Anda di halaman 1dari 18

PERATURAN DIREKTUR

RSI AMAL SEHAT SRAGEN


Nomor : 201.10/Perdir.1./RSI.AS/II/2021
TENTANG
ASUHAN PASIEN YANG SERAGAM BERKESINAMBUNGAN DAN TERINTEGRASI

DIREKTUR RSI AMAL SEHAT SRAGEN

Menimbang : a. bahwa pelayanan dan asuhan kepada pasien rumah sakit


merupakan hal pokok dalam pelayanan rumah sakit;
b. bahwa dalam pemberian asuhan pasien harus dilakukan
secara seragam antar unit;
c. bahwa dalam pemberian asuhan pasien harus dilakukan
secara berkesinambungan antar unit;
d. bahwa dalam memberikan asuhan kepada pasien harus
dilakukan secara terintegrasi antar pemberi asuhan;
e. bahwa pelaksanaan asuhan yang seragam, terintegrasi
dan berkesinambungan adalah hal pokok yang
mempengaruhi keluaran hasil asuhan pasien;
f. bahwa pelaksanaan asuhan yang seragam, terintegrasi
dan berkesinambungan dapat meningkatkan kepuasan
pasien;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a sampai f di atas, perlu ditetapkan
peraturan direktur tentang asuhan pasien seragam,
berkesinambungan dan terintegrasi.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
7. Akta Notaris Nomor 51 tahun 2018 tentang Pendirian PT.
Amal Sehat Sragen;
8. Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Kabupaten Sragen
nomor 91200094625980003 Tahun 2022 tentang Perizinan
Berusaha Berbasis Resiko ;
9. Keputusan Direktur Utama PT. Amal Sehat Sragen Nomor
001.SK/PT.ASS/I/2021 tentang Pengangkatan Direktur RSI

1
Amal Sehat Sragen.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR TENTANG ASUHAN PASIEN YANG


SERAGAM BERKESINAMBUNGAN DAN TERINTEGRASI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah Sakit adalah RSI Amal Sehat Sragen yaitu institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun
tidak langsung di Rumah Sakit.
3. Direktur adalah Direktur RSI Amal Sehat Sragen.
4. Staf klinis adalah tenaga kesehatan yang memberikan asuhan langsung pada
pasien.
5. Profesional Pemberi Asuhan adalah staf klinis profesional yang langsung
memberikan asuhan kepada pasien.
6. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan adalah dokter yang bertanggung jawab
terhadap asuhan pasien sejak pasien masuk sampai pulang dan mempunyai
kompetensi dan kewenangan klinis sesuai surat penugasan klinisnya
7. Perawat Penanggung Jawab Asuhan adalah perawat yang bertanggung jawab
terhadap asuhan keperawatan pasien sejak pasien masuk sampai pulang dan
mempunyai kompetensi dan kewenangan klinis sesuai surat penugasan klinisnya.
8. Manajer Pelayanan Pasien/Case Manager adalah seorang professional di rumah
sakit yang melaksanakan proses kolaborasi terkait asuhan pada pasien dan juga
memberikan fungsi advokasi kepada pasien, dan pendampingan yang dibutuhkan
pasien dalam rangka mencapai asuhan yang komprehensif, bermutu, efisien dan
kontinu.
9. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
10. Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala
tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan
kesehatan.
11. Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu,
laporan hasil pemeriksaan penunjang catatan observasi dan pengobatan harian dan
semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging), dan
rekaman elektro diagnostik.

Pasal 2
Persyaratan umum pemberi asuhan di RSI Amal Sehat Sragen adalah sebagai berikut:
1. Seluruh pemberi asuhan harus kompeten di bidangnya, yang ditunjukkan melalui
ijazah yang valid, yang dibuktikan ke sumber aslinya dimana ijazah tersebut

