Anda di halaman 1dari 34

Kata Pengantar

Dengan penuh semangat dan kegembiraan, kami hadirkan kepada Anda antologi cerpen denfan
tema "Pendidikan" sebuah kumpulan kisah inspiratif yang mengelilingi dunia pendidikan. Di
dalamnya, Anda akan menemukan cerita-cerita yang memukau, meresap, dan memberikan
cerminan tentang peran penting pendidikan dalam membentuk karakter, mimpi, dan masa depan
kita.

Pendidikan bukanlah sekadar kelas-kelas di ruang belajar, tetapi sebuah perjalanan panjang ke
arah pengetahuan, pemahaman, dan pertumbuhan pribadi. Antologi ini mengangkat berbagai
aspek pendidikan, dari petualangan belajar hingga lika-liku mengajar, dari persahabatan di ruang
kelas hingga tantangan menjadi insan pendidik.

Melalui kata-kata yang dirangkai indah oleh para penulis kami, kami mengajak Anda
menjelajahi sudut-sudut pendidikan yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya. Setiap cerita
adalah pijakan untuk merenung tentang makna sebenarnya dari proses belajar-mengajar,
menggali keberanian dalam mencari pengetahuan.

Terima kasih kepada para penulis yang telah memberikan kontribusi unik mereka, menyajikan
cerita-cerita yang tidak hanya memikat, tetapi juga meninggalkan pesan dan inspirasi. Semoga
antologi ini dapat membuka wawasan kita, memotivasi, dan merayakan perjalanan pendidikan
yang tak pernah berakhir.

Sekali lagi, selamat membaca dan meresapi kisah-kisah inspiratif dalam antalogi cerpen
"Pendidikan"

Pekanbaru,25 November 2023


Daftar isi

1.Manisnya Sebuah Hasil (By: Alfi Fadhil Syafi’i) ……………………………………………1

2.Pendidikan di Desa (By: Akhlin Dinejad) ……………………………………………………2

3.Lala Si Kupu-kupu Pelangi (By: Alya Muhkbita br.Nst)……………………………………..3

4.Perjalanan Menjadi Seorang Dokter (Aulia Putri Nur Cahyani) ……………………………..5

5.See You Again (By: Carissa Putri Nazirah) ………………………………………………….6

6.Meraih Mimpi (By:Fadhil Al Rasyid) ………………………………………………………..7

7.Kisah Kancil dan Pak Tani (By: Fata Hakim Izharulhaq) ……………………………………8

8.Anak Nakal yang Mendapatkan Beasiswa (By:Fathdilla Azzahra Azmi) ……………………10

9.Teman Baru (Hawra Salma Azizah) ………………………………………………………….12

10.Membantu Bisa Membuat Hati Kita Senang (Hayyu Nur Halimah) ………………………..18

11.Kedamaian Dalam Kesabaran (M.Farel Ramadhan) ……………………………….……….19

12.Angin Menabuh Daun-daun (M.Rafie Akbar) ……………………………………………...20

13.Kemiskinan Tak Jadi Penghalang (M.Fiqih Azzikri) ……………………………………....21

14.Belajar dari Pengalaman (M.Hakim) ……………………………………………………….22

15.Kegembiraan dalam Beribadah (M.Maulana Restu) ………………………………….…….23

16.Arti Kejujuran (M.Nabil Khalid N.S) ……………………………………………….…...…24

17.Si Sulit dan Si Lampu (Nabilah El Abrar) …………………………………………….……23

18.Teruslah Maju Tanpa Ragu (Naiva Khairunnisa Dinata) …………………… ……….…….25

19.Belajar dari yang Tak Pernah di Ajar (Stachya Nadia Fritzie) …………………… ………..26

20.Usaha Tidak Menghianati Hasil (Rafi Rahmad Mubarokah) …………………… …….…..27

21.LOSER (Syifa Tania Ekaputri) ……………………………………………………………..28

22.Akibat Lalai (Talitha Sakhi) ………………………………………………………………..29


01. Manisnya Sebuah Hasil
Karya : Alfi Fadhil Syafi’i

Jaka adalah siswa teladan yang sudah memasuki semester akhir sekolah SMA, yang tandanya dia
akan menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Sedangkan Irfan adalah sahabatnya
yang selalu menemani Jaka saat belajar di perpustakaan, bukan untuk belajar, tapi dia lebih
memilih bercengkrama dengan ibu perpus.

Ujian Nasional pun sudah berakhir. Jaka, Irfan dan beberapa kawannya berjalan melewati lorong
sekolah menuju kelasnya. Setelah tiba di kelas, anak-anak kelas XII IPA sudah berada di bangku
masing-masing, menunggu wali kelasnya membagikan amplop berisi surat kelulusan. Jaka dan
Irfan saling berpelukan sahabat dibangku mereka,dan saling mendoakan.

Namun Jaka mendapatkan 2 amplop secara bersamaan. Setelah semua siswa mendapatkan
amplopnya masing-masing, secara bersamaan siswa XII IPA membuka amplop tersebut.
Kegugupan, ketegangan dan kekhawatiran saat itu pecah. Seluruh siswa lulus, wali kelaspun ikut
bahagia dengan kelulusan semua siswa.

“Alhamdulillah..,aku lulus” ucap Jaka saat membuka amplop pertama.

“Iya aku juga lulus, Kaa…” sahut Irfan.

Dengan wajah penasaran Jaka membuka kembali amplop yang kedua. Dengan tangan yang
gemetar dia membaca isi amplop tersebut. Ternyata isinya adalah surat keterimanya dia sebagai
penerima beasiswa kuliah di Inggris.

Irfan yang tadinya hanya asik dengan bahagianya sendiri, turut ikut bahagia mengetahui bahwa
sahabatnya telah mendapatkan beasiswa kuliah ke Inggris.

Irfan mengetahui kalau sahabatnya ini adalah orang yang sangat giat belajar. Setiap kali jam
istirahat pertama berbunyi, dia memilih untuk ke perpustakaan daripada ke kantin. Menurutnya
ke kantin jam istirahat ke dua pun bisa. Jadi dia lebih memilih memanfaatkan waktunya untuk
belajar di perpustakaan.

Ternyata benar, tidak ada usaha yang sia-sia di bumi ini, semuanya akan ada hasilnya, besar atau
kecil.
02. Pendidikan di Desa
Karya : Akhlin Dinejat

Di sebuah desa kecil yang terpencil, hiduplah seorang guru bernama Ibu Siti. Ia adalah sosok
yang penuh dedikasi untuk dunia pendidikan. Rumah kecilnya di pinggir desa menjadi tempat di
mana ilmu dan kasih sayang disebarkan.

Setiap pagi, Ibu Siti membuka pintu rumahnya yang sederhana untuk menyambut murid-
muridnya yang bersemangat belajar. Meski kelasnya terbatas, semangat dan keinginan untuk
belajar menjadi kekuatan yang mendorong mereka melangkah.

Suatu hari, datanglah seorang anak bernama Ahmad. Ia berasal dari keluarga kurang mampu,
namun tekadnya untuk belajar sangat kuat. Ibu Siti melihat potensi besar dalam diri Ahmad dan
memberinya perhatian khusus. Dengan penuh kesabaran, Ibu Siti membimbing Ahmad untuk
mengatasi setiap hambatan belajar.

Pendidikan bukan hanya soal buku dan pensil bagi Ibu Siti. Ia juga mengajarkan nilai-nilai
kehidupan, seperti kejujuran, kerja keras, dan rasa tanggung jawab. Setiap cerita yang dibacakan
di kelasnya memiliki pesan moral yang dalam.

Waktu berlalu, dan hasil kerja keras Ibu Siti mulai terlihat. Murid-muridnya, termasuk Ahmad,
tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kepribadian yang baik. Mereka menjadi
teladan bagi desa kecil tersebut.

Namun, sebuah tantangan muncul ketika pemerintah desa memutuskan untuk mengurangi
anggaran pendidikan. Ibu Siti tidak gentar. Bersama para murid dan orang tua, mereka berjuang
agar pendidikan tetap menjadi prioritas. Mereka mengadakan kegiatan amal, bazaar, dan
berbagai acara untuk mengumpulkan dana.

Dengan kerja sama dan semangat gotong royong, desa kecil itu berhasil mempertahankan
pendidikan sebagai investasi utama. Ibu Siti dan murid-muridnya menjadi inspirasi bagi desa-
desa sekitarnya. Pendidikan bukan lagi sekadar aktivitas rutin, melainkan sebuah perjuangan
bersama untuk mencapai masa depan yang lebih baik.

Cerita ini menjadi simbol kekuatan pendidikan di tengah keterbatasan. Ia mengajarkan kita
bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru atau pemerintah, tetapi juga tanggung
jawab seluruh masyarakat. Setiap individu memiliki peran penting dalam menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif dan berdaya.

Dengan semangat ini, desa kecil itu tidak hanya berhasil melewati krisis pendidikan, tetapi juga
berkembang menjadi komunitas yang cerdas dan peduli. Ibu Siti dan murid-muridnya
membuktikan bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah nasib dan mewujudkan impian,
bahkan di desa terpencil sekalipun
03. Lala Si Kupu-kupu Pelangi
Karya : Alya Mukhbita br.Nst

Hari ini Lala sangat senang karena akhirnya keluar dari kepompong dan menjadi kupu-
kupu.Dengan gembira dia mengepakkan sayap putihnya,terbang memutari
rumahnya.”senang,ya?” tanya Lili kakak lala yang mempunyai sayap biru muda yang sangat
cantik.”ternyata terbang sangat enak sekali ya,kak” jawab Lala riang.Merekapun terbang berdua
mengelilingi pohon persik dan hinggap di salah satu buahnya.”bagaimana? sudah memilih warna
untuk sayapmu? Tanya lili. Seminggu lagi akan diadakan pesta untuk menyambut kupu-kupu
baru.Dalam pest aitu,semua kupu-kupu baru akan mendapatkan warna sayap yang di inginkan
dari ait terjun warna di dekat istana.namun.sampai sekarang lala belum memilih warna untuk
sayapnya.“Sebenarnya aku ingin warna seperti buah persik ini.tetapi,aku juga igin warna
biru,warna merah,pink” Lala bercerita dangan sangat gembira.”Jangan banyak-banyak.Nanti
kami dikira kupu-kupu aneh.kamu harus memilih satu warna saja”,saran lili.Lala merasa sedih
mendengar hal itu Dia bertanya-tanya dalam hati,kenapa tidak boleh memilih lebih dari satu
warna?,padahal kan ini sayapnya sendiri
.sore haripun tiba.Lala berkeliling Bersama temannya untuk melihat air terjun warna-
warni yang nanti akan di gunakan untuk pesta penyambutan kupu-kupu baru.”Aku sudah tak
sabar.Aku ingin cepat-cepat mewarnai sayapku dengan warna ungu” Elisa ,kupu-kupu gembul
berkata dengan semangat.”Kalau aku sih warna hijau” timpal ruby.”Aku kuning”.kupu-kupu lain
menjawab.”Kalau Lala,pilih waran apa?”Tanya elisa.Lala memandangi air terjun itu,ada banyak
sekali warna disana.Namun,Kenapa dia hanya memilih satu warna saja? “Sebenarnya aku ingin
memilih semua warna yang ada disana.karena menurutku,semua warna itu sangat indah” ujar
Lala.”Ha…ha..ha.”.Teman-teman lala tertawa keras.lala merasa bingung kenapa ia di
tertawakan.”Lala,kamu mau di anggap kupu-kupu aneh?” tanya ruby. ”Awas ya,lala,kalau kamu
jadi kupu-kupu aneh kami tidak mau berteman dengan mu lagi!”.Ancam Elisa lala masih tidak
mengerti mengapa jika memilih dari satu warna dianggap aneh,lalapun pulang dengan perasaan
sedih.bahkan,kateka makan Bersama ia tidak bersemangat seperti biasanya.

