PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Seorang ♀, 62 tahun, datang ke Poli Mata BKMM dengan keluhan pandangan
kabur pada mata kiri yang dialami sejak ± 3 bulan yang lalu secara tiba-tiba,
obyek hanya dapat dilihat pada bagian bawah namun bagian atas tidak bisa
dilihat. Pasien juga melihat bayangan hitam. Rasa berpasir (+). Riwayat nyeri
pada kepala dan pusing (+) sejak ± 2 bulan yang lalu. Air mata berlebih (-),
kotoran mata berlebih (-), rasa berpasir (+), gatal pada mata (-), silau (-). Riwayat
mata merah (-), Riwayat nyeri pada mata (-), Riwayat trauma (-), Riwayat
memakai kacamata (-), Riwayat HT disangkal, Riwayat DM (-), Riwayat penyakit
sistemik lainnya (-), Riwayat penyakit mata yang sebelumnya disangkal, Riwayat
penyakit yang sama dalam keluarga (-).
Tonometri
TOD : 11,0 mmHg
TOS : 12,0 mmHg
Wanita, 62 tahun
Pemeriksaan fisik:
BAB II
PEMBAHASAN
2.4.2 Klasifikasi
Terdapat empat klasifikasi pada ablasio retina, antara lain yaitu:5
1. Ablasio Rhegmatogenous
a. Definisi
Ablasio rhegmatogenous merupakan jenis ablasi retina yang
paling sering, dimana lapisan retina yang koyak dapat membuat
cairan vitreous humour berpenetrasi dibawah retina.5
b. Klasifikasi
Ablasio retina regmatogenosa dapat diklasifikasikan
berdasarkan patogenesis, morfologi dan lokasi.1
Berdasarkan patogenesisnya, dibagi menjadi;5
(1) Tears, disebabkan oleh traksi vitreoretina dinamik dan memiliki
predileksi di superior dan lebih sering di temporal dari pada nasal.
(2) Holes, disebabkan oleh atrofi kronik dari lapisan sensori retina,
dengan predileksi di daerah temporal dan lebih sering di superior
dari pada inferior, dan lebih berbahaya dari tears.
Berdasarkan morfologi, dibagi menjadi;6
(1) U-tearsm, terdapat flap yang menempel pada retina di bagian
dasarnya,
(2) incomplete U-tears, dapat berbentuk L atau J,
(3) operculated tears, seluruh flap robek dari retina,
(4) dialyses: robekan sirkumferensial sepanjang ora serata,
(5) giant tears.
c. Etiologi
Penyebab Rhegmatogenous Retinal Detachment yang paling
sering adalah degenerasi badan vitreous. Vitreous humor terbuat
dari hampir seluruhnya air (98%) dan distabilkan oleh fibril
kolagen yang meluas ke bagian lapisan superfisial (internal) dari
retina. Degenerasi secara fisiologi pada vitreous ini telah terjadi
pada beberapa tahun pertama kehidupan. Seiring berjalannya
waktu, fibril kolagen mengeras, terkadang menyebabkan persepsi
titik mobile dan benang-benang yang dikenal sebagai muscae
volitantes atau “floaters”.6
d. Faktor risiko7
1) Usia
Kondisi ini umumnya terjadi pada tahun ke 40-60, namun bisa
terjadi dalam umur berapapun.
2) Jenis Kelamin
Dengan rasio laki-laki : perempuan = 3:2
3) Miopi
Sekitar 40% kasus rhegmatogenous retinal detachment adalah
penderita miopi
4) Aphakia
Lebih sering terjadi
5) Degenerasi Retina
6) Trauma
7) Senile Posterior Vitreous Detachment
e. Patogenesis
f. Manifestasi klinis5
1) Gejala Prodromal
Hal ini termasuk “floater” di depan mata (dikarenakan
degenerasi vitreus humor) dan photopsia, yaitu sensasi kilatan
cahaya (dikarenakan iritasi retina oleh pergerakan vitreous
humor).
