Anda di halaman 1dari 5

Etika Pelayanan Publik

Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang konsep dasar etika dalam
pelayanan publik yang merupakan salah satu kata kunci utama dalam tata kelola modern.
penting bagi mahasiswa untuk memahami penerapan etika dan Pelayanan publik termasuk
keadaan dan konteks yang melingkupinya. Tujuam Pembelajaran ada 3 yaitu pertama
untuk mengetahui Pengertian etika pelayanan publik. Kedua yaitu untuk mengetahui apa
saya etika dalam pelayanan publik. Ketiga untuk mengetahui Nilai dan prinsip etika
pelayanan publik

Pengertian Etika

Secara bahasa kata ‘etika’ lahir dari bahasa Yunani ethos yang artinya tampak dari suatu
kebiasaan. Dalam hal ini yang menjadi perspektif objeknya adalah perbuatan, sikap, atau
tindakan manusia. Pengertian etika secara khusus adalah ilmu tentang sikap dan kesusilaan
suatu individu dalam lingkungan pergaulannya yang kental akan aturan dan prinsip terkait
tingkah laku yang dianggap benar.

pengertian etika secara umum adalah aturan, norma, kaidah, ataupun tata cara yang biasa
digunakan sebagai pedoman atau asas suatu individu dalam melakukan perbuatan dan tingkah
laku. Penerapan norma ini sangat erat kaitannya dengan sifat baik dan buruknya individu di
dalam bermasyarakat.

Dengan begitu, Etika adalah ilmu yang mempelajari baik dan buruknya serta kewajiban, hak,
dan tanggung jawab, baik itu secara sosial maupun moral, pada setiap individu di dalam
kehidupan bermasyarakatnya. Atau bisa dikatakan juga bahwa etika mencakup nilai yang
berhubungan dengan akhlak individu terkait benar dan salahnya.

Etika dapat menjadi suatu faktor yang mensukseskan tetapi juga sebaliknya menjadi pemicu
dalam menggagalkan tujuan kebijakan, struktur organisasi, serta manajemen publik. Bila
moralitas para penyusun kebijakan publik rendah, maka kualitas kebijakan yang
dihasilkanpun sangat rendah. Begitu juga bila struktur organisasi publik yang disusun
berdasarkan kepentingan-kepentingan tertentu yang berbeda dengan kepentingan publik,
maka struktur organisasi tersebut tidak akan efektif.

Pengertian Pelayanan Publik

Dalam undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, ketentuan umum
pasal 1 menjelaskan bahwa Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Menurut Mahmudi (2010:223) menjelaskan bahwa Pelayanan Publik adalah segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara Sinambela Dalam bukunya "Reformasi Pelayanan Publik" (2014:5) juga
menjelaskan bahwa Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan
masyarakat oleh penyelenggara negara.

Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya negara dalam hal ini pemerintah (birokrat)
haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah
kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan
oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan lain-lain.

Etika Pelayanan Publik

Etika pelayanan public merupakan suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan
kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang
mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik (Rohman, dkk 2010). Denhardt (dalam
Keban, 2008:168) menggarisbawahi etika pelayanan publik sebagai filsafat dan professional
standart (kode etik) sekaligus right rules of conduct (aturan moral/perilaku yang benar), yang
harus dipatuhi.

Fokus Etika Pelayanan Publik


Haryatmoko (2013: 1-27) mengatakan bahwa Etika pelayanan public harus difokuskan
kepada tiga (3) komponen. Komponen-komponen tersebut sebagai berikut:
Pertama, mengupayakan pelayanan publik yang berkualitas dan relevan. Artinya public
servent (Pelayan Publik) harus melakukan pelayanan publik dengan simpati, empeti,
reposnsif serta mengutamakan/mengedepankan kepentingan publik. Dalam hal ini pengguna
jasa benar-benar harus diperlakukan ibarat “raja” dan Public Servent harus menanamkan
kesadaran penuh sebagai “pelayan”.
Kedua, pelayanan yang diberikan sedapat mungkin harus berfokus kepada refleksi nilai-nilai
kehidupan. Dalam hal ini Public Servent tidak hanya dituntut menyusun kode etik atau
menetapkan norma-norma standart, namun harus mampu mempertimbangkan pilihan sarana
kebijakan publik serta alat eveluasi yang memperhitungkan konsekuensi etis. Pertimbangan
pilihan sarana dan alat eveluasi ini akan menciptakan budaya etika dan akan membantu
terbentuknya integritas komponen publik, terutama bagi pejabat publik.
Ketiga, pelayanan publik harus berfokus pada modalitas etika untuk menjembatani norma,
moral dan tindakan agar tidak terjadi konflik kepentingan. Pada tataran ini etika publik
berkembang dari keprihatinan terhadap pelayanan publik yang buruk. Sehingga konflik
kepentingan difahami sebagai “konflik antara tanggungjawab publik dan kepentingan pribadi
atau kelompok”.

