Anda di halaman 1dari 11

BUKU: SISTEM PENGETAHUAN LOKAL TENTANG

PEGOBATAN TRADISIONAL DAN POLA


PENGASUHAN ANAK PADA MASYARAKAT DI
SULAWESI TENGGARA

PENULIS: FAISAL, NUR ALAM SALEH,


IRIANI, ABDUL ASIS,
RAODAH, TINI
SURYANINGSI
TAHUN: 2012

A. Sistem Pengobatan Tradisional tentang Pemanfaatan Tanaman Obat Pada Masyarakat


Tolaki di Abelisawah

Secara administrasi desa abelisawah merupakan salah satu desa dalam wilayah
kecamatan sampara kab. Konawe prov. Sulawesi tenggara. Masyarakat Tolaki memiliki
sistem pengetahuan tentang pengelolaan keanekaragaman sumberdaya alam dan
lingkungan sekitarnya yaitu pemanfaatan tumbuhan untuk pemenuhan kehidupan sehari-
harinya, antara lain sebagai bahan obat tradisional.

Adapaun tanaman yang biasa di jadikan bahan obat yaitu:

1. O’bite (daun sirih) Blumea balsamifera (Latin), pada masyarakat Tolaki di Desa
Abelisawah daun sirih biasanya di gunakan untuk mengobati penyakit
Tenggoro(mimisan) dan robande (keputihan). Cara pengobatnnya untuk penyakit
mimisan yaitu daun siri mudah di cuci bersih lalu di manterai oleh dukun, kemudian
dilipat dan digulung lalu disumbatkan kelubang hidung. Selama hudung disumbat si
penderita berbaring sekitar satu jam. Sedang untuk penyakit keputihan caranya ambil
daun sirih tujuh lembar daun sirih kemudian di rebus lalu di pakai untuk
membersihkan (cebok)pada daerah kewanitaan.
2. Sambalu dawa (asam jawa) Tamarindus indica (Latin), Pada masyarakat Tolaki asam
jawa digunakan untuk mengobati penyakit humongo/molua o'beli (muntah darah),
dengan cara air perasan asam jawa dicampur dengan kopi bubuk kemudian diaduk
kedalam gelas, sebelum diminum terlebih dahulu dibacakan mantra. Ramuan ini
diminum tiga kali sehari sampai sembuh. Menurut kepercayaan masyarakat
Abelisawah bahwa penyakit muntah darah disebabkan karena memakan makanan
yang tidak bersih, atau termakan makanan yang telah diguna-guna, atau bisa juga
karena pelanggaran adat.
3. Takule/tawa belumbi (daun belimbing wuluh) Tanaman ini digunakan untuk
mengobati penyakit meita beli (darah tinggi) Caranya ambil daun belimbing
masukkan ke dalam panci tambahkan 3 gelas air, kenudian rebus hingga airnya sisa 1
gelas lalu diminum setiap hari sampai tekanan darahnya normal, Penyebab penyakit
ini menurut kepercayaan masyarakat setempat karena ditampar setan, oleh sebab itu
mereka biasanya mendatangi dukun untuk mengusir pengaruh roh jahat yang
merasuki tubuhnya.
4. Munde inahu (Jeruk nipis) Citrus aurantifolia (Latin),Masyarakat di Desa Abelisawah
menggunakan jeruk nipis untuk mengobati penyakit ke kamba (bengkak-bengkak),
yang terjadi pada persendian, dan bagian badan lainnya seperti tangan atau kaki,
demikian juga jeruk nipis digunakan juga untuk penyakit momole/binala (keram-
keram). Cara pengobatannya untuk penyakit bengkak-bengkak yaitu air perasan jeruk
nipis dicampur dengan kapur, kemudian dimasukkan kedalam ember yang berisi air
lalu diaduk dan dimandikan, disiramkan dari kepala hingga perut, tapi sebelum
dimandikan terlebih dahulu dibacakan mantra oleh dukun. Sedang untuk penyakit
keram-keram pengobatannya yaitu air perasan jeruk nipis dicampur dengan kapur,
kemudian digosokkan pada bagian yang keram-keram hingga rasa keram-keramnya
hilang.
