Anda di halaman 1dari 110

Belajar

Mencintai Indonesia

Widi Suharto

2018

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto i


Widi Suharto
Belajar Mencintai Indonesia
Pra Cetak: Tim Sembilan Mutiara
Penerbit : Sembilan Mutiara Publishing
Trenggalek
Email : sembilanmutiara@ymail.com
Web : www.sembilanmutiara.com
HP : 081 335 865 671

Cetakan Pertama, Oktober 2018


Xiv + 96 hlm; 13 x 19 cm
ISBN: 978-602-0731-00-1

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

ii Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto


Kata Pengantar

Puji syukur terhatur ke hadirat Allah SWT yang telah


mengkaruniakan rahmad kekuatan, sehingga dapat
terselesaikan penyusunan buku ke dua karya bapak Dr Widi
Suharto, yang telah lama kami idam-idamkan.
Karya-karya Bapak Widi Suharto selama ini hanya
tersebar di media sosial, maupun di berbagai buku antologi
bersama, sesungguhnya telah lama, kami dari para murid-
muridnya berkeinginan untuk dapat mengumpulkan, dan
menjadikannya dalam satu dokumen, agar lebih mudah
dinikmati dan diapresiasi, namun sebab berbagai
keterbatasan baru kali ini dapat terwujud.
Buku ini tersusun, berangkat dari naskah buku
“Nyayian Seribu Riwayat” yang memuat karya-karya bapak
Widi Suharto dalam dekade 10 tahun, mulai tahun 2009
sampai dengan tahun 2018, yang di dalamnya terdapat
beragam tema: tema keluarga, tema pendidikan, tema religi
maupun tema kritik sosial.
Tetapi di buku ini, sengaja kami memilih karya yang
lebih mengarah pada tema nasionalisme. Sehingga kami
memutuskan menentukan judul Belajar Mencintai Indonesia.
Walaupun di dalamnya tidak kami susun berurutan
berdasarkan keserasian tema, tetapi tetap berdasarkan
penanda penulisannya sebagaimana dalam buku Senandung
Riwayat Musim.
Dengan tersusun dan terbitnya buku ini, diharapkan
dapat lebih mempermudah bagi pembaca dalam menikmati
karya-karya bapak Widi Suharto, bahwasannya, jika hendak

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto iii


membaca keseluruhan karya beliau selama 10 tahun terakhir,
dapat membaca buku “Nyanyian Seribu Riwayat”, namun
jika hendak membaca terkhusus pada tema nasionalisme,
dapat membaca buku ini.
Di buku ini, dapat kita lihat bagaimana bapak Dr Widi
Suharto dalam belajar mencintai Indonesia melalui karya
puisinya, baik melalui karya bertema kemerdekaan, dunia
pendidikan, maupun kritik sosial, yang semua itu tentu
berangkat dari kecintaannya terhadap Indonesia.
Teriring ucapan terimakasih kepada bapak Dr widi
Suharto yang telah memberikan ridho bagi kami untuk
mengumpulkan karya-karya beliau, dan menyusun sehingga
terbit buku ini. Tidak lupa kami sampaikan terimakasih tiada
terkira, atas bimbingan beliau kepada kami, sehingga kami
dapat berkarya. Apapun karya kami selama ini adalah berkat
motifasi, bimbingan dan arahan dari beliau.
Tak ada gading yang tak retak, demikian pula
penyusunan buku ini, tentunya tidak luput dari kekurang
sempurnaan, sebab itu kritik saran dan masukan membangun
dari para apresiator dan pengamat sastra, sangat kami
harapkan.

Tosa Poetra
Penulis
Pendidik di SMP Plus Sunan Kalijaga, Trenggalek
Ketua Lembaga Literasi dan Penerbit Sembilan Mutiara

iv Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto


‘Belajar Mencintai Indonesia’
dengan Gembira

Buku ini hadir di tengah maraknya isu-isu tentang


kesenjangan antara generasi tua dan generasi millennials.
Sebuah fase yang membutuhkan jembatan untuk
mengkerangkai komunikasi keduanya. Dua generasi dengan
rentang sejarah, peradaban dan pola pikir yang berbeda.
Perbedaan yang terjadi pula pada bagaimana mengapresi,
mencintai, dan memaknai sebuah cinta. Cinta universal.
Cinta pada tanah air, tanah kelahiran yang memberikan
nutrisi hidup, alasan berjuang dan roh kebangsaan.
Bagi generasi tua benang merah sejarah masih sangat
kental, kerena ada beberapa yang menjadi pelaku sejarah.
Nilai penghayatan atas cinta tanah air tentunya lebih mudah
dan lebih mengena. Daya sensibilitas rasa atas realitas masa
kini serta cita-cita perjuangan yang diperjuangkan dulu jelas
arah petanya.
Sementara generasi millennials yang kurang lebih 81
juta dari 225 juta penduduk Indonesia adalah generasi yang
bukan pelaku perjuangan sebelum kemerdekaan. Rentang
waktu ini seolah menjadi labirin bagi penghayatan atas nilai
perjuangan generasi sebelumnya. Generasi millennials
merupakan anak-anak muda dengan kemampuan IT yang
tinggi, kritis, smart membangun ide, serta lincah mengemas
stratup dalam industri kreatif. Yang demikian tentu segala
sesuatunya membutuhkan kecepatan dan transparansi dalam
segala hal. Termasuk di dalamnya memahami sebuah pesan
dalam sebuah karya utamanya puisi.

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto v


Fenomena ini agaknya yang ditangkap Dr. Widi
Suharta, dalam menyampaikan pesan lewat puisi-puisinya.
Puisi sebagai rekaman realitas sosial, kritik, dan curahan
rasa disampaikan dengan bahasa sederhana namun sarat
makna. Bagi generasi millennials apa yang ditulis Dr. Widi
Suharta memungkinkan cepat diserap. “Belajar Mencintai
Indonesia’ merupakan representasi keprihatinan atas
bagaimana Indonesia saat ini diperlakukan. Sebuah pesan
cerdas bagi generasi millennials agar bangsa ini ditempatkan
selayaknya menjaga martabat dan harga diri founder negeri.
Ada 55 puisi yang terpapar, dengan beragam tema.
Kegelisahan, kebanggaan, dan juga kritik. Seperti dalam
puisi ‘Dongeng Topeng’ yang membeber perumpamaan
lugas tentang bagaimana kejujuran menjadi sesuatu yang
mahal di negeri ini. Semua terasa kamuflase, dengan topeng-
topeng kemunafikan. Kemunaafikan yang pada akhirnya,
menjadi sesuatu yang biasa oleh sebab senantiasa lekat
dalam kehidupan kita.

‘Tapi lama-kelamaan,
dengan perjalanan waktu,
topeng itu masih utuh
melekat di mukanya.’

Oleh rasa cinta yang kuat pada tanah kelahiran, Dr.


Widi Suharto mengekpresikan aneka rasa dalam puisi ini.
Kadang kita diajak merenung, kadang bergolak, bahkan
tersenyum geli. Tersenyum geli oleh beberapa sentilan.
Salah satu sentilannya ada pada puisi ‘Bu Guru Belajar
UKG.’ Dengan model diafan dan bahasa yang jernih serta
tidak banyak menggunakan lambang-lambang kias,

vi Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto


kegamangan Bu guru menghadapi Uji Kompetensi Guru
tergarap apik. Meskipun intensitas bahasa yang merupakan
syarat dan ciri utama dari karya sastra puisi tidak begitu
dihiraukan, toh tidak mengurangkan daya kejut
pembacanya.
Akhirnya muara sebuah karya sastra adalah
memberikan ‘kegembiraan’ pada pembacanya. Kegembiraan
yang mewujud pada munculnya kesadaran. Kesadaran
bahwa hidup perlu penyikapan. Sikap-sikap positif yang
mengantar pada gerak optimis dalam menjalaninya.
Menjalani sesuai peran yang disandangkan. Menerima,
menghayati, dan menumbuhkan ketajaman nurani. Nurani
yang menuntun pada kehidupan yang sesungguhnya. Bukan
bagaimana menjadi yang paling kuat, paling cerdas, apalagi
paling kaya. Namun, bagaimana menjadi manusia yang
bahagia. Maka, buku ini menjadi pelajaran berharga untuk
generasi millennials, tentang bagaimana ‘Belajar Mencintai
Indonesia’ dengan gembira.

Resmiyati
Penulis buku Membelah Bulan

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto vii


viii Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto
Merasa Handarbeni

Kumpulan puisi dalam buku Belajar Mencintai Indonesia


ini sangatlah kental dengan jiwa nasionalis. Baca baris
dalam puisi untuk judul ini. Merah putih tegak berdiri di
ruang tengah // Setiap waktu, mencium ujungnya //
meresapi melalui jantung dan hati darahku, darah nenek
moyang, darah ana-anak cucu // Mengalirlah darahku,
berdenyar-denyar pori-poriku. // Bulu kudukku berdiri,
terpana melihat bangsa ini // Para pahlawan keluar dari
perut bumi membongkar kuburnya sendiri // Membakar
merah wajahku // melelehkan detik-detik air mata. Dari
baris puisi itu motret rasa cintanya pada pertiwi.
Mengingatkan kita pada tokoh Kumbakarna adik Rahwana
Raja dari bumi Ngalengkadiraja dalam cerita Ramayana
buah karya Walmilky dari bumi India yang kondang di
bumi kita Nusantara hingga kini.
Karena merasa handarbeni pada negeri tercinta ini, sang
penulis merasa terpanggil jiwanya untuk mencurahkan
ekpresi lewat karya sastra. Selain, Belajar Mencintai
Indonesia , dalam antologi ini juga ada beberapa puisi yang
peduli pada tanah tumpah kelahiran. Di sanapun keluar
sanjungan juga ada kritikan. Baca, puisi dengan judul:
Proklamasi, Kemerdekaan. Jangan Bilang Siapa-siapa,
Negeri Asyik, Merdeka Deka, Nyanyian Merdeka,
Indonesia Semakin Terpuruk, Kado Ulang Tahun Tanah Air,
Selamat Pagi Indonesia Pagi, Nyanyian Sepotong Roti,
Negeri Selingkuh, Bayi Itu, Syair Belajar Sejarah, Doa
Tanah Tumpah Darahku, Ketika Upacara.

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto ix


Widi Suharto, kecuali sebagai penulis juga merupakan
guru dan dosen di perguruan tinggi. Maka tidak ayal kalau
merasa ikut bertanggung jawab masalah moncer dan
terperosoknya dunia pendidikan di kemudian. Dari potret
yang bertemakan pendidikan, terlihat kalau penulis masih
punya kekentalan dengan: bahasa,sastra dan budaya jawa.
Ini dapat kita simak dari puisi yang berjudul “Hari
Pendidikan Nasional” //Hari pendidikan Nasional
merupakan tanggal lahir sang maharsi/ Begawan Wiyata
Ngaluhur Indonesia//..
Antologi puisi ini juga terasa hidup saat dibacakan.
Karena, disamping kekentalan makna, di sana-sini juga
terselip rima. Maka sudah sepantasnyalah, dengan lahirnya
antologi puisi ini kita angkat topi dan acungkan jempol.
Syukur juga turut apresiasi bersama, dengan cara:
membaca, menghayati, memahami dan menghargai.
Nuwun

Sanggar Sastra,02 Oktober 2018

St.Sri Emyani
Budayawan dan Sastrawan dari Panggul-Trenggalek

x Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto


Daftar Isi

Kata Pengantar iii


Pendapat Sahabat v
1. Hari Pendidikan Nasional 1
2. Proklamasi 2
3. Nyepi 3
4. Kemerdekaan 4
5. Tentang Hari Guru 6
6. Kemerdekaan 9
7. Jangan Bilang Siapa-siapa 13
8. Ning 12
9. Negeri Asyik 14
10. Nyanyian Cinta Kepada Guru 15
11. Dongeng Topeng 16
12. Merdeka Deka 17
13. Nyanyian Merdeka 19
14. Unas 20
15. Titip Rindu TKI 22
16. Renungan Agustus Ala Kampung 23
17. Perang 25
18. Cinta 26
19. Belajar Mencintai Indonesia 27
20. Banyuwangi Basah 29
21. Kau dan Aku 31
22. Magelang Epos 32
23. Indonesia Semakin Terpuruk 33
24. Katanya Gandrung 37
25. Sajak Belum Jadi 38

