Anda di halaman 1dari 10

Nama: Laila Muhanna Anisyah

Nim: 2019A1H050

MENINGKATKAN MINAT BACAMELALUI KARYA SASTRA ANAK

A.    Pendahuluan

Saat ini minat baca masih menjadi perkerjaan rumah yang belum terselesaikan bagi bangsa
Indonesia. Berbagai program telah dilakukan untuk meningkatkan minat baca masyarakat.
Pemerintah, praktisi pendidikan, LSM dan masyarakat yang perduli pada kondisi minat baca
saat ini telah melakukan berbagai kegiatan yang diharapkan mampu meningkatkan apresiasi
masyarakat untuk membaca, akan tetapi berbagai program tersebut belum memperoleh hasil
maksimal.

Untuk mewujudkan bangsa berbudaya baca, maka bangsa ini perlu melakukan pembinaan
minat baca anak. Pembinaan minat baca anak merupakan langkah awal sekaligus cara yang
efektif menuju bangsa berbudaya baca. Masa anak-anak merupakan masa yang tepat untuk
menanamkan sebuah kebiasaan, dan kebiasaan ini akan terbawah hingga anak tumbuh dewasa
atau menjadi orang tua.

Dengan kata lain, apabila sejak kecil seseorang terbiasa membaca maka kebiasaan tersebut
akan terbawa hingga dewasa. Pada usia sekolah dasar, anak mulai dikenalkan dengan huruf,
belajar mengeja kata dan kemudian belajar memaknai kata-kata tersebut dalam satu kesatuan
kalimat yang memiliki arti. Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menanamkan kebiasaan
membaca pada anak. Setelah anak-anak mampu membaca, anak-anak perlu diberikan bahan
bacaan yang menarik sehingga mampu menggugah minat anak untuk membaca buku.

Salah satu bagian yang terpanting dalam pengajaran bahasa indonesia di sekolah adalah
memberikan pengenalan dan pengetahuan terhadap karya sastra sehingga karya sastra
dianggap menjadi sesuatu hal yang paling penting untuk dipahami oleh peserta didik. Dalam
hirarki jenjang pendidikan maka siswa sekolah dasar sebagai lembaga pendidikan formal yang
pertama dilalui oleh setiap siswa maka pada jenjang inilah karya sastra diperkenalkan yang
dapat berimplikasi terhadap perkembangan diri seorang anak. Namun, muncul sebuah
pandangan bahwa apakah karya sastra anak dapat menimbulkan pengaruh terhadap minat
baca? Bagaimanakah metode pengajaran sastra anak yang dapat menumbuh minat baca? Jenis
bahan bacaan seperti apa yang dapat diberikan kepada anak? Bagaimana menciptakan
lingkungan yang kondisif sehingga mendukung pembelajaran sastra Anak?  Pertanyaan-
pertanyaan inilah yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini.

B.    Pembahasan

1.    Hakekat Sastra Anak dan Hubungan Terhadap Minat Baca

Kata sastra berarti karya seni imajinatif dengan unsur estetisnya dominan yang bermediumkan
bahasa (Rene Wellek, 1989). Karya seni imajinatif tersebut dapat dalam bentuk lisan ataupun
tertulis. Selanjutnya, kata anak dapat diartikan sebagai manusia kecil (KBBI, 2007:41). Kata anak
yanng dimaksud disini bukanlah anak balita ataupun anak remaja, tetapi anak usia SD yang
berumur antara 6 sampai 13 tahun. Hal ini sejalan dengan pendapatnya Nurgiantoro (2005:12)
yang mengatakan yang dimaksud dengan anak dalam sastra anak adalah orang yang berusia 0
tahun sampai dengan sekitar 12 atau 13 tahun.