2) Gejala terlepasnya retina
a. Hilangnya lapang pandang secara perlahan.
b. Kehilangan penglihatan secara tiba-tiba
3) Tanda-tanda
a. Pemeriksaan Eksternal = normal
b. Tekanan Intraokular = biasanya sedikit lebih rendah atau
normal
c. Marcus Gunn Pupil (RAPD)
d. Plane Mirror Examination menunjukkan perubahan refleks
merah pada aera pupil.
e. Ophthalmoscopy, harus dilakukan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Bentuk-bentuk dari kerusakan
retina bermacam-macam.
g. Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan dari ablasio retina adalah untuk
melepaskan traksi vitreoretina serta dapat menutup robekan retina
yang ada. Penutupan robekan dilakukan dengan melakukan adhesi
korioretinal di sekitar robekan melalui diatermi, krioterapi, atau
fotokoagulasi laser. Pembedahan yang sering dilakukan adalah
scleral buckling, pneumatic retinopexy dan intraocular silicone oil
tamponade. Kebanyakan praktisi lebih sering melakukan prosedur
scleral buckling. Penempatan implan diletakkan dalam kantung
sklera yang sudah direseksi yang akan mengeratkan sclera dengan
retina.1,2,5
h. Prognosis
Prognosis ditentukan oleh tatalaksana yang dini, mekanisme
yang mendasari terjadinya ablasio retina, dan adanya keterlibatan
makula.7
c. Gejala klinis
e. Komplikasi
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses
degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun,
lebih dair 90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua
mata dengan salah satu mata terkena lebih dulu.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis
antara lain, herediter, radiasi sinar UV, faktor makanan, krisis dehidrasional dan
merokok.1,9
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi
secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien. Gejala pada
penderita katarak adalah penurunan visus, silau, perubahan miopik, diplopia
monocular, halo bewarna dan bintik hitam di depan mata.9
Stadium katarak ini dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu:9
1. Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan adanya area
yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari ekuator ke arah sentral
(kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral (kupuliform).
3. Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa. Deposisi
ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat maturasi ini.
Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.
Gambar 3. Katarak matur
4. Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair. Cairan
keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi mengerut.
Pengukuran tekanan bola mata bukan hanya tergantung dari alat yang
sudah terstandarisasi dan terkalibrasi dengan baik tapi juga ketelitian serta
tehnik melakukan tonometer.10,11
Tehnik tonometer
1. Tonometer digital palpasi1,11,13
Merupakan pengukuran bola mata dengan jari pemeriksa;
Alat : Jari telunjuk kedua tangan
Tehnik :
a. Menjelaskan apa saja yang akan kita lakukan pada saat pemeriksaan
b. Pasien disuruh menutup mata
c. Pandangan kedua mata seakan-akan menghadap ke bawah
d. Jari-jari lainnya bersandar pada dahi dan pipi pasien
e. Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea
bergantian
f. Satu telunjuk mengimbangi tekanan saat telunjuk lainnya menekan bola
mata
Penilaian:
Cara ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subjektif
Penilaian dapat dicatat, mata N+1, N+2 , N+3 , atau N-1, N-2, N-3 yang
menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah dari normal.
2. Tonometer Schiotz11,14,15
Merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan kornea(bagian
kornea yang dipipihkan) dengan suatu beban yang dapat bergerak bebas pada
sumbunya. Bila tekanan bola mata lebih rendah maka beban akan
mengindentasi lebih dalam permukaan. kornea dibanding tekanan bola mata
lebih tinggi.
Alat :
Tonometer terdiri dari bagian :
a. Frame : skala, penunjuk, pemegang,tapak berbentuk konkaf
b. Pencelup
c. Beban : 5,5mg ; 7,5 mg ; 10 mg ; 15 mg
Tehnik :
a. Menjelaskan apa saja yang akan kita lakukan pada saat pemeriksaan
b. Pasien diarahkan pada posisi duduk miring atau terlentang dengan kepala
dan mata berada pada posisi vertical .
c. Mata ditetesi anestesi lokal misalnya pantochain lebih kurang satu atau
dua tetes, ditunggu sampai pasien tidak merasa pedas pada matanya.