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto xi


26. Ning 40
27. Doa Hijriah 42
28. Kado Ulang Tahun Tanah Air 44
29. Selamat Pagi Indonesia Pagi 45
30. Bu Guru Belajar UKG 47
31. Doa Sapu Jagat Untuk Guru 59
32. Nyanyian Sepotong Roti 52
33. Negeri Selingkuh 55
34. Bayi Itu 56
35. Syair Belajar Sejarah 57
36. Kartini 60
37. Pawiyatan 61
38. Namun 63
39. Halo Jakarta 64
40. Hari Ini Bagiku Hari Ibu 66
41. Doa Tanah Tumpah Darahku 67
42. Dongeng Topeng 68
43. Yang Lebih 79
44. Calonarang dan Dewatacengkar 70
45. Terang dan Gelap 71
46. Dongeng Gajah 72
47. Kacung 73
48. Sumpah 74
49. Ketika Upacara 75
50. Subuh 76
51. Ihhh, Ketinggalan 77
52. Jhon, Rumahmu Di Sini 78
53. Doa Akhir Tahun 79
54. Prawacana 81
Biodata 89

xii Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto


Belajar
Mencintai Indonesia

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto xiii


xiv Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto
Hari Pendidikan Nasional

Hari pendidikan Nasional


merupakan tanggal lahir Sang Maharsi
Begawan Wiyata Ngaluhur Indonesia
Sudahlah keikhlasan cipta dan karya merupakan akad
persembahan pada negeri tercinta ini?
Sudahkah keluhuran budi Ki Hajar Dewantara
dibisikkan pada hati bangsa ini?
Sedangkan guru Indonesia semakin asing terhadap cita-cita
pemikiran, perjuangan
dan ketabahan kaki

Tulungagung, 2 Mei 2011

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 1


Proklamasi

Bulan ini tonggak-tonggak sejarah peradaban


terbangun dalam sebuah ensiklopedi
yang sangat panjang.
Peristiwa mulai menjalarnya anak cucu Adam
sebagai khalifah muka bumi,
hingga tumpah darah sebagai ajang reformasi.
Merdeka adalah iradah Tuhan untuk bangsa ini.
Telah berapa nyawa lepas sebagai persembahan
Telah berapa erangan merajuk dalam pelukan.
Merdeka!

Trenggalek, 18 Agustus 2011

2 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Nyepi

Hari ini saudara saya di Bali kembali menggapai tumpuan


sebagai penghulu langkah putra putrinya.
Semua tahu, mereka mendengar nyanyian sepi
yaitu madah, yang telah tersebutkan
dalam sabda para pujangga.

Senyumnya di balik tirai


terbenam dalam endapan biru
bunda pertiwi
Dia bernyanyi
Baginya suara suara derit bambu dan risik angin
sebagai pesta menyambut Sang Maharsi.
Dirgahayu Bali.

Bali, 23 Maret 2012

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 3


Kemerdekaan

Bulan ini bicara pada kita, Indonesia.


“Katakan, tak ada yang perlu
ditanyakan tentang kemerdekaan”
Sudah kelewat asing kita menyanyi
Telah bebas negeri kita untuk selama-lamanya.
Bila ada yang meragukan kebutaan ada dimana-mana.
Tolong sampaikan
yang belum kita punya hanyalah kepekaan itu ada.

Pada kemerdekaan, Indonesia Raya mengaru lagu


ya, ya, ya.
Pada kebutaan
jarak tiap hari merentang tambah sehasta.
Orang miskin terlihat kemiskinannya
tidak adil terbaca ketidakadilan.
Orang bodoh semakin terbaca kebodohannya.
Ketika orang-orang menjerit tentang ibu pertiwi.
Ah, itu bagian dari prasasti.
dan Indonesia jarak pandang dari masa ke masa
Ketika dalam terik matahari
dengan menggendong bayinya ibu-ibu mulai bicara
anulasi ada dimana-mana.
Ya, itu bagian dari demokrasi dan hak mereka dicatat
sebagai pernik-pernik sejarah hari ini.

Di jalan-jalan, di kota-kota, di desa-desa


di pematang menuju lembah

4 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


di pasar-pasar, di warung-warung, di perempatan jalan
menuju sekolah anak-anak bernyanyi
matahari terbenam hari mulai malam
terdengar burung hantu suaranya merdu
ooo la la, oooh la la
sekali lagi Indonesia melanjutkan refferainnya,
oh laaa, oh laa laa
ooo laa

STIKIP Trenggalek, 17Agustus 2012

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 5


Tentang Hari Guru

Sayang, kita jadi malu


dengan yang kita lakukan selama ini.
Materi ajar bahkan kurikulum
apalagi kebijakan kita koarkan
saban hari sering-sering tergelincir magnit politik.
Kita adalah para pemalu
kecanduan pola hidup tidak jujur.
agar bisa mengatakan yang sebenarnya
harus makan hati para pemimpi.
Bisa-bisa kitalah yang jadi komandan dunia
antah berantah yang kata ki dalang gemah ripah.
Kita butuh ribuan sungai air mata sebagai pengganti
rangkaian bunga atas penghargaan setinggi tingginya
bagi anak anak kita,
putra putri sang waktu yang secara jamaah
kita ajari bagaimana meracun diri dengan elegan.
Dari balik terali kata-kata, doa rasanya hanya
mengendap-endap untuk bisa sampai pada
Sang Penabur Kasih yang Pengampun.
Mari ucapkan doa ini selagi bisa,
“Tuhan, tak terhingga anugerah yang Engkau alirkan
lewat relung-relung nafas
namun yang kami rasakan
sebagai sekedar mempertahankan hidup.
Sedangkan di sekitar kami, pohon-pohon
yang hanya mampu bergerak
karena tiupan angin saja

6 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


semua bermunajad memuji kebesaran-Mu
dan bersyukur atas karunia-Mu.

Tuhan, betapa keingkaran telah


menutupi awas mata telinga kami.
Tuhan, nusantara yang kami ratapi
adalah lembaran daun surga
yang Engkau layangkan lewat musim musim yang
basah.
Lalu kami saling berebut untuk bisa membunuh di jalan
jalan, di pasar, di kantor kantor dan di sekolah.
Kesaktian serapah
telah menjadi pujian setiap hari bagi kami.
Masihkah tiupan berkah menyibak relung hati
anak negeri yang lohjinawi ini.
Tuhan, dari nestapa iman ini kami berharap,
putuskan mata rantai bencana yang bertubi tubi
terhadap generasi anak anak kami.
Betapa kami tak punya rasa malu.
Untuk ini kami tak bisa ingkar.
Tuhan, Kehendak-Mu kami tidak tahu,
karena itu kami mohon kepada-Mu."

Ada semi dalam riak kali


memutih....
memilin dengan bebatuan licin dan berlumut.
mengaliri lorong waktu yang semakin jauh
bermuara di ujung senja yang asing.
Onggokan karang membisu
dingin bersemi dalam angin

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 7


menebah ngilu belulang akut
gerutu tak kunjung surut
lalu apa hendak dituju?
Riak tetaplah riak
batu tetaplah batu
yang diamnya selalu menegur
penghias ketenangan,
dan meniriskan simponi alam
Bila riak kali menghadirkan gelora guruh
untuk menanam tampik dalam helaan waktu
pun begitu dengan pilihanku
Jika bukanlah hal yang kau suka
cukup tengok tak perlu bersua,
berucap,bertutur,merayu.
penuhi kehendakmu tanpa aku
biar kupijak kakiku walau masih dalam getar
Toh, riak kali masih bersedia bertutur
tentang berakit rakit ke hulu
bahwa benturan adalah refleksi jiwa
dan perjalanan adalah nafas tak bersesudahan
Juga, riak kali memastikan tak mau ingkar
bahwa bertegur sapa dengan keangkuhan adalah hidup
ketika kikis-mengikis, kais-mengais adalah endapan
dalam bangunan ornamen perjuangan
bahwa kepadatan keluhan, cacian, makian, cibiran....
tak lagi bermuka dua
Dia membuatku semakin tumbuh dengan bangga.

2 Mei 2012

8 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Kemerdekaan

Bulan ini bicara pada kita, Indonesia.


“Katakan, tak ada yang perlu
ditanyakan tentang kemerdekaan”
Sudah kelewat asing kita menyanyi,
Telah bebas negeri kita untuk selama-lamanya.
Bila ada yang meragukan kebutaan ada dimana-mana.
Tolong sampaikan
yang belum kita punya hanyalah kepekaan itu ada.

Pada kemerdekaan, Indonesia Raya mengaru lagu, ya,ya, ya.


Pada kebutaan, jarak tiap hari merentang tambah sehasta.
Orang miskin terlihat kemiskinannya,
tidak adil terbaca ketidakadilan.
Orang bodoh semakin terbaca kebodohannya.
Ketika orang-orang menjerit tentang ibu pertiwi.
Ah, itu bagian dari prasasti.
dan Indonesia jarak pandang dari masa ke masa
Ketika dalam terik matahari
dengan menggendong bayinya ibu-ibu mulai bicara anulasi
ada dimana-mana.
Ya, itu bagian dari demokrasi dan hak mereka dicatat
sebagai pernik-pernik sejarah hari ini.

Di jalan-jalan, di kota-kota, di desa-desa,


di pematang menuju lembah
di pasar-pasar, di warung-warung, di perempatan jalan
menuju sekolah anak-anak bernyanyi

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 9


matahari terbenam hari mulai malam
terdengar burung hantu suaranya merdu
ooo la la, oooh la la,
sekali lagi Indonesia melanjutkan refferainnya,
oh laaa, oh laa laa
ooo laa

STIKIP Trenggalek, 17Agustus 2012

10 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Jangan Bilang Siapa-siapa
(PKS Vs KPK)

KPK bersentuhan kasus dengan berbagai pihak


Apa kata PKS.
Abu hangat menyebar kemana-mana
Apa kata PKS?
Sekarang, tak ada yang luput ?
Apa kata PKS.
PKS pun kena.
Apa kata dunia?
Haaa?
Tidak usah melihat Jakarta.
di daerah jawaban sudah sekian menumpuk.
Ada suara nyaris luruh,
angin menebarkan sampai ke bungker-bungker,
" Hay, Jangan bilang Siapa-siapa!"

21 Mei 2013

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 11


Ning

lalu selalu membuahkan rindu tak selesai


tapak demi tapak semakin jauh menuju muara
ditempa dari berbagai penjuru
kadang diterimanya dengan tertawa
kadang dirasakannya hangatnya tetesan air mata
kadang pula berkelebat menyerupai kilat
tak sempat memikatnya dengan temali taubat
lebih sering lagi
sia-sialah kita
sebagai pembiar karunia lewat begitu saja
tak tersimpan, tak terumuskan dalam jidat

Seperti malam ini, sekian tahun yang lalu


kali pertama kamu menghirup udara dunia.
Sekarang telah menjadi takdirmu,
waktu sebagai penanda
menggenapi usiamu.
Tak banyak bapak berikan
sebagai pelengkap perjalananmu,
selain doa dan harapan.
Semoga tambahnya usia,
kau menapaki jalan nasib dengan yakin dan bersyukur.
Berkah dan rahmad selalu mengalir
mengiringi seluruh hidup dan pergimu.
Aamiin.

16 Juni 2013

12 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Negeri Asyik

Kalau ibu-ibu sudah punya kecintaan membaca


Kemana pun pergi di tas selalu terselip buku-buku bacaan
waktu senggang
sudah mampu mengikis budaya gunjingan
terhadap handai tolan
gosip tak ada tempat dalam pikiran
maka generasi yang terpinggirkan selama ini
akan menjadi jawara-jawara ilmu perngetahuan
Tidak perlu menunggu abad
Indonesia tak lagi menjadi objek jelalatan
negeri-negeri yang mengaku atas nama kemanusiaan
mengaku atas nama bulan bintang,
atas nama keadilan dan kesejahteraan,
dan atas nama kerakyatan
menghujat habis-habisan negeri ini
negeri gemah ripah korupsi
negeri lohjinawi nepotisasi
negeri subur makmur demontrasi
dan tak lagi kolusi model Mohamad Fathonah Lutfi
menjadi aib anak-anak generasi.

