Anda di halaman 1dari 159

Kumpulan CERPEN Guru dan Siswa

Kisahan Episode
Kehidupan
UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul
secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hak Terkait Pasal 49


1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.

Sanksi Pelanggaran Pasal 72


1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah),
atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

ii
Hj. Andel Husni, S.Pd., dkk.

Kisahan Episode
Kehidupan

Penyunting
Dayang Suriani, M.Pd.

iii
Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427
Website: www.deepublish.co.id
www.penerbitdeepublish.com
E-mail: deepublish@ymail.com

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

HUSNI, Andel
Kisahan Episode Kehidupan /oleh Andel Husni, dkk.--Ed.1, Cet. 1--
Yogyakarta: Deepublish, Oktober 2015.
xvi, 141 hlm.; Uk:14x20 cm

ISBN 978-602-401-088-1

1. Cerpen I. Judul
813

Penyunting : Dayang Suriani, M.Pd.


Desain cover : Herlambang Rahmadhani
Penata letak : Invalindiant Candrawinata

PENERBIT DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Copyright © 2015 by Deepublish Publisher
All Right Reserved
Isi diluar tanggung jawab percetakan
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

iv
KUMPULAN CERPEN
“KISAHAN EPISODE KEHIDUPAN“

Sebuah buku kumpulan cerpen mengenai rentetan


kehidupan manusia saat ini yang merupakan karya guru
dan siswa yang patut dibaca oleh semua kalangan, tanpa
terkecuali dan para pecinta seni.

Hj, Andel Husni, S.Pd., Amira Syafana, Annisah Nur


Amalina, Asmin Vetiani, Athifah Jamila Muti Siregar,
Camelia Wulan, Annisa Tara Hasanah, Nesa Ulfi Astuti,
Elvira Linda Sihotang, Stevefanus Yanli, Julio Marcelino
Bagaskara,

v
PENGANTAR
PRAKTISI PEMERINTAHAN

Mengajar merupakan amanah dari Allah Swt. bagi para


guru di Indonesia. Hal ini menjadikan setiap guru
berkewajiban untuk membimbing, mengarahkan sekaligus
menjadi teladan bagi semua muridnya dalam menapaki
perkembangan pribadinya menuju kedewasaan cara berpikir
baik jasmani maupun rohani. Selain itu, guru juga harus
mampu meningkatkan mutunya, mengembangkan inovasi
pembelajaran serta berupaya menyesuaikan diri dengan
perkembangan dunia, serta cakap dan cerdas dalam
mentransfer ilmunya kepada para peserta didik.
Menjadi guru yang cerdas dan kreatif memang bukan
hal yang mudah namun juga bukan hal yang sulit jika guru
mau berkreasi dan mengajar dengan sungguh-sungguh serta
mentransfer ilmu yang sudah dipelajari kepada peserta didik,
hingga akhirnya mereka mampu menjadi pribadi yang
unggul, yang selalu berpikir cerdas dan kreatif untuk
kehidupan mereka di masa yang akan datang. Kualitas suatu
generasi tentu saja bergantung pada 3 hal yaitu, 1) Keluarga,
2) Guru pada institusi pendidikan formal dan informal, dan
3) Masyarakat sekitar.
Kehadiran Buku Kumpulan Cerita Pendek “Kisahan
Episode Kehidupan”, yang dimotori oleh Hj. Andel Husni,
S.Pd dan para siswanya menjadi penting untuk dibaca dan
dimengerti terutama bagi para guru yang ingin lebih

vi
produktif, kreatif dan inovatif dalam mengembangkan
pembelajaran menulis cerita pendek dalam Bahasa
Indonesia. Keberadaan SMANSA RW.COM sekiranya
mampu manjadi wadah kreatifitas bagi guru dan siswa
pencinta baca tulis sekaligus menginspirasi para guru dari
sekolah lain untuk membimbing dan mengarahkan murid-
muridnya dalam menulis cerita fiksi dan ide kreatif lainnya
dalam bentuk karya seni.
Pesan saya buat para guru di Balikpapan, resapi dan
nikmati peran anda sebagai guru yang selalu memberikan
nilai-nilai kebaikan kepada para peserta didik walaupun
banyak tantangan yang menghadang, namun tetap tertoreh
dalam citra pahlawan tanpa tanda jasa.

Balikpapan, 1 Juli 2015


Kepala Dinas Pendidikan Kota Balikpapan,

MUHAIMIN

vii
PENGANTAR
KEPALA SMA NEGERI 1 BALIKPAPAN

Kurikulum 2013 yang dibarengi dengan otonomi


pendidikan telah menciptakan paradigma baru dalam
keseluruhan sistem pembelajaran. Peserta didik tidak lagi
menjadi objek tetapi lebih kepada challenger yang tertantang
untuk melakukan perubahan secara dinamis dan kreatif
terhadap segala bentuk informasi dan pengetahuan yang
disampaikan oleh guru.
Kemasan pendidikan dari Kurikulum 2013 yang
berorientasi pada penemuan dan pengembangan bakat dan
kompetensi peserta didik akan bermuara pada sebuah
kecakapan hidup (life skill) bagi peserta didik di masa depan
sehingga menjadi generasi baru yang sanggup bersaing di
zamannya.
Sejalan dengan itu, saya menyambut baik dan
menghargai kerja kreatif para guru dan peserta didik SMA
Negeri 1 dan SMP Negeri 2 Balikpapan yang tergabung dalam
Komunitas SMANSA MEMBACA DAN MENULIS/ SMANSA
Reading and Writing Community (RW.COM), yang telah
melahirkan karya seni kumpulan cerpen berjudul KISAHAN
EPISODE KEHIDUPAN sebagai sarana pembelajaran
kehidupan yang pasti memiliki kontribusi besar dalam
membangun tata nilai dan mengubah pandangan serta
pemikiran kehidupan pembaca. Meskipun tidak membawa
dampak langsung, namun sebuah karya seni menulis cerpen

viii
merupakan salah satu hasil kontemplasi dan kreativitas
penulisnya beserta aktivitas kehidupan sehari-harinya,
mencoba menerjemahkan persoalan-persoalan manusia
dalam kehidupan dengan cara-cara unik dan santun. Sebuah
karya sastra sebagai sarana komunikasi dan ekspresi, akan
memilih secara jujur untuk berpihak kepada kearifan dan
kebajikan. Sehingga karya sastra akan lahir untuk mengabdi
dan menjadi tauladan dalam kehidupan pembacanya.
Semoga proses kreatif ini menjadi sumber
pembelajaran inspiratif yang diberkahi Allah Swt. Aamiiin.

Balikpapan, 10 April 2015

Drs. H. Seger Imam Suja’i, M.Pd.

ix
PENGANTAR
PENULIS BUKU DAN NOVEL PENDIDIKAN
Dayang Suriani

Ada beberapa hal yang menjadi daya tarik tersendiri


bagi para pembaca terutama diri saya pribadi dan para
penikmat karya seni cerita pendek di seluruh Indonesia.
Buku kumpulan cerpen berjudul “KISAHAN EPISODE
KEHIDUPAN” memiliki keunikan tersendiri dibanding
dengan buku kumpulan cerpen yang pernah ada. Uniknya,
buku ini ditulis oleh seorang guru dan beberapa orang siswa
dari level yang berbeda, SMA Negeri 1 Balikpapan dan SMP
Negeri 2 Balikpapan. Mereka hadir khusus untuk
menampilkan sebuah mahakarya di bidang seni yang erat
kaitannya dengan dunia pendidikan. Sungguh luar biasa
perjuangan yang dilakukan oleh seorang pendidik yang
merangkul para siswa dari jenjang pendidikan yang berbeda
dalam rangka mengasah keterampilan dalam karya sen cerita
pendek.
Setelah melalui berbagai proses yang panjang akhirnya
guru dan beberapa siswa yang tergabung dalam SMANSA
Reading and Writing Community (RW. COM) ini berhasil
merampungkan mahakarya perdana ini. Para penulis dalam
buku ini berusaha untuk menyajikan sesuatu yang In sya
Allah bermanfaat bagi pembaca yang sangat peduli dengan
masa depan pendidikan terutama proses pembelajaran
kreatif dan penggunaan bahasa dan sastra Indonesia yang

x
baik dan benar. Hal ini merupakan starting point kemajuan
dunia pendidikan. Buku kumpulan cerpen berjudul
“KISAHAN EPISODE KEHIDUPAN” diharapkan mampu
memotivasi para pembaca untuk mencoba menghayati
makna tersirat di balik cerita yang disajikan secara variatif
ini.
Buku kumpulan cerpen berjudul “KISAHAN EPISODE
KEHIDUPAN” ini ditulis dalam rangka mengajak guru dan
siswa untuk berkarya bersama melalui goresan pena untuk
menghasilkan karya cerdas dalam dunia seni terutama
cerpen. Penulisan buku kumpulan cerpen ini merupakan ide
kreatif yang perlu dicontoh dan didukung oleh berbagai
pihak terutama para pemerhati pendidikan dalam hal ini
Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan. Buku ini lahir dengan
dilatarbelakangi oleh kondisi pendidikan modern yang
menuntut para guru untuk lebih serius dalam mendidik
tunas-tunas harapan bangsa melalui penggalian bakat dan
kreatifitas, penekanan pembelajaran berbasis value (moral)
didasari iman dan taqwa serta penerapan pembelajaran
berbasis kreatifitas (creativity based learning).
Dengan memperhatikan beberapa aspek di atas,
diharapkan bahwa para pemerhati pendidikan khususnya
guru bukan hanya menilai siswa dari aspek kognitinya saja,
tetapi juga sampai kepada keterampilan diri dan tingkah
laku. Bukan hanya menilai hasil, tapi lebih kepada proses
belajar siswa. Bukan hanya menilai dari kompetensi
akademik saja tetapi juga keterampilan yang mumpuni
dibarengi akhlaq terpuji. Bukan hanya sampai kepada
pemahaman tentang ilmu secara fisik, tapi lebih kepada

xi
bagaimana memberdayakan keterampilan anak melalui
karya seni.
Buku kumpulan cerpen ini disusun dengan gaya
bertutur yang sederhana melalui perspektif para penulis
yang mencoba menggali ketertarikan mereka akan dunia
sastra dan dialog kekinian yang memiliki keunikan dan
makna tersendiri kemudian dituangkan ke dalam cerita
pendek. Semoga dengan kehadiran buku kumpulan cerpen
ini akan semakin menambah khasanah bacaan para pecinta
seni di Indonesia dan mampu memotivasi para guru dan
penulis muda untuk lebih mengasah bakat dan kreatifitas
terutama dalam hal penulisan karya seni cerita pendek.
Semoga!

Balikpapan, 10 Juli 2015

Dayang Suriani

xii
PENGANTAR
PERWAKILAN PENULIS

Puji syukur ke hadirat Allah Swt., Tuhan Yang Maha


Esa atas karunia dan rahmat yang telah dilimpahkan kepada
para penulis buku kumpulan cerpen sederhana ini.
Buku ini merupakan kumpulan cerita pendek yang
ditulis oleh guru dan para siswa yang berasal dari level yang
berbeda yakni SMA dan SMP bertajuk KISAHAN EPISODE
KEHIDUPAN, yang bertujuan untuk menumbuhkan minat
baca dan tulis di lingkungan masyarakat umumnya dan di
lingkungan siswa pada khususnya.
Setelah melalui proses yang panjang di sela-sela
kesibukan pekerjaan dan tugas-tugas baik sebagai guru
maupun siswa, akhirnya para penulis kumpulan cerpen ini
berhasil merampungkan tulisan inspiratif mereka.
Pengalaman menulis cerita pendek ini sangat penting artinya
baik bagi guru maupun siswa. Menulis cerita pendek
sederhana ini merupakan ajang latihan bagi yang hendak
mengembangkan ide dan kreatifitasnya. Harus diakui,
bahwa masih banyak kekurangan yang akan pembaca temui
dalam tulisan puisi ini, namun para penulis telah berusaha
semaksimal mungkin menyajikan sesuatu yang bermanfaat
bagi pembaca. Kekurangan-kekurangan yang terdapat pada
buku ini mudah-mudahan dapat menjadi pelajaran yang
berharga bagi para penulis untuk tulisan bermutu di masa
yang akan datang.

xiii
Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada Bapak Drs.H. Seger Imam Suja’i, M.Pd, selaku Kepala
SMA Negeri 1 Balikpapan, dan Ibu Dayang Suriani, M.Pd
yang banyak memberikan motivasi dan inspirasi kepada para
penulis serta para guru Pembina komunitas baca tulis
SMANSA RW.COM, yang selalu menyediakan waktu untuk
membimbing para siswa. Semoga kumpulan cerpen yang
dikemas dalam buku KISAHAN EPISODE KEHIDUPAN ini
dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Semoga Tuhan
memberkahi dan meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Balikpapan, 6 Oktober 2015


Perwakilan Penulis

Hj. Andel Husni, S.Pd.

xiv
DAFTAR ISI

PENGANTAR
Praktisi Pemerintahan .............................................vi
PENGANTAR
Kepala Sma Negeri 1 Balikpapan ........................... viii
PENGANTAR
Penulis Buku dan Novel Pendidikan .........................x
PENGANTAR
Perwakilan Penulis ................................................ xiii
DAFTAR ISI .............................................................. xv
Cahaya di Atas Kerapuhan
Oleh: Hj. Andel Husni ................................................ 1
Hati Seluas Samudra
Oleh: Amira Syafana ................................................. 13
Lihat, Coba dan Buktikan
Oleh: Annisah Nur Amalina .................................... 27
Keikhlasan yang Sempurna
Oleh: Asmin Vetiani................................................. 39
Aku, Diriku
Oleh: Athifah Jamila Muti Siregar ........................... 53
Kata Hati
Oleh: Camelia Wulan............................................... 62

xv
“Arti Persahabatan”
Oleh: Annisa Tara Hasanah .................................... 74
The Sunset In My Heart
Oleh: Nesa Ulfi Astuti ..............................................89
Cerita Baru di Awal Rintikan Hujan
Oleh: Elvira Linda Sihotang .....................................98
Tercuci Otak Oleh Narkoba
Oleh: Stevefanus Yanli ............................................ 118
Pecahan Teka-Teki Terakhir
Oleh: Julio Marcelino Bagaskara ............................. 131

xvi
Oleh: Hj. Andel Husni
Guru Bahasa Indonesia SMAN 1 Balikpapan

idayah adalah salah satu kata yang jauh bahkan tak


pernah terpikirkan olehku. Itu adalah makna yang
dapat mengganggu segala macam kegiatanku yang
bahkan sudah mapan dan bisa menghasilkan pundi-pundi
uang yang lumayan banyak. Aku tidak mau “hidayah” itu
datang kepadaku. Atau mungkin saja “Hidayah” yang tidak
mendatangiku? Aku tidak pernah mengomentari sedikit saja
tentang makna hidayah itu sendiri. Aku sudah cukup puas
akan kehidupanku sekarang ini, tidak ada yang perlu aku
takuti. Biarpun hidayah itu mengetuk pintu hatiku sejenak,
aku tidak bakal mau untuk membukakan pintu untuknya.
Aku tidak ingin ada yang mengganggu kesuksesanku saat ini.
Beginilah awal cerita ku dimulai.
Aku adalah seorang wanita yang bisa menghasilkan
pundi-pundi uang dengan caraku sendiri, aku dibantu oleh
suamiku tercinta dalam mengurus pekerjaan yang aku geluti

1
saat ini. Mucikari adalah pekerjaan yang aku geluti hampir 3
tahun. Aku menggeluti pekerjaan ini karena, dari hasilnya
saja sudah melebihi dari gaji PNS, tidak perlu mengeluarkan
keringat, atau pun membutuhkan keahlian khusus untuk
melakukan pekerjaan ini. Hanya satu yang harus kita miliki
yakni, “pintar merayu dan mengambil hati” hanya itu saja
yang menjadi dasar untuk bisa membuat usahaku ini
berjalan 3 tahunan.Suami ku yang memiliki ide ini pada
awalnya, dan aku pikir ini adalah ide yang menarik.
Himpitan ekonomi yang membuatku menekuni pekerjaan
ini. Suamiku pun memanggil beberapa gadis dari kampung
halaman kami.karena di kampung halaman kami banyak
sekali orang-orang yang membutuhkan pekerjaan. Pada
awalnya para gadis itu kami ajak untuk bekerja di rumah
kami, yang memang kelihatan besar dan mereka pasti
berpikir akan kami jadikan pembantu rumah tangga di
rumah kami. Tetapi lama kelamaan aku menawarkan kepada
mereka untuk bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK)
yang memang pada awalnya mereka tidak bisa mengiyakan
dengan pasti, kemudian dengan satu jurus tadi “merayu dan
mengambil hati” akhirnya aku berhasil membujuk mereka
dengan memberitahu bahwa hasil yang diperoleh lumayan
menggiurkan. Pekerjaan ini semakin mulus dan lancar, aku
hanya duduk diam di rumah dengan standby beberapa hp di
sebelahku. Karena dalam sehari saja kira-kira 15-20 orang
pria yang memesan gadis kepadaku. Dan jika tanggal merah,
24 jam hp ku selalu berdering dan bahkan aku kerepotan
untuk mengangkatnya. Setiap satu minggu, mereka (para
gadis) menyetorkan sebagian dari pendapatan mereka, yang

2
sudah aku buat kesepakatan dan bahkan mereka sudah
membubuhkan tanda tangan di atas materai yang berterakan
angka 6000. Dari hasil pendapatan mereka aku bisa
membiayai hidupku dan sebagian aku kirimkan ke kampung
untuk anak dan orangtuaku. Bayangkan saja dalam waktu 1
tahun aku bisa membeli mobil dan rumah. Terus terang
anak, dan orangtuaku di kampung, tidak mengetahui
pekerjaanku di kota. Jika mereka bertanya aku hanya bilang
aku adalah seorang business woman. Aku tidak ingin mereka
mengetahui pekerjaanku sesungguhnya. Karena hal itu dapat
menjadi dampak yang serius buat kehidupan anak dan
orangtuaku kedepannya kelak. Aku tidak ingin tetangga di
kampungku memandang ibuku sebagai wanita yang
melahirkan seorang mucikari. Aku hanya ingin mengangkat
derajat orangtuaku. Aku tidak ingin orangtuaku selalu
dicibir oleh para tetangga. Kehidupan orangtuaku saat ini
lumayan mapan, ibuku tidak pernah menghutang bahan
pangan atau pun sembako lainnya, ayahku juga sudah
memiliki motor yang bisa beliau gunakan untuk mencari
pekerjaan. Dan terlebih lagi untuk kedua anakku, mereka
bisa hidup lebih layak dari sebelumnya.
Kejadian hari itu tidak pernah aku lupakan, saat itu
anak sulungku ingin bertemu aku dan suamiku karena
memang saat itu liburan sekolah tiba.Dan saat kami ajak ke
salah satu mall ternama di kotaku, ada seorang pria yang
datang menghampiriku.
“Maaf ini dengan mbak opi ya?” pria itu bertanya
“ iya, ada apa?” tanyaku balik.
“Saya mau pesen ukuran double, yaa bantal aja deh.”

3
Saat itu anakku bingung dan aku menyuruh suamiku
untuk mengajaknya pergi ketempat lain. Dari saat itu aku
memberitahu anak sulungku jika aku seorang business
woman dalam bidang penjualan bantal, guling, maupun
kasur. Kali ini aku mulai berbohong lagi, karena aku tidak
ingin mengulang kejadian yang sama maka aku selalu
melarang kedua anakku untuk mengunjungiku, aku selalu
bilang kalau aku sangat sibuk, dan bahkan waktuku hanya
kuhabiskan untuk pekerjaan dan mungkin biar aku saja yang
mengunjungi mereka ke kampung. Untunglah kedua anakku
cukup mengerti dengan keadaanku.
Masalah pekerjaanku ini, tidak semua gadis selalu
aku yang memanggil mereka untuk bekerja terkadang ada
beberapa gadis datang kerumahku dan memintaku untuk
memperkerjakan mereka, dan kini aku terkenal dikalangan
mereka sebagai agen mucikari.Tetapi aku membuat
kesepakatan kepada para lelaki itu, yakni tidak
diperkenankan untuk mengunjungi rumahku. Aku tidak
ingin para tetangga akan menambah pikiran buruk mereka
terhadapku. Aku mengerti, setiap aku keluar rumah untuk
membeli sayur, mereka selalu membicarakan aku, dan
terkadang membuat aku marah kepada mereka.
“Bu, bayamnya ada?” tanyaku kepada si penjual sayur
“Ada bu, minta berapa ikat?” balas si penjual sayur
“ 5 ikat yaa bu..” timpal ku “loh bu, banyak sekali?”
Tetangga yang lain menyahut tetanggaku mulai
menanyaiku berbagai macam pertanyaan kepadaku, aku
hanya menjawab kalau itu untuk persedian buat hari
selanjutnya. Dan aku yakin setelah aku pulang kerumah,

4
bahkan saat aku beranjak meninggalkan tempat itu saja
mereka sudah pasti membicarakan tentang pekerjaanku
lagi.Sempat terlintas dipikiranku, apakah aku pantas
membiayai orangtuaku dan bahkan kedua malaikat kecilku
dengan uang ini?Uang yang tidak selayaknya aku gunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Namun, kembali
lagi suamiku yang menjernihkan pikiranku dengan
mengatakan bahwa hal ini baik-baik saja, karena kami sudah
berusaha dalam mendapatkannya.
Para tetanggaku semakin menjadi-jadi mereka selalu
memandangiku dan bahkan mencibir dengan gosip yang
membuatku ingin menjauh dan bersemyembunyi dari
mereka. Tidak ada tetangga yang berani mendekatiku.
Mereka bilang kalau berani mendekatiku sama saja seperti
masuk ke dalam kandang singa. Aku tahu maksud mereka
tapi aku tidak seburuk apa yang mereka bayangkan. Setiap
aku mendapatkan penghasilan lebih aku menyumbang-
kannya kepada panti asuhan terdekat. Aku merasa
pekerjaanku yang aku lakukan ini layak, aku dapat
menyenangkan berbagai pihak dan tentunya membantu
banyak orang untuk mengarungi bahtera ekonomi yang saat
ini mencapai puncak krisis. Aku tidak peduli dengan semua
caci makian para tetanggaku, aku merasa mereka hanya iri
akan keberhasilanku. Terkadang mereka menawariku untuk
mengikuti pengajian rutin yang dilakukan RT kami. Tapi aku
tidak pernah mengikutinya, aku sangat sibuk dengan
pekerjaanku, aku sama sekali tidak tertarik dengan
“pengajian”. Aku rasa pengajian itu tidak ada gunanya, hanya
duduk membaca kitab suci dan mendengarkan ocehan sang

5
ustadz atau ustadzah. Lebih baik aku duduk dirumah, bisa
menghasilkan uang hanya dengan cara duduk, tidak seperti
pengajian. Semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengajian atau apalah itu namanya, sama sekali tidak ingin
aku datangi bahkan aku dengarkan. Sampai saat itu tiba.
Aku pergi dengan mengendarai mobil BMW yang
menjadi salah satu mobil favorite ku untuk ku pakai. aku
pergi untuk menemui client penting yang ingin langsung
memesan gadis kepadaku. Karena aku telat, ku tancapkan
gas sampai spidometer menunjukkan angka 130. Hp ku
berdering dari tadi, saat ingin kuangkat tak sengaja hp ku
terjatuh dan aku membuka sabuk pengamanku seraya
mengambil hp ku. Saat aku berhasil menggenggam hp itu
tak sadar di depanku ada tikungan curam yang membuatku
lepas kendali, dan akhirnya.. Bruuuuk.. aku tak sadarkan
diri.
Aku membuka mataku dan melihat ruangan dengan
cat yang senada dan kulihat ada jarum yang menusuk tepat
di nadi tanganku, dan kulihat pula suamiku sedang tertidur
disebelahku. Aku merasa pusing. Aku menyangka pusing ini
hanyalah efek dari kecelakaan yang aku alami.Lalu suami ku
terbangun karena merasakan jari jemariku yang mulai
bergerak perlahan.
“Kamu sudah bangun? Gimana keadaanmu?” Tanya
suamiku
“Aku ngerasa pusing.” Balasku
“Mungkin itu pengaruh kecelakaan kamu tadi.”
Sudah 4 hari aku dirawat, aku tetap saja merasakan
pusing yang sama, walaupun telah meminum obat sesuai

6
dengan dosis yang dianjurkan dokter aku masih tetap
merasakan pusing. Aku merasa ada sesuatu hal yang terjadi
kepadaku. Aku memutuskan untuk memberi kabar
pembantuku yang ada dirumah, kalau aku sedang dirawat
dan terpaksa pekerjaanku untuk saat ini harus tertunda, dan
mungkin suamiku yang akan mengurusnya. Terlihat wajah
suamiku yang murung sesaat di panggil dokter untuk
menuju ruangannya, rasa penasaranku semakin menjadi-
jadi, aku bertanya kepada suamiku tetapi dia bilang tidak
ada apa-apa, 4-5 hari aku sudah bisa pulang.Namun mata
itu?Aku tidak bisa melupakan tatapan mata suamiku, seakan
suamiku menutupi hal buruk kepadaku.
Di hari kepulanganku aku sangat bahagia bisa
beranjak pergi dari rumah sakit.Karena ada banyak urusan
yang sudah aku tinggalkan. Saat ingin menuju keluar
ruangan, tidak sengaja aku mendengar pembicaraan yang
aku yakini kalau salah satu dari mereka adalah suamiku.
“ Terus dok, apa gak ada cara lain?”
“ Maaf pak, penyakit itu kalau sudah di operasi tidak
bakal hilang total. Karena penyakit yang diidap istri bapak
adalah penyakit langka, para ahli medis belum bisa
memastikan obat yang cocok buat penderita penyakit itu.”
Sontak aku menitihkan air mata yang keluar tanpa
aku sadari, air mata yang hampir tidak pernah aku teteskan,
dan aku merasakan sesak yang amat luar biasa, bahkan
tangisanku membuat aku tidak bisa mengucapkan sedikit
kata-kata yang mungkin bisa menyenangkan hati ini untuk
sesaat.

7
Aku bukanlah wanita seutuhnya lagi, aku
cacat.Penyakit itu yang membuatku cacat. Aku tidak ingin
memiliki penyakit itu. Apakah ini cara Tuhan untuk
menegurku? Aku tidak tahu pasti. Semenjak aku sakit,
sedikit banyak aku memulangkan para gadisku ke kampung
halamannya, pelan-pelan kucoba untuk menutup usahaku
yang selama ini dengan susah payah aku kembangkan. Pada
awalnya suamiku tidak setuju, bahkan ia sempat
memarahiku karena telah melakukan tindakan bodoh ini.
“Tolong dong pikir ulang tentang cara mu ini?” pinta
suamiku
“Aku gak mau lagi mas, aku sudah kapok. Aku sadar
bahwa saat ini Tuhan tengah menegur kita.” Balasku
“Untuk apa kamu bawa-bawa Tuhan? Bukan Tuhan
toh yang memberi kita pekerjaan ini? Kita usaha sendiri!
“Ke mana Tuhan di saat kita sedang terpuruk lalu?”
balas suamiku
“Aku memang tidak tahu pasti ke mana Tuhan saat
itu, tapi siapa yang memberiku penyakit ini kalau bukan
Tuhan? Pasti dibalik penyakitku ini ada pesan yang ingin
Tuhan sampaikan ke aku mas, tolong hargain keputusanku.”
Aku membalas dengan nada emosi
Semenjak kejadian itu hubunganku dengan suamiku
tidak berjalan baik, suamiku sering pulang malem bahkan
sering aku cium bau alcohol dari mulutnya. Aku semakin
sadar bahwa segala sesuatu yang aku lakukan dulu
membuatku jauh dari Tuhanku, bahkan tetanggaku sendiri
menjauhiku dan memandang rendah diriku.Kian hari aku
makin sering mengikuti pengajian, yasinan dan segala hal

8
yang menyangkut kegiatan rohani.Suamiku pun pelan-pelan
berubah karena sering aku dengarkan ceramah dari radio.
Aku merasa bahwa hidayah benar-benar mengunjungiku
disaat keadaanku terpuruk. Ternyata Tuhanku tidak pernah
pergi meninggalkan umatnya yang dalam keadaan sulit
sekalipun, aku semakin yakin bahwa keputusanku saat ini
untuk menjadi muslimah sejati adalah pilihan yang tepat,
seketikahidupku sekarang telah berubah, aku semakin
percaya diri dan merasa suci kembali saat aku mulai
meminta taubat kepada-Nya, aku semakin berusaha
mendekatkan diriku kepada-Nya,aku juga mulai beradaptasi
dengan tetangga-tetanggaku, dan sekarang tetanggaku tidak
pernah mencibir bahkan memperolok aku dan suamiku lagi.
Sekarang suamiku telah memiliki pekerjaan yang layak
walaupun dengan penghasilan yang tidak sebanyak
pekerjaanku dahulu. Aku merasa kurang sempurna taubatku
jika belum menginjakkan kaki dirumah-Nya.Semua orang
pasti mendambakan untuk pergi kesana. Aku mulai
merasakan perbedaan diriku dulu dengan sekarang, dahulu
aku sama sekali tidak ingin berkunjung ke rumah-Nya dan
selalu saja memikirkan kesenangan dunia semata. Dan kini
aku mulai menyadari bahwa semua itu salah.
Aku memutuskan pergi Haji dan berharap lambat
laun melupakan kejadian masa laluku yang sangat kelam,
kejadian yang sangat haram dan dibenci oleh Allah Swt.
Sesampainya di depan ka’bah aku sangat takjub melihatnya,
bangunan yang berdiri kokoh dan sontak membuat bulu
kudukku berdiri karena merinding melihat pemandangan
yang sangat indah, subhanallah ucapku. Disitu

9
kutumpahkan air mataku menyesali semua perbuatanku, di
lain sisi aku sangat malu menghadap Tuhanku, aku rasa aku
adalah makhluk yang sangat bodoh yang pernah terlahir,
namun itu semua harus aku lupakan karena aku ingin
membuka lembaran baru seiring perjalananku kedepan
nanti. Kami ber-tawaf sebanyak 7 kali dengan didampingi
oleh rombonganku. Aku merasa aku adalah wanita yang
paling beruntung, karena aku masih disempatkan oleh
Tuhan untuk bisa mengunjungi rumah-Nya. Sepanjang
mengelilingi ka’bah aku memanjatkan doa dengan khusyuk,
yang tidak pernah aku lakukan dahulu. Saat putaran ke-6
aku merasa pandanganku menjadi kabur, mataku
berkunang-kunang dan semua orang melihat keadaanku saat
itu.Disaat itu aku menghembuskan nafas terakhirku di
rumah-Nya.
Kurasakan peluh keringat mengalir tepat di seluruh
tubuhku, kurasakan debaran yang amat kencang di dadaku,
dan baru aku sadari kalau tadi hanyalah mimpi.Mimpi yang
begitu menakutkanku. Aku membuka mataku dengan
perlahan dan kulihat suamiku masi tertidur disampingku.
Aku takut membangunkannya, dan apakah benar kejadian
dalam mimpi itu akanbenar-benar terjadi? Aku merasa
sesak, seakan udara enggan untuk kuhirup.lalu aku
membuka alat bantu pernafasanku. Seketika itu aku merasa
sulit untuk bernafas, dan suamiku pun terbangun. Dia
bingung kenapa aku menjadi seperti ini, dan mulai
memasangkan kembali alat bantu pernafasanku. Aku hanya
menangis dan terucap kata dari bibirku yakni “ampun ya
allah, ampuuun” itu kata yang selalu kulang-ulangi di sudut

10
bibirini. Suami ku berusaha menenangkanku. Aku tak tahu
pasti, apakah aku sanggup melakukan segala hal baik mulai
saat ini dengan kondisi tubuhku yang sangat lemah ini,
jarum suntik di mana-mana, dan alat bantu pernafasan yang
mulai lekat denganku saat ini, apakah aku pantas untuk
Allah Swt. Maafkan? Aku merasa aku adalah makhluk yang
paling berdosa, aku malu… sangat maluu. Lalu bagaimana
dengan mimpi itu? Apakah mimpi tadi itu pertanda bahwa
hidayah mencoba menengokku untuk sesaat?
Itulah sepenggal kisah sang mucikari yang
mendapatkan tetesan cahaya menuju ridho-Nya. Sang
mucikari tengah diuji oleh Allah Swt. Akan fana nya
kehidupan, tanpa dia sadari bahwa ada seberkas cahaya yang
ingin Allah Swt. Tunjukkan kepada dia melalui hal-hal yang
tidak pernah orang banyangkan.