2
dikeluarkan.
2. Staf medis yang diizinkan berpraktik secara reguler di RSI Amal Sehat Sragen
adalah dokter yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sesuai profesinya yang
masih aktif dan memiliki Surat Izin Praktik di RSI Amal Sehat Sragen.
3. Staf keperawatan yang diizinkan bekerja di RSI Amal Sehat Sragen adalah perawat
yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sesuai profesinya yang masih aktif dan
memiliki Surat Izin Praktik Perawat di RSI Amal Sehat Sragen.
4. Staf bidan yang diizinkan bekerja di RSI Amal Sehat Sragen adalah bidan yang
memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sesuai profesinya yang masih aktif dan
memiliki Surat Izin Praktik Bidan di RSI Amal Sehat Sragen.
5. Apoteker yang diizinkan bekerja di RSI Amal Sehat Sragen adalah apoteker yang
memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sesuai profesinya yang masih aktif dan
memiliki Surat Izin Praktik Apoteker di RSI Amal Sehat Sragen.
6. Staf penunjang lain yang dalam bekerja harus dilengkapi dengan Surat Tanda
Registrasi sesuai dengan profesinya yang masih aktif yaitu tenaga analis kesehatan
(laboratorium), radiografer (radiologi), ahli gizi/dietisien (gizi), asisten apoteker
(farmasi), perekam medis (rekam medis), dan fisioterapis (fisioterapi).
7. Staf lain yang tidak secara langsung terlibat dalam asuhan, yang dalam bekerja harus
dilengkapi dengan Surat Tanda Registrasi yang masih aktif adalah tenaga
elektromedis, fisikawan/fisikawati medis, dan tenaga kesehatan lingkungan.
8. Seluruh perizinan yang diatur dalam perundang-undangan harus dijadikan acuan
dalam penugasan staf, dan harus dipenuhi ketika staf tersebut akan ditugaskan.

Pasal 3
Setiap tenaga kesehatan harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan
Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak
pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.

Pasal 4
Staf klinis memberikan pelayanan dan asuhan kepada pasien sesuai dengan kompetensi
dan kewenangan yang ditetapkan.

BAB II
SKRINING DAN PENERIMAAN PASIEN

Pasal 5
Pasien yang datang, maupun yang akan dirujuk ke RSI Amal Sehat Sragen harus
diskrining untuk menentukan kebutuhan pasien tersebut yang mendesak, dan untuk
menentukan apakah pasien dapat dirawat atau tidak di rumah sakit.

Pasal 6
Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan, atau hasil
pemeriksaan fisis, psikologis, laboratorium klinis, atau diagnostik imajing.

Pasal 7
Pada pelaksanaan skrining, dapat ditentukan tes atau bentuk penyaringan terhadap
populasi pasien tertentu sebelum menetapkan pasien dapat dilayani.

3
Pasal 8
Semua pasien dalam kondisi apapun yang datang sendiri maupun dirujuk tanpa konfirmasi
sebelumnya kepada Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSI Amal Sehat Sragen wajib diterima
di IGD dan diberikan asuhan yang dibutuhkan pasien, khususnya untuk menangani
kedaruratan dan stabilisasi.

Pasal 9
Pasien yang datang di IGD dan rawat jalan di RSI Amal Sehat Sragen wajib di skrining
untuk menentukan kebutuhan mendesak pasien tersebut.

Pasal 10
1. Ditetapkan ada dua macam skrining pasien yaitu skrining internal dan eksternal.
2. Skrining internal dilakukan pada pasien yang datang ke IGD dan rawat jalan.
3. Skrining eksternal dilakukan pada calon pasien yang akan dirujuk ke rumah sakit.
4. Dalam menentukan kebutuhan pasien pada saat diterima, dilakukan skrining internal
oleh petugas triase di IGD dan rawat jalan.
5. Skrining internal di IGD menggunakan Emergency Severity Index (ESI) dan didahului
dengan skrining apakah pasien tersebut termasuk pasien yang dalam kondisi
kematian pada saat datang di rumah sakit/death on arrival (DOA) atau bukan.
6. Skrining eksternal dilakukan di IGD menggunakan parameter yang disusun untuk
menentukan apakah pasien yang akan dirujuk sesuai dengan kemampuan rumah sakit
atau tidak, sehingga menentukan pasien tersebut dapat diterima atau tidak.
7. Ketentuan lebih lanjut yang menjelaskan tentang pelaksanaan skrining dan triase,
termasuk kriteria DOA ditetapkan melalui Peraturan Direktur.

Pasal 11
1. Pelaksana skrining internal adalah seorang petugas triase yang memiliki kompetensi
minimal perawat vokasi dan telah terlatih untuk melaksanakan instrument yang
digunakan untuk melakukan skrining internal tersebut.
2. Pelaksana skrining eksternal adalah seorang dokter yang bertugas di IGD, dan telah
diberikan penyuluhan tentang pelaksanaan skrining eksternal dengan menggunakan
parameter yang telah ditetapkan secara internal.

