Anda di halaman 1dari 28

SEJARAH INDONESIA

MODUL 7
KETERAMPILAN PROSES MENGAMATI,
MENANYA MENGIDENTIFIKASI MENUJU
KEMERDEKAAN BANGSA INDONESIA

SMK KELAS XI
Alokasi Waktu: 3 x 45 Menit

Penyusun
TIM MGMP SEJARAH INDONESIA

SMK NEGERI 1 TASIKMALAYA


2022
KOMPETENSI AWAL

Untuk mempelajari materi yang ada pada modul ini memerlukan materi prasyarat
keterampilan proses mengamati, menanya mengidentifikasi kedatangan bangsa jepang ke
indonesia bagian 1.

PROFIL PELAJAR PANCASILA


Melalui kegiatan diskusi, presentasi dan drama di dalam mempelajari modul ini, Peserta
didik akan mengembangkan karakter Pelajar Pancasila yaitu:
1. Berketuhanan dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia
2. Mandiri
3. Bergotong royong
4. Bernalar kritis.

SARAN DAN PRASARANA

1. Smartphone.
2. Jaringan internet.
3. Proyektor

TARGET PESERTA DIDIK

1. Peserta didik reguler/tipikal.


2. Peserta didik dengan kesulitan belajar.
3. Peserta didik dnegan pencapaian tinggi.

MODEL PEMBELAJARAN

Blended Learning

ELEMEN

Pemahaman Konsep Sejarah (Keterampilan Konsep Sejarah (Historical Conceptual


Skills)

Keterampilan Proses Serjarah ( Keterampilan Berpikir Sejarah (Historical Thinking


Skill )

CAPAIAN PEMBELAJARAN
Pada akhir fase F peserta didik mampu menganalisis serta mengolah informasi
tentang Menuju kemerdekaan Bangsa Indonesia

TUJUAN PEMBELAJARAN

Melalui blended learning, peserta didik dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif
untuk terjadinya interaksi antara sesama peserta didik juga dapan memaksimalkan
keinginan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan materi yang didapatkan oleh masing
masing peserta didik.
PEMAHAMAN BERMAKNA
Historia Magistra Vitae adalah ungkapan yang dikemukakan oleh Marcus Tullius
Cicero yang artinya Sejarah adalah Guru Kehidupan. Sejarah adalah guru yang
terbaik, maksudnya sejarah itu merupakan sebuah pengalaman yang akan
menjadikan kita bijaksana dan pintar, artinya sejarah itu membuat suatu bangsa
menjadi arif dan bijaksana dan tidak akan mengulang kesalahan-kesalahan yang
pernah dilakukan oleh para pendahulunya

PERTANYAAN PEMANTIK

1. Apakah kemerdekaan indonesia tejadi begitu saja tanpa ada persiapan?


2. Persiapan seperti apa yang dilakukan oleh para tokoh pejuang untuk mempersiapkan
kemerdekaan?

KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Kegiatan Pembuka
a. Sebelum peserta didik memasuki kelas¸ Guru mengkondisikan agar peserta didik
berbaris di depan kelas secara rapi dengan dipimpin oleh salah satu peserta didik dan
secara bergiliran bersalaman kepada Guru memasuki kelas. Langkah ini dilakukan
apabila pembelajaran Sejarah Indoensia dilaksanakan pada jam pertama.
b. Guru memberikan salam dan secara acak memberikan kesempatan kepada salah satu
peserta didik untuk memimpin berdoa bersama sesuai dengan agama dan
kepercayaanya masing-masing sebelum pembelajaran dilaksanakan
c. Untuk membangkitkan semangat nasionalisme peserta didik, peserta didik berdiri
untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya.
d. Guru mengecek kehadiran peserta didik
e. Peserta didik untuk mengingat kembali pembelajaran pertemuan sebelumnya.
f. Peserta didik menyimak penjelasan guru terkait materi dan tujuan pembelajaran pada
pertemuan ini.
g. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan serta mempersiapkan media
pembelajaran yang akan digunakan di dalam pembelajaran

2. Kegiatan Inti
a. Peserta didik dikelompokkan kedalam beberapa kelompok yang terdiri atas 3-5 orang
b. Peserta didik secara berkelompok menyimak tayangan video yang disampaikan oleh
Guru yang berkaitan dengan macam-macam norma.
c. Setelah penayangan video, guru menyampaikan pertanyaan terkait tayangan video
atau gambar untuk merangsang peserta didik menyampaikan pendapatnya. Alternatif
pertanyaan yang dapat diajukan diantaranya:
(a) Peristiwa apa yang terjadi dalam video tersebut?
(b) Siapakah tokoh-tokoh yang ada dalam video tersebut?
(c) Bagaimana suasana yang tampak dalam video tersebut?
(d) Sikap atau perilaku seperti apakah yang harus kalian teladani dari tokoh-tokoh
yang ada dalam video tersebut?
d. Setiap kelompok peserta didik untuk menyampaikan pendapatnya tentang video
tersebut berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas. Pada langkah ini, guru
hendaknya tidak mengomentari pendapat peserta didik dan tidak meminta alasan
peserta didik mengenai pendapatnya
e. Guru kemudian mengklarifikasi masalah dengan cara memberikan tanggapan atas
pendapat setiap kelompok serta mengarahkannya ke konsep atau materi
pembelajaran yaitu tentang makna dan macam-macam norma.
f. Guru memberikan lembar aktivitas peserta didik yang harus dikerjakan secara
berkelompok.
g. Guru mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan lembar aktivitas yang
dikerjakannnya secara berkelompok.

3. Kegiatan Penutup
a. Guru mengapresiasi dan memberikan klarifikasi terhadap seluruh tugas yang sudah
dikerjakan oleh peserta didik.
b. Guru bersama peserta didik melalukan refleksi pembelajaran mengenai materi
pembelajaran pada pertemuan ini.
c. Peserta didik menyimak informasi yang disampaikan guru kegiatan pembelajaran
pada pertemuan selanjutnya.
d. Perwakilan peserta didik memimpin berdoa bersama setelah selesai pembelajaran.

ASESMEN

1. Asesmen diagnostik non-kognitif pada awal pembelajaran


2. Asesmen Formatif berupa Tes tertulis (Essay)

PENGAYAAN DAN REMEDIAL

Kegiatan pengayaan diberikan kepada peserta didik yang telah mencapai hasil 75%.
Sedangkan peserta didik yang belum mencapai hasil tersebut diberikan kegiatan remedial.
1. Pengayaan:
Peserta didik memebrikan pendapat tentang Persiapan kemerdekaan indonesia.
2. Remedial:
Peserta didik mempresentasikan kembali lembar aktivitas peserta didik hasil diskusi
kelompok

REFLEKSI PEMBELAJARAN

Kegiatan refleksi pembelajaran dilakukan untuk mengukur sejauh tingkat keberhasilan suatu
proses pembelajaran menurut persepsi subjek pembelajar. Refleksi dapat dilakukan oleh
guru maupun peserta didik secara bersama-sama dengan menggunakan instrumen berikut:
No. Pertanyaan Jawaban

1 Apakah pemilihan media pembelajaran


telah mencerminkan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai?
2 Apakah gaya penyampaian materi
mampu ditangkap oleh pemahaman
siswa?
3 Apakah keseluruhan pembelajaran dapat
memberikan makna pembelajaran yang
hendak dicapai?
4 Apakah pemilihan metode studi
kepustakaan sudah efektif untuk
menerjemahkan tujuan pembelajaran?
5 Apakah pelaksanaan pembelajaran tidak
No. Pertanyaan Jawaban

keluar dari norma-norma?


