Nafia Referat Neuro
Nafia Referat Neuro
INFARK SEREBRAL
DISUSUN OLEH :
Nafiatul Muasyarah
4521112050
DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Ummu Athia, Sp. S (K)
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 4521112050
Makassar,Oktober 2022
Mengetahui,
Pembimbing
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Infark Serebral merupakan penyakit neurovaskular dari stroke iskemik
akibat kerusakan fungsi dan struktur otak baik yang lama dan parah pada
fokal maupun global yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya
aliran darah pada parenkim otak, retina atau medulla spinalis, yang dapat
disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah arteri
maupun vena.1
1.2 Epidemiologi
Setiap tahunnya, sekitar 795.000 orang di dunia terkena stroke, baik
merupakan stroke baru maupun stroke berulang. Sekitar 610.000 dari
jumlah tersebut merupakan kasus baru, sedangkan 185.000 sisanya
merupakan serangan berulang. Dari semua kasus stroke, 87%
diantaranya merupakan kasus ischemic stroke, 10% kasus intracerebral
hemorrhage dan 3% merupakan kasus subarachnoid hemorrhage stroke.
Setiap tahun, sekitar 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke,
dimana dari jumlah tersebut, 5 juta meninggal dan 5 juta mengalami cacat
permanen. Di negara maju, stroke merupakan penyebab utama kematian
dan demensia, dan merupakan penyebab utama kecacatan pada orang
dewasa.2
Jika dirata-rata, dapat dikatakan bahwa setiap 4 menit, 1 orang di
dunia meninggal akibat stroke. Stroke adalah penyebab kematian ketiga
terbanyak diantara semua penyebab kematian. Walaupun stroke
seringkali dihubungkan dengan penyakit orang tua, ternyata sepertiga
kejadian stroke terjadi pada orang yang berusia dibawah 65 tahun.2
1.3Anatomi Pembuluh Darah Otak
Otak disuplai oleh arteri karotis interna dekstra dan sinistra serta arteri
vertebralis dekstra dan sinistra. Empat arteri tersebut terletak di dalam
ruang subarachnoid, dan cabang-cabangnya beranastomosis di
permukaan inferior otak untuk membentuk Sirkulus Willisi.2
1.5 Patofisiologi
Pada dasarnya terjadinya infark cerebri meliputi dua proses yang saling
terkait, yaitu:2,4
1. Perubahan vaskuler, hematologik atau kardiologik yang menyebabkan
terjadinya kekurangan aliran darah ke bagian otak yang terserang.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak
Keadaan pembuluh darah, menyempit akibat stenosis atau ateroma
maupun tersumbat oleh trombus/embolus
Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat (polisitemia) menyebabkan aliran darah ke otak lebih
lambat, anemia yang berat menyebabkan oksigenasi ke otak menurun
Kelainan jantung, menyebabkan menurunnya curah jantung, dan
lepasnya embolus dari jantung yang dapat menimbulkan iskemia otak
Tekanan perfusi yang sangat menurun akibat sumbatan di proksimal
pembuluh arteri cerebri, seperti sumbatan pada arteri karotis, atau
vertebrobasiler
Infark cerebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow
(CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat
dan durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan
berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak
terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah.
Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit
terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak
dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat
reversibel.
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemia hingga
terjadi nekrosis sel neuron, glia dan sel otak yang lain.
Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai penurunan
ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel
apabila sirkulasi dapat kembali normal. Ion kalium yang meninggi di ruang
ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga
mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang
mengalami iskemia akan melepaskan glutamat dan aspartat yang
menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.2,4
Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran
fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam
arakhidonat. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan
tromboksan A2. Prostasiklin merupakan vasodilator yang kuat dan
mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2 merangsang
terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan
tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi trombosit
tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi
trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi.
Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak
(edema seluler).2,4
Laju aliran darah minimal yang dibutuhkan otak untuk fungsi pemeliharaan
adalah 5–8 ml per 100 g per menit, sedangkan laju aliran darah yang
diperlukan otak agar dapat berfungsi secara kontinu adalah 20 ml per 100
g per menit. Apabila terjadi suatu gangguan yang menyebabkan
terhentinya suplai darah, pasien akan mengalami gejala berupa defisit
neurologis. Namun pada kondisi tertentu seperti trombolisis, aliran darah
dapat kembali seperti semula setelah kejadian tersebut sehingga jaringan
otak dapat saja pulih dan berfungsi secara normal. Kondisi ini disebut
sebagai serangan iskemik sementara atau transien(Transient Ischaemic
Attack/TIA). 5
Gambar. 6 Penumbra concept pada stroke iskemik
Dalam kejadian infark serebral dan serangan iskemik transien, terdapat
suatu konsep yang disebut penumbra concept. Konsep tersebut
menjelaskan mengenai jaringan penumbra, yaitu jaringan yang berada di
sekitar lokasi yang mengalami infark dan juga berisiko untuk mengalami
infark apabila penyempitan pembuluh darah terjadi secara persisten. Oleh
sebab itu, penanganan segera perlu dilakukan agar jaringan penumbra ini
tidak ikut mengalami infark. 5
Infark pada jaringan dapat terjadi akibat kematian sel. Iskemia memicu
nekrosis/kematian karena sel mengalami kekurangan energi dalam bentuk
senyawa adenosin trifosfat (ATP). Tanpa adanya ATP, pompa ion dalam
membran sel akan berhenti bekerja sehingga terjadi perpindahan natrium
dan air ke dalam sel. Akibatnya, sel mengalami perubahan aktivitas
kelistrikan berupa depolarisasi. Depolarisasi akan memicu pelepasan
glutamat dari sinaps sel saraf. Kadar glutamat yang berlebihan bersifat
toksik terhadap sel saraf. Selain itu, tak berfungsinya mitokondria dan
degradasi membran lipid neuron akan memproduksi radikal bebas yang
akan merusak sel neuron. 5
1.6 Manifestasi Klinis
Serangan untuk tipe stroke apa pun akan menimbulkan deficit
neurologis yang bersifat akut, diantaranya adalah sebagai berikut:1,6
a. Hemiparese motorik
b. Hemiparese sensorik
c. Penurunan kesadaran
d. Kelumpuhan nervus VII (fasialis) dan nervus XII (hipoglosus) yang
bersifat sentral
e. Afasia dan demensia
f. Hemianopsia
g. Defisit batang otak
1.7Diagnosis
1.7.1 Anamnesis
Pada pasien dengan kelainan cerebrovascular, penting untuk mengetahui
faktor risiko yang memungkinan seperti TIA, hipertensi, dan diabetes.
Untuk perempuan, penggunaan kontrasepsi oral diduga berhubungan
dengan penyakit oklusi arteri dan vena cerebral, terutama pada keadaan
dimana disertai dengan hipertensi dan kebiasaan merokok. Keberadaan
kondisi medis seperti penyakit jantung iskemik, penyakit katup jantung,
atau aritmia jantung ada baiknya ditelusuri. Berbagai kelainan sistemik
yang meliputi kelainan darah dan pembuluh darah juga dapat
meningkatkan risiko stroke. Obat antihipertensi dapat menyebabkan
gejala cerebrovascular jika tekanan darah diturunkan secara drastis pada
pasien dengan okluasi cerebrovascular yang mendekati total disertai
sirkulasi kolateral yang tidak memadahi.1,6
Anamnesis harus ditujukan untuk mengetahui apakah gambaran klinis
tersebut merupakan TIA, stroke in evolution, atau complete stroke. Pada
beberapa kasus, dapat juga dievaluasi apakah stroke tersebut merupakan
stroke thrombotik ataupun embolik.
a. Ciri-ciri yang mengarah pada stroke thrombotik
Pasien dengan oklusi vaskuler thrombosis biasanya memberikan gejala
penambahan secara bertahap defisit neurologis. Kejadian oklusi biasanya
didahului oleh beberapa kali TIA.
b. Ciri-ciri yang mengarah pada stroke emboli
Emboli cerebri umumnya menyebabkan defisit neurologis yang terjadi
tiba-tiba dan maksimal pada saat kejadian. Pada banyak pasien, emboli
yang berasal dari jantung biasanya dicurigai dengan adanya tanda inferk
cerebri multifokal, penyakit katup jantung, cardiomegali, aritmia, atau
endocarditis.