11
Biografi Penulis

Andel Husni adalah guru Bahasa Indonesia


sampai saat ini masih mengajar di SMA
Negeri 1 Balikpapan. Lahir di Solok
Sumatera Barat 15 Oktober 1956 dari
pasangan suami istri yang keduanya
bekerja di bidang pendidikan. Alamat
komplek Klaus Reppe Blok 4 nomor 31
Balikpapan Utara.Pendidikan Keguruan D3 IKIP Padang
jurusan Bahasa dan sastra Indonesia. Srata 1 (S-1)Bahasa
Indonesia Universitas Terbuka (UT) Jakarta selesai tahun
1994. Hoby senang membaca buku sastra dan pengetahuan
umum. Pengalaman mengajar dari tahun 1980 sampai saat
ini. Ibu Andel memiliki prinsip hidup yang sangat mendunia
yakni ALAM TAKAMBANG JADI GURU yang artinya DI
MANA BUMI DIPIJAK DI SITU LANGIT DIJUNJUNG
Untuk info lebih lanjut, silahkan tanya seputar
perkembangan Bahasa Indonesia melalui email saya di
andelhusni@yahoo.com.

12
Oleh: Amira Syafana
Siswa Kelas IX-3, SMP Negeri 2 Balikpapan

dzan shubuh sedang dikumandangkan dengan sangat


indah. Panggilan sholat juga terus dikumandangkan
dengan tujuan mengajak umat Islam untuk keluar
dari mimpi indahnya dan bangkit dari tempat tidurnya yang
empuk. Ini adalah saat yang tepat bagi umat Islam untuk
menjalankan kewajiban mereka menunaikan ibadah sholat
shubuh. Tak terkecuali aku. Kukuatkan hatiku untuk bangun
dari kelelahanku, kuambil air wudhu, kukenakan mukena
biru kesayanganku ,memohon kehadirat Allah Swt. agar
diberi kebaikan, kecerdasan,dan keselamatan di dunia dan
akhirat untuk orangtua, keluarga, dan teman-temanku.
Selesai menunaikan sholat shubuh aku segera
membaca Al Qur’an. Aku begitu terlarut dan khusyu selama
membaca Al Qur’an dengan membaca makna yang
terkandung di dalamnya. Tak terasa, matahari sudah terbit
di sebelah Timur. Aku segera mandi dan mulai melakukan
kegiatan rutin di pagi hari yakni membantu ibu. Setelah

13
semua selesai, aku langsung berpamitan pada ibu untuk
berangkat ke sekolah.
“Bu, aku berangkat sekolah dulu ya,”pamitku pada
ibu. Aku ingin Ibu memberiku doa dan restu agar aku bisa
melalui hari-hariku di sekolah dengan lancar.
“Ya, nak! Hati-jati di jalan ya, ”ibu mencium ubun-
ubunku dan mendoakan aku. Aku seperti diberi kekuatan
untuk meraih kesuksesan dan aku sangat yakin dengan
kekuatan doa ibu.
“Assalammualaikum bu.”
“Walaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh.”
Aku berjalan dengan langkah pasti menuju ke
sekolah. Sesekali aku mengingat beberapa materi pelajaran
yang sudah kupelajari tadi malam. Aku yakin di kelas nanti,
aku bisa menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh
Bapak dan Ibu guru. Tepat di halaman sekolah, langkahku
seketika terhenti oleh ulah buruk dan ejekan yang dilakukan
oleh teman-teman di sekolahku, sarapan rutin yang selalu
aku dapatkan setiap paginya. Aku tidak tahu apa alasan
mereka mengejekku setiap harinya. Mungkin karena aku
miskin atau…? Ah… aku tidak ingin berburuk sangka pada
Allah yang telah menciptakanku dengan sangat sempurna
ditemani oleh ibu yang sangat menyayangi aku. Aku harus
tetap sabar menghadapi ejekan mereka ini karena aku yakin
Allah beserta orang-orang yang sabar. Aku segera berlari
menuju kelas karena sebentar lagi bel masuk akan segera
berbunyi. Tak lama kemudian pelajaran Bahasa Indonesia
dimulai. Bu Rina, masuk kelas dengan semangat “45” dan
siap membagi ilmunya padaku dan teman-temanku. Dengan

14
sabar Bu Rina menjelaskan materi pelajaran secara perlahan
agar aku dan teman-temanku dapat memahaminya dengan
sempurna. Namun terkadang, aku kasihan melihat Bu Rina,
beliau setiap hari mengajar dan menjelaskan pelajaran
namun tidak satupun siswa yang mendengarkan penjelasan
beliau karena terlalu asyik mengobrol, mendengarkan musik,
dan tidur saat jam pelajaran. Pada saat istirahat, terkadang
aku dekati bu Rina untuk menghibur beliau.
“Bu Rina, ibu sabar ya, Bu. Aku yakin nantinya
mereka akan tahu bahwa menuntut ilmu itu sangat
penting,”aku mencoba memberi kekuatan pada Bu Rina.
“Terima kasih ya, Tari. Ini memang tugas ibu! Jangan
khawatir!” ujar bu Rina sambil tersenyum dan mengelus
rambutku. Dia sungguh bijaksana. Aku sungguh kagum pada
Bu Rina yang sangat sabar mengahadapi kelakuan buruk
teman-temanku. Semoga suatu hari nanti, aku juga ingin
menjadi orang yang sabar seperti Ibuku dan Bu Rina.
Pelajaran di sekolah aku lalui dengan sungguh-
sungguh. Aku harus memperhatikan semua penjelasan guru
agar ilmu dari mereka dapat kuserap dengan sempurna.
Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Segera kukemasi
buku-bukuku dan berpamitan pada seluruh guru. Aku harus
segera pulang untuk melanjutkan kegiatan rutinku
membantu ibu berjualan gorengan. Di tengah perjalananku
menuju kerumah, aku melihat mobil Sport berhenti
menghampiriku.
“Hei kamu anak kampung kesini lo!” cetus teman
sekelasku, Andita. Dia adalah anak seorang pengusaha yang

15
kaya raya. Dia naik mobil bersama teman-temannya yang
juga kaya.
“Iya, ada apa?” jawabku pelan. Aku takut jika harus
diejek mereka lagi.
“Eh, kamu mau naik mobilku gak?” tanya Andita
kepadaku.
“Boleh, ayo!”jawabku dengan senang hati. Aku tidak
sadar kalau ini hanyalah banyolan mereka.
“Ehh….. ntar dulu, setelah aku pikir-pikir, otakku
bilang, nggak jadi deh! Nanti mobilku jadi bau lagi karena
ada kamu!”cetusnya dibarengi dengan tertawa mereka yang
terbahak-bahak. Sekali lagi aku sudah termakan tipuan
mereka. Aku hanya bisa mengelus dada dan menghela nafas.
“Nggak ditumpangin juga gak apa–apa kok!” Jawabku
sambil tersenyum.
“Hey, minggir sana! “Jangan di tengah jalan! “Mobilku
mewahku mau lewat!” Da…da… anak kampung!” ujar Andita
sambil melambaikan tangannya pergi meninggalkanku.
“Ya Allah cobaan apa yang engkau berikan pada
hambaMu ini Ya Allah,”aku bergumam seraya berdoa kepada
Allah agar tetap diberikan kesabaran. Aku harus melupakan
kejadian itu dan bergegas pulang ke rumah karena aku tidak
ingin membuang waktuku untuk memikirkan apa yang baru
saja terjadi.
Sesampainya di rumah, aku segera berganti pakaian,
sholat Dzuhur dan makan siang. Setelah itu, aku hampiri ibu
yang sedang menyiapkan gorengan yang akan dijual. Aku
salut dengan ibuku. Beliau adalah tulang punggung untuk

16
keluarga. Ayahku telah mendahului kami ke syurga karena
sakit parah yang dideritanya.
“Nak, cepat jual gorengannya, ya!” Ibu menyuruhku
segera berjualan karena beliau tidak ingin aku berlama-lama
menunggu di halte bis.
“Iya bu!”jawabku mengiyakan seruan ibu.
“Nak, nanti kalau sudah dapat hasilnya, belikan
tempe sama tahu ya nak untuk makan malam kita.”
“Baik bu, Saya pergi dulu ya bu, Assalammualaikum!”
pamitku kepada ibu.
“Walaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh.”Hati
– hati ya nak! ”
Di sepanjang perjalanan, aku terus berdoa agar
semua daganganku laris terjual. Akhirnya aku sampai di
tempat aku biasa berjualan. Aku berjualan di dekat halte bus
karena di tempat inilah aku bisa menghasilkan uang yang
cukup buat kebutuhanku dan ibuku.
“Pak…Bu… ayo dibeli gorengannya!” aku berteriak
dengan sangat kencang.
“Dek, saya beli Rp 10.000 ya gorengannya”
“Iya mba, ini gorengannya!”
‘Terima kasih dek!”
“Sama- sama mba!”
Semakin lama aku berjualan di Halte bis, semakin
banyak juga uang yang aku dapatkan. Alhamdulillah,
gorenganku laris terjual.
“Terima kasih Yaa Allah, sudah memberikan aku dan
ibuku rezeki yang sangat besar, “aku berdoa dalam hati. Aku
terus mengucap syukur kehadirat Allah atas rezeki yang

17
kudapatkan. Aku hanya butuh lebih banyak kesabaran.
Karena, dengan kesabaran, aku yakin, aku akan dapat apa
yang aku inginkan. Aku harus segera pergi ke warung
terdekat untuk membeli tempe dan tahu sesuai pesanan ibu.
“Bu, beli tempe dan tahu ya bu!”ujarku pada ibu
penjual tempe.
“Ya, ini dek tempe dan tahunya!”
“Berapa bu harganya?”
“Rp 6.000 dek”
“Oke, bu ini uangnya! Makasih ya bu.”
“Iya dek sama sama.”
Aku segera menuju kerumah karena ibu khawatir jika
terjadi sesuatu denganku. Langkah kakiku semakin
kupercepat agar segera sampai ke rumah.
“Assalammualaikum bu!” sapaku dengan nada ceria.
“Waalaikumsalam!” ibu menjawab salamku dengan
nada pelan. Segera saja kudekati ibuku dan memeluknya.
“Bu, Alhamdulillah, jualan kita hari ini laris bu. Tari
dapat Rp 30.000!” ucapku dengan nada kegirangan. Aku
benar-benar bersyukur dengan rizki Allah yang luar biasa ini.
“Iya nak, Alhamdulillah, yang penting halal dan
berkah serta cukup untuk memenuhi ikebutuhan kita. Ayo
sholat dulu nanti keburu adzan maghrib!” ujar ibu dengan
sangat lembut sambil mengelus rambutku. Aku merasa
bahwa kondisi ibu berbeda dari biasanya. Ibu terlihat lemah
sekali. Itu terlihat dari cara ibu menjawab salamku dan
berbicara soal keberuntunganku hari ini.
“Baik bu!” jawabku sambil sesekali memandangi
wajah ibu. Aku melihat wajah ibu semakin pucat. “Yaa Allah,

18
sehatkanlah ibu,” gumamku dalam hati seraya berdoa demi
kesembuhan ibu.
Segera saja kuambil air wudhu dan segera
menunaikan sholat ashar. Selesai sholat, aku berdoa
kehadirat Allah untuk kesembuhan ibu dan agar aku selalu
diberikan kesehatan, kesabaran, dan kesempatan untuk
berbakti kepada ibuku. Setelah beribadah, tiba – tiba aku
mendengar suara batuk yang terdengar sangat kencang. Aku
khawatir jika yang mengeluarkan suara batuk itu adalah ibu.
Aku harus segera melihatnya.
“Ibu! Ibu kenapa? Ibu sakit, ayo bu kita ke dokter,
jangan biarkan sakit ibu ini lebih parah bu!” Aku kaget
ternyata benar yang mengeluarkan suara batuk itu ibuku
sendiri.
“Tidak apa – apa nak, ini hanya batuk biasa kok!”
jawab ibu sambil tersenyum padaku. Beliau selalu berusaha
untuk membuatku tenang dan tidak risau dengan
keadaannya.
“Bu, Tari takut jika terjadi sesuatu pada ibu!” ujarku
panik. Tak terasa air mataku mengalir membasahi pipiku.
Aku terus memegang tangan ibuku yang terasa panas.
“Tari sayang, ibu nggak apa-apa kok!” jawab ibu
menguatkanku sambil mengelus pipiku yang tembem.
“Sekarang Tari pergi mandi sana habis itu makan ya
nak, supaya Tari sehat!” ibu masih bisa tersenyum di tengah
kondisinya yang sakit. Hati ibu benar-benar ikhlas atas
cobaan penyakit yang dideritanya.
“Iya, bu!”jawabku pendek karena aku masih khawatir
dengan keadaan ibu. Aku harus terus berdoa kepada Allah

19
agar ibu sembuh dari penyakitnya. Aku takut penyakit ibu
kambuh lagi. Leukimia adalah penyakit yang telah lama
diderita ibu. Mudah – mudahan ibu segera sembuh dan
sehat agar bisa beraktivitas seperti sedia kala. Hari sudah
mulai gelap aku ingin istirahat agar tenagaku pulih dan siap
untuk melakukan kegiatan esok hari. Aku harus tidur di
samping ibu agar aku bisa tetap terjaga jika ibu memerlukan
bantuanku.
“Praaankkk…..!” pagi hariku dikejutkan oleh bunyi
suara gelas pecah. Aku baru saja mempersiapkan sepanci air
hangat untuk mandi ibu. Segera saja kutinggalkan
pekerjaanku dan berlari menuju kamar ibu. Aku kaget
melihat ibu terjatuh dari tempat tidurnya dan memecahkan
sebuah gelas.
“Ya ampun ibu, benerkan, ibu harus dibawa ke dokter
kalau nggak, penyakit ibu tambah parah.” Aku panik karena
aku takut terjadi sesuatu pada ibuku. Aku begitu
menyayangi ibu.
“Enggak, nak ibu tidak apa – apa kok, nanti uang
jualan gorengan Tari belikan obat untuk ibu ya nak, udah
Tari nggak usah panik dan sedih. Sekarang, Tari mandi sana
nanti ntar telat lagi ke sekolah,” seperti biasa ibu selalu
tersenyum menguatkanku.
“Iya, Bu,” ujarku pelan. Aku tidak tega meninggalkan
ibu sendirian di rumah. Namun, aku juga tidak ingin
menolak perintah ibu untuk tetap ke sekolah.
Aku masih memikirkan keadaan ibu. Aku nggak mau
diam, aku nggak boleh putus asa, aku harus pantang
menyerah, aku harus berusaha membuat ibu sehat. Ya Allah,

20
tolonglah ibuku dan sehatkanlah beliau. Aku bergegas
berangkat sekolah karena aku takut terlambat dan tidak bisa
mengikuti pelajaran lagi. Aku tidak ingin mengecewakan
ibu. Halaman sekolah dipenuhi oleh banyak siswa termasuk
Andita, temanku yang sering nge-bully aku. Aku berusaha
menghindari tatapannya, namun…
“Eh, kamu anak kampung! Kesini lo!”cetus Andita
dengan kasar sambil berkacak pinggang.
“Iya, ada apa?” tanyaku ragu-ragu. Aku takut jika
harus berurusan dengan anak orang kaya itu.
“Elo yang jualan gorengan di halte bis kemarin kan?”
tanya Andita sambil mengacungkan jarinya ke wajahku.
“Iii…iya, memang kenapa, Dita?” tanyaku gemetar
dan ketakutan.
“Gue peringatkan ya! “Jangan coba-coba jualan disitu
lagi, kalau sampai lo jualan, lo akan tau akibatnya!” kata Dita
kasar sambil mengancamku.
“Tapi hanya di situlah aku bisa mendapatkan uang
yang cukup untuk kebutuhan hidupku dan ibuku!” ujarku
memelas.
“Gue gak mau tau! “Pokoknya lo gak boleh jualan
disitu lagi!”bentak Dita kearah wajahku.
“Aku mohon, Dita!” ibuku sedang sakit!”ucapku
memohon kebaikan hatinya.
“I don’t care!” ujar Dita sambil menatap tajam ke
arahku dan mendorong bahuku.
Andita dan teman-temannya pun segera pergi
meninggalkanku. Aku hanya terdiam membisu. Bagaimana
lagi aku harus tetap jualan di halte bis untuk membelikan

21
ibuku obat. Pokoknya aku harus tetap jualan, aku nggak
boleh menyerah. Aku harus terima akibatnya demi ibuku
dan aku juga harus sabar dengan semua cobaan ini. Aku
yakin Allah SWT pasti membantuku. Pelajaran hari ini tidak
begitu membuatku berkonsentrasi penuh karena ancaman
Dita yang sangat memojokkanku. Meskipun demikian, aku
tetap mengerjakan semua tugas yang diberikan oleh semua
guru.
Bel tanda pulang berbunyi. Teman-temanku semua
sudah berlari keluar kelas, pulang menuju rumahnya
masing-masing. Tak terkecuali aku, aku segera berlari pulang
kerumah. Sesampainya di rumah, kulakukan rutinitasku
setelah itu aku langsung pergi berjualan gorengan di halte
bis. Aku tidak boleh takut dengan ancaman Andita. Aku
yakin Allah akan melindungiku.
“Bismillahirohmannirrohim, ayo Pak… bu… dibeli
gorengannya!” ujarku dengan semangat 45.
“Dek, beli gorengannya Rp 10.000 ya!” seorang ibu
menjadi pembeli pertamaku.
“Iya, Bu. “Ini gorengannya! “jawabku girang sambil
menyodorkan gorengan yang sudah kupersiapkan.
Tiba – tiba ada mobil yang mendadak berhenti di
dekat halte bus. Ternyata dia adalah teman sekelasku,
Andita yang pagi tadi mengancamku. “Yaa Allah, apa yang
ingin dia perbuat kepadaku.
“Eh, kamu anak kampung! “Gue kan sudah bilang lo
nggak usah jualan disini, ngeyel banget lo ya dikasih tahu!”
ujar Dita yang sepertinya tidak bercanda dengan
perkataannya.

22
“Maaf, ibuku sedang sakit dirumah aku harus
mencari uang dengan berjualan gorengan disini!” ujarku
dengan bibir gemetar.
“Ahhhh! “Gue nggak peduli lo mau ngomong apa, sini
gorengan lo cepat!”ancam Dita padaku sambil mencoba
merampas baki gorenganku dengan kasar.
“Dita, kamu mau apakan gorenganku!”tanyaku
sambil terus memegang baki gorenganku erat-erat.
“Hahaha! “Gorengan lo ini nggak ada gunanya jadi
gue buang aja di tempat sampah!” tangan Andita refleks
mengambil baki gorengan dan membuang semua
gorenganku ke tanah.
Astagfirullah aladzim! Semua gorenganku habis
diinjak-injak oleh Andita dan teman-temannya. Yaa Allah
berikanlah hambamu ini kesabaran atas cobaan ini.
Hambamu tidak sanggup melihatnya Yaa Allah. Aku tergolek
lemah di atas tanah. Kini gorenganku rusak semua dan tidak
bisa dijual. Aku hanya mendapatkan uang Rp 10.000 dan itu
tidak cukup untuk membeli obat untuk ibuku yang sedang
sakit. Yaa Allah berikan aku kesabaran dan ketabahan Yaa
Allah. Aku berjalan lemah menuju rumah. Aku tidak
sanggup menceritakan semua hal yang baru saja kualami
kepada ibu. Aku tidak ingin membuat ibu sedih dan
menyebabkan sakitnya bertambah parah.
“Assalammualaikum bu….”Loh, kok tidak ada yang
menjawab salamku ya. “Jangan…jangan… ibu!!!!!!!!
“Astaghfirullah ibu!!! Ibu!!! bangun, bangun bu!!!!”
Aku seperti kehilangan ragaku melihat ibu terbujur lemah
tak berdaya. Kupeluk badan ibuku sambil mengolesi minyak

23
kayu putih ke seluruh badannya. Aku tidak tahu harus
berbuat apa. Tiba–tiba terdengar suara ketukan pintu
berkali-kali. Ketukan itu semakin keras dan kencang. Aku
tidak ingin membukanya. Aku hanya ingin bersama ibu dan
memeluknya erat-erat. Aku hanya bisa berharap bahwa ibu
bangun dan membuka matanya tersenyum ke arahku,
mengelus rambutku dan menciumku seperti yang selalu
beliau lakukan setiap hari. Hanya itu!

_Selesai_

24
Biografi Penulis

Amira Syafana lahir di Balikpapan, 15


Agustus 2001. Sehari-harinya, Amira adalah
pelajar kelas IX-3 di SMP Negeri 2
Balikpapan yang beralamat di Jalan Telaga
Sari 67/68 Gn. Pasir RT. 30 Balikpapan
7611. Bersama Kedua orangtuanya, Zaini
Widodo, S.Sos dan Dayang Suriani, M.Pd serta adiknya,
Muhammad Hisyam Al Aushaf, penulis remaja ini tinggal di
Jalan Sultan Alauddin RT. 02 No. 61 Balikpapan 76123, Telp.
0542-413305.
Pengalaman menulisnya dimulai dari SMP kelas VII
di mana dirinya menjadi Juara 6 Lomba menulis cerpen
tingkat SMP/MTs yang diselenggarakan oleh SMP Nasional
KPS Kota Balikpapan Tahun 2013. Kemudian, Amira
dinobatkan sebagai Juara Harapan 1, Lomba Menulis Cerita
Pendek untuk tingkat SMP/MTs dan SMA/SMK (kategori
campuran) yang diselenggarakan oleh PWI Balikpapan
Tahun 2013. Seluruh cerpen Pemenang dan Nominasi
dibukukan oleh PWI dalam sebuah buku kumpulan cerpen
ber-ISBN bertajuk “Balikpapan dalam Cerita” dan terbit di
tahun 2014. Buku ke-2 Amira berjudul Kumpulan Puisi
“SEMESTA KISAH KEHIDUPAN” penerbit Deepublish
Yogyakarta yang rilis pada bulan Juni tahun 2015, adalah
sebuah proyek kolaborasi yang dia tulis bersama dengan
para penulis guru dan siswa SMAN 1 Balikpapan. Amira juga
aktif mengikuti lomba menulis cerpen dan surat remaja

25
untuk tingkat SMP/MTs baik di tingkat lokal maupun
Nasional walaupun belum sepenuhnya beruntung.
Pada Bulan April 2014, Amira mendapat penghargaan
sebagai Juara 1, Lomba Menulis Cerita Pendek Tingkat
SMP/MTs se-kota Balikpapan dalam rangka FLS2N oleh
Dinas Pendidikan Kota Balikpapan dan menjadi Finalis
Lomba Menulis Cerita Pendek Tingkat SMP/MTs se- Kaltim
masih dalam rangka FLS2N yang diselenggarakan oleh Dinas
Pendidikan Provinsi Kaltim. Pada awal November 2014,
Amira mencoba peruntungannya di dunia Cipta dan Baca
Puisi Berbahasa Inggris dan mendapat penghargaan sebagai
Juara 3 untuk tingkat SMP/Mts se-Kota Balikpapan dalam
rangka Bulan Bahasa SMANSA. Di tahun yang sama Amira
juga mendapat penghargaan sebagai Finalis Duta Baca
Balikpapan (6 Besar) yang diselenggarakan oleh
Perpustakaan Kota Balikpapan pada Lomba Resensi Buku
untuk kategori campuran (SMP dan SMA/SMK).
Pada bulan Oktober tahun 2015 ini, Amira kembali
menghasilkan karya kolaboratif bersama guru dan siswa
SMANSA dalam buku kumpulan cerpen berjudul KISAH
EPISODE KEHIDUPAN yang menjadi buku ke-3 Amira.
Semoga buku ini bisa menambah referensi karya sastra di
Indonesia.

26
Oleh: Annisah Nur Amalina
Siswa Kelas XI IPA, Sman 1 Balikpapan

erbukti benar, bahwa tidak ada sukses tanpa kerja


keras.
Panggil aku, Nadia. Seorang siswi SMP yang masih
duduk dibangku kelas VIII.
Hujan turun begitu derasnya, petir dan kilat semakin
melengkapi kondisi hari itu. Aku duduk di bangku dekat
gerbang sekolah dan hanya diselimuti jaket merah muda
untuk mengurangi rasa dinginku. Aku sedang menunggu
dijemput. Tiba-tiba datang seorang anak perempuan, yang
berlari-lari menghindari hujan yang datang dari arah
gerbang sekolah ke bangku tempat aku duduk dan berteduh.
Mataku memperhatikan anak perempuan itu,
pakaian dan rambutnya basah kuyup karena terkena hujan.
Tiba-tiba, mataku tersorot pada sebuah keranjang yang
berisi gorengan. Wah, ternyata ia seorang penjual gorengan
keliling. Anak perempuan itu mengeluarkan beberapa uang
dari tas kecilnya, dan ia menghitung penghasilannya hari ini.

27
Aku benar-benar terpanah dan sangat kagum padanya. Anak
yang usianya dibawahku, tetapi sudah mampu mencari uang
seorang diri walau hanya menjual gorengan. Muncul
dibenakku, bahwa aku ingin sepertinya. Bukan menjadi
penjual gorengan, namun menjadi seorang pembisnis cilik.
Aku malu, terus-terusan mengemis uang jajan kepada
orangtuaku hanya untuk kebahagiaan dan kepuasanku saja.
Pikiranku mulai bekerja, aku tak punya modal, pengalaman
berjualan pun tak ada. Bagaimana? Aku tak tahu mulai dari
mana dan harus bagaimana caranya. Aku terus berpikir,
hingga pikiranku pun buyar karena suara klakson yang
terdengar dari luar gerbang. Aku dijemput. Aku pun segera
berlari menuju gerbang, dengan jaketku yang ku taruh di
atas kepala sebagai pelindungku dari hujan.
Di mobil, aku terus berpikir. Bagaimana caranya aku
bisa berjualan dan mendapatkan untung tanpa modal?
Selama perjalanan, aku terus memperhatikan di sekitar jalan,
dan berharap ada inspirasi yang bisa kutemukan. Namun
sayang, hingga aku tiba di rumah pun belum juga ku
dapatkan inspirasi tersebut.
Seperti biasa, sehabis pulang sekolah, keluargaku
makan siang bersama. Semua makanan telah dihidangkan di
meja makan. Mama memintaku untuk memanggil Abah
yang sedang asik bersama laptopnya di kamar kerjanya.
“Ayah, ayo makan.”, ajakku. Tiba-tiba tak sengaja
mataku melirik layar laptop Ayah dan aku melihat banyak
sekali gambar batrai laptop. “Ayah, mau ngapain?”,tanyakku.
“Ayah mau beli baterai laptop di online”. Kalimat yang baru
saja diucapkan, menjadi sebuah inspirasi berjualan untukku.

28
Ya benar, online shop! Mengapa tak terbayangkan olehku
sebelumnya, untuk berjualan online shop. “Ayah, kalau
Nadia jualan kaya gitu juga, bisa?”, aku pun mencoba
bertanya kepada Ayahku. “Bisa kok, kamu mau jualan?”,
sepertinya Ayahku tahu maksudku bertanya seperti itu. “Iya,
Yah, tapi caranya gimana ya?”. Sambil menutup laptop dan
meninggalkan kamar kerjanya, Ayah menjawab, “Coba aja
cari di google”. Ide yang bagus. Setelah makan siang nanti,
aku akan mencari bagaimana saja cara-cara untuk berjualan
online.
Setelah makan siang, seperti niatku sebelumnya, aku
pun memanfaatkan jaringan internet untuk membayar
semua rasa penasaranku tentang online shop. Menurut
beberapa sumber dari google, bahwa bisnis yang sukses
untuk pemula akan lebih baik jika dilakukan bersama
pasangan atau biasa disebut partner. Aku pun mencari
teman yang bersedia untuk menjadi partnerku.
Setelah aku mencari, akhirnya aku mendapatkannya.
Ririn, teman sekelas sekaligus tetanggaku. Hal ini pasti dapat
memudahkan kita untuk saling bertukar pendapat di dalam
berbisnis.
Aku terus mencari informasi-informasi mengenai
online shop. Dan, aku menemukan satu online shop yang
menjual jam tangan. Aku pun memutuskan menjual jam
tangan sebagai barang dagangku yang pertama.
Malam hari, aku meminta Ririn untuk datang
kerumah dan mencari barang dagangan untuk dijual.
“Rin, jual jam tangan aja gimana?” tanyaku sekaligus
meminta persetujuannya, sebagai partner. “Boleh, Nad.”.