6 Apakah pelaksanan pembelajaran hari ini
dapat memberikan semangat kepada
siswa untuk lebih antusias dalam
pembelajaran selanjutnya?
LAMPIRAN

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK

Panduan pengerjaan:
Isilah essay dibawah ini pada kertas HVS bergaris dengan diberikan identitas, Nama, Kelas dan
Jurusan.

TES TULIS

Kerjakan soal dibawah ini dengan teliti !


1. Apa alasan Jepang membentuk BPUPKI?
2. Jelaskan perbedaan BPUPKI dengan PPKI !
3. Sebutkan isi dari Piagam Jakarta?
4. Bagaimana upaya Jepang dalam rangka menarik simpati rakyat Indonesia dikala
posisinya terdesak pada Perang Dunia II? Jelaskan !
5. Mengapa sila pertama Piagam Jakarta diubah? Jelaskan !
6. Pada tanggal 12 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman diundang ke Dalat
oleh jepang, disana mereka diberikan dokumen yang menyatkan indonesia sudah
merdeka. Mereka menyarankan Indonesia Merdeka tanggal 24 Agustus 1945.
Kenapa Para tokoh enggan menuruti saran Jepang tentang kemerdekaan tanggal 24
Agustus 1945? Jelaskan!
7. Kenapa hanya kota hirosima dan nagasaki yang dijatuhi Bom oleh sekutu? Jelaskan
pentingnya kedua kota itu bagi Jepang !
8. Kenapa dalam teks Proklamasi hanya Soekarno dan Hatta yang menandatanganinya,
padahal penyusunan teks Proklamsi itu dibantu Ahmad Soebardjo. Jelaskan !
BAHAN BACAAN GURU DAN PESERTA DIDIK

Apa Hubungan BPUPKI dengan Pancasila:


Sejarah Lahirnya Dasar Negara

tirto.id - Apa hubungan BPUPKI dengan pancasila, dasar negara Indonesia? Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) memiliki peran
penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Tugas BPUPKI adalah menyelidiki hal-hal
penting dan menyusun rencana persiapan kemerdekaan Indonesia, serta terkait erat
dengan lahirnya Pancasila sebagai dasar negara. Sejarah terbentuknya BPUPKI
berawal dari semakin terdesaknya Jepang -yang saat itu menguasai Indonesia- oleh
Sekutu di Perang Asia Timur Raya yang menjadi rangkaian Perang Dunia II pada
1944. Dai Nippon bersiasat dengan menjanjikan kemerdekaan agar mendapat
bantuan dari bangsa Indonesia. Pada 7 September 1944, parlemen Jepang
mengadakan Sidang Istimewa atau Teikoku Ginkai ke-85 di Tokyo. Dalam sidang ini,
Perdana Menteri Kuniaki Koiso naik ke atas podium. Ia mengumumkan bahwa Dai
Nippon harus menentukan nasib Indonesia yang sedikit lagi posisinya terancam oleh
Sekutu. Setelah itu, pemerintah Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada
Indonesia. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pemberontakan jika Indonesia
mengetahui bahwa posisi Jepang dalam Perang Asia Timur Raya semakin terdesak.

Peran BPUPKI untuk Indonesia


George S. Kanahele dalam The Japanese Ocupation of Indonesia (1967:184)
mengungkapkan, pada 1 Maret 1945 Kumaikichi Harada, Jenderal Dai Nippon yang
membawahi wilayah Jawa, mengumumkan akan dibentuk suatu badan baru dengan
nama Dokuritsu Junbi Cosakai. Dokuritsu Junbi Cosakai inilah yang disebut sebagai
BPUPKI. Meski sudah ada sejak 1 Maret 1945, BPUPKI baru diresmikan tanggal 29
April 1945. Pada 29 Mei 1945, sidang pertama BPUPKI pertama kali diadakan dan
dibuka oleh Dr. Radjiman Wediodiningrat sebagai ketuanya. Sidang pertama ini
berlanjut hingga 1 Juni 1945. Di sidang pertama ini, ada tiga pembicara yang
mengemukakan pendapat terkait perumusan dasar negara, atau yang nantinya
dikenal sebagai Pancasila. Pembicara pertama adalah Mohammad Yamin. Dalam
sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Yamin menerangkan tentang “Azas dan Dasar
Negara Indonesia Merdeka”. Yang menjadi pembicara kedua adalah R. Soepomo. Ia
memaparkan “Dasar-dasarnya Negara Indonesia Merdeka” dalam sidang BPUPKI
tanggal 31 Mei 1945.
Lahirnya Dasar Negara Pancasila
Ir. Sukarno tampil sebagai pembicara ketiga. Dalam sidang BPUPKI 1 Juni 1945,
Bung Karno menyampaikan ihwal “Dasar Indonesia Merdeka" dan memperkenalkan
istilah Pancasila atau lima sila. Tanggal 1 Juni inilah yang nantinya diperingati
sebagai hari lahir Pancasila. Ismaun dalam Pancasila: Dasar Filsafat Negara Republik
Indonesia dalam Rangka Cita-cita dan Sejarah Perjuangan Kemerdekaan (1978:157)
mencatat lebih lanjut tentang uraian Sukarno dalam Sidang BPUPKI tanggal 1 Juni
1945. Bung Karno memaparkan tentang Pancasila yang berisi limas azas dasar,
yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang Maha Esa
“Sekarang, banyaknya prinsip kebangsaan, internasionalisme, mufakat,
kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya,” kata Bung Karno dikutip dari
Risalah BPUPKI (1995) terbitan Sekretariat Negara RI. “Namanya bukan Panca
Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa,
namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah
kita mendirikan negara Indonesia, kekal, dan abadi,” lanjut sosok yang nantinya
menjadi Presiden RI pertama ini.
Memperdebatkan Pancasila
BPUPKI dalam periode kinerjanya, yang hanya beberapa bulan, telah menggelar 2
kali sidang resmi: 29 Mei sampai 1 Juni, dan 10-17 Juli 1945. Ada satu sidang lagi
yang dilakukan kendati tidak resmi dan hanya diikuti beberapa anggota pada masa
reses, antara 2 Juni hingga 9 Juli 1945. Setidaknya ada 12 anggota yang berpidato
di sidang pertama, salah satunya M. Yamin. Ia memaparkan kelengkapan negara
yang dibutuhkan Indonesia jika merdeka nanti. Di sinilah M. Yamin merumuskan 5
asas dasar negara, yaitu Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri
Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Pada hari ketiga sidang pertama itu, Mr.
Soepomo juga mengungkapkan rumusan serupa, yang diberi nama "Dasar Negara
Indonesia Merdeka”, yaitu Persatuan, Kekeluargaan, Mufakat dan Demokrasi,
Musyawarah, serta Keadilan Sosial. Di hari terakhir, pada 1 Juni 1945, tepat hari ini
74 tahun lalu, Sukarno memperkenalkan 5 sila, yang terdiri dari Kebangsaan
Indonesia, Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi,
Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Inilah hari lahir Pancasila.
Hingga sidang usai, belum ada kesepakatan yang dicapai. Ada beda pendapat yang
cukup tajam antara kubu nasionalis dan kubu agamis, salah satunya tentang bentuk
negara, antara negara kebangsaan atau negara Islam, meskipun hal ini bukanlah
persoalan yang baru (Bernhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan,
1987:232). Maka dibentuklah Panitia Sembilan untuk menemukan jalan tengah
dalam perumusan dasar negara. Panitia ini terdiri dari Sukarno, Mohammad Hatta,
Achmad Soebardjo, M. Yamin, Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Moezakir, Abikusno
Tjokrosoejoso, Haji Agus Salim, dan A.A. Maramis. Setelah melalui pelbagai
perdebatan sengit dalam perundingan alot pada sidang Panitia Sembilan tanggal 22
Juni 1945, lahirlah rumusan dasar negara RI yang dikenal sebagai Piagam Jakarta
atau Jakarta Charter yang terdiri dari:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Setelah menyepakati rumusan dasar negara, meskipun masalah ini sebenarnya