Sastra anak adalah sastra yang secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan dipahami oleh
anak, dan itu pada umumnya berangkat dari fakta yang konkret dan mudah diimajinasikan.
Sejalan dengan pendapat tersebut Kurniawan (2009:4-5) mengatakan bahwa sastra anak adalah
sastra yang menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh anak dan pesan yang disampaikan
berupa nilai-nilai, moral, dan pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan dan
pemahaman anak. Hunt juga berpandangan bahwa sastra anak sebagai buku bacaan yang
dibaca oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara khusus pula memuaskan
sekelompok anggota yang kini disebut anak. Jadi sastra anak adalah buku bacaan yang sengaja
ditulis untuk dibaca anak-anak. Isi buku tersebut harus sesuai dengan minat dan dunia anak-
anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosional dan intelektual anak, sehingga dapat
memuaskan mereka. Sementara itu, menurut Sarumpaet ( 2010: 2) sastra anak adalah karya
sastra yang dikonsumsi anak dan diurus serta dikerjakan oleh orang tua. Artinya, sastra anak
ditulis oleh orang tua yang ditujukan kepada anak dan proses produksinya pun dikerjakan oleh
orang tua. Namun tidak semestinya bahwa sastra anak ditulis oleh orang dewasa atau orang tua
atau anak-anak saja. Menurut Nurgiantoro (2005:12) bahwa penulis sastra anak dapat siapa
saja baik orang dewasa maupun anak-anak, dan hal yang paling penting adalah mengetahui
dunia anak-anak.

Menurut Huck dkk (1987:5) isi kandungan yang terbatas sesuai dengan jangkauan emosional
dan psikologi anak itulah yang, antara lain, merupakan karekteristik sastra anak. Sastra anak
dapat berkisah tentang apa saja, bahkan yang menurut ukuran dewasa tidak masuk akal.
Misalnya berkisah tentang binatang yang dapat berbicara, bertingkah laku, berpikir dan
berperasaan layaknya manusia. Imajinasi dan emosi anak dapat menerima cerita itu secara
wajar dan memang begitulah seharusnya menurut jangkauan pemahaman anak. Selayaknya
sebuah karya sastra maka sastra anak juga selain memberikan pemahaman atau memiliki nilai-
nilai pendidikan juga akan memberikan hiburan kepada anak sebagai penikmat. Maka hal ini
sejalan dengan pendapatnya Rebecca Thomas (2007) membimbing dan membekali anak untuk
mengenali diri berawal dari lingkungan terdekat hingga kebudayaan di luar lingkungan kita.
Anak-anak akan dibawa untuk tur menikmati makanan, kesenian dan cerita-cerita tradisional di
berbagai dunia.

Secara garis besar Lukens mengelompokkan genre sastra anak ke dalam enam macam, yaitu
realisme, fiksi formula, fantasi, sastra tradisional, puisi dan nonfiksi dengan masing-masing
mempunyai beberapa jenis lagi. Genre drama sengaja tidak dimasukkan karena menurutnya,
drama baru lengkap setelah dipertunjukkan dan ditonton, dan bukan semata-mata urusan
bahasa-sastra (Nurgiyantoro,2005:15).

Sastra anak juga memberikan manfaat dari unsur intrinsik dan unsur ektrinsik . Pada unsur
intrinsik  yaitu (1) memberikan rasa kesenangan atau kegembiraan,dan kenikmatan bagi anak-
anak, (2) mengembangkan daya imajinasi anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan
memikirkan alam, kehidupan, pengalaman, atau gagasan dengan berbagai cara, (3)
memberikan pengalaman baru yang seolah mereka mengalaminya (4) mengembangkan
wawasan kehidupan anak menjadi prilaku kemanusian (5) menyajikan dan memperkenalkan
anak pengalaman yang universal (6) melanjukan warisan sastra. Selain unsur intrinsik manfaat
sastra anak juga terdapat pada unsur ekstrinsiknya yaitu (1) perkembangan bahasa, (2)
perkembangan kognitif (3) perkembangan kepribadian dan (4) perkembangan sosial. Sejalan
dengan pendapat tersebut Rahmanto (1988: 16-24) yang dalam penjelasnya mengatakan
bahwa karya sastra dapat dijadikan sebagai pengajaran untuk membantu keterampilan
berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta rasa, dan menunjang
pembentukan watak. berdasarkan penjelasan tersebut secara umum sastra anak memberikan
rasa hiburan dan wawasan. Rasa hiburan yang dialami oleh anak ketika membaca sastra atau
kisah-kisah menarik yang terdapat dalam buku sastra membuat rasa keingin tahuan terhadap
buku yang ia baca hal ini berdampak pada minat baca terhadap dirinya.