“Lala,Kenapa tidak makan?”.tanya ibu.lala hanya menggelengkan kepala.”Bagaimana?sudah


memilih warna?”.Ayah mencoba mencairkan suasana.”Sepertinya aku tidak akanmewarnai
sayapku” Jawab lala singkat.”Lo,kenapa?kamu kan sangat ceria seperti warna kuning” Tanya
ibu.”katanya lala ingin membuat sayap berwarna-warni bu” Kak Lili menjawab.”oh,ya?” ibu
tampak terkejut .lala tidak terkejut jika semua kupu-kupu akan mengganggapnya aneh,termasuk
keluarganya..”ya bu,tetapi, teman-temanku bilang itu aneh.jadi lebih baik sayapku tidak di
warnai”.ujar lala lesu.”Ah,kata siapa kalau sayapmu aneh?itu adalah sayapmu,kau bebas untuk
memilih warna apapun yang kamu mau.hmm…sebenarnya dulu ayah mau warna merah
muda.lo,tetapi karena dulu semua Jantan memilih warna biru jadi ayah takut untuk memilih
warna lain,lihat sekarang,ayah jadi jelek kan?”Canda ayah,membuat semuanya tertawa termasuk
lala.”Nah kan kalau kamu tertawa ceria jadi tambah cantik,jangan pikirkan apa yang dikatakan
oleh kupu-kupu lain,jadilah dirimu sendiri ok?” lalapun tersenyum dan merasa lega sekarang ia
telah memutuskan warna untuk sayapnya.
Pesta penyambutanpun tiba.semua kupu-kupu baru telah mewarnai sayapnya.kini,giliran lala
terbang melewati air terjun warna-warni.”lala cantik,si kupu-kupu baru,silahkan terbang
melewati warna pilihanmu!”sang ratu memberi isyarat kepada lala untuk mulai terbang.Lala
menarik nafas Panjang dan perlahan-lahan mengepakkan sayapnya,lala mendekat ke air terkun
berwarna biru.kemudian,ia terbang kearah air terjun warna merah.meskipun mendengar teriakan
dari pengunjung,lala tetap terbang melintasi air terjun kuning dan hijau.setelah mewarnai
sayapnya ia Kembali duduk di tempatnya.ia berusaha untuk tak menghiraukan tatapan aneh dari
teman-temannya.”Lala kamu cantik sekali!” puji elisa sambil menyentuh sayap lala.”benarkah?”
tanya lala,”ia,kamu cantik sekali,ah,jadi pingin punya sayap sepertimu” kata elisa lagi.Lala
sangat senang danb tersenyum.ternyata benar kata ayah jadilah diri sendiri,tidak harus
mendengar pendapat orang lain.
Perjalanan Menjadi Seorang Dokter
04. Karya : Aulia Putri Nur Cahyani

Di sebuah desa kecil di Jawa Tengah, hiduplah seorang anak perempuan bernama Rara. Rara
berasal dari keluarga yang sangat miskin. Ayahnya hanya seorang petani penggarap yang
penghasilannya tidak seberapa. Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang membantu ayahnya
di sawah. Meskipun hidup dalam kemiskinan,

Rara adalah seorang anak yang cerdas dan bersemangat. Ia selalu bercita-cita untuk menjadi
dokter agar bisa membantu orang-orang yang membutuhkan. Rara selalu belajar dengan giat. Ia
sering membantu ayahnya di sawah setelah pulang sekolah. Ia juga sering membantu ibunya di
rumah. Rara tidak pernah mengeluh dengan keadaannya. Ia selalu percaya bahwa dengan kerja
keras, ia bisa meraih impiannya.

Suatu hari, Rara lulus dari SMA dengan nilai yang sangat memuaskan. Ia diterima di salah
satu universitas terbaik di Indonesia. Rara sangat bahagia. Ia akhirnya bisa mewujudkan
impiannya untuk menjadi dokter. Rara harus meninggalkan kampung halamannya untuk kuliah
di Jakarta. Ia harus tinggal di asrama dan bekerja paruh waktu untuk membiayai kuliahnya.
Meskipun begitu, Rara tidak pernah menyerah. Ia selalu belajar dengan giat dan bekerja dengan
tekun.

Setelah lulus dari kuliah, Rara langsung bekerja di sebuah rumah sakit. Ia bekerja dengan
sangat rajin dan penuh dedikasi. Rara selalu berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada
pasien-pasiennya. Rara akhirnya berhasil meraih impiannya. Ia menjadi seorang dokter yang
sukses. Ia tidak pernah lupa dengan kampung halamannya. Ia selalu membantu orang-orang yang
membutuhkan di kampungnya. Kisah Rara membuktikan bahwa kemiskinan bukanlah halangan
untuk meraih impian. Dengan kerja keras dan tekad yang kuat, siapa pun bisa meraih apa pun
yang diinginkan.
05. See You Again
Karya : Carissa Putri Nazirah.

Aku gerald, siswa SMA kelas 10. aku adalah anak pertama dari keluarga ku. dahulu semasa
aku masih kecil, aku tidak mempunyai sahabat sama sekali. tetapi sekarang aku mempunyai
sahabat, yaitu bernama leo. aku sangat dekat dengan leo, bahkan sudah seperti kakak dan adik.
Pada suatu pagi hari, aku terbaring sakit. leo pun datang ke rumah ku dan aku langsung
sembuh, menakjubkan bukan? leo pun terheran heran melihatku yang tiba tiba sembuh dari
sakitku dan berkata “kok bisa lu tiba tiba sembuh?” dan aku pun hanya tertawa.
Saat di sekolah, aku selalu bermain dengan leo, makan siang di kantin bersama leo, pulang
bersama leo, bahkan bangku kami pun bersebelahan.
Liburan akhir semester pun tiba. kami berdua memutuskan pergi ke singapore menggunakan
pesawat. setibanya kami di singapore, kami langsung berfoto di changi jewel. setelah itu kami
langsung ke hotel untuk meletakkan koper koper kami. kami pun langsung menjelajahi kota
singapore. Setelah 2 hari kami di singapore, kami memutuskan ke kuala lumpur selama 2 hari.
kami berfoto di menara kembar, dan lanjut menjelajahi kota kuala lumpur. dan kami pun pulang
ke indonesia.
Hari itupun terjadi, kami berdua bertengkar hebat. aku tidak tau alasan leo bertengkar dengan
ku. dan setelah bertengkar, dia langsung meninggalkan ku. Sudah beberapa hari dia tidak masuk
sekolah setelah kami bertengkar. aku pun bingung mengapa dia tidak masuk sekolah dan tiba
tiba bertengkar kepada ku. setelah pulang sekolah, aku pun langsung pergi ke rumah leo. dan
ternyata tidak ada siapa siapa disana.
Tahun demi tahun, hari demi hari, aku pun lulus SMA. dan aku pun melanjutkan ke jenjang
yang lebih tinggi.Setelah aku lulus dari universitas ku, aku pergi ke sebuah kota untuk berkerja
disana. saat aku berjalan di sebuah stasiun kereta, ada yang memanggil ku “oi gerald, udah lama
kagak jumpa”. dan yaa ternyata orang itu adalah leo. aku sangat merindukan dirinya “leo kemana
aja lu selama ini???”. aku pun sangat senang bertemu dengan leo kembali.
06. Meraih Mimpi
Karya : Fadhil Al Rasyid

Di sebuah desa kecil nan asri, terdapat sebuah sekolah dasar bernama SD Mutiara Harapan.
Sekolah ini berdiri dengan sederhana, namun di dalamnya tersimpan semangat belajar yang tak
terkira . Di antara para siswanya, terdapat seorang anak bernama Budi, yang memiliki tekad kuat
untuk meraih mimpinya.

Budi adalah anak yang sederhana dan berasal dari keluarga yang kurang mampu. Namun,
keterbatasan ekonomi tidak pernah menjadi penghalang baginya untuk mengejar ilmu . Setiap
pagi, ia selalu bangun lebih awal untuk membantu orang tuanya sebelum berangkat ke sekolah.

Budi sangat menyukai pelajaran matematika. Ia selalu antusias dalam mengikuti setiap
penjelasan guru dan selalu mengerjakan tugas dengan tekun . Meskipun ia tidak memiliki banyak
sumber belajar, ia selalu mencari cara untuk menambah pengetahuannya.

Suatu hari, diadakan olimpiade matematika tingkat kabupaten. Budi sangat ingin mengikuti
olimpiade tersebut, namun ia ragu dengan kemampuannya . Teman-temannya pun banyak yang
tidak percaya bahwa ia bisa bersaing dengan siswa dari sekolah lain yang memiliki fasilitas dan
sumber belajar yang lebih lengkap.

Namun, guru matematika Budi, Pak Amir, selalu menyemangati dan memberikan dukungan
kepada Budi. Pak Amir yakin bahwa Budi memiliki potensi yang besar dan dapat
membanggakan sekolah.

Dengan tekad yang kuat, Budi akhirnya memutuskan untuk mengikuti olimpiade matematika
tersebut. Ia berlatih setiap hari, tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah. Ia juga
memanfaatkan waktu luangnya untuk membaca buku-buku matematika dan mengerjakan soal-
soal latihan.

Saat olimpiade tiba, Budi merasa sangat gugup. Ia melihat banyak siswa lain yang terlihat lebih
pintar dan percaya diri. Namun, ia mengingat nasihat Pak Amir dan berusaha untuk tetap tenang.

Budi mengerjakan setiap soal dengan penuh konsentrasi dan tekun. Ia tidak menyerah meskipun
beberapa soal terasa sulit baginya. Setelah menyelesaikan semua soal, ia merasa lega dan
berharap agar ia bisa mendapatkan hasil yang baik.

Beberapa hari kemudian, pengumuman hasil olimpiade pun diumumkan. Budi merasa sangat
terkejut dan tidak percaya ketika mendengar namanya disebut sebagai pemenang olimpiade
matematika tingkat kabupaten

.Kemenangan Budi membawa kebanggaan bagi SD Mutiara Harapan. Ia membuktikan bahwa


dengan tekad dan kerja keras, siapa pun bisa meraih mimpi mereka.Cerita Budi menjadi motivasi
bagi siswa-siswi lain untuk terus belajar dan berprestasi
Kisah Kancil dan Pak
07. Karya : Fata Hakim Izharulhaq
Tani
“Kruukk…krruuk,” Kancil mengelus perutnya yang dari tadi mengeluh lapar, dan
tenggorokannya pun sangat kering. Hari amatlah panas. Kancil berjalan sendirian. Tadi dia
memang bersama teman-temannya meninggalkan hutan kecil tempat tinggal mereka yang
terbakar. Sekarang, teman-temannya sudah meninggalkannya.
Kancil duduk bersandar karena matanya berkunang-kunang. Tiba-tiba ia melihat hamparan hijau.
Ya, itu adalah ladang Pak Tani, yang menanami ladangnya dengan ketimun. Air liur Kancil
menetes.
“Ah, aku akan memakan timun Pak Tani,” kata Kancil. “Kalau cuma makan sedikit pasti tidak
apa-apa.”
Kancil menyusup lewat celah pagar ladang Pak Tani dan mengunyah sebuah ketimun. “Krrss,
hmmm, segar sekali.”
“Satu lagi, ah. Lalu aku akan menyusul teman-teman.” Kancil memetik satu lagi, memakannya.
Satu lagi, satu lagi, sampai ia kekenyangan dan tertidur. Kancil terkejut karena hari sudah sore.
Ia segera meninggalkan ladang itu.
Saat tiba di ladang, Pak Tani kaget melihat ketimunnya banyak yang hilang, hanya tersisa
sampah ujung ketimun.. “Aduh, bagaimana ini,” keluh Pak Tani. “Aku tidak jadi panen. Siapa
yang berani mengambilnya, ya?”
Bu Tani berkata, “Kita takut-takuti dia dengan orang-orangan, Pak. Siapa tahu, dia tidak berani
datang lagi.”
“Ide bagus, Bu. Ayo, kita buat sekarang.”
Mereka membuat orang-orangan dari jerami dan menggunakan baju bekas dan caping Pak Tani.
Esok harinya, Si Kancil memasuki ladang itu lagi.
“Apa? Pak Tani berjaga di ladangnya?” serunya terkejut.
Ia menunggu sampai Pak Tani pergi, namun kelihatannya Pak Tani betah berjaga di sana. Tapi,
mengapa Pak Tani diam dan melotot terus seperti itu, ya? Kancil memberanikan diri untuk
memasuki ladang dan Pak Tani tidak mengusirnya. Akhirnya Kancil mengerti, bahwa itu hanya
orang-orangan yang dibuat seperti Pak Tani.
“Ayo, makan bersamaku, Pak Tani!” ajaknya dan mengambil caping orang-orangan itu. Ia
makan sampai kenyang sambil nyender ke tubuh orang-orangan itu. Setelah kenyang, Kancil
segera pergi.
Sorenya, Pak Tani terkejut karena ketimunnya tetap hilang. “Ulah siapa, sih, ini?” katanya
geram.
“Sepertinya pencurinya sudah tahu jika ini orang-orangan dan bukan bapak,” kata Bu Tani.
“Bagaimana jika kita melumuri orang-orangan ini dengan getah, sehingga akan membuat lengket
pencurinya?”
Lalu mereka melumuri tubuh orang-orangan itu dengan getah buah Nangka.
Esoknya, Kancil datang lagi. “Wah, Pak Tani, kamu masih disitu,” katanya lalu mulai memetik
ketimun dan mulai memakannya sambil menyenderkan tubuhnya. Selesai makan, ia berniat
pergi. Tapi, oh-oh, badannya lengket menempel ke orang-orangan itu!
Tiba-tiba datanglah Pak Tani. Kancil tidak berkutik, dia harus siap-siap dihukum.
“Oooh, rupanya kamu yang memakan hasil jerih payahku?” Pak Tani berkacak pinggang.
“Ampun, Pak Tani, maafkan aku. Hutan kecil kami terbakar beberapa hari lalu.” Kancil
memohon.
“Ya, tapi, tetap saja mencuri itu tidak baik. Enaknya, saya kasih kamu hukuman apa, ya?” Pak
Tani tetap kesal.