Trenggalek, 28 September 2013

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 13


Nyanyian Cinta Kepada Guru

Tuhan berkehendak dengan firman-Nya


Senoktah merah merasuk dalam haribaan
menyisiri belantara sejarah
Itulah kita.

Seberkas tragedi menapaki


sela-sela perjalanan
senyum dan tangis tak habis-habis
Itulah kita.

Seonggok pekat hitam


dilukis matahari dengan
tinta warna-warni tanpa henti.
Itulah kita

Maka kerumunan demi kerumunan


merentang mengayun-ayunkan
cinta kasih sepanjang jalan.
Itulah Ibu Bapak kita

Pucuk-pucuk ranting mengais-ngais


riwayat Sang Sisyphus yang menanggung beban
sumpahnya sepanjang lembah menuju bukit tak terperi.
Itulah guru-guru kita.

Seringkali kesadaran jalan merambat


hanya sekedar untuk bertegur sapa

14 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


pada berlalunya waktu
yang rabun melihat wajah sendiri

Dalam tepian sesal kita masih menyisakan beban


beribu langkah menuju sekolah
membiru nasib, menyisiri waktu
apakah masih membersit harapan bisa bertemu?

"Ketika itu kami datang.


Masih basah ingatan kami
putra-putri yang meminta perhatian dengan kenakalan
Putra-putri yang melukisi sejarah hingga usiamu
semakin teriris di bibir hari

Bapak. ibu, tak ada yang lebih berarti dari


Seribu harta sepanjang kami cari.
Ampuni kami.
Maafkan semua salah kami.
Doamu seribu jalan menuju surga
Selamat berpisah
Ridamu yang kami terima
selalu di muka jalan kemana pun
kami akan Sampai."

25 November 2013

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 15


Dongeng Topeng

Dongeng itu terus menerus muncul


dengan dandanan selalu berbeda.
Nyaris tak mengenalnya, kita.
Tapi lama-kelamaan
dengan perjalanan waktu
topeng itu masih utuh
melekat di mukanya.

Akhir Desember 2013

16 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Merdeka Deka

Merdeka
Indonesia
moga-moga aman
tidak ada penyandraan teroris cinta
termasuk bencana asmara
bedebah putus cinta
dan belenggu rindu

Awas
Mereka, kejamnya melebihi separo bumi
Dunia ini akan aman dan abadi
bila tidak tercemar pundi-pundi
yang dihadiahkan petakanya
termasuk limbahnya

Merdeka

Kibarkan panji-panji kebebasan


tanpa utang piutang
tanpa impian bidadari
tanpa madu yang meracuni belantara hati
tanpa janji yang selalu mengibuli
tanpa kenduri sumpah
tanpa kesaktian serapah
tanpa....
apa lagi ya?

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 17


Oh ya
Tanpa pertanyaan konyol

Oh ya, satu lagi


Tanpa basa-basi

Tapi apa bisa, ya


Indonesia bebas
dari itu semua?

Merdeka

4 Januari 2014

18 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Nyanyian Merdeka

Seduhlah setiap pagi dan sore


Teguk bersama dahaga
Terbang bersama kepul cerutu
Nikmati

Pintu itu lebar terbuka.


Dari lintasan jarak pandang
terdengar kidung asmaradahana
Kaukah itu?
Awan berarak
Mega mengoyak-ngoyakkan diri menari
cakrawala menggeliyat,
puing-puing cinta masa lalu
mengurai senyum,
jenak menyaksikan MoU
dalam binar cahaya ufuk pagi.
Mereka sama-sama riuh berteriak
Merdeka…

26 Maret 2014

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 19


Unas

Anak-anakku
Besuk, selama tiga hari
hidupmu merasa terhakimi
Belajarmu selama tiga tahun
ditentukan hanya dengan tiga hari.
Tidak adil memang,
tapi itu kenyataan yang harus kamu hadapi
Tidak ada yang bisa kamu sebut
selain Tuhan dan Ibu Bapak
Bapak-Ibu guru tidak akan membantu
dalam bentuk apapun kecuali doa dan suport dari jauh
Ini bukan tantangan
melainkan ujian persiapan
dalam menghadapi diri sendiri,
lingkungan dan masa depan
Jadilah kamu kebanggaan orang-orang tersayang
Jadilah kamu jembatan dalam merangkai mimpi
Jadilah kamu anak panah yang melesat menuju sasaran
Tak ada rintangan tak mampu dilewati
Tak ada halangan tak dapat diloncati
Jalan itu jalan biasa, terbuat jejak dahulu kala
Sekali lagi, bukan jalan istimewa.
Orang-orang sebelum kamu juga melawati jalan itu-
itujuga
dan akan dilewati adik-adikmu.
Sepanjang-panjang.
Selama-lamanya.

20 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Hanya Tuhanlah memutuskan selesai
atau masih terus berjalan.
Karena itu doa adalah penerang jalan
kemana akan kau tapaki.
Berdoalah demi masa depan.
Memohonlah kekuatan untuk mengiringi
jalan setapat yang kamu lakoni ini
hingga selesai.
Mohonlah rahmat dan hidayah
karena keduanya senjata paling ampuh
dalam meniti hidup yang kamu tempuh.
Satu lagi perlu kamu pikirkan
tak ada jaminan kebenaran yang kita yakini
benar menurut Tuhan.
Tak ada jaminan arah jalan bukan jalan berliku.
Tak ada jaminan manusia terbebas dari salah dan khilaf
dalam neniti laku.
mintalah ampunan kepada Tuhanmu atas semua itu.
Semoga ridla Tuhan bersamamu
Amiin

12 April 2014

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 21


Titip Rindu TKI

Ini kangen
kutitipkan
pada hembusan pagi,
teracik semangat
untuk merengkuhnya.

kudengar
riuh
suara arus mudik,
sudah kesekian kalinya
Tidak...
aku tidak akan menangis
kali ini,
cukup satu tanyaku
Tuhan...
"Giliran mudikku kapan ...?"

22 Juli 2014

22 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Renungan Agustus Ala Kampung

Menyongsong peringatan proklamasi


Bangga, bahagia dan haru
kami rasakan saat-saat ini
Rasa syukur hadir tiba-tiba
Dulu, ketika para sesepuh
masih banyak yang sugeng
menjelang acara puncak
Selalu ada diskusi dan sarasehan
tentang peristiwa sekitar proklamasi
Serasa gayeng menikmati suguhan
telo godhok dan goreng
hasil ladang kemarau pereng
Jerih payah keringat warga yang ikhlas
untuk acara yang paling dinanti-nanti
setahun sekali

Terakhir ini
terasa cuwa dan kosong
Tak tersisa
setelah para sepuh itu
satu-satunya
diambilnya pula

Sepijar lampu dinyalakan


rembulan, asal cahaya malam
suasana mengalir sampai pada titik hening
Mata sementara rehat tersebab gelap

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 23


Telinga dengan kesadarannya sendiri
mengambil alih fungsi
kulit, rambut dan kuduk membangun atmosfir
dengan kesadaran utuh lewat pori-pori waktu
anak-anak kata beterbangan menyampaikan pengantar
ayat-ayat mutiara dari lesan bulan
seperti ada konvensi, dingin dingin
Jauh hari Sutardji Chalzoum Bachri
lewat mantranya, "Kata-kata haruslah bebas
dari penjajahan pengertian, dari beban idea.
Kata-kata harus bebas menentukan dirinya sendiri."

Seorang bocah mencipta malaikat


hanya dengan kata-kata.dari Tuhannya
Seribu bahasa malaikat bersaksi
rakyat membangun keyakinan
gemuruhnya tegak lurus menuju langit
berbanjar-banjar barisan kata-kata
menggelar hati dan pikiran
sebagai sajadah menunduk hati dan kepala

17 Agustus 2014

24 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Perang

Ya, ya ya . Saya tunggu.


Saya ingin, sebagaimana kemarin,
betul-betul mencukur sampai bersih
tak tersisa.
Bertindak dengan mengerahkan seluruh kecermatan.
jari tangan tak lepas dari perintahkan melakukan ekspansi
dengan kelenturan yang terlatih siaga sepenuh titah.
tersistem penuh perhitungan
Semua aksi mengikuti garis komando
Jendral Ki Panji Asmara Dukana
di atas kendara terbang bak Sang Garuda.
Pertama membuka semua selubung,
selongsong, kerudung dan atribut penentu identitas,
kedua menyibak dan membolak balikan
lipatan guratan atlas nan halus sekaligus sensi.
Konsentrasi sepenuhnya
terfokus pada sasaran tembak
tepat di tengah tengah dua tiang penyangga plakat
merekah bertuliskan,
"Serbuuu !!!"

10 November 2014

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 25


Cinta

Ibu tak akan bicara kebanggaan


tapi dari kata-katamu
dia meneteskan air mata
dan segera mengusapnya
sebelum ada orang melihat
Tetesan itu jatuh kepipi
Menjelang ajal ia memanggili anak-anaknya
satu persatu
tak tega ia tinggalkan
Sebelum bahagia itu merambat panjang
kepada yang terkasih
satu persatu
Tak tega ia lepaskan
senyum itu menggarisi pipi
dari lelehan mataair
bersumber dari relung
yang ketika dulu berwarna merah
berasal dari luka parah

November 2014

26 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Belajar Mencintai Indonesia

Lambang negara sudah


Presiden dan Wakil Presiden sudah
Semestinya pula
merah putih tegak berdiri di ruang tengah
Setiap waktu, mencium ujungnya
meresapi melalui jantung dan hati
darahku, darah nenek moyang, darah anak-anak cucu
Mengalirlah darahku, berdenyar-denyar pori-poriku
Bulu kudukku berdiri, terpana menatap bangsa ini
Para pahlawan keluar dari perut bumi
membongkar kuburnya sendiri
Membakar merah wajahku
melelehkan detik-detik air mata

Dalam rabun mataku


aku merasa Bung Karno meraba pundakku
Aku perhatikan Bung Tomo turun dari Hotel Yamato
melambaikan tangan padaku
Aku menyaksikan Tan Malaka geleng-geleng kepala
menyaksikan kita
saling berebut sepotong daging berkah
Aku melihat lembut Diponegoro menuju mushola
mengetuk aras dengan gema puji syukur
Ki Hajar Dewantara, bertelekan teken untuk berdiri
dengan senyumnya berucap padaku
"Aku sudah lama berdiri di sini."

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 27


Rohku direbut orang-orang sekian banyak
mereka bukan membawa merah
mereka menyemburkan darah
muncrat mendedah di langit
langit merah
awan merah
luruh jadi hujan
tengadahku kuyup
darah megguyur di sekujur tubuhku
berteriak mengiris
"kalian pengkianat
kalian penjilat
kalian laknat
darahku kau hisap
hutanku kau babat
bumiku kau sikat
lautku kau pukat
tegakah kau radang anak-anakmu nanti
sampai hatikah kau racun anak-anakmu sendiri
Bendera telah kau jual amat murah
di negeri ini."

Trenggalek 20 April 2016

28 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Banyuwangi Basah

Tak lupa saya ucapkan salam jumpa


kepada kota paling ujung di Jawa Timur ini.
Kepada pagi. Kepada siang. Kepada malam.
Kepada hujan yang mengguyur awal kemarau.
Kepada angin.
Kepada warga,
kepada seluruh kontingen dari 38 kabupaten dan kota.
Tentu juga kepada sampah kotak makan
dan botol gelas plastik minuman yang menggunung
selamat kepada penyapu dengan muka kecewa
dan anyel melihat sampah berserakan.
Indonesia memang rakyat berjuta pencipta sampah
menganakpinak dimana mana.
Di darat,
sungai,
di gunung,
di danau,
di laut.
Jangan tentang mereka.
Mereka orang merdeka.
Selamat malam semuanya.
Banyuwangi malam yang sepi
dengan jalan lumpuh di trotoar
karena pedagang kaki asongan
dan bakul gorengan di sepanjang jalan.
Selamat malam Banyuwangi yang apeg
karena selokan yang mampet.

