. Routledge. Conceptualizing and Measuring Collaboration.
Dhanpat, N., Wyk, R. V., & Roberts, D. (2017). Journal of Public Administration Research and
Validation of the Thomson, Perry and Miller Theory, 19(1), 23-56. doi:10.1093/jopart/mum036
(2007) Collaboration Instrument in the South UNESCAP. (2013). What is Good Governance?.
African Context. SA Journal of Human Resource https://www.unescap.org/sites/default/files/good-
Management, 15(1), 1-11. governance.pdf
Denise, L. (1999). Collaboration vs. C-Three Zhu, J. (2016). Logistic Horizontal Collaboration: An
(Cooperation, Coordination, and Communication). Agent-Based Simulation Approach to Model
Innovating Reprint, 7(3), 10-20. Collaboration. Dissertation. Lanchaster University
Emerson, K., & Nabatchi, T. (2015). Collaborative Management School.
Governance Regimes. Georgetown University
Press.
Ferrell, W., Ellis, K., Kaminsky, P., & Rainwater, C.
(201). Horizontal collaboration: Opportunities for
Improved Logistics Planning. International
Journal of Production Research, 58(14), 4267-
4284.
https://doi.org/10.1080/00207543.2019.1651457
Getha-Taylor, H., Grayer, M. J., Kempf, R. J., &
O’Leary, R. (2019). Collaborating in the Absence
of Trust? What Collaborative Governance Theory
and Practice can Learn from the Literatures of
Conflict Resolution, Psychology, and Law. The
American Review of Public Administration, 49(1),
51-64.
Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan
Program IBM SPSS 19. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
64