“Bagaimana jika kita hukum dia membereskan ladang selama seminggu dan menanami bibit
ketimun lagi, Pak?” usul Bu Tani.
Kancil pun menerima hukuman itu. Ia tahu bahwa memang dia bersalah. Dia bekerja dengan
rajin dan berharap Pak Tani sungguh-sungguh memaafkannya. Akhirnya, hari terakhir hukuman
si Kancil tiba.
“Terimakasih sudah bekerja dengan rajin, Kancil. Jangan mencuri lagi, karena perbuatan itu
merugikan orang lain. Lebih baik kamu berusaha dengan jerih payahmu sendiri. Ini bekal
ketimun untukmu di hutan nanti,” Kata Pak Tani sambil menyerahkan sekarung ketimun.
“Aku meminta maaf sekali lagi atas kesalahanku, Pak Tani. Terima kasih tidak menghukumku
lebih berat. Aku berjanji tidak mencuri lagi.” Kancil berkata penuh penyesalan.
Kancil kembali ke hutan. Ketimun pemberian itu selain dia makan tapi juga juga menyisihkan se
bagian untuk ditanam di kebunnya sendiri, supaya dia juga bisa panen timun.
Anak Nakal yang Mendapatkan Beasiswa
08. Karya : Fathdilla Azzahra Azmi

Di suatu kota yang sangat maju di daerah Sumatra ada anak laki laki yang bernama Abyan
Maulana Rafassya yang bersekolah di SMA Lentera Bangsa, abyan dikenal sangat tampan dan
sangat ramah, tetapi dia juga sangat nakal di sekolahnya dia sering bolos di sekolahan, dia sering
berantem, dan sering ketahuan merokok sama gurunya, dan tidak jarang pula orang tuanya di
panggil ke sekolah untuk menghadap gurunya. tetapi di satu sisi, abyan ini seorang anak yang
sangat pintar dia selalu menjadi juara 1 di angkatannya, tetapi karena abyan sering berantem,
membuat onar,sering bolos, sering merokok itu membuat kepintaran abyan tertutup di mata
siswa sma lentera bangsa.
Di suatu pagi senin, di saat siswa siswi SMA Lentera Bangsa sendang upacara, ada seorang anak
laki laki yang sedang merokok di rooftop sekolah ya, dia adalah seorang siswa yang bernama
Abyan Maulana Rafassya, yang sedang termenung seperti sedang memikirkan suatu masalah
yang sangat amat rumit, saat sedang asik menghisap satu batang rokok ia di kejutkan dengan
seorang perempuan yang bernama penepuk pundaknya lalu berkata
“Hei, kenapa lo disini kok ngga ikut upacara? mana ngerokok lagi” kata si sabiru
“ Lo sendiri juga ngapain disini bukannya ikut upacar dan soal gua ngerokok atau engganya
bukan urusan lo.” Abyan menjawab
“ Gua kesini karena gua lagi malas upacara dan pengen nenangin pikiran” jawab sabiru
” Sama gua juga, gua kesini juga karna nenangin pikiran” jawab abyan
Dan abyan melanjutkan menghisap rokoknya, sabiru pun sudah tidak ada pembahasan lagi
dengan abyan. Mereka sudah lama kenal dan mereka selalu menjadi teman kelas dari kelas 10
sampai sekarang kelas 11 tetapi mereka tidak terlalu sering ngobrol, karena itulah yang membuat
mereka berdua sekarang ada di kecanggungan. Saat sedang termenung, tiba tiba bel masuknya
jam pertama pun berbunyi mebuat keduanya beranjak dari duduknya masing masing.
”ayo sa, masuk tuh kita pelajaran bu sitikan pagi ini? ” kata si abyan ke sabiru
” iya kita pagi ini matematika sama bu siti ” kata sabiru
Lalu mereka turun dari rooftop menuju kelas, saat di perjalan abyan berbicara
” sa lo luan aja ke kelas gua mau ketoilet dulu, dan juga biar anak kelas ngga pada curiga kalau
kita berdua”
” oh yaudah kalau gitu, gua luan yan byan” kata sabiru lalu dia berjalan ke kelas sendirian,
sesampainya si kelas ia duduk di bangkunya dan memainkan heandphonenya sambil menunggu
bu siti masuk ke kelas 11 IPA 2, saat sedang bermain hp datang lah si abyan lalu duduk di
sebelah sabiru karena mereka memang di dudukan berdua oleh wali kelas mereka yaitu bu Eka.
Saat abyan duduk dia melirik sabiru sekilas lalu mengambil hp lalu memainkannya, tidak lama
setelah itu bu Siti masuk ke kelas 11 IPA 2, dan mereka memulai belajar saat iru juga

Waktunya istirahat, abyan menawarkan sabiru kekantin bareng dia karena ada yang ingin ia
bicara kan dengan sabiru,”sa yok kekantin gua traktir deh, karna ada yang mau gua bicarain juga
sama lo” kata si abyan
” bener yaa lo yang traktir gua, sepuasnya kan ini?” kata si sabiru
” iyaa sepuas lo kok ini, bebas mau pesan apa aja gua yang traktir” kata abyan
Mereka pun beranjak dari kursi, lalu jalan bareng ke kantin, dari krlas mereka ke kantin lumayan
jauh, karna kantin ada di lantai paling bawah, sedangkan mereka ada di lantai 3, saat di jalan
mereka mengobrol,dan itulah pertama kalinya mereka berdua panjang seperti ini, sesampainya di
kantin
” lo mau pesan apa sa? Biar gua pesanin” kata abyan
” mau mie ayam, terus minumnya es jeruk yaa abyan, gua nyari tempat duduk dulu” kata sabiru
sabiru pun berjalan meninggalkan abyan, untuk mencari bangku yang kosong untuk mereka
berdua, dan ia mendapatkan di pojok disana belum terlalu rame cocok untuk mengobrol berdua
disana. Sabiru duduk menunggu abyan datang membawa makan, lalu tidak lama abyan dating
dengan nampan berisi makanan yang ia pesan untuk mereka berdua, lalu dia meletakkan
mangkok mie ayam untuk sabiru lalu baru abyan duduk di depan sabiru
’’ sa, makan dulu baru nanti kita cerita ” kata abyan sambil menyantap makanannya, lalu mereka
makan tanpa ada berbicara, saat selesai makan baru lah disitu abyan membuka pembicaraan
” saa, gua mau jujur tentang perasaan gua yang dah lama gua pendam selama ini, tapi tolong
jangan potong gua ngomong , jadi gini dari awal kita mpls, gua dah suka sama lo dari dulu
cuman gua emang ngga berani aja buat ngungkapinnya, baru sekarang gua memberanikan diri,
tapii tujuan gua nyatain suka ini bukan karna ingin ngajak lo pacaran, tapi ini cuman untuk
membuat gua lega aja, karna dah menyimpan perasaan ini selama ini, dah sekarang lo boleh
ngomong sa” abyan pun mengungkapkan perasaannya terhadap sabiru, lalu sabiru pun mrmbuka
suara dengan keadaan syoknya
” okee, pertama terimaksih karna lo dah berani buat ngungkapin perasaan lo kegua, tapi gua juga
ngga mau pacaran, karna bunda gua ngelarang pacarn sebelum halal, dan kalau nanti dah halal
baru bisa kita menyatu byan, gua juga sebenarnya suka ke lo, cuman yaa gitu gua ngga bisa
menjalankan buhungan kalau sekarang, gua mau fokus untuk mencapai cita cita, lo juga harus
mencapai cita cita lo katanya lo mau jadi dokter kaya bunda lo jadi harus kejar cita cita itu byan,
buat ayah bunda lo bangga dengan lo, lo kan sebenarnya pintar cuman karna kettupan dengan
kenakalan lo aja jadi banyak yang ngga tau kalau lo itu sebenarnya pintar,” kata sabiru
Mendengarkan sabiru berbicara abyan pun tersadar dia selalu membuat hati bundanya terluka
karna kenakalan dia disekolah sampai bembuat bundanya selalu di panggil kesekolah untuk
berhadapan wali kelasnya yaitu bu eka, abyan merasa sedih saat ini
” udah, lo harus buktiin lo bisa ngebanggain bunda lagi, jangan pernah
merokok,ngebolos,berantem lagi, bentar lagi kita mau ujian kita harus giat belajar biar dapat
universitas yang kita mau byan, lebih giat lagi ya belajarnya” kata sabiru
” iya saa, makasih dah ngingetin gua”
Tiba tiba bell masuk berbunyi, lalu mereka berdua beranjak pergi dari kantin lalu menuju ke
kelas
Beberapa hari setelah itu mereka berdua lebih dekat dan mereka selalu belajar bersama untuk
menghadapi ujian kenaikan kelas, dan saat hari libur pun mereka tetap belajar
Saat naik ke kelas 12, mereka berdua tetap 1 kelas dan mereka makin hari makin dekat, dan
suatu hari abyan dan sabiru mencoba mendaftar ke beasiswa di suatu universitas yang ada di
mesir, karena kerja keras mereka yang telah setiap hari belajar untuk mendapatkan universitas
yang mereka idamkan yaitu universitas darussalam yang ada di mesir, dan alhamdulillahnya
mereka mendaptkan beasiswa di universitas tersebut. Dan setelah tamat dari universitas itu
mereka menjadi dokter yang sangat terkenal disana.
09. Teman Baru
Karya: Hawra Salma Azizah

