Anda di halaman 1dari 6

LITERASI MEMBACA

1. Pengertian Literasi
Secara sederhana, literasi dipahami sebagai kemampuan dalam membaca dan menulis.
Menurut National Institute for Literacy, literasi adalah kemampuan individu dalam membaca,
menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang
diperlukan, dalam keluarga, pekerjaan dan masyarakat.
Gerakan literasi mulai mengalami perkembangan. Sampai-sampai kemampuan literasi juga
difokuskan menjadi parameter penilaian terhadap peserta didik dan guru. Salah satu alasan yang
penting adalah munculnya kesadaran yang mendasar tentang pentingnya kemajuan dan masa
depan bangsa Indonesia. Kalau kita lihat secara historis dan sosiologis, tingkat literasi yang
tinggi adalah faktor yang paling mendukung sebuah bangsa dengan masyarakatnya menjadi
unggul dan maju.

2. Tujuan Literasi
a. Menumbuhkan dan mengembangkan budi pekerti yang baik.
b. Menumbuhkan dan mengembangkan juga budaya literasi di sekolah maupun masyarakat.
c. Dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki dengan cara membaca segala macam
informasi yang bermanfaat.
d. Dapat  juga meningkatkan kepahaman seseorang didalam mengambil inti sari dari suatu
bacaan.
e. Mengisi waktu dengan literasi agar lebih berguna.
f. Memberikan penilaian kritis pada karya tulis seseorang.
g. Memperkuat nilai kepribadian dengan membaca dan menulis.

3. Jenis-jenis Literasi
 Literasi Dasar
Literasi dasar adalah kemampuan dasar dalam membaca, menulis, mendengarkan, dan juga
berhitung. Nah, tujuan dari literasi dasar adalah untuk mengoptimalkan kemampuan
seseorang dalam membaca, menulis, berhitung, dan juga berkomunikasi dengan dengan
sesama.
 Literasi Media
Literasi media adalah kemampuan seseorang dalam memahami berbagai bentuk media. Selain
memahami bentuk media, literasi media juga membuat orang mampu menyerap informasi
yang disampaikan media secara baik, bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk.
 Literasi Teknologi
Literasi teknologi adalah suatu kemampuan dalam mengetahui sekaligus memahami hal-hal
yang berhubungan dengan teknologi, seperti software dan hardware. Selain itu, dapat
memahami cara menggunakan internet yang baik dan benar serta etika dalam penggunaan
teknologi.
 Literasi Perpustakaan
Literasi perpustakaan adalah kemampuan dalam memahami dan membedakan karya tulis
yang berbentuk fiksi maupun non-fiksi. Kemudian memahami cara menggunakan katalog dan
indeks, juga kemampuan memahami informasi ketika membuat suatu karya tulis dan karya
ilmiah.
 Literasi Visual
Literasi visual adalah pemahaman yang lebih dalam menginterpretasi dan menangkap suatu
makna dari informasi yang berbentuk visual atau gambar. Literasi visual ada, karena muncul
pemikiran bahwa sebuah gambar itu dapat dibaca. Artinya, bisa dikomunikasikan dari proses
membaca.
4. Contoh Gerakan Literasi
a. Jadwal wajib ke perpustakaan
b. Membaca buku non pelajaran sebelum proses belajar dimulai
c. Membuat dinding motivasi di kelas

Bacalah cerita di bawah ini dengan cermat.