5. O'kudu (kencur) Kaempferia galanga L (latin). Bagi masyarakat Tolaki memanfaatkan
rimpang atau umbi batang untuk mengobati penyakit, mohida (pilek), mohaki ulu
(sakit kepala), dan humongo (sakit batuk). Pengobatan untuk sakit pilek dan batuk
caranya irisan kencur direbus dengan 3 gelas air dan tersisa 1 gelas diminum hangat-
hangat dan dilakukan berulang-ulang hingga sembuh. Sedang untuk sakit kepala
caranya parut 1 ruas kencur lalu ditempelkan (ditapel) di kepala.
6. Lo'io (jahe) Zingiber officinale (latin), Bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah
rimpang umbi batang. Lo'io digunakan masyarakat Tolaki untuk mengobati sakit
tenggorokan, masuk angin dan obat rematik. Untuk sakit tenggorokan dan masuk
angin, caranya ambil satu ruas jahe kemudian iris-iris tambahkan gula jawa (gula
merah) lalu rebus dengan 3 gelas air dan sisa 1 gelas kemudian diminum hangat-
hangat. Sedang untuk obat rematik caranya campur parutan jahe dengan merica
(marisa) kemudian oleskan pada bagian yang sakit, lakukan berulang-ulang hingga
rasa sakitnya hilang.
7. O'kuni (kunyit) Curcuma domestica Val (Latin). O'kuni digunakan masyarakat Tolaki
untuk mengobati berbagai penyakit diantaranya o rombo (cacar). Menurut
pengetahuan masyarakat Tolaki bahwa penyebab penyakit cacar adanya
ketidakseimbangan panas dan dingin dalam tubuh manusia, disamping karena faktor
alam atau musim. Cara pengobatannya ambil 3 ruas kunyit dan 3 siung bawang merah
lalu ditumbuk, air perasan ramuan ini diminumkan kepada si penderita 3 kali sehari.
Setelah bintik-bintiknya keluar dari dalam tubuhnya barulah dimandikan dengan air
santan dicampur irisan kunyit dan bawang merah, sebagai pelepas bahwa penyakitnya
mulai sembuh. Sebelum dimandikan air ramuan tersebut dibacakan mantra oleh
dukun.
8. Puu kaluku (pohon kelapa) Cocos nucifera (Latin), air kelapa banyak digunakan
masyarakat Tolaki sebagai obat penawar racun, dan obat deman. Untuk mengobati
keracunan akibat termakan obat kimia atau memakan makanan yang beracun, caranya
dengan meminum air buah kelapa muda sebanyak mungkin, hingga racun-racun
dalam tubuh tidak bereaksi. Demikian pula untuk mengobati deman tipes, caranya
ambil buah kelapa lalu parut, kemudian peras parutan kelapa tanpa diberi air, hingga
berbentuk santan kental dan diminumkan kepada si penderita sampai panas badannya
turun.
9. Mbundi (pisang) musa spp (Latin), bagian yang digunakan sebagai bahan obat adalah
batangnya. Masyarakat Tolaki menyebutnya wata mbundi (batang pisang), bagian
digunakan untuk mengobati luka gigitan ular (nasorako o,sao). Caranya ambil bagian
dalam batang pisang yang banyak mengandung air, kira-kira sepanjang gigitan ular,
lalu ditempelkan pada bagian yang terkena gigitan ular, agar racun ular tidak
menyebar. Pengobatan dilakukan beberapa kali sampai luka tersebut tidak terasa sakit
lagi Daun pisang yang sudah kering dimanfaatkan juga untuk memandikan bayi yang
baru lahir dengan cara merendam daun pisang kering di tempat mandi bayi, gunanya
untuk mengusir roh-roh jahat yang akan mengganggu bayi.