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 29


Selamat malam sekolah yang bersih dan indah.
Selamat malam pada dengkur kotaku yang pulas tidur.
Selamat malam pada suara suara aluran tawa renyah
ditempa organ yang payah.
Selamat malam Banyuwangiku
yang bergelombang tenang
dari pantai di sepanjang jalan.
Selamat malam karipku yang redup lampu neon jari jari.
Selamat malam malam Tuhan.
Pagi dini hari mengundang.
Semoga berkahmu menyebar
dan menggumpal-taburi buga warna warni
pada bumi yang gundah.
Selamat malam Bundaku yang pertiwi

12 Juni 2015

30 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Kau dan Aku
(Nasib Masing-masing)

Aku mengerti apa yang kau pesankan


Aku paham apa yang kau terangkan
Aku menerima apa yang kau keluhkan
Aku merasakan apa yang kau ucapkan
Hati jadi melar ketika kepada waktu
derita bicara sendiri
begitu gamblang dan jeli.
Kau hanya diam, dari nafasmu aku dengar
hanyut dan mengiyakan
Memang, nasib, takdir, hidup dan mati
masing-masing kita mengalami
Sayang, jadi berbeda
setelah kau jauh
setelah kau jatuh
Dari pandanganku
kau lepas jangkauan
Dari ketak-berdayaanku
tanganmu menggapai.
Sendiri kau lucuti masa lalu.
Kau genggam nasibmu
Kugenggam nasibku
Sedangkan takdir merana dalam pencarian
dan Tuhan merengkuhnya teramat kuat
Tak sesuatu pun kita kuasa berlari.

28 Juni 2015

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 31


Magelang Epos

Sebagian hidupku tertanam di sini.


Di Magelang saya banyak belajar menjadi Jawa.
Di Magelang satu titik nadir, seakan tak berarti,
ternyata singkap epos besar dan panjang tak berputus.
Dari tiap pojok lakon lahir cabang dan reranting.
Cerita lucu, tapi dari situlah
Orang orang belajar mencintai sesama.
Menghargai setiap buah karya
Senyum dan sumringahya wajah
lebih berarti daripada sejuta getir dalam lakon tragedi.
lebih mulia daripada serangkai melodrama televisi.
Keindahannya tak berhingga
sampai hentian terakhir
puncak Gunung Tidar
kita bernyanyi bersama
Semua suara dirahmati kemerduannya
Kita berdeklamasi, semua ekspresi dititahkan
sebagai kesaksian belantara
Kita ciptakan puisi, harmoni bunyi bahasanya
seindah orkestra simponi.
Kita ciptakan gerak ritmik terlahirkan tari bedaya
ditarikan para dewi kahyangan Giri-giri.

2 Juli 2015

32 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Indonesia Semakin Terpuruk

Indonesia semakin terpuruk


Mewabah mulai gedibal hingga pemodal
mulai kopral hingga jendral
mulai pencuri sandal hingga
koruptor tingkat global
tergiring habis memuja asing
merendahkan darah daging sendiri
Bila sudah berhadapan dengan sesuatu
berasal dari asing
begitu antusiaslah
taruhlah untuk minta perhatian
tentang harga jati diri
Boro-boro.
sedikit saja suruh memperhatikan,
keluar kata-kata memerahkan telinga.

Dalam rentangan kala,


dulu lahirlah mitos ha na ca ra ka
Dewata Cengkar seorang raja pribumi
Digambarkan seorang raja zalim pemakan manusia
musuh yang dari asing itu
seharusnya sekedar kita sapa tidak perlu memaling
diberi nama indah bak nabi utusan para dewa
AJISAKA
Jernih muka rona rupawan
Kasih bunda dambaan gadis perawan

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 33


Pernah pula, bahkan sampai sekarang
kagum pada Eropa dan perangkat-perangkatnya
Pramoedya, implisit, termasuk dalam barisan ini
Tidak tahukah akhir perang Jawa
karena liciknya Sang Raksasa putih
peminum darah pemakan daging pribumi
kemudian habis-habisan Indonesia dikuras hartanya
ditinggalkan dua buah kereta berkuda
sekarang dipuja-puja anak negeri
bagai kereta Sang Krisna perang membawa Arjuna

Jepang masuk Indonesia


begitu mudahnya
mereka menghancurkan martabat bangsa
dalam waktu singkat
hanya seumur jagung, kata orang Jawa
Itu karena yang asing
selalu menduduki kesan pertama,

Era merdeka dikomandai angkatan '45,


hiduplah mitos Si Malin Kundang
Anak laut hidupnya dipasung
kekejaman pembuat cerita
hanya karena hidupnya berhasil
lupa di tanah pesisir

bila seorang tetangga berhasil hidupnya


dicurigai karena babi ngepet
karena thuyul dan jen prewangan popok wewe
membantu mencuri bagaimana caranya mbarang

34 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Wa Haji sepulang dari tanah suci
Diberkati bisa membeli tegalan
Sawah kulenan karena pepetri
difitnah umrohnya semata cari rejeki
totallah Indonesia menjadi trompah asing.
semua kesaktian serapah berpindah raut sumping
Kasih ibu yang cintanya tak berbanding
dipecundangi sebagai mumi sejarah
menyebabkan tangis malam berjepanjangan

Begitu gencarnya para ustadz


sebagai idola mama-mama,
Kemana-mana ceramahnya selalu mulai
salam dengan kata-kata
“Jadi orang islam itu harus kaffah”,
Duuh kaffah bagaimana .
bila mereka tak mengenal gamelan
slendro pelog dan barang
dilengkapi gamelan sekaten,
mereka tak mengenal sejarah bangsa ini,
mereka tak mengerti
perjalanan islam di tanah air ini
bahkan berkat para wali pun dipecundangi.
sebagai laknat dan sinkretisasi
Lihatlah masjid dan musholla
dibongkar karena bergenting dan pakai dupa
“Semua masjid mesti berubah”,
kata mereka
limas segi lima pun harus berganti kubah
Ya ya ya, apakah Nabi mewajibkan masjid

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 35


bermahkota Cordoba Bani Umaiyah
Tragisnya tahun belum sempat berganti
tuduhan bertebaran bak jamur dwipa
panitia pembangunan terlibat korupsi
buktinya masjid belum seumur musim panen
lampau selesai musim belumlah berganti
atapnya retak dan bocor
bercak lumut melebar tumbuh dimana-mana
tak sadarkah mereka
Indonesia bukanlah Arab apalagi negari matador?

Piuuuh
Apalagi ini,
Ibu-ibu pada nonton sinetron
dikerubuti anak anaknya sepulang ngaji
khusu' berjamaah tahiyatul tivi
bakdiyatul telenovela korea Jepang dan hindi.

9 Juli 2015

36 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Katanya Gandrung
(Ya Jangan Suthik To?)

Lho, kok ketinggalan zaman bagaimana?


Bagi Eropa yang dianggap modern itu
ya gamelan lengkap pelog slendro
Guitar, biola, piano itu
itu kan tradisional, sayang.
Mereka sejak pertengahan abad 20
gandrung seni budaya modern
Kalau ditanya, mana yang modern itu?
Jawaban mereka pasti
Ya gamelan, ya wayang kulit, ya macapat
tembang cilik, tembang tengahan, tembang gedhe.
Lho, katanya gadrung pada Eropa dan Amerika.
negara manakah musium wayang
terlengkap di dunia?
jangan suthik to bila mendengar jawaban,
negara tersebut adalah Amerika.
itu baru salah satunya .

9 Juli 2015

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 37


Sajak Belum Jadi

Anak muda ini, pasti tidak sendiri


ada banyak yang lain
Sejak kecil mereka diajari membaca lingkungan

Lihatlah ketika berkemah


semua barang milik yang disukai
sebisanya dibawa menggenapi diri.
menjadikan perkemahan sebagai potret pribadi
menjadikan alam, sebagai rumah mahligai.
Sibuk, sesibuk-sibuknya
begitulah kiranya, berlama-lama di alam terbuka
dengan permainan panggung sandiwara
masih mungkin menaruh kesempatan
menangkap, membaca, menyerap, merespon
mencintai sesama.
Orang tua selalu mengingat-ingatkan, ketika berangkat
"Jangan ada tertinggal, ayo dicatat!"

Begitu lima jam sudah berlalu


di pintu masuk area ibu sudah menunggu
dibawanya macam-macam kesenangan.
Semua makanan kesukaan, nyaris penuh satu keranjang
Beginilah cara meraka belajar membaca alam
beginilah cara mereka mengeja lingkungan
beginilah cara mereka merasukkan jiwa setia kawan
Terlalu jauh angin bertiup
terlalu dini matahari hinggap di pipi

38 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


terlalu lama waktu mengitung detak
terlalu lelah terik mengeluh kesah
anak-anak generasi mengisi hari seakan tak terperi
belajar mengerti
bagaimana bercanda dengan alam
bagaimana bergurau dengan lingkungan
meletakkan kepala tak terlalu jauh dengan alamat
bernama wutah darah
berharap kelak dewasa
mewakili atas nama berbagai suku dan bangsa
bila nantinya duduk sebagai anggota dewan
mampu mengeluh berlimpahan aji pengasihan
berdaya guna menciptakan sungai sanjung
mengaliri lembah gunung dan lautan peluh
Bila terjadi dituduh korupsi
akan mengerti jurus-jurus mengelak
bagaimana terbebas dari jerat balak
karena itulah sesungguhnya pelajaran budi pekerti
selamat dunia dan bahagia akhirat
tak akan ada tuduhan perbuatan tercela
pastilah orang bilang inilah wajah Indonesia
sudah diprediksi akan dapat berkah tambahan
sebuah pulau yang berasal tumpukan
milyaran pempers para bayi tabung haram jadah
Indonesia memang gemah ripah loh jinawi
tanpa jerih payah, tanpa keringat lelah
rejeki datang sendiri tumpah ruah

Trenggalek, 21 September 2015

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 39


Ning
(Untuk Anakku )

Kemarin banyak orang bertanya-tanya


tentang Gestapu
tentang Kesaktian Pancasila
ternyata hari ini diperingati dengan upacara
adakah orang tidak setuju?
Bisakah ingkar akan perjalanan sejarah
akan perjuangan nilai-nilai
tentang riwayat PKI
tentang keluarga para sultan yang dibantai?

Amir Hazah adalah saksi nestapa


betapa kejamnya senoktah fitnah politik
Gubernur Suryo pun tak luput
mengalami nasib sia-sia di dekat Ngawi
Itu pun rasa geram telah ditimbulkan
dalih mutlak kebenaran satu pihak

Pada tanggal itu, Ning, kamu lahir


Apakah kamu menjadi lebih mengerti
akan rentetan sejarah
tragedi yang bertubi-tubi?
tentang pengkianatan yang mengharu biru
tentang pembunuhan yang seharusnya tidak boleh terjadi
di bumi Tuhan yang bernama Indonesia ini
Dengan penuh bayangan kelam begini kamu lahir
sebagai kulminasi sejarah.