29
Ririn pun setuju. Aku dan dia mencari sebuah online shop
yang menjual jam tangan. Kami pun mencarinya di google.
“Jual jam tangan murah”, begitulah keyword yang kami ketik
di pencaharian google, terutama di “images atau gambar”.
Akhirnya, kami pun mendapatkan sebuah online shop yang
menjual jam tangan dengan harga yang standar. Tanpa pikir
panjang, kami pun langsung menginvite pin BB penjual yang
tertera di website tersebut.
Via BBM
Nadia : Malam, apa ini penjual jam tangan?
Penjual : Betul, ada yang mau pesen?
Nadia : Jadi begini, kak. Saya mau menjual jam
tangan yang kakak jual ke teman-teman
saya. Kalau mereka berminat, saya akan
pesan jam tangan itu. Bisa kak?
Penjual : Oalah, mau reseller ya?

Wah, apa itu reseller? Dengan cepat, aku langsung


mencari arti dari reseller di internet. Dari situ aku mengenal
istilah reseller dalam dunia bisnis. Aku pun melanjutkan
percakapan.
Nadia : Iya kak. Gimana?
Penjual : Boleh, untuk pembelian minimal 5, dapat
potongan harga 5000/pcs.
Nadia : Wah, oke makasih kak. Saya akan hubungi
lagi.
Penjual : Sama-sama.

30
Setelah percakapan tersebut, aku dan Ririn pun
memutuskan untuk berjualan via BBM. Kebetulan kami
berdua menggunakan social media tersebut. Dengan
kesepakatan berdua, kami bentuk online shop dengan nama
“Folished Shop”. Entah dari mana nama itu, yang jelas kami
membuat sebuah grup di BBM dengan nama itu.
Mengingat barang dagangan berasal dari luar kota,
aku pun mencari tahu ongkos kirim dari kota Jakarta menuju
Balikpapan. Ternyata harganya Rp 36.000/kg. Dalam
pikiranku, tak mungkin harga satu jam, ku tambahkan
dengan Rp 36.000, itu hanya membuat harga jam menjadi
lebih mahal dan kemungkinan tak ada yang ingin
membelinya. Dengan perkiraan, bahwa kemungkinan ada 6
buah jam yang terjual, maka aku pun membaginyam
sehingga satu buah jam hanya ditambah Rp 6000 sebagai
ongkir (ongkos kirim). Aku dan Ririn hanya mengambil
untung 10% dari harga jual.
Untuk pertama kalinya, aku dan Ririn mengganti foto
BBM dengan foto jam tangan, dan status kami bertuliskan
“Minat?”. Banyak pesan yang masuk, tetapi bukan untuk
membeli, melainkan untuk bertanya. “Nad, kamu jualan?”,
dari pertanyaan mereka seolah mereka tak yakin. Bukan
hanya padaku, tapi juga pada Ririn. Teman sekelas, teman
sekolah maupun teman dari luar sekolah pun bertanya-
tanya. Malam itu, tak ada satu pun yang membeli.
Keesokan harinya, di sekolah. “Nadia, kamu jualan?”
lagi-lagi pertanyaan itu muncul. Dengan senang, aku
keluarkan dari bibirku, “Iya, mau pesen jamnya?” Menjawab
sekaligus promosi, mungkin itu bisa membantu

31
penjualananku. Temanku dari jauh mendengarnya, “Ada jam
warna putih?”. Faliq, ya.. Teman sekelasku yang sepertinya
berniat untuk membeli. “Ada, mau?”, aku dan Ririn pun
menjawab pertanyaan dengan senangnya. “Harganya
berapa?”, pertanyaannya makin membuat kami senang.
Setelah bertanya-tanya, dia pun memutuskan untuk
membeli jam putih tersebut. Wah, pembeli pertama. Aku
dan Ririn sangat gembira.
Sepulang sekolah, kami pun mengganti foto BBM
lagi, tetapi kali ini foto jam tangan cewek berwarna ungu.
Selang beberapa menit, hp ku berbunyi. Ada pesan dari
Renna, aku segera membukanya. Isi pesannya, Renna
menanyakan berapa harga jam tersebut. Setelah aku
memberi tahu harganya, Renna pun membeli.
Alhamdulillah, 2 buah jam telah laku. Aku dan Ririn butuh 6
buah jam agar perkiraan kami tidak rugi.
Setelah gonta-ganti foto BBM dengan foto jam
tangan, akhirnya beberapa menit kemudian, Ririn pun
mendapat pesanan satu buah jam juga. Sudah 3 buah jam
tangan yang terjual dalam 2 hari.
Keesokan harinya, si Penjual jam mengirimkan pesan
lewat BBM.
Penjual : “Bagaimana dek? Jadi pesan?”
Nadia : ”Jadi kak, Cuma masih nunggu pesanan
yang lain.”
Penjual : “Secepatnya ya dek, soalnya stock barang
mulai menipis.”

32
Setelah mendapat kabar seperti itu, aku dan Ririn
pun takut. Kita takut karena apabila barangnya habis, maka
kami tidak dapat membeli jamnya dan pelanggan pun akan
kecewa. Akhirnya, aku dan Ririn memutuskan untuk
menutup batas penjualanan dan kami menyerahkan semua
daftar jam yang akan kami pesan. Setelah kami menyerahkan
pesanan, pembelian kami dijumlahkan totalnya. Lalu, kami
harus metransferkan uang melalui ATM. Aku dan Ririn tidak
punya ATM pribadi, oleh sebab itu aku meminjam ATM
orangtuaku untuk mengirim uang tersebut. Untung saja
orangtuaku tidak keberatan. Setelah uang dikirim, kami
harus mengirimkan bukti transfer berupa foto kertas
transaksi tersebut. Semua syarat-syarat telah kami jalankan,
akhirnya jam pesanan kami pun dikirim.
Kami rugi Rp. 18.000 atau senilai 3 jam yang belum
terjual, karena pada awalnya target perkiraan kita bakal ada
6 buah jam yang terjual.
Aku dan Ririn pun menjadikan ini sebagai
pembelajaran dalam berjualan. Kami tidak akan
memperkirakan target penjualanan sebanyak itu, apalagi
kami pendatang online shop yang bisa dibilang ‘baru’.
Setelah beberapa hari, jam pun datang kerumahku.
Aku menerima paket kiriman tersebut dan menanda-
tanganinya. Senang rasanya bisa melihat barang dagangan
hasil kerja keras sendiri.
Keesokannya, aku berikan jam-jam tersebut kepada
teman-temanku yang memesannya. Aku tahu walau aku rugi
sebanyak Rp 18.000,- itu tidak membuat aku dan Ririn

33
menyerah, justru kami tertantang untuk mencoba barang-
barang dagangan lainnya.
Kami mencari barang dagangan lainnya. Saat itu
sedang musim ‘bowler hat’ atau topi mangkuk. Aku pun
mencoba untuk menjualnya. Setelah kami mendapatkan
online shop yang menjual topi tersebut, kami pun mengecek
ongkir dan menghitung harga topi yang akan kami jual.
Setiap hari kami terus mempromosikan topi tersebut,
baik via sosial media maupun secara langsung. Karena saat
itu sedang musim bowler hat, kami pun mendapat pesanan
topi hingga tujuh buah topi, dan itu berarti penjualanan di
luar dari target perkiraan.
Setelah menutup batas pembelian, aku pun
menyerahkan daftar pesanan topi.Pembeli online shop kami,
bukan hanya berasal dari satu sekolahan, tetapi juga berasal
dari sekolah-sekolah lain.
Paket topi pun datang, dan keesokan harinya aku
langsung memberikan topi tersebut kepada teman-teman
yang memesannya. Teman-teman puas dengan topi yang
mereka pesan. Dan itu membuat kami menjadi lebih
bersemangat untuk berbisnis.
Hari demi hari terus menerus berjalan seperti itu,
makin hari penjualanan kami makin meningkat. Kami pun
melanjutkan penjualanan dengan menjual baju, rok,
aksesoris rambut, tas dll. Kami pernah menjual flower crown
dan penjualanan mencapai 6 lusin flower crown. Dari situ
kami untung sangat banyak. Makin hari makin banyak hal-
hal yang dapat kami jadikan motivasi untuk terus berjualan.

34
Tak terasa sudah 10 bulan kami berjualan online
shop, kerugian sudah mendarah daging dalam bisnis kami.
Tapi dengan berbisnis 10 bulan lamanya, untung yang kami
raih bisa dibilang lebih dari cukup,bagi pemula seperti kami.
Tetapi sayang, karena ulangan semester 2 mulai mendekat,
kami memutuskan untuk berhenti berjualan untuk sesaat
dan lebih fokus pada ulangan. Kami akan melanjutkannya
setelah ulangan.
Karena ada pemberhentian berjualan, kami pun
memutuskan untuk membagi dua uang hasil penjualanan
kami. Dan kalian tahu? Dengan uang hasil jualan itu, aku
bisa membeli sebuah HP baru yang benar-benar dari hasil
keringatku. Itu suatu kebanggaan tersendiri.
Seminggu berlalu dan ulangan berakhir. Teman-
teman pun sudah bertanya-tanya, “Nis, kapan jualan lagi?”
pertanyaan itu makin membuat aku dan Ririn lebih
bersemangat untuk berjualan. Tapi, aku berfikir, bahwa
apabila aku berjualan saat liburan semester, maka akan
susah bertransaksi dengan pembeli, karna biasanya kami
bertransaksi di sekolah. Jadi, aku dan Ririn memutuskan
untuk memulai jualan lagi saat awal masuk kelas IX.
Liburan usai dan kembali masuk sekolah seperti
biasa. Kebetulan saat itu tidak ada rolling class, dan itu
berarti aku dan Ririn sekelas kembali. Kami melanjutkan
online shop kami, tetapi kali ini kami mengubah namanya
dengan “Ordinary Stuff”. Kami pun mengganti nama grup
“Folished Shop” menjadi “Ordinary Stuff”. Kami berfikir,
apabila kami hanya berjualan melalui BBM saja, itu tak akan
meluaskan penjualanan kami, akhirnya kami pun

35
membentuk akun online shop di twitter, atau kalian bisa
check @StuffOrdinary.
Karena akun baru dan penjualanan baru, akhirnya
kami membuka sebuah kompetisi kecil-kecilan, yang
sifatnya dapat menguntungkan kami maupun peserta
kompetisi. Kami mengadakan sebuah kompetisi foto dengan
produk yang pernah dibeli di jualan kami sebelumnya, yaitu
Folished Shop. Dengan syarat, peserta harus
mempromosikan akun jualan kami dan juga acara yang kami
adakan ini ke 15 orang. 3 pemenang akan mendapatkan
hadiah. Dengan cara seperti itu, penjualanan kami akan
meluas. Semakin banyak peserta yang bergabung, semakin
luas penjualanan. Untung saja, dari teman-teman kami
banyak sekali yang bergabung dalam kompetisi itu.
Setelah pemenang diumumkan, kami pun memberi
hadiah kepada masing-masing dari mereka. Mereka sangat
antusias ketika menerima hadiah. Dan mereka berkata “Nad,
nanti sering-sering ya ngadain kaya gitu”, aku hanya
membalasnya dengan senyuman. Senang sekali rasanya.
Semakin lama, semakin untung dan juga
persebarannya semakin luas. Kami pernah menerima
pesanan dari luar kalimantan, misalnya Jakarta, Bandung,
Makassar dll. Kami juga pernah berjualan sepatu, dan
kebanjiran pesanan dari dalam maupun luar kota. Tak jarang
aku dan Ririn juga memesan. Aku mempunyai sekitar 8
barang yang ku beli di online shopku sendiri. Untung yang
dihasilkan perbulannya juga meningkat drastis dari jualan-
jualan sebelumnya.

36
Dari awal kelas 9 semester 1 hingga 3 bulan menuju
UN, aku berjualan. Tapi, aku memutuskan untuk berhenti
berjualan karena kami harus fokus Ujian Nasional.
Alhamdulillah, untung yang kami dapatkan sangat
mengejutkan.
Dari berjualan online, aku bisa membeli sebuah HP
yang sangat ku inginkan sejak aku duduk di kelas 7 dan
karena berjualan online, sekarang aku telah memiliki ATM
pribadi.
Kini, aku telah belajar banyak dari seorang gadis
penjual gorengan saat hujan itu. Ia benar-benar menjadi
inspirasiku.
Berbisnis tidak ada yang langsung sukses, harus rugi
dan rugi dahulu. Aku dan Ririn benar-benar memulainya
dari nol. Kami harap setelah Ujian Nasional, kami bisa
melanjutkan bisnis kami. Mungkin saja nanti kami bisa
mempunyai toko, lalu membukanya di mana-di mana.
Setelah itu, kami membuat produk dengan merek kami
sendiri, hingga merek tersebut bisa menyebar luas. Aku
ingin, kelak aku hanya duduk manis di sebuah kursi hitam
seperti para pemimpin perusahaan lainnya, seiring dengan
kesuksesan usahaku. Aamiin.

37
Biografi Penulis

Anisah Nur Amalia atau yang biasa


dikenal Anisah, lahir di Balikpapan,
Kalimantan Timur, 17 September 1999.
Kini ia berusia 15 tahun. Ia anak
pertama dari tiga bersaudara. Ia anak
dari Muhammad Fadjri C dan
Kadryah. Ia tinggal bersama kedua
orangtuanya di Perumahan Bukit
Damai Sentosa (BDS) 1 Blok A5 No. 1 BC, Balikpapan,
Kalimantan Timur.
Saat ini ia duduk di bangku kelas XI IPA di SMAN 1
Balikpapan yang merupakan sekolah terbaik se-Kalimantan
Timur. Sebelum menjadi siswi SMA, ia berasal dari SMPN 2
Balikpapan. DI sekolah, ia tergabung dalam organisasi Green
Generation (GG).
Ia bercita-cita menjadi seorang pengusaha dan
apoteker. Oleh karena itu, sejak duduk di bangku kelas VIII
hingga sekarang, ia mempunyai bisnis online. Anisah sendii
memiliki hobi menari, di sekolah ia mengikuti
ekstrakulikuler HipHop dan Tari Daerah, dan di sela-sela
ksibukannya Anisah juga sering menulis. Ia memulai hobi
menulisnya di blog pribadinya. Sudah bermacam-macam
judul yang ia tuangkan dalam blog tersebut.
Dan Anisah berharap tulisan ini dapat menginspirasi
generasi muda untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.

38
Oleh: Asmin Vetiani
Siswa XI IPA, Sman 1 Balikpapan

ari itu hari pertama aku menjadi siswi kelas 8 SMP.


Ketika guruku selesai membacakan pembagian kelas
8, aku pun pergi menuju kelas tersebut. Tetapi
alangkah malunya aku ketika kelas yang kumasuki ternyata
salah, lalu aku segera bertanya kepada guru yang ada dikelas
itu tentang keberadaan kelasku yang sebenarnya yaitu kelas
8-1. Setelah aku mengetahui keberadaan kelasku, dengan
terburu-buru, aku mencari kelasku dan akhirnya aku
menemukannya. Setelah aku memasuki kelasku, semua mata
tersorot kepadaku dan aku merasa malu karena aku
terlambat masuk. Jadi, aku pun menundukkan kepalaku
karena malu.
Aku hanyalah seorang siswi yang pendiam karena
aku belum bisa beradaptasi dengan keadaan di kelas baruku.
Jarang aku bersenda gurau dengan teman baruku dan aku
merasa asing di tempat itu. Ketika aku ingin mengeluarkan

39
buku catatanku dari tas, terdengarlah suara hentakkan kaki
dari luar kelas. Suara itu semakin terdengar jelas di
telingaku, lebih jelas, dan semakin jelas. Hentakkan kaki
tersebut ternyata masuk ke kelasku. Seorang wanita
berkerudung hijau dengan sedikit kerutan di wajahnya
dengan beraninya, ia langsung berdiri di hadapan kami.
“Siapa dia?” tanyaku dalam hati. Wanita itu langsung
memperkenalkan dirinya, dan dari situ aku tahu bahwa dia
adalah wali kelasku. Bu Rahma, namanya. Beberapa
informasi tentang dirinya, disampaikan kepada kami. Beliau
adalah seorang guru Bahasa Indonesia.
Kelas baru, suasana baru, pengurus baru, dan
pastinya jadwal pelajaran baru. Rara, itulah teman
sebangkuku. Dia bukan teman asing bagiku, dia temanku
sejak kelas VII. Berbincang dengannya bukan hal kaku lagi
bagiku.
Aku memang seorang yang pemalu, tetapi sering
berbincang dengan Rara membuatku berpikir bahwa aku
tidak perlu menjadi pemalu. Satu per satu aku pun mengajak
teman baruku untuk berbincang denganku. Ternyata mereka
yang selama ini aku kira sombong, mereka semua ternyata
baik-baik. Dari sini aku berpikir untuk jangan terlalu cepat
menilai orang karena apa yang kita nilai belum tentu benar
itu tentangnya.
Hari demi hari, aku semakin dekat dengan teman
sekelasku. Hari itu aku bingung dengan apa yang aku
rasakan. Aku tidak tahu apa dan mengapa. Saat itu, aku
merasa bosan dengan pelajaran yang sedang berlangsung.
Aku melirik sana-sini, entah kenapa mataku tertuju pada

40
salah satu lelaki kembar. Secara tidak langsung, ia juga
menatapku. Aku sontak terkejut dan dengan segera aku
menghindari tatapannya. Aku pun langsung mengalihkan
pandanganku pada orang lain. Selang beberapa menit, aku
meliriknya lagi. Bukan sulap, bukan sihir. Lelaki itu masih
saja melihat ke arahku. Dan lagi-lagi aku mengalihkan
pandanganku.
Hari berikutnya, untuk ketiga kalinya aku meliriknya
lagi. Entah ini kebetulan atau faktor kesengajaan, dia masih
saja melihatku. Risih, itu pasti. Aku pun menceritakan hal ini
kepada Rara. Rara pun berkata, “Sudahlah, Nan. Fokus ke
guru saja.” Nanda, begitulah teman-temanku memanggilku.
Ketika istirahat pertama, teman perempuannya yang
bernama Amanda, datang kekelasku. Tetapi, aku hanya
melihatnya saja tanpa ada rasa ingin tahu mengapa Amanda
datang kepada lelaki kembar itu. Ketika aku lewat
didepannya, aku mendengar mereka menyebut namaku dan
aku pura-pura tidak mendengarnya. Lalu, aku langsung
menuju kantin dengan teman-teman baruku.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi, aku dan teman-
temanku segera berdoa bersama. Setelah aku selesai berdoa,
aku pun keluar kelas dan saat aku sudah di depan pintu,
lelaki kembar yang menatapku tiba tiba memanggilku. Aku
pun segera menuju kepadanya. “Ada apa, han?” Rayhan, itu
namanya. “Oh, enggak. Aku cuman mau minta pin BB mu,
boleh?” “Emmm.. aku nggak pakai BBM han. Itu BB ibuku”
“Oke... kalau gitu aku boleh minta nomor telepon mu?” Saat
dia berkata seperti itu, aku mengalihkan pandanganku ke
gerbang. “Eh! Yah... aku udah dijemput nih sama bapakku,

41
aku duluan ya, Han. Maaf ya” “Oke nggak papa. Iya hati-hati
ya” “OKEE!” Teriakku sambil lari menuju kearah
jemputanku.
Keesokan harinya, Amanda tiba-tiba datang ke
kelasku “Eh, Nan, entar pulang sekolah ketemuan ya
digerbang” “Oh, oke oke”. Aku pun kembali ke tempat
dudukku, dan menceritakan kejadian kemarin dengan Rara.
Bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku segera menuju
ke gerbang sekolah. Tetapi orang yang kucari tidak ada, ya
Amanda. Akhirnya aku tunggu sampai sekolah menjadi sepi.
Aku pun kesal karena menunggunya terlalu lama dan
akhirnya aku pergi dari gerbang karena ingin pulang. Ketika
itu seseorang teriak memanggil namaku “Nandaaa!!!!!!”
tetapi aku tidak menghiraukannya, aku pun lanjut berjalan.
Teriakan itu semakin lama semakin dekat denganku.
Akhirnya aku menoleh kebelakang dan ternyata itu Amanda.
“Kamu habis dari mana sih, Man? Lama banget aku
tungguin. Katanya pulang sekolah udah ketemuan di
gerbang?” Kalimat itu kukatakan dengan wajah yang penuh
kekesalan “Iya, Nan. Maafkan aku ya aku jadi telat nemuin
kamu. Soalnya aku habis dipanggil guru nih disuruh bantuin
susun kertas ulangan anak muridnya dan habis itu aku pergi
ke toilet. Maaf ya Nan, aku jadi nggak enak aku yang ajakin
kamu ketemuan tapi akunya malah telat” “Ya sudah, nggak
apa-apa. Tapi lain kali jangan seperti ini, jangan ngaret-
ngaret. Jadikan ini pelajaran bagimu. Buktikan omonganmu.
Hampir saja tadi aku pulang karena aku kira kamu sudah
pulang duluan. Ya sudah, Man. Emang kamu mau ngomong
apaan nih ke aku?” “Oh iya-iya, Nan. Makasih ya, Nan.

42
Emmm.. gini gini, kamu tahu Rayhan kan anak yang
dikelasmu itu?” “Oh iya, aku tahu. Emang ada apaan?” “Jadi,
dia mau minta nomor teleponmu lewat aku. Kamu mau
nggak kasih nomormu ke dia? Soalnya dia nggak enak
ngomong langsung kekamu” “Boleh sih. Tapi buat apa?
Penting banget ya?” tanyaku sambil memikirkan iya atau
tidak kasih nomorku ke dia. “Ya bagiku sih enggak, hehehe.
Tapi ya gatau bagi dia penting apa nggak” “Oh gitu, ya sudah
nih nomorku” aku pun memberikan nomorku ke dia karena
aku pikir, lagian, masa aku sepelit itu tidak memberikan
nomorku kepadanya. Dan itukan cuman nomor.
Malam hari pun telah tiba. Terdengar suara telepon
berbunyi nada dering sms di kamarku. Aku pun
membukanya. Nomor itu tidak kukenali. Dia sms –hai?-.
Lalu, aku pun menjawabnya –Maaf sebelumnya, ini dengan
siapa?-. Ini nih yang tidak aku sukai, ketika aku bertanya
seperti itu, dianya malah nggak balas apapun. Akhirnya aku
jadi malas kasih keorang nomor telepon ku. Yaudah,
akhirnya aku makan dan lanjut belajar.
“Teenggg!! Tenngg! Tenggg!!” tepat sekali aku sudah
memasuki kelas ketika bel masuk sekolah berbunyi. Aku pun
membaca Al-Qur’an dengan teman-temanku yang lain. Dan
untuk agama lain, mereka segera keluar berdoa bersama
dengan pembinanya. Tepat 07.15 kami telah selesai membaca
kitab kita masing-masing. Hari ini di mana pelajaran sudah
dimulai. Kemarin hanyalah perkenalan-perkenalan seperti
biasanya. Pelajaran pertama adalah pelajaran matematika.
Aku sangat senang dengan guru matematika ini karena
beliau selalu memberikan motivasi-motivasi dan

43
pengalaman beliau kepada kami. Disini saya termotivasikan
untuk selalu belajar dan terus belajar karena pada kelas 7
kemaren, aku terlihat seperti aku belum siap memasuki
jenjang Sekolah Menengah Pertama ini. Selama jam
pelajaran berlangsung, Rayhan selalu saja menatapku, aku
jadi nggak konsentrasi belajar kali ini. Dan akhirnya aku
kurang memahami apa yang guruku jelaskan tadi.
Teennggg!! Bel istirahat berbunyi. Aku segera
menemui Amanda. Ketika aku menemuinya, ia sudah
bersama Rayhan. Tapi aku nggak peduli, aku pun langsung
bertanya kepada Amanda “Manda! Kamu tahu nggak ini
nomor siapa? *memperlihatkan hp dengannya*” “*melirik ke
Rayhan* Oh... ini. Ini.... nomornya Rayhan!! Ada apa
emang?” “Oalah Rayhan toh... *langsung berbicara ke
Rayhan* Han, kamu kenapa nggak balas sms ku pas aku
tanya ini siapa?” “Oh.. yaya, Nan, maaf ya. Pulsaku habis.”
Amanda pun langsung berkata padaku “Halaah.. bohong aja
tuh Rayhan, Nan. Sebenarnya dia.... *pembincangan
terputus* Awww!!!! Sakit tau han!! Jangan injak-injak dong.
Sakit tau” “Yaya, maaf. Nggak sengaja” “Haaahh bilang aja
kamu...” Nanda pun langsung menghetikan pembincangan
mereka “Sudah sudaaahh, aku hanya bertanya saja kok ini
nomornya siapa. Emm... ya sudah aku kekantin deluan yaaa.
Makasih, Manda. Oh ya, duluan ya, Han” Rayhan pun sontak
berkata “Ehhh!! Ke kantin bareng aku yuk?” “Emm.. boleh
boleh hehehe” “Byee Mandaa, kita deluan yaa hahaha” “Ihhh
Rayhaan!!! Awas ya!”
Ketika menuju kekantin, disini kami mulai
merasakan kedekatan kami berdua. Rayhan selalu

44
mengajakku ngobrol berdua. Makan bersama, dan yang
lainnya.
Hari demi hari, pertemanan kami seakan-akan bukan
berteman lagi, melainkan lebih dari teman. Ya, bisa dibilang
kami menjadi sahabat. Selalu bersama-sama. Tetapi, hari itu
aku tak percaya. Awalnya yang aku anggap dia sudah
menjadi teman baikku. Tetapi dia menggapku bahwa aku
lebih dari teman atau sahabat baginya. Maka, ketika itu aku
dan dia sedang melewati toilet di belakang kantin. Ia
langsung berkata padaku “Emmm.. Nan?” “Ya?” “Aku suka
sama kamu” “.....” “Kamu mau nggak jadi pacarku?”
“Sebenarnyaa, yaaa.... Aku juga suka sih sama kamu tapi
sekedar sahabat aja. Dan kita baru saja dekat dan nggak
begitu lama. Jadi, maaf ya, Han. Aku nggak bisa. Dan aku
berharap kita menjadi teman dekat aja. Kita itu belum
diperbolehkan pacaran. Kita masih bisa dibilang masih anak
kecil. Kita belum dewasa. Kita belum remaja. kita juga masih
kelas 8 SMP. Masih jauh perjalanan kita, Han. Aku takut
dosa. Semoga ini pelajaran buat kita ya.” “Oh, gitu. Yaudah,
ngga apa apa kok, Nan. Aku ngerti. Yaudah kita jadi teman
dekat aja, janji ya” “Iya, Han. Aku janji”
Bel masuk kelas pun berbunyi. Aku dan Rayhan
segera menuju kekelas dengan keadaan yang masih lapar.
Ketika memasuki kelas, teman-temanku langsung berkata
“Ciieee, jadian yaaa? Pajak jadian duluu.” Aku tersontak
tersenyum tapi aku tak mau berkata-kata kepada mereka
dan Rayhan pun langsung berkata “Ih, mana ada. Kalian
semua sok tau yaaa!” “Ya sudah sih, Han. Santai aja kali. Kan
kirain kalian berdua sudah pacaran.” Aku melihat wajah

45
Rayhan yang penuh kekecewaan tapi ia menutupinya dengan
kebahagiaannya yang seakan-akan kejadian tadi tidak
terjadi.
Ketika bel pulang sekolah berbunyi, aku langsung
keluar karena aku ingin cepat pulang untuk mengerjakan
tugas sekolah. Tetapi, Rayhan langsung memanggilku
“Nandaa!!!” aku menoleh kepadanya dan Rayhan segera
menuju kepadaku. “Nan? Kamu mau ke mana?” sontak
Rayhan melihatku ingin cepat pulang. “Ya aku mau pulang,
kenapa, Han?” “Oalah kirain mau ke mana. Tapi ayahmu
udah didepan?” “iya, sudah kok” “Kalau gitu hati-hati ya,
Nan.” “Iya, Han. Kamu juga ya. Hati-hati. Eh tapi kamu
belum dijemput kah, Han?” “Udah. Tapi lagi nunggu
Rahman. Dia lagi nyusul sama pacarnya” “Oalah gitu,
yasudah ya. Bye, Han” “Byee, hati-hati!”.
Ketika aku sudah dirumah, sms pun datang. Dan
ternyata itu dari Rayhan. –udah sampai rumah kah, Nan?- -
Iya. Barusan aja sampai. Kamu?- tiba-tiba Rayhan nggak
ngebalas lagi. Aku bingung dengan dia. Kenapa setiap aku
balas sms nya ia selalu tak membalasnya. Dari sini aku sudah
bosan dengannya entah kenapa.
Keesokan harinya, aku bertemu dengannya tetapi hal
yang ingin aku tanyakan kepadanya, aku malah lupa. Aku
lebih senang jika aku langsung bertemu dengannya daripada
ngobrol lewat dunia maya. Hari ini adalah hari kedua aku
berstatus teman dekat atau yang dibilang sahabat
dengannya, haha lucu sekali. Ya sangat lucu. Aslinya sih
garing, hufftt... Setiap hari kami selalu berdua ke mana-
mana. Tetapi kali ini dia lebih dekat dengan sahabat satunya.