10. Lasuna (bawang) Allium ascalonicum L. (Latin), dua jenis tanaman bawang merah
yang dipakai sebagai obat yaitu bawang merah dan bawang putih. Selain untuk
dikonsumsi sebagai bumbu dapur sebagaian masyarakat mengunakannya sebagai
bahan obat untuk mengobati berbagai penyakit diantaranya moreo (demam) sebagai
kompres penurun panas, Caranya bawang merah di parut lalu di tempelkan pada dahi,
dilakukan berulang- ulang sampai panasnya turun. Kalau si pendirita di bawah ke
dukun maka parutan bawang tadi terlebih dahulu dibacakan mantra sebelum
digunakan. Kalau bawang putih dipercaya masyarakat untuk menurunkan tekanan
darah tinggi, caranya bawang putih di bakar lalu dimakan.
11. Padama lala (Sereh) Cymbopogon citratus (Latin), pada masyarakat di Desa
Abelisawah memanfaatkan tanaman ini sebagai obat untuk mengobati (haki wukua)
sakit pinggang dan sakit gigi (mohaki ngisi). Caranya cabut dengan akar satu batang
sereh utuh, dicuci dan direbus dengan 1 gelas air selama 15 menit; kemudian diminum
2 kali sehari masing- masing 1/2 gelas, pagi dan sore. Pada sakit gigi caranya ambil 1
batang serai bersama akarnya cuci bersih lalu rebus, air rebusan sereh tadi gunakan
untuk kumur-kumur. Pengobatan ini dilakukan secara berulang hingga hilang rasa
sakitnya. Apabila pengobatan ini dilakukan oleh dukun sebelum rebusan daun sereh
ini diminum terlebih dahulu dimantrai baru diminumkan kepada si penderita. Selain
itu air rebusan daun sereh di oleskan ke bagian pinggang yang sakit dan dibacakan
shalawat.
12. Ta'umo (daun sembung) Blumea balsamifera (latin), Ta’umo ini digunakan mengobati
penyakit haki oro (penyakit kuning), menurut pengetahuan masyarakat Tolaki bahwa
penyakit kuning disebabkan karena ada gangguan pada bagian dalam tubuh yaitu
bagian hati dan empedu, sebagian lagi mempercayai bahwa penyakit kuning ini
disebabkan perbuatan orang (guna-guna). Selain dilakukan ritual untuk mengusir roh
jahat yang ada dalam tubuh si penderita, dan biasanya mbu’owai memberi ramuan air
rebusan tawa ta’umo untuk diminum tiga sehari sehari sampai sembuh.
13. O’paku (pakis) nephrolephis bisserata (Latin) tanaman ini dimanfaatkan masyarakat
Tolaki di Desa Abelisawah untuk mengobati penyakit okamba (bisul). Menurut
pengetahuan masyarakat Tolaki bahwa penyakit bisul disebabkan karena
tersumbatnya aliran darah, akibatnya berubah menjadi darah kotor. Caranya ambil
pucuk daun o’paku yang masih menggulung kemudian dilumatkan dan ditempel di
pinggir bisul, tetapi jangan sampai menutupi mata bisul, diamkan selama beberapa
menit. Gunanya untuk mengeluarkan nana/darah kotor yang terdapat pada bisul.
Pengobatan ini dilakukan berulang ulang sampai bisul kempis.
14. Tawa Sabandara (daun ketepeng cina) cassia alata L (Latin). Bagian tanaman yang
digunakan adalah daun untuk mengobati penyakit kudis (onggori). Caranya ambil
segenggam tawa sabandara lalu cuci bersih dan dihaluskan, dioleskan pada kudis dan
dilakukan berulang-ulang hingga kudis mengering. Selain itu tawa sabandara dipakai
pula sebagai obat pencahar, caranya rebus tawa sambandara segenggam, lalu air
rebusan tersebut diminum pada malam hari sebelum tidur, agar keesokan harinya si
penderita parako (sembelit) dapat buang air besar.