Pasal 12
1. Dokumentasi skrining internal dituliskan oleh petugas triase ke dalam sebuah formulir
dokumentasi hasil triase yang memuat temuan pada pasien dan kesimpulan hasil
skrining internal/triase.
2. Dokumentasi skrining eksternal dituliskan oleh dokter yang melakukan skrining ke
dalam formulir dokumentasi skrining eksternal.
3. Formulir dokumentasi skrining eksternal yang telah diisi disimpan di rekam medis
pasien bila pasien diterima untuk dirawat, atau disimpan di sebuah tempat tersendiri
dan dilindungi dari kerusakan dan kehilangan bila pasien dinyatakan tidak dapat
diterima melalui pertimbangan klinis dari petugas yang melakukan skrining eksternal.

4
BAB III
PENGKAJIAN PASIEN

Pasal 13
Pengkajian pasien dilakukan dengan 3 (tiga) metode utama yaitu IAR
1. Informasi, atau pengumpulan informasi meliputi data keadaan fisik, psikologis,
sosial, kultur, spiritual, dan riwayat kesehatan pasien.
2. Analisis data, termasuk hasil laboratorium dan radiologi diagnostic untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien.
3. Rencana disusun, untuk memenuhi semua kebutuhan pasien yang telah
diidentifikasi.

Pasal 14
Pengkajian awal pasien harus mengkaji minimal hal-hal sebagai berikut:
1. Keluhan saat ini;
2. Status fisik;
3. Kondisi psiko-sosio-spiritual pasien;
4. Ekonomi;
5. Riwayat kesehatan pasien;
6. Riwayat alergi;
7. Riwayat penggunaan obat;
8. Pengkajian nyeri;
9. Risiko jatuh;
10. Pengkajian fungsional;
11. Risiko nutrisional.
12. Kebutuhan Edukasi; dan
13. Perencanaan pemulangan pasien (Discharge Planning).

Pasal 15
Pengkajian awal harus menghasilkan hal-hal berikut ini:
1. Diagnosis awal dan permasalahan medis dan keperawatan (termasuk kebidanan); dan
2. Rencana Asuhan.

Pasal 16
Berdasarkan waktu pelaksanaannya, pengkajian dibagi menjadi pengkajian awal dan
ulang.

Pasal 17
Berdasarkan professional pelaksana pengkajian, maka pengkajian dibagi menjadi
1. Pengkajian medis, dilakukan oleh dokter;
2. Pengkajian keperawatan, dilakukan oleh perawat;
3. Pengkajian kebidanan, dilakukan oleh bidan;
4. Pengkajian gizi, dilakukan oleh dietisien;
5. Pengkajian fisioterapi, dilakukan oleh fisioterapis.

Pasal 18
Staf yang diizinkan untuk melaksanakan pengkajian adalah yang dianggap kompeten

5
menurut peraturan perundangan, dan memiliki kewenangan yang diberikan oleh Direktur.
Pasal 19
Dalam kondisi tertentu misalnya DPJP berhalangan hadir karena sakit, pelaksanaan
asesmen ulang medis di area rawat inap dapat didelegasikan kepada dokter spesialis lain
yang seprofesi di rumah sakit, atau dokter umum jaga dengan ketentuan yang diatur oleh
Direktur tentang pendelegasian.

Pasal 20
Pengkajian awal dilakukan pada saat pertama kali pasien datang, dan wajib dilaksanakan
di unit sebagai berikut:
1. Instalasi Gawat Darurat, pada saat pasien datang;
2. Instalasi Rawat Inap, pada saat pasien datang untuk dirawat inap;
3. Instalasi Rawat Jalan, pada saat pasien baru pertama kali datang, dan pada saat- saat
lainnya yang ditentukan dari Peraturan Direktur tentang Pengkajian

Pasal 21
Pengkajian ulang dilakukan pada saat professional pemberi asuhan melakukan ulangan
pengkajian, baik itu di IGD, rawat inap, maupun rawat jalan.