“Chika, ayo berangkat,” teriak seorang remaja perempuan berusia 13 Tahun dari luar rumah.
“Iya, aku pakai sepatu dulu,” balas dari perempuan yang kerap dipanggil “Chika”.
Perjalanan mereka menuju sekolah itu di iringi dengan bahan obrolan, canda, dan tawa.
“Eh kamu tau ga? Katanya nanti ada murid baru loh,” lontaran Chika yang berhasil mengundang
rasa penasaran sahabatnya. “Loh iyakah? Kok aku engga dapat infonya ya?,” jawab sang sahabat
sambil terheran sebab ia tidak tau menahu mengenai informasi kedatangan murid baru.
“Kamu sih Tere, main game mulu kalau dikelas, kan jadinya ga tau berita apa-apa,” jawab Chika
sambil menyikut lengan sahabatnya yang kerap dipanggil dengan sebutan “Tere.”
“Ehehe, salahin yang buat game dong, kenapa buat game seseru itu, kan aku jadi ga bisa lepas
dari game nya,” jawab Tere sambil menggaruk-garuk kepala nya yang tak terasa gatal. “Halah,
itumah kamu nya yang kecanduan namanya,” Chika menatap sinis Tere karna tak habis pikir
dengan jawaban Tere. “Bisa-bisanya yang di salahin yang ngebuat game nya, padahal dia nya
sendiri yang udah kecanduan,”gumam Chika dari dalam hatinya.
Tak butuh waktu lama, akhirnya mereka sampai di depan gerbang pintu sekolah nya. Kaki nya
mereka langkahkan menuju lingkungan sekolah, menyapa siapa saja yang mereka temui, dan
menyalami guru-guru yang mereka jumpai.
KRINGG!!!
Bel telah berbunyi, menanadakan sebentar lagi jam pelajaran akan segera dimulai, semua murid
langsung bergegas menuju kelas mereka masing-masing termasuk Chika dan Tere, mereka
berdua berlari menuju kelas mereka yang terletak di ujung Lorong sekolah. Masuk ke dalam,
kemudian segera menarik kursimya dan duduk. Tak lama, seorang perempuan yang berusia
kurang lebih 30 tahun, berjalan dengan tegap memasuki kelas mereka.
“Selamat pagi anak-anak.” Sapa ibu guru dengan senyum yang merekah di wajahnya.
“Selamat pagi ibu.” Balas dari seluruh murid.
“Sudah tau belum? Berita mengenai bahwa kelas kita kedatangan murid baru?.”
“Sudah ibu.”
“Baguslah kalau begitu, ayo nak, masuk ke dalam,” panggil sang ibu guru kepada murid
perempuan yang berdiri di depan pintu kelas. Perempuan itu melangkahkan kaki nya menuju ke
dalam kelas, saat dirinya berhenti di depan kelas, sontak kelas tersebut menjadi ramai.
“Hallo anak-anak, mohon untuk tenang semuanya,” teriak sang guru sambil menepuk tangannya
berusaha menenangkan isi kelas.
“Ayo, perkenalkan diri kamu,” mendapat izin dari sang guru. Lantas, Perempuan tersebut
langsung mengeluarkan suaranya.
“Perkenalkan, nama saya Kalana Latalia, kalian bisa memanggil saya kala,” Sontak kelas
mendadak menjadi sepi. Namun, tak lama seorang murid bernama Eka membuka suaranya.
“Selamat datang Kala, semoga betah ya disini,” sapa Eka sambil menampakkan senyum
manisnya.
“Baik Kala, kamu bisa duduk sekarang, silahkan duduk di bangku kosong yang terletak di depan
Teresa ya. Teresa, tolong angkat tangan mu,” dengan cepat, Teresa pun langsung mengangkat
tinggi tangannya. Kala mulai berjalan menuju bangku kosong yang dimaksud oleh sang guru.
Kini, Pelajaran sedang berlangsung. Tak terasa, bel yang di tunggu-tunggu oleh semua murid,
akhirnya berbunyi. Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Waktu dimana seluruh murid di
perbolehkan untuk beristirahat sejenak. Sama hal nya dengan murid lain, Chika dan Tere pun
hendak keluar kelas untuk sekedar jajan dikantin lalu makan. Tak lupa, mereka juga menawarkan
ajakan kepada Kala untuk jajan bersama dengan mereka.
“Ayo jajan kal, mumpung hari ini hari senin, biasanya makanan kantin masih banyak banyak nya
tuh,” ajak Chika kepada kala. Ajakan itu hanya di balas dengan anggukan kecil dan senyum kecil
yang terbentang di wajah Kala.
Mereka pergi Bersama-sama menuju kantin, selama dalam perjalanan hingga makan di kantin,
Kala lebih banyak bercerita dan berbicara dengan Tere dibandingkan dengan Nya. Namun, Chika
tak ambil pusing, ia menganggap mungkin saja Kala lebih nyaman berbicara dengan Tere.
Mengingat sifat Tere yang cenderung lebih lembut ketika berbicara, berbeda dengan Chika yang
sedikit menggunakan nada tinggi ketika berbicara dengan temannya.
“Soto kantin itu jadi menu paling favorit disini, tapi sotonya engga setiap hari ada, biasa nya aku
beli sih, saking enaknya banyak anak yang rela ngantri belasan menit Cuma buat beli sotonya,
eh, ujung-ujung nya malah kehabisan,” celoteh Tere Panjang lebar kepada Kala.
“Owalah, terus kenapa tadi engga beli soto nya? Masih ada tuh,” tanya Kala kepada Tere.
Tere yang merasa di tanya hanya membalasnya dengan seulas senyum sambal berkata “Chika
engga beli soalnya, aku mau beli kalau Chika beli, kalau dia engga beli ya aku juga engga beli,”
ujar Teresa. Ia mengangkat telunjuknya, menunjuk ke arah Chika yang sedang termenung.
“Kayanya kalian udah temenan lama banget ya? Sampai sampai kalau yang satu engga mau yang
lain ikutan engga mau,” tanya Kala.
“Ehehe iya, kita berdua udah temenan semenjak kita masih di TK,” balas Tere untuk pertanyaan
Kala.
“Oh iya, tumben diam diam aja Chik, biasanya ngomong,” Tere yang baru sadar bahwa sedari
tadi Chika hanya diam-diam saja akhirnya bertanya langsung padanya.
“Aku nyimak pembicaraan kalian,” jawab Chika santai sambil mengunyah gorengannya.
“Ikut juga dong nimbrung, rasanya aneh aja kalau kamu diam-diam doang, berasa beda orang,”
jawab tere
“lebay kamu, gimana juga mau ikut nimbrung kalau aku nya fokus makan.” Chika menatap sinis
Tere karena merasa jawaban Tere sedikit berlebihan.
“Bener juga sih, eh habisin cepet makanan nya, bentar lagi kita mau masuk,” Tere berbicara
sambil melihat waktu dari jam tangannya.
Bel selanjutnya telah berbunyi, menandakan bahwa semua murid di haruskan kembali ke kelas
mereka untuk melanjutkan jam pembelajaran.

Hari-hari terus berganti, waktu terus berlajan, jam demi jam, menit demi menit, detik demi detik,
tak terasa sudah 4 bulan semenjak kedatangan Kala sebagai murid baru di sekolah Chika dan
Tere. Entah hanya perasaan Chika saja atau memang kenyataannya seperti itu, Chika merasa
bahwa semakin hari hubungannya antara Tere semakin merenggang, mereka tak pernah bersama
lagi ketika berangkat sekolah, di sekolah mereka hanya berbicara seadanya, setiap kali Chika
berusaha membuka topik pembicaraan, Tere selalu saja bersikap seperti ingin menyudahi
pembicaraan mereka, mereka tak pernah lagi pergi bersama ke kantin, bahkan jalan berdua saja
sudah jarang. Sedangkan, hubungan antara Tere dengan Kala semakin hari semakin dekat,
mereka selalu terlihat berbicara dan tertawa bersama, mereka selalu terlihat jalan bersama dan
melakukan banyak hal bersama.
Pernah Chika bertanya kepada Tere alasan mengapa Tere tidak mau lagi berangkat pergi ke
sekolah bersama nya, jawaban yang ia dapat dari Tere adalah karena rumah nya dengan rumah
Kala searah, sebab itu ia lebih memilih berangkat sekolah bersama Kala, karena lebih dekat dan
cepat jika dibandingkan dengan jika ia pergi bersama Chika.
Chika sudah tah tahan lagi, ia sakit hati melihat Tere yang menjauhi nya secara perlahan tanpa
memberikan alasan yang jelas, ia berniat untuk menanyakan hal tersebut pada Tere pada saat bel
jam istirahat telah berbunyi.
“Tere, ada yang mau aku tanya,” Chika membuka obrolan di antara mereka berdua.
“Apa?,” jawab Tere datar tanpa melihat Chika.
“Aku ada salah sama kamu, kenapa kamu ngejauhin aku tanpa alasan yang jelas?,” tanya Chika
langsung pada Tere.
Diam sebentar, kemudian Tere berbicara.
“Ngelantur apaan sih? Mana ada yang ngejauhin kamu?,” jawab Tere sedikit menaikkan nada
bicaranya, wajah nya ia tundukkan, sengaja tidak ingin melihat wajah Chika.
“Kamu pikir aku ga sadar? Selama ini kamu nyoba untuk ngejauhin aku secara perlahan,” jawab
Chika cepat sambil menahan air mata nya yang bisa jatuh kapan saja.
Sudah terlalu lama Chika memendam nya sendirian hingga membuat ia sakit sendiri.
“Baguslah kalau kamu sadar juga, kamu pikir aku ga tau apa kalau selama ini ternyata kamu
selalu ngejelek-jelek in aku di belakang ku? Dasar munafik,” jawab Tere, kali ini ia
mendongakkan kepala nya dan mata nya menatap mata Chika.
“Kamu ngomong apasih? Mana pernah aku ngejelek-jelek in kamu di belakang, mana pernah aku
ngelakuin hal kaya gitu ke kamu?,” Demi Tuhan, Chika di buat kebingungan dengan jawaban
yang ia dapatkan.
“Udah lah, mana ada maling yang mau ngaku, aku udah tau ya semuanya dari Kala kalau
ternyata sejahat itu di belakangku, kamu sering ngejek-ngejek aku, kamu sering sebarin hal-hal
jelek tentang ku ke semua temen-temen seklas kita,” jelas Tere Panjang lebar.
Rasa tak percaya menyelimuti benak Chika, ia tak percaya bahwa ia difitnah dengan sebegitu
mudahnya oleh temannya sendiri. Yang membuat Chika tak habis pikir lagi, bisa-bisanya
sahabtnya yang sudah mengenalnya semenjak lama, percaya begitu saja dengan orang yang baru
ditemuinya beberapa bulan lalu.
Pada saat itu, yang Chika ingin lakukan hanyalah menangis, menangisi persahabatan nya yang
sudah terjalin lama tiba-tiba putus dengan begitu mudahnya hanya karena satu orang.
Melihat Chika yang melamun, Tere memutuskan untuk pergi dan meninggalkannya begitu saja.

Sekarang, Chika dan Tere betul-betul seperti orang asing yang tak saling mengenal, sejak
kejadian dimana mereka bertengkar tersebut, tak ada yang pernah melihat mereka berinteraksi
satu sama lain. Bahkan, sekedar tukar sapa saja tak ada. Kini, Teresa duduk bersama Kala,
meninggalkan Chika duduk seorang diri. Hanya tinggal menghitung bulan saja untuk mereka
lulus dari Sekolah Menengah Pertama. Tak disangka, sebuah musibah menimpa keluarga Tere.
Ayah nya bangkrut yang membuat kondisi ekonomi mereka menurun. Tak lama paska kejadian
kebangkrutan Sang ayah, kejadian naas Kembali menimpa keluarga mereka. Orang tua Tere
mengalami insiden kecelakaan mobil yang merenggut nyawa kedua orang tuanya.
Tere benar-benar terpuruk, ia membutuhkan sosok teman untuk dijadikannya sebagai tempat
menumpahkan seluruh isi hatinya. Ia mencoba untuk menghubungi Kala.
Sekali, dua kali, tak ada tanda-tanda bahwa Kala akan mengangkat telfonnya, pada telfon ketiga,
akhirnya Kala mengangkat telfon tersebut.
“Halo kala?,” sapa Tere mengawali pembicaraan mereka ditelfon.
“Apasih nelfon nelfon terus? ganggu tau ga?,” jawak Kala dengan ketus
“Kala, aku bener bener putus asa, aku kehilangan semuanya, orang tua, harta kekayaan,
semuanya lenyap gitu aja kal,” curhat Tere dengan nada lirih.

