Anda di halaman 1dari 10

Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang,

penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti


proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa


retakan, pengisutan ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang
bergeser
Fraktur suprakondiler humerus: fraktur sepertiga distal humerus tepat proksimal troklea dan
capitulum humeri. Garis fraktur berjalan melalui apeks coronoid dan fossa olecranon, biasanya
fraktur transversal. Merupakan fraktur yang sering terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa, garis
fraktur terletak sedikit lebih proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis fraktur
kominutif, spiral disertai angulasi.

Klasifikasi fraktur Suprakondiler humeri

Mekanisme trauma

Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur yang menyebabkan dua macam jenis fraktur suprakondiler yang
terjadi:

1. Tipe Ekstensi (sering terjadi  99 % kasus). Bila melibatkan sendi, fraktur suprakondiler tipe
ekstensi diklasifikasikan sebagai: fr transkondiler atau interkondiler. Fraktur terjadi akibat
hyperextension injury (outstreched hand) gaya diteruskan melalui elbow joint, sehingga terjadi
fraktur proksimal terhadap elbow joint. Fragmen ujung proksimal terdorong melalui periosteum
sisi anterior di mana m.brachialis terdapat, ke arah a.brachialis dan n.medianus . Fragmen ini
mungkin menembus kulit sehingga terjadi fraktur terbuka.
Klasifikasi fr suprakondiler humeri tipe ekstensi dibuat atas dasar derajat displacement.
Tipe I undisplaced
Tipe II partially displaced
Tipe III completely displaced
2. Tipe fleksi (jarang terjadi) .Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek posterior
elbow dengan posisi fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal menembus m/tendon
triceps dan kulit.
Klasifikasi fraktur suprakondiler humeri tipe fleksi juga dibuat atas dasar: derajat
displacement.
Tipe I undisplaced
Tipe II partially displaced
Tipe III completely displaced
Patofisiologi fraktur Suprakondiler humeri
Daerah suprakondiler humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada ekstremitas atas. Di daerah
ini
terdapat titik lemah, dimana tulang humerus menjadi pipih disebabkan adanya fossa olecranon di
bagian posterior dan fossa coronoid di bagian anterior. Maka mudah dimengerti daerah ini
merupakan titik lemah bila ada trauma didaerah siku. Terlebih pada anak-anak sering dijumpai
fraktur di daerah ini.
Bila terjadi oklusi a. brachialis dapat menimbulkan komplikasi serius yang disebut dengan Volkmann
‘s Ischemia. A brachialis terperangkap dan kingking pada daerah fraktur.
Selanjutnya a. brachialis sering mengalami kontusio dengan atau tanpa robekan intima.
Gejala/tanda- tanda klinisnya adalah:
Sakit (pain)
Denyut nadi a. Radialis yang berkurang (pulsellessness)
Pucat (pallor)
Rassa semutan (paresthesia, baal)
Kelumpuhan (paralisis)
Patofisiologi fraktur Suprakondiler humeri
Daerah suprakondiler humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada ekstremitas atas. Di daerah
ini
terdapat titik lemah, dimana tulang humerus menjadi pipih disebabkan adanya fossa olecranon di
bagian posterior dan fossa coronoid di bagian anterior. Maka mudah dimengerti daerah ini
merupakan titik lemah bila ada trauma didaerah siku. Terlebih pada anak-anak sering dijumpai
fraktur di daerah ini.
Bila terjadi oklusi a. brachialis dapat menimbulkan komplikasi serius yang disebut dengan Volkmann
‘s Ischemia. A brachialis terperangkap dan kingking pada daerah fraktur.
Selanjutnya a. brachialis sering mengalami kontusio dengan atau tanpa robekan intima.
Gejala/tanda- tanda klinisnya adalah:
Sakit (pain)
Denyut nadi a. Radialis yang berkurang (pulsellessness)
Pucat (pallor)
Rassa semutan (paresthesia, baal)
Kelumpuhan (paralisis)

Pemeriksaan Klinis fraktur suprakondiler humeri

Pada tipe ekstensi sendi siku dalam posisi ekstensi daerah siku tampak bengkak kadang bengkak
hebat sekali akibat perdarahan yang luas. Bila pembengkakan tidak hebat dapat teraba tonjolan
fragmen di bawah subkutis. Pada tipe fleksi posisi siku fleksi (semifleksi), dengan siku yang bengkak
dengan sudut jinjing yang berubah.