Pasal 22
Dokumentasi pengkajian awal dituangkan di formulir rekam medis untuk pengkajian awal,
yang terdiri dari;
1. Pengkajian awal IGD meliputi medis, dan keperawatan ( termasuk kebidanan );
2. Pengkajian awal rawat inap meliputi medis, dan keperawatan (termasuk
kebidanan);
3. Pengkajian awal rawat jalan meliputi medis, dan keperawatan (termasuk kebidanan).

Pasal 23
Dokumentasi pengkajian ulang dituangkan di formulir rekam medis untuk pengkajian ulang
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pengkajian ulang medis dan keperawatan (termasuk kebidanan) di IGD dituangkan di
Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT Rawat Inap)
2. Pengkajian ulang medis dan keperawatan (termasuk kebidanan) di rawat inap
dituangkan di Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT Rawat Inap)
3. Pengkajian ulang medis dan keperawatan (termasuk kebidanan) di rawat jalan
dituangkan di Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT Rawat Jalan)

Pasal 24
Rencana asuhan yang dihasilkan dari hasil pengkajian, haruslah merupakan rencana
asuhan yang terintegrasi, dimana dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) wajib
membaca dan memahami hasil pengkajian dari professional pemberi asuhan (PPA) lain,
dan staf klinis lain yang terlibat dalam memberikan asuhan kepada pasien.

Pasal 25
Pengkajian tambahan untuk pasien tertentu atau untuk populasi khusus mengharuskan
proses pengkajian tambahan sesuai dengan kebutuhan populasi pasien
tertentu.Pengkajian tambahan di lakukan antara lain namun tidak terbatas untuk:
a. Neonatus
b. Anak
c. Remaja
d. Obstetri/maternitas

6
e. Geriatri
f. Sakit terminal/menghadapi kematian
g. Pasien dengan nyeri kronik atau nyeri (intense)
h. Pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatris.
i. Pasien dengan kecanduat obat terlarang atau alkohol
j. Korban kekerasan atau kesewenangan
k. Pasien dengan penyakit menular atau infeksius
l. Pasien dengan sistem imunologi terganggu

Pasal 26
Dari hasil pengkajian, pasien berhak mendapat informasi tentang kondisi, diagnosis awal
dan akhir, dan rencana asuhan.

Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut yang mengatur pelaksanaan pengkajian awal, pengkajian ulang,
dan pengkajian tambahan sesuai dengan masing-masing profesi dan kebutuhan pada
pasien diatur dalam Peraturan Direktur yang lain.

Pasal 28
Frekuensi minimal pelaksanaan pengkajian adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian ulang medis dilaksanakan minimal satu kali sehari, termasuk akhir
pekan/libur untuk pasien dalam kondisi akut atau tidak stabil.
2. Pengkajian ulang perawat minimal satu kali per shift atau sesuai dengan perubahan
kondisi pasien.
3. Pengkajian ulang oleh PPA lainnya dilaksanakan sesuai kondisi pasien.

BAB IV
DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN

Pasal 29
Setiap pasien yang dirawat di rumah sakit, harus ditetapkan minimal satu DPJP

Pasal 30
Penetapan DPJP untuk pasien rawat jalan adalah otomatis dokter yang memeriksa pasien
pada saat pasien diberikan asuhan medis di rawat jalan

Pasal 31
Pasien berhak untuk menentukan siapa DPJP yang akan merawatnya.

Pasal 32
DPJP untuk pelayanan rawat jalan spesialis adalah dokter spesialis yang memberikan
asuhan kepada pasien.

Pasal 33
DPJP untuk pelayanan rawat jalan gigi adalah dokter gigi yang memberikan asuhan
kepada pasien.

Pasal 34
DPJP untuk pelayanan rawat jalan darurat adalah dokter umum di IGD yang memberikan
asuhan kepada pasien.

7
Pasal 35
DPJP untuk pelayanan pasien di rawat inap adalah dokter spesialis yang memberikan
asuhan kepada pasien.

Pasal 36
DPJP untuk tindakan sedasi dan anestesi dokter spesialis anestesi

Pasal 37
Pasien dengan penyakit lebih dari satu bidang spesialisasi dikelola lebih dari satu DPJP

Pasal 38
Ketika ada lebih dari satu DPJP yang mengelola satu pasien, maka penetapan DPJP
utama memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. DPJP Utama adalah dokter yang mengelola penyakit pasien yang mana yang paling
banyak membutuhkan sumber daya untuk menyembuhkan pasien.
2. DPJP Utama adalah dokter yang mengelola penyakit pasien dengan kondisi penyakit
yang terparah.
3. DPJP Utama bisa merupakan kesepakatan antar DPJP yang mengelola pasien.