Pagi menjelang saat seorang gadis yang biasa dipanggil dengan nama Dara mulai
memanaskan air untuk membuat segelas teh panas. Dara, ialah gadis yang hidup dengan sejuta mimpi
di dalam sebuah rumah berdinding tinggi.
Dara merupakan gadis yang tumbuh di dalam keluarga berkecukupan, bahkan bisa dibilang
sangat kaya. Namun sayangnya Dara tidak bisa menopang tubuhnya sendiri tanpa menggunakan
bantuan kursi roda, sehingga merasa diacuhkan bahkan saat berada di istana mewah tersebut.
Kedua orang tua Dara selalu mengacuhkannya karena merasa tidak ada yang bisa diharapkan
dari gadis dengan kursi roda tersebut. Sementara kakaknya mungkin saja malu mempunyai adik
dengan kondisi seperti Dara.
Setiap hari Dara hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar dan sesekali mengarahkan
kursi rodanya menuju arah taman. Gadis yang berusia 17 tahun tersebut sangat senang untuk
menggambar di taman guna menghilangkan pikiran buruknya yang menyesali keadaannya.
Suatu pagi Dara jatuh dari kursi rodanya, namun tidak ada seorang pun di dalam rumah
tersebut mendekat untuk menolongnya. Rasa kecewanya terhadap hal tersebut membuat Dara
memiliki kekuatan untuk menggerakkan kursi rodanya ke arah taman kompleks, berniat menenangkan
diri.
Saat sedang terisak di taman, tiba-tiba Dara dihampiri oleh seorang gadis seusianya dengan
kondisi yang sama. Gadis tersebut mengulurkan tangan untuk Dara dan mulai menyebutkan namanya,
yaitu Hana. Mereka berdua mudah sekali akrab, mungkin karena keduanya saling mengerti kondisi
masing-masing.
Tiba-tiba Hana berkata, “ Dara, ingatlah bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang
terlahir sia-sia. Mungkin kita tidak bisa berdiri tegak layaknya manusia lain. Tapi, kita masih punya
hak untuk merasakan bahagia. Cobalah untuk menerima dirimu sendiri, Dara.” Lalu, gadis itu
berpamitan pada Dara.
Semenjak pertemuannya di taman dengan Hana, Dara mulai merenungi kata-kata yang
diucapkan oleh gadis tersebut. Dara berpikir bagaimana ia bisa seutuhnya menerima dirinya ketika
orang di dekatnya tidak mendukungnya sama sekali.
Dara mencoba mencerna perkataan dari Hana secara perlahan, meskipun seringkali ia
menangis ketika teringat kenyataan bahwa ia hanyalah seorang gadis yang diacuhkan. Hal yang
dipikirkan oleh Dara adalah bagaimana ia bisa mewujudkan mimpinya dengan kondisi tersebut.
Mimpi Dara adalah menjadi seorang pelukis yang karyanya bisa dipajang di dalam pameran
besar. Hal yang dilakukan Dara untuk memulainya adalah rajin membuat lukisan. Kesibukan tersebut
juga dilakukan Dara untuk tidak memikirkan mengenai dirinya yang selalu diacuhkan dan mulai
memahami perkataan Hana.
Perlahan mimpi sang Dara mulai terwujud saat diam-diam ia sering memposting lukisannya
melalui media sosial. Hingga suatu hari ada seseorang datang ke rumah Dara untuk menemui gadis itu
guna mengajaknya untuk bergabung di dalam sebuah pameran lukisan.
Kedua orang tua Dara terperangah mendengar ucapan pria tersebut, sebab tidak menyangka
bahwa Dara si gadis kursi roda bisa menghasilkan karya lukisan yang indah. Dara hanya tersenyum
melihat respon kedua orang tuanya dan memilih menerima tawaran pameran tersebut.
Berbagai lukisan indah dipajang dalam pameran yang diberi tema Mimpi Sang Dara. Orang
tua Dara menghadiri pameran tersebut dan merasa terharu atas pencapaian putri yang selama ini
diacuhkannya. Sementara Dara merasa lega bisa menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkan apa
yang dimiliki.
sumber:https://kumparan.com/berita-hari-ini/contoh-singkat-cerpen-tentang-persahabatan-1wIWJtPlluJ

Baca dan cermati isi teks berikut ini.

Permainan Tradisional, Puncak dari Segala Kebudayaan

Permainan tradisional adalah salah satu bagian dari ragam kebudayaan yang tumbuh di Indonesia.
Sebelum gempuran perkembangan teknologi muncul, aneka permainan tradisional sempat mewarnai
kehidupan anak-anak Indonesia.

Beberapa di antaranya dikenal luas di berbagai daerah, seperti petak umpet, galah asin atau gobak
sodor, kelereng, lompat karet, ampar-ampar pisang serta bentengan. Namun itu nyatanya hanya
segelintir dari ribuan permainan yang tersebar di Indonesia.