Pada pemeriksaan klinis sangat penting diperiksa ada tidaknya gangguan sirkulasi perifer dan lesi
pada saraf tepi. Adanya gangguan sirkulasi perifer memerlukan tindakan reduksi fraktur segera. Jika
penderita mengeluh gejala setempat yaitu pain (nyeri) dan paresthesia (baal), disertai dengan adanya
tanda passive strech pain, pucat (pale) dan paralisis (kelumpuhan) harus dicurigai adanya sindrom
kompartemen akut (Volkmann Ischemia).

Pada lesi n. radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu jari dan ekstensi jari lainnya
pada sensi metakarpofalangeal. Juga didapati gangguan sensorik pada bagian dorsal sela
metakarpal I-II . Pada lesi n. ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan gerakan
abduksi dan aduksi jari jari. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar satu setengah jari
sisi ulna. Pada lesi n- medianus didapati ketidakmampuan untuk melakukan oposisi ibu jari
dengan jari lain. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar tiga setengah sisi radial.
Sering didapati lesi pada sebagian n. Medianus, yaitu lesi pada cabangnya yang disebut n.
Interosseus anterior, disini didapati ketidakmampuan jari I dan II untuk melakukan fleksi
(pointing sign).
Fraktur Kondiler humeri

Fraktur kondiler yang sering terjadi pada anak adalah fraktur kondilus lateralis humerus dan
fraktur epikondilus medialis humerus. Pada orang dewasa umumnya dijumpai fraktur
kondiler komunitif berbentuk T atau Y.

Kondilus lateralis humerus merupakan tempat origo otot ekstensor tangan dan otot ini kuat
sehingga pada fraktur kondilus lateralis humerus pada anak, kondilus tersebut tertarik ke
distal. Bagian proksimal pecahan kondilus mungkin tertarik ke distal dan bagian distal
pecahan kondilus tertahan di sendi atau masuk ke dalam sendi, sehingga pecahan kondilus ini
posisinya terbalik. Sekalipun demikian dapat terjadi fraktur kondilus lateralis humerus yang
pecahannya undisplaced/minimally displaced.

Fraktur kondilus lateralis humerus pada anak termasuk fraktur epifisis berat tipe 4 yang
merupakan fraktur intraartikuler ini berarti bahwa reposisi yang dilakukan harus seanatomis
mungkin. Itulah sebabnya fraktur kondilus yang fragmennya displace direposisi secara
operatif.

Fraktur epikondilus medialis humerus merupakan fraktur avulsi dan terjadi akibat gaya
abduksi atau valgus yang berlebihan. Bila anak dapat bergerak, siku dapat di ditangani
konservatif.

Kadang pecahan ditarik ke distal, sehingga dapat masuk ke dalam sendi dan sendi terkunci.
Reposisi perlu diadakan secara operasi.

Kadang stabilitas sendi siku hilang karena epikondilus medialis merupakan juga insersi
ligamen kolateral. Bila terdapat instabilitas, perlu ditangani secara operatif untuk
mengembalikan stabilitas siku.

Fraktur kondiler humerus pada orang dewasa umumnya berbentuk T atau Y, adalah fraktur
intraartikuler. Ini berarti bahwa reposisi yang dilakukan harus seanatomis mungkin, lalu
diikuti dengan mobilisasi dini. Untuk ini perlu dilakukan reposisi terbuka dan fiksasi interna
yang rigid. Reposisi terbuka tanpa fiksasi yang rigid justru akan menyebabkan kekakuan
sendi akibat perlengketan sendi pasca bedah

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dengan radiologi proyeksi AP/LAT, jelas dapat dilihat tipe ekstensi
atau fleksi.
d. Metode penanganan konservatif pada fraktur suprakondiler humerus.