Pasal 39
DPJP bertindak sebagai team leader pada pelayanan berfokus pada pasien, yang
memadukan asuhan yang diberikan oleh PPA lain, dan staf klinis.

Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut yang mengatur tentang DPJP diatur dalam Peraturan Direktur.

BAB V
ASUHAN PASIEN

Pasal 41
Asuhan pasien yang diselenggarakan di RSI Amal Sehat Sragen diselenggarakan secara
seragam dengan mengacu pada asuhan klinis terkini berbasis bukti, dengan mengacu
juga kepada syariat Islam dan diberikan kepada seluruh umat manusia yang
membutuhkan pertolongan/pelayanan kesehatan tanpa memandang suku bangsa,
agama, ras, dan kepercayaan.

Pasal 42
Pelayanan yang diberikan kepada pasien adalah pelayanan yang bersifat berfokus pada
pasien/patient centered care.

Pasal 43
Pasien berhak mendapatkan pelayanan dengan mutu asuhan dan pola asuhan yang
seragam, serta dipindahkan dari satu layanan ke layanan berikutnya dengan proses yang
tidak terkotak-kotak.

Pasal 44
Asuhan yang diberikan kepada pasien adalah asuhan yang terintegrasi dan tidak terkotak-
kotak .

8
Pasal 45
Asuhan pasien yang seragam dapat dipandu dan dibantu oleh instrument-instrumen di
berikut;
1. Panduan praktik klinis;
2. Alur klinis/clinical pathway;
3. Standar prosedur operasional (spo);
4. Rencana asuhan terintegrasi;
5. Format rujukan dan,
6. Daftar tilik/check list;

Pasal 46
Asuhan pasien secara terintegrasi dalam pelaksanaannya focus pada pasien mencakup :
1. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.
2. Dokter penanggung jawab pelayanan sebagai ketua tim asuhan pasien oleh
professional pemberi asuhan (clinical leader).
3. Profesional pemberi asuhan bekerja sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi
interprofesional dibantu antara lain oleh :
a. Panduan praktek klinis.
b. Panduan asuhan professional pemberi asuhan lainnya.
c. Alur Klinis atau Clinical Pathway terintegrasi.
d. Algoritma.
e. Protokol.
f. Prosedur.
g. Standing Order dan,
h. Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi.
4. Perencanaan pemulangan pasien (P3)/ Discharge Planning.
5. Asuhan gizi terintegrasi dan,
6. Manajer pelayanan pasien/case manager.

Pasal 47
Asuhan pasien dilakukan oleh PPA dan staf klinis yang kompeten dan berwenang.

Pasal 48
Asuhan pasien dapat berupa upaya pencegahan, paliatif, kuratif, atau rehabilitatif
termasuk anestesia, tindakan bedah, pengobatan, terapi suportif, atau kombinasinya, yang
berdasarkan hasil pengkajian dan pengkajian ulang pasien.

Pasal 49
Pelaksanaan asuhan dan pelayanan harus dikoordinasikan dan diintegrasikan oleh semua
PPA, dan dapat dibantu oleh staf klinis lainnya.

Pasal 50
Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak
mendapat asuhan yang sama/seragam di rumah sakit.

Pasal 51
Asuhan pasien yang seragam diimplementasikan dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai diberikan oleh PPA yang

9
kompeten, dapat dilakukan setiap hari, setiap minggu atau setiap waktu, tidak
bergantung pada kemampuan pasien membayar atau sumber pembayaran ;
2. Penggunaan alokasi sumber daya yang sama, antara lain staf klinis dan pemeriksaan
diagnostik untuk memenuhi kebutuhan pasien pada populasi yang sama;
3. Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien sama di semua unit pelayanan di
rumah sakit;
4. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setara di seluruh rumah sakit;
5. Akses ke pemeriksaan penunjang yang dipandu dengan kebijakan dan prosedur yang
seragam;
6. Proses transfer dilaksanakan secara seragam dengan memperhatikan
kesinambungan pelayanan dan keberlanjutan asuhan;
7. Pemberian informasi tentang asuhan, perjalanan penyakit, dan tindakan kedokteran
yang dilakukan, termasuk prognosis, dan risiko diberikan oleh PPA dan staf klinis yang
berwenang.
8. Dokumentasi pelaksanaan asuhan diselenggarakan secara seragam di lembar rekam
medis yang dikelola secara terpusat;
9. Penerapan serta penggunaan regulasi, form dan rekam medis yang sama dalam
asuhan klinis pasien.

