Anda di halaman 1dari 3

Bumi Literasi

Pengarang : Amar Hadi


Assya’rawi

Pada suatu hari yang cerah di desa kecil bernama Desa Harapan, terdapat
sekelompok anak-anak yang sangat antusias dalam membaca dan menulis.
Mereka adalah Wiwid, Firdaus, Ahdi, dan Yusuf, yang mewakili berbagai suku,
agama, dan budaya yang berbeda-beda. Mereka adalah generasi muda yang penuh
semangat dan giat membaca. Meskipun mereka berbeda suku, hal itu tidak
menyurutkan keinginan untuk mewujudkan kebhinekaan dalam kehidupan sehari-
hari.

Desa Harapan adalah sebuah desa yang diinisiasi oleh seorang guru
bernama Ibu Fatimah. Ibu Fatimah adalah seorang pendidik yang sangat peduli
dengan pendidikan dan kebhinekaan. Dia percaya bahwa melalui literasi, anak-
anak dapat memahami dan menghargai keberagaman yang ada di Indonesia.

Setiap hari, Ibu Fatimah mengajar anak-anak tentang berbagai suku,


agama, dan budaya yang ada di Indonesia. Mereka belajar tentang sejarah, tradisi,
dan bahasa dari berbagai suku. Mereka juga belajar tentang keberagaman agama
dan kepercayaan yang yang ada di Indonesia. Bu Fatimah juga suka membagikan
buku cerita yang menarik untuk dibaca anak muridnya. Hal inilah yang membuat
wiwid dan kawan-kawan sangat menyukai membaca buku tentang kebhinekaan.
Mereka sadar bahwa Indonesia ini kaya karena budaya yang beranekaragam.

Selain itu, Ibu Fatimah juga mengajarkan anak-anak di lingkungannya


untuk membaca dan menulis. Bu fatimah merupakan sosok pendidik yang peduli
terhadap literasi. Dia juga menyediakan perpustakaan kecil di rumahnya untuk
anak-anak membaca gratis. Mereka membaca berbagai buku cerita yang menarik
dengan berbagai tema. Salah satu tema buku cerita yang tersedia tentang tema
kebhinekaan. Buku yang unik dengan gambar menarik membuat anak-anak suka.
Melalui buku tersebut, anak- anak secara tidak sadar telah mengenal
kebhinekaan di Indonesia.

Suatu hari, Desa Harapan diundang untuk mengikuti lomba menulis


cerpen bertema kebhinekaan di Indonesia. Lomba ini diadakan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan untuk memperingati hari sumpah pemuda. Bu
Fatimah pun mengajak anak2 desa harapan untuk berpartisipasi dalam lomba
tersebut. Mendengar hal tersebut, anak-anak Desa Harapan sangat antusias untuk
mengikuti lomba tersebut. Wiwid dan teman-temannya pun bekerja sama untuk
menulis sebuah buku cerita yang mengangkat tema kebhinekaan.

Dalam proses menulis cerpen, mereka menghadapi berbagai kendala.


Tetapi bu fatimah selalu memotivasi mereka, bahwa semua akan berjalan dengan
baik. Mereka harus mampu mengatasi perbedaan pendapat di antara mereka dan
segera menemukan cara untuk menggabungkan ide-ide mereka yang berbeda.
Namun, dengan semangat kebersamaan dan kerja keras, mereka berhasil
menyelesaikan cerpen tersebut.

Pada hari lomba, anak-anak Desa Harapan tampil dengan sangat baik.
Mereka membacakan cerita-cerita pendek mereka dengan penuh percaya diri. Para
juri terkesan dengan karya-karya mereka yang mengangkat tema kebhinekaan
dengan cara yang kreatif dan inspiratif.

Akhirnya, Desa Harapan berhasil meraih juara pertama dalam lomba


kebhinekaan tingkat nasional. Prestasi ini tidak hanya membanggakan bagi Desa
Harapan, tetapi juga bagi seluruh Indonesia. Melalui karya-karya mereka, Desa
Harapan berhasil mewujudkan generasi literasi yang menghargai keberagaman
untuk kemajuan bangsa Indonesia.

Dengan semangat yang sama, Desa Harapan terus berusaha untuk


menginspirasi desa-desa lain di Indonesia. Mereka mengadakan pelatihan literasi
dan kebhinekaan untuk guru-guru dan anak-anak di desa-desa sekitar. Mereka
juga menerbitkan buku-buku cerita yang mengangkat tema kebhinekaan untuk
didistribusikan ke seluruh Indonesia.

Melalui upaya mereka, Desa Harapan berhasil menjadi contoh bagi desa-
desa lain di Indonesia dalam mewujudkan generasi literasi yang menghargai
keberagaman. Dengan adanya generasi literasi yang kuat, Indonesia semakin maju
dan harmonis dalam kebhinekaannya.

Anda mungkin juga menyukai