40 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Ditandai lahirmu, lakon ini seharusnya berakhir
Sura dira jayaning rat
Lebur dening silaning astuti

1 Oktober 2015

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 41


Doa Hijriah

Harapan yang mengendap di kepala kita


menginginginkan yang baik-baik saja
sekian banyak, menyebar kemana-mana
terbawa angin bertiup
terhanyut di air mengalir
tersampaikan pada embun satu muharam
pada sorot matahari pertama
pada sejuk pagi setelah terjaga dari mimpi
pada kesibukan gagasan
dari yang paling gila
sampai yang paling anggun bijak berperi
tak mampu memilah-milah satu persatu
Semoga Tuhan memilihkan yang terbaik
untuk bangsaku
untuk negeriku
untuk Indonesiaku
tanah air dan tumpah darah
yang melayaniku hidup
yang menimangku sayup
yang melindungi dari petaka lapar dan dahaga
yang memberiku segala impian
tentang cinta dan kemuliaan
tentang kebahagiaan dan kesejahteraan.
Semoga Tuhan memberi jalan
bagaimana mencabuti rumput korupsi
mematahkan ranting-ranting kolusi
memutuskan nadi dekadensi

42 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


semoga Tuhan mempercayakan
cinta dan martabat
tersandang pada kami
untuk kami abadikan sebagai mahliai
yang melindungi dari semua kesaktian serapah
yang membebaskan dari semua kengerian sampah
Aamiin

Trenggalek, 14 Oktober 2015

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 43


Kado Ulang Tahun Tanah Air

Hari ini ulang tahunmu, sayang


tepat menjelang sumpah pemuda
Bilakah peringatan ini tertunda hari?
sebagai satu langkah mengenang masa lalu
ketika nenek kakek hanya mampu bermimpi
tentang negeri gemah ripah lohjinawi
Berapa juta rakyat angkat topi
sebagai tanda penghormatan
Hirup udara pagi, 28 Oktober
Udara yang tidak jauh dari kita berdiri
dirasakan saudara-saudara kita menjilma hutan petaka
Keramaslah sebagai rasa, inilah air tanah Indonesia
Telisiklah pori-pori di kulitmu agar asap perih
terangkat sebagai monumen derita terakhir
setelah tsunami, muntahan lahar
dan meletusnya gunung berapi
Rasakan panas matahari
bahwa ini hidup di atas tikar selembar
dalam petak rangkai manikam katulistiwa
bernama Indonesia

27 Oktober 2015

44 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Selamat Pagi Indonesia Pagi

Selamat pagi Indonesia pagi


Selamat bergoyang Indonesia bergoyang
Selamat bernyanyi Indonesia bernyanyi
Selamat mendengar Indonesia mendengar
Selamat berbicara Indonesia bicara
Selamat merenung Indonesia merenung
Selamat menangis Indonesia menangis
Bahagiamu bahagia Indonesia bahagia
Tragedimu tragedi Indonesia tragedi
Lukamu luka Indonesia luka
Dukamu duka Indonesia duka

Kau menangis, ya
Kau terluka, ya
Kau berduka, ya
Kau bersedih, ya

Baik, baik.
Kau ulang tahun Indonesia
Inilah anak-anak turunmu.
Semua berhulu bin Indonesia
Macam-macam perangainya
Warna warni keinginannya
Berbagai-bagai sifatnya
Anak cucu Indonesia
Bernama Indonesia
bin Indonesia

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 45


Indonesia
Indone
Sia
si
a
,,,,,

28 Oktober 2015

46 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Bu Guru Belajar UKG

Setelah hampir satu bulan bergiliran


setiap guru mengikuti diklat K-13
sudah seminggu ini para guru
mabok kepayang dengan UKG
Semua belajar
Soal-soal latihan selalu menghuni di tas sekolah
tertempel di dinding dapur
Belajar sambil masak
Seorang ibu mandi lama sekali.
Dipanggil-panggil putrinya
tak lekas-lekas keluar dari kamar mandi
Sang putri sekarang berteriak setengah menangis
antri dan takut terlambat sekolah
Jawab Ibu, "sebentar" . Putri pun menjerit
"Sebentar, Mama sudah pakai baju nih."
Setelah keluar, ternyata
ibu keluar dari kamar mandi ngempit
berkas fotokopian soal-soal UKG
Ada memang di dinding kamar mandi
tertempel latihan soal UKG. Pokoknya
di mana pun berada mereka tak lepas
dari latihan menjawab soal UKG
Menu obrolan setiap hari
adalah masakan racikan prasmanan bernama UKG
Bila malam tiba, Ibu belajar tak bisa diganggu
Sambil nonton TV tentunya
Soal-soal berserakan di pangkuan dan di lantai

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 47


Tak ketinggalan dengan acara kesayangan
Acara khusus tak boleh diganti. Sinetron
Tapi nanti dulu

Sambil ngopi di kantin, Trias Kurniawan


dan kawan-kawannya sepe-ngopi-an
menyampaikan berita
"Ada hal yang kurang mendapat perhatian.
Banyak kelas kosong.
Komplang. Gurunya tidak ada."

15 November 2015, pukul 22:31

48 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Doa Sapu Jagat Untuk Guru

Terharu membaca puisi


yang dikirimkan bertebaran dalam satu hari.
sekaligus membaca posting dari kawan-kawan
rangkaian kata manis dan indah tertuju pada kami
Pagi hari selepas upacara beberapa anak
mengirim rangkaian bunga
bahkan dilalui dengan mengusap mata dan pipi
karena tak mampu membendung
air mengalir dari sumber nurani
Ya, dalam hati, saya merasa sebagai guru.,
tetapi kesadaranku berbicara lain,
para sesepuhlah guru kami.
Maka, sedalam-dalam ucapan ini,
perkenankanlah, atas nama generasi
mengucapkan rasa syukur dan terimakasih
atas semua jerih payah tanpa tanding,
keikhlasan yang berlimpah
bimbingan gratis bertahun-tahun.
binaan yang tak pernah suwung
Semua tak mungkin mampu dihitung
karena di situ terkandung rasa cinta dan kasih sayang,
termuat rasa satu keluarga besar,
kalis dari rasa membedakan tanpa pandang,
tersurat sekian rentang uluran tangan,
menyatu dalam sebuah kepribadian
sebagai pengabdian kepada Tuhan
dan kebaktian kepada alam.

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 49


Tak ada kata yang lebih indah dan layak
disampaikan kecuali doa
semoga panjang yuswa
dikarunia sehat lahir batin
dan diberi kekuatan dalam mengasuh
generasi kami, generasi adik-adik kami.
Semoga berarti dalam sehidup dan semati.
Dalam ketakbardayaan ini, kukirim doa
dan menyebut mereka
Tuhan, catatlah semua amal bakti mereka
sebagai sangu kemana saja mereka pergi.
sebagai penyangga ketakbedayaan mereka
sebagai pelita ketika menerima kehadiran gelap
sebagai payung dari terik yang mereka rasakan.
sebagai penuntun ketika mata mereka rabun
sebagai pendengar ketika telinga semakin tak berfungsi
sebagai tiang ketika mereka
mulai tidak mampu tegak berdiri
sebagai penjuru ketika mereka lupa arah
sebagai teken ketika mereka mulai tidak lancar berjalan
sebagai juru bicara ketika mulut mereka mulai gagap
sebagai ladang tempat mereka mengais rejeki
sebagai obat ketika mereka merasakan sakit
sebagai penghibur ketika mereka merasakan gundah
sebagai penuntun jawab menuju jalan bertobat
sebagai penalkin saat-saat terakhir Tuhan memanggil
sebagai taman saat-saat menunggu ma‟syar
sebagai pembela ketika merasakan hari pungkasan

50 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Tuhan, terimalah labuh labet kami
sebagai anak yang pernah digadang-gadang
menjadi manusia berbakti dan mengerti
akan arti akal budi
Aamiin.

4 Desember 2015

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 51


Nyanyian Sepotong Roti

Sepotong roti dan


seteguk air
larut dalam tatih
menyisir
rimbunnya cerita
Dengan penuh harap
antara sela-sela ranting
garengpung menggerit
dalam bahasa sederhana
dalam bisik kepada angin
semua orang mendengarrnya
“ negeriku masih ada belantara
rumah untuk bernaung
rumah tak selesai membangun”
Lewat kabut
tetesan embun
menyapa rerumputan
tanah lapang pun menghijau
anak-anak berlarian
memburu jentrung terbang
tak tertangkap memang
dari berbasah-basah kaki
mereka tumbuh nalar
mencintai tanah negeri
Dari ujung datar
terdengar nyanyian
“Wus meh rahina sumiratbang

52 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


ing wetan pernahe....”
dengan jangkah panjang
desa pun berjalan
menjatah setiap hari
menghidupi seluruh negeri
Remang-remang dini hari
ibu-ibu berjalan setengah berlari
perbincangan ringan silih berganti
beban pundak dan kaki
berat dari tubuhnya sendiri
tak terasa sudah sampai
saling membantu
menurunkan gendongan
membuka dasar
mengais rejeki
sawah tempat mereka bertanam
pasar tempat mereka membuktikan
gemah ripah negeri lohjinawi
Garengpung, anak dan ibu
adalah barisan prajurit
tak mengenal senjata
tak mengenal aba-aba
dari tubuhnya sendiri
menjelma misiu dan artiteri
tanpa perintah mempertahankan
martabat bangsa dan negeri
“Adakah orang-orang itu
mampu mewakili
yang ketika mencalonkan
selalu mengatakan demi

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 53


amanat penderitaan rakyat
dan hati nurani?”
Kita tunggu
dalam dahaga sabar
dalam rindu badar
tak hanya sebagai koar
Dua ribu lima belas lepas
Dua ribu enam belas
Tidak lagi menjadi
sekedar fiksi
Nasib tinggal pilih
Sebagai terangka
sebagai jaksa
ataukah
sebagai harga diri.

Trenggalek, 23 Februari 2016 ·

54 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Negeri Selingkuh

Negeri itu bernama negeri Selingkuh


Negaranya makmur
Rakyatnya amat jujur
selalu berkata apa adanya
sabar dan tawakal menghadapi kefanaan ini dengan
senyum

Trenggalek, 5 Maret 2016

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 55


Bayi Itu

Tahun enam-puluhan
Bumi terpanggang matahari
mahasiswa riuh berdemo
sebuah media memberitakan
“Seorang bayi lahir
kemudian mati
karena tahu
lahir di Indonesia”
Demo semakin panas
Meletuslah
tak kan seorang pun
mengharapkannya
Kemudian Indonesia tutup buku
pemerintahan berganti orde baru

26 Maret 2016

56 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Syair Belajar Sejarah

Begini kata Bung Karno saat itu


"Aku titipkan bangsa ini kepadamu
Karena bangsa ini bukan milikku.
Sebelum masehi adanya sudah beribu.”

“Aku adalah butir dari kumpulan


Sekian butir lain dari tanah kepulauan
Pasti umum membaca tafsirkan
Akan bicara tentang arti berlainan.”

“Sayang, aku bukan anti kultus


Tapi kultus bagiku adalah kata putus
Bukan jendral bukan admiral sebagai status
Negeri ini lahir dari darah daging para penebus.”

Saat lain, kutemui Suwardi Suryaningrat.


“Dewantara namaku mengangkat jihat.
Tangisku panjang, semata memohon harkat
Bagi Republik Indonesia penuh berkat”

“Janganlah mutilasi semboyanku ini,


Kutinggalkan pedoman dari saripati bumi
Kasihan anak-anakmu masa nanti
Lupa harkat lupa derajat tak mampu berdiri”

“Bila Tut Wuri Handayani kalian ikrarkan


Dua fusi lain kalian sembunyikan

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 57


Bangsa ini tak pernah lepas dari kebodohan
Dunia tak akan menjadi milik anak-anak kalian.”

“Aku minta, lengkapkan semboyan itu,


Ing Ngarsa Sung Tulada sebagai pemandu,
Ing Madya Mangun Karsa sebagai tindak laku
Tut Wuri Handayani pembuka cakrawala ilmu.”

“Semua ada dalam jenjang pendidikan.


Tidur panjangku ini, aku rindu dalam impian
Bangsa ini menjadi penguasa bumi himawan
Pelaut pemberani disegani bangsa-bangsa puan.”

“Kapur barus memperindah pelangi pengembara


Para nahkoda pemberani dari taman Nusantara
Dalam catatan Mesir hingga Mesopotamia
Dwipantara megah menjadi penjuru dunia.”

“Karena wahyu turun milik bangsa ini,


Meluhurkan budi dengan Tut Wuri Handayani,
Dalam naungan wiyata anak-anak marsudi
Kelak dewasa mampu hidup berdikari.”

“Aku tak rela ada sebutan guru


Itu akal licik feodal membelenggu.
Pamong bagiku nama indah nan ayu
Sebutan bagi rakyat pecinta ilmu.”

“Pendidikan tak pernah membeda-bedakan,


Antara rakyat kebanyakan dan para bangsawan,

58 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Mengabdikan diri dalam ranah pawiyatan,
Demi anak bangsa, putra-putri bumi puritan.”

“Ing Madya Mangun Karsa jenjang menengah.


Di situ siswa dan pamong menjaring hikmah,
Tut Wuri Handayani berbagi berkah
Taman Indria dan Taman Muda merangkai sejarah”

21 April 2016

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 59


Kartini

Kartini adalah wanita penulis


Berpikir dan bekerja dituangkan dalam bahasa
Anggun dan bermatra
Kartini adalah kebaya, jarit dan sanggul
Methungul menghadap belakang
Untuk megerti siapa berjalan setelah paham.

Kartini adalah ibu dari sekian ribu anak-anak.