Pasal 52
Rencana asuhan individual didokumentasikan sebagai berikut
1. Rencana dibuat setelah pasien diterima sebagai pasien rawat inap dalam 24 jam
berdasarkan pengkajian awal , dicatat dalam rekam medis dalam formular CPPT dan
untuk mengetahui kemajuan asuhan ditulis dalam bentuk SOAP
2. Rencana asuhan dievaluasi secara berkala direvisi dan dimutakirkan serta
didokumentasikan dalam rekam medis oleh setiap PPA
3. Intruksi dibuat PPAyang kompeten dan berwenang dengan cara yang seragam diatur
dalam peraturan direktur
4. Rencana asuhan disusun dengan menetapkan tujuan ,sasaran , dan target terukur
5. DPJP melakukan evaluasi /reviuw serta verifikasi berkala dan harian untuk memantau
terlaksananya asuhan secara terintegrasi dan membuat notasi seseuai kebutuhan
6. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang hasil asuhan dan
pengobatan baik yang diharapkan maupan yang tidak diharapkan
7. Jika tim asuhan memerlukan diskusi terkait perencanaan pasien ,maka hasil diskusi
/kesimpulan ditulisksn pada formular cppt /plan of care

Pasal 53
1. Pelayanan dan asuhan berfokus pada pasien diterapkan dalam bentuk pelayanan
dan asuhan pasien terintegrasi yang bersifat integrasi horizontal dan vertikal.
2. Pelayanan/asuhan terintegrasi horizontal melibatkan kontribusi PPA yang sama
pentingnya/sederajat.
3. Pelayanan/asuhan terintegrasi vertical merupakan pelayanan berjenjang oleh/melalui
berbagai unit pelayanan sampai ke tingkat pelayanan yang berbeda.
4. Manajer Pelayanan Pasien (MPP) berperan dalam mengintegrasikan pelayanan dan
asuhan melalui komunikasi dengan para PPA.

Pasal 54
Pelaksanaan asuhan pasien terintegrasi berfokus pada pasien dan mencakup elemen

10
sebagai berikut:
1. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga;
2. DPJP sebagai ketua tim PPA;
3. DPJP melakukan koordinasi asuhan inter ppa dan bertugas dalam seluruh fase asuhan
rawat inap pasien serta teridentifikasi dalam rekam medis pasien;
4. Bila kondisi pasien membutuhkan lebih dari 1 (satu) DPJP, ditetapkan DPJP utama;
5. PPA bekerja sebagai tim interdisiplin dengan berkolaborasi secara interprofesional;
6. Perencanaan pemulangan pasien yang terintegrasi;
7. Asuhan gizi yang terintegrasi; dan
8. Peran MPP dalam mendorong penerapan pelayanan dan asuhan yang terintegrasi
antar PPA.

Pasal 55
Asuhan pasien resiko tinggi dan pelayanan beresiko tinggi berikut dipandu dengan
regulasi berupa Peraturan Direktur dengan tujuan meningkatkan mutu asuhan dan
keselamatan pasien pada asuhan tersebut;
1. Pasien emergency
2. Pasien koma
3. Pasien penurunan kondisi
4. Pasien dengan pelayanan darah
5. Pasien yang menggunakan alat bantuan hidup;
6. Pasien resiko tinggi lainnya yaitu jantung,hipertensi,stroke,diabetes melitus;
7. Pasien dengan resiko bunuh diri;
8. Pelayanan pasien dengan penyakit menular
9. Pelayanan pada pasien dengan immunosupresed;
10. Pelayanan pasien yang direstrain;
11. Pelayanan pasien paliatif.
12. Pelayanan pada populasi rentan;pasien lanjut usia (geriatri),anak dan perempuan yang
beresiko mengalami tindak kekerasan.
13. Pelayanan resiko tambahan yang dapat mempengaruhi pasien dan pelayanan
resiko tinggi meliputi :
a. Kebutuhan mencegah trombosis vena dalam;
b. Luka dekubitus;
c. Infeksi terkait penggunaan ventilator;
d. Cidera neurologis pada pasien restrain;
e. Infeksi saluran atau selang central;
f. Pasien jatuh;