2.    Pemilihan Bahan Pengajaran

Sebelum melakukan pendekatan atau cara melakukan pembelajaran sastra kepada anak maka
hal yang paling penting adalah memilih bahan pengajaran yang tepat. Pemilihan bahan
pengajaran yang patut dipertimbangkan yaitu berdasarkan aspek perkembangan bahasa,
psikologi dan latar belakang budaya yang tepat (Rahmanto 1988: 26). Hal ini dimaksudkan agar
pada pelaksanaan pembelajaran sasaran atau tujuan dapat tercapai.

a.    Bahasa

Dalam bentuk pengajaran sastra kepada anak hendaknya guru mempertimbangan pada aspek
penggunaan bahasa yang terdapat dalam karya sastra. Hal ini sangat penting karena karya
sastra yang menggunakan bahasa yang sulit dimengerti akan berakibat ketidak pahaman yang
berarti juga kegagalan dalam pengajaran sastra.

Aspek kebahasan yang patut dipertimbangkan oleh guru yaitu memperhitungkan kosa kata
yang baru, dan memperhatikan segi tata bahasa sehingga wacana yang muncul dalam karya
sastra tersebut dapat dipahami oleh anak-anak.

b.    Psikologi

Tahap perkembangan psikologi berkaitan dengan usia anak dalam belajar karya sastra.
Pembahasan psikologi berikut ini membatasi pada usia anak pada tingkat sekolah dasar.
Tahapan-tahapan psikologi atau perkembangan intelektual tersebut menurut terbagi beberapa
tingkatan yaitu  :

1)    Usia 7-11 tahun

Pada tahap usia ini seorang anak memiliki daya imajinasi yang diisi dengan hal-hal yang belum
banyak bersifat nyata tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakkan. Buku
yang cocok dalam usia ini menurut Nurgiantoro (2005:52) adalah buku-buku bacaan yang
mengandung narasi yang mengandung urutan logis dari yang sederhana ke yang lebih komplek,
jumlah tokoh dalam cerita, dan buku bacaan yang menampilkan berbagai macam objek gambat
secara bervariasi, bahkan mungkin yang dalam bentuk diagram dan model sederhana, buku
bacaan yang menampilkan narator yang mengkisahkan cerita, atau cerita yang dapat membawa
anak untuk memproyeksikan dirinya ke waktu atau tempat yang lain.

2)     Usia 11-12 tahun

Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah kerealitas. Meski
pandangan dunia ini masih sangat sederhana tetapi pada tahap ini anak telah menyenangi
cerita-cerita kepahlawanan, petuangalangan, dan bahkan kejahatan. Pada tahapan usia ini buku
yang dapat berikan adalah buku cerita yang menampilkan masalah yang membawa anak untuk
mencari dan menemukan hubungan sebab akibat serta implikasi terhadap tokoh-tokoh, dan
buku – buku yang mengandung alur cerita ganda. Karakter tokoh dan persoalan yang lebih
konfleks (Nurgiantoro, 2005: 53).

3)    Latar Belakang Sosial

Latar belakang sosial berkaitan dengan budaya yang diketahui oleh anak tersebut.
Pertimbangan latar belakang budaya dalam proses pengajaranya dimaksudnya untuk 
memberikan pengenalan dan kecintaan terhadap budaya yang dimiliki. Adanya kesadaran
bahwa karya sastra hendaknya menghadirkan sesuatu yang erat hubungannya kehidupan siswa
dan siswa hendaknya terlebih dahulu memahami budayanya sebelum mengetahui budaya lain
(Rahmanto, 1988: 31).
3.    Menciptakan Lingkungan Yang Kondusif

Lingkungan sangat mempengaruhi kondisi belajar siswa, hal ini dikarenakan jika lingkungan
yang menjadi tempat belajar dipenuhi dengan fasilitas yang memadahi akan menimbulkan rasa
ingin tahu terhadap keberadaan fasilitas tersebut. Untuk mencapai sasaran tersebut maka ada
beberapa hal yang perlu dilakukan diantaranya yaitu:

a.    Ruang Kelas

Guru pertama kali melakukan pembenahan terhadap tempat yang dijadikan belajar. Ruang
kelas diisi dengan buku-buku yang pajang pada tiap pojok hal ini dapat mengundang siswa ingin
memilih buku, dan membaca buku tersebut.

b.    Majalah Dinding Kelas

Agar aktifitas siswa tersebut terwadahi maka hal juga perlu disediakan oleh sekolah adalah
adanya majalah dinding yang diletakan di dalam kelas. Majalah dinding merupakan media yang
memuat segala bentuk hasil cipta siswa  dalam bentuk kreatifitas baik dalam bentuk, cerita atau
puisi yang dapat dilihat secara bersama-sama.