15. In-oso (tembakau). In-oso dimanfaatkan masyarakat Tolaki untuk mengobati penyakit
onggori (kudis) yaitu penyakit gata-gatal yang timbul pada permukaan kulit di sekitar
lengan dan kaki, penyebab penyakit ini menurut pengetahuan mereka disebabkan
karena tidak menjaga kebersihan badan dan pengaruh makanan yang tidak dapat
diterima tubuh.Cara pengobatannya ambil 3 lembar tawa in-oso (daun tembakau)
tumbuk hingga halus lalu oleskan atau ditempelkan pada kudis, rasanya pedis tapi
ramuan dapat segera mengeringkan kudis dan menghilangkan rasa gatal
16. Salumba watu (Sadagori/sidaguri) sida rbombifolia L. (latin). Bagi masyarakat Tolaki
tanaman ini digunakan menyembuhkan sakit gigi (mohaki ngisi). Bagian yang
digunakan adalah akar, caranya ambil beberapa akar salumba watu dicuci bersih lalu
ditumbuk halus dan ditempelkan pada bagian lubang gigi yang sakit, dan dilakukan
secara berulang-ulang hingga sembuh,
17. Takulo/tawa ndokulo (Tolaki), betenuh (Indonesia) pohon paliasa (Makassar)
kleinhovila hospita L (latin). Termasuk tanaman yang selalu hijau, pohonnya lebat,
dan dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 20 m.. Masyarakat Tolaki
memanfaatkan tanaman ini untuk mengobati penyakit dalam misalnya asam urat dan
darah tinggi (m o’beli). Caranya ambil segenggam tawa ndukulo cuci bersi kemudian
rebus dengan 3 gelas air dan tersisa 1 gelas diminum tiga kali sehari. Untuk memberi
khasiat yang lebih manjur terlebih dahulu tawa ndukulo dimantrai oleh dukun.
18. Kateba (tapak liman) elephantopus Scaber (latin). Tanaman ini digunakan masyarakat
Tolaki untuk mengobati penyakit more (malaria) dan deman (moreo). Untuk
mengobati penyakit malaria dan deman caranya cabut satu batang kateba beserta
akarnya lalu cuci bersih kemudian rebus dengan 3 gelas air dan tersisa 1 gelas,
diminum pagi dan sore sampai demannya sembuh. Menurut pengetahuan masyarakat
bahwa penyebab deman karena pengaruh alam, yaitu cuaca dan pengaruh roh jahat.
19. Dama-dama (Jarak pagar) Jatropha curcas L (Latin). Tanaman ini biasanya digunakan
oleh masyarakat Tolaki untuk mengobati lidah bayi, apabila lidahnya berwana putih,
biasanya bayi malas menyusu ke ibunya. Cara pengobatannya ambil getah daun jarak
dan oleskan pada bagian lidah bayi yang berwarna putih, begitu pula apabila perut
bayi kembung maka ambil daun jarak 3 lembar dan campur irisan bawang merah
kemudian remas- remas dan tempelkan ke perut bayi, tapi sebelumnya ramuan ini
dimantrai oleh dukun karena kepercayaan mereka bahwa penyebab kembungnya perut
bayi akibat angin jahat. Menurut mbu’owai daun jarak digunakan juga untuk
mengobati penyakit paru-paru dengan cara merebus daun jarak, kemudian airnya
didiamkan semalaman keesokan harinya baru diminum gunakan untuk membersihkan
kotoran yang ada di paru-paru. Menurut keercayaan masyarakat Tolaki penyebab
penyakit tersebut adalah kutukan dari arwah leluhur karena tidak merawat dan
memberi sesajen ke kuburan leluhurnya.