Setidaknya, menurut peneliti dan 'doktor' permainan tradisional Mohamad Zaini Alif, ada hampir
2.600 permainan tradisional yang ada di Indonesia.

Sering dimainkan sebagai lomba ketika momen perayaan Kemerdekaan Indonesia, Zaini menyebut
bahwa permainan tradisional hakikatnya tercipta sebagai hasil kebudayaan dari masyarakat setempat,
bukan bawaan bangsa asing yang sering dikira sebagian pihak.

Bahkan, kata Zaini yang merujuk teori sejarawan Belanda Johan Huizinga dalam bukunya Homo
Ludens (1938), permainan tradisional adalah puncak dari segala hasil kebudayaan.

"Jadi asal-usul perwujudan kebudayaan itu dari permainan tradisional. Dari permainan, dari konsep
bermain di anak-anak itu sendiri. Anak-anak memiliki konteks bermain, orang dewasa memiliki
konteks bermain, kemudian jadilah budaya-budaya itu muncul," kata Zaini saat berbincang dengan
CNNIndonesia di Bandung, beberapa waktu lalu.

Bila kini permainan tradisional dinilai hanya soal menang atau kalah dan mengisi waktu luang, Zaini
mengatakan di masa lalu permainan tradisional juga bisa dianggap sebagai persembahan, pengabdian
untuk negerinya, serta cara dalam bekerja.

Satu Keturunan

Zaini mengisahkan petualangannya mencari asal-usul permainan tradisional dalam berbagai riset yang
pernah ia lakukan. Ia sudah menelusuri permainan tradisional sejak SMA, menyelesaikan pendidikan
doktoral alias S3 dan masih berlanjut hingga kini.

"Asal-usul permainan tradisional di Indonesia sendiri sebenarnya saya menemukan dalam berbagai
naskah-naskah kuno abad ke-15, naskah saweka darma Sanghyang Siksa Kandang Karesian," kata
Zaini.
"Bahwa ternyata mainan yang dimainkan saat itu dikuasai oleh satu ahli yang bernama Hempul.
Naskah itu menjelaskan bahwa dulu mainan sudah jadi hal penting sehingga ada ahlinya," lanjutnya.

Hempul merupakan staf kerajaan yang ahli memainkan permainan tradisional di samping beberapa
staf ahli lain seperti Paraguna (ahli perang) dan Cakra (ahli masak).

Dalam pencarian lainnya, ia menemukan sebuah kamus yang dibuat pada 1869 yang telah
mencantumkan berbagai nama permainan. Salah satunya, permainan yang menggunakan gerak lompat
telah ada sejak abad 15.

Selain mencari tahu berdasarkan data yang ada di Indonesia, ketertarikannya pada permainan
tradisional pun membuat ia sampai mengembara ke Belanda. Di kota Leiden, Zaini mendapatkan
banyak temuan tentang permainan tradisional Indonesia.

"Belanda sangat berkonsentrasi bahkan membuat buku Javanese Kinde Spellen, buku tentang
permainan anak-anak Jawa dan itu ada 250. Bukunya sangat tebal, bahkan ada foto-foto permainan.
Artinya, ada satu perhatian khusus oleh Belanda terhadap permainan di Indonesia," kata Zaini.

Berbagai temuan itu diakui Zaini membuat dirinya semakin bertanya sebab permainan bisa memiliki
kesamaan di berbagai tempat. Ia pun menemukan jawabannya dari teori yang dikemukakan Granville
Stanley Hall, psikolog Amerika Serikat (1846-1924).

Stanley Hall mengemukakan sebuah teori yang dikenal dengan teori atavistis, yang berasal dari kata
'atavus' yang bermakna 'nenek moyang'. Stanley Hall menyebutkan bahwa di dalam permainan akan
timbul bentuk-bentuk perlaku yang menggambarkan bentuk kehidupan yang pernah dialami oleh
leluhur.

"Dalam permainan tradisional, saya ingin memperlihatkan bahwa dalam keragaman adalah kesatuan.
Kalau ada beragam permainan tetapi memiliki esensi nilai yang sama, maka kita satu keturunan yang
sama. Itu kalau kesejarahan bermain," lanjutnya.