Pendekatan Dalam Etika Pelayanan Publik


Kartasasmita (dalam Rohman dkk: 2010:25-27) menegaskan prinsip dasar dalam etika
pelayanan publik tidak lain adalah apa yang dianggap “baik dan buruk”, bukan sekedar
‘benar atau salah’ dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai penerima
pelayanan publik. Digaris-bawahi dua (2) pendekatan dalam etika pelayanan publik tersebut,
yaitu:
Pertama, pendekatan Teleologi. Pendekatan ini acuan utamanya adalah nilai kemanfaatan
yang akan diperoleh. Sehingga penilaian baik dan buruk didasarkan atas konsekuensi
keputusan atau tindakan yang dilakukan. Pendekatan ini biasa dilakukan untuk mengukur
pencapaian sasaran kebijakan publik seperti: pertumbuhan ekonomi, pelayanan kesehatan,
kesempatan pendidikan, bantuan sosial dan lain-lain.
Kedua, pendekatan Deontologi.. Pendekatan ini lebih menyandarkan pada prinsip-prinsip
moral yang harus ditegakkan.Kebenaran yang ada dianggap tidak terkait dengan akibat atau
konsekuensi dari keputusan yang diambil. Pendekatan ini lebih mengedepankan moral
masing-masing individu, sehingga pelayanan publik dianggap beretika apabila dilakukan oleh
Publik Servent yang mampu dan mau menegakkan prinsip-prinsip moral.
Tidak dipungkiti bahwa untuk melaksanakan atau mewujudkan pendekatan deontologi dalam
pelayanan publik tidaklah segampang membalikkan telapak tangan. Namun, jika pendekatan
ini sudah dibiasakan terus-menerus kepada semua komponen publik sehingga melembaga
menjadi sebuah budaya kerja, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa pelayanan publik
akan menjadi tauladan sekaligus menyenangkan, khususnya bagi dunia birokrasi.

Prinsip-prinsip Etika Pelayanan

1. jujur,
memiliki keberanian dalam mempertahankan kejujurannya.
2. integritas,
Integritas menunjukkan sikap kepribadian aparatur yang bertindak secara konsisten dan
utuh, baik dalam perkataan maupun perbuatan, sesuai dengan nilai-nilai dan kode etik
3. memegang janji,
Janji sebagai pelayan masyarakat dan sebagai abdi negara, setiap aparatur berkomitmen
melaksanakan pekerjaan dengan sebaikbaiknya walaupun ada sebagian di antara mereka
yang tidak memegang janji dan mematuhi janjinya.
4. setia,
setia melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik
5. adil,
Sikap adil ini berkaitan dengan tindakan artinya bahwa dalam pelaksanaan pekerjaan setiap
aparatur harus adil antara sesama aparatur dan juga adil dalam melaksanakan pelayanan
administrasi.
6. perhatian,
Nilai perhatian atau empati dilaksanakan oleh setiap aparatur dalam pelayanan dengan
memperhatikan kesejahteraan orang lain dengan kasih sayang, memberikan kebaikan dalam
pelayanan
7. hormat,
Sebagai penyelenggara Negara harus menghormati hak-hak masyarakat dan atau penerima
layanan
8. kewarganegaraan kaum professional,
Kewarganegaraan sebagai bagian dari prinsip-prinsip etika yaitu aparatu rmempunyai
tanggung jawab untuk menghormati dan menghargai serta mendorong pembuatan
keputusan yang demokratis.
9. keunggulan,
mengedepankan kualitas pelayanan yang unggul.
10. akuntabilitas,
keberanian dalam mempertanggungjawabkan hasil pekerjaan yang dikerjakan di bidang
kerja masing-masing
11. Menjaga kepercayaan publik dalam pelayanan publik.
mempunyai kewajiban khusus untuk mempelopori dengan cara mencontohkan untuk
menjaga dan meningkatkan integritas dan reputasi prosses legislative. Kepercayaan publik
akan timbul ketika publik puas dan menemukan harapkan mereka.

Nilai - Nilai Dasar Etika Publik


Nilai-nilai dasar etika publik sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang no 5 tahun 2014
tentang aparatur sipil Negara, yakni sebagai berikut:
1. Memegang teguh nilai-nilai dalam ideologi Negara Pancasila.
2. Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
1945.
3. Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak.
4. Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian.
5. Menciptakan lingkungan kerja yang non diskriminatif.
6. Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika luhur.
7. Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik.
8. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan.
9. Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya
guna, berhasil guna, dan santun.
10. Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi.
11. Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerjasama.
12. Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai.
13. Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan.
14. Meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat
sistem karir

Kesimpulan

Kita menyadari bahwa salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan publik di Indonesia
sekarang ini adalah masalah moralitas atau etika yang sering dilihat sebagai elemen yang
kurang berkaitan dengan dunia pelayanan publik”. Etika dapat menjadi suatu faktor yang
mensukseskan tetapi juga sebaliknya menjadi pemicu dalam menggagalkan tujuan kebijakan,
struktur organisasi, serta manajemen publik. Bila moralitas para penyusun kebijakan publik
rendah, maka kualitas kebijakan yang dihasilkanpun sangat rendah. Begitu juga bila struktur
organisasi publik yang disusun berdasarkan kepentingan-kepentingan tertentu yang berbeda
dengan kepentingan publik, maka struktur organisasi tersebut tidak akan efektif.

Sementara pada kenyataannya moral dan atau etika penyelenggara Negara sangat
berpengaruh terhadap kualitas pelayanannya. Sebagai contoh kasus korupsi yang meraja lela,
kasus ferdi sambo, kasus maryo dandi (anak pejabat dirjen pajak) yang menyiksa temannya
dan suka pamer harta kekayaan maupun kasus tedi minahasa yang membantu pengedar
narkoba dalam meloloskan narkoba. Kasus-kasus tersebut merupakan kasus yang pelakunya
adalah penyelenggara pelayanan public, yang harusnya dijadikan contoh oleh seluruh
masyarakat Indonesia. Kasus tersebut bisa terjadi karena kurangnya moral dan etika
penyelenggara Negara. Oleh karena itu etika dalam pelayanan public itu perlu di perhatikan
guna meningkatkan prilaku baik dan benar bagi setiap penyelenggara pelayanan public.

Anda mungkin juga menyukai