46
Ya, Amanda. Terkadang aku sedih karena nggak bersamanya,
padahal kan kita cuman sahabatan. Tapi, mungkin sekarang
dia lagi sedih karena kejadian kemaren dan mungkin dia
mencoba untuk move on dari aku dengan bercerita kepada
Amanda. Mungkin dnegan begitu, hatinya terasa tenang
karena mendapatkan nasihat dari Amanda.
Ketika bel pulang sekolah berbunyi, aku langsung
berdoa dan pulang kerumah. Aku merasa bersalah
dengannya. Hari itu juga dia nggak ada sms aku. Dia cuma
ngajak aku kekantin doang. Yaudah, hari-hari persahabatan
kita hanyalah seperti lingkaran. Begitu-begitu saja setiap
hari. Tetapi aku mencoba untuk membalikkan keadaan. Jadi,
aku akan pura-pura tidak perhatian dengannya. Dengan
begini, aku bisa tahu, dia masih peduli, dan perhatian
dengan ku apa tidak walaupun kita hanya sahabatan.
Keesokan harinya, aku pergi kekantin lagi
bersamanya. Ya, kami sahabatan hanya begini-begini saja
setiap hari. Padahal kami udah menjalankannya selama lebih
dari sebulan, memang membosankan. Tetapi, kali ini aku
benar-benar merasakan kalau Rayhan perlahan-lahan
mencoba untuk menjauh dariku. Aku nggak tau kenapa aku
bisa merasakannya. Aku selalu bertanya-tanya mengapa
Rayhan perlahan-lahan mencoba untuk menjauh dariku?
Apa mungkin karena kejadian waktu itu? Tapi, rasa-rasanya
nya sih nggak mungkin. Dia juga bilang kalau dia mengerti
kok maksudku kenapa aku nolak dia waktu itu. Sekarang pun
kalau teguran hanya hal-hal yang penting saja baru di
omongin. Sekarang juga dia jarang sekelompokkan lagi sama
aku. Dia malah lebih milih orang lain untuk sekelompokkan

47
sama dia. Ya, tapi itu sih hak nya dia sih mau milih
berkelompok sama siapa. Aku juga orangnya terbuka aja,
kok. Jadi, santai aja kalau berteman denganku.
Seminggu kemudian, aku mendengar kabar dari
temanku bahwa Rayhan pacaran dengan Amanda, dan ia
sahabatku, juga sahabat Rayhan sendiri. Aku nggak
menyangka Rayhan seperti ini. Ini bukan Rayhan yang aku
kenal. Pasti Rayhan ini terpengaruh oleh temannya, karena
semua temannya sudah pacaran tetapi Rayhan sendiri
belum. Kebanyakan orang-orang pacaran karena mereka
gengsi dengan temannya sendiri tanpa memikirkan bahwa
itu adalah perbuatan yang berdosa.
Ketika di kelas, aku mulai men-cuekin Rayhan agar
dia menyadari kesalahannya mengapa aku tidak menegurnya
sama sekali. Seminggu telah berlalu, kami benar-benar tidak
berteguran. Senyum pun tidak. Entah kenapa persahabatan
kita hancur gara-gara Rayhan sudah mempunya pacar. Aku
benar-benar kecewa banget sama dia. Tetapi, ketika itu dia
menghampiriku dan bertanya “Kamu kenapa?” “Ya,
menurutmu aja aku kenapa.” “Ih, jutek banget, sih. Jangan
jutek-jutek dong. Jelek tuh mukamu kalau jutek” “Yeee,
emang gue peduli apa” “Ceilaaahh, omongannya sekarang
gue-gue-an hahahaha ajarin aku, dong. Aku juga mau” “Ih
apaan sih, Han. Norak banget” “Ih, kan. Kamu kenapa sih,
Nan sama aku sekarang. Kok ngejauh gitu dari aku?” “Hah!!
Nggak tebalik tuh omonganmu?” “engg.... Enggak kok.
Emang ada apa sih, Nan? Cerita dong. Aku kan sahabatmu”
“Ih malas ah. Tuh pacar mu datang. Samperin deh tuh,
Amanda. Ntar cemburu dia lihat aku sama kamu beduaan”

48
“Ih, santai aja kali.” Aku pun meninggalkannya sendirian
didepan kelas dan aku menuju ke kantor guru untuk
menyetor uang kas yang kebetulan aku mengkoordinator
keuangan di kelasku, ya bendahara sebutannya. Setelah aku
dari kantor guru, aku kembali ke kelasku. Ketika aku sedang
menuju ke kelasku, aku melihat Rayhan berpegangan tangan
dengan Amanda. Sungguh, itulah alasan mengapa kita tidak
diperbolehkan berpacaran karena itu mengandung
kenafsuan serta mencoba untuk melakukan perbuatan zina.
Aku sengaja lewat di depannya agar mereka malu melakukan
seperti itu didepanku dan di depan orang banyak.
Beberapa bulan kemudian, sekitar 1 bulan 20 hari.
Hampir 2 bulan, Rayhan putus dengan Amanda. Aku senang
mendengar berita ini. Bukan senang karena diatas
penderitaan orang lain. Tetapi aku senang karena mereka
udah nggak melanjutkan hubungan yang mengandung dosa
lagi.
Beberapa hari kemudian, aku melihat Rayhan sangat
sedih karena dia udah putus dengan Amanda. Karena aku
masih punya rasa kemanusiaan terhadap sesama, asiiikkk.
Aku pun menghampiri Rayhan yang sedang berada di kelas.
Aku bertanya kepadanya “Kamu kenapa, Han?” aku pura-
pura gatau aja nanya seperti itu. “Sedih aku, Nan” “Sedih
kenapa lagi? Kasihannya sahabatku yang telah lama
menyuekin ku ini. Sabar ya. Kamu kenapa emang” “Aku
udah putus, Nan sama Amanda” “Loh, kok bisa?” aku masih
pura-pura gatau nih hehehe “Iya, jadi dia putusin aku karena
ada cowo yang lebih keren dari aku dan ternyata sebelum-
sebelumnya dia udah deket banget sama cowo itu dan

49
Amanda nggak pernah cerita denganku, dia orangnya nggak
terbuka sama aku ketika aku masih sama dia. Beda jauh
sama kamu. Kamu kan orangnya terbuka” “Masih bisa
becanda aja ya kamu ngomongin aku kayak gitu padahal
kamunya lagi sedih” “Ih siapa sih yang becanda, aku ini
serius, Nan” “Oh gitu, yaudah kalau gitu YANG SABAR YA,
HAN!” teriakku dikelas dan teman-temanku dikelas tertuju
kepadaku dan Rayhan. “Eh, Nan! ah kamu kok gitu sih,
bukannya ikutan sedih aku putus” “Diiiih. Ngapain aku
ikutan sedih. Itukan masalahmu. Kamu sih, udah kubilang
pacaran itu nggak baik tau, Han. Ujung-ujungnya juga putus.
Malah memecahkan arti pertemanan. Coba aja kamu nggak
pacaran sama dia. Pasti kamu samapi sekarang masih bisa
betemanan kan sama Amanda” “Iya juga ya, Nan. aku jadi
nyesel pernah ngerasain yang namanya pacaran. Kamu
benar. Pacaran hanya membuat godaan hawa nafsu dan zina
dalam diriku ini yang menjerumuskanku untuk berbuat
dosa” “Nah, itu kamu tahu, Han. Kalau gitu kenapa kamu
ngelakukan setelah aku kasih tau bahwa itu dosa?” “Aku
nggak bisa menjelaskannya, Nan. aku hanya tergoda melihat
kecantikannya” “Nah. Cantik itu nggak mesti dilihat dari
fisik, Han. Dilihat juga dari sifatnya. Buktinya, dia malah
begitu kan sama kamu?” “Iya, Nan. serius deh aku nyesel
pernah ngerasain yang namanya pacaran. Maafin aku ya,
Nan. aku sudah mengecewakanmu. Aku sebenarnya tau kok
kenapa kamu nyuekin aku ketika kau masih pacaran dengan
Amanda. Maaf ya, Nan. Maaf banget” “Yaya, nggak papa.
Yasudah, lain kali jangan diulangi lagi. Aku bakalan marah
banget sama kamu kerena kamu udah ngecewain aku untuk

50
kedua kalinya. Giliran udah begini aja, larinya ke aku. Dasar”
“Iss.... Maaf nah, Nan” “Ahahaha, nggak papa kali, santai aja
kok. Kan aku terbuka. Jujur apa adanya. Hahaha” “Yaudah
sih, Nan. Nan temanin aku dong kekantin. Mumpung bel
istirahat udah bunyi” “Loh? Kok sama aku? Nggak sama
pacarmu?” “Ih, rese kamu” “Jangan marah, Han. Kan kita
udah baikan. Kan kita udah becandaan lagi haha. Jangan
pundung” “Isss, Ya sudahlah ya. Cepetan nah temanin aku
kekantin aku laper banget ” “kekantin terus” “Ya habis ke
mana lagi?” “ya deh, tapi kali ini kamu bayarin aku ya. Masa
aku terus yang bayarin kamu” “Sejak kapan kamu bayarin
aku?” “Sejak kamu putus” “Ih, muyak. Cepetan. Mau-mau,
nggak-nggak” Akhirnya kami bersahabatan lagi sampai kami
lulus SMP dan pada akhirnya kita nggak satu sekolah lagi
setelah lulus SMP. Tetapi, kita masih sering ketemuan dan
chat bareng walaupun udah nggak sesering bertemu lagi
seperti dulu zaman SMP. Kami tetap menjalin persahabatan
tanpa mengenal ruang dan waktu satu sama lain.

51
Biografi Penulis

Asmin vetiani adalah Anak dari


pasangan suami istri yang keduanya
bekerja di Rumah sakit sebagai PNS.
Asmin vetiani adalah anak pertama dari
dua bersaudara. Nama saudaranya
adalah Asmin Ayi Pratiwi. Asmin vetiani
lahir di Balikpapan tepatnya pada 23
November 1999. Ia beda 6 tahun dengan
adiknya. Asmin vetiani beserta keluarganya bertempat
tinggal di JL. RE. Martadinata RT.14 NO.11. Asmin vetiani
melanjutkan pendidikan sekolahnya di SMAN 1 Balikpapan
yang sebelumnya Lulus di TK Hangtuah, SDN 002, dan
SMPN 2 Balikpapan. Asmin vetiani sangat tertarik dengan
pelajaran kimia disekolahnya dan ia ingin mengambil
jurusan Teknik kimia di Universitas ITB (Institut Teknologi
Bandung).
Untuk info lebih lanjut, tanya saja di E-mail saya
asminvetiani789@gmail.com. Terima kasih.

52
Oleh: Athifah Jamila Muti Siregar
Siswa Kelas XI IPS Sman 1 balikpapan


tu kakinya kenapa?”
Biasa.Ya,itu sudah biasa. Kalimat yang tidak asing
bagiku terdengar lagi, lelah rasanya berusaha untuk
enggan berpura-pura ‘tidak peduli’ dengan apa yang aku
dengar barusan. Atau lebih tepatnya berpura-pura ‘tidak
sakit’ mendengar kata-kata itu. Tapi, aku bisa berbuat apa?
hanya seulas senyum tipis yang seolah mengatakan ‘aku
tidak apa-apa’ terus tersungging diwajahku, berusaha sekuat
mungkin menutupi apa yang aku rasakan sebenarnya. Aku
sudah biasa dengan ini semua, termasuk tatapan-tatapan
rasa kasihan atau pun merendahkanku itu.Tidak apa-apa,
aku sudah biasa.
Tidak terima? Kesal? Ingin rasanya berteriak ‘Aku
sama seperti kalian, tolong berhenti menatapku seperti
itu’?Menangis?Aku sudah merasakan itu semua. Namun
sekali, lagi aku bisa berbuat apa? Terus merundukkan
kepala, tidak mengeluarkan suara sedikitpun, mengalihkan

53
kontak mata dengan orang lain karena aku merasa ‘malu’
adalah sedikit dari seluruh hal yang perlahan menjadi
kebiasaanku ini membuatku menjadi orang yang sangat
tertutup atau lebih tepatnya menyembunyikan sifat
asliku.Senyum adalah ‘topeng’ bagiku untuk tidak
mengelurkan isi hati yang terpendam sangat lama hingga
membuat dadakku sesak
Tidak, Aku tidak biasa!”
Aku tidak bisa melontarkan seluruh isi hatiku ini,
memikirkannya saja sudah membuat diriku goyah. Tidak,
aku tidak sanggup menghadapi mereka, seluruh tatapan-
tapan itu, ejekkan maupun apa yang mereka lakukan padaku
memunculkan suatu persepsi yang tertanam di kepalaku
bahwa aku dibawah mereka, aku tidak sama dengan mereka,
aku tidak pantas berada di lingkungan tempat mereka biasa
bermain dan bersosialisasi yang memberikan efek pada
tingkat kepercayaan diriku. Aku bahkan hampir tidak
sanggup berdiri di depan orang banyak, tatapan tatapan itu
serta rasa bahwa aku adalah suatu ‘pusat perhatian’ terus
menerus menghantuiku. Aku terlihat seperti pengecut,
bukan?
Namun sungguh, aku tidak bisa. Berdiri didepan
sejumlah orang banyak merupakan sebuah mimpi buruk
bagiku, berbeda dengan mereka yang berusaha sangat keras
untuk menjadi ‘suatu pusat perhatian’ tidak, terima kasih.
Aku lebih memilih untuk tetap dirumah, membaca buku
yang belum kuselesaikan atau pun menulis khayalan-
khayalan yang ‘tidak mungkin terjadi’ daripada meliaht
dunia luar sana. Pasti mereka hanya mengatakan kalimat-

54
kalimat itu lagi “itu kakinya kenapa?” , “Ih kakinya
pincang!”, “Ih kamu cacat ya?” “Yaa ampun kasihan banget”.
Aku sudah lelah.
Aku terlahir sebagai bayi premature yang berefek
pada kakiku yang menekuk sehingga akan sedikit sulit
bagiku untuk berdiri tegak seperti mereka. Aku sudah
berjelajah untuk mencari obat penyakit yang aku bawa dari
lahir ini, mulai yang membuat alisku berdiri kebingungan
hingga yang menmbuatku menjerit kesakitan sudah aku
coba, namun aku masih disini, menjalani terapi yang dokter
yang menanganiku mulai dari aku berumur empat setengah
tahun sarankan. Namun akhir-akhir ini aku
mengenyampingkan saran yang dokter itu sampaikan
padaku dahulu. Aku ingin mencari jalan lain. Aku ingin
melihat titik terang.
Bicara boleh saja mudah tapi pada kenyataannya ini
beribu-ribu kali lebih sulit dari pada teorinya. Setiap hari
melakukan terapi-terapi yang sangat menguras tenaga,
belum lagi rasa sakit yang harus kuhadapi selama kegiatan
terapi itu berlangsung. Itu belum semuannya, aku harus
tidur dengan sebuah alat yang dirancang untuk menjaga
agar kakiku tetap lurus selama aku tertidur.Dan aku harus
bersepedaan setiap hari agar kakiku kuat. Dan jangan kira
setelah apa yang dokterku itu sarankan, misalnya, tindakkan
suntik aku bisa tenang-tenang saja menunggu lalu kakiku
sembuh secara ajaib? Tentu tidak, setiap 4-5 jam sekali aku
harus dipijat agar otot-otot yang ada dikakiku lemas dan
serum suntiknya menyebar dengan rata, dan tentunya aku

55
harus melakukan itu disekolah juga.Masih menganggap aku
seorang yang lemah?
Orang-orang akan menggeleng-gelengkan kepalanya
setiap kali aku bercerita ada apa denganku, apa saja yang
aku lakukan untuk sembuh dari penyakitku ini. Tentu saja
mereka tidak mau merasakan apa yang aku rasakan ini,
termasuk juga aku sendiri. Siapa didunia ini yang ini terjerat
sebuah penyakit yang menghalangimu untuk bergerak
bebas, melakukan apa saja yang kamu inginkan tanpa ada
yang mengahalangi, tidak ada bukan? Jika aku terlahir lagi,
tentu aku akan berharap agar aku tidak punya penyakit ini.
Aku ingin bisa melompat dengan riang, berjalan tanpa
merasa risih diperhatikan oleh orang-orang di sekitarku, aku
juga ingin bisa ikut pelajaran olahraga seperti yang lain, aku
ingin berjalan bebas tanpa harus takut akan terjatuh dan
berakhir memegang tangan ayah selama perjalanan. Aku
ingin seperti mereka.
Seperti apa yang aku sebutkan tadi, “Itu kakinya
kenapa?” adalah sbuah kalimat yang sangat sering aku
dengarkan. Tentu saja aku harus menjawab pertayaan
mereka itu dan berusaha menjelaskan penyakit yang aku
alami ini sejelas mungkin agar mereka mengerti.Namun
tidak banyak yang tetap bingung terhadap penjelasanku dan
berakhir dengan berfikir “oh dia pincang, Enggak usah
diseketin” atau “Dia aneh kakinya, lebuh baik aku jauh dari
dia” yang akhirnya sudah bisa ditebak. Aku menjadi seorang
penyendiri.Disamping pemikiran mereka yang seperti itu,
aku juga takut untuk mulai berbicara duluan dengan merela.
Aku takut kalau mereka tidak meresponku atau

56
menganggapku ada membuat kepercayaan diriku mengilang
dan memilih untuk terus berdiam diri.
Namun aku mulai berubah pikiran semenjak saat
seorang guruku sedang menasehati aku dan teman-teman
sekelasku, beliau berkata “Walaupun dia(aku) seperti itu,
bisa saja dia lebih baik daripada kalian” pertama jujur aku
bingung apa maksud kalimat itu, tapi setelah kita
memeriksa hasil ulangan, aku tahu apa maksud kalimat yang
guru itu katakan tadi, aku mendapat nilai tinggi dikelas
dibanding teman-temanku dan aku mulai berfikir “Ternyata
aku bisa melakukan sesuatu yang lebih dari mereka, aku
bukan berada ‘dibawah’ mereka, aku bisa” yang
menggembrak semangatku untuk berubah, aku ingin
menunjukkan kalau walaupun aku berada dalam keadaan
seperti ini bukan berarti aku ‘berada dibawah yang lain’ dan
terus menjatuhkan diriku, tidak. aku bisa seperti mereka,
aku pasti bisa lebih dari mereka, aku seperti ini bukan
berarti aku lemah. Aku diberi penykitit seperti ini
menunjukkan bahwa aku pasti bisa menghadapi ini semua,
Allah swt tidak akan memberikan cobaan jika hamba-Nya
tidak mampu untuk menghadapi cobaan itu, bukan? Lalu
kenapa aku selama ini seperti ini?Aku harus berubah. Aku
pasti bisa menjadi seseorang yang lebih baik dari sekarang.
Aku bisa.
Namun pada kenyataannya, bicara itu lebih mudah.
Semuanya tidak akan langsung berubah secara instan
layaknya ibu peri yang hanya dengan menggoyangkan
tongkatnya sekali saja semua bisa menjadi lebih baik. Tidak.
Aku harus mulai dari diriku sendiri, bagaimana caranya aku

57
mau menunjukkan kepada dunia luar bahwa ‘ini aku’ jika
aku bahkan tidak mempunyai keberanian untuk
mempercayayi diriku sendiri? Namun sungguh, melawan
diri sendiri lebih sulit dibanding melawan sesuatu yang lain.
Aku harus melawan batinku sendiri yang di mana aku juga
tidak tahu yang mana yang benar, aku harus berbuat apa,
aku harus berteduh pada siapa nantinya kalau aku salah, dan
semua pertanayan-pertanyaan dari hatiku sendiri terus-
menerus berputar dikepalaku yang tentu saja membuat
diriku semakin ragu-ragu untuk melakukan perubahan pada
diriku sendiri. Tapi diantara segala keragu-raguan yang
enggan hilang dari benakku aku berpegang teguh pada satu
kalimat “Aku bisa seperti mereka, Aku bisa lebih dari
mereka. Aku bisa” dan mengambil resiko untuk melakukan
perubahan pada diriku sendiri.
Melakukan suatu perubahan tentu saja tidak mudah,
aku harus memulai dari yang paling kecil yaitu mempercayai
diriku sendiri.Namun itu adalah suatu hal yang paling sulit
untuk aku lakukan karena aku sudah terlalu terbiasa dengan
keperibadiannku yang tertutup dan pendiam.Tapi, aku tidak
peduli. Aku tetap berpegang teguh dengan “Aku bisa seperti
mereka, Aku bisa lebih dari mereka, aku bisa” dan mulai
bersosialisasi dengan yang lain, mulai membuka dari dan
menujukkan “Ini loh aku yang sebenarnya” kepada yang lain.
Awalnya aku tidak terbiasa, namun lambat laun aku bisa
menunjukkan jati diriku yang sebenarnya. Aku menjadi
lebih ceria, lebih bisa mengutarakan dan menuangkan
pendapatku walaupun kadang perasaan-persaan ‘kurang
percaya pada diriku semdiri’ yang dulu aku rasakan kadang

58
muncul lagi, aku sudah bisa mengatasinya secara perlahan.
Dan aku sudah bisa mengutarakkan pendapatku kedepan
orang banyak tanpa menutup-menutupi kekuranganku dan
membusungkan dada seolah mengatakan ‘ini aku’. Aku bisa
melawan musuh terbesarku, diriku sendiri.
Namun, tentu semua tidak akanterus berjalan lancar
bukan? Sekuat apapun pertahananku suatu saat aku pasti
akan goyah juga. Disaat aku berfikir bahwa telah melakukan
semuanya dengan baik kenyataan menamparku sangat keras
hingga aku hampir ingin untuk memhentikkan semuanya.
Masalahnya hanya satu, aku terlalu percaya pada diriku
sendiri sehingga aku seolah merasa ‘hebat’ dan meremehkan
sesuatu yang aku anggap sebagai ‘hal keahlianku’. Jujur saja
aku sangat merasa terpukul dan tangispun tidak bisa
kuungkiri. Namun, sekali lagi seorang guru datang padaku
yang sangat kecewa pada diriku sendiri dan mengatakan “ini
bukan akhir dari segalanya, masih ada kesempatan lagi”
yang membangunkanku dari keterpurukan dan kembali
serius melakukan apa yang harus kulakukan dengan niat
yang kuat dan sunggu-sungguh. Setelah itu aku
mendapatkan hasil yang membuatku tersenyum sangat lebar
sekaligus bangga pada diriku sendiri. Aku mendapatkan
hasil yang jauh melampaui perkiraanku. Darisitu aku
menyadari bahwa tidak ada gunanya aku terus terpuruk
melainkan aku harus bangkit agar aku tidak meneyesal
untuk kedua kalinya dan semua kendali ada ditangannku
jadi aku harus melakukan yang terbaik untuk diriku
sendirinya nantinya. Aku pasti bisa. Aku bisa.

59
Namun aku masih disini, mengejar mimpi yang
kupegang teguh selama bertahun-tahun, terus meneguhkan
diri bahwa mimpi itu ada untuk diraih dan aku disini ada
untuk meraih mimpi itu, tidak ada satupun yang bisa kita
dapat semudah membolak-balikan telapak tangan dan tidak
ada yang bisa kita dapatkan dari terus meratapi nasib tanpa
beranti membuka rantai-rantai yang mengurung
kemampuan-kemampuan yang tersembunyi didalam diri
kita. Tidak ada gunanya menghindari masalah dan berpura-
pura tidak melakukan sesuatu yang salah. Tidakjuga sebuah
kekuarangan membatasi dirimu untuk mengembangkan
dirimu sendiri bahkan menyembunyikan apa yang kamu
punya dibalik topeng ‘aku tidak bisa’ itu.Kalahkan musuh
pertamamu dahulu yaitu dirimu sendiri lalu taklukan
dunia.Sekarang, Teguhkan hatimu, hembuskan nafas dan
tutuplah matamu sambil menanamkan sebuah niat dalam
hati bahwa aku bisa seperti mereka, aku pasti bisa, ini
diriku, aku, dan tidak ada yang dapat menghalangiku. Aku
pasti bisa mendapatkannya.Karena ini adalah diriku.
Aku bisa seperti mereka. Aku bisa lebih dari mereka.
Aku bisa.

60
Biografi Penulis

Athifah Jamila Muti Siregar ini adalah anak yang


sangat mandiri dan rendah hati. Ia merupakan anugerah
terbesar bagi kehidupan orangtuanya. Saat ini ia berusia 16
tahun dan duduk di kelas XI IPS 1 SMAN 1 Balikpapan,
sekolah terfavorit di Kalimantan Timur. Gadis manis ini
adalah pelajar lulusan SMP Nasional KPS yang memiliki
kemampuan menulis yang mumpuni. Atifah bercita cita
menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama.
Ketertarikannya untuk bergabug di KOMUNITAS BACA
TULIS SMANSA (SMANSA RW.COM) adalah bukti bahwa ia
ngin mengasah bakatnya dalam bidang kepenulisan
terutama cerita inspiratif. Untuk itu, Atifah sangat berterima
kasih kepada MS. Dayang dan semua guru yang selalu
membimbingnya dalam hal menulis dan menumbuhkan
rasa percaya dirinya untuk bisa berkarya.
Semoga karya sederhana yang dia miliki ini mampu
memberikan inspirasi kepada para pembaca. Amiin. Semua
kritik dan masukan bisa dikirim ke email Atifah di email
atifahjamilah@gmail.com

61
Oleh: Camelia Wulan
Siswa Kelas XI IPA Sman 1 Balikpapan


yo, kita ke kantin” sahut aku bersemangat. Aku dan
Reza berpandangan sesaat lalu bergegas menuju ke
kantin. Masa masa akhir perjalanan seragam putih
biru sudah hampir berakhir disengaja atau pun tidak,
semuanya mengabiskan masa- masa ini dengan banyak
cerita agar tak tau untuk apa, mungkin untuk dikenang
nantinya. “mau makan apa kita?” Tanya Reza, “kayak biasa
aja lah, mie ayam” jawabku. Makan siang jam istirahat kedua
memang sudah seperti hari biasanya, makan mie ayam di
meja panjang beramai-ramai sekaligus cerita cerita bersama
teman teman. tak terasa bahwa Ujian Nasional sudah tepat
didepan mata.
Ujian Nasional bagaikan sebuah gemuruh yang
sangat menakutkan entah dari segi mana yang menakutkan
yang kutau semua pun takut. Antara siap dan tak siap bekal
apa yang sudah kita persiapkan, mantap kah sudah, apakah
kita lulus? Beribu-ribu pertanyaan yang menghantui aku

62
bukan cuman aku kita ya, kita semua. Yang jelas semua telah
aku persiapkan hingga matang siap tak siap harus aku lalui.
Sesuatu yang sangat menakutkan terlewatkan sudah,
ujian nasional hari keemoat telah selesai.
“Deaaaaa” namaku terpanggil, ya Reza seseorang
yang selalu menyemangatiku. Aku menjalin hubungan
dengan Reza baru sekitar enam bulan. Dulu Reza adalah
temanku, tapi sekarang dia kekasihku. sebenarnya aku sudah
mengenal Reza dari kelas 2 SMP. Tapi hanya kenal biasa
sebagai teman saja. Ketika kenaikan kelas tiga aku sekelas
lagi sama Reza, makin deket makin deket jadi kayak ngerasa
ada yang beda aja kalo sama dia. Awalnya dia nggak berani
mengungkapkannya begitu pula aku. Karna banyak yang
ngolok-ngolokin gitu yaudah deh, dia langsung nyatain aja,
hihi.
Aku pun mendekat ke Reza sambil memainkan
tangan dibelakang badan rasanya bagaikan lama tak
berjumpa. Padahal baru empat hari nggak ketemu karna
emang ruangan ujianku dengan Reza jauh sekali. .
Nggak seperti hati hari kemarin, biasanya selesai
ujian kita langsung pulang gak ketemu mungkin biar fokus
belajar. Tapi berhubung ujian nasional sudah selesai
pulangan ini aku menghabiskan waktu bersama Reza. Makan
bareng dikantin. Lagi becandaan, tiba tiba Reza ngomong
“de, gimana kalo aku lanjut sekolah diluar kota?” “aku ga
ngerti ah, jangan becanda gitu deh” cetus ku. ‘aku gak
becanda de, kemarin mama ngubungin sekolah dijakarta
asrama gitu, tapi gimana? Aku harus tanya kamu juga?” aku

63
menganggap itu hanya guyonan saja, aku langsung pamit
pulang.
Hpku bergetar ternyata message twitter dari reza,
“de, gimana?” tanya reza lagi, aku tetap ga ngerti “gimana
apanya sih za?” “soal aku pindah” “hmm, jadi serius ya?
Terus kita gimana? Ngejalanin hubungan jarak jauh gitu?”
tanyaku. Jujur memang aku gak ingin menjalani hubungan
yang mengatas namakan jarak. Reza terdiam tak membalas
tanyaku, aku tau bukannya aku merasa dinomor satukan
tetapi aku percaya dia sayang aku, dan aku tau dia juga
memfikirkan bagaimana aku jika tanpa dia, menitipkan cinta
atas nama jarak itu tak gampang, tak seperti apa yang orang
orang fikirkan, fikiranku pun.
Pendaftaran sma unggulan disini sudah dibuka,
padahal harapku bisa daftar bareng bareng Reza tapi ya mau
diapakan lagi lah. kali ini memang agak beda, daftar sekolah
SMA sekarang tidak ditemani orangtua lagi seperti dulu,
sekarang sudah masing masing daftarin diri sendiri. “jangan
lewat tengah nanti kepanasan” kayak kenal ini suara, setalah
aku tengok ke samping ternyata Reza, dia benar benar
special untuku. “yuk daftar bareng” “loh gajadi pindah? Jadi
sekolah disini????” Reza pun langsung menarik tanganku
dan mengamil kartu antiran. Nggak kebayang deh kalo kita
diterima satu sekolah lagi kayak waktu SMP, otomatis makin
bagus ikatannya. Semua berkas pendaftaran sudah diberikan
ke panitia penerimaan siswa baru sekitar seminggu lagi
pengumumannya, berarti senin minggu depan lagi kita
kesini untung mendaftar ulang, semoga diterima.