Selalu tahu dari mana mereka berasal
Menuju kemana mereka berpasal
Kartini adalah senyum yang kulum
Mapak tanggal, ubarampe hidup bebrayan
agar suami selalu tahu jalan pulang
dan anak-anak mengerti bagaimana
seharusnya menyongsong masa depan

Kartini adalah wanita


dalam doanya selalu mengalir
pengharapannya tentang keindonesiaan
tumbuh rimbun dan menjalar dalam akar rumput
akar pandan, akar serabut dan akar tunjang
Kartini adalah wanita
bersedia dan mampu ngleremake ati
bapa biyung yang sudah sumare
kundur ing arsane Gusti Hyang Kang Maha Wikan

Tulungagung, April 2016

60 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Pawiyatan

Begini kata-kata Bung Karno saat itu


"aku titipkan bangsa ini padamu
karena bangsa ini bukan milikku.”
Bangsa ini ada sudah ribuan tahun,
dan aku adalah butir dari
kumpulan sekian butir yang lain.
Sayang, saya bukannya anti kultus
tapi kultus tak pernah terlintas dalam benak ku."

Pada saat yang lain


kutemui Suwardi Suryaningrat
"Ki Hajar Dewantara ya namaku
tangisku panjang, separu dari usia republik ini
Janganlah kalian mutilasi semboyanku
Kasihan anak-anakmu.
Tut Wuri Handayani kalian ikrarkan
dua fusi lain kalian sembunyikan
ke depan bangsa ini tak pernah
beranjak dari kebodohan
Dunia tak pernah menjadi hak milik anak cucu kalian.
Aku minta, lengkapkan semboyan itu
Ing Ngarsa Sung Tulada
Ing Madya Mangun Karsa
Tut Wuri Handayani
Semua adalah jenjang.
Dalam tidur panjang ini, aku bermimpi
Bangsa ini pernah menjadi penguasa dunia

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 61


pelaut pemberani disegani bangsa-bangsa dunia
rempah-rempah telah menuai jampi-jampi para tabib
kbarus telah memperindah padang pasir Mesopotamia
dan berharap ke depan menjadi penjuru dunia
karena wahyu sudah turun menjadi milik bangsa ini
Tut Wuri Handayani, karena
itu kuberi nama lembaga Pawiyatan
agar mereka, anak-anak itu,
kelak dewasa mempu berdikari
Aku tak rela ada sebutan guru karena
itu milik feodal Belanda.
Pamong bagiku nama indah
sebutan bagi rakyat kebanyakan dan bangsawan
tak membeda-bedakan
mengabdikan darah dagingnya untuk wakaf
momong anak- anak bangsa ini.
Ing Madya Mangun Karsa adalah jenjang menengah
Di situ antara siswa dan Pamong lebur
berdiri sama tinggi, sudah sama rendah
Inilah roh demokrasi
Dan Tut Wuri Handayani bagi putra putri
taman Indria dan taman muda

21 April 2016

62 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Namun

Tentang Bung Karno


dan Ki Hajar Dewantara
Telah kusapa semalam
Bahagia sekali beliau berbeceria
Banyak hal jadi terurai
Dalam dingin dan semakin larut
pikiran-pikiran beliau begitu cemerlang
sayang, hatinya murung
sangat menderita prihatin
menyaksikan pohon Indonesia
tumbuh rimbun namun berdiri miring

23 April 2016

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 63


Halo Jakarta

Halo Jakarta, apa khabar?


Wajahmu semakin panas, ya?
Kehehangatanmu, ternyata
dirasakan seluruh bangsa.

Banyak hal terlupakan gara-gara kamu.


Apakah kamu juga ikut merasakan
para petani yang tak pernah putus
memberi makan wargamu
Apakah kamu ingat para nelayan
yang memberi asupan sepanjang hidupmu
Apakah kamu juga ikut memikirkan negaramu
bumi tempat kamu berpijak
langit tempat kau bernaung
hutan tempatkamu berajojing
laut tempat kamu melepas
dan menambatkan perahumu
setelah lelah berjibaku seharian
setelah jenuh mengukur jalan
setelah radangmu kambuh tersedak polutan
setelah perutmu bocor tergerogoti cacing selokan
Negara ini luas, bumi dan laut berpilin-pilin
merangkai zamrut Sang Maha Wikan
Negara ini jembar untuk kita wariskan
Negara ini pajang untuk kita ukur
sehayat bumi
selembar permadani

64 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


sebongkah batu permata
segumpal mutiara.
Janganlah kau lepas senyum
tanpa mengikut sertakan Indonesia
Janganlah kau bahagia tanpa merangkul
saudaramu nun jauh di halaman muka
Janganlah kamu bercumbu mesra
melupakan sanak saudaramu di pedalaman
Jakarta miniatur bangsamu
saudara sekandung menunggumu berbaur
sebagai tanda kita satu
Jakarta
Janganlah kau terbarkan fitnah
di balik payung sang penabur berkah.
bagimu semestinya harga mati
memiliih dan dipilih
hak tanpa harus membuang
Sampah demokrasi
ke dalam nampan
saudara-saudaramu
sekandung, sedarah
seibu bumi.

Jakarta, 25 April 2016

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 65


Hari Ini Bagiku Hari Ibu

Ibu ameng-ameng nyawa


menghadapi klimaks
amat berat
lalu aku keluar dengan teriakan
antara tawa tangis belum terpilahkan
Di situ kemerdekaan menggendong beban
dari kelahiran hingga kematian
dan ibu tak terkirakan
mengalirkan senyum lewat matanya

Trenggalek, 6 Agustus 2016

66 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Doa Tanah Tumpah Darahku

Semoga nama, doa dan pengharapan


yang sempat saya baca
lantaran status yang saya tulis
lantaran foto yang saya kirim
Tuhan pun membacanya.
Tuhan Maha Tahu
atas yang selintas
atas yang sepintas
atas yang terlisankan
atas yang tertuliskan
atas yang tersembunyi
dari semua suara Tanah Air
dia amini para malaikat
Tuhan tidak menolak

Mekkah, 16 September 2016

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 67


Dongeng Topeng

Dongeng itu terus menerus muncul


dengan dandanan selalu berbeda
Nyaris tak mengenalnya, kita
Tapi lama-kelamaan
dengan perjalanan waktu
topeng itu masih utuh
melekat di mukanya.

Oktober 2016

68 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Yang Lebih

Yang lebih penting dari itu semua: Indonesia


Yang lebih tinggi dari itu semua: Indonesia
Yang lebih besar dari itu semua: Indonesia
Yang lebih dalam dari itu semua: Indonesia
Yang lebih memiliki bila dari itu semua: Indonesia
Yang lebih berduka dari itu semua: Indonesia

11 November 2016

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 69


Calonarang dan Dewatacengkar

Pernah, saya membayangkan


Tulungagung sebagai mercusuar masa lalu
Bonorowo yang mempunyai sejarah panjang
sejak zaman Medhang Kemulan
bahwa Calonarang itu Ratu dari Tulungagung
Dewatacengkar itu sebagai raja bijak
yang dicintai kawulanya pun dari Negeri Ngrawa.
Konon tak terbaca pada masa Majapahit
dan dalam Trah Demak bintara
lakon Ajisaka ada di atas
gendongan huruf ha na ca ra ka
Mungkinkah dimulai
sejak R. Benawa melarikan diri
menuju wilayah jalma mara jalma mati itu
kemudian Sutawijaya Sang Panembahan
membangun dinasti mataram
dan digubah dalam pergulatan batin
Raden Mas Sudira sebagai Karna
dalam sebuah kadipaten di bawah
kekuasaan Kerajaan Hadiningrat.

Trenggalek, 13 Desember 2016

70 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Terang dan Gelap

Kehidupan kanak-kanak adalah laboratorium,


dimana anak bangsa berproses
dalam berperilaku dan berkehidupan.
Dalam laboratorium jagat keindonesiaan diramu
dan disedu, hasilnya adalah kita-kita yang merasa diri
dewasa ini, yang sisi gelapnya: mentalan, berjiwa korup
yang secara ekstrim boleh diucapkan
pencuri yang tidak sadar-sadar akan aib sendiri
Dalam dunia pendidikan, instrospeksi itu perlu
tapi menilai diri dengan sudut pandang diri sendiri
hasilnya adalah pemujaan diri, paling benar tiada tara.
Guru berpangkat tinggi-tinggi sekali
Jendral kalah, dalam urusan satu ini
Setinggi itu tuntutan wajibnya, karya tulis ilmiah.
Pertanyaan: siapakah yang berani jamin
di antara guru yang mulia ini
mengadakan penelitian dan menuangkannya sendiri
dalam bentuk laporan?
Prasangkaku: nyaris copy paste berjaring laba-laba.
Maaf, bila dibaca terasa nylekit, tulisan ini dibaca
Ini menyangkut pendidikan generasi
dan di mata dunia, Indonesia terpuruk saat ini.
Kalau ada anak nakal, siapa yang bisa disalahkan
sedang orang tua memandang anak-anak sebagai
"Nganggep liyan kaya wedele dhewe."

Trenggalek, 6 Mei 2017

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 71


Dongeng Gajah

Malam hari, mereguk suasana


kemarau baru saja hadir, memenuhi bumi Indonesia
kerumunan anak-anak mendengarkan cerita.
Dari bapak ibunya mereka bercanda
tentang gajah yang pernah singgah
hidup di bumi Nusantara.
Mereka mendekati gajah itu, dengan tangannya meraba.
malah seperti menerima belaian
manja mengibas-ibaskan telinga
Belalainya bergerak-gerak
ke kiri, ke kanan
ke kiri, ke kanan
diimbangi lembut tumpuhan
keempat kakinya
Tenang sekali dia bergerak
Sekali-sekali mengongak
Sekali-sekali menunduk.
Kiranya sudah akrap dengan
tangan dan bau manusia
sebagai sahabat
Sepuas hati mereka berbicara
panjang-lebar mereka bercerita
untuk saudara-saudaranya
Nah, selamat malam, Indonesia !
Apa khabar?

Trenggalek, 25 Juli 2017

72 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Kacung

Kamu kira membentuk Negara itu gampang?


Baru saja bisa mengepalkan tangan
sudah merasa jadi petinju
Baru saja bisa menyilangkan tangan
sudah merasa jadi pendekar
Baru saja bisa memberi aba-aba
sudah merasa jadi jendral
Baru saja mengerti negeri dongeng entah-berantah
sudah menganggap jadi pangeran
Bangun pagi lupa subuh
Makan alpa menanam
Berpakaian tak paham memintal
Pergi main meminta subsidi
Tidur tak tahu cara bangun
Sudah segedhe itu kamu merasa
jadi orang

Trenggalek, 21 Agustus 2017

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 73


Sumpah

Sumpah
Sayup-sayup dari jauh terdengar
suara kidung menyanyikan maskumambang
bumi yang bunting malam ini
merasakan nyeri sampai hulu hati
bukan sekedar mimpi di ujung malam
bila besuk matahari lebih hinggap di puck-pucuk maoni
embun yang menetes menjilma senyum rerumputan
tanah basah menggelar haribaan
berita lara akan tersiar sampai penjuru langit
bahwa ada sepotong doa yang tersangkut
jaring-jaring kelam masa lalu
dan sunyi merenda hari yang akan dilalui
Sumpah, ucapan ulang tahun ini
sebagai bingkisan tanda duka dari kami
generasi tanggung pada ibunya sendiri
dengan satu harapan
Semoga doa setulus air kali membawa beban
yang bukan kehendaknya sendiri ini
diganti senyum Tuhan mencium wangi

Trenggalek, 28 Oktober 2017

74 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Ketika Upacara

Ketika upacara Hari pahlawan dimulai


dari ujung timur berderak-derak sepasukan masa lalu
menggiring hari, bulan, windu, abad
zaman pun bertumpuk, menyanyikan lagu
“Telah bebas negeri kita untuk slama-lamanya”
berseragam tanah dan peluh mengucur
di mukanya merah putih berkibar
berkelebat mengharu-biru dari ujung ke ujung
dari lorong ke lorong
memenuhi jalan melingkar
dari tubuh mereka keluar sayap
terbang
melesat bagai kilat
membuncah di langit
darah itu bertumpah
mengguyur muka bangsa ini.
blingsatan
terbakar memerah
mereka terus bernyanyi
diborong semua lagu
terakhir, lagu gugur bunga.
Duh Gusti, kami kehabisan kata-kata.
setelah semua lagu diborong semua

Trenggalek, 15 November 2017

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 75


Subuh

Percakapan paling jernih


dan tajam di telingaku
di antara derak sandal
menuju masjid subuh
“Kesandhung lara tenan ki Novanto.”