Zaini pun mengungkapkan perbedaan mendasar antara permainan tradisional dengan modern yang
kini merajai kebudayaan dan pendidikan anak. Menurutnya, permainan tradisional mengutamakan
kebahagiaan pemain alih-alih soal menang atau kalah.

"Tetapi permainan modern itu sekarang lebih mengarah pada kemenangan, jadi dia harus menang
dulu, harus juara dulu, baru mereka akan senang," kata Zaini.

"Tetapi kalau permainan tradisional itu dia senang dulu [baru menang atau kalah]. Ini yang membuat
batasan permainan tradisional ini menjadi sangat unik," lanjutnya.

Televisi dan Pergeseran Minat Anak

Berdasarkan hasil penelitian Zaini, masa gemilang permainan tradisional adalah pada dekade '70
hingga '90-an. Saat itu, halaman di wilayah tempat tinggal masyarakat masih luas untuk digunakan
untuk bermain.

Ditambah, lama waktu anak-anak bersekolah pun hanya sampai pukul 12 siang. Kebijakan ini
membuat anak-anak memiliki banyak waktu sebelum matahari terbenam.

"Material permainannya pun masih banyak. Kemudian, saat itu juga baru ada satu saluran televisi
TVRI yang baru mulai pukul 05.00 sore sehingga tidak ada kesempatan anak untuk menikmati
tontonan dan mereka memilih mengeksplor keluar dan bermain permainan tradisional," kata Zaini.
Namun perkembangan zaman dan televisi mengubah pola bermain anak. Televisi swasta mulai
berkembang memasuki dekade '90-an, menawarkan lebih banyak hiburan di dalam rumah. Anak-anak
pun malas bermandikan terik matahari tropis.

Selain itu, lonjakan populasi membuat kebutuhan lahan untuk membangun rumah semakin besar.
Akibatnya, lahan-lahan luas mulai diubah menjadi bangunan beton yang berujung menyempitnya
arena bermain untuk anak.

"Saya merasakan tahun '90 atau '91 itu anak-anak sudah mulai bergeser atau kurang bermain keluar,
bertemu teman-temannya, meskipun sekarang di kampung-kampung masih berlangsung seperti itu
sebenarnya," kata Zaini.

Belum lagi, saat ini gempuran yang hadir berupa permainan dalam gawai. Anak-anak lebih memilih
duduk di rumah, asyik memainkan gawai atau berhadapan dengan layar komputer dan ponsel
genggam.
Perubahan kondisi itu menggerakkan hati Zaini untuk mengembalikan kebutuhan anak untuk
bersosialisasi dengan sebayanya dan memainkan permainan tradisional melalui Komunitas Hong yang
ia dirikan pada 2005.

Di samping itu, permainan tradisional pun ia anggap menjadi media sangat lengkap bagi anak-anak
dapat mengenal budaya bangsanya sekaligus sebagai upaya menyiapkan mereka lebih peduli terhadap
lingkungannya.

Zaini juga merasa optimis bahwa kelak permainan akan kembali muncul sebagai media pembelajaran
bagi anak-anak. Menurutnya, masa saat ini adalah adalah momen anak-anak akan merasakan
kejenuhan bermain permainan modern.

"Mereka ingin menggerakan tangannya, mereka ingin menggerakan kakinya, mereka ingin mencari
lagi permainan yang lainnya. Jadi, bukan anak-anak tiba-tiba harus kembali ke permainan tradisional
dan bermain permainan tradisional. Tetapi, permainan [tradisional] itu diangkat sebagai konsepsi
nilai-nilai yang sekarang ini dibutuhkan." kata Zaini.
sumber: https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20180817120306-241-323001/permainan-tradisional-puncak-dari-segala-kebudayaan/2

Refleksi

1. Apa saja kesulitan yang anda alami selama kegiatan belajar sesi ini?
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
2. Bagaimana cara anda mengalami kesulitan tersebut?
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

3. Bagaimana hasilnya?
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________
______________________________________________________________________________

Anda mungkin juga menyukai