64
Hari sabtu malam, aku membuka laptopku seperti
biasanya aku mem-blog postingan ceritaku yang hampir tiap
minggu aku membuatnya, sudah seperti kebiasaan atau pun
hobi, sudah dari dulu suka nulis. Engga tau darimana
inspirasinya yang jelas ada aja yang dijadikan inspirasi.
Sambil blog-ing aku menge-cek data penerimaan murid baru
disekolah yang aku daftar, hanya dengan 145 kuota
penerimaan dibandingkan dengan yang mendaftar 2000
murid banyaknya, sambil menyebut nama Tuhanku akhirnya
aku menemui namaku diurutan ke 75 senangnya, tapi kok
ngga ada namanya Reza ya? padahal nilai kita hanya beda
koma saja? Yang tadinya seneng malah jadi panik seketika.
Hari ini jadwalnya untuk mendaftar ulang, kali ini
aku mendaftar ulang bersama mamaku. sambil menunggu
untuk dipanggil, aku memberanikan diri untuk maju kemeja
panitia dan bertanya, “permisi bu, saya ingin bertanya calon
siswa atas nama Reza Al Fariz kok gaada ya bu, padahal nilai
dia ga jauh beda sama saya bu, makasi ibu” tanyaku secara
pelan dan halus kepada ibu panitia itu, sambil ia bertanya
tanya pada panitia disebelah kanan dan kirinya dan menge-
cek kertas kertas berkas, sambil menunggu jawaban ibu
panitia aku menengok keseliling ruangan daftar ulang
memikirkan untuk beradaptasi lagi. lalu tak lama tanganku
disenggol oleh ibu panitia, “oh nak, calon murid atas nama
Reza Al fariz kemarin selasa kalau tidak salah dia telah
mecabut berkas artinya dia tidak jadi mendaftarkan diri
disekolah ini” jelasnya. aku salah mendengar atau ibu
panitianya memang keliru karna banyaknya berkas, aku pun
tak percaya tentang apa yang barusan ibu panitia sampaikan,

65
“oh jadi, berksanya sudah dicabut ya bu? Jadi gajadi daftar
disini ya bu?” tanyaku seperti orang bingung. “iya, nak calon
peserta didik atas nama Reza Al Fariz sudah mecabut
berkasnnya” jelas ibu panitia lagi. kenapa setiap aku telah
merasa senang selalu saja ada yang membuatku tak jadi
senang, ingin marah, teriak, kecewa gak habis fikir lagi,
kenapa Reza nggak memberitahukan aku dulu. Seperti
dipermainkan.
Besoknya, Reza mendatangiku. Sebenarnya aku tak
ingin melihat muaknya dan berjumpa dengannya tapi saat
ini aku benar benar butuh penjelasan darinya “Dee, maafin
aku, aku nggatau mama bilang kalo aku sudah didaftarin
sekolah dijakarta, sambil membawa berkas yang kemarin
kita daftar” jelas Reza dengan mata yang berkaca kaca. aku
hanya diam saja, menatap ke hp sambil menahan air mata
yang memaksakan dirinya untuk keluar. Aku nggatau Reza
yang memang membohongiku atau orangtua Reza yang
memang memaksakan kehendaknya, atau Reza pun tak
ingin menuruti kemauan orangtuanya dan hanya ingin
menemani aku disini, aku nggatau aku ngga ngerti. Ingin
rasanya menahan Reza untuk stay disini tapi keadaan
berkata lain, mau tak mau siap tak siap aku memang harus
menjalaninya, ya hubungan jarak jauh.
Sebulan aku mecicipi masa SMA,lingkungan baru,
sekolah baru, teman baru, guru baru, seragaman yang baru,
semua baru. Cukup sulit mengenal dan beradaptasi dengan
lingkungan yang baru lagi apalagi tanpa sosok Reza.
bagaimana bisa yang dulunya selalu ditemani Reza, yang
kesana kemari bersama Reza, satu sekolah sama Reza,

66
bahkan sekelas, yang di mana aku nengok kekanan aja
mungkin sudah ada dia, tapi sekarang? Beda. Semua
berputar, sekarang semua sendiri, mau cerita pun susah.
Nggak seperti pasangan pasangan yang bercerita tinggal
ketemu, atau nge message pacarnya? Tapi aku? Boro boro
mau ketemu untuk dapat kabar aja mungkin hitungan
minggu atau bulan.
“Deaaa!!! Kangen” hpku bergetar empat kali, ku
buka ternyata message twitter dari Reza, ngga kuat rasanya
aku meneteskan air mata sekejap setelah membaca message
dari Reza, mungkin ucapan rindu dari dia sangatlah berarti
untuku.Rindu yang tertumpuk aku tuangkan ke Reza
semuanya, kuceritakan semua keluh kesahku akhir akhir ini,
menurutku dalam proses hubungan jarak jauh haruslah
saling terbuka, hal yang tak penting pun tetap aku ceritakan.
Akhir akhir ini Reza sedang sibuk ulangan kenaikan.
sekolah Reza hanya menempuh waktu dua tahun, jadi lulus
lebih cepat dariku. aku paham dan mengerti jika dia sibuk
atau ngga ada waktu buatku, yang terpenting dia tetao
mengingatku dan selalu menghargai perasaan aku.
Iseng iseng buka account twitter Reza, aku tau
semua password social media dia. Mantangein timeline
twitter Reza, kok ada notification dimessages? Siapa nih? Ah
malas membukanya paling temannya. Baru jam 11 udah
ngantuk banget, aku logout twitter Reza, gatau kenapa pas
pencet log out kepencet message, pas aku liat ternyata ada
messages dari cewek yang namanya, ‘Karina akmalia’ aku
berusaha berfikir positif. Tegang, aku membuka message
dari Karin itu ternyata isi message mereka ngga seperti apa

67
yang kubayangkan, selayaknya orang yang sedang menjalin
hubungan, sama seperti aku. Duhai Tuhan cobaan macam
apa lagi ini, its like ada orang nyekik leher aku bener bener
sesek gakuat banget.
Aku masih ngga percaya orang yang selama ini aku
nomor satu kan, aku percaya, tapi dia juga yang
melenyapkan semua itu. dia mengecewakan semua
kepercayaanku. Aku gak kuat aku bener bener gasanggup,
rasanya mau hancur. Ternyata karin itu adik kelas satu tahun
dibawah Reza, dia baru masuk disekolah Reza, selama Reza
gak ngabarin aku dia nggabarin Karin, jahat ya. obrolan
mereka pun melebihi obrolanku dengan Reza…. Tuhan…..
kuatkan aku.
Bangun bangun kusantap banyaknya pesan masuk
ditwitter aku, ternyata Reza mengucapkan selamat pagi
tanpa rasa bersalah sedikitpun, mungkin dia belum tau kalo
aku sudah tau apa yang dia perbuat. Aku tanya dengan
menahan air mata, mungkin air mataku memaksakan dirinya
dan menyuruhku untuk mengeluarkan tapi seperti sudah
nggak bisa ngeluarin air mata lagi. “za, karina itu siapa?”
tanyaku, Reza selalu mengalihkan pembicaraan seakan akan
tak mengerti apa yang sedang aku pertanyakan, aku bertanya
sekali lagi “za, Karin itu siapa? Adik kelas kamu? Atau siapa?
Yang kedua kamu? Za dijawab dong” “Dea, maafin aku. Aku
nggak maksud nyakitin kamu.”. ingin dimaafkan tapi tak
merasa ia bersalah? Reza bilang ia memilih berpacaran lagi
karena dia merasa kesepian, dia sayang aku tapi dia butuh
sosok cewe disampingnya menggantikanku. Aku selalu
berusahan menemaninya, kalau pun ditanya siapa yang

68
merasa kesepian, siapa kah yang pantas menjawab kalau
kesepian? Aku atau dia? Nyata memang. Bagaimana bisa dia
menikmati dua cinta sekaligus dengan santainya tanpa
memikirkan adakah hati yang terluka atas perbuatan dia?
Aku memilih jalan untuk sampai disini aja. Patut
untuk disayangkan, aku pun tak ikhlas, kenapa semuanya
bisa seperti ini, 2 tahun hubungan yang kujalanin bersama
Reza sangatlah berkesan, dia selalu berarti buat aku dan
akan selalu seperti itu. Tapi bagaimana bisa kamu memberi
sayangmu seutuhnya tapi ternyata dia hanya memberi
setengahnya? Atau bahkan tak sampai setengah? Atau
bahkan tak memberinya? Kenyataan yang nggak
kuharapkan. banyak mimpiku yang aku rancang bersama
Reza tetapi dia melenyapkannya begitu saja, aku paham
mungkin Tuhan menyayangiku, dia saja tak memikirkan
perasaanku, mengapa aku masih memfikirkannya?
Setelah aku putus sama Reza aku merasa aku lebih
baik dari sebelumnya. rasanya sedikit bebas jadi nggak
terlalu banyak pikiran lagi.
Kali ini, kelasku pelajaran bahasa inggris ditugaskan
untuk membuat suatu short movie yang dibuat dengan
kelompok. Short movie itu diberi jangka waktu yang sangat
panjang oleh mamnya, deadlinenya sih sekitar satu bulan.
Wah asik nih pikirku. Kelompok short movie satu kelas
dibagi menjadi 6 kelompk jadi sekitar satu kelompok ada 6-7
orang. Anggotanya pun dipilih secara acak.
“Jordan, elly, bunga, dea, raka, arif” namaku tersebut,
sebenarnya aku nggak terlalu deket sama mereka mereka
yang namanya telah disebutkan satu kelompok denganku

69
dan menurutku sangat susah untuk membuat filmnya, tapi
nggak papa lah menambah nambah teman.
“dea, bunga, sini kumpul sini dulu” panggil Jordan
salah satu yang sekelompok dengan ku. Kita mengobrol dan
mendiskusikan di mana dan kapan dan apa ceritanya untuk
short movie kita kali ini. Ternyata mereka anaknya asik asik
juga,seru deh. Setelah didiskusikan kita ngambil tema
‘psikopat’ bunuh bunuhan gitu, lokasi pertama dirumah aku.
Sudah pada ngumpul dirumah, mulai shooting aja.
Ngga tau kenapa rasanya unik aja disini ada yang cinta lokasi
an, lucu. Jadi ternyata bunga ada rasa gitu sama Jordan
,karna emang Jordan ganteng banget putih tinggi mungkin
tipikal cewe cewe. Dan lucunya lagi temen kita yang satu
raka dia malah suka bunga, jadi tebalik balik gitu ya.
Makin seru sambil shooting, sambil cerita sambil
mainan. Kita break sebentar sambil main truth or dare,
giliran Jordan yang kena,
‘jor, truth or dare?’ tanya arif
‘truth ajalah’
‘lagi suka siapa?’
‘hmmm, *liatin aku*’
‘hah, siapa dea? Kok liatin dea gitu jor? Ih cie Jordan’
olok anak anaknya
Ya, ampun ga nyangka, ini kok bisa jadi aku? Tapi sih
aku nganggepnya cuman becandaan doang. Hari berlalu
shooting di hari ke empatpun kita lakuin, eh tau tau nya ada
yang sudah jadian aja. Ya betul raka sama bunga. Ampun
deh ga nyangka cepet bener raka, dan bunga udah pindah

70
hati aja. Tambah makin seneng deh liat temen seneng,
sambil shooting sambil ada aja yang pacar pacaran.
Aku lagi nonton take, adegan yang barusan sendirian,
nggak taunya ada Jordan dibelakang ikut ngeliat juga lewat
camera slr. “cie, Jordan Dea” olok bunga dan anak anak
lainnya secara tiba tiba. Sebenernya ini bukan yang pertama
kalinya aku dan Reza diolokin seperti ini, awalnya sih aku
ngerasa biasa dan menganggap semua itu candaan, tapi
makin lama rasanya kayak ada sesuatu juga.
Senin sore, Jordan menyatakan perasaannya dengan
ku, ngga tahu untuk menjawab apa, terdiam seketika. Aku
langsung balik ke anak anaknya ngga menghiraukan apa
yang Reza barusan ucapkan padaku. Sudah jam 8 malam
ternyata, nggak terasa shooting hampir tiap hari sampe
malam selesainya, semua pada pulangan.
Sekitar jam sembilanan Reza nge chat aku, dia ngajak
untuk kesekolah pergi barengan. Awalnya aku menolak
karna takut merepotkan tapi kata Reza santai aja.
Sampai sekolah, malah diolok olokin sama anak anak
lainnya, jadi malu tapi senang.Udah hampir tiap hari pergi
pulang barengan sama Reza, karna pulangnya sekalian
shooting lagi, makan bareng juga barengan sama Reza.
Makin hari makin deket makin nyaman rasanya. Reza juga
belum menanyakan tentang kejelasan hubungan kita, aku
pun sudah nyaman dengan posisi seperti ini.
Sebenernya Reza sudah menanyakan hubunganku
denga dia lewat bunga tidak langsung denganku karna dia
pun ga berani untuk menanyakannnya, dan aku sudah

71
menjelaskan semuanya dan untungnya Reza bisa
menerimanya.
Aku memilih untuk lebih baik berteman saja karna
menurutku, selama kita sudah nyaman dengan apa yang kita
jalani sekarang kenapa kita harus keluar dari posisi nyaman
itu? Rasa takut untuk menyakiti dan disakiti sangat besar
bagiku, mecoba untuk menjalin dengan orang yang baru,
memulainya dari awal, mempercayai sesuatu lagi yang
mungkin itu tak pantas untuk dipercaya. Menurutku
berhubungan tanpa ikatan lebih baik agar tak ada yang
tersakiti nantinya.
“mba dea, ada yang nyariin tuh dibawah” saut
pembantuku, “oh iya mba sebentar ya” ku telusuri tangga
tangga dirumahku hingga sampai dibawah, kubuka pintunya
lalu aku menengok keatas, ternyata Reza, Reza balik dari
Jakarta untuk menemuiku dan mengakui semua
kesalahannya dan memimnta maaf padaku.
Kecewa sangat besar, sedih. Kesalahan terbesarku
adalah terlalu percaya dengan dia. Percaya bahwa dia tak
akan menyalahgunakan percayaan yang aku beri. Percaya
bahwa dia tak akan menyakiti. Ingin rasanya membirkannya
kembali dan melupakan semua ini, tapi kata hatiku berkata
ini sia sia, dan tak pantas untuk diperjuangkan.
Aku memaafkannya tapi tak membiarkannya
kembali. Menurutku semua telah terjadi nasi telah menajdi
bubur. Kepercayaan telah terkhianati. Mungkin ceritaku
degan Reza cukup untuk sampai disini. Aku membiarkannya
menjalankan hidupnya, dan aku membiarkan aku sendiri
menjalai hidupku.

72
Biografi Penulis

Camellia Wulan Shafira atau yang biasa


disapa Wulan ini adalah anak dari pasangan
Rido Yudo Mustopo dan Henny Wulandari.
Ia merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara.
Wulan lahir diBalikpapan, Kalimantan
Timur, 14 Oktober 1999. Sekarang ia berusia
15 tahun.
Sekarang ia melanjutkan sekolahnya di SMA NEGERI
1 BALIKPAPAN, Kalimantan Timur yang merupakan sekolah
terbaik. Ia lulusan SMP PATRA DHARMA 2 . Wulan bercita
cita menjadi dokter, maka itu ia menggemari pelajaran
biologi semenjak smp ia sudah ikut berpartisipasi dalam
olimpiade biologi. Ia juga mengikuti organisasi sekolah
seperti osis.
Sebenarnya menulis bukanlah kesukaan wulan, ia
hanya gemar membaca novel, blog penulis atau bahkan
temannya sendiri. Menurut Ia bakatnya pun tidak dari
menulis, tapi menurutnya menulis dan membaca cerita
merupakan hal yang menarik yang patut untuk dicoba.

73
Oleh: Annisa Tara Hasanah
Siswa Kelas XI IPA Sman 1 Balikpapan

agi ku arti persahabatan itu adalah teman bermain,


bergembira, teman yang dapat membantu kita disaat
kita susah, dan teman yang dapat mengerti perasaan
kita. Terkadang, aku juga sering berdebat ketika berbeda
pendapat. Anehnya, semakin besar pendapat itu, aku
semakin senang karena semakin asikk. Banyak hal yang
dapat aku pelajari.
Jam 5 pagi ayam berkokok, adzan berkumandang
menandakan seruan untuk menunaikan sholat shubuh, saat
itu aku dibangunkan mama untuk menunaikan sholat
shubuh.
“Nis,, banguuunnnn sudah jam 5! Sholat shubuh dulu
terus mandi,” mama memanggil.
“Iyaa,, bentar dulu maaa, (aku segera melihat jam
mungil diatas meja belajar ku ternyata waktu sudah
menunjukan jam 05:05, aku pun bangun)” jawabku.

74
“Cepattt niss, mau jam berapa sholatnya ?? cepatt
mandinya!” mama memanggil ku dengan nada yang keras.
“Iyaa maa, ini udah bangun“ jawabku sambil bergegas
ke kamar mandi untuk mandi kemudian berwudhu. Setelah
mandi dan wudhu, aku lekas ke kamar, memakai baju,
memakai mukena, dan menggelar sajadah, kemudian
langsung mendirikan sholat shubuha. Setelah sholat shubuh,
aku memakai seragam sekolah dan bersiap-siap untuk
sarapan.
“Niss,, sarapan duluuu” kata mama.
“Iyaa maaa” jawabku. Aku pun langsung bergegas
kemeja makan, lalu sarapan pagi. Setelah sarapan, aku
bergegas ke rumah om untuk diantar pergi ke sekolah,
untungnya rumah om tidak jauh dari rumahku.
“Assalamua’alaikum, om” aku memanggil. Kok, gak
ada jawaban yahh?? Mungkin suara ku kurang nyaring.
Untuk yang kedua kalinya aku memanggil
“Assalamua’alaikum oooooommmmmm”aku memanggil
dengan nada yang keras.
“Wa’alaikumsalam, oh nisa iya ntar dulu niss, om
ambil kunci motor dulu”.jawab om sambil bergegas
mengambil kunci motor.
“Iyaa om . syukurlah om denger coba nggak, mau
gimana lagi teriaknya-_-.”kataku sambil bicara dalam hati.
Aku langsung diantar om untuk pergi ke sekolah,
sesampai nya di sekolah aku bergegas ke kelas kerena takut
terlambat. Sesampai di tangga guru piket, aku melihat ke
jam ternyata aku belum terlambat,

75
“Coba tau gak buru-buru sampe ngosh-ngoshan
kayak gini-___-, tapi gak papalah hitung-hitung olahraga
pagi” kataku . Sesampai di kelas, ternyata teman-teman pada
bicarain tentang lomba class-meeting basket antar kelas. Jadi
teman ku Dela memilih 5 orang dan 2 cadangan untuk ikut
serta dalam lomba tersebut. Ternyata Dela memilih Gita,
aku, Mega, Afika, Amell, dan Bunga. Karena ketidak hadiran
Afika, Amell, dan Bunga, maka diganti dengan Winda. Jadi,
pada saat itu yang mengikuti lomba basket adalah Dela, Gita,
aku, Mega, dan Winda. Pada saat itu lomba basket tidak
diadakan hari itu juga, tetapi diadakan pada keesokan
harinya.
Keesokan harinya, team basket dari kelas ku IX-A
bener-bener harus menenangkan diri dulu, agar nantinya
pada saat bermain tidak canggung atau grogi. Team kami
pun, dag dig dug menunggu giliran untuk main pada babak
pertama. Akhirnya, tak lama kami menunggu dipanggillah
team kami oleh juri untuk ke lapangan.
“Selanjutnya kelas IX-A melawan kelas IX-B”sorak
juri mengamati peserta satu-persatu.
Aku dan teman-teman lainnya pun dag dig dug
untuk memulai pertandingan, aku hanya bisa mengucapkan
“Bissmillahirrahmannirrahim” dan langsung ke lapangan.
Pluit dibunyikan tanda pertandingan pun dimulai.
Team kami pun bersemangat dalam bermain, kami juga
harus kerja keras dan pantang menyerah, kami harus optimis
bahwa team kami pasti bisa, kami harus yakin kalo team kita
bisa menang. Kami bermain selama 5 menit, pluit kembali
dibunyikan tanda pertandingan selesai, dan akhirnya team

76
dari kelas ku menang. Aku dan teman-teman ku senang
sekali, karena team kita bisa menang, ini semua berkat usaha
kami, dan support dari teman-teman yang lainnya juga. Kami
senang karena babak pertama team kami bisa menang,
selama kita mau berusaha insya Allah kita bisa mendapatkan
apa yang kita inginkan. Pertandingan untuk babak
selanjutnya dilanjutkan besok.
Pagi nya team kami bersiap-siap untuk bertanding
kembali. Kami bersemangat dan tidak sabar untuk bermain
kembali, kami sangat bersemangat karena pada babak
pertama kami bisa menang. Kami pun menunggu giliran.
Akhirnya dipanggilah kelas kami oleh juri untuk
melanjutkan pertandingan.
“Okay selanjutnya, kelas IX-A melawan kelas VII.4”
sorak juri mengamati peserta satu-persatu.
Team kami pun langsung ke lapangan, pluit
dibunyikan artinya pertandingan dimulai. Kami
bersemangat, akan tetapi lawan team kami kali ini bisa
dibilang kasar dalam bermain, karena pada saat
pertandingan dia menarik jilbab ku dan teman ku.
Pertandingan kali ini seru karena lawan kami sedikit cukup
susah, namun kami tetap terus semangat dan pantang
menyerah, kami yakin kalo team kami akan menang.
Selama 5 menit kami bertanding, dan akhirnya lagi-
lagi team kami menang dalam babak kali ini. Aku dan
teman-teman senang sekali, karena team kami bisa
mengalahkan lawan yang cukup sulit. Ini semua berkat
usaha keras team kami, support dan doa juga dari teman-
teman yang dapat membuat team kami menjadi menang.

77
Kami tidak akan menyerah kami akan terus kerja keras
untuk mendapatkan apa yang kami inginkan. Untuk
pertandingan akhir babak dilanjutkan besok.
Esoknya kami bersiap-siap untuk melanjutkan
pertandingan. Pertadingan dimulai pada jam 9 pagi, aku dan
teman-teman yang saat itu masih kelas atas langsung turun
ke lapangan untuk bersiap-siap melanjutkan pertandingan.
Akan tetapi, terjadi konflik pada saat pertandingan mau
dimulai. Teman ku Gita salah satu anggota dari team kelas
ku turun terlambat, aku dan teman-teman pun mulai panik
dan bingung.
“Di mana Gita ini, kok gak ada keliatan ya gimana ini
pertandingan udah mau dimulai tapi, belum turun juga??”
tanya aku kepada teman-teman.
“Aku juga gak tau Gita kok belum turun juga, boleh
aja kah main cuman ber4 ??” kata Mega.
“Mana boleh main ber4, boleh nya yah ber5. Gita ke
mana sihh kok belum turun?” jawab Dela dengan ekspresi
wajah yang panik.
“Gak tau itu Gita kok belum turun juga sudah jam
segini lagi” jawab Winda dengan ekspresi wajah yang
bingung.
Kami pun panik dan bingung karena tinggal
menghitung menit pertandingan akan dimulai tetapi salah
satu dari anggota dari team kami belum juga turun. Kami
bingung karena anggota cadangan dari team kami tidak ada
yang turun. Pada saat itu disekitar lapangan hanya tinggal
Haripin dan Ully yang dari kelas IX-A. Lomba ini hanya
untuk perempuan, jadi kami tidak bisa mengajak Haripin

78
untuk melanjutkan pertandingan. Akhirnya, kami pun
mengajak Ully yang kebetulan saat itu hanya tinggal dia
satu-satu nya perempuan dari kelas IX-A yang ada disekitar
lapangan tersebut.
“Ully, ayo ikutttt gantikan Gita, sebentar aja kok yang
penting team kita bisa lanjut main” ajak ku dengan penuh
semangat.
“Gak ahh, aku gak bisa main basket lagi pula aku juga
pake rok bukan celana pasti susah lari-larinya.” kata Ully
dengan gugup.
“Iss, gak papa sudah Ully namanya mendadak kayak
gini, tinggal kamu aja satu-satunya yang bisa menggantikan
Gita untuk lanjut main” ajak ku dengan merayu nya.
“Gak ahh, gak mau aku. Takut aku nahh” jawab Ully
dengan ekspresi wajah ketakutan.
“Astagfirullah alladzim ngapain kamu takut Ully, ikut
gitu aja loh ko takut sihh?” kataku dengan kesal.
“Gak ahh, males aku takut gak mau ikut” jawab Ully
dengan ekspresi mau nangis.
“Emang Ully ini gitu aja gak mau, aku aja yang gak
bisa ikut aja masalahnya ini demi kelas kita juga kok” kata
Mega dengan menegaskan ke Ully.
“Iya Ully ikut sudah kamu gak papa juga paling kalo
pake rok, ikut aja kita gak bakal bisa main kalo anggotanya
cuman 4” kata Dela dengan merayunya.
“Iya Ly, ikut aja sudah astaga gitu aja kok takut , aku
aja berani nahh” kata Winda dengan lantang.
“Gak ahh gak mau aku” jawab Ully dengan raut wajah
yang merah seperti mau nangis.

79
“Greget nya loh sama Ully ini gitu aja gak mau, ayo
sudah ikut!!” ajak ku dengan keras.
“Gak mau aku nahh” jawab Ully dengan ekspresi
penuh ketakutan.
Kami pun bingung dan kesal karena Ully satu-
satunya orang yang harusnya mau membantu kami tapi
malah tidak mau. Hingga kelas kami pun dipanggil oleh juri.
“Selanjutnya kelas IX-A melawan kelas IX-7” juri
memanggil dengan nada yang tinggi.
Kami terus mendesak Ully agar Ully mau ikut dan
kami pun bisa melanjutkan pertandingan. Juri pun mulai
menghitung sampe 5 kali jika team kami tidak ada di tengah
lapangan maka kami dinyatakan kalah WO.
“Kepada kelas IX-A supaya memasuki lapangan” juri
memanggil team kami nada yang keras.
“Ayoo sudah nahh Ully ikut, itu nahh sudah dipanggil
kelas kita” ajak ku dengan mendesak nya.
“Gak mau aku” jawab Ully dengan konsisten.
Kami pun mendorong Ully dari belakang agar mau
melanjutkan pertandingan.
“Ayoo sudah Ully ikut, gakpapa kamu pake rok bisa
aja diangkat sedikit sambil lari, bisa aja di akalin” ajak ku dan
teman-teman.
“Gak ahh gak mau aku ” jawab Ully dengan ekspresi
wajah yang menangis.
Juri pun mulai menghitung.
“Kepada kelas IX-A supaya memasuki lapangan. Gak
ada ?? Okay saya hitung sampe 5 kalo tidak segera memasuki

80
lapangan maka dinyatakan kalah WO. “ juri memanggil
dengan nada yang keras.
Kami pun terus mendorong Ully untuk mengikuti
lomba tersebut, tetapi Ully tetap juga tidak mau. “Ayoo ikut
Ully, ayoo ...” ajak teman-teman.
“Okay saya hitung, 5 .., 4..., 3..., 2..., 1... . Kelas IX-A
dinyatakan kalah WO.” kata juri dengan tegas.
“Nahh kan kalah sudah kita WO cuman gara-gara
Ully gak mau diajak main, padahal kan gakpapa ini juga
demi kelas kita” kataku dengan penuh emosi .
“Astaga kalah sudah kita” kata Dela dengan wajah
yang terlihat kecewa.
“Emang Ully ini kalah sudah kita WO hanya gara-
gara dia gak mau ikut aja!”kata Mega dengan nada yang
jengkel.
“Iya Ully sih, gak mau ikut coba mau menang sudah
kita ini” kata Winda dengan penuh kekesalan.
Aku dan teman-teman pun kesal sama Ully, aku pikir
dia teman yang bisa membantu disaat aku dan teman-teman
lagi susah, ternyata nggak . Dia malah gak mau diajak kerja
sama padahal itu demi kelas dan wali kelas kita juga.
Tak lama setelah kami dinyatakan kalah WO oleh
juri Gita pun datang.
“Gita, ke mana sihh kamu kok baru datang?? Kalah
sudah kita gara-gara gak ada yang gantikan kamu” kataku
dengan wajah penuh kekecewaan.
“Jatuh aku dari motor makannya terlambat, celanaku
basah jadi aku pulang dulu” jawab Gita.