belum tuntas dan memuaskan semua pihak (termasuk nantinya perubahan sila
pertama menjadi "Ketuhanan yang Maha Esa"), sidang BPUPKI selanjutnya
membahas tentang perangkat-perangkat negara merdeka lain, salah satu yang
terpenting adalah merancang Undang-Undang Dasar (UUD). Poin-poin penting yang
dibahas dan disepakati adalah pernyataan tentang Indonesia Merdeka, Pembukaan,
dan Batang Tubuh UUD 1945, Ia meliputi: wilayah negara Indonesia; bentuk negara
(kesatuan); bentuk pemerintahan (republik); bendera nasional (Merah Putih); dan
bahasa nasional (Bahasa Indonesia). Tugas BPUPKI selesai dan dibubarkan pada 7
Agustus 1945. Selanjutnya, dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).
Piagam Jakarta & Pancasila
Paparan tiga tokoh dalam rangkaian sidang pertama BPUPKI pada 29 Mei hingga 1
Juni 1945 yakni Mohammad Yamin, Soepomo, dan Sukarno belum menghasilkan
kesepakatan. Problem paling krusial adalah terjadinya perbedaan pendapat antara
golongan agamis (Islam) dengan kelompok nasionalis. Untuk menjembatani semua
kepentingan, maka dibentuk Panitia Sembilan. Panitia ini beranggotakan Ir. Sukarno,
Mohammad Hatta, A.A. Maramis, KH Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakir, Abikusno
Tjokrosujoso, Haji Agus Salim, Achmad Soebardjo, dan Mohammad Yamin. Pada 10-
16 Juli 1945, sidang kedua BPUPKI diadakan. Sukarno membuka sidang dengan
membaca laporannya tentang "hasil inventarisasi usul dan pendapat para anggota
BPUPKI" dan "usaha mencari jalan tengah atas perbedaan golongan Islam dan
Nasionalis." Akhirnya tercapailah rumusan dasar negara pada 22 Juni 1945. Dasar
negara inilah yang dikenal sebagai Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang isinya
adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Setelah merumuskan dasar negara, BPUPKI dibubarkan pada 7 Agustus 1945 dan
dilanjutkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang kemudian
berhasil mewujudkan proklamasi tanggal 17 Agustus 1945. Namun, poin petama
Piagam Jakarta dinilai belum mewakili aspirasi seluruh umat beragama di Indonesia.
Maka, dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, persoalan ini pun dibahas
dengan melibatkan beberapa tokoh Islam. Perundingan pun dilakukan meskipun
berlangsung agak alot. Pada akhirnya, disepakati bahwa salah satu isi Piagam
Jakarta yang berbunyi "Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam
bagi Pemeluk-pemeluknya" diganti. Sebagai gantinya adalah "Ketuhanan yang Maha
Esa" yang kemudian ditetapkan sebagai sila pertama Pancasila yang menjadi dasar
negara sekaligus falsafah hidup bangsa Indonesia. Ke-5 sila dalam Pancasila adalah
sebagai berikut:
1. Ketuhanan yang Maha Esa;dilambangkan dengan bintang.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; dilambangkan dengan rantai.
3. Persatuan Indonesia; dilambangkan dengan pohon beringin.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan; dilambangkan dengan kepala banteng.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia; dilambangkan dengan padi
dan kapas.
12 Agustus 1945
Sejarah Sukarno-Hatta Menjemput Janji Kemerdekaan ke Dalat