Trenggalek, 22 November 2017

76 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Ihhh, Ketinggalan

Ternyata, guru-guru banyak berbakat Modeliing


Ah, baru tahu, ya? Ihhh, ketinggalan.
Zaman selalu berubah, Bapak dan Ibu
kemarin ya kemarin, tapi terus berlanjut dan sangat cepat
berjalanlah dengan sungguh-sungguh.
Tak baik berjalan di tempat
Di belakang masih banyak orang lain
menunggu untuk menduduki tempat kita
Tak mau berlanjut, menyampinglah
Beri kesempatan orang di belakang kita mau lewat
Itu namanya hidup rela bersama
Perjalanan ke-Indonesia-an masih panjang
Ke depan anak-anak masih meneruskan
dan menurunkan generasi perjalanan.
Jangan kau pompa terus minyak bumi
Jangan kau cabik terus permadani
Jangan kau kuras habis perut bumi
laut pun minta asin keringat dan air mata
bukan untuk kau kencingi
Gunung-gemunung masih berharap kita untuk huni
apalagi angkasa, rona yang selalu
tak habis-habisnya jadi saksi, mata kejora sebagai
penanda, kita masih diberi kesempatan hidup di bumi.
Nah, selamat para guru
dirgahayu ke-72 PGRI

27 November 2017

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 77


Jhon, Rumahmu Di Sini
.
Terasa baru kali ini
saya membaca resensi
peresensi menyatu
dengan yang diresensi
sekaligus penulisnya.
Semoga lancar
berhasil sesuai mimpi pagi subuh
sebelum mengakhiri doa
dengan ucapan " Aamiin"
Teruskan kegilaan dan kurangajarmu
dengan menulis.
Jhon rumahmu di sini.
Jalan Rafilus
Rumah nomor nol
Rt nol, Rw Nol
Desa Nol
Kecamatan Nol.
Kabupaten Nol
Provinsi Nol
Di sebuah negara
Persis Negeri Republik
Kesatuan Nol Nol Nol

Trenggalek, 8 Desember 2017

78 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Doa Akhir Tahun

Mari kita berdoa


lewat tahun yang akan ditempuh
keluarga besar bangsa ini
tanpa pandang status
komunitas dan marga
suku dan agamanya
menikmati berdekat-langkat dengan Tuhan.
Betapa nikmatnya bercumbu-rayu dengan Sang Ayu
bercanda duka dengan Allah semesta.
Tak ada kenikmatan lebih
daripada Kasih Tuhan.
Tak ada kebahagiaan labih
daripada kepasrahan diterima.
Surga dan neraka rasanya tak layak
menjadikan hati bimbang dan risau
Karena semua hanyalah
sesama makhluk ciptaan
Karena semua akan lesap
dalam haribaan Hyang Bayu..
cumbuan
rayuan
permohonan
harapan
bahkan mimpi
yang tak mampu ditafsirkan
menyatu dalam rengkuhan
Sang Maha Kasih.

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 79


Martabat terangkat
setinggi-tingginya
tak ada jendral
tak ada admiral
tak ada kopral
tak ada gedibal
Semua hilang
bukan sekedar
untuk dilupakan
Hanya Tuhan kekasih
membelai haru rambut kita
sedang kita hanyalah anak-anak
yang tak pernah mampu menjadi dewasa

Trenggalek, 30 Desember 2017

80 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Prawacana

Di tengah-tengah paceklik
rasa kebangsaan
puisi ini lahir dari tangan dingin
seorang ibuguru sekolah dasar.
Dia yang tak lekang
dari derasnya airmata prihatin
ingin menebus nestapa
dunia pendidikan
yang tercerabut dari
akar budaya bangsa
lewat anak- anak didiknya
yang dirasakan sebagai
anak kandung sendiri.
Dari getaran merah putih
yang berkibar
dia memandang langit.

Ia melihat pelangi.
Ia melihat merah Surabaya
saat revolusi.
Arek-arek Surabaya
memuntahkan darahnya.
Surabaya memerah.
Sungai Brantas mengalirkan merah.
Sungai Mas mengalirkan merah.
Jembatan merah,
pelabuhan perak kemerah- merahan.

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 81


Gemuruh suara jeritan,
teriakan, tangis luluh lantak
membubung ke angkasa jiwa
terdengar sampai pinggir-pinggir dunia.
Kegembiraan dimuntahkan di sana.
Kesumat diteriakkan di sana.
Tangisan dan jeritan dilemparkan di sana.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Hanya dua kata yang dipilihnya
mewakili putus detak jantung mereka,
Merdeka atau Mati
Surabaya berkabung sekaligus
pesta menerima panji-panji
syahid semesta.

Ia melihat jingga janda-janda


ditinggalkan orang-orang yang tercinta.
Suaminya,
anak semata wayangnya,
para lelakinya bersimbah darah
kemudian menghembuskan
nafas terakhirnya di depan matanya.
Seorang ibu memeluk
mayat anak lelaki satu-satunya.
"Duh, kau telah dewasa anakku.
Sedang kepada Tuhan
aku tak memohon kau mati
di pangkuanku"

Ia melihat kuning Indonesia,

82 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


sebuah negara yang dicintainya sampai mati.
Di mana jiwanya terukir di sana.
"Kisah cintaku...
semua kuserahkan pada-Mu.
Jika masih ada sisa cinta
menaungi hidupku,
dekatkan padaku,
agar damaiku bersamanya..."

Ia melihat harapan.
Ia melihat lembayung timur
menguarkan cahaya,
perak kemudian kuning.
Berduyun-duyunlah anak-anak menggelar
bagai tikar saga nusantara.
Berderak-derak mereka
mengambil langkah seribu
menanam benih pohon Indonesia.
Ia melihat hutan yang ranum dengan
kuning melingkar pada
pinggulnya yang semampai.
Jantungnya bergetar mendengar puisi Sang Fajar, ...
Jika aku melihat wajah anak-anak di desa-desa.
Dengan mata yang bersinar-sinar
(berteriak) Merdeka, Merdeka. Merdeka!
Aku bukan lagi melihat mata manusia.

Berselendangkan pelangi
ia menari-nari di atas hijau Tanah Saba.
Tanah yang pernah disebut-sebut sebagai

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 83


selembar daun surga yang terjaring khatulistiwa.
Negeri gemah ripah yang diridhai.
Negeri gembur dengan semilyar jenis
tanaman tumbuh subur.
Negeri loh jinawi,
Negeri tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Negeri yang kesejukannya jadi impian.
Negeri tumpuan cemburu dan iri
bangsa-bangsa dunia.
Siapa tak kenal Jawa?
Siapa tak kenal Sumatra?
Siapa tak kenal Pulau Dewata?
Siapa tak kenal Nusantara?
Negeri para pelaut berjiwa laut
berdarah daging laut yang pemberani.
Negeri yang sekarang bernama Indonesia.
Cintanya terhadap negeri ini dan
kasihnya kepada anak-anak bangsa ini
ditaburkan lewat gemuruh asanya.
"Tuhan...Dalam keheningan malam,
aku meminta kepada-Mu.
Ijinkan aku berbuat banyak untuk Negeriku.
Untuk mereka yang nyaris tak tersentuh.
Untuk mereka yang rindu kasih uluran tangan...."

Ia menatap langit dan laut yang biru


dipertemukan cakrawala.
Biru pelangi memanggil-manggil
menambatkan hatinya.
Ia mulai merasakan cinta yang anggun.

84 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Ada gemetar dalam dada.
Tumbuh dan kembang hatinya.
Merangkai pijar-pijat kenang tak terlupakan.
Asmaranya mengalir bak sungai khatulistiwa.

Ah, kemarau tiba.


Dadaunan menguning.
Bersama meranggasnya pepohonan,
cintanya mengering dengan patahnya reranting.
Ia terjala getir.
Perahunya ingkar berlabuh.
Ia terlempar masuk ke dalam sekoci
terombang-ambing gelombang.
Ah, cintanya berubah haluan.

Memang, sesekali roda berhenti berputar,


namun hakikat roda adalah bundar
sebagaimana pula lakon hidup,
Ibu Guru arifah ini menemukan perahunya
untuk berlabuh berdua dengan kekasih sejatinya.
"Tetes air mata jatuh saat aku sujud malam.
Aku bersyukur
Tuhan telah mengirimkan Angkasa dalam hidupku.
Aku merasa Angkasa adalah bagian dari semangat
hidupku...."

Nila adalah warna ketangguhan.


Seberat apa pun kerja peluh,
tak dirasakan.
Sesulit apa pun perjuangan
tak menggugurkan asa.
Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 85
Siapa menabur akan menuai.
Ia berhasil mengantarkan anak-anaknya.
Segala duka, setangkup luka,
sebaris nestapa sebagai urea
mengantarkan anak- anak
menuai mimpi-mimpi mereka.
Anak-anak itu telah menjemput keberhasilan
menggali cita-cita.

Sayang, saat-saat sang putra putri bermaksud


menujukkan cinta bhakti kepada ibu tercinta,
namun hanya ungu yang dapat dipersembahkan,

Pesan terakhir menjelang kematiannya,


karena cintanya dan jiwa patriotisme dalam dada,
ia menuliskan amanat
ditujukan kepada mantan murid-muridnya
" .... Kalian adalah Garuda Bumi Panji.
Ada deretan senyum merah putih menantinya...."

Tiba saatnya pada simpulan dari prawacana ini.


Karya yang lahir dari luh yang mengalir ini
layak dibuka dan dibongkar.
Berapakah harga sebuah puisi ini
dibandingkan hikmah dan pesan
sarat dengan pelajaran budi pekerti
jiwa patriotisme nasional dan
membangun buah-buah kesadaran
cinta kepada Tuhan
kepada negara

86 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


kepada bangsa
kepada manusia dan
kepada alam Indonesia.?

14 Februari 2018_Angel

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 87


88 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto
Widi Suharto

Widi Suharto, guru di SMAN


Gondang Tulungagung dan
nyambi jadi dosen pocokan di
STKIP PGRI Trenggalek.
Pendidikan sekolah dasar
diselesaikan di SD Bendo 1,
Trenggalek, pendidikan
menengah pertama diselesaikan
di SMPN 2 Kediri, Tidak
sebagaimana di SD dan SMP, di SMA sampai lulus hanya
satu lembaga pendidikan saja yaitu SMAN 1 Trenggalek.
Manut mituhu kepada orang tua, maka melanjutkan
pendidikannya di IKIP Malang. Alhamdulillah selesai
dengan mengandalkan kasihan. Sebelum rame-rame para
guru studi lanjut, ternyata ada ajakan untuk sekolah lagi,
juga alhamdulillah selesai tepat waktu dengan predikat
biasa-biasa saja.
Sungai mengalir dari hulu menuju muara, sekolah pun
begitu. Entah siapa yang menggerakkan kok nyatanya ikut
daftar masuk sekolah lagi. Hampir 5 tahun tidak lulus-lulus.
Eh maaf, keladuking lambe. maksudnya belum lulus
walaupun hampir deadline. Alhamdulillah, ternyata saat
deadline berakhir lulus juga, akhirnya. Ini juga berkat
motivasi dan doa teman-teman. Apakah karena para profesor
pengujinya baik hati dan tidak tega melihat wajah yang suka
memelas, setidaknya, saat ujian berlangsung? Yang jelas
sekarang lulus dengan menyimpan penuh tanda tanya akan

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 89


kualitas kedoktorannya. Semoga dengan kelulusannya tidak
menjadi alasan atas kesombongannya.
Setiap fase hidup seseorang, secara naluriah, alam
menghendaki perubahan. demikian juga dalam hidupnya.
Waktu di SD mempunyai cita-cita menjadi penari, tetapi
orang tua menyuruh belajar mengaji. Untuk
kompensasinya,setiap selesai mengaji, setiap malam nonton
gambus misri. Waktu itu, sedang ngetren-ngetrennya,teater
stambul itu. Ada grup Putra Bhayangkara, Ada Bunga Seroja
dan lain-lain.Selama di SD, hampir tidak pernah alpa
nonton. Ya, karena kegandrungannya nonton teater stambul
itu, orang tua selalu khawatir akan perkembangan
belajarnya, maka terpaksa sekolahnya pun berpindah-pindah
sampai tiga kali.Nah, nyatanya lulus to?
Di SMP cita-citanya jadi tentara. tetapi perilakunya tidak
banyak berubah. Pada fase ini pun terpaksa berpindah-
pindah. Tidak menyadari bahwa cita-cita itu menuntut
konsekwensi dan sinkronisasi. Konsekwensi berupa
ketekunan dan disiplin, sinkronisai berupa proses dan hasil
belajar. Cita-cita tentaranya. apakah akan terwujud tanpa
mengindahkan konsekwensi dan sinkronissasi? Hasilnya,
semua orang akan bisa ngepal? Halah, longko, tetapi SMP-
nya lulus juga walaupun pernah tidak naik sekali.
Fase ketiga yaitu ketika duduk di bangku SMA. Percaya
apa tidak, dia dipilih ngomandani organisasi di sekolah,
OSIS, dan lagi-lagi organisasi berjalan lancar, pramuka
berjalan lancar, kelompok ekstra berjalan lancar. Yang
terakhir itulah ternyata bernilai barokah, tertanam dalam
jiwa untuk menggeluti seni teater.