81
“Astagfirullah jatuh dari motor, tapi kamu gkpp kan?”
tanya aku dengan panik.
“Iya aku gak papa, cuman basah aja celana ku. Ehh,
kok bisa kalah sihh ke mana cadangan nya ?” tanya Gita
dengan penasaran.
“Syukurlah kalo kamu gak papa. Itu sudah,
cadangannya aja kagak turun semua gimana mau bisa
gantikan kamu Git? Tadi sih ada Ully, cuman dia disuruh
kagak mau katanya dia takut, yaudah kita kalah. Kesal juga
aku sama Ully gitu aja kagak mau ikut, coba dia mau kan kita
bisa ngelanjutin pertandingan” jawab ku dengan kesal.
“Astaga kenapa Ully gak mau, coba dia mau menang
sudah kita ini. Tadi aku jatuh dari motor sih coba gak kan
bisa cepat turunnya.” Kata Gita dengan kesal.
“Iya Git aku ngerti Git kondisi mu, gak tau Ully itu,
yang jelas anak-anak nya kesal juga sama Ully, coba dia mau
kan bisa aja kita menang” jawabku.
“Iya itu sudah” kata Gita.
Team kami pun sangat kesal dengan kekalahan ini,
kita sudah usaha untuk bisa menang, tapi usaha kita itu sia-
sia. Team kami kalah sia-sia bukan kalah telak, tetapi kalah
WO itu bisa dibilang kalah sia-sia, kalo team kami kalah
telak kami pasti bisa menerima kekalahan itu.
Yang jelas jangan salahkan Gita karena turun
terlambat, dia punya alasan. Dia turun terlambat karena
terkena musibah jatuh dari motor, jadi seharusnya yang pada
saat itu hanya tinggal satu-satunya siswi dari kelas IX-A yaitu
Ully mau membantu kita, tetapi Ully nya gak mau. Aku tau
bahwa memaksa kehendak orang itu tidak boleh, tetapi

82
disaat keadaan yang mendesak seperti ini harusnya Ully
mau, karena semua ini untuk wali kelas kita juga biar
bapaknya senang.
Aku kecewa dengan Ully, aku pikir Ully itu bisa
dijadikan teman yang baik, ternyata apa yang aku pikirkan
itu salah. Teman yang baik itu seharusnya bisa membantu
teman-temannya disaat lagi butuh, disaat lagi susah. Di saat
itu aku dan teman-teman yang lainnya sangat kecewa sama
Ully. Padahal niat aku itu hanya untuk membuat nama kelas
IX-A bisa menjadi baik. Ini demi wali kelas kita juga, kalo
kita menang pasti wali kelas kita akan senang. Tetapi, apa
yang aku harapkan telah hilang gara-gara masalah yang
sepele kayak gini. Kalo ditanya kesal apa nggak? Yahh pasti
saya bilang kesal, tapi yah sudahlah ini sudah terjadi mau
diapaain lagi, tidak bisa diubah juga. Yang jelas untuk
kedepannya kita pasti akan tetap terus berusaha agar apa
yang kita inginkan bisa tercapai.
Untuk menghilangkan rasa kesal yang ada dipikiran
ku, aku mengajak Mega untuk refreshing otak, jalan-jalan
gitu. Untung nya Mega bisa ngertiin saku, dia mau jalan-
jalan bareng aku. Aku juga tau kenapa Mega mau jalan-jalan
bareng, ya karena dia juga kesal dengan masalah tentang
pertandingan basket itu, jadi dia mau jalan bareng untuk
meringankan rasa kesal yang ada dibenaknya . Aku dan
Mega pun jalan-jalan ke Mall, kita nonton film bareng,
makan bareng, ngobrol bareng. Semua kita lakukan bareng-
bareng, sampe hal yang menyebalkan pun kita lalui bersama.
Sepanjang jalan kita ngobrol tentang masalah pertandingan
basket itu, yang jelas aku dan Mega bener-bener kesal sama

83
Ully, karena kita bertiga itu punya geng yang namanya GGS.
G yang pertama artinya GJ (geje:gk jelas) nahh G yang
pertama itu untuk ku, karena kalo kata teman-teman sih,
aku orang nya kadang rada-rada gk jelas gitu-_- tapi aku
sebenarnya orang nya asikk kok hahahaha. Nahh G yang
kedua itu artinya Gembel , G yang kedua itu buat Mega,yang
kadang rada-rada gembel gitu -,-, Nahh yang S itu untuk Ully
yang artinya somplak, karena Ully emang somplak orangnya.
Awalnya kita bertiga itu akur, selalu berkumpul bertigaaaa
mulu, ke kantin bareng-bareng, pokonya kita dekat layaknya
seorang sahabat. Tapi semenjak adanya masalah itu, aku
berpikir lebih baik kalo geng GGS bubar aja, kenapa aku
bilang bubar? karena percuma ada geng kalo satu
anggotanya gak mau membantu disaat sahabatnya lagi
susah, percuma saja ada geng kalo tidak kompak.
Karena hal sepele aja jadi kaya gini ? Inikah yang
namanya persahabatan? Nggak ini bukan persahabatan, kalo
Ully bener-bener sahabat aku dan Mega, harusnya dia mau
melawan ketakutan nya, tapi yang ada dia malah
mempertahankan ketakutan nya padahal ketakutan nya dia
sendiri itu malah membawa dampak buruk bagi dirinya dan
teman-teman lainnya. Gimana aku dan Mega gak kesal? Kita
pikir Ully bener-bener sahabat yang mau membantu disaat
sahabat nya lagi susah, ternyata nggak.
Dari sini aku dan Mega tidak terlalu dekat lagi
dengan Ully gara-gara masalah ini. Ully sekarang hanya kita
anggap sebagai teman bukan sahabat, ini juga pelajaran buat
Ully.

84
Dari masalah ini bubarlah geng GGS yang ada di
kelas IX-A. Aku dan Mega sepakat merubah nama geng
menjadi GG, yang beranggotakan aku dan Mega. Dari sini
kita berdua menjadi sahabat, yang insyallah dapat saling
membantu. Tapi kalo dipikir nama geng ini lucu juga yahh
kalo dibaca dalam bahasa inggris, GG dibaca menjadi jiji,
hahaha.. Jadi saya sama Mega punya geng yang nama nya GG
(Geje,Gembel) atau Jiji gitu, hahaha..
Jadi aku dan Mega sekarang banyak melakukan
banyak hal dengan bersama yaitu nonton film bareng,
makan bareng, jalan bareng, fotobox bareng, ke kantin
bareng haha seru dehh. Mudah-mudah kali ini aku gak salah
dalam memilih sahabat karena memilih sahabat yang bener-
bener sahabat itu emang sulit. Yahh mudah-mudahan aja
yahh ini gak salah, Aminnnnnn.
Dari sini banyak hal yang dapat aku pelajari, bahwa
mencari seorang sahabat yang bener-bener sahabat itu susah
gak gampang seperti yang selama ini kita pikirkan. Mencari
sahabat yang mau membantu kita disaat kita lagi susah, itu
susah karena setiap orang memiliki karakteristik, dan sikap
yang berbeda
Kunci dari cerpen : Lawan lah ketakutan mu selama
itu berdampak baik, jika kamu bertahan dalam keadaan
ketakutan maka hal yang buruk bisa saja menimpa mu
bukan hanya menimpa diri mu tetapi juga orang lain.
Beranikan lah dirimu, dan gerakan lah badan mu untuk
melangkah dan meraih apa yang kamu inginkan.–Annisatara
Hasanah-

85
Semoga kalian yang membaca cerpen ku tidak salah
dalam memilih sahabat yahh guys, semoga cerpen ku dapat
menjadi inspirasi buat kalian guys agar kalian berhati-hati
dalam memilih sahabat, karena adanya sahabat itu sangat
penting untuk hidup kita sebagai motivator agar keseharian
kita tampak lebih bersemangat.
Okay, thank you guys buat kalian yang sudah
membaca cerpen ku. Kalo ada salah-salah kata, mohon maaf
yee karena setiap manusia tidak luput dari yang namanya
kesalahan.
Thank you :)
Wassalamu’alaikum wr.wb

86
Biografi Penulis

Nama saya Annisatara Hasanah. Saya lahir


di Balikpapan, 11 September 1999. Saya
anak ketiga dari tiga bersaudara, Ayah saya
bernama Syahrulyani dan Ibu saya
bernama Sukesih. Ayah saya bekerja
sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Ibu saya
hanya sebagai Ibu Rumah Tangga. Saya
memiliki 2 kakak laki-laki, Kakak pertama saya bernama
Hendra Wijaya, dan Kakak kedua saya bernama Egra Buana.
Kakak pertama saya sudah menikah dan Kakak kedua saya
masih mengikuti beberapa test untuk masuk kerja setelah
lulus kuliah.
Pada saat umur 5 tahun Saya memulai karir
pendidikan di jenjang TK MAWAR, yang berada di
Balikpapan Barat tepatnya di jalan Asrama Bukit. Saya
selesai pada tahun ajaran 2004/2005 jenjang TK dan
mendapatkan ijasah. Saya melanjutkan ke jenjang
selanjutnya yaitu SD, Saat SD saya bersekolah di SD NEGERI
014 BALIKPAPAN, yang berada di jalan Sidomulyo RT 3.
Saya selesai pada tahun ajaran 2010/2011 jenjang SD dan
mendapatkan ijasah. Saya melanjutkan ke jenjang
selanjutnya yaitu SMP, Saat SMP saya bersekolah di SMP
NEGERI 4 BALIKPAPAN, yang berada di jalan Bukit Pelajar I
Sidodadi. Di SMP saya menimba ilmu selama 3 tahun
lamanya, Setelah 3 tahun tepatnya pada 2013/2014 saya
menyelesaikan pendidikan di SMP dan saya mendapatkan

87
ijasah SMP. Kemudian dilanjutkan kejenjang berikutnya
yaitu SMA, Saat ini saya bersekolah di SMA NEGERI 1
BALIKPAPAN, yang berada di jalan Kapten Piere Tendean
RT 30, NO 64. Disinilah saya mengenakan seragam putih
abu-abu, di SMA NEGERI 1 ini saya dibentuk untuk menjadi
seorang siswi didik yang aktif, terutama dalam kurikulum
2013 ini. Dan disini saya belajar dan mendapatkan ilmu
banyak tentang bagaimana cara nya agar saya dapat aktif
dan tanggap dalam kegiatan belajar berlangsung. Seiring
berjalannya waktu saya dapat mengikuti, menyesuaikan, dan
beradaptasi dengan pelajaran, teman, guru, dan lingkungan.
Sejauh ini allhamdulillah saya memiliki beberapa perubahan
sikap dalam diri saya, mental lama-kelamaan menjadi kuat
dan tentunya semakin dewasa. Walaupun saya harus
menghadapi beberapa tantangan dan rintangan dalam
belajar atau bersaing, saya yakin jika saya belajar dengan
giat, dan berdoa saya akan bisa melewati rintangan sulit
tersebut. Karena saya akan tetap terus berusaha dan berdoa
untuk meraih mimpi menjadi seorang penulis dan pemain
film. Sebenarnya banyak mimpi yang akan saya kejar, tetapi
dua mimpi ini yang sampai saat ini saya masih penasaran
dan insyaallah akan saya kejar. Semoga apa yang saya
inginkan bisa tercapai, karena mimpi utama saya yaitu saya
ingin membanggakan dan membahagiakan kedua orangtua
saya, dengan cara menaikkan mereka naik haji, oleh karena
itu saya harus mengejar mimpi saya agar mimpi utama saya
dapat tercapai, mudah-mudahan impian saya ini tercapai
dan saya akan menjadi seseorang yang sukses di kemudian
hari. Amiin!

88
Oleh: Nesa Ulfi Astuti
Siswa Kelas XI IPA Sman 1 Balikpapan

ku duduk di ruang tunggu. Kepalaku menunduk dan


mataku menatap garis-garis keramik. Suara orang
yang berlalu-lalang. Ada yang tersenyum bahagia, ada
pula yg menangis karena haru. Tempat ini adalah tempat
orang bertemu dan berpisah. Aku menarik nafas dalam-
dalam. Dan saat itu juga sebuah pesawat telah mendarat.
Sesuatu bergetar di tas ranselku dan kutemui sebuah
teks.
“Din, kamu pulang aja ya, aku balik ke rumah naik
taksi bandara. Maaf banget din.” pesan dari Rafli.
“Iya, gapapa. Cepat istirahat ya”
Tubuhku terasa lemas. Aku bersandar di kursi.
Menutup mataku. Tanpa sadar seseorang duduk tepat di
sebelahku.
“Hatchimm”. Terdengar suara orang bersin di
sebelahku. Aku tetap pada posisi dan serentetan pertanyaan
yang sama.

89
“Dinda”. Aku membuka mata. Memperbaiki posisi
duduk. Dan melihat ke depan. Tak kudapati sosok yang
memanggilku. Aku menoleh ke kanan dan kiri. Tak kutemui
asal suara itu. Dan tiba-tiba saja.
“Dinda, aku di sini” Aku berbalik ke belakang.
Mataku terbuka lebar. Tangan kananku menutup
mulutku. Jantungku berdebar, mengalir keringat dingin dari
kepalaku. Tak peduli dengan orang di sekitar. Refleks Aku
berteriak “Jahat!”
“Jahat? Kenapa din? Kamu gak suka aku datang?”
“Bukan, bukan begitu. Aku cuma bingung. Kufikir
kamu udah pergi dan ga mau ketemu aku!.”
“Aku kan nyuruh kamu buat jemput aku din? Ga
mungkin aku ninggalin kamu”
“Tapi, tadi sms dari kamu..”
Dia memalingkan wajah ke kanan. Matanya tajam.
Lalu, tersenyum.
“Ah, aku hanya ingin memberi kejutan untukmu”
jawabnya.
Sedikit ragu dengan kalimatnya. Namun, aku tidak
terlalu peduli karena dia memang sering memberi kejutan.
“Kamu gak berubah Raf, masih usil dan sok asik kaya
dulu!”
“Oh ya? Kamu juga gak berubah. Masih keliatan sok
polos” Dia tertawa. Cara dia tertawa membuatku tersenyum.
Aku terdiam.
“Ayo pulang Din! Dinda? Dinda?!”
“Hah? Iya? Apa?”

90
Dia menaikkan alisnya sebelah. “Kamu mau nginap di
sini Din sampai pagi?”
“Ya enggaklah. Oke, ayo kita pulang.”
Malam itu, kota Balikpapan sangat padat lalu
lintasnya. Jalanan menjadi terang dengan cahaya dari lampu
kendaraan. Bising terdengar dari suara klakson mobil.
“Besok sudah 2015. Gak kerasa ya raf”
“Iya din. Aku gak nyangka kita masih bisa ketemu
dan ngelanjutin janji kita. Padahal aku fikir itu cuma sebatas
kata-kata. Apalagi, kita dulu cuma anak ingusan. Yakan
Din?”
“Iya raf.” Rafli melihat ke langit melalui kaca mobil.
Di wajahnya ada ketenangan. Tak disangka setetes air mata
jatuh di jaketnya. Dinda tertegun.
“Kamu kenapa raf?”
“Apa? Kamu yang kenapa? Kok, tiba-tiba nanya hal
itu? Dasar aneh!”
“Huh, yasudahlah”
Dinda memalingkan wajahnya. Kini mereka berdua
menatap keluar kaca taksi. Dinda menatap aspal jalanan dan
Rafli melihat langit. Mereka berdua tenggelam dalam hening
dan pikiran masing-masing.
Satu bulan telah berlalu. Hampir semua waktu
kuhabiskan untuk mengajak Rafli mengelilingi kota
Balikpapan. Kota tempat kami mengukir cerita masa kecil.
Sejak kami masih SD. Saat itu dia selalu membela dan
membantuku ketika teman sekelas mengatakan bahwa Aku
bodoh.

91
Rafli memang cerdas. Dia bahkan mendapatkan
beasiswa untuk sekolah SMA di luar negeri. Dia sudah
menyelesaikan SMAnya dan berniat melanjutkan kuliah di
Indonesia. Hal itu, membuatku berfikir kalau keusilanya
tidak sebanding dengan karakter yang Ia miliki. Terkadang
aku merasa iri dengannya dan berjuta kali aku berharap, dia
bukanlah orang yang aku suka.
Hpku berdering. Tak terlalu kuhiraukan. Jam 10.00
pagi, Aku duduk di balkon rumah. Teringat dengan Hpku,
aku pun mengeluarkannya dari kantong. Lalu, kulihat
sebuah tulisan. Aku tersenyum. Mataku berbinar-binar.
Beberapa saat kemudian, bel di rumahku berbunyi.
Aku berlari menuruni tangga. Kubuka pintu dengan
semangat. Kupasang senyum paling manis. “Hai ra..”
“Mba, minta makannya mba saya dari kemarin belum
makan mba.”
Aku menghela nafas panjang. Kuberikan kakek tua
itu uang dan roti. Kakek tua itu berterima kasih. Aku
menutup pintu. Kemudian, duduk di sofa ruang tamu. Hpku
berdering dan ternyata pesan dari mama “Din, hari ini Mama
lembur jadi gak bisa ngerayain ultah kamu. Mama janjideh
besok kita rayain bareng. Selamat ulang tahun nak”
“Iya makasih ma, jangan terlalu capek ya.” Bagiku,
mama bukannya gila harta atau kekayaan. Aku mengerti
posisi Mama. Semenjak berpisah dengan Ayah, Mama
menjadi tulang punggung keluarga. Meskipun begitu, mama
selalu tersenyum. Keberadaan mama di rumah memang
sangat kurindukan. Namun, rindu itu yang mengingatkan
tentang betapa gigihnya mama.

92
“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau
berada di luar jangkauan.” Berulang kali aku menelepon
Rafli. Malampun tiba, Rafli tak juga datang. Aku menunggu
di kamar dan hampir tertidur. Suara guntur terdengar.
Sontak, aku bangun dari tidur,
Seseorang menekan bel rumah. “Semoga bukan
penagih hutang, penawar asuransi, pak pos, atau pengemis.”
Do’aku sebelum membuka pintu.
“Kamu siapa?” Tanyaku. “Aku Rafli. Kamu lupa ya?
Akukan udah bilang kalau aku akan datang waktu ulang
tahunmu. Dasar bocah pelupa. Nah terus kok rumahmu kaya
gaada penghuninya gini? Katanya mau ngadain pesta?”. .
Aku bengong dan tiba-tiba saja kepalaku terasa sakit, Setelah
itu, semuanya menjadi gelap. Hari berganti bulan.
“Dear Diary…
Setelah malam itu, Rafli tidak lagi muncul di
kehidupanku. Tidak, namanya bukan Rafli tapi Randi. Aku
gak tau alasannya bohong kaya gitu. Kuakui dia memang
berbuat baik dan membantuku dalam banyak hal. Kuakui dia
berhasil membuatku menganggap dia benar-benar
sahabatku dan orang yang aku suka. Malam itu juga waktu
aku tersadar di rumah sakit, Aku melihat mama, Rafli (aku
belum tau) dan orang yang mengaku sebagai Rafli. Saat itu
juga semuanya diceritakan. Mulai dari SMS di bandara
sampai malam ulang tahunku. Rafli yang selama sebulan
bersamaku adalah Randi, kakak Rafli. Sekarang aku merasa
ingin tahu apa yang ingin Randi sampaikan saat itu.
Alasannya dan banyak hal yang ingin kuketahui. Tapi,
yasudahlah. ”

93
Kututup diaryku dan melanjutkan tugas sekolah yang
menumpuk.
Tiga bulan berlalu, sekarang aku telah naik ke kelas
12. Teman sebangkuku adalah Widya. Seseorang yang ramah
dan lambat laun aku mulai memercayainya. Aku bercerita
padanya tentang Randi.
“Tindakan kamu gak salah Din, semua orang kalau
dibohongin selama itu juga bakalan ngelakuin hal yang
sama. Tapi, kamu perlu mendengar alasan Randi.
Setidaknya, dia selalu melakukan hal baik padamu selama
itu. Pasti ada alasan yang cukup baik juga untuk tindakannya
itu. Kemungkinan Randi merasa bersalah Din sampai
sekarang.”
Kalimat dari Widya membuatku bergetar. Kulihat
genangan air setelah hujan tadi pagi. Air yang akan
mengering dan tidak lagi bersisa karena matahari telah tiba.
Aku berdiri. Mendongakkan kepala ke langit. Langit yang
sangat biru. Tak ada awan. “Baiklah, makasih Wid. Doakan
aku ya!” Aku tersenyum dan berkedip pada Widya.
Sepulang sekolah, Aku menuju rumah Randi. Di sana
ada tukang kebun yang sudah bekerja sejak lama di rumah
Randi.
“Permisi pak, Randinya ada? Saya Dinda temannya
Randi.”
Tukang kebun itu melihatku dan kembali memotong
rumput. Aku merasa dihiraukan.
“Maaf pak, tolong jawab pertanyaan saya. Ini penting,
saya harus bertemu Randi sekarang”

94
“Mau apa neng ketemu Randi? Sekarang, sudah
terlambat..”
“Maksud bapak apa?” Wajahku mengerut.
Kugenggam tas selempangku dengan erat.
“Mas Randi sudah gak ada di sini. Ba..”
“Yasudah pak, terima kasih”
Si tukang kebun menggeleng-gelenggkan kepalanya
dan kembali bekerja.
Aku berjalan dengan kepala menunduk. Kakiku
terasa berat. Tidak lama kemudian aku berjongkok. Kulipat
tanganku dan kuletakkan di atas lutut. Setelah itu,
kusandarkan kepalaku di lipatan tangan. Jalanan kompleks
sedang sepi sore itu. Mataku memerah. Lalu, tetes demi tetes
air mata mengalir.
Sejuta penyesalan memenuhi dadaku. Sesak sekali.
Aku mencoba bangkit dari posisiku. Lalu, kuangkat
kepalaku. Bersama cahaya jingga dari matahari yang
terbenam. Aku melihatnya. Dia sedang jongkok tepat di
depanku. Dia memakai kemeja putih. Aku mengucek
mataku. Berkedip dan memastikan.
“Randi, kamu Randi?”
“Kamu ngapain nangis?”
“Kamu randi? Dari tadi kamu di sini?”
“Iya. Gak usah nangis.”
“Maaf”
Semuanya berakhir bersama matahari yang telah
tenggelam.

95
Epilog:
Alasan Randi berbohong, karena Rafli lupa soal
Dinda. Padahal, Randi tau kalo Rafli punya janji sama Dinda.
Karena Randi tau hal itu, dia menggantikan rafli selama
sebulan.
Malam itu juga, Randi yang ngasih tau ke Rafli kalau
Dinda ulang tahun. Saat itu, mobil Randi mogok padahal dia
berencana ngasih tau semuanya ke Dinda.
Dan di akhir cerita maksud si Tukang kebun, Randi
itu lagi pergi keluar buat beli makanan. Randi
menertawakanku karena hal itu. Aku pun berjanji akan lulus
SMA dengan nilai bagus agar bisa satu universitas dengan
Randi. Biarlah, kami bersahabat hingga waktunya nanti.

96
Biografi Penulis

Gadis manis berhijab ini bernama lengkap Nesa Ulfi


Astuti dengan nama pena UNA. Gadis yang akrab di sapa
Nesa ini adalah sosok yang murah senyum dan ramah pada
guru dan teman-teman di sekolah maupun di rumah.
Memiliki ketertarikan dalam dunia kepenulisan terutama
cerita pendek dan karya seni lainnya. Selain menulis, siswa
kelas XI IPA SMAN 1 Balikpapan ini sangat menyukai
pelajaran Bahasa Inggris yang menurutnya sangat penting
untuk di kuasai. Bersama timnya, Nesa pernah mengikuti
lomba debat antar kelas yang mengantarkan dirinya menjadi
juara ke-32 saat itu. Kepercayaan dirinya terus bertambah
semenjak dia bergabung dalam Komunitas MEMBACA DAN
MENULIS SMANSA (RW.COM). Untuk itu, Nesa sangat
berterima kasih kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW,
orangtuanya, Ms. Dayang, Bu Andel dan semua guru
SMANSA yang telah membimbing dan mengarahkannya
hingga bisa menelorkan karya cerpen ini. Semoga Allah SWT
melimpahkan rahmatNYA kepada kalian semua. Amiin.

97
Oleh: Elvira Linda Sihotang
Siswa Kelas XI IPA Sman 1 Balikpapan

ku memaksa kaki ku melangkah dengan santai.


Gerbang sekolah semakin dekat, dan karena semakin
dekat itulah, aku mulai merasakan jantungku
berdegup tak teratur. Hari ini cerah sekali, berkebalikan
dengan suasana hatiku yang sudah mendung sejak 2 hari
lalu. Sayangnya, keceriaan langit hari ini agak overdosis,
karena setelah aku memperhatikan lebih lanjut, langitnya
terlalu berwarna biru tua, dan kehangatan matahari yang
biasa aku rasakan setiap pagi, untuk kali ini tidak seperti
harapanku. Agak panas, sampai aku sudah keringatan pagi-
pagi.
Padahal kalau boleh jujur, hari ini aku berharap
mendapatkan cuaca dan keadaan yang sangat buruk.
Hujan,misalnya, kalau boleh disertai guntur, petir, dan kilat.
Bahkan kalau bisa sampai banjir sekalian, biar sekolah pun
terendam, dan terjadi pengumuman mendadak, kalau siswa

98
diliburkan. Aku memandang koridor sekolah jauh ke depan,
masih banyak siswa diluar kelas. Kelasku tinggal melewati
koridor ini, dan belok ke kanan, tapi aku berharap lagi
seandainya kelasku lebih jauh lagi, sehingga aku bisa
memperlambat langkahku dan terlambat masuk kelas, tak
peduli aku akan dimarahi dan diceramahi leh guru Fisika itu.
Asal aku tidak memiliki waktu untuk mengobrol dengannya
pagi ini. Apapun kulakukan. Dengan sahabatku, atau
mungkin dengan seseorang yang ternyata adalah bagian dari
keluarga ku.
Rasanya aku ingin tersedak setiap kali mendengar
pernyataan itu terlontar dari mulut Mama. Sudah 2 hari aku
uring-uringan tidak bisa tidur kalau aku mengingatnya. Aku
membetulkan pandanganku lurus ke arah depan yang sedari
tadi menunduk. Tanpa kusadari aku sudah sampai tepat di
samping pintu kelas
“Dheaaaaaaaaaa!” Gita sudah berteriak sekarang,
wajahnya kelihatan girang sekali, 180o berlawanan dengan
raut wajah ku yang didalamnya sedang kusut, dan kecewa.
Aku melihatnya dari ujung rambut hingga kaki nya.
Cewek ini, yang sudah hampir 7 tahun menjadi sahabatku,
dikabarkan secara tiba-tiba 2 hari lalu oleh Mama adalah
kakak kandungku. Kabar itu secara tidak langsung membuat
moodku sangat tidak teratur. Khawatir, tidak percaya, dan
bingung sekali. Aku takut melihatnya besok di sekolah. Aku
mengetahuinya sebagai kakak ku, tapi dia sama sekali tak
mengetahui kalau aku adik nya. Dulu sekali, saat SD, kami
sering bermain saudara-saudara an, permainan yang kami
ciptakan sendiri, dan Gita sering meminta ku menjadi kakak

99
nya. Aku mengingat jawabannya saat aku misuh-misuh
menanyakan mengapa tidak ia saja yang menjadi kakaknya?
Saat itu,Gita berkata: “Aku sering menangis, dan kau jarang
sekali menangis, waktu itu kau tidak menangis saat ayahku
memarahi kita bermain hujan, jadi kau harus jadi kakak ku.”
Kabar itu juga membuatku merasa tertusuk dan sangat
kecewa, Kenyataan bahwa selama ini aku bisa melihat
ayahku namun tidak mengetahui bahwa ia ayahku bukanlah
hal yang menyenangkan. Dan parahnya lagi, Ayah ku adalah
ayah sahabatku.
Aku duduk di bangku sampingnya. Dan berjuang
keras mengatur nafas ku yang berat sekali, juga pura-pura
memasang tampang yang berkata “Lama-lama gue harus ke
dokter THT, gara-gara kesakitan dengarin teriakan loe tiap
hari”. Seolah tidak ada hal lain yang kupikirka. Ia melakukan
cengiran yang lebih lebar dibanding biasanya. Berarti ada
sesuatu yang ingin ia beritahu dan ceritakan.
“Apa lagi?”kataku sambil melipatkan tangan di depan
rongga dada bawah.
Ia tidak menjawab melainkan membuat senyuman di
wajahnya semakin mengembang yang membuatku menjadi
heran. Nih anak, ada apaan ya? Eh, gak sopan kali ya? Dia
kan kakak gue. K-A-K-A-K. Kakakku ini kenapa,ya? Aku
merasa masih canggung melihatnya, yang berputar
mengelilingi semua saraf otakku hanyalah kata-kata: “Gita
itu kakak mu”
“Hari ini aku senang bangetttttt” katanya dengan
lagi-lagi mengumbar senyum yang semakin melebar.
“Tumben bisa senang. Lagi kenapa memangnya?”

100
“Aduh Ya, guee seneng banget. Serius deh” Ia berkata
sambil memejamkan matanya dan membuat senyuman lagi
yang mungkin lebarnya sudah melebihi telinga. Sedetik
kemudian dia mencubit lenganku dengan keras
“Eh eh, sakit Git, apaan sih pake nyubit-nyubit
segala”Aku meringis keskitan sambil melengkungkan bibirku
ke bawah
“Ih, gemes gue,Ya”
“Ada apaan sih Git? Kamu ah hobinya buat orang
penasaran”
“Ku ceritain pas istirahat aja Ya, udah mau masukan
nih. Eh kita ulangan Fisika kan? Gue belum belajar lagi.
Hehe” Katanya sambil cengar-cengir lebar lagi dihadapanku.
Kakakku ini sedang kerasukan apa ya? Baru kali ini dia bisa
nyengir karena belum belajar, biasanya juga udah pucat
duluan.
Gita mengajakku pergi ke taman belakang, taman
yang anehnya tak akan masuk nominasi di daftar Gita yang
berjudul “Tempat yang disarankan baik untuk mengisi waktu
istirahat di kelas” . Taman ini agak jauh dari kelas, dan
sayangnya taman ini berada dekat kelas Adrian. Jadi kami
harus melewati kelas Adrian tadi. Untungnya, Adrian tak ada
di kelas. Hufft,Selamat!
Astaga,tunggu.. Taman ini benar-benar dekat kelas
Adrian?
Baru saja aku mengalami mimpi buruk, dan sekarang
aku harus mengalaminya lagi.
Adrian? Sudahlah, dia hanya temanku yang baru
sebulan pindah kelas. Ya,teman.

101
“Aku.... “ serunya panjang sambil menarik napas dan
menahannya. Aku menjadi tak sabaran.
“Kamu kenapa? Kasitaunya lama amat” Mataku
menangkap roman wajah dan matanya yang sudah dari tadi
meyakinkanku bahwa ia tertimpa suatu hal yang baik.
Bahkan mungkin sangat baik, sampai ia tak berhenti
tersenyum sejak dari tadi pagi.
Ia menutup matanya dan mengembangkan
senyumannya, juga kembali melakukan ritual barunya pagi
ini: Menarik nafas!
“Ih Gita, lama amat” desakku tak sabar. Jantungku
sekarang mulai bermain irama ringan didalam. Kok aku
sampai deg-degan ya? Berlebihan amat ah,Ya. Aku berusaha
menenangkan diriku, namun usahaku gagal 100%.
“Oke...oke. Engg.. Kamu ingat Adrian,Ya?” Ia
menatapku serius sekarang, dan aku merasa ada yang tidak
beres. Buat apa Gita nyebut nama Adrian di sini?
“Adrian yang dulu sekelas kita kan? Ya ingatlah”
Intonasi yang terdengar dalam bicaraku sangat santai,
apalagi aku menambahkannya dengan senyuman. Tapi sekali
lagi, sudah mulai ada sesuatu yang menekan dadaku
sekarang. Oh,shit! Aku sudah mulai berkeringat dingin. Ke
mana arah pembicaraan ini sebenarnya berlanjut?
Sementara aku masih menenangkan jantungku yang
masih berpacu tak teratur, aku melihat Gita tersenyum pada
seseorang ke seberang taman. Berhubung rasa ingin tahu ku
tinggi, aku iseng mengikuti arah pandangannya juga, dan
mendapati Adrian juga sedang tersenyum dibalik kaca
jendela yang terbuka, namun tiba tiba dengan cepat ia

102
langsung berbalik badan ketika aku ikut menoleh juga. Aku
menghadapkan wajahku ke Gita saat itu meminta penjelasan
secepatnya. Gita hanya tersenyum saja, lalu mulai ada tanda-
tanda ia membuka mulut
“Gue jadian sama Adrian. Kemarin Malam” 6 Kata itu
diucapkan secara tegas namun dalam pembawaan yang
bahagia oleh Gita.
Aku diam saja seperti patung. Tubuhku terasa kaku
dan dingin mendengar kalimatnya itu. Jantungku berdebar-
debar dengan irama yang acak-acakan. Sepertinya darah
dalam pembuluh ku juga langsung membeku.
Rupanya hari ini aku menyadari sesuatu
Langit cerah itu mengingatkanku.
Ternyata ia sedang bahagia sekarang. Hari ini, ya hari
ini, aku menengar kabar baik dari sahabatku. Oh bukan.
Dari Kakakku, maksudnya.
Mulutku terasa tersumbat oleh sesuatu saat aku ingin
menguntai senyuman lebar dan mengucapkan selamat. Aku
tak berhenti melhatnya dengan seksama, berharap mataku
bisa menemukan kepastian berita itu darinya. Nihil. Posisiku
diam statis dan ia masih tak bisa berhenti tersenyum. Kakiku
masih terasa mati rasa.
Aku harus tersenyum sekarang. Harus. Kalau langit
saja menyetujui hubungan itu, bukankah itu pertanda baik?
Karena langit pun berbahagia untuk hari ini.
“Hei, kok diam aja Ya? Pasti kaget ya, karena kamu
gak nyangka kan cowok pendiam seperti Adrian bisa
menembakku?
Jantungku tak bisa diajak sedikit kompromi dari tadi.