tirto.id - Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia didahului oleh


rangkaian peristiwa seru bak kisah drama. Salah satunya adalah ketika Sukarno dan
Mohammad Hatta, serta Radjiman Wediodiningrat, diterbangkan ke Dalat, Vietnam,
untuk “menjemput” kemerdekaan yang dijanjikan oleh Jepang. Taufik Abdullah,
dikutip dari tulisan Selamat Ginting bertajuk “Aroma Kemerdekaan dari Dalat” yang
dimuat Republika (12 Agustus 2014), mencatat bahwa ada tiga alasan mengapa
Jepang merasa perlu mengajukan proposal mengenai janji kemerdekaan kepada
bangsa Indonesia. Alasan pertama, demi menarik simpati rakyat Indonesia. Jika
pasukan Dai Nippon benar-benar kalah dari Sekutu dan bangsa Indonesia merdeka,
maka kemerdekaan itu bisa dianggap merupakan hadiah dari Jepang. Kedua adalah
untuk memperkuat politik Asia Timur Raya. Dukungan Indonesia dari sisi politik,
sebagai sesama bangsa Asia, tentunya amat berguna bagi Jepang apabila nantinya
memang dibutuhkan. Alasan yang ketiga adalah demi mendapatkan keuntungan
dalam percaturan perang. Indonesia memiliki banyak sumber daya, baik alam,
bahan-bahan baku, maupun tenaga kerja, yang bisa dimaksimalkan untuk
membantu keperluan perang bagi pasukan Dai Nippon.
Tegang Menuju Vietnam
Sukarno, Hatta, dan Radjiman oleh pemerintah militer Dai Nippon dianggap sebagai
tiga tokoh penting serta berpengaruh bagi rakyat Indonesia. Ketiganya juga
merupakan personil utama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI
sebenarnya sudah dibentuk sejak 7 Agustus 1945, namun rinciannya akan
ditegaskan di Dalat nanti. Misi menegangkan ke Vietnam dimulai pada 8 Agustus
1945 jelang tengah malam. Penerbangan ke Dalat sengaja dilakukan secara rahasia
lantaran gentingnya situasi kala itu. Memang, waktu tempuhnya tidak terlalu lama
via jalur angkasa, tapi amat berbahaya. Pesawat Sekutu sewaktu-waktu bisa datang
untuk menyerang. Dari Bandara Kemayoran, pesawat yang membawa tiga bapak
bangsa Indonesia dengan kawalan beberapa perwira Jepang itu tidak langsung ke
Vietnam. Tanggal 9 Agustus 1945 menyongsong pagi, dikutip dari buku Kembali ke
Jatidiri Bangsa (2002) karya Djon Pakan, pesawat mendarat di Singapura untuk
singgah sejenak sembari memantau situasi. Keputusan transit sehari di negeri singa
ternyata pilihan tepat. Di hari yang sama, Kota Nagasaki di Jepang dijatuhi bom
atom oleh Amerika Serikat, mengulang kejadian serupa yang telah menimpa
Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Perjalanan diteruskan pada esok hari tanggal 10
Agustus 1945. Beberapa jam kemudian, tibalah pesawat yang menopang nasib
bangsa Indonesia tersebut di Saigon, Vietnam, dengan selamat. Sehari itu,
rombongan kecil dari Indonesia beristirahat di Saigon (sekarang bernama Ho Chi
Minh), sebelum melanjutkan penerbangan. Hatta dalam Memoir (1979) menyebut
bahwa jarak antara kota terbesar di Vietnam itu menuju ke Dalat sekitar 300
kilometer ke arah utara. Tanggal 11 Agustus 1945, perjalanan dilanjutkan ke Dalat
dan tiba di hari yang sama. Sukarno, Hatta, dan Radjiman beserta rombongan harus
menunggu keesokan hari sesuai jadwal pertemuan dengan Marsekal Hisaichi
Terauchi.
Janji Marsekal Terauchi
Perjumpaan dengan pemimpin militer tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara
itu pun terjadi pada 12 Agustus 1945. Marsekal Terauchi, yang juga anak sulung
Perdana Menteri Jepang Terauchi Masatake, membeberkan alasan mengapa
memanggil Sukarno, Hatta, dan Radjiman ke Dalat. Kepada Bung Karno dan kawan-
kawan, Terauchi mengakui bahwa pihaknya memang sedang di ujung tanduk.
Leburnya Hiroshima dan Nagasaki, serta rentetan kekalahan di sejumlah front
Perang Asia Timur Raya menjadi pertanda kuat bahwa Jepang tak lama lagi bakal
takluk. Maka, kata Terauchi, Indonesia harus segera bersiap-siap merdeka, dan itu
menjadi tugas Sukarno, Hatta, Radjiman, serta para anggota PPKI untuk
mempersiapkannya. “Kapanpun bangsa Indonesia siap, kemerdekaan boleh
dinyatakan,” janji Terauchi. Kendati begitu, seperti diungkap A.J. Sumarmo dalam
Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1991), pemerintah
Jepang menyarankan agar kemerdekaan Indonesia dinyatakan setidaknya tanggal
24 Agustus 1945. Menurut Terauchi, perlu waktu untuk melakukan berbagai
persiapan sebelum proklamasi kemerdekaan diwujudkan. Sukarno sempat bertanya,
“Apakah sudah boleh bekerja sekitar 25 Agustus 1945?” "Silakan saja, terserah tuan-
tuan," jawab Marsekal Terauchi. Bung Karno dan kawan-kawan tampaknya setuju
dengan tawaran kemerdekaan dari Jepang tersebut. Hatta bahkan sempat
mengungkapkan perasaannya atas janji Terauchi itu. “Sesudah berjuang sekian lama
untuk mencapai Indonesia merdeka, ternyata terwujud hari ini bertepatan dengan
hari ulang tahun saya, 12 Agustus,” tulis Hatta dalam Memoir (1979). Rencana
Kemerdekaan Dalam pertemuan itu, seperti dikutip dari buku Konflik di Balik
Proklamasi: BPUPKI, PPKI, dan Kemerdekaan yang ditulis St Sularto dan Dorothea
Rini Yunarti, Terauchi juga menyampaikan rincian 21 anggota PPKI yang telah
disusun oleh pemerintah Dai Nippon. Terauchi menunjuk Sukarno dan Hatta masing-
masing selaku ketua, wakil ketua, dan penasihat. Sedangkan Radjiman sebagai
anggota bersama 18 orang lainnya termasuk, Kiai Haji Wahid Hasyim, Ki Bagus
Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Teuku Mohammad Hasan, Sam Ratulangi, I Gusti
Ketut Puja, Johannes Latuharhary, Yap Tjwan Bing, dan sejumlah nama lagi Jajaran
anggota PPKI ini tidak hanya berasal dari Jawa saja, melainkan juga dari pulau-
pulau lain. Rinciannya: 12 orang dari Jawa, 3 orang Sumatera, 2 orang dari
Sulawesi, masing-masing 1 orang dari Kalimantan, Nusa Tenggara (Sunda Kecil),
dan Maluku, serta 1 orang wakil golongan keturunan Tionghoa. Kesan Terauchi
memang meyakinkan dan tampaknya benar-benar akan memberikan kemerdekaan
kepada Indonesia jika waktunya tiba. Ia bahkan menyampaikan selamat atas
kemerdekaan yang tidak lama lagi bakal terwujud. Setelah jamuan makan dan acara
minum teh bersama, pertemuan itu pun diakhiri. Sukarno, Hatta, dan Radjiman
bersiap pulang. Mereka tidak sabar ingin segera mengabarkan hasil kesepakatan
dengan Terauchi yang berisi janji kemerdekaan untuk bangsa Indonesia. Di tanah air
nanti, justru muncul rangkaian polemik sebelum Indonesia benar-benar merdeka
pada 17 Agustus 1945. Kemerdekaan ini bukanlah hadiah dari Jepang seperti yang
dijanjikan Terauchi serta sempat diterima dengan senang hati oleh Bung Karno dan
kawan-kawan.
Bom Hiroshima dan Nagasaki 6 & 9 Agustus 1945: Sejarah, Kronologi

tirto.id - Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki terjadi pada Agustus 1945,


menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus. Selain bagi Jepang dan
Amerika Serikat (AS), pengeboman dua kota ini juga jadi peristiwa penting bagi
Indonesia. Sebelum pengeboman terjadi, ketegangan antara AS dan Jepang telah
meningkat selama beberapa dekade sebelum Perang Dunia II. Jepang menduduki
wilayah Cina timur, yang menyebabkan perang antara kedua negara pada 1937.
Dilansir Evening Standard, AS dan negara-negara Barat lainnya menghentikan
ekspor bahan-bahan vital ke Jepang dalam upaya untuk mencegah Jepang
melakukan ekspansi lebih lanjut. Jepang melihat ini sebagai tindakan agresif.
Negara-negara tersebut mencoba bernegosiasi agar Jepang mundur dari China dan
AS akan mulai mengekspor bahan bakar lagi pada akhir tahun 1941, tetapi tidak ada
kesepakatan persyaratan di antara keduanya. Jepang kemudian melancarkan
serangan udara di pangkalan udara AS Pearl Harbor, Hawaii pada 7 Desember 1941,
menewaskan 2.403 tentara AS dan melukai 1.178 lainnya. Serangan itu kemudian
dinilai sebagai kejahatan perang karena terjadi tanpa pemberitahuan dan saat
pembicaraan damai sedang berlangsung. Kedua negara menyatakan perang satu
sama lain tak lama setelah serangan itu. AS dan Jepang telah berperang selama
hampir empat tahun, sejak April 1941. Konflik berdarah dan pertempuran sengit di
Pasifik telah merenggut nyawa jutaan orang Jepang dan AS. Perang di Eropa telah
selesai hampir dua bulan sebelumnya, pada Mei 1945, setelah Jerman menyerah
tanpa syarat. AS sedang mempersiapkan invasi darat ke Jepang, yang akan sangat
sulit diperjuangkan. Setidaknya 500 ribu orang Amerika saja kemungkinan besar
akan mati, menurut perkiraan pemerintah AS pada saat itu. Pada saat yang sama,
AS sedang mengembangkan pembuatan bom nuklir sejak akhir 1930-an. Bom sudah
siap pada musim panas 1945. Sekutu menyerukan Jepang untuk menyerah pada
akhir Juli 1945, mengancam akan terjadi "kehancuran total" jika Jepang tak
menyerah. Karena Jepang tak kunjung mengibarkan bendera putih, pada 6 Agustus
1945, sebuah bom uranium yang dijuluki Little Boy dijatuhkan di Hiroshima. Kota itu
hancur, puluhan ribu orang tewas seketika dan sebanyak 146.000 orang tewas tiga
bulan setelah serangan. Banyak korban yang dilaporkan menderita kanker dan
bentuk penyakit lain yang disebabkan oleh radiasi bom. Sejumlah besar bangunan
hancur total atau rusak. Pihak berwenang Jepang menyadari serangan lain bisa
terjadi setelah Hiroshima, tetapi memutuskan untuk bertahan daripada menyerah.
Serangan berikutnya, bom plutonium berjuluk Fat Man, jatuh di Nagasaki pada 9
Agustus. Sebanyak 80.000 orang tewas. Di kedua kota tersebut, sebagian besar
orang yang meninggal adalah warga sipil. Hiroshima dan Nagasaki dipilih sebagai
target karena menjadi pusat militer dan industri. Kedua wilayah ini memasok sumber
daya angkatan bersenjata Jepang, pembuatan senjata, dan teknologi militer lainnya.
Jepang menyerah pada 15 Agustus, enam hari setelah serangan di Nagasaki. Kedua
kota tersebut dibangun kembali setelah perang, meskipun Hiroshima dilanda angin
topan pada bulan September 1945 yang juga menyebabkan kehancuran besar.
Sekitar 145.000 orang yang selamat dari salah satu pemboman - disebut
"hibakusha" dalam bahasa Jepang - masih hidup pada Maret 2019, menurut
pemerintah Jepang. Peringatan telah dipasang di kedua kota untuk para korban
pengeboman. Dampak Bom Hiroshima dan Nagasaki Menurut Science Mag, bom
Hiroshima menewaskan sekitar 90.000 sampai 120.000 orang, yang meninggal baik
seketika atau selama beberapa minggu dan bulan berikutnya karena cedera atau
penyakit radiasi akut, akibat kerusakan sumsum tulang dan saluran usus. Bom yang
meratakan Nagasaki 3 hari kemudian merenggut 60.000 hingga 70.000 nyawa.
Perkiraan jumlah kematiannya kasar karena “tidak ada mayat yang tersisa untuk
dihitung di dekat hiposenter: Panas dan energi secara harfiah menguapkan orang-
orang di dekatnya. Dan banyak mayat hanyut ke laut, setelah korban luka bakar
yang sekarat mencari bantuan di banyak sungai di Hiroshima,” sosiolog sains Susan
Lindee dari University of Pennsylvania menulis dalam bukunya tahun 1994 Suffering
Made Real: American Science and the Survivors at Hiroshima. Dalam waktu 6
minggu setelah pengeboman, tiga tim ahli AS dan dua Jepang bekerja di kedua kota
untuk mempelajari dampak biologis dari radiasi. Tujuan mereka berbeda. Orang
Jepang terutama berusaha memahami efek medis pada orang yang selamat. Orang
Amerika ingin tahu bagaimana dan mengapa orang meninggal karena radiasi
ledakan atom. Salah satu kekhawatiran yang paling mendesak adalah kemungkinan
dampak radiasi pada anak-anak penyintas. Jelas bahwa pengeboman itu berdampak
pada anak-anak yang masih dalam kandungan pada Agustus 1945, mengakibatkan
peningkatan jumlah bayi yang lahir dengan ukuran kepala kecil. Radiasi pada orang
dewasa menyebabkan perubahan genetik yang diwariskan dan cacat lahir pada
keturunannya menunjukkan bahwa mungkin ada efek jangka panjang. Para
penyintas bom nuklir, telah lama mengalami diskriminasi karena khawatir mereka
mungkin mengalami gangguan fisik atau psikologis dan bahwa anak-anak mereka
mungkin mewarisi cacat genetik. Stigma telah mempengaruhi korban perempuan
lebih dari laki-laki. Peristiwa ini menjadi perdebatan di dunia, karena tetap menjadi
satu-satunya bom nuklir yang digunakan dalam perang. Ada yang mengatakan
kejadian ini mengakhiri Perang Dunia II lebih awal, yang akan menyebabkan lebih
banyak korban di kedua belah pihak jika AS menginvasi Jepang. Yang lain
mengatakan, penggunaan bom nuklir dalam perang pada dasarnya tidak etis dan
beberapa menyebut serangan itu sebagai kejahatan perang. Yang lain berpendapat
ada cara yang lebih damai untuk mengakhiri perang daripada pengeboman nuklir
atau invasi, seperti blokade militer di Jepang. Bom-bom itu membuat bayangan
panjang selama paruh kedua abad kedua puluh, dengan Perang Dingin antara AS
dan Uni Soviet didominasi oleh kekhawatiran bahwa salah satu negara dapat
menyerang yang lain dengan bom nuklir. Kaitan Bom Hiroshoma dan Nagasaki
dengan Indonesia Pada 10 Agustus 1945 Sutan Syahrir mendapat info melalui radio
bahwa Jepang telah kalah setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom. Momen inilah
yang dimanfaatkan Indonesia untuk mempercepat memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Dilansir situs web Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), pada 12 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Radjiman diterbangkan
ke Dalat, Vietnam untuk melakukan perundingan kemerdekaan dengan Marsekal
Terauchi. Dengan menyerahnya Jepang, akhirnya para pemuda mendorong Sukarno
dan Hatta untuk segera melakukan proklamasi lebih cepat. Untuk itu para pemuda
yang dimotori oleh Chaerul Saleh, Sukarni dan Wikana membawa Sukarno dan Hatta
ke Rengasdengklok. Malam harinya, Sukarno dan Hatta kembali ke Jakarta dan
menuju rumah Laksamana Maeda untuk melakukan penyusunan proklamasi.
Penyusunan proklamasi dilakukan oleh Sukarno, Muhammad Hatta, dan Achmad
Subarjo. Penyusunan ini disaksikan oleh Sukarni, B.M Diah, Sudiro dan Sayuti Melik.
Setelah itu naskah proklamasi di ketik oleh Sayuti Melik. Pada pagi harinya, 17
Agustus 1945 pukul 10.00, di Jalan Pegangsaan Timur No.56, proklamasi
kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Sukarno. Bom Nuklir di Perang Dunia
Sebelumnya, Wali Kota Hiroshima, Kazumi Matsui, dalam perayaan yang sama telah
meminta kepada pemerintah Jepang agar ikut menandatangani perjanjian PBB
tersebut. Matsui mengungkapkan keprihatinan dan keresahannya atas peristiwa
yang menimpa Hiroshima dan Nagasaki pada 74 tahun silam. "Saya menyerukan
kepada pemerintah [Jepang] sebagai satu-satunya negara yang mengalami
serangan nuklir dalam perang untuk memenuhi permintaan para korban bom atom
agar meneken dan meratifikasi perjanjian TPNW," harap Matsui. Matsui juga
mengimbau kepada generasi muda agar tidak sekadar mengenang kejadian
tersebut, juga kekejaman perang, sebagai peristiwa sejarah. Namun, tandas Matsui,
anak-anak muda Jepang harus meyakini bahwa kejadian memilukan itu memang
benar-benar pernah terjadi dan menimpa tanah kelahiran mereka sendiri. Selain itu,
Matsui menyerukan agar para pemimpin dunia datang langsung ke kota-kota yang
pernah terkena bom nuklir, termasuk Hiroshima atau Nagasaki, supaya mereka tahu
apa yag sebenarnya telah terjadi. Acara di Hiroshima ini diperingati dengan
mengheningkan cipta untuk kerabat yang menjadi korban bom atom pada pukul
8.15 pagi waktu setempat. Peringatan ini juga dilakukan beberapa jam setelah Korea
Utara meluncurkan rudal balistik dalam rangkaian demonstrasi senjata yang
dilakukan negara itu. Bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat ke Hiroshima pada
6 Agustus 1945 menewaskan 140.000 orang. Bom serupa juga menimpa Nagasaki
tiga hari kemudian dan memakan korban 70.000 meninggal dunia. Ini belum
termasuk dampak lanjutannya dan efek trauma yang dialami para saksi sejarah.
Dibomnya Hiroshima dan Nagasaki menegaskan kekalahan Jepang dari Sekutu
dalam Perang Asia Timur Raya yang menjadi bagian dari Perang Dunia Kedua.
Menyerahnya Jepang juga berdampak kepada kemerdekaan RI pada 17 Agustus
1945 kendati tak lama kemudian Belanda yang membonceng pasukan Sekutu
datang lagi ke Indonesia.
Jepang Menyerah kepada Sekutu Tanpa Syarat:
Sejarah 14 Agustus 1945