20. Rare/Tulasi dahu (tembelekan), lantana camara (latin). Tanaman ini digunakan untuk
obat luka diantaranya obat luka iris (moaka inea) dan luka bakar (molak mohai),
caranya ambil segenggam tawa tulasi cuci bersih kemudian diremas-remas dan
ditempelkan pada luka. Daun ini akan menghilangkan rasa panas pada luka bakar dan
menghentikan pendarahan pada luka iris terkena benda tajam.
21. Tawa ngapaea (daun Pepaya) carica papaya (Latin) Daun pepaya digunakan
masyarakat Tolaki untuk mengobati penyakit moreowiwi (malaria) menurut
pengetahuan masyarakat bahwa penyebab penyakit malaria adalah pengaruh roh jahat
penjaga pohon, ketika orang menebang pohon di hutan, oleh karena itu perlu meminta
izin kepada penguasa pohon sebelum menebang. Adapula yang berpendapat akibat
gigitan nyamuk yang terdapat dalam rawa-rawa yang banyak tumbuh pohon sagu.
Cara pengobatannya adalah meminum rebusan daun pepaya sebanyak mungkin, kalau
bisa dijadikan sebagai penganti air putih sampai penyakitnya sembuh
22. Tawa dambu (daun jambu biji), Guava, psidium guajava linn (Latin). Masyarakat
Tolaki memanfaatkan daun jambu biji untuk mengobati penyakit teuwuta peua
(muntaber), penyebab penyakit tersebut menurut pengetahuan mereka, karena
memakan makanan kotor dan memakan makanan yang tidak dapat diterima perut,
serta sukar dicema Cara pengobatannya ambil segenggam daun jambu biji la rebus
dengan 3 gelas air hingga tersisa 1 gelas, sebelum diminum dibacakan shalawat.
Ramuan ini diminum sampai si penderita tidak muntah dan berak lagi, setelah sembuh
ramuan ini tidak boleh diminum lagi karena kalau berlebihan dapat mengakibatkan
penyakit parako (sembelit).
23. Balandete (aka lambuang) merreni paltata (latin).Pada masyarakat Tolaki tanaman ini
dimanfaatkan sebagai obat untuk menghilangkan ketombe dan obat luka (moska) dan
bengkak-bengkak (kamba-hamba). Cara pengobatannya menempelkan daun yang
sudah dihaluskan pada permukaan kulit kepala yang berketombe dan didiamkan
sejenak baru rambut dicuci bersih, demikian pula pada luka caranya ditempelkan
ramuan daun balandete ke bagian yang bengkak sampai hilang rasa sakitnya dan
bengkaknya mengempis. Di samping itu, getah dari batang tumbuhan ini juga dapat
digunakan untuk mengobati penyakit hosa (sesak nafas dan gejala asma). Dengan cara
merebus kulit batang yang bergetah dengan 3 gelas air dan tersisa 1 gelas, lalu
diminum sampai sembuh.
24. Raw aopa (alang-alang) imperata cylindrical beauv (Latin). Masyarakat Tolaki
memanfaatkan tanaman ini sebagai obat untuk meningkatkan vitalitas pria. Sedang
bagian tanaman berupa rimpang untuk mengobati penyakit kelamin, kencing nana
(teme o’nana)
25. Ole (kecombrang) etlingera sp (Latin), Masyarakat Tolaki memanfaatkan tanaman ini
sebagai ramuan pasca melahirkan untuk mengencang perut dan alat vital. Caranya
ambil segenggam fata olae direbus lalu airnya diminum, disamping mengencangkan
juga berkasiat untuk mengeluarkan darah kotor sehabis melahirkan. Agar perut wanita
cepat singset taza olae ditempelkan ke perut kemudian dililit menggunakan stagen.
26. Puinen (pohon pinang) Areca catechu L (latin). Tanaman dimanfaatkan masyarakat
Tolaki adalah daun bagian dalam yang masih muda (tinera inee) dimakan untuk
mengobati penyakit peulenggora (cacingan). Caranya ambil daun muda yang belum
mekar lalu tumbuk halus dan airnya di peras diminum sekitar satu sendok makan
sebelum tidur Setelah beberapa hari maka cacing akan keluar ketika buang air besar,
ramuan tersebut biasanya dibuat sendiri oleh pasien.
27. Kumis kucing, Orthosiphon stamineus Benth (Latin). Tanaman kumis kucing
digunakan untuk melancarkan kencing dan mengobati sakit pinggang (molakia).
Caranya ambil daun kumis kucing beserta batangnya kemudian rebus dengan 3 gelas
air dan sisa 1 gelas, diminum 3 kali sehari sampai rasa sakitnya hilang. Daun kumis
kucing bermanfaat pula untuk mengobati infeksi saluran kencing, caranya ambil daun
kumis kucing segenggam, lalu tambahkan irisan kunyit satu ruas, rebus dengan tiga
gelas air hingga tersisa dua gelas. Air rebusan ini diminum 2 kali sehari pagi dan
malam hari.

B. Pola Pengasuhan Anak Pada Suku Tolaki Desa Labela Di Sulawesi Tenggara
Bagi suku Tolaki, lahirnya anak merupakan suatu keberuntungan bagi keluarga inti
maupun kelaurga luas, karena itu anak dianggap sebagai bunga (wulele) dalam keluarga
Bunga dimaksud di sini tidak hanya perhiasan dan keharuman yang menyenangkan bagi
keluarga, tetapi terutama kelak bunga yang akan menjadi buah yang akan dinikmati oleh
keluarga (Hakki, 2007: 4). Oleh karena itu pada konteks sosialisasi anak dalam
lingkungan keluarga, maka sistem nilai budaya menjadi pedoman bagi orang hia dalam
keluarga tersebut tentang bagaimana perilaku yang ideal atau peranan-peranan yang
diharapkan dari mereka dalam memelihara, mendidik dan membesarkan anak mereka.
1. Masa Kehamilan (Mindia)
Sebagian besar masyarakat di Desa Labela sampai saat ini masih percaya
dengan kepandaian seorang dukun, khususnya pada masa mulai mengandung (masa
prenatal). Oleh karena itu, pada saat mengandung, yaitu mulai usia kehamilan satu
bulan sampai sembilan bulan dukun masih dipercaya untuk melakukan perawatan
terhadap anak yang berada dalam kandungan beserta ibunya. Misalnya apabila usia
kehamilan baru satu minggu atau sudah satu bulan dimana pada masa ini seorang ibu
selalu merasa tidak enak badan atau ada gangguan kesehatan, maka sang dukun bayi
(sando/mbopiu/mbutolole) segera turun tangan dengan meniup perut ibu hamil sambil
dibacakan mantra atau dimandikan dengan menggunakan air hangat. Di dalam air
hangat tersebut dimasukkan beberapa daun, yakni daun taumo, daun hokio, daun
panggu-panggu dan daun marembeako. Keempat daun tersebut dianggap mampu
menyembuhkan ibu hamil dari rasa tidak nyaman ketika hamil, yang dianggap sebagai
gangguan kuntilanak atau hantu-hantu (tanda onitu). Selain itu bisa juga, semua daun
tadi diremas-remas, kemudian dicampur dengan air hangat secukupnya, hingga bisa
ditempelkan pada perut ibu yang sedang hamil. Selama masa kehamilan, apa lagi
masa-masa akan melahirkan diharapkan ibu yang sedang hamil setiap mandi
hendaknya selalu mandi dengan menggunakan air hangat agar nantinya ia mudah
melahirkan.
Bagi suku Tolaki, apabila seorang ibu mengalami masalah dalam proses
melahirkan, maka ia dianggap kurang melakukan perawatan semasa hamil, yakni
banyak melanggar pantangan (pamali) yang dilarang oleh orang tua dahulu atau
menganggap Temeh nasehat-nasehat yang dilarang oleh leluhur. Oleh karena itu ada
beberapa hal yang perlu dihindari pada saat sedang hamil bagi suku Tolaki, yakni; (1)
saat memakai baju jangan memakai dengan memasukkan tangan dahulu baru
memasukkan baju ke dalam badan melalui leher, (2) jika menggunakan kayu saat
memasak, maka ketika memulai membakar kayu saat akan menyalakan api ketika
akan memasak, maka tidak dibenarkan mulai membakar dibagian pangkalnya, namun
hendaknya dimulai pada bagian ujung kayu bagian atas.
Selain perilaku, juga ada beberapa makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh
ibu hamil yang nantinya juga akan mengakibatkan kesulitan pada saat melahirkan.
Adapun jenis makanan tersebut, adalah (1) makan atau minum berupa air es (2)
makanan yang banyak mengandung minyak atau lemak. Apabila kedua makanan
tersebut sering-sering dikonsumsi oleh ibu yang sedang hamil, maka pertumbuhan
anak yang ada di dalam kandungan akan subur dan besar, sehingga nantinya akan
mengalami kesulitan pada saat melahirkan, karena bayi yang ada dalam kandungan
terlalu besar atau tidak normal, sehingga berat bayi bisa mencapai 4 kg. Adapun
makanan yang dianjurkan saat masa kehamilan adalah makan sayur-sayuran dan ikan-
ikan kecil. Banyak memakan sayuran dimasa hamil akan memperbanyak air susu ibu,
sehingga pada usia kehamilan 7 bulan saja, air susu ibu sudah mulai ada.
2. Masa Kelahiran (Pe’ana’)
a. Masa neonates
Ketika bayi baru lahir, sang dukun langsung memandikan bayi tesebut dengan
menyiapkan sekitar 4 timba (timbu) air hangat kemudian memandikannya dengan
air alakadarnya, yang penting anak tersebut bisa menyentuh air. Menurut
kepercayaan suku Tolaki yang ada di desa Labela, anak yang baru lahir harus
diperkenalkan dengan air, api, dan angin adalah saudara manusia. Setelah bayi di
mandikan oleh dukun, lalu diberi madu atau dioleskan madu pada bibirnya
sebagai pengganti ASI.
b. Masa bayi
Masa bayi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah dimulai dari akhir minggu
kedua setelah lahir sampai umur dua tahun. Bagi suku tolaki yang brada di Desa
Labela, perhatian orang tua terhadap bayinya cukup besar. Hal ini nampak pada
berbagai peristiwa seperti upacara potong rambuut yang dilakukan pada saat bayi
berusia 40 hari atau lebih. Upacara ini ditandai dengan pembacaan kitab berzanji
oleh imammasjid dan sejumlah orang yang pandai membaca Al-Quran.
Selain merawat anak, pada usia ini seringkali orang tua atau pengasuhnya
mengajak anak berkomunikasi pada saat sedang menggendongnya maupun saat
menidurkan bayinya, dengan mengucapkan beberapa kalimat. Hal ini dianggap
akan berpengaruh pada perkembangan anak, apabila bayi sering diajak berbicara,
maka nantinya akan cepat berbicara, kadangkala belum sampai 2 tahun sang anak
sudah mulai pandai berbicara atau menyebut satu persatu kata demi kata.