103
“Eh.. iya sih,bener tuh. Kok bisa sih Git? Kamu apain
dia?”Aku manggut-manggut, dengan cengiran yang tidak
jelas sambil melihat ke arahnya dan memasang wajah yang
berkata “Seriuss??? Wah, kamu hebat juga. Selamat ya. Aku
ikut senang”
Sepertinya aku harus belajar dari Adrian. Bagaimana
mencari sesorang yang baru dengan cepat?Bahkan begitu
cepat. Hitungannya hanya 2 minggu. Kenapa ya dia tidak
memberitahu ku bahwa sahabaku itu adalah New Crush nya?
Setidaknya mungkin aku bisa membantu. Mungkin, jika ia
tetap berpikir seperti itu.
Diam diam, saat sekelas dulu, di waktu yang sudah
agak lama berlalu dari saat sekarang, keadaan pernah
mengizinkan aku dan Adrian membuat suatu hubungan.
Hingga saat dia mengakui perasaannya itu, dan aku tidak
mengetahui bahkan mengerti. Tentang apapun yang harus
kulakukan untuk merespon perkataannya.
Syukurlah, kakakku tidak mengetahui apapun
tentang hubungan yang pernah aku dan Adrian buat. Dan
dia sama sekali tak perlu tahu. Lagi pula cerita ku dan Adrian
sekarang tidak akan berguna lagi. Tidak berguna untukku
dan untuk Adrian.
Kali ini aku benar-benar bersyukur karena kegiatan
ekskul ku dimajukan hari ini, sehingga aku bisa pulang tanpa
Gita. Aku masih bisa mempersiapkan hatiku jika mendengar
dia bercerita dengan Adrian nanti. Setidaknya, beberapa
minggu ke depan,aku bertaruh bahwa topik yang dia
ceritakan akan dan pasti selalu sama: Adrian

104
Aku menyempatkan diri ke taman dekat lapangan
sebelum pulang, dan duduk sejenak di bangku yang tesedia.
Ternyata taman juga masih ramai, batinku. Aku menatap ke
arah wastafel, mengingat sesuatu lagi. Entah kapan, Aku
pernah menungguinya sambil menggerutu tak jelas ketika
dia mencuci tangan karena tangannya terkena cat poster, dia
hanya tertawa dan makin menbuatku kesal karena sebentar
lagi guru masuk namun dia masih memainjakan tangannya
yang sudah bersih di air. Akhirnya, aku memang berjalan
duluan, dan sampai menaiki tangga pun, aku belum
menemukan dia menyusulku. Dia nyuci tangan atau ngapain
sih, lama amat, batinku saat itu. Hampir sampai di lantai
atas, langkah seseorang menyejari langkahku, dan orang
tersebut menoleh ke arahku. “Jangan cemberut terus dong.
Cieee tadi aku ditungguin” Aku meliriknya. Dasar Adrian
nyebelin. “Bu Lia juga datangnya 15 menit lagi, beliau ada
urusan” Aku senang mendengar kabar itu, akhirnya ada
kesempatan untuk tidak mendengarkan ceritanya yang
segudang tentang liburannya di luar negeri. “Ih, masih
cemberut aja, ngeri amat Dhea” Aku tak bergeming, sesekali
aku ingin tahu rasanya mengusili cowok. Aku meliriknya
lagi, ia sedang mengeluarkan sesuatu dari sakunya “Buat
kamu nih, biar bisa senyum lagi” Deg! Aku melihatnya. Dia
memberiku cokelat. Hatiku girang bukan main. Astaga, dia
baik banget, senyumnya udah dong, kalau nanti pipi ku
merah, kan aku ketahuan aku suka sama kamu.. Aku
tersenyum tipis mengingat nya, dan segera menghamburkan
lagi ingatan itu, ini bukan saat nya lagi. Aku melihat ke
segala arah sambil menghela nafas, dan secara tak sengaja

105
aku menoleh ke belakang, dan Adrian sedang duduk di
bangku disana, pemandangan itu tak terasa asing atau perlu
dijeaskan, tapi dia melihatku saat beberapa siswa yang
sedang berjalan bersama tengah menghalanginya. Aku
menyipitkan mata, dan setelah siswa-siswa itu lewat dan dia
menyadari bahwa ake menangkapnya sedang melihatku, ia
kembali mengarahkan pandangannya ke kertas di papan
scanner nya dengan cepat, dan aku kembali menunduk
setelah melihatnya balik untuk beberapa saat.
Itu Adrian? Kok tadi.. kenapa... kenapa dia melihatku
ya?
Hadeh. Itu hanya perasaanku. Perasaan bodoh!
Aku memutuskan untuk pulang dari taman ini.
Suasana hatiku pasti sama berantakannya sama wajahku.
Dan memerlukan beberapa perbaikan untuk membuatnya
kembali segar
Aku mengingatnya dengan jelas sekarang saat aku
melihat wajah kakakku tadi. Saat Adrian mengantarku
pulang sore itu, selepas mengerjakan tugas kelompok kami,
kemudian ia menelpon ku malam itu, tepat setelah tugas dan
belajarku selesai semua, dan aku membatin “Ngapain
ya,sekarang?” Percakapan di telepon itu bahkan berlangsung
selama 1 jam lebih, mengalahkan semua durasi telepon yang
pernah aku lakukan, tanpa obrolan yang penting dan jelas,
kemudian teleponnya terputus tiba-tiba. Entah apakah
pulsanya habis atau tidak. Ia hanya tersenyum setiap aku
menanyainya dan berkata “Enggak Dhea”. Ia memang tak
mau memberitahunya.

106
Jadi sekarang aku tahu, bahwa segalanya sudah tak
terasa spesial lagi di mata Adrian, tentang apapun itu. Dan
aku harus percaya. Bahkan yakin sepenuhnya. Semuanya
sudah berbeda saat ini baginya. Tidak ada lagi yang namanya
: Adrian & Dhea. Sebentar lagi ia akan menghapusnya,
bahkan mungkin stip nya sudah berada di dekat kertas itu.
Yang paling menyakitkan dan benar benar bodoh,aku
bisa mengingat semua kata pengakuannya dengan baik
padaku bulan lalu. Ia menelponku, dan mengirimku pesan..
Malam di mana kami melakukan komunikasi kira-kira
hampir 7 jam.
Syukurlah, dia sudah tidak sekelas denganku lagi.
Aku tak ingin membayangkan aku berada dalam satu kelas
dengan Adrian, dan Gita. Pemindahan Adrian ke kelas lain
seminggu lalu sangat menolong keadaan ku sekarang,
sehingga aku tidak perlu repot-repot untuk memasang
topeng kepadanya saat mengabarkan kabar itu. Yup,
Everything happens for a reason. Kuakui sekarang aku makin
cinta mati sama ungkapan tersebut.
Sekarang semuanya masih terlihat baik-baik saja.
Semoga keadaan ini tidak berubah untuk besok, dan besok
nya lagi.
Tak apa, dengan begini, aku melihat 2 pihak yang
berarti dan pernah berarti untukku bisa bahagia bersama.
Aku harus belajar dan membuat perencanaan sekarang,
bagaimana langkah langkah untuk menerima semuanya
dengan ikhlas dan merelakannya dengan tulus. Oh,tidak,
tidak. Sepertinya aku salah, aku memilki ritual yang sangat
sederhana setiap kali hal semacam ini terjadi. Bukannya yang

107
perlu dilakukan hanyalah menghapus nomor,SMS, dan chat
history di HP ku? Semuanya sudah kulakukan beberapa
menit lalu. Semuanya akan baik-baik saja. Ya,itu pasti.
“Hasisssshhhh, kenapa berhenti sih? Hujannnn
dongggggg” Aku berteriak mendongak ke langit sambil
menahan dadaku yang masih sesak. Baru 5 menit aku
berpikir aku bisa merasa lega karena hujan akan turun
“Woyyyyyy, hujannnnnnnnnnnnnn lagiiiiiiiiiiiiii
donggggggggg” Mataku mulai berkaca-kaca. Gawat! Aku
mengatur nafas lagi, tapi sepertinya rongga dadaku memang
sudah kepenuhan udara. Please, jangan nangis. Jangan
Nangis,Ya.
“Kamu udah kayak orang gila teriak-teriak ke langit”
Evan,sepupuku berjalan pelan dari arah pintu ke arahku.
Gaya nya masih sama dari dulu ketika berjalan:Memasukkan
tangan ke saku samping celananya, dan menaikkan salah
satu alis sambil tersenyum. Dia kira dia keren. Hedehh!
“Ngapain kamu datang ke sini?” Kataku (sok) nggak
butuh. Padahal hubungan kami sangat dekat, sampai kami
selalu berbagi cerita dan rahasia masing-masing. Bahkan
sedari tadi aku memang berharap bisa bercerita dengan
Evan, kalau-kalau dia menelpon atau SMS, atau mungkin ke
rumah ku juga. Akhirnya, salah satu dari harapanku itu
terwujud.
Sekarang aku duduk sambil memeluk kedua lututku,
dan menoleh kearahnya yang juga sudah duduk
disampingku.
“Kenapa? Kamu mau cerita soal Adrian kan? Malam
kemarin dia nembak si Gita, kamu kaget si Gita udah

108
deklarasiin hari jadinya,padahal kamu ngerasa mereka gak
ada hubungan. Kamu mau cerita itu? Basi. Aku udah punya
semua cerita lengkapnya”
Dasar manusia satu ini.
“Bukan” nada bicaraku terdengar mengejek bahwa
jawabannya salah, walaupun hal itu masih termasuk yang
mau keceritakan di bagian yang paling terakhir. Kemudian
aku melanjutkan.
“Gita itu kakak ku. Orang yang ngebesarin dia selama
ini itu Papaku. Singkatnya kamu tahu?” Kataku sambil
menoleh padanya. Aku menarik nafas panjang, lalu
mengeluarkannya ketika aku sudah mulai sesak.
“Aku satu keluarga dengan Gita, ternyata Mama Papa
cerai waktu kami berusia 3 tahun. Papa bawa Gita ke
Singapura, dan Mama sama gue ke Australia. Mereka
memang punya rencana untuk menghapus ingatan masa
kecil ku dan Gita dengan perpisahan sementara itu. Kata
Mama aku dekat banget sama Gita dulu. Terlalu dekat
malah, sampai aku nangis hampir 4 hari gara-gara gak
ketemu Gita. Gita ternyata begitu juga. Kita sama-sama
menangis, kata Mama. Tepat 6,5 tahun aku berada di
Australia kalau saja Papa tidak menelpon bahwa mereka
sudah di Indonesia. Untungnya, Hubungan Mama dan Papa
bisa terjaga dengan baik. Lalu aku dan Mama kembali lagi ke
Indonesia. Rumah kami tidak terpaut jarak yang panjang,
walaupun tidak begitu dekat juga.”
“Masuknya aku ke SD yang sama dengan Gita waktu
kelas 5 semester 2 dulu itu juga masuk dalam rencana
orangtua. Mencoba mendekatkan kami lagi dalam keadaan

109
yang sudah berbeda total, kata Mama. Mereka betul. Aku
memang tak mengenali Gita. Tak lama harapan mereka
sangat sukses terwujud, walaupun di awal-awal nya kami
sempat bermusuhan. Kau tahu penyebabnya?”
“Kita sempat saling menyindir ketidaklengkapan
keluarga kita masing-masing. Dulu karena aku bilang dia
tidak punya Mama, dan dia membalas bahwa aku tidak
memiliki Papa”Aku tersenyum dengan wajah pucat, tapi
energiku masih cukup banyak untuk terus bercerita
“Tapi karena itu juga kami bisa semakin dekat hingga
akhirnya bersahabat. Waktu itu aku merasa senang sekali,
sampai saat usai pulang sekolah aku tidak menunggu
dijemput Mama, aku langsung menaiki angkutan umum.
Sampai di rumah, aku mengajak Mama bercerita di tenda
kecil yang kata Mama lagi tempat itu sering aku dan Gita
sebut “Markas Rahasia” . Tenda itu sudah dibuat lebih besar
sekarang,Van. Waktu itu aku ingat betul ekspresi mama saat
aku menceritakan tentang Gita. Aku bingung kenapa mama
menangis sambil tersenyum. Belakangan ini aku baru tahu,
pasti beliau tidak menyangka bahwa semuanya bisa
terangkai dengan sangat baik. Ia tidak mengetahui bahwa
ternyata orang yang bisa mengisi kekosongan hatiku masih
Gita. Sejak kecil. Cerita hidup kok dramatis gini sih,Van?”
“Telat lagi ah. Gue juga udah tau itu” Aku menoleh ke
arahnya dengan tatapan tajam dan cepat. Anak satu ini
selalu tahu saja sebelum aku cerita, apa dia menguntit ku?
“Barusan Mama mu cerita. Tapi aku cuma tahu Gita
dan Papanya itu satu keluarga sama kamu. Itu doang. Yang
lainnya tadi, baru aja kudengar karena kamu cerita”

110
“Dan tiba-tiba di sekolah, ada berita lagi,Van”
Aku melihat Adrian melirikku dengan wajah sedih.
Baguslah, itu pertanda baik dia masih punya perasaan.
Namun,aku masih menatap lurus ke depan
“Lengkap kan,Van?”
“Entah, si Adrian sebenarnya belum sepenuhnya
move on dari kamu tuh”
“Apaan sih,Van? Sok tahu banget”
“Pelarian kali ke Gita”
Aku kaget dengan kalimat itu dan langsung
menghadapkan wajahku di depan wajahnya sambil
membulatkan mata ku.
“Maksudmu? Dia cuma mainin Gita?”
“Yaelah santai aja dong Ya. Tadi kan mancing aja”
katanya sambil tersenyum lebar dan menunjukkan deretan
giginya yang putih sekali. Aku mendengus, tersadar bahwa
dia hanya mengerjaiku.
“Kayak gini nih Ya. Adrian memang bukan orang
yang susah buka hati, tapi dia termasuk orang yang butuh
waktu lama ngeberesin semua kenangan-kenangannya. Dia
jadian sama Gita bukan untuk pelarian. Dia memang mau
jadian, berhubung kenangannya sama kamu sudah mulai
berhasil dia lupain. Gak peduli sekecil apapun atau bagian
mana yang bisa dilupain. Seiring dia pacaran, maka dengan
itulah kenangan mu sama dia bisa lebih mudah dilupain.
Yah,menurut observasi sih”
“Gimana pun juga, kamu tahu aja lah, kamu itu yang
pertama buat Adrian. Bayangin aja deh. Dia ngalamin masa

111
galau yang kritis beberapa waktu lalu. Gila-gilaan lah Ya, tapi
sorry ini privasi nya. Jadi kamu gak bisa tahu lebih lanjut”
Aku berbalik menatapnya. Memikirkan suatu kalimat
”Jadi, dia memang suka sama Gita?” Sudahlah, aku tak ingin
mendengar jawabannya.
Sekitar pukul 19.35, aku sudah memasuki kamarku
dan menyalakan AC. Padahal hari ini cuacanya dingin sekali.
Tapi entahlah, aku sedang ingin dingin-dinginan.
Aku menghempaskan badanku di tempat tidur dan
hanya berbaring lemas, tak tahu kegiatan apa yang harus
dilakukan malam ini. Seandainya saja aku tak terlalu cepat
menyelesaikan tugasku minggu lalu, aku masih memiliki
sesuatu untuk kukerjakan untuk mengalihkan semua ini.
Aku mencuri pandang ke arah meja di mana HP ku
diletakkan. Lama aku menatapnya, tapi HP itu tetap tak
sadarkan diri. Ucapin selamat gak ya, ke Adrian?
Aku mengerjap-ngerjapkan mata dan melihat ke arah
langit-langit dinding. Ingin memikirkan yang lain. Besok
Hari Minggu. Biasanya aku menginap di rumah Gita. Besok
aku melihat Papa. Besok ngapain ya sama papa dan kakak?
Aku nginap gak ya?
Aku menghela nafas sebentar
Papa? Aku kan manggilnya “om”, bukan papa.
Sejujurnya, lidahku masih kelu berkata “Papa dan
Kakak” Kepalaku celingak celinguk ke kanan-kiri dan
menemukan fotoku bersama Gita di dinding dekat pintu.
Foto itu lengkap dikelilingi bingkai bunga kecil-kecil
berwarna hijau dan biru. Foto dari kelas 5 SD sampai foto
saat kami masuk hari pertama sebagai siswi kelas 1 SMA.

112
Tulisan dibawahnya “Best Friend Forever” , bukan “Best
Sisters Forever”
Dibawah foto itu, aku melihat sebuah kotak
berukuran sedang. Aku beranjak dari tempat tidurku. Ingin
membuka kotak itu. Sudah lama aku tak berani
membukanya. Aku sudah rindu sekali melihat benda
didalam kotak itu.
Aku membuka tutup kotak itu pelan-pelan.
Mengeluarkan isinya satu-satu
3 bungkus cokelat, gambar awan dan hujan yang
belum selesai. 2 lembar foto, Kartu ucapan selamat ulang
tahun, dan minyak telon yang isinya tinggal setengah. Masih
harum.
Semuanya dari Adrian. Bungkus cokelat itu, gambar
awan dan hujan(Karena aku suka melihat awan dan hujan),
foto waktu kami kerja kelompok, kartu ucapan waktu aku
ulang tahun itu, dan minyak telon yang dibelikannya saat
aku pusing.
Aku mengambil minyak telon itu. Menghirupnya lagi.
Kemudian, aku berjalan pelan mengambil HP ku. Membuka
salah satu sosial media di HP ku, dan mengetik “Adrian”
Ruang pembicaraan itu putih bersih, tak ada apapun disitu
dan aku akan mengotori ruang yang baru kubersihkan
disekolah tadi. Tapi ini tidak berarti apa-apa. Mungkin
mengucapkan selamat bukan tindakan yang salah.
“Hai,Adrian. Congratulations ya. And good Night(:”
Aku menekan tombol send, pesan terkirim cepat, dan
tulisan Read langsung muncul tiba-tiba.

113
Secepat itu dia membaca pesan ku? Ah tidak tidak,
mungkin itu hanya kesengajaan dia membuka ruang chat itu
untuk menghapus semua pesan-pesan ku.
Aku memejamkan mata, menarik nafas dalam-dalam.
HP ku bergetar.
“Hai . Gak ada sesuatu yang spesial sedang terjadi.
Ucapan selamat nya buat apa? Good Night too Dhea(:” 1
pesan muncul lagi
“Tapi gak masalah. Makasih ya Dhea. Berdoa dulu
sebelum tidur biar gak mimpi buruk kayak dulu itu. Ok?(:”
Aku tersenyum membaca pesannya. Dia masih sama.
Peduli sekali dengan orang lain. Baru saja aku ingin
mengunci HP, 1 pesan datang lagi menggetarkan benda
tersebut.
“Dhea ini masih sama ya kayak dulu? Hobi baca
koran. Di-read doang. Yang selanjutnya jangan
digituin,Dhea. Oke?”
Aku kembali ke tempat tidur, mencerna kembali
kata-katanya. Dan diam-diam menjawabnya dalam hati.
“Iya Yan. Pinginnya juga aku mau balas pesanmu.
Tapi kan, kita bukan seperti kita yang dulu”
Bagaimana menciptakan kita yang sekarang ya,Yan?
HP ku masih bergetar lagi
“Aturan kalau ketemu aku: 1. Harus senyum dan
nyapa dengan nama,2. Harus senyum dan nyapa dengan
nama, 3. Harus senyum dan nyapa dengan nama. Diingat ya
Dhea”
Udah Adrian. Please. Jangan kirim pesan lagi.
Bukannya semuanya sudah cukup?

114
“Iya iya. Kamu sih cerewet betul_=. Sudah,jangan
begadang terus.”
Adrian dan Dhea yang sekarang hanya 2 individu
yang punya riwayat teman sekelas. Yang saling mengetahui
nama panjang, dan tanggal lahir. Hanya itu. Sesederhana itu
Semuanya sudah kembali normal seperti dulu. Persis
seperti dulu, atau bahkan jika bisa seperti waktu yang lebih
dulu lagi.
Waktu di mana kami hanya mengetahui nama
panggilan masing-masing
Aku mematikan HP ku. Mengganti cahaya lampu,
dan berdoa.
Ku tarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhku.
Kelopak mataku sudah lelah, dan penglihatanku mulai
remang-remang. Aku memeluk guling dengan erat.
Sepertinya cuaca bertambah dingin. Minyak telon tadi masih
berada dalam genggamanku. Mungkin akan berguna jika
tiba-tiba aku merasa pusing atau terlalu beku. Aku
membalikkan badan menghadap jendela, merasakan ada
sesuatu yang jatuh jatuh. Berusaha mendengar. Suara itu
terdengar lebih keras hingga rasanya di atas kepalaku akan
dijatuhi juga. Suara itu bersahut-sahutan sampai akhirnya
aku mengintip dan cahaya terlihat dilangit. Berkilat-kilat
menemani air yang jatuh. Aku sadar akhirnya. Saat ini
sedang hujan. Suasana yang kuharapkan dari tadi muncul
tapi malah datang saat aku sudah terlelap. Aku menutup
mata lagi. Hujan itu membuatku semakin nyenyak.
Sepertinya ia menjadi penutup untuk cerita hari ini.
Kalau saja hujan ini bisa bertahan semalam.

115
Dan keeseokan harinya aku melihat pelangi.
Saat itu aku bisa percaya bahwa masih ada
kemungkinan untuk berharap
Untuk semua hal yang baru ini dan untuk satu hal
yang sudah berakhir.
GoodNight,Git
GoodNight, Pa
GoodNight,Yan
Aku mengerti kalau memang sudah banyak perubahan
yang terjadi di antara kita.

116
Biografi Penulis

Elvira Linda Sihotang lahir pada 1999,


tepatnya tanggal 24 Juli disebuah kota
bernama Balikpapan. Tahun 2015 ini akan
genap berumur 16 tahun. Merupakan anak
pertama dari 2 bersaudara, yang terpaut 3
tahun dari pasangan J.Sihotang dan A.
Simbolon. Sekarang masih berdomisili di
Balikpapan, tepatnya di Jl. Brantas Rt 36 No.53 Km3.5.
Pendidikannya tengah berada di SMA Negeri 1
Balikpapan sebagai kelas 10 dan berstatus sebagai Alumni
SMP Negeri 6 Balikpapan. Di SMP dulu, pernah tergabung
dalam Spanam Choir yang meraih prestasi tertinggi sebagai
Juara 2 se Kalimantan-Timur. Pada dasarnya memang
menyukai dunia tulis menulis sejak kecil (Selain itu
menyukai Novel berseri Harry Potter)dan menyukai Biologi
serta Kimia. Tokoh Inspirasinya bermacam-macam karena
masih labil, mulai dari Taylor Swift, J.K Rowling,Albert
Einstein, Bill Gates dan yang baru baru ini Steve Jobs.
Walaupun belum mengetahui apa yang dicita-citakan, ia
berminat melanjutkan untuk masuk ke Universitas
Indonesia.
Sangat terbuka untuk mengobrol lebih lanjut lewat
elviraalinda@gmal.com, Sampai ketemu lagi di cerita
berikutnya!^^

117
Oleh: Stevefanus Yanli
Siswa Kelas XII IPA Sman 1 Balikpapan

*70% berdasarkan kisah nyata


ayang, aku pergi kerja dulu ya.”
“Baik, pa.”
Shawn Strings, seorang polisi yang baru saja
menikah dengan Lisa Strings, seorang perempuan yang
bekerja sebagai jaksa yang sedang menantikan kelahiran
anaknya yang sudah dikandungnya selama 2 bulan. Mereka
berdua berumah tangga dalam kehidupan yang mewah dan
kaya karena pekerjaan mereka berdua yang memang
menjamin bagi kehidupan mereka. Dan saat ini, mereka
berdua sedang bekerja sama dalam menyelesaikan masalah
pengedaran narkoba yang sedang merajalela di kotanya,
Shawn yang menangkap dan menyelidiki semua pengedar
narkoba yang tertangkap sedangkan Lisa menjadi Jaksa yang
menuntut dan membantu hakim mengadili setiap pengedar
narkoba yang disidang di dalam pengadilan.

118
Malamnya, di rumah keluarga Strings,
“Lagi-lagi pengedar narkoba yang gila uang
menyeludupkan satu kilogram ganja Lewat sekotak paket
yang dikirim lewat sebuah jasa pengiriman.” Kata Shawn,
“Memang banyak pengedar narkoba yang beralasan
kalau uang yang didapatnya dari hasil penjualan narkoba
digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya” Kata
Lisa,
“Tapi tetap saja, pengedaran narkoba merupakan
tindak kejahatan. Apapun alasannya.” Balas Shawn,
“Itu benar, Polisiku. Sekarang, kita makan malam
yuk!” Ajak Lisa,

5 bulan kemudian, di rumah keluarga Strings


“Pa, sepertinya hari ini merupakan hari kerja
terakhirku sebelum aku cuti sampai 3 bulan kedepan, aku
ingin mengambil cuti. Setelah itu, aku akan melanjutkan
pekerjaanku. Anakmu sudah tidak bisa diajak berkompromi
lagi, aku sepertinya butuh istirahat.” Kata Lisa,
“Baiklah, kalau memang begitu keadaannya. Kamu
beristirahat saja di rumah.” Kata Shawn,
“Terima kasih, Aku mencintaimu.” Kata Lisa,
“Aku mencintaimu juga.” Balas Shawn,
Di kantor polisi,
“Shawn, di pelabuhan, tertangkap tiga orang pemuda
yang menyeludupkan kokain lewat seekor anjing. Mereka
berpura-pura memelihara anjing itu untuk membawa kokain
kepada pengguna narkoba di kota kita. Aku berharap kamu

119
menangkap mereka dan membawa mereka kesini.” Kata
Mordekhai, seorang kepala polisi,
“Bagaimana bisa seekor anjing dijadikan sebagai
media pengiriman narkoba, pak?” Tanya Shawn,
“Mereka memaksakan anjing mereka untuk menelan
kokain. Lalu, setelah sampai di tempat tujuannya, mereka
akan membedah perut anjing tersebut dan mengeluarkan
kokainnya. Sayangnya, saat di kapal, anjing mereka mati dan
saat diselidiki, didalam anjing tersebut terdapat kokain dan
mereka bertiga terduga sebagai pelakunya.” Jelas Mordekhai,
“Parah sekali. Baik, saya akan ke sana pak.” Kata
Shawn,
Setelah Shawn menangkap ketiga tersangka tersebut
ke kantor polisi, ketiga tersangka tersebut di bawa ke
pengadilan untuk diadili atas tuduhan mengedarkan barang
terlarang. Di pengadilan,
“Jadi, kalian bertiga terjerat kasus yaitumengedarkan
narkoba. Apa yang menjadi alasan kalian melakukan hal
ini?” Tanya sang hakim,
“Kami hanya ingin mencukupi kebutuhan hidup
kami pak. Hanya ini yang bisa kami jadikan sebagai bisnis
untuk kelangsungan hidup kami.” Balas salah seorang
tersangka,
“Tidak ada alasan! Apakah cuma narkoba yang bisa
kalian jadikan sebagai bisnis? Masih ada beribu benda yang
kalian bisa jadikan bisnis! Bukan benda haram yang
menyesatkan orang itu!” Kata Lisa, sebagai seorang Jaksa,
“Tapi, hanya itu yang bisa kami bisniskan. Karena
narkoba yang kami dapat untuk dibisniskan lebih mudah

120
dicari dibandingkan barang-barang lain.” Kata salah seorang
tersangka,
“Memang dari mana kalian bisa mendapatkan
narkoba tersebut? Bukankah narkoba malahan menjadi
barang yang susah diedarkan apalagi digunakan
sembarangan?” Tanya Lisa,
“Ada seorang bandar narkoba yang menjadi atasan
bagi kami, kami hanyalah anak buahnya.” Jawab salah
seorang tersangka,
“Siapa bos kalian?!” Tanya Lisa,
“Kami tidak tahu jelas, yang pasti dia tinggal di kota
ini.” Balas mereka,
“Baiklah, terima kasih atas infonya.” Kata Lisa,
“Jadi apakah kami akan dibebaskan? Kan kami sudah
memberikan informasi tentang keberadaan bos kami.” Kata
mereka,
“Tentu tidak. Keadilan tetap berlaku, kalian bertiga
harus tetap ditahan hingga kasus ini terungkap dengan baik.
Baru kami bisa memutuskan apakah kalian akan dibebaskan
atau tidak.” Jawab Lisa,
Akhirnya, Hakim memutuskan ketiga tersangka
tersebut ditahan dan Lisa memberitahu suaminya yang
sekaligus bekerja sebagai polisi untuk mencari keberadaan
bandar narkoba yang diberitahu oleh ketiga tersangka
tersebut. Di rumah keluarga Strings,
“Jadi begitu ,pa, aku berharap papa dan kawan-kawan
papa bisa menemukan bandar narkoba yang dijelaskan oleh
ketiga tersangka yang barusan mama sudah jelaskan.” Kata
Lisa