tirto.id - Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat pada 14 agustus 1945.
Penyataan kekalahan Jepang ini disampaikan langsung oleh Kaisor Hirohito melalui
siaran radio nasional. Kendati demikian, Jepang secara resmi menyerah pada Sekutu
terjadi pada 2 September 195 usai ditandatanganinya pernyataan tersebut di atas
kapal USS Missouri yang saat itu merapat di Teluk Tokyo. Tidak mudah bagi Jepang
untuk menyerah begitu saja pada Sekutu. Sebab, perlawanan Jepang sangat gigih
dengan kekuatan militernya. Jepang bahkan berhasil menghancurkan pangkalan
militer angkatan laut Pearl Harbor milik Amerika Serikat (AS) di Hawaii, pada 8
Desember 1941. Posisi Jepang sebenarnya sudah di atas angin saat itu. Berbagai
kemenangan telah diraih. Impian untuk mendirikan Persemakmuran Asia Timur Raya
perlahan mulai diwujudkan. Menurut modul Sejarah Indonesia (2020), Jepang
melalui Kaigun (Angkatan Laut Jepang), mengirim empat kapal induk untuk
menghabisi sisa armada Pasifik milik AS usai menghancurkan Pearl harbor. Peristiwa
terjadi di Kepulauan Midway yang ada di tengah Samudra Pasifik. Saat itu armada
AS berhasil membuka kode komunikasi rahasia Kaigun. Kekuatan militer Jepang bisa
diprediksi. Akhirnya, setelah terjadi pertempuan laut, justru kemenangan ada di
pihak AS yang mampu memetakan kekuatan Kaigun. Kaigun berusaha menutupi
kekalahan tersebut dari publik Jepang sampai berakhirnya perang Pasifik. Ironinya,
kekalahan di Midway membuat Jepang makin terpuruk dalam perang-perang
selanjutnya. Jepang dominan kalah. Pulau Saipan, Iwo jima, dan Okinawa yang
selama ini menjadi bagian penting milter Jepang dapat dikuasai AS. Jepang
Menyerah kepada Sekutu dan Sejarah Bom Atom di Jepang Tanda-tanda akhir dari
Perang Dunia II mulai terlihat sejak memasuki tahun 1945. Angin kemenangan telah
menyelimuti pihak sekutu. Benar saja, pada 7 Mei 1945, Jerman mengakui
kekalahannya dan menyerah kepada sekutu Barat di Reims. Menginjak 9 Mei 1945,
Jerman kembali menyerah kepada Uni Soviet di Berlin. Meskipun perang telah
berakhir di Eropa, peperangan di Pasifik sedang mencapai puncaknya dan itu terjadi
pada pertengahan 1945. Dengan kekuatan yang tersisa, Jepang terus berjuang
mengalahkan Amerika. Kegigihan yang diperlihatkan Jepang menunjukkan bahwa
mereka memiliki karakter yang tak gampang menyerah. Para pemimpin sekutu yang
telah menang dalam perang mengadakan pertemuan di Jerman. Pertemuan itu
dikenal dengan nama Konferensi Postdam. Pemimpin sekutu yang menghadiri
pertemuan itu, di antaranya Harry S. Truman (Presiden AS), Winston Churchill (PM
Inggris), Joseph Stalin (PM Uni Soviet). Selain itu, hadir juga pemimpin nasionalis
Cina Chiang Kai Sek. Pada 24 Juli 1945, Amerika, Inggris, dan Cina menyampaikan
hasil Konferensi Postdam yang intinya meminta kepada Jepang untuk menyerah
tanpa syarat. Selain itu, Amerika juga memberikan ultimatum kepada Jepang.
Amerika mengancam akan membombardir Jepang dengan kekuatan yang lebih
keras, apabila permintaan menyerah tanpa syarat tidak dipenuhi. Kondisi militer
Jepang makin sekarat setelah akhir tahun 1944 itu, membuat para pemimpin negara
Sekutu yang terdiri dari AS, Inggris, dan Cina melakukan konferensi di Postdam,
Jerman. Perwakilan dari ketiga negara tersebut adalah Presiden Harry S. Truman
(AS), Perdana Menteri Winston Churchill (Inggris Raya), dan Chiang Kai Sek (Cina).
Ketiganya menyepakati pernyataan Deklarasi Postdam. Isi Deklarasi Postdam yaitu:
1. Semua penjahat perang harus diadili secara keras, termasuk pelaku kekejaman
kepada para tawanan. 2. Pemerintah Jepang harus memberi kebebasan dan
memberlakukan demokrasi, serta penghormatan atas hak-hak asasi manusia. 3.
Pemerintah Jepang diberikan kesempatan untuk memilih mengakhiri perang kepada
Sekutu dengan cara menyerah tanpa syarat, atau memilih penghancuran besar-
besaran. Jepang memutuskan untuk menolak Deklarasi Postdam. Atas keputusan
tersebut, akhirnya AS menjatuhkan bom nuklir di Kota Hiroshima pada 6 Agustus
1945, dan berlanjut di Kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Melansir laman
Kebudayaan Kemdikbud, bom atom berjuluk "little boy" yang jatuh di Hiroshima
memiliki panjang 3 meter dibawa oleh pesawat B-29 Enola Gay. Bom nuklir ini
dijatuhkan dari ketinggian sekitar 10 ribu meter. Ratusan ribu orang tewas seketika
begitu meledak di darat, lalu sisanya mengalami luka atau cacat seumur hidup.
Peristiwa bom atom Hiroshima-Nagasaki inilah yang kemudian membuat
perekonomian dan perpolitikan Jepang lumpuh. Jepang sebenarnya juga dalam
kondisi harus melawan Rusia yang menyatakan perang pada Jepang pada 8 Agustus
1945. Sumarmo dalam Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
(1991) menyebutkan, Rusia masuk ke Jepang dengan langsung menyusuri Korea.
Selanjutnya, Rusia melakukan penyerangan dan berhasil merebut Sakhalin. Sampai
pada 14 Agustus 1945, Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat pada Sekutu.
Keesokan hari, 15 Agustus 1945, Kaisar Hirohito berpidato di radio NHK untuk
membacakan Perintah Kekaisaran mengenai kapitulasi dan mengumumkan Jepang
telah menyerah. Secara resmi, Jepang menyerah pada 2 September 1945. Jepang
menandatangani pernyataan menyerah di atas kapal USS Missouri yang berlabuh di
Teluk Tokyo.
Peristiwa Rengasdengklok:
Sejarah, Latar Belakang, & Kronologi

tirto.id - Sejarah peristiwa Rengasdengklok terjadi tanggal 16 Agustus 1945 atau


sehari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Bagaimana kronologi
kejadian monumental ini dan siapa saja tokoh-tokoh yang terlibat? Pada 14 Agustus
1945, Soetan Sjahrir mendengar kabar dari radio bahwa Jepang menyerah dari
Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya. Sjahrir segera menemui Sukarno dan
Mohammad Hatta untuk menyampaikan kabar tersebut. Saat itu, Sukarno dan Hatta
baru saja pulang dari Dalat, Vietnam, usai bertemu dengan pemimpin militer
tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara, Marsekal Terauchi. Kepada Sukarno-
Hatta, Terauchi menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Silang pendapat pun
terjadi di antara ketiga tokoh bangsa itu. Sjahrir meminta agar kemerdekaan segera
dideklarasikan. Namun, Sukarno dan Hatta yang belum yakin dengan berita
kekalahan Jepang memilih menunggu kepastian sembari menanti janji kemerdekaan
dari Dai Nippon. Latar Belakang Peristiwa Rengasdengklok Sukarno dan Hatta tidak
ingin salah langkah dalam mengambil keputusan. Di sisi lain, para tokoh muda
mendukung gagasan Sjahrir, yakni mendesak Sukarno-Hatta untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan. Dikutip dari buku Sejarah Indonesia Kontemporer:
Peristiwa Sejarah Indonesia dalam Narasi Wartop (2017) karya Puspita Pebri Setiani,
Sukarno dan Hatta berpendapat bahwa: “Kemerdekaan Indonesia yang datangnya
dari pemerintahan Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidak
menjadi soal karena Jepang sudah kalah." "Kini kita menghadapi serikat yang
berusaha akan mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Karena itu, untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang
terorganisasi." Maka dari itu, Sukarno-Hatta ingin membicarakan hal ini terlebih
dahulu dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 16
Agustus 1945 sambil menanti kabar terbaru dari pemerintah Jepang. Namun,
golongan muda tidak sepenuhnya sepakat. Mereka tetap mendesak agar
kemerdekaan Indonesia diproklamirkan secepatnya. Sejarah Sukarno-Hatta
Menjemput Janji Kemerdekaan ke Dalat Mufakat Senyap di Malaya yang Bisa
Mengubah Sejarah Kemerdekaan Kronologi Peristiwa Rengasdengklok Golongan
muda mengadakan rapat pada 15 Agustus 1945 malam di Pegangsaan Timur,
Jakarta. Rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh ini menyepakati bahwa
kemerdekaan Indonesia adalah hak rakyat Indonesia, tidak tergantung dari pihak
lain, termasuk Jepang. Pada pukul 22.00 malam hari itu juga, Wikana dan Darwis
menjadi utusan dari golongan muda untuk menemui Sukarno, juga Hatta. Mereka
kembali menuntut agar proklamasi kemerdekaan dilakukan esok hari yakni tanggal
16 Agustus 1945. Jika tidak, bakal terjadi pergolakan. Dinukil dari Konflik di Balik
Proklamasi (2010) yang disusun St Sularto dan Dorothea Rini Yunarti, Bung Karno
menolak seraya berkata tegas: "Inilah leherku, saudara boleh membunuh saya
sekarang juga. Saya tidak bisa melepas tanggung jawab saya sebagai Ketua PPKI.
Karena itu, saya akan tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok.” Gagal membujuk
Sukarno, golongan muda kembali mengadakan rapat. Dikutip dalam Proklamasi 17
Agustus 1945: Revolusi Politik Bangsa Indonesia (2017) karya Haryono Riandi, rapat
digelar pada pukul 00.30 di Jalan Cikini 71, Jakarta. Rapat dihadiri oleh para tokoh
muda termasuk Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono,
Wikrana, Armansjah, Sukarni, Jusuf Kunto, Singgih, dr. Muwardi dari Barisan
Pelopor, dan lainnya. Diputuskan bahwa Sukarno dan Hatta akan diamankan ke luar
kota demi menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang. Peristiwa
Rengasdengklok Para pejuang dari golongan muda membawa Sukarno dan Hatta ke
Rengasdengklok, dekat Karawang. Pengamanan pun berjalan lancar karena dibantu
oleh Latief Hendraningrat yang merupakan prajurit PETA (Pembela Tanah Air)
berpangkat Sudanco atau Komandan Kompi. Tepat pada pukul 04.30 dini hari
tanggal 16 Agustus 1945, Sukarno bersama Fatmawati dan putra sulungnya, Guntur,
serta Hatta dibawa ke Rengasdengklok, kemudian ditempatkan di rumah seorang
warga keturunan Tionghoa bernama Jiauw Ki Song. Aksi "penculikan" ini semula
dimaksudkan untuk menekan Sukarno dan Hatta agar bersedia segera
memproklamirkan kemerdekaan, tetapi karena wibawa dua tokoh bangsa itu, para
pemuda pun merasa segan. Di Jakarta, Achmad Soebardjo yang termasuk tokoh dari
golongan tua mengetahui peristiwa tersebut. Ia lantas menemui Wikana, salah satu
tokoh pemuda. Pembicaraan pun dilakukan dan disepakati bahwa kemerdekaan
harus segera dideklarasikan di Jakarta. Selanjutnya, Achmad Soebardjo bersama
dengan Sudiro dan Jusuf Kunto menuju Rengasdengklok untuk menjemput Sukarno-
Hatta dan membawa keduanya kembali ke Jakarta. Pada hari itu juga, dilakukan
pembicaraan terkait rencana pelaksanaan deklarasi kemerdekaan. Malam harinya, di
kediaman Laksamana Muda Maeda, seorang perwira Jepang yang mendukung
kemerdekaan Indonesia, dirumuskanlah naskah teks proklamasi. Keesokan harinya,
tanggal 17 Agustus 1945, Sukarno-Hatta membacakan teks proklamasi kemerdekaan
Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Indonesia pun merdeka dan
bukan merupakan hadiah dari Jepang. Sukarni dan Peristiwa Rengasdengklok 15
Agustus 1945, kabar seputar menyerahnya Jepang atas Sekutu membuat para
pemuda revolusioner bergejolak. Indonesia tengah mengalami kekosongan
kekuasaan, namun proklamasi tidak segera dilaksanakan. Dalam momentum ini,
golongan muda, termasuk di antaranya Sukarni bersama Chaerul Saleh dan Wikana,
menginginkan kemerdekaan diproklamirkan secepatnya. Dalam rapat golongan
muda pada tanggal 15 Agustus 1945 malam yang dipimpin Chaerul Saleh,
menelurkan keputusan bahwa kemerdekaan merupakan “hak dan soal rakyat yang
tak dapat digantungkan oleh orang lain.” Dari keputusan tersebut, mereka
mendesak untuk memplokamirkan kemerdekaan Indonesia oleh Sukarno-Hatta
selambat-lambatnya tanggal 16 Agustus 1945. Usulan ini ditolak golongan tua, yang
beralasan segala keputusan terkait kemerdekaan hendaknya menunggu sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terlebih dahulu. Namun, golongan
muda tidak menerima hal tersebut, karena mereka khawatir Sukarno terpengaruh
Jepang, sehingga kemerdekaan Indonesia bisa jadi tidak diberikan. Akhirnya,
sebagaimana mengutip Benedict Anderson dalam Revoloesi Pemoeda (2018),
berdasarkan keputusan rapat terakhir yang diadakan pada pukul 24.00 WIB
menjelang tanggal 16 Agustus 1945 di Cikini 71, Jakarta, para pemuda bersepakat
untuk “mengamankan”Sukarno dan Hatta ke luar kota, dengan tujuan menjauhkan
mereka dari segala pengaruh Jepang. Demikianlah, pada tanggal 16 agustus 1945
jam 04.00 WIB terjadi peristiwa penculikan Sukarno dan Hatta untuk dibawa ke luar
kota menuju Rengasdengklok. Tidak jelas siapa yang memulai rencana untuk
menculik Sukarno dan Hatta, tetapi pada akhirnya para pelaksananya adalah Chaerul
Saleh, Wikana, dr. Muwardi, Jusuf Kunto, Singgih, dr. Sutjipto, dan tentu saja
Sukarni. Meski kemudian tetap menimbulkan beda pendapat antara golongan muda
dan golongan tua, tapi Achmad Soebardjo berhasil menengahinya. Ia pun
menjanjikan bahwa proklamasi akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945 pagi.
Setelah situasi sudah menjadi dingin, akhirnya digelarlah rapat PPKI di kediaman
Laksamana Muda Maeda, yang menghasilkan teks proklamasi. Sukarno
memerintahkan Sayuti Melik untuk mengetik naskah tersebut, yang akhirnya
dibacakan pada pagi harinya, pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur Nomor
56.
Bagaimana Proses Penyusunan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia?