Pasal 56
RSI Amal Sehat Sragen tidak melayani pelayanan resiko tinggi seperti pelayanan kemo
terapi, radioterapi,terapi hyperbaric, dialysis, transplantasi dan radiologi intervensi.
BAB VI
PEMENUHAN HAK PASIEN DAN KELUARGA

Pasal 57
Asuhan yang diberikan di RSI Amal Sehat Sragen dilaksankan dengan menghormati hak-
hak pasien dan keluarga sebagaimana yang ditetapkan di dalam perundang-undangan
yang berlaku.

11
Pasal 58
Seluruh komponen RSI Amal Sehat Sragen wajib memahami dan kemudian menjalankan
hak pasien dan keluarga seseuai dengan porsinya masing- masing.

Pasal 59
Seluruh RSI Amal Sehat Sragen dididik dengan baik untuk dapat memahami dan mampu
menghormati hak pasien dan keluarga.

Pasal 60
Penjabaran pemenuhan hak pasien dan keluarga diatur melalui Peraturan Direktur.

BAB VII
ALUR PASIEN DAN TRANSFER INTERNAL SERTA
KESINAMBUNGAN PELAYANAN

Pasal 61
1. Pengelolaan yang efektif terhadap alur pasien (seperti penerimaan, pengkajian dan
tindakan, transfer pasien, serta pemulangan) dilaksanakan agar dapat mengurangi
penundaan asuhan kepada pasien.
2. Komponen dari pengelolaan alur pasien meliputi:
a. Ketersediaan tempat tidur di tempat sementara atau transit atau intermediate
sebelum mendapatkan tempat tidur di rawat inap;
b. Perencanaan fasilitas, peralatan, utilitas, teknologi medis, dan kebutuhan lain
untuk mendukung penempatan sementara pasien;
c. Perencanaan tenaga untuk menghadapi penumpukan pasien di tempat sementara
atau transit termasuk pasien yang diobservasi di unit gawat darurat.
d. Alur pelayanan pasien di tempat sementara atau transit meliputi pemberian
asuhan, tindakan, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, tindakan
kamar operasi dan unit paska anastesi harus sama seperti yang diberikan di rawat
inap
e. Efisiensi pelayanan nonklinis penunjang asuhan dan tindakan kepada pasien
(seperti kerumahtanggaan dan transportasi);
f. Memberikan asuhan pasien yang sama kepada pasien yang dirawat di tempat
sementara atau transit atau intermediate seperti perawatan kepada pasien yang
dirawat di ruang rawat inap; dan
g. Akses pelayanan yang bersifat mendukung (seperti pekerja social, keagamaan
atau bantuan spiritual, dan sebagainya).

Pasal 62
Pelaksanaan perpindahan pasien dari satu instalasi perawatan ke instalasi lainnya
diselenggarakan dengan baik dan memperhatikan hal-hal berikut ini;
1. Proses serah terima/hand over pasien yang baik antar pertugas di
masing- masing instalasi;
2. Proses serah terima/hand over informasi yang baik dengan
memperhatikan kaidah komunikasi efektif;
3. Proses serah terima/hand over berkas rekam medis yang baik dengan
memperhatikan kerahasiaan informasi dan keamanan berkas rekam
medis;

12
4. Keselamatan pasien;
5. Privasi pasien; dan
6. Keberlanjutan layanan yang tidak terkotak-kotak/seamless.

Pasal 63
Informasi yang dipindahkan dan diserah terimakan bersama dengan pindahnya pasien
dari satu instalasi ke instalasi perawatan berikutnya minimal sebagai berikut:
1. Indikasi pasien masuk dirawat;
2. Riwayat kesehatan;
3. Pemeriksaan fisik;
4. Pemeriksaan diagnostik;
5. Diagnosis;
6. Prosedur yang dilakukan;
7. Obat yang diberikan; dan
8. Kondisi pasien saat ditransfer dan saat diterima.

Pasal 64
Semua pemberi pelayanan harus dapat mengakses informasi tentang kondisi pasien
pasien terkini dan asuhan yang diberikan kepada pasien untuk dapat membuat keputusan
yang tepat terkait pemberian asuhan kepada pasien.