Penanggulangan konservatif fraktur suprakondiler humerus diindikasikan pada anak


undisplaced/ minimally dispaced fractures atau pada fraktur sangat kominutif pada pasien
dengan lebih tua dengan kapasitas fungsi yang terbatas. Pada prinsipnya adalah reposisi dan
immobilisasi. Pada undisplaced fracture hanya dilakukan immobilisasi dengan elbow fleksi
selama tiga minggu

Kalau pembengkakan tidak hebat dapat dicoba dilakukan reposisi dalam narkose umum.
Penderita tidur terlentang, dalam posisi ekstensi, operator menekuk bagian distal, menarik
lengan bawah dengan siku pada posisi ekstensi, sedang asisten menahan bagian proksimal,
memegang lengan atas pada ketiak pasien. Setelah tereposisi, perlahan-lahan sambil tetap
menarik lengan bawah siku difleksikan ambil diraba a. Radialis. Gerakan fleksi diteruskan
sampai a. radialis mulai tidak teraba, kemudian diekstensi siku sedikit untuk memastikan a.
radialis teraba lagi. Fleksi maksimal akan menyebabkan tegangnya otot triseps, dan ini akan
mempertahankan reposisi lengan baik. Dalam posisi ini dilakukan immobilisasi dengan gips
spalk (posterior splint).

Pemasangan gips dilakukan dengan lengan bawah dalam posisi pronasi bila fragmen distal displaced
ke medial dan dalam posisi supinasi bila fragmen distal displaced ke arah lateral.
Bila reposisi berhasil biasanya dalam 1 minggu perlu dibuat foto rontgen kontrol, karena dalam 1
minggu bengkak akibat hematom dan oedem telah berkurang dan menyebabkan kendornya gips, yang
selanjutnya dapat menyebabkan terlepasnya reposisi yang telah tercapai. Kalau dengan pengontrolan
radiologi haslinya sangat baik, gips dapat dipertahankan dalam waktu 3 minggu. Setelah itu gips
diganti dengan mitela dengan maksud agar pasien bisa melatih gerakan fleksi ekstensi dalam mitela.
Umumnya penyembuhan fraktur suprakondiler ini berlangsung cepat dan tanpa gangguan.

Bila reposisi gagal, atau bila terdapat gejala Volkmann Ischernia atau lesi saraf tepi, dapat
dilakukan tindakan reposisi terbuka secara operatif dan dirujuk ke dokter spesialis orthopaedi.

e. Komplikasi didi pasca penanganan konservatif fraktur suprakondiler humerus dan


penanganannya.

Volkmann’s ischemia terjepitnya a. brachialis yang akan menyebabkan iskemi otot-otot dan saraf tepi
pada regio antebrachii. Komplikasi ini terjadi akibat kompartemen sindrom yang tidak terdeteksi.
Nekrosis akan terjadi mulai 6 jam terjadinya ischemik. Maka penanggulangannya sangat penting
sebelum 6 jam arteri harus sudah bebas. Bila dilakukan perubahan posisi ekstensi a. radialis masih
belum teraba dan release bandage/cast, arteriografi dulu, untuk menentukan lokasi sumbatannya,
kemudian dilakukan operasi eksplorasi a. brachialis, dicari penyebabnya.

Operasi dapat berupa repair/reseksi arteri yang robek, bila Volkmann’s ischemia tidak tertolong
segera akan menyebabkan Volkmann’s kontraktur dimana otot-otot fleksor lengan bawah menjadi
nekrosis dan akhirnya fibrosis, sehingga tak berfungsi lagi.

Mal union cubiti varus dimana siku berbentuk huruf 0, secara fungsi baik, namun secara kosmetik
kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi meluruskan siku dengan teknik French
osteotomy.

d.Indikasi Operasi

Displaced fracture
Fraktur disertai cedera vaskular
Fraktur terbuka
Pada pendenta dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler sering kali menghasilkan
fragmen distal yang komunitif dengan garis patahnya berbentuk T atau Y. Untuk
menanggulangi hal ini lebih baik dilakukan tindakan operasi yaitu reposisi terbuka dan fiksasi
fragmen fraktur dengan fiksasi yang rigid.

Follow-Up

Evaluasi union sekitar 3-4 minggu untuk anak usia 4 tahun dan sekitar 4-5 minggu untuk anak-anak
usia 8 tahun dengan pemeriksaan klinis dan radiologi. Dengan meletakan jari di atas tendon biceps
kemudian dilakukan fleksi dan ekstensi elbow. Adanya spasme m biceps menunjukkan elboe belum
siap mobilisasi. Setelah melepas splints, dilakukan latihan aktif dalam sling selama beberapa bulan
sampai range of motion tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Rujukan ke dokter spesialis orthopaedi

Pada kasus-kasus fr suprakondiler humeri yang memerlukan tindakan operasi/ rekonstruksi, dirujuk
ke dokter spesialis orthopaedi.
http://bedahumum.wordpress.com/2008/12/14/penanganan-konservatif-
fraktur-suprakondiler-humerus/

Etiologi Fraktur
15,16
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa
patologis.
2.2.1.