c.    Perpustakaan

koleksi perpustakaan terus ditingkatkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sudah saatnya
perpustakaan tidak hanya berisi buku-buku paket, koleksi perpustakaan juga dapat berupa
buku-buku bacaanyang mampu menarik minat siswa untuk membacanya. Selain itu
perpustakaan dapat jugamelengkapi koleksinya dengan koleksi audiovisual sehingga tidak
memberikan kesanlayanan yang monoton.

sarana atua perabot perpustakaan perlu dilengkapi, perpustakaan dapat dilengkapi dengan
pendingin udara, televisi dan komputer multimedia. Perabotan perpustakaan perlu didesain
dan disusun sesuai dengan kondisi fisik anak-anak sehinggadapat memberikan kesan nyaman
bagi anak. Ruang perpustakaan juga dapat dicat warna-warni dan dilukis gambar lucu sehingga
menghilangkan kesan formil perpustakaan. Dengan perubahan kondisi fisik perpustakaan ini
akan memberikan kesan nyaman anak berada diperpustakaan sehingga anak-anak akan rajin
datang ke perpustakaan.

Masalah SDM perpustakaan juga perlu mendapatkan perhatian.Perpustakaan harus dikelola


oleh tenaga yang memiliki keahlian serta berlatar belakangilmu perpustakaan, dokumentasi
dan informasi. SDM memiliki latar belakang ilmu perpustakaan tentu mengerti bagaimana
mengelola serta mengembangkan perpustakaan berdasarkan kaidah ilmu perpustakaan.
Memberikan tanggung jawab pegelolaan perpustakaan kepada guru perlu dikaji ulang, guru
yang memiliki tugas utama sebagaitenaga pengajar tidak akan mampu maksimal dalam
pengembangan perpustakaan karenaharus membagi waktunya untuk mengajar. Perpustakaan
akan tutup apabila guru tersebutmendapat tugas mengajar. Keadaan semacam ini tentu dapat
menghambat proses pembinaan minat baca anak.

Sebenarnya masalah terbatasan koleksi, sarana perpustakaan sertaminimnya SDM


perpustakaan disebabkan karena keterbatasan dana. Keterbatasan dana menyebabkan
perpusakaan tidak mampu membeli buku, melengkapi sarana perpustakaanserta membayar
tenaga profesional untuk mengelola perpustakaan. Sebagai solusinya di perlukan perhatian
pemerintah, pengelola sekolah serta peran aktif wali murid.Pemerintah perlu memberikan
perhatian bagi pengembangan perpustakaan sekolah.

Ketersedian fasilitas tersebut akan menimbulkan aktifitasi membaca serta komunitasi sosial
yang nantinya pada tiap anak akan membicarakan cerita yang ia baca atau dapatkan dari buku-
buku yang diperolehnya dengan teman-temannya. Aktifitas ini sangat berdampak positif
terhadap perkembangan anak dikarenakan anak akan terbiasa dalam membaca serta kondisi
sosial dan perkembangan bahasa yang ia miliki.

4.    Metode Pengajaran Sastra

Ketersedian fasilitas atau sarana dalam pembelajaran tidak dapat menentukan dalam kesukses
untuk membangun kecintaan anak terhadap dunia sastra jika tidak dilakukan dengan cara atau
metode pengajaran sastra yang tepat di kelas. Ada beberapa metode dalam pengajaran sastra
agar tujuan dapat tercapai. Metode yang dapat dilakukan diantaranya:
a.    Strory-telling

Metode pengajaran sastra dengan menggunakan strory-telling dapat dilakukan oleh siswa atau
guru. Kegiatan ini adalah guru atau siswa membecakan suatu cerita yang dipilih berdasarkan
keinginan. Seseorang yang menggunakan strory-telling sambil duduk dengan lingkari anak-anak.
Dalam bentuk lain kegiatan strory-tellling dapat menggunakan make up dan konstum tertentu
yang menggambarkan karakter tokoh utama dalam cerita tersebut  sehingga menimbulkan
ketertarikan siswa terhadap isi cerita yang disampaikan oleh guru. Dalam penyampain
ceritapun harus diikuti dengan gerakan dan mimik wajah tertantu.