c. Masa ank-anak pra sekolah
Pada usia ini anak-anak suku tolaki sudah mulai diajar untuk bisa makan dan
mandi sendiri, serta sudah mulai diajar berkata sopan kepada saudaranya yang
lebih tua, kepada orang tua, termasuk paman, bibi, dan kakek, juga kepada orang
lain. Mengajarkan hal-hal yang baik dan buruk dalam bentuk cerita-cerita atau
dongeng, maupun dalam bentuk pesan-pesan. Materi pendidikan yang paling
utama diajarkan kepada anak adalah bagaimana anak kelak bisa hidup dan dapat
berperan selaku orang yang berguna bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain. Hal
ini erat kaitannya dengan apa yang dicita-citakan orang tua terhadap anaknya
kelak seperti telah diuraikan pada pembahasan terdahulu. Melalui ajaran-ajaran
demkian diharapkan kiranya anak menjadi anak yang rajin (mesida), pandai dan
cekatan (mandara), ulet teratur (kototo), sabar (sabara). pintar, berilmu (pindara
mota'u), baik budi pekerti (pesawa), suka bersatu (ehe medulu), senang terhadap
kerabat dan sanak saudara (me anamotuo mepeohai), dan mengasihi sesama
manusia dan sesama mahluk Tuhan (mombemeiri’ ako). Semua itu merupakan
kunci keberhasilan hidup anak untuk mewujudkan misinya sebagai anak yang
menjadi tumpuan harapan orang tua untuk membawa dan elanjutkan nama baik
keluarga (pinokemberahi)
d. Masa usia sekolah dasar
Dalam psikologi perkembangan mengatakan, bahwa pada usia sekolah, yakni
usia 7 - 12 tahun. Pada masa ini anak mulai berfikir berdasarkan kenyataan dan
bukan lagi atas dasar fantasi seperti fase sebelumnya. Oleh karena itu pada masa
ini suku Tolaki, khususnya orang tua semakin berhati-hati menjaga dan mengasuh
anak, sebab semakin keras cara mendidik, maka anak-anak semakin keras kepala.
Seperti yang diungkapkan oleh (Gunarsa dalam Sardiman, 1991: 44), bahwa anak
pada masa usia ini hendaknya dididik oleh orang tua dengan menggunakan teknik
pembimbingan yang bersifat demokratis dan non poter assertive technique untuk
menanamkan disiplin.
Bagi suku Tolaki, anak pada usia 9 tahun sudah mulai bisa menjaga adik-
adiknya ketika ibu atau orang tuanya tidak berada di rumah. Selain itu pada usia
ini anak-anak sudah bisa membantu meringankan beban orang tua dengan pergi
berbelanja di warung untuk membeli keperluan sehari-hari.
Pada usia ini orang tua menyuruh anak untuk mengerjakan sendiri pekerjaan-
pekerjaan rutin dalam rumah seperti, membersihkan rumah, pekerangan,
membenahi tempat tidur sendiri, menata ruangan dan membersihkan piring.
Disamping itu ada juga sebagian orang tua yang tidak menyuruh langsung kepada
anaknya, namun hanya menyuruh/mengajak melihat apa yang dikerjakan oleh
ibunya di dapur, dengan demikian maka perlahan-lahan anak mulai belajar
memasak atau mengerjakan apa yang dikerjakan oleh ibunya di dapur.
e. Anak usia SMP (13-22 Tahun)
Pada masyarakat suku Tolaki tata kelakuan dan sopan santun berpedoman
pada adat istiadat masyarakat setempat. Sehingga orang atau anak yang tidak tahu
adat dikenal dengan toono ndaanio sarano. Selain itu orang yang tidak tahu norma
akibat tidak diajarkan oleh orang tuanya dikenal dengan ari ine ana motu ono tano
pinoko ndauki. Penilaian ini berlaku bagi orang dewasa maupun anak-anak.
Secara khas dan individual perkembangan anak sangat ditentukan oleh
seberapa jauh tingkat kematangan belajar dan pengalaman yang diperoleh anak
dalam dirinya sendiri, keluarganya, dan lingkungannya (Spranger dalam
Sardiman, 1991: 50). Hal ini dimaksudkan, bahwa dalam proses perkembangan
kepribadian seseorang anak selain ditentukan oleh tingkat-tingkat perkembangan
umurnya sesuai prinsip-prinsip perkembangan yang umum masing-masing anak
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang bersumber dari dirinya sendiri,
lingkungan masyarakat di mana dia berada.

Anda mungkin juga menyukai