“Ya terus? apa urusannya sama gua? asal lo tau ya, gua mau temenan sama lo Cuma karna harta
lo, tapi semenjak ayah lo bangkrut, buat makan aja susah, amit amit gua temenan sama orang
miskin kaya lo, bisanya nyusahin,” dengan tak ada perasaan kasian sedikit pun, Kala menjawab
curhatan Tere dengan kata kata yang membuat hati Tere sakit.
“Kamu kok sekarang gini sih kal?, berarti selama ini kamu ga ada sama sekali tulus dalam
berteman sama aku? Jangan bilang yang kamu bilang tentang Chika yang sering ngejelek jelek in
aku di belakang itu bohong?,” tanya Tere Panjang lebar.
“Ya iyalah, lo juga bodoh, mudah banget percaya, dah ya, gua malas dengerin omongan sampah
kaya lo, bye,” Kala langsung mematikan telfonnya secara sepihak.
Tere yang sudah tak tau harus berbuat apa-apa lagi hanya bisa berpasrah. Kini, ia telah
kehilangan semuanya, orang tua, harta kekayaan, bahkan sahabtanya, Chika. Kini, ia tak punya
siapa-siapa lagi.
Tak lama setelah kejadian tersebut, pada malam harinya, Tere mendengar ada yang mengetuk
pintu rumahnya, dengan langkah yang lunglai ia menghampiri pintu rumahnya, membuka kunci
dan memutar gagang pintu tersebut.
“Loh? ngapain kesini malam-malam?,” tanya Tere kepada sosok yang mengetuk pintu
rumahnya. Sosok yang ditanya hanya diam sembari menatap lurus lawan bicaranya. Tak lama,
sosok tersebut langsung memeluk erat tubuh Tere yang terasa dingin. Tere yang mendapat
perlakuan secara tiba-tiba tersebut hanya bisa diam tak berkutik. Tangisan yang ia coba tahan
sedari tadi pecah sudah.
“Cerita aja sini, aku dengerin semuanya,” sosok tersebut berbicara.
“Maaf Chika, aku salah, harusnya aku ga mudah percaya dengan orang baru. Maaf, ini semua
salahku.” Ya, sosok yang berada di hadapan Tere sedari tadi adalah Chika, Sahabat lamanya.
“Ga papa Tere, setiap manusia membuat kesalahn, aku gapapa, sekarang tenangin diri kamu dulu
ya? ayo masuk ke dalam, akua da bawain the hangat dan beberapa cemilan untuk kamu.”
Chika masih berusaha menenangkan Tere yang sedari tadi masih menangis sambil berkata maaf
berkali-kali padanya. Mereka berdua masuk kedalam, Tere menumpahkan semua mengenai apa
yang ia rasakan selama ini, mereka menikmati waktu-waktu mereka berdua sembari di temani
dengan secangkir teh hangat dan cemilan ringan.
Sejak malam hari itu, hubungan antara Chika dan Tere kian membaik. Kini, mereka sudah
terlihat bersama-sama kembali seperti dulu. Mereka banyak menghabiskan waktu berdua,
membahas hal-hal menarik, dan bergurau bersama. Di lain sisi, hubungan Tere dengan Kala kian
merenggang, seluruh sifat busuk Kala mulai terbongkar satu persatu, tak ada satupun orang yang
ingin berteman ataupun dekat dengannya. Chika yang melihatnya merasa iba, ia tak tega melihat
Kala yang dikucilkan, walau Kala pernah berbuat jahat padanya, ia tetap berusaha untuk
menemani Kala.
Waktu berjalan dengan begitu cepat. Hari ini adalah hari yang di tunggu-tunggu oelh semua
murid kelas akhir. Ya, hari kelulusan.
Chika, Tere dan Kala lulus dengan nilai yang tinggi. Hari ini juga merupakan hari dimana Chika,
Tere dan Kala harus antara satu sama lain demi mengejar masa depan. Chika sudah memaafkan
perbuatan Kala yang pernah ia perbuat kepada Chika. Walau hanya sebentar waktu mereka
bertiga untuk bersama. Tetapi, mereka bertiga sama-sama menikmati hari-hari mereka bersama.
10. Membantu Bisa Membuat Hati Kita Senang
Karya : Hayyu Nur Halimah

Perkenalkan, namaku nur yang dulu duduk di kelas 2 sekolah dasar. Setiap hari aku selalu
diantar oleh ayahku untuk pergi bersekolah. Aku sangat senang karena ayah selalu mengantarku
tepat waktu sehingga aku tidak pernah terlambat sekolah.
Di sekolah, aku bertemu banyak sekali teman yang sangat seru dan asik. Jadi, sekolah tidak
pernah terasa membosankan. Ketika pulang pun, aku pulang bersama dengan teman-teman yang
kebetulan rumahnya berdekatan. Pada suatu waktu, ketika pulang, kami melihat ada seorang ibu
yang barang belanja terjatuh karena terlalu banyak. Melihat hal itu, kami segera membantu.
Sampainya di rumah, aku menceritakan kejadian itu kepada ibu, kemudian ibu berkata,”Bagus,
nak, jangan pernah ragu untuk membantu orang lain.” Kemudian,aku juga bilang, “Ternyata
membantu orang lain menyenangkan juga.” Sejak kejadian itu, aku selalu berusaha untuk
membantu orang lain yang membutuhkan bantuan
11. Kedamaian dalam kesabaran
Karya : M.Farel Ramadhan

Matahari sore menghiasi langit dengan warna oranye yang memancarkan kehangatan. Di tengah
sebuah desa kecil yang terletak di pinggiran gunung, hidup seorang lelaki bernama Ahmad. Dia
adalah sosok yang tegar dan tabah menghadapi segala cobaan yang Allah limpahkan kepadanya.
Ahmad hidup dalam kesederhanaan, mencari nafkah sebagai petani dan mengandalkan kekuatan
iman serta kesabaran dalam menghadapi ujian-ujian hidupnya.

Desa tempat Ahmad tinggal dikelilingi oleh perbukitan yang menjulang tinggi, menciptakan
lanskap alami yang memukau. Hijau daun-daun pohon menari dengan lembut ditiup angin sepoi-
sepoi. Sungai kecil yang mengalir di sisi desa memancarkan suara riak air yang menenangkan.
Di kejauhan, gunung-gunung besar membangun dinding alam yang kokoh, memberikan rasa
aman dan ketenangan kepada penduduk desa.

Dalam suasana yang damai itu, Ahmad menjalani kehidupannya. Ia bangun setiap pagi dengan
hati penuh syukur, memandangi mentari yang terbit dengan sinar yang memancarkan harapan
baru. Namun, perjalanan hidupnya dipenuhi dengan cobaan yang datang silih berganti,
menggetarkan hati dan menguji keteguhan imannya.

Suatu kali, desa mereka dilanda kekeringan yang melumpuhkan pertanian dan mengancam
kehidupan warga. Tanah-tanah gersang dan pepohonan yang layu menjadi saksi bisu akan
kekurangan air yang melanda. Namun, di tengah keputusasaan yang melingkupi desa, Ahmad
tetap menjaga hatinya tetap tenang dan mengandalkan kesabaran serta kekuatan Allah.

Ahmad meminta bantuan seluruh warga desa untuk melakukan shalat istisqa, shalat memohon
hujan. Mereka berdiri bersama di musala kecil desa, sujud dan berdoa dengan tulus. Mereka
menitikkan air mata kesabaran dan harapan, percaya bahwa Allah Yang Maha Kuasa akan
mendengar doa mereka. Ahmad mengajarkan nilai-nilai kesabaran dan kepercayaan kepada
setiap warga desa yang gelisah.
Angin Menabuh Daun
12. Karya : M.Rafie Akbar

Putri terbangun ketika malam telah bertengger di puncaknya. Dinyalakannya lampu kamar.
Pukul dua dini hari. Di luar sana, kesunyian telah sempurna mengepung kota. Sayup-sayup
terdengar suara tiang listrik dipukul seseorang. Digelitiki rasa penasaran, Putri melangkah
menuju ruang tamu.
Instingnya mengatakan ada kesibukan di sana. Tebakannya tak meleset. Dia mendapati Bapak
masih bergelut dengan pekerjaannya. Kertas-kertas berserak di meja dan lantai. Ada bukit kecil
di asbak, terbuat dari puntung-puntung rokok. Tiga gelas kopi yang sudah kosong, beku di dekat
Bapak.
Putri memandangi sosok lelaki yang hanya mengenakan kaos oblong dan kain sarung itu. Dia
tidak sadar kalau kacamatanya telah melorot ke hidung. Wajahnya tegang. Sekali waktu,
jemarinya meniti huruf demi huruf di depan matanya. Begitu bersemangatnya dia, hingga tak
sempat menyadari ketukan yang ditimbulkannya telah melahirkan nada yang tersendat-sendat,
yang hampir tiap malam merusak kenyamanan tidur anaknya.
Sekejap kemudian, dia menghentikan ketikannya. Diam mematung, tapi pikirannya seperti
meraba dalam kegelapan. Mengetik lagi. Melamun lagi. Begitu terus-menerus. Ah, Bapak, desis
Putri dalam hati.
Mesin tik tua itu sangat berharga bagi Bapak. Suatu hari, beliau pernah berkata bahwa dia lebih
mencintai mesin tik itu ketimbang dirinya sendiri. Pendapat yang berlebihan, menurut Putri.
Tapi, kalau sudah melihat bagaimana Bapak memperlakukan mesin tik itu, Putri benar-benar
tersentuh.
Inilah jalinan cinta terunik yang pernah dilihatnya. Sejujurnya, Putri sudah jenuh mendengar
sejarah mesin tik itu. Sudah berkali-kali Bapak mengulanginya. benda itu dibelinya dengan harga
miring di pasar loak. Manakala kisahnya sampai pada asal-muasal uang untuk membeli mesin tik
itu, makin berbinarlah mimiknya. Ya, ya, Putri sudah hafal luar kepala. Dari hasil menyisihkan
honor tulisan, akhirnya dia bisa memiliki mesin tik yang lama menggoda dalam mimpinya.
Begitulah. Mungkin usia mesin tik itu jauh lebih tua dari Putri yang kini duduk di bangku
sekolah menengah umum. Setiap melihat mesin tik itu, Putri seperti melihat sosok seorang
pensiunan tua. Di sisa hidupnya, tidak semestinya dia masih bekerja membantu Bapak
menghasilkan tulisan-tulisan. Gudang adalah tempat yang nyaman untuk benda antik itu.
Tapi tidak. Bapak sungguh telaten merawat mesin tik itu. Sejarah, mungkin, membuat cinta
Bapak tak pernah layu. Sudah beberapa kali Bapak mereparasi kekasihnya itu. Tahun-tahun
belakangan ini, dia mulai rewel. Ada saja kerusakan yang terjadi, seperti pita yang kerap lepas
dari tempatnya atau huruf yang tercetak miring.
Tapi, bapak sabar meladeninya. Jika dia merasa sanggup memperbaiki kerusakan itu, pasti
dikerjakannya sendiri. Kalau dia menyerah, dia tidak sungkan membawanya ke tempat servis.
Kemiskinan Tak Jadi Penghalang
13. Karya: M.Fiqih Azzikri