Pasal 65
Kebutuhan pasien selama pelayanan diidentifikasi dan dipenuhi oleh rumah sakit,
termasuk bila perlu, sumber daya dari luar.

Pasal 66
Perpindahan pasien untuk mendapatkan asuhan dari berbagai tempat baik itu di dalam
rumah sakit maupun di luar rumah sakit diselenggarakan dengan sebaik mungkin dan
pasien didampingi serta diberikan penjelasan tentang proses dan hasilnya.

Pasal 67
Dalam mengkoordinasikan antar sumber daya yang memberikan asuhan kepada pasien,
ditunjuk petugas yang disebut sebagai manajer pelayanan pasien (MPP)/case manager.

Pasal 68
MPP memiliki fungsi pokok mengintegrasikan asuhan, mengkolaborasikan layanan,
berkomunikasi dengan para pemberi asuhan dan memberikan advokasi dan
pendampingan kepada pasien yang membutuhkan.

Pasal 69
Pelayanan dan asuhan berfokus pada pasien diterapkan dalam bentuk pelayanan dan
asuhan pasien terintegrasi yang bersifat integrasi horizontal dan vertikal.

Pasal 70
Pelayanan/asuhan terintegrasi horizontal sebagaimana disebutkan dalam pasal di atas
diselenggarakan dengan mengintegrasikan asuhan yang diberikan oleh para professional
pemberi asuhan dan staf klinis yang terlibat.

Pasal 71

13
Pelayanan/asuhan terintegrasi vertikal sebagaimana disebutkan dalam pasal di atas
diselenggarakan dengan mengesinambungkan pelayanan berjenjang oleh/melalui
berbagai unit pelayanan sampai ke tingkat pelayanan yang berbeda.

Pasal 72
Rumah sakit dan seluruh staf yang terlibat dalam layanan harus menyelenggarakan
pelayanan yang berkesinambungan dan pelayanan yang saling terkoordinasi minimal
pada area-area berikut;
1. Pelayanan darurat dan penerimaan rawat inap;
2. Pelayanan diagnostik dan tindakan;
3. Pelayanan bedah dan non bedah;
4. Pelayanan rawat jalan; dan
5. Instansi lain atau bentuk pelayanan lainnya

BAB VIII
PERSETUJUAN DAN PENOLAKAN TINDAKAN

Pasal 73
Setiap tindakan yang diberikan kepada pasien harus melalui sebuah persetujuan yang
diberikan oleh pasien ataupun diwakili oleh keluarga pasien bila pasien tidak kompeten,
dan harus melalui sebuah penjelasan atau pemberian informasi yang lengkap dari
pemberi asuhan kepada pasien dan keluarga pasien, supaya mereka bisa terlibat dalam
menentukan asuhan yang akan diberikan kepada mereka.

Pasal 74
Persetujuan harus didapatkan dari pasien minimal pada saat-saat berikut;
1. Saat pasien akan dirawat inap, melalui sebuah persetujuan umum/general consent dan
persetujuan umum tindakan kedokteran/general consent for treatment;
2. Saat pasien rawat jalan yang datang pertama kali, melalui sebuah persetujuan
umum/general consent dan persetujuan umum tindakan kedokteran/general consent for
treatment;
3. Sebelum pemberian tindakan kedokteran yang beresiko;
4. Sebelum pemberian obat-obatan yang mahal;
5. Sebelum pelaksanaan pemeriksaan penunjang/tindakan diagnostik yang mahal dan
beresiko; dan
6. Sebelum dipindahkan antar unit/instalasi perawatan.

Pasal 75
Pasien dan keluarga harus mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya tentang asuhan
yang akan diberikan kepada mereka sebelum mereka memberikan keputusan persetujuan
maupun penolakan.
Pasal 76
Penjelasan sebagaimana dimaksud di pasal 37 (tiga puluh tujuh) di atas, setidaknya
meliputi hal-hal berikut ini:
1. Diagnosis (diagnosis awal/diagnosis kerja dan diagnosis banding) dan dasar
penetapan diagnosis;
2. Kondisi pasien;
3. Tindakan yang diusulkan;
4. Tata cara dan tujuan tindakan;

14
5. Manfaat dan risiko tindakan;
6. