Anda di halaman 1dari 2

APA ADA YANG SALAH DENGAN HUJAN di WATULIMO?

Hujan adalah tanda salah satu nikmat Alloh SWT kepada kita. Setiap makhluk hidup
pasti mengharapkan turunnya hujan. Hujan juga bentuk kenyamanan untuk berlangsungnya
hidup. Hujan pun dengan penuh perjuangan memantapkan tetesan airnya ke tanah. Tempat
berpijaknya semua makhluk hidup yang ada.
Namun, akhir-akhir ini intensitas turunnya pun berkurang. Tak bisa diprediksi. Itu pun
yang terjadi di kawasan kecamatan Watulimo. Entah bagaimna dan apa penyebab hal itu terjadi.
Yang pasti Alloh mempunyai kekuasaannya.
Beda dengan saya pertama kali pindah ke Watulimo dulu yakni tahun 2016. Suasananya
pun lebih asrep daripada sekarang. Curah hujannya pun lebih intens. Tak hayal jemuran saja
tiga hari baru bisa kering, bahkan lebih.
Mungkin memang ada yang berubah dari kondisi alam di Watulimo. Alih fungsinya
hutan bisa juga pengaruh. Sebab hutan yang masih memiliki pepohonan tentu akan menghasilkan
oksigen yang lebih. Sehingga udara bisa tetap sejuk kala siang hari. Daya tampung mata air tentu
bisa menjadi jaminan masa depan. Namun, kondisi sekarang ya tidak demikian. Intensitas hujan
juga jarang, bahkan sumber air makin menipis. Bahkan pengiriman air bersih pun pernah terjadi,
sampai sekarang. Untuk saat ini turunnya hujan memang sangat dinantikan.
Menyinggung hujan, tak satupun makhluk pasti menolak kedatangan hujan turun.
Meskipun manusia sendirilah yang sedikit “ngeyel” pada hujan. Hujan selalu dinanti pada waktu
persediaan air menipis. Namun, beda lagi ketika hujan turun dengan intensitas tinggi dan hampir
tiap hari turun. Pasti manusialah yang akan memprotes itu. Memang aneh manusia ini. Hujan
yang turun saja perlu dan harus diprotes.
Entah kesalahan apa yang hujan lakukan pada manusia. Sehingga begitu mudahnya untuk
menyalahkannya. Padahal hujan turun atas kehendak Yang Maha. Bila mau berpikir, mampukah
kita untuk membuatnya turun dari langit? Memanggil hujan seawaktu-waktu? Tentu kita harus
memakai logika ketidakmampuan oleh kekerdilan diri sendiri. Ketidakmampuan karena
keterbatasan daya sebagai hamba yang memang kecil dihadapan Allah SWT.
Sebenarnya ada yang salah dengan kita. Salah karena cara pandang kita yang
mengunggulkan keegoisan diri. Egois karena meminta sesuatu tapi pada dasarnya kita tidak
mampu melakukanya. Pernah kan kita berkata “Hujan kok terus-terusan?” Ketika akan berangkat
sekolah, bekerja, bahkan belanja pun kita sering menyalahkan hujan yang turun. Keegoisan kita
sangat nampak ketika itu terjadi.
Cara berpikir kita memang salah. Seakan-akan kita tidak membutuhkan hujan. Hujan
yang sengaja Allah turunkan ke bumi sebagai tanda Rahman Rahim kepada makhlukNya.
Sebagai manusia yang dirahman-rahimkan Allah, seharusnya kita berpikir yang logis. Manusia
yang mau menggunakan akalnya ketika hujan turun bisa memakai payung dan mantel. Kalau pun
hujan yang turun sangatlah deras, kita bisa berteduh dulu. Setelah itu baru melanjutkan
perjalanan ke tujuan kita.
Sebagai manusia haruslah menggunakan akalnya. Akal adalah pembeda manusia dengan
makhluk yang lain. Bekal utama manusia adalah akal. Mari kita gunakan akal kita untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Aktivitas yang diridhoi oleh Allah SWT. Sebab kunci
kebahagiaan manusia adalah keridhoan dari Allah itu sendiri. Soal hujan, janganlah terus
manyalahkannya. Kita harus bisa bersentuhan dengan air keberkahan yang Allah turukan dari
langit. Bila masih menganggap hujan adalah musuh, berarti akal Anda sedang tidak lurus. Anda
perlu menjernihkannya kembali agar tidak menjadi manusia aneh.
Hal yang perlu dilakukan saat ini yakni berdoa dan kembali intropeksi diri. Intropeksi
terhadap perilaku kita yang salah dengan hadirnya hujan. Hujan yang turun itu ya “ojo dipaido”.
Sebab kita ya tidak mampu menurunkannya sendiri. Kita tinggal menikmati saja sangat rewel.
Turun hujan ya Alhamdulillah, tidak ya tetap syukur. Namun, kalau kondisinya seperti ini, kita
perlu adanya aksi bakti kepada alam. Tentu dengan reboisasi untuk mengembalikan fungsi hutan.
Semoga kita bisa melakukan hal demikian.

WALUYO
Watulimo, 29 Januari 2020

Anda mungkin juga menyukai