Di sebuah desa kecil di Jawa Tengah, hiduplah seorang anak perempuan bernama Rara. Rara
berasal dari keluarga yang sangat miskin.
Ayahnya hanya seorang petani ladang yang penghasilannya tidak seberapa. Ibunya hanya
seorang ibu rumah tangga yang membantu ayahnya di sawah.
Meskipun hidup dalam kemiskinan, Rara adalah seorang anak yang cerdas dan bersemangat. Ia
selalu bercita-cita untuk menjadi dokter agar bisa membantu orang-orang yang membutuhkan.
Rara selalu belajar dengan giat. Ia sering membantu ayahnya di sawah setelah pulang sekolah. Ia
juga sering membantu ibunya di rumah.
Rara tidak pernah mengeluh dengan keadaannya. Ia selalu percaya bahwa dengan kerja keras, ia
bisa meraih impiannya.
Suatu hari, Rara lulus dari SMA dengan nilai yang sangat memuaskan. Ia diterima di salah satu
Universitas terbaik di Indonesia , Rara sangat bahagia. Ia akhirnya bisa mewujudkan impiannya
untuk menjadi dokter.
Rara harus meninggalkan kampung halamannya untuk kuliah di Jakarta. Ia harus tinggal di
asrama dan bekerja paruh waktu untuk membiayai kuliahnya.
Meskipun begitu, Rara tidak pernah menyerah. Ia selalu belajar dengan giat dan bekerja dengan
tekun.
Setelah lulus dari kuliah, Rara langsung bekerja di sebuah rumah sakit. Ia bekerja dengan sangat
rajin dan penuh dedikasi. Rara selalu berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada pasien-
pasiennya.
Rara akhirnya berhasil meraih impiannya. Ia menjadi seorang dokter yang sukses. Ia tidak
pernah lupa dengan kampung halamannya. Ia selalu membantu orang-orang yang membutuhkan
di kampungnya.
Kisah Rara membuktikan bahwa kemiskinan bukanlah halangan untuk meraih impian. Dengan
kerja keras dan tekad yang kuat, siapa pun bisa meraih apa pun yang diinginkan
14. Belajar dari Pengalaman
Karya : M.Hakim

Saat pagi itu sebelum aku berangkat ke sekolah, aku sarapan dulu tetapi saat aku melihat ke arah
jam ternyata sudah pukul 7 ,aku pun kaget dan sontak berdiri untuk bergegas ke sekolah,
sepanjang jalan aku hanya takut karena sudah telat masuk sekolah. Ketika sudah sampai di
sekolah,pintu gerbang sekolah sudah ditutup dan pak satpam memarahi ku tanpa membukakan
pintu gerbang sekolah. Ternyata teman-teman ku yang lain juga telat, akhirnya kami menunggu
bersama di luar pintu pagar sekolah. Kami menunggu sekitar 20 menit di luar sekolah, akhirnya
pak satpam menyuruh kami masuk dan menyuruh kami berdiri di lapangan. Tak lama kemudian,
ibu guru datang untuk menasehati dan memberikan hukuman kepada kami.

Nama satpam itu adalah pak Bani. Saat itu, aku kesal dengan pak Bani yang memarahi ku saat
aku telat. Tetapi aku bingung mengapa semua anak-anak di sekolah ku bisa sangat akrab dengan
pak Bani. Seiring berjalannya waktu, aku mulai juga akrab dengan Pak Bani. Saat aku sedang
menunggu di jemput oleh ayah ku ,aku sempat berbincang-bincang dengan pak Bani dan aku
bertanya mengapa pak Bani memarahi ku dan tidak mau membukakan pintu pagar saat aku telat.
Ternyata pak Bani bercerita kalau dulu dia sempat bersekolah tetapi tidak sampai selesai karena
tidak ada biaya, maka dari itu pak Bani marah jika ada anak yang telat/malas bersekolah. Dengan
begitu pak Bani menasehati ku untuk tidak telat lagi dan malas bersekolah. Dan pak Bani
mengingatkan ku untuk bersyukur karena aku masih bisa bersekolah. Setiap pagi ketika aku
sampai di pagar sekolah, pak Bani selalu memberikan senyuman dan selalu mengatakan “Ayoo
Semangattt” “Ayo jangan malas dong” ,hampir setiap pagi hari Ia lakukan itu. 2 bulan kemudian
aku lulus,dan aku langsung menghampiri pak Bani untuk mengucapkan banyak terimakasih
karena Ia selalu mengingatkan ku untuk selalu bersemangat sekolah. Dan pak Bani sangat
bahagia karena aku bisa lulus dengan nilai tertinggi, dari mulai kesal dengan pak Bani akhirnya
sekarang Ialah yang menjadi salah satu motivator dalam hidupku walaupun Ia hanyalah seorang
satpam, tapi bagi ku Ia adalah penyemangat.Ketika suatu hari,aku kembali menghampiri pak
Bani, dan aku menanyakan dan melihat bagaimana kondisi pak Bani. Ternyata pak Bani masih
sama seperti waktu aku sekolah dulu, Ia yang selalu menyambut anak-anak murid dengan
senyuman dan selalu mengatakan hal yang sama “Ayoo Semangatt” “Ayo jangan malas dong”,
walaupun itu hanya sebatas kata-kata tapi tanpa disadari itu sangat penting untuk membangunkan
dan menyadarkan semangat siswa di sekolah.
Kegembiraan dalam Beribadah
15. Karya : M.Maulana Restu

Suasana senja yang tenang menyambut hari yang baru akan berakhir. Di sebuah desa kecil yang
dipenuhi kehijauan, terdapat sebuah masjid kecil yang terletak di tepi jalan. Masjid itu
merupakan tempat ibadah bagi penduduk desa tersebut. Di sinilah cerita tentang kegembiraan
dalam ibadah dimulai.

Di tengah gemuruh adzan Maghrib yang menggema di langit-langit masjid, seorang anak kecil
bernama Ali bersemangat memasuki masjid. Ali memiliki rambut keriting yang berkilauan dan
wajahnya dipenuhi dengan senyuman yang tak tergantikan. Meskipun usianya baru delapan
tahun, semangat dan kegembiraan yang ia miliki dalam menjalankan ibadahnya jauh melebihi
seorang dewasa yang lebih berpengalaman.

Ali memasuki masjid dengan langkah ringan, seakan-akan ia menari dalam setiap langkahnya.
Cahaya senja yang memancar melalui jendela masjid menciptakan suasana magis di dalam
ruangan. Bau harum dari wangi wudhu, yang terdiri dari daun mint dan mawar, menyambutnya
begitu ia membasuh wajahnya.

Dengan tenang, Ali melangkah menuju ruang utama masjid. Ia duduk di saf terdepan, menjaga
kehormatan tempat ibadah tersebut. Ali memandangi langit-langit masjid yang dihiasi dengan
indahnya kaligrafi Arab yang melambangkan kebesaran Allah. Ia tak dapat menahan senyum
bahagia yang terukir di wajahnya.

Ketika imam memulai shalat, suara bacaan Al-Qur’an mengalun dengan merdu. Meskipun Ali
belum sepenuhnya mengerti makna dari setiap ayat yang dibaca, ia menyerap keindahan bunyi
dan irama yang mengalir melalui telinganya. Matanya berkaca-kaca, mengandung kekaguman
yang mendalam akan indahnya ibadah yang dilakukan oleh jamaah masjid.

Ali, dengan rasa syukur yang membara dalam hatinya, menyusun doa-doa terpendamnya dan
memohon kepada Allah agar ia bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Dalam setiap sujudnya, Ali
meluapkan rasa keikhlasan dan rasa syukur yang tak tergambarkan. Ia menghaturkan setiap tetes
air mata yang jatuh ke sajadah sebagai tanda cinta dan ketaatannya kepada Sang Pencipta.
16. Arti Kejujuran
Karya : M.Nabil Khalid NS

Waktu itu, saat aku masih duduk di bangku SMP, aku mengerti tentang apa itu kejujuran. Pilihan
untuk berbohong dan jujur, hal itu yang aku hadapi saat aku menghadapi ujian sekolah. Saat
ujian, teman sekelasku banyak yang mencontek dengan berbagai cara. Ada yang membawa
catatan kecil hingga menyembunikan buku di bawah meja.
“ Zul, lo mau nyontek ga? Gue bawa contekan nih” bisik Fadil di sebelahku saat ujian
berlangsung.
“Wih! Boleh juga” ucapku dengan mengambil kertas kecil darinya.
Pada saat itu, aku masih belum percaya buah dari sebuah kejujuran. Aku akan mencontek jika
menghadapi ujian matematika, fisika hingga kimia, karena aku kurang begitu suka dengan
angka. Hingga akhirnya pengumuman kenaikan kelas pun tiba, aku dan teman-temanku begitu
tegang saaat menunggu nilai rapot yang akan diberikan.
Setelah kuterima rapot dari wali kelas, lalu wali kelasku mengatakan bahwa aku naik kelas.
Namun, saat aku membuka rapot itu aku melihat nilai pelajaran matematika, fisika serta kimia
mendapat nilai yang kurang memuaskan bahkan kurang dari rata-rata.
Saat itu ku merenung, bernostalgia di saat aku ujian dan mencontek di salah satu mata pelajaran
tersebut, kemudian hasilnya mendapat nilai buruk. Sedangkan mata pelajaran yang lain yang aku
kerjakan dengan kemampuanku meraih hasil yang baik.
Lalu hal tersebut aku terapkan untuk menghadapi ujian di kelas berikutnya. Ketika ujian nanti,
diriku niatkan untuk berusaha jujur dalam mengerjakan soal yang diberikan, sesulit apapun. Kali
ini materi yang telah kupelajari dan yang diajarkan guruku di kelas semuanya keluar. Tanganku
menuliskan jawaban di LJK dengan tenang tanpa suatu keraguan. Hingga akhirnya pelaksanaan
ujian pun selesai, kini hanya tinggal menunggu hasilnya.
Hari pembagian rapot pun tiba. Aku kembali tegang dengan hasil yang akan aku dapat nanti.
Kemudian ibu wali kelas membacakan satu per satu para siswa yang meraih peringkat lima besar
paralel hingga tepat pembacaan siswa yang meraih peringkat pertama
“Siswa yang meraih peringkat pertama adalah…” ucap ibu wali kelas,
Semua siswa begitu tegang menunggu kelanjutan ucapan dari ibu wali kelas tersebut.
“Zulfikar Al Husein” ucapnya sambil mengarahkan matanya padaku.
Diiringi bahagia dan harus atas kerja kerasku belajar selama ini tidak sia-sia. Kemudian semua
teman memberi selamat padaku, lalu ibu wali kelas mengatakan padaku bahwa peraih peringkat
pertama akan mendapat beasiswa sekolah di SMA. Diriku begitu senang mendengarnya.
Anggapanku tentang kejujuran itu memang benar “kalau jujur itu membawa bahagia walau
awalnya itu sulit”
17. Si Sulit dan Si Lampu
Karya : Nabilah El Abrar

Teman-teman tertawa saat aku melangkah masuk kelas.beberapa Memandangiku sambil


berbisik-bisik “Halo,sulit! Namamu sulit,kan?”.Diane bertanya sambil tersenyum.Senyum yang
tak seperti Biasanya. Mendengar pertanyaan itu,aku mengerutkan dahi dan teman-teman pasti
sudah hafal dengan itu.Sudah bertahun-tahun kami sekelas.”Kamu ngomong apa,sih?”tanyaku
bingung.Mili mengangkat sebuah buku,novel bergambar.”Dibuku ini,namamu itu artinya sulit.itu
Bahasa jawa.Mengucapkannya juga bukan enjel,tetapi angel”,kata mili “Angel dalam Bahasa
jawa itu artinya sulit”,timpal Diane,lalu tertawa.Dia mengucapkan kata angel sesuai
tulisannya,bukan enjel seperti penyebukan namaku yang seharusnya.

“Tulisan namaku memang senganja A..n..g..e..l”,ucapku sengaja mengeja.”itu dari Bahasa


inggris, bukan Bahasa jawa.jadi,pengucapannya enjel.Artinya
malaikat”,tandasku,kesal.mendengar penjelasanku,Diane malah tertawa semakin keras.sesudah
kejadian pagi itu,Sebagian teman memanggilku “si sulit”.Aku menolak karena namaku bukan
itu.Tetapi,Diane mamaksa.Katanya,aku harus mau karena namaku tulisannya memang
begitu.Lama-lama,bukan hanya teman sekelas yang memanggilku begitu tetapi adik dan kakak
kelas juga memanggilku ‘sulit’.Aku benar-benar terganggu.Akhirnya,kuberanikan diri berbicara
dengan Diane.”Aku tak mau teman-teman memanggilku sulit!”kataku tegas.”Lo,aku tidak
menyuruh mereka memanggilmu begitu”,jawab diane.”Tetapi,in ikan gara-gara kamu!” “Gara-
gara aku? Dibuku novel memang begitu ,kok””Tetapi ,kamu yang menyebarkannya! Jadi,kamu
yang harus mengghentikannya!”pintaku dengan nada tinggi.Usal berkata begitu,Aku baru sadar
banyak teman yang memerhatikan apa yang kulakukan.sejak itu,mereka menjauhiku.Terkadang
mereka melihatku sambil tertawa kecil atau berbisik-bisik.

