Anda di halaman 1dari 4

Soesilo Toer dan Cerita-cerita “Anak” si Peniru Ulung

Perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa (Pataba) hadir untuk mewujudkan
cita-cita mulia yaitu "Masyarakat Indonesia Membangun adalah Masyarakat Indonesia Membaca
menuju Masyarakat Menulis." Inilah tujuan yang diusung oleh Soesilo Toer, pendiri Pataba,
seorang doktor ekonomi dan politik lulusan Rusia sekaligus mantan tahanan Orde Baru yang
dibebaskan tanpa pengadilan dan bukti atas kesalahannya. Laki-laki yang lahir pada 17 Februari
1937 di Blora, Jawa Tengah ini sekarang menikmati hidupnya sebagai pemulung di tanah
kelahirannya, memelihara kambing, dan mengurus halaman rumah dengan menanam berbagai
jenis tanaman.

Setelah saya menyelesaikan tiga buku karya Pak Sus yaitu novel Komponis Kecil (2015) cetakan
edisi baru, Indra Tualang: si Doktor Kopi (2019), dan Raja Gembul (2020) berupa kumpulan
cerpen. Cerminan dari cita-cita besar tersebut setidaknya sudah ditanamkannya sejak 73 tahun
yang lalu, tepatnya saat Pak Sus berusia 13 tahun dengan berbagai macam tulisan yang terbit di
koran dan majalah. Salah satu jenis tulisannya terbit di berbagai majalah dan media perkaya
khazanah sastra Indonesia adalah cerita anak.

Penulis Bukan Pengkhotbah

Cerita anak sering kali mengangkat tema petualangan, keluarga, fantasi, dan lain-lain yang
relevan dengan kehidupan anak-anak. Cerita anak disampaikan dengan bahasa, alur, dan
penyampaian yang sederhana sehingga lebih mudah diterima oleh anak-anak. Anak-anak dapat
dengan mudah membayangkan cerita saat mendengarkannya maupun saat membacanya.

Salah satu contoh buku cerita anak karya Soesilo Toer adalah "Komponis Kecil." Buku ini
bercerita tentang kehidupan kelas bawah di Jakarta pada zaman perang revolusi. Tokoh
utamanya, Henki, tinggal di Kampung Kebon Jahe. Meskipun hidupnya penuh kesengsaraan, ia
menemukan harapan baru melalui alat musik biola. Henki mendapatkan biola tersebut dari
Meneer Kleber, seorang pemain musik legendaris yang menjadi sahabatnya. Persahabatan antara
anak-anak dan orang dewasa digambarkan dengan halus dalam cerita ini, sebagaimana anak-anak
diajarkan untuk sopan kepada yang lebih tua. Meskipun usia mereka terpaut jauh, persahabatan
antara Henki dan Meneer Kleber terjalin dengan indah.
Pak Sus sebagai penulis buku cerita anak tidak mengambil peran sebagai pengkhotbah.
Kelebihannya terletak pada kemampuannya untuk menulis dengan bahasa sederhana dan mudah
dipahami. Dengan begitu, anak-anak tidak merasa bosan atau merasa dinasihati saat membaca
ceritanya.

Lebih lagi, Pak Sus meramu cerita-ceritanya dengan menghadirkan permasalahan dunia nyata
yang dipilih untuk dipahami dan direnungi. Setiap cerita pasti mengandung nilai-nilai moral
yang dapat dipetik, sehingga anak-anak tidak hanya terhibur tetapi juga mendapatkan
pembelajaran melalui karakter tokoh dan alur cerita. Tentunya, pemahaman nilai-nilai moral
dalam cerita ini perlu didampingi oleh orang tua sebagai fasilitator.

Anak si “Peniru Ulung”

Masa anak-anak adalah waktu yang tepat untuk memperkenalkan budaya membaca, sebab
mereka akan belajar dari apa yang dilihatnya. Sebagai “peniru ulung”, melalui kisah-kisah dalam
buku Soesilo Toer, anak-anak dapat menikmati cerita yang ditulis dengan bahasa sederhana dan
mudah dipahami.

Dari ketiga buku ini, meskipun dimaksudkan sebagai hiburan, tetap menjadi sarana untuk
mendidik dari nilai-nilai moral yang terkandung dalam alur cerita serta karakter dari tokoh. Buku
cerita-cerita (anak) dari Soesilo Toer ini tentu menjadikan angin segar di luar keperluan sekolah
formal untuk memberikan dunia yang sesuai dan memenuhi “kebutuhan” anak-anak di zaman
teknologi audiovisual yang lebih memanjakan seperti sekarang ini.

Bagaimana tidak? Sejauh saya membaca tentang sastra anak, baik puisi dan prosa diyakini
memiliki kontribusi besar dalam membatu meningkatkan perkembangan kepribadian anak.
Lewat sastra, dijelaskan dalam buku Sastra anak; Pengantar Pemahaman Dunia Anak baik
berupa lisan maupun tulis mampu dipergunakan sebagai sarana untuk menanam,
mengembangkan, memupuk, dan bahkan melestarikan nilai-nilai moral yang di anggap baik
(Nurgiyantoro, 2016. 35).

Jika tidak cerita anak, lantas apa yang akan dikonsumsi anak-anak Indonesia sekarang, dan
seterusnya selama masa perkembangan “golden age”?
Terlebih diera perubahan gaya hidup anak-anak yang lebih cenderung menghabiskan waktu
dengan gadget dan media digital, serta pergeseran preferensi anak-anak terhadap konten yang
lebih interaktif dan cepat. Hal ini tentu perlu diperbincangkan, sebab anak-anak memiliki
kebutuhan yang berbeda dengan orang dewasa, baik dalam hal informasi yang mereka terima
maupun cara mereka memproses informasi tersebut.

Yogyakarta, 27 Juni 2023

Penulis: Muhammad Gufron

Lahir di Blora, Jawa Tengah, masih menjadi mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Ahmad
Dahlan. Saat ini aktif menjadi anggota Komunitas Semak Kata, Yogyakarta dan sedang belajar di
kelas menulis cerpen di Jejak Imaji.

Anda mungkin juga menyukai