Gangguan global berupa gangguan kesadaran
Gangguan fokal yang muncul mendadak, dapat berupa : 1,6
a. Kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan satu extremitas,
kelumpuhan
otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot untuk proses
menelan,
wicara dan sebagainya
b. Gangguan fungsi keseimbangan
c. Gangguan fungsi penghidu
d. Gangguan fungsi penglihatan
e. Gangguan fungsi pendengaran
f. Gangguan fungsi Somatik Sensoris
g. Gangguan Neurobehavioral yang meliputi :
Gangguan atensi
Gangguan memori
Gangguan bicara verbal
Gangguan mengerti pembicaraan
Gangguan pengenalan ruang
Gangguan fungsi kognitif lain
1.7.2 Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik umum harus berfokus pada pencarian penyebab
sistemik yang mendasari penyakit serebrovaskular yaitu sebagai berikut:7
B. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini harus dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab
stroke yang dapat diobati serta untuk menyingkirkan kondisi lain yang
menyerupi stroke.9
Electrocardiogram (ECG/EKG)
Punksi Lumbal
Angiografi cerebral
Ultrasonography
Echocardiography
Electroencephalogram (EEG)
Computed Tomography
Ischemic Infarction
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional
yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat
daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang
mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non
hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi
MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter. 9,10
BAB II
TATALAKSANA
c. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami
demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah
onset) dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah
penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan
dapat berfungsi sebagai neuroprotektor. 12
d. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non
hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah
onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan
untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.
e. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama
setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan,
pencegahan terhadap sekuel kejang dengan menggunakan
preparat antiepileptik tetap direkomendasikan. 12
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin
yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen
dan protein pembekuan lainnya. 12
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders
and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak
lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg
(maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan
setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat
atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan
intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di
Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.
12
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak
banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu
berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia.
Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis
arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin
tersebut. 12
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein
plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati,
ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah
48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang
merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir.
Normal terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan
protein plasma yang terlibat dalam proses pembekuan darah.
Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas
lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin.
Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau
infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus
initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis
atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting
Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin:
memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi:
sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat
dihentikan segala sesuatunya dapat kembali normal. Akan
tetapi kemungkinan perlu diberi protamine sulphute dengan
intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam setengah jam
pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100
unit).
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu
peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas
trombosit peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal
eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah.
Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi
yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan
cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi
trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan
demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah. Pentoxyfilline
diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam
jendela waktu 12 jam sesudah onset. 12
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi
1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis
aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari
dengan hasil yang efikasius. 13
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam
salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma:
50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan
glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen
dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana
alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah,
perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye. 12,13
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin
antara lain adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada
dosis rendah. Hal ini memungkinkan platelet untuk
menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic acid, hasil samping
kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase).
Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah
aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A 2 terjadi
dengan dosis rendah aspirin.
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg
(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara
permanen merusak pembentukan agregasi platelet. Sayang ada
yang mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk
wanita.
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini
bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan
melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran
platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Menurut
suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3
tahun dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen
untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21 persen dengan
penggunaan tiklopidin. 12,13
Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis
terhadap terapi tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke
iskemik. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin,
disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo,
aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke
iskemik.
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel.
Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan.
Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura
trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.