Tidak tahan dengan sikap teman-temanku,Akhirnya aku menemui Bu Nidya,wali


kelasku.Hari itu bu Nidya mengahiri pembelajaran sepuluh menit sebelum bel pembelajaran
berahir.beliau bilang ada masalah yang harus diselesaikan.”Kalau kalian menghina nama teman
kalian,itu sama saja kalian menghina doa dan harapan orang tuanya,apakah kalian mau,doa dan
harapan orang tua kalian di hina?” tanya Bu Nidya pada teman seluruh kelas.kulihat teman-
temanku saling pandang.sebagian menundukkan kepala.”panggillah nama temanmu dengan
benar.jangan diartikan berbeda dengan yang dimaskud,” lanjut Bu Nidya.”Bukankah kalianjuga
tidak suka,bila nama kalian sendiri dijadikan bahan ejekan?jadi,kalian harus minta maaf pada
angel karena sudah menyakiti hatinya dan orang tuanya!” Akhirnya,Teman-teman yang selama
ini mengejek namaku meminta maaf.Dengan tulus aku memaafkannya.Hubunganku dengan
mereka sudah membaik

Setelah kejadian itu ,Hanya Diane yang masih bermasalah.Dia masih


mendiamkanku.Sampai pada suatu hari,saat berada di toilet,aku bertemu Diane.sepertinya dia
sengaja menungguku.”Angel ,Aku minta maaf ya,” ucapnya. Matanya menatap ubin di bawah
sepatu kami.”sebenarnya aku melakukan itu karena aku….” Diane terdiam sesaat.Dia tampak
gelisah.”Aku tak suka dengan namaku sendiri,karena menurutku itu jelek dan kampungan”,
katanya setengah berbisik.”kalau kamu tahu artinya pasti kamu menertawakanku,namaku
diambil dari Bahasa jawa,karena orang tuaku berasal dari jawa Tengah.” Aku kaget mendengar
penyataan itu. Yang aku tau,nama lengkapnya adalah Diane Padhang.kupikir orang tuanya dari
padang.Entah apa artinya,tetapi itu terdengar bagus.ditulisnya juga bergaya dengan tembahan
huruf “h” pula.Diane menatapku.Dengan agak ragu ia melanjutkan.”Namaku dibaca persis
seperti tulisannya,dalam Bahasa jawa.diane itu berarti lampunya.padhang artinya terang".”oh,ya?
Lampunya Terang! Itu nama yang indah dengan arti yang bagus,lo” kataku yang sama sekali
tidak menyangka arti nama diane padhang.

Diane menggeleng “Aku suka protes pada orang tuaku.tetapi, mau gimana lagi? Sudah terlanjur”
“Namamu sangat bagus.kata Bu Nidya,nam itu sama dengan doa orang tua.kalau orang tua mu
mendoakan supaya kamu menjadi anak yang bersinar seperti lampu.Memberi Cahaya dalam
kegelapan.apakah itu jelek?” Diane diam,Dia menatapku,.”Iya,kamu benar.mungkin tidak ada
yang buruk dari nama itu .sikapku saja yang buruk” “kamu sudah meminta maaf.kita bisa
berteman lagi” ucapku.”kamu sudah tidak marah padaku?.tanyanya.Aku berpikir ‘sejenak “Si
sulit dan Si Lampu.Kenapa kita harus marah dan saling mengolok-ngolok?” Diane tersenyum
.”jangan ungkit lagi.Aku jadi gak enak.” “Ayo,ah.Disini bau!” kutarik lengan Diane keluar dari
toilet.
Teruslah Maju Tanpa Ragu
18. .
Karya : Naiva Khairunnisa Dinata

Di sebuah kota, ada seorang anak laki-laki yang bernama Jeo. Dia sangat tampan dan pintar
sehingga semua orang iri kepadanya. Dari kecil mimpi dia hanya ingin menjadi astronot, tetapi
semua orang menertawakannya karena mimpi itu terasa mustahil dan juga kekanak-kanakan. Jeo
juga sering di rundung oleh teman-temannya di sekolah. Karena Jeo adalah anak yang kurang
mampu dan dia selalu terlambat datang ke sekolah karena mengurus ibunya yang jatuh sakit.
Tetapi, tekad Jeo untuk menjadi astronot tidak runtuh. Jeo belajar bersungguh-sungguh dan
selalu mendapat peringkat pertama di kelasnya. Karena dia pintar, teman-temannya selalu
memaksa Jeo untuk memberikan contekannya.

Tetapi pada esok harinya. Teman-temannya merundung kembali. Namun, kali ini dia sudah
sangat tidak bisa menahan amarah. Sebenarnya, Jeo bisa saja melawan mereka. Namun, dia takut
jika dia melawan dia akan di keluarkan dari sekolah. Karena anak yang merundungnya adalah
anak kepala sekolah. Pada hari itu, Jeo melawan teman-temannya itu hingga wajah temannya
memar semua. Saat kepala sekolah mengetahui itu, dia menjadi sangat marah dan memukul anak
itu. Tidak, dia tidak memukuli Jeo, tetapi dia memukuli anaknya yang merundung Jeo, bernama
Asahi. Dia adalah anak blasteran Jepang yang di gemari para perempuan di sekolah itu. Melihat
itu Jeo pun terkejut. “Mengapa kepala sekolah tidak memukulku? Tapi dia malah memukul
anaknya sendiri” ucapnya dalam hati. Singkat cerita, besoknya Jeo tetap sekolah seperti biasa.
Tahun terus berlalu. Sekarang Jeo sudah menjadi angkasawan yang sukses. Dia mendapat gelar
magister di bidang ilmunya. Semua teman-teman yang menertawakannya menyesal telah
menertawakannya. Dan mereka masih berteman hingga sekarang.
19. Belajar dari yang Tak Pernah Di Ajar
Karya: Stachya Nadia Fritzie

Pagi itu aku sedang sarapan dengan sangat tenang, tiba-tiba tersendak karena aku melihat jam
sekarang pukul 7. Aku menggowes sepedaku. Sialnya gerbang sekolahku sudah ditutup, dan
dengan wajah kesal pak satpam berkata kepadaku di balik pintu gerbang.

Lalu dibukakannya pintu gerbang ini, tapi aku bersama murid lain dihukum berdiri di lapangan
basket hingga jam pertama selesai. Aku melirik pos satpam, tempat di mana laki-laki itu setiap
pagi datang dan juga bekerja sampai suatu sore hari tiba.

Namanya Pak Asep, tapi anak-anak sering memanggilnya dengan "Mang Oray", aku tak tahu
dari siapa orang pertama pencetus panggilan tersebut pada Pak Asep. Dia memang sangat
popular di SMA Negeri 1 karena dekat dan ramah dengan murid-murid, khususnya kepada murid
laki-laki.

Lama setelah itu, aku makin akrab dengan satpam yang tersebut, kawan-kawanku selalu
memanggilnya Mang Oray. Pernah suatu saat dia bercerita kepadaku dan juga kawan-kawanku
tentang dia sewaktu seusia kami.

"Dulu, Mamang juga pernah sekolah seperti kalian. Tapi, mamang tidak dapat melanjutkannya
hingga selesai, karena orang tua mamang yang tidak bisa membiayainya," imbuh dia dengan
senyum untuk menutupi.

"Kalian harus bisa memanfaatkan kesempatan mengais ilmu di sini, makanya mamang suka
sangat marah pada kalian yang suka terlambat masuk," sambungnya.

Dia kemudian masih melanjutkan ceritanya. Ternyata di dalam rumahnya dia menyediakan
perpustakaan mini untuk para tetangganya yang ingin sekolah, tapi terkendala ekonomi keluarga.
Aku pun menjadi sangat kagum dengan berbagai perjuangan Pak Asep. Di tengah biaya hidup
yang kini makin susah, kulit kian menjadi keriput serta rambut kian memutih, dia masih bisa
selalu membantu orang-orang di sekitarnya. Terima kasih, Pak.
Usaha Tidak Menghianati Hasil
20. Karya : Rafi Rahmad Mubarokah

Di sebuah sekolah di pinggiran kota, hiduplah seorang siswa bersemangat bernama Dian . Dian
adalah seorang anak yang memiliki impian besar untuk menjadi seorang dokter. Namun, jalan
menuju impian itu tidaklah mudah baginya . Dian berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya
seorang buruh pabrik dan ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Mereka tidak memiliki banyak uang untuk membiayai pendidikan Dian di sekolah yang lebih
baik atau kursus tambahan. Namun, Dian tidak menyerah pada keadaan.

Dengan tekad yang kuat, Dian memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar. Ia
memperhatikan pelajaran di sekolah dengan sungguh-sungguh dan rajin membaca buku-buku di
perpustakaan. Meskipun terbatasnya sumber daya, Dian tidak pernah kehilangan semangatnya.

Dalam perjalanan menuju impiannya, Dian menghadapi berbagai rintangan. Ia harus berjuang
melawan keterbatasan ekonomi, kurangnya dukungan keluarga, dan kesulitan belajar.Tetapi,
Dian tidak menyerah. Ia mencari beasiswa, mengikuti program bimbingan belajar, dan mencari
mentor yang bisa membantunya.

Di sekolah, Dian juga menjalin hubungan baik dengan teman-temannya. Mereka saling
membantu dan mendukung satu sama lain dalam belajar . Dian juga aktif dalam kegiatan
ekstrakurikuler, seperti ikut dalam klub sains dan mengikuti lomba-lomba akademik.

Melalui kerja keras dan ketekunan, Dian mulai meraih prestasi gemilang. Ia menjadi salah satu
siswa terbaik di sekolahnya dan berhasil memenangkan berbagai kompetisi . Dian juga berhasil
mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi . Walaupun
perjuangan Dian belum berakhir, ia tetap bersemangat dan penuh harapan.

Ia tahu bahwa masih banyak rintangan yang harus dihadapi, tetapi ia percaya bahwa dengan
kerja keras dan keyakinan pada dirinya sendiri, ia akan berhasil mewujudkan impian menjadi
seorang dokter. Kisah perjuangan Dian menginspirasi tidak hanya teman-temannya, tetapi juga
orang-orang di sekitarnya.