d. Tonometer harus dibersihkan terlebih dahulu
e. Tonometer diberi pemberat 5,5 gr
f. Tonometer diperiksa dengan batang penguji
g. Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, jangan tertekan
bola mata
h. Pasien diarahkan untuk menatap vertical dapat dibantu dengan alat
( misalnya sinar fiksasi yang berkedip-kedip atau ibu jari pasien )
i. Alat tonometer direndahkan hingga hampir menyentuh kornea,
dinasehatkan agar beberapa detik untuk membiarkan pasien untuk rileks,
sambil pemeriksa mengarahkan bila alat
j. tonometer diletakkan nantinya berada tepat diatas kornea serta skala harus
pada posisi menghadap pemeriksa
k. Tonometer Schiotz harus dipastikan terletak pada kornea kemudian
pemeriksa membaca penunjuk pada skala bacaan tometer
l. Alat diangkat dari mata dan subjek dizinkan untuk mengedipkan kelopak
matanya
m. Bila skala bacaan adalah 4 atau kurang, maka salah satu pemberat pada
pencelup harus ditambah untuk mendapatkan keakuratan tonometri
n. Kemudian pemeriksaan dilanjutkan pada mata yang satunya lagi sesuai
dengan prosedur mata yang terlebih dahulu telah diperiksa
o. Tonometer harus dibersihkan atau disterilkan bila subjek yang diperiksa
diduga mengidap penyakit menular.
Penilaian :
Hasil pembacaan skala dikonversikan dengan tabel yang telah ditentukan
untuk mengetahui tekanan bola mata dalam millimeter air raksa.
2. Pemeriksaan Fundus
Pemeriksaan fundus lebih optimal dilakukan pada ruangan yang gelap
karena menyebabkn dilatasi pupil alami untuk mengevaluasi fundus sentral,
diskus, makula, dan struktur pembuluh darah retina.2
Tahap pemeriksaan fundus :2
1) Meminta pasien menatap objek yang jauh
2) Pemeriksa mula-mula membawa detil retina ke dalam focus
3) Mencari diskus dengan mengikuti salah satu cabang utama pembuluh ke
tempat berbagai cabang tersebut berasal.
4) Berkas sinar oftalmoskopi diarahkan sedikit ke nasal dari garis pandang
pasien.
5) Cermati bentuk, ukuran, warna diskus, ketajaman tepinya, dan ukuran
bagian sentralnya yang lebih pucat (cup). Hitung cup-disc ratio.
6) Daerah makula terletak kira-kira dua kali “diameter diskus optikus” di
sebelah temporal tepi diskus.
7) Sebuah refleksi putih kecil atau “refleks”menjadi petanda fovea sentralis.
Daerah fovea ini dikelilingi oleh daerah berpigmen yang lebih gelap dan
berbatas kurang tegas, disebut makula.
8) Ikuti pembuluh darah retina sesuai masing-masing kuadran (superior,
inferior, temporal, nasal).
9) Vena lebih gelap dan besar dibandingkan arteri. Perhatikan warna,
kelokan, kaliber pembuluh darah, aneurisma, perdarahan atau eksudat.
Jika retina menjadi terlepas dari tempat yang semula, cahaya akan
tidak jatuh tepat di retina. Pasien akan mempersepsikan sebuah cahaya ialah
sebuah bayangan gelap; pada kasus tertentu bayangan tersebut dipersepsikan
sebagai gelap seutuhnya.16
Perlu diperhatikan pula, bahwa gambar yang dihasilkan dari suatu
lensa cembung bersifat nyata dan terbalik, antara atas dan bawah, kiri dan
kanan. Hal ini juga berlaku pada médium refraksi pada mata kita. Otak telah
mengkompensasi gambar terbalik ini, sehingga kita tidak sadar akan hal ini. 17
Jika pasien mengeluhkan hanya dapat melihat objek bagian bawah saja, itu
berarti terjadi pelepasan retina pada bagian atas.
Gambar 2. Pembentukan bayangan17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wanita 62 tahun mengalami ablasio retina rhegmatogenous.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. 2014. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
2. Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. In : Vaughan D.G, Asbury T.,
Riordan E.P, editor. OftalmologiUmumEdisi 14. Jakarta :WidyaMedika.
2000.p. 38-43, 185-99.
3. Sidarta I. 2002. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam :Ilmu Penyakit Mata
Edisi kedua. Jakarta: BP-FKUI. p.10-5.
4. Sherwood L. 2015. Fisiologi manusia dari sel ke sistem, Edisi ke 8. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC.