ABSTRAK : Sastra anak merupakan sastra yang ditulis untuk anak-anak. Sastra anak
berisi pengalaman dan pengetahuan yang dapat dijangkau dan dipahami oleh anak
sesuai dengan perkembangan emosionalnya. Sastra anak mengandung nilai-nilai
karakter yang dapat diteladani oleh anak pada masa pertumbuhannya. Sastra anak
dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran literasi awal. Sastra anak memiliki
gaya yang unik dalam menceritakan sesuatu dan cerita lebih dekat dengan kehidupan
anak. Bahkan, cerita yang disajikan dapat mendorong anak untuk berpikir dan
berimajinasi. Sastra anak ini akan menjadi bahan literasi awal karena gaya
penceritaannya menarik, bermuatan nilai-nilai pendidikan, dan mengandung wawasan
baru. Selain itu, pada sastra anak dapat pula ditemukan kemajemukan masyarakat
melalui sikap dan perilaku hidup yang berbeda antara masyarakat satu dengan
masyarakat lain. Dengan demikian, sastra anak diharapkan mampu mendorong anak
untuk memaknai perbedaan antarbudaya secara positif.
KATA KUNCI : sastra anak, pembelajaran literasi, tantangan era global
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, anak diartikan sebagai manusia yang masih
kecil. Hal ini senada dengan pendapat Sarumpet (2010:4) bahwa anak adalah seseorang yang
memerlukan segala fasilitas, perhatian, dorongan, dan kekuatan untuk membuatnya bisa
bertumbuh sehat, mandiri, dan dewasa. Sementara itu, Kurniawan (2009:39) menyatakan
bahwa anak adalah orang yang berusia 2 tahun sampai sekitar 12—13 tahun, yaitu masa
prasekolah dan berkelompok. Seorang anak membutuhkan bimbingan agar bisa berkembang
dan menjadi manusia yang baik. Salah satu bimbingan yang bisa mempengaruhi anak dan
perkembanganya yaitu melalui sastra.
Di Indonesia perkembangan sastra anak belum jelas awal keberadaannya. Hasil
penelitian Chistantiowati menunjukkan bahwa pada tahun 1800-an sudah ada bacaan yang
diperuntukkan untuk anak-anak. Berdasarkan penelitian setelah kemerdekaan, bacaan anak-
anak Indonesia belum begitu mendapatkan perhatian. Anak-anak yang berasal dari keluarga
berada banyak memiliki dan membaca karya-karya sastra. Pada tahun 1970-an pemerintah
mengadakan proyek pengadaan buku INPRES untuk mendukung pertumbuhan perbukuan
dan sastra anak di Indonesia. Kemudian secara konsisten sastra anak semakin berkembang di
Indonesia. Pada tahun 1997 terbitlah penghargaan Adikarya IKAPI yang hingga saat ini
masih rutin menilai dan menghargai bacaan anak yang terbit di Indonesia. Saat ini penerbitan
buku anak semakin membaik. Tidak dapat dipungkiri bahwa sastra memberikan banyak
manfaat dalam kehidupan ini baik untuk orang dewasa maupun untuk anak.
Anak perlu mendapatkan pengetahuan sejak awal agar kelak dapat memiliki
wawasan global. Sastra bercerita tentang kehidupan yang mampu menjadikan manusia
seutuhnya. Sastra anak merupakan sastra yang ditujukan kepada anak-anak agar anak
mendapatkan banyak manfaat dan berguna bagi kehidupan di masa yang akan datang. Sastra
memilik genre sama dengan genre sastra dewasa, yaitu puisi, prosa fiksi, dan drama. Sastra
anak memiliki manfaat terhadap pihak anak untuk perkembangan intelektual dan
perkembangan emosional. Selain itu, sastra anak dapat bermanfaat untuk perkembangan
karakter anak di era global seperti saat ini. Kesuma, dkk. (2011:11) menjelaskan karakter
sebagai suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak. Karakter merupakan hal
yang harus dibentuk sejak awal karena fenomena saat ini menunjukkan bahwa karakter anak-
anak bangsa mulai berubah dan cenderung merosot. Perilaku anak cenderung lupa kebarat-
baratan dan lupa terhadap jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu, agar anak memiliki
karekter baik di era global perlu diadakan pembinaan, salah satunya melalui pembelajaran
literasi awal yang berwawasan multikultural melalui sastra anak.
PEMBAHASAN
Hakikat Sastra Anak
Sastra anak adalah sastra terbaik yang dibaca anak dengan karakteristik yang
beragam, tema, dan format (Sarumpet, 2010:2). Sastra anak ditulis berdasarkan sudut
pandang anak yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak. Terdapat empat hal
terkait dengan sastra anak. Pertama, sastra anak adalah sastra yang memang sengaja
ditujukan untuk anak-anak seperti Bobo, Mentari dll. Kedua, sastra anak berisi cerita yang
menggambarkan pengalaman, pemahaman, dan perasaan anak. Ketiga, sastra anak adalah
sastra yang ditulis oleh anak-anak. Keempat, sastra anak adalah sastra yang berisi nilai-nilai
moral atau pendidikan yang bermanfaat untuk anak. Dari beberapa urain di atas dapat
disimpulkan bahwa sastra anak adalah karya imajinatif dalam bentuk bahasa yang berisi
pengalaman, perasaan, dan pikiran anak yang khusus ditujukan bagi anak-anak, ditulis oleh
pengarang anak-anak maupun pengarang dewasa. Topik sastra anak dapat mencakup semua
yang dekat dengan dunia anak, kehidupan manusia, binatang, tumbuhan yang mengandung
nilai-nilai pendidikan, moral, agama, dan nilai positif lainnya (Rumidjan, 2013:2).
Rumidjan (2013:2) menjelaskan bahwa karakteristik sastra anak dapat dilihat dari
dua segi, yaitu kebahasaan dan kesastraan. Dari segi kebahasaan dapat dilihat dari struktur
kalimat, pilihan kata, dan gaya bahasa (majas). Struktur kalimat yang digunakan masih
sederhana, berupa kalimat tunggal, kalimat berita, kalimat tanya, atau kalimat perintah
sederhana. Pilihan kata dalam sastra anak menggunakan kata-kata yang sudah dikenal oleh
anak-anak. Gaya bahasa masih sedikit karena lebih menggunakan kata-kata konkret. Dari
segi kesastraan memiliki karakteristik dalam hal alur cerita, tokoh, dan tema. Alur cerita
disusun secara kronologis dengan hubungan sebab-akibat. Tokoh cerita berupa manusia,
binatang, atau tanaman. Watak tokoh dalam cerita jelas baik dan jahat begitu saja. Tema
dalam sastra anak memiliki tema tunggal.
Hiduplah seorang janda miskin yang mempunyai anak bernama Maln Kundang. Suatu
hari Malin Kundang pergi merantau dan berat hati sang ibu melepaskannya. Sekian
lama pergi, tak ada kabar dari Malin, sampai suatu ketika berlabuhlah sebuah kapal
mewah ke pantai. Orang-orang kampung berebut untuk melihat kapal mewah itu, dan
tidak ketinggalan Ibu Malin Kundang yang sudah tua dan bungkuk juga ikut. Si Ibu
mengenali bahwa yang berada di atas kapal itu adalah Malin Kundang, karena bekas
luka yang masih kelihatan, maka ia langsung merangkul dan memeluknya. Malin
merasa kaget dan istrinya meludah karena jijik. Karena merasa malu, Malin
menendang sang ibu hingga pngsan. Begitu sadar, sang ibu berdoa dan mengutuk jika
anak laki-laki tersebut adalah Malin, ia dikutuk menjadi batu.
Kisah Malin Kundang memberikan ajaran moral bahwa seorang anak yang mendurhakai
orang tuanya akan mendapat laknat. Oleh karena itu, kita tidak boleh meniru sikap dan
tingkah laku Malin Kundang dan istrinya yang durhaka pada sang ibu. Dalam kisah Malin
Kundang tersebut, terdapat sebuah peristiwa yang melegenda, yaitu kutukan seorang ibu
kepada anaknya yang durhaka dan kutukan tersebut benar-benar bertuah.
Selain cerita tradisional yang berbentuk legenda, terdapat pula cerita tradisional yang
berbentuk mitos. Menurut Nurgiyantoro (2016:172), mitos adalah salah satu jenis cerita lama
yang sering dikaitkan dengan dewa-dewa atau kekuatan suprasegmental yang lain yang
melebihi batas-batas kemampuan manusia. Sebagai contoh mitos yang menejlaskan hal-hal
bersifat alamiah seperti formasi bumi, pergerakan matahari dan bumi, perbintangan,
perubahan cuaca, dan lain-lain. Selain ditemukan di Jawa, mitos jenis ini juga terdapat di
berbagai budaya di pelosok dunia, misalnya mitos yang berasal dari Yunani Klasik. Pada
mitos yang berasal dari Yunani Klasik, kisah dewa-dewi masing-masing memiliki ‘wilayah’
kekuasaan tersendiri, misalnya Paseldon (Romawi: Neptune) adalah dewa laut, Ares (Mars)
dewa perang, Athena (Minerwa) dewi kebijaksanaan, Apollo (pollo) dewa kebenaran
matahari, Aphrodite (Venus) dewi cinta dan kecantikan, Eros (Cupid) dewa cinta, Hephaestus
(Vulcan) dewa api, dan lain-lain. Tak hanya kisah di Yunani Klasik, dewa-dewa dalam cerita
pewayangan (budaya Jawa), juga menampilkan tokoh-tokoh penguasa pada wilayahya
masing-masing, misalnya Batara Wisnu adalah dewa penjaga alam, Batar Bayu dewa angin,
Batara Brama dewa api, Batara Baruna Dewalaut, Batara Kamajaya-Dewi Ratih dewa-dewi
cinta, dan lain-lain. Para dewa tersebut memilii kekuasaan dan wilayah alam tertentu akan
tunduk. Mitos yang terkenal dalam budaya Jawa yaitu Nyai Roro Kidul (Ratu Laut Selatan)
yang mampu menaklukkan laut yang terkenal dengan gelombangna yang ganas. Dalam mitos
ini dikisahkan Nyai Roro Kidul mampu memerintah gelombang sebagaimana yang
dikehendakinya. , berjalan atau naik kereta di atas gelombang laut. Selain itu, Nayi Roro
Kidul juga menguasai dan merajai ular. Para pembantu dan dayang setianya juga berwujud
ular, sebagaimana yang ditayangkan dalam berbagai film di televisi. Tidak hanya itu, mitos
yang beredar di masyarakat, jika berkunjung ke pantai selatan tidak boleh mengenakan
pakaian berwarna hijau atau merah. Konon apabila menggunakan pakaian berwarna hijau
atau merah akan terseret ganasnya ombak di pantai selatan, bahkan tak sedikit juga yang
berujung pada kematian. Kisah Nyai Roro Kidul mengandung pesan bahwa dimana pun kita
berada, tetap harus berhati-hati, terseretnya ombak di pantai selatan jika dilogika bukan
masalah warna pakaian yang kita gunakan, tetap faktor manusia yang tidak berhati-hati di
setia tindakannya.
Kisah Malin Kundang dan mitos merupakan contoh pembelajaran literasi awal yang
berwawasan multikultural melalui sastra anak yang berbentuk prosa. Berikut merupakan
contoh pembelajaran literasi awal yang berwawasan multikultural melalui sastra anak
berbentuk tembang dolanan.
SLUKU-SLUKU BATHOK
Sluku-sluku bathok, bathoke ela-elo
Si rama menyang Solo
Leh olehe payung montha,
Pak jenthit lolobah,
Wong mati ora obah,
Nek obah medeni bocah,
Nek urip nggoleka dhuwit.
Tembang dolanan tersebut mengisahkan budaya orang Jawa. Tembang dolanan tersebut
mengandung makna yang berkaitan dengan masalah adat-istiadat dan budi pekerti. Tembang
dolanan tersebut mengandung amanat bahwa kita harus bekerja keras. Hal ini terlihat pada
larik Nek urip nggoleka dhuwit. Fenomena ini juga tidak bisa dipungkiri dapat kita temukan
pada wilayah lain di luar Jawa. Akan tetapi, tak sedikit pula kita temukan bahwa di
masyarakat tertentu terkadang justru tidak membiarkan anaknya untuk bekerja, dengan alasan
harta yang dimiliki sudah cukup untuk memenuhi semua kebutuhan hidup anaknya.
Fenomena ini menunjukkan keragaman pola pikir masyarakat.
PENUTUP
Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa sastra anak merupakan sastra
yang ditujukan kepada anak-anak agar anak mendapatkan banyak manfaat yang berguna bagi
kehidupan di masa mendatang. Sastra anak memiliki beberapa genre yang sebenarnya hampir
sama dengan sastra pada umumnya, seperti prosa, puisi, dan drama. Sastra anak memiliki
beberapa karakteristik yang berbeda dari sastra orang dewasa. Sastra anak berperan dalam
pembelajaran literasi awal yang berwawasan multikultural untuk menghadapi tantangan di
era global. Era global yaitu kedaan di mana budaya luar masuk ke dalam Indonesia, sehingga
sedikit banyak juga memengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia, tak terkecuali
perkembangan karakter anak.
Sebagai generasi penerus, sudah semestinya kita menggali kembali muatan budaya
yang ada agar tidak punah ditelan perkembangan zaman dan tetap kokoh menjadi jati diri
bangsa Indonesia. Masyarakat diharapkan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman
tanpa mengabaikan budaya Indonesia. Dengan demikian, budaya global dapat mewarnai
khasanah budaya tanpa meninggalkan budaya Indonesia. Selain itu, orang tua diharapkan
selektif dalam memilihkan bahan literasi untuk anak.
Daftar Rujukan
Harras, Kholid A. 2011. Mengembangkan Potensi Anak melalui Program Literasi Keluarga,
Jurnal Artikulati Vol. 10 No. 1.
Kesuma, Dharma, dkk. 2011. Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kurniawan, Heru. 2009. Sastra Anak dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika,
Hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta:Graha Ilmu.
Nurgiyantoro, Burhan. 2016. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta:
UGM Press
Rumidjan. 2013. Dasar Keilmuan dan Pembelajaran Sastra Anak SD. Malang: FIP UM
Sarumpet, Riris Toha. 2010. Pedoman Penelitian Sastra Anak. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Suyono. 2009. Pembelajatan Efektif dan Produktif Berbasis Literasi: Analisis Konteks,
Prinsip, dan Wujud Alternatif Strategi Implementasinya di Sekolah. Jurnal Bahasa
dan Seni. Vol 37 nomor 2
Takdir, Muhammad. 2012. Pendidikan Berbasis Budaya Literasi, Suara Pembaharuan Edisi
7 September.
Winarni, Retno. 2014. Kajian Sastra Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.