BAB III
3.2Prognosis
Outcome pasien pasca serangan stroke dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya yaitu tingkat keparahan defisit neurologis yang diakibatkan,
usia pasien, serta penyakit penyerta. Sekitar setengah dari penderita
stroke dipulangkan langsung dari rumah sakit, sedangkan sisanya
membutuhkan setidaknya perawatan sementara di rehabilitasi rawat inap
atau fasilitas perawatan. Sekitar 50% pasien kembali bekerja dalam 6-12
bulan setelah stroke. Kematian pasca stroke adalah 10% pada 30 hari,
20% pada 1 tahun, dan 40% pada 5 tahun. Secara keseluruhan, kurang
dari 80% pasien dengan stroke yang mampu bertahan setidaknya 1 bulan,
dan 10-years survival rate berkisar pada 35%. 13
BAB IV
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit stroke terdiri dari pencegahan primer dan sekunder.
Pada pencegahan primer meliputi upaya – upaya perbaikan pola hidup
dan pengendalian faktor – faktor risiko. Pencegahan ini ditujukan kepada
masyarakat yang sehat dan belum pernah terserang stroke, namun
termasuk pada kelompok masyarakat risiko tinggi. Upaya - upaya yang
dapat dilakukan adalah:9,13
a. mengatur pola makan sehat
b. penanganan stress dan beristirahat yang cukup
c. pemeriksaan kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter (diet dan
obat)
Pencegahan sekunder, yakni dengan mengendalikan faktor risiko yang
tidak dapat dimodifikasi dan dapat digunakan sebagai penanda (marker)
stroke pada masyarakat, sedangkan pengendalian faktor risiko yang dapat
dimodifikasi kita dapat melakukan evaluasi kepada pasien stroke saat
dirawat maupun ketika keluar dari RS. Pencegahan sekunder yang dapat
dilakukan pada pasien stroke iskemik akut: 9,13
a. pemeriksaan MRI pada beberapa pasien dapat dipertimbangkan untuk
mendapatkan informasi tambahan dalam penegakan diagnosis dan
dalam membuat perencanaan perawatan selanjutnya
b. monitoring jantung harus dilakukan setidaknya selama 24 jam pertama
c. pemeriksaan diabetes mellitus dengan pengujian glukosa plasma
darah, hemoglobin A1c atau tes toleransi glukosa oral
d. pengukuran kadar kolesterol darah pada pasien yang telah medapatkan
terapi statin
e. penilaian troponin awal dapat diberikan, tetapi tidak boleh menunda
alteplase IV atau trombektomi
f. pemberian antikoagulasi pada pasien yang memiliki hasil tes koagulasi
abnormal pasca stroke iskemik
g. pemberian antitrombotik pada pasien stroke iskemik akut non
kardioembolik, yakni pemilihan antiplatelet dapat mengurangi risiko stroke
berulang dan kejadian kardiovaskular lainnya
h. pemberian terapi statin pada pasien selama periode akut
i. revaskularisasi karotid dapat dilakukan untuk pencegahan sekunder
pada pasien stroke dengan Modified Rankin Scale (MRS) 0-2, jika tidak
ada kontraindikasi.
j. inisiasi intervensi di RS dengan menggabungkan farmakoterapi dan
dukungan terapi perilaku pada pasien stroke yang memiliki kebiasaan
merokok, serta melakukan konseling rutin agar membantu pasien
berhenti merokok.
k. memberikan pendidikan tentang stroke. Pasien harus diberikan
informasi, saran, dan kesempatan untuk berdiskusi mengenai dampak
stroke dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dengan demikian, pentingnya pencegahan sejak dini pada pasien stroke
iskemik akut, baik sebelum maupun sesudah serangan stroke. Berbagai
upaya – upaya pencegahan dapat berhasil dilakukan jika adanya
dukungan dari pihak keluarga, masyarakat, petugaskesehatan di FKTP,
termasuk profesional pemberi asuhan (PPA) di RS, sehingga masyarakat
dapat terhindar dari stroke dan yang dalam perawatan stroke
mendapatkan penanganan sesuai standar pelayanan stroke. 9,13
BAB V
KESIMPULAN