Meskipun dalam penyampainya beragam akan tetapi ada beberapa hal yang menajdi prosedur
untuk harus di lakukan yaitu:

1)    Memilih cerita yang akan dibacakan dengan memperhatikan kekuatan karakter pelaku
dengan tegangan ceritanya sehingga nantinya benar-benar menarik perhatian anak

2)    Membaca terlebih dahulu secara lisan sambil memperhatikan dan melatih bentuk visualiaai
ataupun gerak mimik yang tepat. Untuk itu mesti dipahami gambaran ciri fisik dan perwatakan
pelaku, gambaran suasana, dan bagian-bagian cerita, baik bagian awal tengah, maupun akhir.

3)    Menentukan satuan bentuk cerita sehingga memudahkan pembuatan jeda penentuan saat
dialog dengan anak-anak guna mempelajari, dan memudahkan antisipasi tempo dan ritme
penceritaan.

4)    Mempelajari cara mengawali cerita maupun bentuk-bentuk tanggapan yang mau
diinteraksikan dengan anak, misalnya ketika menggambarkan pelaku yang lagi berkenalan
dengan teman barunya, atau bentuk-bentuk interaksi lainya.

5)    Berlatih melakukan strory-telling sampai diri sendiri merasa yakin dan nyaman
menyajikannya di depan kelas. Dalam hal ini perlu diperhatikan keselarasan antara bunyi ujaran
yang dihasilkan dengan gerak, mimik, dan posisi dalam bacaan.
6)    Melakukan kegiatan penceritaan dengan suara, sikap, intonasi yang bisa diharapkan
menarik anak-anak. Selama membacakan perlu adanya kontak pandangan mata dan kimunikasi
dengan anak-anak, misalnya dalam bentuk tanya jawab

b.    Readers theatre

Readers theatre merupakan salah satu bantuk penyajian cerita melalui pameran dan pelisan
dalam bentuk kelompok melalaui kegiatan “pementasan”. Meskipun disebut sebagai kegiatan
pementasan bukan berarti bahwa siswa harus menyiapkan kostum, propertis maupun pentaan
panggung. Dalam kegiatan ini anak-anak cukup mengubah cerita menjadi scripts yang disusun
oleh mereka dan tidak harus menghapalkannya hanya mempraktekan gambaran tokoh yang
diperankannya dengan menggunakan intonasi suara yang sesuai dengan tokoh dalam cerita.

Kegiatan ini bertujuan untuk menggambarkan dialog, lakuan dan interaksi dengan palakulainya
secara tepat dan bermakna. Selain itu kegiatan ini juga bermanfaat agar siswa dapat
mengetahui karakter penokohan dan alur cerita dari karya sastra yang mereka pilih dan baca.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan  readers thatre yaitu:

1)    Guru memperkenalkan konsep readers theatre dan mempertega perbedaannya dengan
dramatisasi cerita. Setelah itu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk membentuk
kelompok yang disesuaikan dengan kebutuhan.

2)    Membantu memperbanyak atau mengkopi  cerita yang dipilih oleh siswa untuk dibagikan
pada setiap individu agar dapat dipelajari seraca bersama-sama.

3)    Anak-anak melakukan kegiatan membaca secara lisan dalam kelompok. Mereka juga
sekaligus diberi kesempatan untuk berdiskusi dalam  memilih karakter tokoh yang dinginkan.

4)    Anak diberikan kesempatan latihan yang dibimbing oleh gurunya.

c.    Menggambar dan Bercerita

Pada umumnya anak-anak sangat suka dalam kegiatan menggambar hal ini sangat berpotensi
jika dikaitkan dengan kegiatan pengajaran sastra anak. Anak-anak dapat diarahkan oleh
gurunya untuk menggambar dari cerita yang mereka baca yang nantinya akan dipertunjukan
dihadapan teman-temannya sambil menceritakan isi cerita dengan menggunakan gambarnya.
Tujuan dari kegiatan ini adalah anak-anak dilatih untuk memahami isi cerita, meningkatkan
daya kreatifitas mereka, dan berani tampil dalam menceritakan isi cerita di dapan teman-
temannya.

C.    Kesimpulan

Sastra anak adalah sastra yang secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan dipahami oleh
anak, dan itu pada umumnya berangkat dari fakta yang konkret dan mudah diimajinasikan.
Salah satu dari manfaat sastra anak adalah dapat menumbuhkan rasa minat baca yang sangat
tinggi. Dalam proses penerapannya ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya
menciptakan lingkungan yang kondusif, ketersediaan fasilitas, pemilihan bahan bacaan, dan
cara pengajaran sastra yang dapat menimbulkan rasa keinginan terhadap dunia sasra yang
berimplikasi pada minat baca.

Anda mungkin juga menyukai