Ia adalah contoh nyata bahwa latar belakang ekonomi atau keterbatasan bukanlah penghalang
untuk meraih impian . Dian adalah simbol perjuangan siswa dalam menghadapi tantangan dan
mewujudkan cita-cita mereka
LOSER
21. Karya: Syifa Tania Ekaputri

Di sebuah sekolah ada anak bernama Kevin setiap hari ia selalu menerima cemoohan, cacian,
kekerasan, bisa di sebut juga dengan bullyan, kevin hanya memiliki seorang ibu dan ibunya
menderita kanker, di sekolah Kevin tidak pernah belajar dengan tenang ia selalu di bully oleh
geng nya alvin, ntah apa salah Kevin setiap hari ia selalu di rundung oleh alvin, Kevin selalu
salah di hadapan Alvin

Baru saja ia langkahkan kakinya di sekolah dia sudah di telfon oleh alvin "woy pecundang kesini
kau" teriak Alvin melalui handphone dari tempat pembuangan sampah, Kevin ingin
mengabaikannya tetapi ia takut kalau di abaikan masalahnya akan menjadi besar akhirnya
dengan terpaksa ia harus menuruti kemauan Alvin "i...iya sebentar" jawab kevin, "aku hitung
sampai 3 kalau tak kunjung datang akan ku habisi kau" ancam Alvin, Kevin berlari terengah-
engah "satu,dua" ucap Alvin, "ah gawat" ucap Kevin dari dalam benaknya, gerbang dan tempat
pembuangan sampah jaraknya sangat jauh, "ti...ga" ucap alvin "ah aku sampai tuan" ucap Kevin
"dasar lambat, sudah lah pecundang lambat pula" ucap Alvin sambil terkekeh, Kevin hanya bisa
diam sedikit saja dia mengeluarkan kata-kata ia kan di hajar habis-habisan

"hei bawakan tas kami ke kelas cepat" perintah Alvin "eh iya" jawab Kevin, dengan terpaksa ia
harus membawa tas mereka ber3 (disitu ada tas Alvin,Ian,dan Rafael) beratnya bukan main
karena mata pelajaran hari ini ada 5 dan juga ada baju olahraga mana kelas mereka berada di
lantai dua, sesampainya di kelas Kevin bukannya langsung duduk dia di perintahkan lagi untuk
membelikan susu dan roti untuk sarapan Alvin belinya bukan menggunakan uang Alvin tapi
menggunakan uang Kevin itu sendiri

setelah ia beli ia pun memberikannya ke Alvin di kelas dan bel pun berbunyi itu pertanda jam
pertama di mulai, di barisan belakang ada Alvin dan Ian yang duduk bersebelahan dan sialnya
Kevin duduk pas di depan Alvin tanpa teman sebangku, kelas ricuh karena katanya ada seorang
anak baru yang datang "aku harap anak baru itu perempuan hahahaha" ucap Alvin, guru pun
masuk ke ruangan diikuti seorang anak perempuan yang cantik yaps benar saja itu anak baru
yang di bicarakan tadi, kelas pun makin heboh akibat kedatangan murid baru tersebut
"perkenalkan diri mu" ucap pak Eren "siap" ucap siswi baru tersebut "haloo semua saya Sherly
biasanya sih di panggil Lily saya pindah kesini karena ayah saya pindah dinas di daerah sini"
ucap siswi tersebut "silahkan duduk di tempat yang kosong" ucap pak Eren "ah baik pak" saut
siswi tersebut, dia melihat-lihat sekitar dan dia duduk di samping Kevin karena itu satu-satunya
bangku yang kosong "bolehkan aku duduk disini" gadis itu tersenyum sambil meminta izin
"boleh" ucap Kevin "makasih ya" ucap Lily

saat jam istirahat meja Lily penuh dengan siswi-siswi yang lain karena ingin berteman lebih
dekat dengannya tapi pandangan gadis itu teralihkan karena melihat Kevin yang di rundung
habis-habisan oleh Alvin, Lily pun beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Alvin yang
memukuli Kevin karena Kevin salah membelikan rasa susu yang ia beli tadi pagi "hei apa yang
kau lakukan?!" teriak Lily ke Alvin "eh Lily aku sedang bercanda dengan Kevin, iya kan?" ia
bertanya dengan nada yang lembut tetapi matanya melotot "i...iya kami selalu begini kok" ucap
Kevin " dengar sendiri kan ini itu tanda ke akraban kami" ucap Alvin sambil merangkul Kevin
(sebenarnya itu bukan rangkulan tapi cekikan) "bukan kah itu bukan candaan jelas-jelas tadi aku
mendengar sendiri kau berbicara dengan nada tinggi dengan dia" bantah Lily "sudah lah Lily
nanti kamu kena masalah" bisik teman-teman Lily "tapi bukan kah ini keterlaluan, kenapa kalian
semua diam saja!?" bantah Lily, seisi kelas hanya terdiam karena takut Alvin marah "hei.....kau
kira aku gak mau memukul perempuan" ucap Alvin sambil melayang kan tamparan, plak! suara
tamparan itu berbunyi nyaring di dalam kelas yang hening Lily hanya bisa terdiam karena sakit
sekali "makany jangan sok hebat deh" ucap Alvin meninggalkan kelas

saat pulang sekolah Lily pun melaporkan kejadian tersebut ke wali kelas dan wali kelas nya
mengatakan "kan Alvin sudah bilang itu hanya candaan kamu saja yang terlalu serius nak"
"eh...?, tapi bu dia menampar saya dan juga merundung Kevin apakah ibu tidak kasihan pada
korban para perisak itu kasian mereka Bu" bantah Lily "kembali ke kelas mu Lily sebentar lagi
pelajaran olahraga kan?" ucap guru tersebut "baik Bu" jawab Lily, Lily keluar dengan perasaan
yang campur aduk kesal,sedih,kecewa tapi ia menghiraukan itu semua karena percuma ia
mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pasti tidak akan di dengar Lily berjalan di sepanjang
koridor dan dia melihat pemandangan yang tidak mengenakkan yaitu melihat Kevin yang di
hajar habis-habisan di tempat pembuangan sampah tapi Lily mengabaikannya dan hanya pergi
begitu saja karena ia takut akan melakukan kesalahan, bel pulang telah tiba Kevin buru-buru
keluar karena mendapat telfon dari rumah sakit karena ibunya pingsan ia berlari sekuat tenaga
menuju rumah sakit dan akhirnya dia bertemu ibunya yang sedang di rawat, ibunya pun bertanya
"apa yang terjadi pada mu nak kenapa baju mu kotor dan badan mu penuh lebam?", "ah tadi saat
kesini aku terjatuh Bu jangan khawatir kan aku tapi khawatir kan lah kondisi ibu dulu" ucap
Kevin sambil meneteskan air mata "tidak apa-apa jangan menangis nak ibu baik-baik saja kok"
ucap ibu sambil tersenyum Kevin pun merasa sedikit lega.

Kevin pun di panggil oleh perawat disana "anu dik biaya rumah sakit ibu mu siapa yang akan
menanggung nya?" tanya perawat tersebut "saya yang akan bayar, saya akan cari uangnya" ucap
Kevin "ah baiklah" ucap perawat tersebut, Kevin pun meninggalkan ibunya dan pergi untuk
bekerja part time untuk membayar semua biaya rumah sakit ibunya, beberapa hari kemudian ia
kembali sekolah dan merasakan penderitaan itu lagi ternyata selama Kevin tidak hadir Lily lah
yang menggantikannya di rundung oleh Alvin, perasaan Kevin hancur karena orang lain jadi rugi
juga karena ia, dan keesokan harinya seluruh siswa di situ kaget karena mendengar berita bahwa
ada salah satu siswi disana yang bunuh diri dan mendengar itu Kevin bergegas ke ruang guru dan
menanyakan pada wali kelas "permisi, Bu boleh kah saya bertanya?" ucap Kevin "iya boleh ada
apa Kevin?" ucap guru tersebut "siapa yang meninggal karena bunuh diri itu Bu?" ucap Kevin
sambil gemetaran "nanti kamu akan mengetahuinya nak" guru itu berbicara tapi dengan berat
hati "segera pergi ke lobby" ucap guru itu, sesampainya di lobby seisi sekolah berduka karena
Lily lah yang pergi meninggalkan mereka semua, dan Kevin pun menerima secarik kertas yang
diberikan oleh ibunya Lily untuk Kevin "ini untuk mu nak, ini surat terakhir yang di berikan oleh
Lily" ucap ibunya, Kevin pun membaca isi surat tersebut "maaf ya aku sok hebat di depan mu itu
karena aku kasian padamu, sebenarnya aku sedikit tertarik dengan mu maaf maaf karena aku
mengatakannya melalui surat ini, mungkin kau akan menerima surat ini ketika aku sudah tiada
bye bye Kevin semangat ya kau harus jadi anak yang kuat dan membanggakan orang tua mu"
Kevin membaca surat itu sambil menangis dan tidak bisa berkata apa-apa dia sangat-sangat
terpukul dan sejak saat itu di memutuskan untuk berubah, sekarang dia sudah berani
menaklukkan para perundung dan sekolah pun sudah tidak ada lagi yang namanya pembullyan.
22. Akibat Lalai
Karya: Talitha Sakhi

Pada Senin pagi yang cerah, tampak dua orang siswa SMP kelas 3 sedang berjalan menuju
sekolah, mereka adalah Alfarezi & Deon, sepanjang perjalanan mereka pun berbincang
“Eh Yon, kamu udah belajar belum buat ujian IPA hari ini?” Tanya Alfarezi pada Deon
“Emang ada ujian IPA ya?, lupa aku…” balas Deon sambil menggaruk kepala.
“Kamu masi sempat belajar lho Yon, kan ujian-nya nanti jam 1…” jelas Alfarezi.
“Gak ah males… mending tidur aku mah” ucap Deon sambil melangkah mendahului Alfarezi.
“ Ya ampuun anak satu itu, ehh Deoon tungguu” Alfarezi pun berlari mengejar Deon yang sudah
jauh di depan.

Sesampai nya di sekolah , Alfarezi & Deon pun segera memasuki kelas karena sebentar lagi
waktu belajar akan di mulai, mereka pun duduk di kursi masing masing. Pelajaran pun di mulai,
mereka semua belajar dengan tekun, berbeda dengan Deon yang tertidur di sepanjang jam
Pelajaran.

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 13.00, bu Eni sudah masuk kelas dengan kertas ujian
di tangan nya, para murid pun di instruksikan untuk membuat jarak agar tidak menyontek, lalu
bu Eni membagikan kertas ujian kepada para murid.
Baru membaca soal pertama Deon sudah pusing, “pertanyaan macam apa ini!?”racau Deon
dalam hati, “perasaan belum belajar ini deh..” sepanjang waktu ujian Deon hanya sibuk
menggerutu
“oke anak-anak waktu habis, silahkan kumpulkan kertas ujian kalian di meja ibu” ujar Bu Eni
kepada para siswa,
“lhoo!? Udah abis?, waduuh mana aku baru ngerjain 3 nomor lagi…” gerutu Don sambil
mengacak-acak rambut nya sendiri,
“Deoon, cepat kumpulkan kertas ujian mu..” seru Bu Eni, dengan perasaan takut Deon pun
menyerahkan kertas ulangan pada bu Eni, “Oke anak -anak semoga nilai ujian kalian memuaskan
yaa” Bu Eni pun berjalan meninggalkan kelas
Seminggu kemudian bu Eni pun membagikan hasil ujian mereka.. “baik anak-anak ini dia hasil
ujian kalian semoga memuaskan” bu eni memanggil satu satu nama siswa dan meyebutkan nilai
mereka masing-masing.
“Deon,nilai kamu sangat mengecewakan, kamu hanya mendapat nilai 10, sementara teman-
teman mu rata-rata mendapatkan nilai 90” ujar bu Eni menatap Deon dengan perasaan kecewa,
“lain kali lebih fokus lagi ya nak” bu Eni pun menyerahkan kertas ujian nya pada Deon.

Jam istirahat pun tiba, para siswa berbondong bonding pergi ke kantin untuk membeli makan
siang, tak terkecuali Deon dan Alfarezi,di sela sela makan siang, Alfarezi berbicara pada Deon,
“Yon kok bisa nilai mu segitu?” tanya Alfarezi pada Deon, “Mungkin karena aku gak belajar
kemarin Zi..” ujar Deon menyesal,
“tuh kan kubilang apaa… kamu siii gak dengerin akuuu, padahal kan masi ada waktu buat kamu
belajaar, Yoon.. Yon, lain kalii kalo ada ujian tu di cateet, biara kamu bisa tau dan sempat
belajar, lah kamu, bukannya belajar malah bobok, Deoon Deon “ Ungkap Alfarezi sambil geleng
geleng kepala
“iya deh iyaa besok besok aku bakalan belajar kalo ada ujian, ini terakhir kalinya nilai ku anjlok
sueer” kata Deon sambil membentuk tanda peace
“good, nih buat kamuu” Alfarezi pun memberikan hadiah buku catatan kecil untuk deon agar
deon rajin mencatat hal hal penting menyangkut jadwal tugas dan ujian,
“Waah Makasi Zii, kamu memang sahabat terbaik akuu”

Sejak saat itu, Deon menjadi rajin belajar dan tidak pernah meninggalkan tugas lagi, nilai Deon
pun melesat tinggi, hampir di semua ujian Deon mendapatkan nilai 90.
Pembelajaran yang bisa di ambil dari cerita ini adalah, kita hrus menggunakan waktu kita se
efektif mungkin, dan rajin belajar.

Sekian dari saya terima kasih

Anda mungkin juga menyukai