90 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


Pada waktu jeda setelah lulusan, pikiran nglangut,
nganggur di rumah, Suatu hari, sambil marah-marah, orang
tua menyuruh pergi sekolah, maka yang dituju adalah
jurusan yang erat kaitannya dengan kesukaannya, teater,
yaitu jurusan Bahasa Indonesia. Pilihan mantep, minat
manther, mengambil jurusan PBSI IKIP Malang. Di sinilah
ketemu sutradara handal. Pak Hazim Amir. Jadi melarutlah
gerak langkahnya, menggeluti teater. hingga sekarang. Tidak
hebat memang, tapi menyenanginya. Masuklah dia menjadi
anggota grup Teater Melarat. Maaf, nama melarat itu
mengandung arti, “Berangkat dari ketidak-mampuan
pengetahuan dan ketrampilan, ketidak-mampuan finansial,
ketidak-mampuan fasilitas, tetapi memiliki tekat dan
kemauan untuk bekerja keras. Semboyannya, bakat lima
persen, selebihnya adalah tekat dan kerja keras. Untuk
menjadi pemain teater itu minimal harus intensif latihan lima
tahun.” Waduh berat ya? Hitung saja, bagaimana seandainya
tidak intensif? Ya bisa 10 tahun tidak dapat apa-apa.
Kelakarnya,setiap kali berada di dalam komunitas guru,
keguruannya tidak istimewa bahkan terkesan Lola (lounding
Lemot) daya kreasinya, selalu mengaku sebagai seniman
Dengan begitu orang-orang pun memakluminya. Ketika
berada di kawanan seniman, tidak terlihat hasil karyanya,
keluar testimoninya, “Pantes saja kan, sudah setua ini tidak
menghasilkan karya, lha wong saya ini guru.” Awas,
khusus pernyataan yang terakhir ini,tidak boleh ditiru oleh
siapa pun kecuali wong wis ora nggenah. Ini pernyataan
yang sejujur-jujurnya.
Sebagai penyair, belum pernah memiliki antologi tunggal
sebagaimana seorang sebagai penyair. Antologi yang pernah

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 91


dimiliki adalah hanya antologi rombongan: Memanah Daun
Terbang (2013); bersama dengan Empat Penyair
Trenggalek; Sajak Buat Guruku, antologi puisi pendidik;
Kemilau Mutiara Januari (2013); Maaf, Empu (2015);
Ketika Hati Bicara, Kumpulan Puisi Religi ( Juli, 2015; Baca
Merah Putih II (Oktober 2015); Kata Cookies pada Musim
untuk Kalimasada (Oktober, 2015); Menyemai Ingat,
Menuai Hormat (Desember 2015); Blencong ( Mei 2016);
Sajak Embara (Juni 2016); Dipercaya memberi catatan
Sketsa Membelah Bulan karya Resmiyati (Juli 2016);
Seberkas Cinta (Desember 2016); Madah Merdu
Kamandanu ( Mei, 2017) dan Akar Cinta Tanah Air Udara
Indonesia (Mei, 2017) , Tiga kali menjadi apresiator dan
pembicara di agenda 9M, Januari 2014 dalam gebyar literasi
9M ke 1, Mei 2014 dalam bedah buku Epifani serpihan duka
bangsa, Februari 2015 dalam gebyar literasi 9M ke 2.
Dalam beberapa kesempatan mengikuti agenda jumpa sastra
dan pembacaan puisi; November 2014 di Ngantang Malang,
dan Februari 2015 di Magelang . Menurut Penyair
Pengembara, Bambang Eka Prasetya, sebagai salah satu
alumni "Gelegar Sastra Puncak Gunung Tidar".
Beberapa kali hadir di griya budaya Kalimasada
Blitar.Sering mengikuti lomba dan festival,sekali nyanthol
menjadi juara satu grup musik eksperimen se Kota /
Kabupaten Malang. Itupun dia kerjanya cuma elok-elok
bawang, sebagai penggenap saja. Kawan-kawannya yang
mestinya bangga karena hasil karya yang hebat.
Pernah juga menjadi Penata Artistik Terbaik Jawa
Timur dalam rangka Hari Guru dengan mata lomba
Musikalisasi Puisi. Itu sebenarnya hanya gaya-gayaan saja,

92 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


karena ada orang yang tak mau disebut namanya sebagai
penata artistik sebenarnya. Walaupun kondang, dia hanya
sekedar wayang. “Terimakasih ya Mas Beck, sampean yang
bekerja, hasil akhir yang dapat perhatian saya. He he
he”. Pernah diundang mengikuti upacara Hari Guru. Tidak
tahu, untuk apa diundang, Ternyata oleh pembawa acara
diminta menuju ke depan mimbar dimana inspektur upacara
menyampaikan amanat. Kaget rasanya, untuk apa ini? Allah
kamdulillah ternyata mendapatkan ucapan selamat dari Pak
Bupati dan dari seluruh peserta upacara. Katanya sebagai
Guru Kreatif. Lho, terpilih sebagai Guru Kreatif tingkat
kabupaten ? Ho ho ho, Dari mana mendapatkan itu? Siapa
Tim seleksinya. Apa kriterianya, tahu-tahu saja memilihnya
guru terkreatif ”Apa gak salah tuh?”
Pernah menjadi anggota Paduan Suara Pemerintah
Kabupaten Tulungagung. Suatu ketika, ada seleksi ulang,
kegiatan ini dilakukan untuk peningkatan kualitas yang
kemungkinan untuk memperkuat tim dan diniatkan ikut
serta lomba tingkat Jawa Timur. Aduh,licik juga, dia.
Berkat kelicikannya itu, sebelum dilakukan seleksi, mundur
halus, Boro-boro amat. daripada tereliminasi. Ben gak ketok
bodhone. Ha ha ha.
Pernah memimpin Grup Keroncong Fajar Bhakti,
Berusia lebih lima tahun, tetapi pada akhirnya bubar setelah
ada masalah intern keluarga,. Aduuuh nasib. Ingin baik saja
ada saja kendalanya.. Di dunia teater pernah menjadi
sutradara terbaik tingkat kabupaten secara berturut-turut
selama lebih lima tahun. Perlu dicatat di sini, sebenarnya
yang istimewa terletak pada anak wayangnya. Kebetulan
saja dapat para pemain yang kuat, skill dan kompetensinya

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 93


luar biasa. Nah, setelah tidak mendapatkan pemain
istimewa, gagalnya terus menerus., sampai sekarang. Ya
aampyuuuuun.
Baiklah lebih khusus lagi perlu tambahan informasi
dalam dunia perteateran, dia mempunyai pengalaman yang
cukup membawa perhatian dan kecenderungan sebagai
alasan dalam mencintai dunia panggung. Kecintaan terhadap
dunia panggung ini dirasakan sejak masih sekolah di SD.
Sudah menjadi langganan, setiap kali di desa tetangga, di
lapangan desa Kedunglurah ada pagelaran Gambus Misri,
dia mencuri-curi kesempatan setiap malam untuk selalu
menonton.. Akan merasa sedih dan menyesal kalau semalam
saja alpa nonton. Untung, Mungkin karena sudah terlalu
hapal, petugas loket selalu membiarkan dia masuk tanpa
tiket sekalipun. Duduk selalu di kursi paling depan dan
pulang terakhir setelah penonton semua pulang. Tentu,
sudah banyak lakon yang terserap ke dalam memori otaknya.
Cerita para nabi, cerita yang dipetik dari Kitab Mahabarata
dan Ramayana, Cerita Sampek Eng Tay, Cerita Raja-raja
Nusantara telah membangun kesan dalam pribadinya. Maka
ketika SMPN II Kediri di bawah binaan Bapak Supali
(semoga beliau bahagia di akhirat), sudah mulai belajar
bermain di panggung Sekolah. Panggilan main drama ini
berlanjut waktu SMA, walaupun kurang intens. Baru lebih
serius bermain ketika di bangku kuliah S1 IKIP Malang,
masuk sebagai anggota Teater Melarat, di bawah bimbingan
Bapak Dr. Hazim Amir. Dari beliau inilah eksplorasi dunia
teater seperti terbuka lebar, bukan hanya sebagai aktor atau
pemain, melainkan belajar sebagai pekerja teater, baik
pemusik, sutradara, menulis naskah maupun tata pentas

94 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto


lainnya. Bahkan dia merasakan banyak pelajaran hidup
didapatkan dalam fase tersebut, sehingga tidak bisa
dipungkiri, bahwa pelajaran dari beliaulah banyak mewarnai
perjalanan nasibnya.
Lulus dari IKIP Malang tahun 1986 ada kesempatan
membantu di STKIP PGRI Trenggalek, dengan senang hati
dia menerimanya, setahun kemudian membentuk
perkumpulan latihan teater. Pada pagelaran perdananya,
dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda dan
memeriahkan Bulan Bahasa, maka perkumpulan teater
tersebut, dengan memperhatikan antusiame dari penonton
maka dalam acara sarasehan setelah pentas usulan
pemberian nama kelompok ini pun muncul dan ujungnya
adalah sebuah kesepakatan memberi nama Teater ‟28.
(Terimakasih kepada Bapak Dr. Sunaryo, nama Teater 28 ini
atas usulan beliau). Waktu itu penontonnya di luar dugaan
penyelenggara, kapasitas gedung yang hanya memuat
penonton 200 orang itu penuh sesak. Penontonnya cukup
heterogen selain dari civitas akademika, mahasiswa, pelajar
juga hadir teman-teman dari Ponorogo, Madiun,
Tulungagung, Blitar dan beberapa dosen dari IKIP Malang.
Lakon yang diangkat pada pagelaran itu: Suminten, Sebuah
Cerita Lain. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya cukup
produktif, secara berkala mementaskan lakon-lakon, Rapat
Perdamaian, Sajak Wirid karya Ikranegara, ...(tanya Pak
Agus Riyanto Kang Kurin, karena dia yang
menyutradarainya) Selama beberapa bulan bekerja sama
dengan berbagai instansi membuat sosiodrama dalam rangka
mengisi program ABRI Masuk Desa di kecamatan-
kecamatan Trenggalek. Menyusun naskah saat latihan.

Belajar Mencintai Indonesia By Widi Suharto 95


Seminggu sekali ganti naskah. Sebagaimana teater kampus,
setelah ditinggalkan para punggawanya karena lulus, maka
Teater „28 mengalami paceklik gagasan. Pun seandainya ada
pageleran garapannya tidak sekuat antara tahun 1986-199.
Hingga akhirnya dua tahun terakhir mulai menggeliat setelah
bertemunya motor penggerak (Dr. Bangkit AS) roda
putarnya Trias Untung Kurniawan, M.Sn) gayung
bersambut. Semoga berjalan istiqomah dan tumbuh
berkembang ngrembuyung memenuhi atmosfir Kampus
STKIP dan Trenggalek umumnya.

96 Belajar mencintai Indonesia By Widi Suharto

Anda mungkin juga menyukai