121
“Baiklah akan ku coba, tapi kalau tidak ada data-data
atau informasi lebih banyak mengenai bandar narkobanya,
akan susah untuk mencarinya.” Balas Shawn,
“Tidak apa-apa, coba saja semampumu. Ngomong-
ngomong, mulai besok aku cuti ya..?” Kata Lisa,
“Silahkan sayang, aku sangat menantikan kelahiran
anak kita.” Jawab Shawn,
“Terima kasih, sayang.” Balas Lisa,
Selama 2 bulan, Shawn bersama polisi-polisi lain
menyelidiki keberadaan Bandar narkoba yang menjadi
buronan mereka sejak diberitahukan keberadaanya oleh
ketiga tersangka tersebut, tetapi sampai sekarang polisi
belum bisa menemukan bandar narkoba yang dijelaskan
oleh ketiga tersangka tersebut, hingga akhirnya ketiga
tersangka tersebut dibebaskan dari tahanannya selama 2
Bulan. Dan kini tiba saatnya bagi Lisa untuk melahirkan
anak pertamanya, Di rumah sakit,
“Selamat, ibu mendapat anak perempuan.” Kata
seorang dokter,
“Oh! Terima kasih Tuhan. Terima kasih dokter.”
Balas Lisa dengan penuh syukur,
“Selamat sayangku, aku sudah lama menantikan
kelahiran putri kita.” Kata Shawn,
“Ya, sayang, apa nama yang akan kamu berikan
kepada putri kecil kita?” Tanya Lisa,
“Bagaimana dengan Lea? Atau Rahel?” Kata Shawn,
“Lea nama yang bagus, aku akan memberikan nama
tengah… Eliana.” Kata Lisa,

122
“Berarti, nama anak kita adalah Lea Eliana Strings?”
Tanya Shawn,
“Ya, nama yang bagus bukan?” Kata Lisa,
“Tentu sayangku. Kini, aku ingin kamu cepat pulih
sehingga kamu bisa kembali bekerja.” Kata Shawn,
“Tidak secepat itu, polisiku, aku pun belum tentu
langsung bekerja efektif bulan depan, kini aku memiliki
seorang putri yang harus kuurusi.” Kata Lisa,
“Baiklah, tidak masalah. Cepat pulih, sayang.” Ucap
Shawn,
“Terima kasih, pa.” Balas Lisa,
3 Minggu kemudian, terjadi tragedi mengerikan pada
keluarga Strings. Putri mereka, Lea, hilang saat mereka
meninggalkannya di rumah, di mana saat itu putrinya
sedang tidur. Mereka kemudian melapor polisi dan polisi
akhirnya mencari di mana putri mereka berada. Di kantor
polisi,
“Tolonglah! Kalian harus bisa menemukan putriku.”
Pinta Lisa,
“Kami akan mencoba mencarinya sebisa mungkin,
Mohon Lisa harap tenang sebentar ya..” Kata Mordekhai,
Tetapi, sampai 1 minggu anak mereka tidak
ditemukan. Hingga suatu hari, terjadi kasus paling
mengerikan yang pernah ditemukan oleh Shawn, Lisa
beserta tim polisi. Mereka mendapati seseorang telah
membawa bayi Shawn dan Lisa sebagai media pengedaran
narkoba. Mereka mendapati bahwa bayi mereka telah mati,
dan sadisnya, pelaku kejahatan tersebut telah mengeluarkan

123
semua organ tubuh di dalam Lea agar dapat diisi oleh
kokain. Di kantor polisi,
“Astaga! Mengapa harus bayiku yang digunakan!
Dasar penjahat gila!” Kata Lisa sambal menangis bercampur
marah,
“Maafkan kami Lisa. Kami sudah mencoba sebaik
mungkin, tapi sayang hanya ini yang bisa kami dapatkan.”
Kata Mordekhai,
“Memang bagaimana bisa Lea dijadikan sebagai
Media pengedaran narkoba?” Tanya Shawn,
“Jadi, tersangka saat itu hendak berpergian melalui
transportasi udara. Sambil bejalan, tersangka tersebut
menimang Lea yang seakan-akan terlihat sedang tidur. Saat
dia sedang diperiksa, petugas pemeriksa agak sedikit curiga
saat melihat bayi yang dibawanya kelihatan kaku dan saat
diperiksa, ternyata benar bahwa bayi tersebut sudah tak
bernyawa lagi. Isi tubuhnya bukan lagi organ-organnya,
melainkan satu kilogram kokain.” Jelas Mordekhai,
“Memang pengedar narkoba gila!” Kata Shawn,
“Baiklah, sepertinya, besok kita akan mengadili
tersangka tersebut atas kasus pembunuhan dan pengedaran
narkoba. Jadi persiapkan istrimu untuk menjadi jaksanya.”
Kata Mordekhai,
“Baik pak.” Kata Shawn,
Keesokan harinya, di pengadilan,
“Jadi, kamu penjahat yang dulunya sudah
mengedarkan narkoba melalui anjing dan sekarang kamu
mengedarkannya melalui seorang bayi?” Tanya Lisa,
“Benar.” Jawab tersangka itu,

124
“Benar-benar keterlaluan. Apakah kamu tidak
memiliki keperimanusiaan? Bahkan bayipun kamu jadikan
media pengedar narkoba?” Kata Lisa,
“Maafkan saya, bu. Saya hanya menuruti perintah
dari bos saya.” Katanya,
“Siapa bos mu? Aku tidak ingin hal keji semacam ini
terjadi lagi.” Kata Lisa,
“Saya kurang tahu jelas identitas dari bos saya, bu.”
Kata tersangka itu,
“Baiklah kalau begitu. Intinya, kamu terbukti
bersalah atas dua kejahatan. Dan sesuai undang-undang,
pengedar narkoba sekaligus pembunuh bayi harus
dijatuhkan hukuman mati.” Kata Lisa,
“Apa!? Tapi saya hanya menuruti perintah bos saya.”
Kata tersangka itu,
“Saya tidak peduli.” Kata Lisa,
“Lisa, apakah tidak ada hukuman yang lebih ringan
selain hukuman mati? Seperti penjara seumur hidup atau
rehabilitasi? Karena hukuman mati sepertinya tidak akan
menyelesaikan masalah.” Potong Shawn saat Lisa dan
tersangka tersebut sedang ber-argumen,
“Tidak bisa! Itu semua sudah termasuk undang-
undang.” Kata Lisa,
“Ini semua gara-gara kamu Shawn!” Kata tersangka
tersebut sambil menunjuk Shawn,
“Ada apa denganku?” Sahut Shawn,
“Jangan berpura-pura lagi, kamu lihat aku akan
dihukum mati? Ini semua karena ulahmu!” Kata tersangka
tersebut,

125
“Shawn, ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi?”
Tanya Lisa,
“Tidak ada apa-apa, dia hanya menjadi gila.” Kata
Shawn,
“Jangan katakan aku gila! Masih ingatkah kamu saat
tiga bulan yang lalu di mana kamu memberitahu rencana
terbesar kita?” Kata tersangka tersebut,

3 bulan yang lalu, di markas narkoba,


“Jadi bos, bagaimana kita akan mengedar kokain ini?”
Tanya salah seorang pengedar narkoba,
“Jadi begini, dua bulan lagi istriku akan melahirkan,
kita akan gunakan bayi itu sebagai tas untuk kokain kita.”
Kata Shawn,
“Tapi bagaimana caranya?” Tanya seorang pengedar
narkoba,
“Jadi, aku akan memberikan kalian kunci rumahku.
Saat istriku dan aku tidak ada di rumah, aku akan
menghubungi masuk ke dalam rumahku dan mengambil
bayinya. Lalu kamu bawa ke sini.” Kata Shawn,
“Baiklah, tapi kita kan membutuhkan uangnya
sekarang.” Kata seorang pengedar narkoba,
“Baiklah, untuk saat ini, kita akan gunakan anjing
untuk mengedarkan bisnis kita ini. Nanti kalo bayiku sudah
lahir, kita akan gunakan itu sebagai alat kita.” Kata Shawn,
“Bagaimana kalau kita ditangkap?” Tanya seorang
pengedar narkoba,
“Kita kan memiliki banyak uang yang bisa kita pakai
sebagai tebusan untuk kalian. Lagipula, aku kan polisi, aku

126
akan membujuk kepala polisiku untuk membebaskan kalian
secepatnya.” Kata Shawn,
“Bagaimana kalo kita dipidana mati?” Tanya seorang
pengedar narkoba,
“Berharap saja itu tidak akan terjadi.” Kata Shawn
“Baik bos, kita akan melakukan misi kita.” Kata
pengedar narkoba,
“Bagus.” Balas Shawn,
Di Pengadilan,
“Kini kamu ingat! Dan kini semua orang yang ada di
pengadilan ini tahu bahwa sebenarnya kamulah dalang dari
pengedaran narkoba ini! Ini! Aku bahkan masih memegang
kunci rumahmu!” Kata pengedar narkoba itu sambal
mengangkat kunci yang dipegangnya,
“Apa! Jadi selama ini, kamu tega membohongi
istrimu?! Bahkan membunuh putrimu sendiri? Di mana
pikiranmu? Apakah Kokain sudah merusak syarafmu
sehingga kamu sudah tidak bisa berpikir lagi?” Bentak Lisa,
“Aku hanya ingin membuat hidup kita sejahtera,
karena aku berpikir bahwa nafkah yang kudapat sebagai
polisi justru lebih sedikit daripada kamu yang menjadi jaksa
dalam pengadilan pemerintah. Jadi, lebih baik aku mencari
uang tambahan untuk kehidupan kita.” Kata Shawn,
“Itu merupakan pemikiran paling dangkal yang
pernah kuterima. Bagaimana bisa aku menikahi suami
bodoh sepertimu? Mungkin ini semua karena efek Kokain
yang kamu gunakan sekaligus kamu edarkan!” Kata Lisa,
“Maafkan aku Lisa, aku hanya ingin membantu
keuangan kita.” Kata Shawn,

127
“Kamu saja dengan tersangka-tersangka lain! Yang
alasannya hanya ingin uangnya untuk biaya kehidupannya!
Jadi, sesuai peraturan pemerintah, aku minta maaf suamiku,
tapi kamu harus dihukum mati atas tindakan pengedaran
narkoba dan pembunuhan.” Kata Lisa,
“Apa! Kau bilang kau mencintaiku, Lisa.” Kata Shawn,
“Memang aku mencintaimu, Tapi aku juga mencintai
keadilan yang harus selalu ditegakkan, jadi terpaksa aku
harus menghukum mati dirimu.” Kata Lisa,
Dan akhirnya, sesuai keputusan pemerintah, Shawn
dan pengedar narkoba yang terlibat dalam kasus
pembunuhan Lea sekaligus pengedaran narkoba dihukum
mati. Dan akhirnya, Lisa kembali bekerja sebagai Jaksa yang
terus membela keadilan. Lisa tetap senang walaupun dirinya
tidak memiliki seorang suami dan anak. Baginya, sekarang
yang terpenting adalah bagaimana memberantas pengedaran
narkoba yang makin marak terjadi di kotanya.

~~Tamat~~

128
Biografi Penulis

Hai semua. Pertama-tama, saya ingin


mengucapkan terima kasih kepada para
pembaca buku ini, khususnya yang sudah
membaca cerita karangan saya. Sekarang,
ijinkan saya memperkenalkan diri saya.
Nama saya Stevefanus Yanli. Saya lahir di
Bandar Lampung, 24 April 1999. Saya
bersekolah di Yayasan Pendidikan Advent Balikpapan,
dilanjutkan di SMP Negeri 1 Balikpapan, dan sekarang
bersekolah di SMA Negeri 1 dan sedang duduk di kelas XII.
Saat ini, saya tinggal bersama kedua orangtua saya
dan adik perempuan saya. Hobi saya adalah Bernyanyi,
Menulis, memainkan alat musik seperti Piano, Gitar, dan
Biola. Mata pelajaran favorit saya adalah Kimia, Matematika,
Biologi, dan Bahasa Inggris.
Saya bergabung dalam satu komunitas yang dibuat di
sekolah saya yaitu sebuah komunitas bagi para pelajar yang
memiliki minat dalam membaca dan menulis. Nama
komunitas tersebut adalah Reading and Writing Comunity
(RW.COM). Kesibukan saya saat ini selain menulis dalam
RW.Com adalah mengurus salah satu ekstrakurikuler yang
merupakan cabang dari olahraga, yaitu Bridge.
Sebelumnya, saya ingin berterima kasih kepada Ibu
Dayang Suriani yang sudah membantu dan mendukung saya
dalam mempertajam kemampuan saya dalam bidang
menulis. Beliau telah memberikan saya kesempatan untuk

129
berkarya hingga akhirnya saya telah membuat beberapa
buku lewat bantuan beliau.
Dan juga saya berterima kasih kepada Ibu Andel
Husni yang juga membantu saya dalam mengembangkan
karya tulis saya dengan mengajak saya menulis buku
bersama-sama beliau dan beberapa murid lainnya. Saya
berterima kasih karena dipercayakan untuk dapat menulis
bersama Ms. Dayang dan Ibu Andel. Tidak lupa saya juga
berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena
melalui seizin-Nya, buku ini dapat diterbitkan dan
diedarkan.
Kiranya, karya tulis yang sudah saya tulis dapat
memberikan pesan moral tentang pentingnya menjaga
tubuh kita dari serangan-serangan Narkoba. Sekian dari
saya, Kurang lebihnya mohon maaf, dan Terima kasih telah
membaca.

130
Oleh: Julio Marcelino Bagaskara
Siswa Kelas XII IPA 3 Sman 1 Balikpapan


rrtttt… drrtttttt… drrrttt…” getaran handphone ku
menyadarkanku dari masa perenunganku. Entah
mengapa saat itu aku malas untuk
mengangkatnya. Tapi aku juga ingin tahu, siapa gerangan
yang masih aktif chatting di malam yang larut ini. Lalu,
kuberanikan diri untuk berdiri dan meraih handphone yang
sebenarnya hanya terletak diatas meja didepanku.
“Ah, dasar anak-anak jomblo,” gumamku dalam hati
saat melihat nama-nama yang sedang aktif memenuhi
dinding pembicaraan di handphone ku. Lalu kuberanikan
diriku untuk ikut di perbincangan itu.
“Naah… ini lagi belum tidur,” ketik Ivan menjawab
sapaanku.
“wkwkwk, belum ngantuk juga, eh. Pada ngomongin
apa kalian? Kok kayanya seru?” ketikku.

131
“Hmm masa kamu ngga peka, no? Kita kan
ngomongin sepasang kekasih yang baru putus.. uppss…,”
celetuk Tommy.
Ya… aku memang sadar kalau akulah yang sedang
menjadi bahan pembicaraan mereka. Baru minggu yang lalu,
pada saat perayaan Hari Kasih Sayang atau Valentine’s Day,
Pacarku, Natasha, mengakhiri hubungan kita berdua,
dengan alasan yang sampai sekarang ini aku pun masih
bingung. Keesokan harinya, aku pun berangkat ke sekolah.
Tidak seperti biasanya, semenjak peristiwa itu, aku tidak
bertemu lagi dengan Natasha, mantan kekasihku. “Paling
terlambat dianya, atau berusaha bersembunyi dari ku,”
bisikku dalam hati.
“Ecieeeeee, galau si Arno. Ngapain kamu? Menanti
mantan kekasih kah?” celetuk Tommy menghampiriku.
“Iya nih. Ku Line dia sejak tadi, di read saja tidak..”
jawabku kesal.
“Oalaaah, sabar aja ya, no. Paling dia sakit hehehe.”
Tawa Tommy.
Dari hati kecilku yang paling dalam, aku mulai
gelisah akan ketidak hadiran seorang yang sebenarnya masih
kusayangi. Dalam hatiku mulai bertanya-tanya keadaannya,
di mana dia sekarang, dan yang terpenting, apakah dia juga
merindukanku?
Sepulang sekolah, kusempatkan diri berjalan ke arah
rumah Natasha. Tidak ada yang berubah dari tempat itu,
semua terkesan normal. Satpam yang menjaga rumahnya
masih merokok di post nya. Hanya saja terdengar suara
Tante Irena yang menangis, cuma tidak tahu alasannya

132
mengapa ia menangis. Sebenarnya diriku ingin sekali
menghampiri rumah, itu. Cuma, disamping malu, aku pun
juga takut untuk menanyakan kabar Natasha. Untuk itu, aku
hanya bisa melanjutkan perjalanan pulang.
Malamnya, aku terus memikirkan Natasha. Entah
kenapa, semenjak dia tidak hadir di kelas, aku mulai gelisah.
Malam itu aku habiskan waktuku berdiam di balkon rumah,
sambil memandangi bintang-bintang.
“Semuanya baik-baik saja?” tegur ayahku.
“Hmm, Never better, dad.” Jawabku.
“Pasti karena baru diputusin ya? Ngaku aja, No” tanya
ayahku sambil menyalakan korek api untuk rokoknya.
“Ouí, bisa dibilang begitulah. Tapi ngga hanya itu
masalahku” jawabku.
“Okay, ya bicarakan sudah”
“Setelah aku diputus Natasha seminggu lalu,
sebenarnya aku mulai bertanya-tanya kenapa dia mutusin
aku dengan alasan yang tidak jelas. Biasanya, ya tau lah kalau
cewek mutusin cowoknya dengan alasan. Ya seperti ‘aku
udah ngga mau sama kamu’ atau ‘kamu ngga peka.’ Atau
mungkin alsan klasik, seperti ‘aku sudah punya cowok
baru.’” Curhatku.
Kulihat wajah ayahku mulai bengong. Ya memang,
ayahku tidak begitu handal menangani masalah percintaan.
Dia lebih ahli menangani masalah pekerjaannya, masalah
kasus kriminal. Karena itulah orang-orang menyebutnya
dengan panggilan Agen Dorian , tapi aku menyebutnya
‘ayah’, tempat curhatanku.

133
“Hmm, sebenarnya ayah tidak tau harus jawab apa.
Yaa, mungkin cewek itu bukan yang terbaik untukmu. Santai
saja, jangan dibawa emosi” jelas ayahku.
“Sebelum kamu pergi, ayah mau tanya, besok kamu
libur, bukan?”
“Iya, ada apa, yah?” jawabku
“Besok kamu bisa temani ayah, ada kasus baru, hmm,
mungkin ini dapat membantumu move on” jelas ayahku.
“Boleh saja, yasudah, aku tidur dulu. Bonne nuit”
jawabku seraya beranjak ke kamar tidur.
Sesampainya dikamar, kulihat ponselku. Ada 50
notifikasi Line dari teman-temanku. “wooy, Arno, kamu di
mana?” kata-kata itulah yang dikirim Ivan dan Tommy,
ditemani dengan serentetan huruf P yang memenuhi chat
room-ku.
“Sbb, ada apa?” jawabku, dan jawabanku langsung
ter-read.
“Hmm nggapapa, mau tanya keadaanmu saja” jawab
Tommy.
“Aku baik kok” jawabku singkat.
“Benernya kita mau ngajak kamu jalan besok,
mumpung libur, no. kamu bisa kah?” tanya Tommy.
“Ngga bisa, Tom. Aku besok mau nemenin ayahku
jadi investigator. Lain kali ya” jawabku.
“Yasudah deh, dasar ayah-anak sama saja, CSI aja
semuanya” sambung Ivan.
“wkwk iya juga, tuh. Yasudah, selamat bersenang-
senang jadi pahlawan” tutup Tommy.

134
Keesokan harinya, saat sarapan pagi, ayah sudah
mempersiapkan berkas-berkas dan semua peralatan yang
akan digunakan. Mulai dari sarung tangan, masker, kamera,
sampai peralatan komunikasi sudah dipersiapkan. Jujur, ini
merupakan yang ketiga kalinya aku membantu ayahku
bekerja, dan aku masih sedikit merasa takut-takut untuk
masuk ke TKP.
“Bagaimana, kamu sudah siap?” tanya ayahku
“Yaa, begitulah” jawabku.
“Baik, kalau begitu pakai ini,” kata ayahku sambal
memberikan headset.
Kasus kali ini adalah kasus pembunuhan. Kasus yang
cukup mainstream bagiku. Sebenarnya kasus pembunuhan
ini melibatkan sebuah jaringan pengedar narkoba yang
sudah lama bersarang di kotaku. Katanya sih, pembunuhnya
berasal dari salah satu geng dari pemilik jaringan narkoba
tersebut. Hari ini aku dan ayahku akan menginvestigasi
kasus tersebut.
“Okay, kamu tau aturannya, kan? Jangan jauh-jauh
dari ayah, komunikasi lewat headset, dan beri tahu ayah
kalau kamu menemukan sesuatu”
“Baik” jawabku sambal mengangguk.
Di TKP sudah ada banyak mobil polisi dan sebuah
ambulans yang terparkir di halaman depan. Banyak opsir
polisi sudah menunggu kedatangan kami disitu. Teman-
teman ayahku juga sudah banyak mondar-mandir mencari
barang bukti dan petunjuk-petunjuk. Tempat itu sudah
banyak diberikan plester TKP dan garis polisi. Pemandangan

135
itu sudah biasa kulihat di TV, bedanya, yang ini asli di
kehidupan nyata.
“Bonjour, Arno. Tumben kamu ikut ayahmu
menyelidiki kasus. Mengisi liburan, kah?” sambut opsir Roux
sambal menghampiriku.
“Pagi, opsir Roux. Haha memang dia sedang mengisi
liburan. Ingin menambah pengalaman juga. Ohya, apa yang
kau temukan hari ini?” jawab ayahku.
“Tidak banyak. Paling hanya jarum suntik bekas,
beberapa kantong sabu-sabu, dan tiga mayat. Dua laki-laki
dan satu perempuan. Dua laki-laki tersebut tewas karena
tusukan benda tajam di leher, dan satunya di dada bagian
kiri. Menurutku, kasus ini bermotif balas dendam. Coba lihat
ini” jelas opsir Roux seraya memberikan ayahku sebuah
ponsel yang berlumur darah, yang konon dimiliki oleh
korban.
Aku terkejut saat melihat ponsel itu. Ponsel yang
menurutku tidak asing bagiku. Aku jadi teringat Hassan,
salah satu kakak kelasku yang beberapa bulan lalu
dikeluarkan dari sekolah karena kedapatan membawa ganja
oleh kepala sekolah. Mulai saat itu, Hassan menghilang dari
peradaban. Konon katanya ia bersembunyi. Dan satu hal
Hassan cukup dekat dengan Natasha, karena Hassan adalah
sahabat dekat kakak dari Natasha, Robert.
“Opsir Roux, bagaimana tentang mayat yang
perempuan?” tanyaku.
“Kami tidak menemukan bekas luka di sekujur
tubuhnya. Penyebab kematian juga belum diketahui.
Makanya kami akan membawa dia dan mayat yang lain ke

136
forensic untuk di autopsy. Ohya, Agen Dorian, nanti saya
membutuhkanmu ke forensic. Arno, kamu juga boleh ikut,”
jelas opsir Roux.
“Mercí, Roux, nanti saya kesana” jawab ayahku.
“Yah, aku boleh lihat ponselnya, tidak? Sepertinya
tidak asing”
“Boleh, ini ambil lah. Ngomong-ngomong kamu
pernah lihat di mana?” tanya ayahku.
“Kalau tidak salah ini ponsel teman dekat dari Kak
Robert, Hassan. Sejak dua bulan lalu, ia dikeluarkan dari
sekolah karena membawa ganja di tasnya. Mungkin saja ini
ponselnya” jelasku.
Saat aku melihat isi ponselnya, benar, ini adalah
ponsel Hassan. Dari SmS yang kubaca, sepertinya Hassan
sedang ribut dengan seseorang mengenai pembayaran obat
terlarang. Di pesan yang terakhir, si pengirim mengirimkan
ancaman pembunuhan untuk Hassan. Dan saat aku melihat
menu pesannya, kubaca Hassan mengirimkan pesan kepada
sahabatnya, Robert untuk menemani dia; menemaninya
disaat terakhirnya. Mataku terbelalak, dan aku pun tidak
menyadari, bahwa selama ini kakak dari mantan kekasihku
adalah seorang pemakai, dan teman dari seorang anggota
jaringan pengedar tersebut. Lalu, bagaimana dengan mayat
perempuan itu? Apakah itu Natasha? Apakah itu alasan
mengapa Tante Irena menangis?
Setelah membaca isi ponsel itu, aku memaksa ayahku
untuk pergi ke kantor forensic untuk melihat proses autopsy
ketiga mayat tersebut. Jantungku berdebar-debar, pikiranku

137
terus memikirkan siapakah gerangan mayat perempuan itu.
Firasat buruk menghantuiku disepanjang perjalanan itu.
Sesampainya di kantor forensik, aku dan Opsir Roux
langsung bergegas menuju ruang autopsy. Disana sudah ada
beberapa agen yang baru saja meletakkan kantung jenazah
bertuliskan angka tiga di atas ranjang operasi.
“Arno, untuk menyudahi perasaan ingin tahu mu,
bukalah kantong jenazah itu!” perintah Opsir Roux.
Aku mengangguk dan berjalan mendekati kantung
jenazah itu. Perlahan-lahan kuraih resleting kantung
tersebut, lalu kutarik ke arah kananku. Setelah kantong
tersebut terbuka, terkejutlah aku. Dugaanku selama ini
benar, mayat perempuan yang ada di TKP adalah mantan
kekasihku, Natasha. Rasanya seperti jantungku berhenti
berdetak. Kulihat tubuh Natasha sudah pucat, dengan wajah
seperti orang mabuk. Aku pun meneteskan air mata, aku
tidak percaya bahwa selama ini aku berpacaran dengan
seorang pengguna narkoba.
Setelah itu, aku duduk di luar ruangan tersebut,
karena aku sudah tidak kuat menghadapi kenyataan ini.
Beberapa lama kemudian, ayahku keluar dengan membawa
sebuah amplop yang berisikan hasil autopsy. Sebelum aku
membukanya, ayahku menyarankan agar aku tabah sebelum
membukanya. Setelah kubuka amplop tersebut, terdapat
tulisan ‘penyebab kematian: overdosis narkotika jenis
methamphetamine.’
Keesokan harinya, aku memberanikan diri untuk
mengunjungi rumah Natasha. Disana sudah banyak mobil
terparkir di depan rumahnya. Tante Irena menangis tak

138
tertahankan, melihat dua buah hatinya meninggal karena
narkoba. Saat aku bertemu Tante Irena, ia memelukku. Lalu
kuberanikan diri untuk mengajak Tante Irena untuk
mengobrol bertiga bersama ayahku. Tante Irena mengajakku
dan ayahku untuk duduk di taman.
“Di taman ini, terdapat sekumpulan bunga tulip.
Bunga-bunga itu dirawat oleh Natasha. Saya ingat sekali,
setiap pulang sekolah, Natasha langsung ke taman ini, dan
menyiram bunga. Entah kenapa sudah tiga bulan, di mulai
jarang-jarang merawat tanamannya. Dia hanya bersembunyi
di kamar sendirian. Dia mengunci kamarnya,tidak mau
membuka pintunya kecuali kalau dia memang lapar” cerita
Tante Irena.
“Saya turut berduka, tante. Tante Irena, tujuan saya
mengajak tante mengobrol secara privat adalah… ini” ucapku
sambal memberikan hasil autopsy kepada tante Irena.
“Bozhe moy!” teriak Tante Irena saat membaca surat
keputusan forensik yang kuberikan.
“Ini salahku, ini salahku!” kata Tante Irena sambil
menangis.
“Kenapa, Irena? Ini salah Natasha karena memakai
narkotika. Bukan salahmu” jawab ayah.
Lalu tante Irena menceritakan tentang masa lalunya,
saat Robert ketahuan menyimpan narkotika, kedua
orangtuanya ribut. Ayahnya ingin menjebloskan Robert ke
penjara, sementara ibunya ingin tetap menjaga Robert, dan
merehabilitasinya sendiri. Semenjak itu, ayah nya Natasha
pergi dari rumah dan meninggalkan Tante Irena seorang diri.
Dari saat itu, kelakuan Robert makin parah, ia sampai

139
menjerumuskan adiknya ke dalam jurang narkoba. Bahkan,
Robert pernah menjual keperawanan adiknya, Natasha
untuk melunasi hutangnya. Aku terkejut mendengar cerita
Tante Irena. Rupanya itulah alasan mengapa Natasha
memutuskan hubungan kita. Setelah berbincang dengan
Tante Irena, aku masuk ke rumahnya dan mendapati Ivan
dan Tommy. Ivan menghampiriku, lalu ia berkata, “it’s okay,
kamu masih ada kita kok. Dan Arno, kamu tahu? Inilah
saatnya move on.”

Catatan:
 Never Better : Suatu ungkapan menyatakan ‘aku tidak
apa-apa’.
 Ouí : “Iya” (Prancis)
 Bonjour : “Halo” (Prancis)
 Move on : Beralih ke masalah lain
 Mercí : “Terima Kasih” (Prancis)
 Bozhe Moy! : “Ya Tuhan!” (Rusia)

140
Biografi Penulis

Hai! Saya Julio Marcelino Bagaskara. Saya


lahir di Pekanbaru pada tanggal 20 Juli 1998.
Saya bersekolah di SD Cendana Duri dan
Rumbai, dilanjutkan di SMP Cendana
Rumbai, dan lulus di SMP Nasional KPS,
Balikpapan. Sekarang saya bersekolah di
SMAN 1 Balikpapan sebagai siswa kelas XII
IPA (tepatnya XII IPA 3).
Saat ini saya tinggal bersama kedua orangtua saya
dan seorang adik. Oh ya, hobi saya adalah membaca,
bermain game, mendengarkan musik. Selama bersekolah,
saya terlibat dalam beberapa organisasi, salah satunya
SMANSA Reading and Writing Community. Dengan
organisasi inilah saya dapat terbantu untuk menulis cerpen
ini. Tak lupa ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada guru-guru yang telah memberikan support kepada
saya dalam penulisan cerpen ini seperti Ms. Dayang, Bu
Andel Husni, dll. Not to forget, terimakasih juga buat kalian
yang sudah membaca cerpenku ini!

141

Anda mungkin juga menyukai