Peristiwa Trauma (kekerasan)

a)Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya
kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang
akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian
sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau miring.

b)Kekerasan tidak langsung


Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang
karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian
dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi
pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan
tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai
penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang
lengan bawah.

c)Kekerasan akibat tarikan otot


Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang.
Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah
tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom,
karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.

Peristiwa Patologis
a)Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orangyang yang melakukan aktivitas berulang –
ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang lebih
berat dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural akibat
pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan beban
secara tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak tulang.

b)Kelemahan Tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu
tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya
osteoporosis, dan tumor padatulang. Sedikit saja tekanan pada daerah
tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur.

Klasifikasi Fraktur
16,17,19,20
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan
jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang
fisis.
2.3.1.
Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
a)
Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang
dengan dunia luar.
b)
Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara frag
men
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka
terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:

b.1. Derajat I :
i. Luka <1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
iii. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
iv. Kontaminasi minimal

b.2. Derajat II :
i. Laserasi >1 cm
ii. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
iii. Fraktur kominutif sedang
iv. Kontaminasi sedang

b.3. Derajat III :


Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi.

Berdasarkan bentuk patahan tulang


a)Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini
biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.
b) Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi
ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulk
an sedikit kerusakan jaringan lunak.
c)Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
d)Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang
retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari
suplai darah.
e)Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya
keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f)Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana
korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum.
Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak – anak.
g)Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga
yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra
lainnya.
h)Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti,
fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22361/4/Chapter
%20II.pdf
Klasifikasi Fraktur
a. Komplit - tidak komplit
- Fraktur komplit : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks
tulang seperti terlihat pada foto.
- Fraktur tidak komplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
1. Hairline fracture
Tulang terpecah selurunya tetapi masih tetap ditempat,biasa terjadi pada tulang pipih
2. Buckle fracture atau torus fracture
Terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya
3. Greenstick fracture
Fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok)

Jumlah garis patah


- fraktur kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
- fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua garis patah
disebut pula fraktur bifokal.
- fraktur multipel : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya.

Terbuka - tertutup
- Fraktur tertutup : bila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit.
- Fraktur terbuka : bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara
luar atau permukaan kulit.
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan
berat ringannya patah tulang.
 Grade I
Luka biasanya kecil < 1 cm, luka tusuk yang bersih pada tempat tulang menonjol keluar.
Terdapat sedikit kerusakan pada jaringan lunak, tanpa penghancuran dan fraktur tidak
kominutif.
 Grade II
Luka > 1 cm, tetapi tidak ada penutup kulit. Tidak banyak terdapat kerusakan jaringan lunak,
dan tidak lebih dari kehancuran atau kominusi fraktur tingkat sedang.
 Grade III
Terdapat kerusakan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan struktur neurovaskuler, disertai
banyak kontaminasi luka.
III A : Tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat ditutupi secara
memadai oleh jaringan lunak.
III B : Terdapat pelepasan periosteum dan fraktur kominutif yang
berat.
III C : Terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki, tidak peduli
berapa banyak kerusakan jaringan lunak yang lain.

Penatalaksanaan
Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi (look)
Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, fragmen tulang
(pada fraktur terbuka).
2. Palpasi (feel)
Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status neurologis dan vaskuler di bagian
distal fraktur. Palpasi daerah ektremitas tempat fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi
pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test.
3. Gerakan (moving)
Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:
1. Mengurangi rasa nyeri,
Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai
menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan
teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips
hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.
3. Membuat tulang kembali menyatu
Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan
sempurna dalam waktu 6 bulan.
4. Mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi.
Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.
Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong oleh
karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang
anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang dibandingkan
orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan
tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi.
 Biomekanik lempeng pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis yang bagian
luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh procesus mamilaris. Untuk
memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng
epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar.
 Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan
dibandingkan orang dewasa.
Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar
dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai perbedaan
fisiologi, yaitu :
 Pertumbuhan berlebihan (over growth)
Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang,
karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyambungan.
 Deformitas yang progresif
Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau angulasi.
 Fraktur total
Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat fleksibel
dibandingkan orang dewasa.

Anda mungkin juga menyukai