KOMPAS.com - Setiap tahunnya, pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan


Indonesia selalu menjadi agenda penting dalam peringatan Hari Kemerdekaan
Indonesia. Lantas, sebenarnya bagaimana proses penyusunan naskah teks
proklamasi kemerdekaan ini dilakukan? Ada cerita menarik dibalik sejarah
penyusunan naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Menurut sejarawan
Universitas Indonesia (UI) Bondan Kanumoyoso, diberitakan Kompas.com edisi 16
Agustus 2021, teks proklamasi dipersiapkan awalnya merupakan naskah Piagam
Jakarta. Naskah Piagam Jakarta tersebut sangatlah panjang. Bondan berkata,
sebetulnya teks naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sudah dipersiapkan.
Namun, yang dimaksudkan teks tersebut adalah naskah Piagam Jakarta. Sebelum
perumusan naskah teks Proklamasi tersebut, dua tokoh penting, Ir Soekarno dan
Mohammad Hatta dibawa oleh para pemuda ke Rengasdengklok. Kenapa Soekarno
dan Moh Hatta dibawa ke Rengasdengklok? Saat kedua tokoh penting itu dibawa ke
Rengasdengklok, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) belum sempat
mengadakan sidang. Alasan para pemuda membawa Soekarno dan Moh Hatta ke
Rengasdengklok karena mereka khawatir akan terjadinya revolusi Jakarta.
Perumusan dan proses penyusunan naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dilakukan sekembalinya Soekarno dan Moh Hatta dari Rengasdengklok pada 16
Agustus 1945.
Penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan di rumah Maeda
Lokasi perumusan naskah teks proklamasi tersebut dilakukan di rumah seorang
laksamana angkatan laut Jepang, bernama Tadashi Maeda atau yang kemudian
lebih dikenal sebagai Laksamana Maeda. Pada saat perumusan naskah teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kata Bondan, Jepang sudah tidak lagi dalam
posisi berkuasa di Indonesia. Sebab, setelah bom atom dijatuhkan sekutu di
Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan di Nagasaki pada 9 Agustus 1945, Kaisar
Hirohito kemudian menyatakan tunduk pada sekutu, khususnya kepada Amerika
pada 11 Agustus 1945. Saat proses penyusunan naskah teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dilakukan, Soekarno sempat menanyakan kepada para
tokoh, adakah di antara mereka yang mengingat isi Piagam Jakarta. Namun, tak ada
yang mengingat isi naskah Piagam Jakarta tersebut. Selanjutnya Soekarno,
Mohammad Hatta dan Ahmad Soebardjo bersama-sama merumuskan teks
proklamasi. Akhirnya, setelah rampung dirumuskan, naskah teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia ditulis tangan oleh Soekarno, yang dinilai para tokoh
memiliki tulisan yang paling bagus. Sedangkan bahasa dalam naskah teks tersebut
disusun oleh Hatta. Soekarno menilai gaya bahasa Bung Hatta yang terbaik, kendati
ia juga lupa akan isi Piagam Jakarta. Teks Proklamasi Kemerdekaan selalu dibacakan
setiap tahunnya, pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik
Indonesia.(Kemdikbud) Hanya dua kalimat dalam penyusunan teks proklamasi
Menurut sejarawan UI, Bondan Kanumoyoso, pada saat penyusunan naskah teks
proklamasi, hanya ada dua kalimat saat itu. Sebab, Bung Hatta juga hanya
mengingat kalimat terakhir yang ada dalam naskah isi Piagam Jakarta. Dua kalimat
tersebut menjadi awal pembuka naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Kalimat pertama dalam rumusan teks proklamasi itu berisi: Proklamasi. Kami bangsa
Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Pada kalimat kedua, kata
Bondan, dalam naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus mengandung
pengertian bahwa setelah menyatakan kemerdekaan, maka harus ada pemindahan
kekuasaan. Sebab, kata Bondan, kemerdekaan tanpa kekuasaan maka tidak ada
artinya. Oleh karenanya, bagian kalimat kedua itu didiktekan oleh Hatta dan dicatat
oleh Soekarno. Kalimat kedua yang menjadi isi teks proklamasi tersebut berbunyi,
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara
seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Cerita tanda tangan di atas naskah teks proklamasi
Rampungnya perumusan naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak
hanya sampai pada penulisan semata. Terdapat cerita dibalik penandatanganan
naskah tersebut. Awalnya, baik Soekarno, Mohammad Hatta maupun Ahmad
Soebardjo, menyarankan setelah naskah teks Proklamasi Kemerdekaan selesai
disetujui, maka ketiganya pun menyarankan agar naskah itu ditanda-tangani oleh
seluruh anggota PPKI. Namun, kata Bondan, gagasan itu diprotes para pemuda,
sebab anggota PPKI berjumlah 36 orang dan tidak semuanya ikut berjuang
dalam mengupayakan kemerdekaan ini. Bahkan, para pemuda menilai sebagian
anggota PPKI juga merupakan pendukung Jepang dan pendukung di masa
kolonial Belanda, tak sedikit juga dari mereka yang menjadi pegawai birokrasi
kolonial, sehingga mereka dinilai tidak pantas turut menandatangani teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Akhirnya, salah satu tokoh pemuda, Sukarni
menyarankan agar Bung Karno dan Bung Hatta yang menandatangani teks
tersebut. Usulan itupun disetujui bersama, dan selanjutnya naskah teks
proklamasi diketik oleh Sayuti Melik. Pada keesokan harinya, 17 Agustus 1945,
pukul 10.00, pembacaan teks Proklamasi dilakukan di teras rumah Soekarno di
Jalan Pegangsaan Timur, yang sekarang telah menjadi Monumen Proklamasi atau
Tugu Proklamasi.

GLOSARIUM

DEKLARASI POSTDAM : Bahwa Jepang harus di beri kesempatan untuk mengakhiri Perang
Dunia II

HIBAKUSHA : Korban – korban selamat dari serangan bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki

KOOPERATIF : Organisasi ekonomi yang dimiliki dan di operasikan oleh orang


seorang demi kepentingan bersama

RENGASDENGKLOK : Sebuah peristiwa penculikan Soekarno dan Hatta yang dilakukan


oleh sejumlah golongan muda supaya kedua tokoh Bangsa
Indonesia tersebut segera mempercepat Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

https://tirto.id/apa-hubungan-bpupki-dengan-pancasila-sejarah-lahirnya-dasar-
negara-f7Hz

https://tirto.id/sejarah-sukarno-hatta-menjemput-janji-kemerdekaan-ke-dalat-ef51

https://tirto.id/jepang-menyerah-kepada-sekutu-tanpa-syarat-sejarah-14-agustus-
1945-giv8

https://tirto.id/bom-hiroshima-dan-nagasaki-6-9-agustus-1945-sejarah-kronologi-
ginn

https://tirto.id/peristiwa-rengasdengklok-sejarah-latar-belakang-kronologi-f9kW

https://www.kompas.com/sains/read/2022/09/15/080200523/bagaimana-proses-
penyusunan-teks-proklamasi-kemerdekaan-indonesia-?page=all

Anda mungkin juga menyukai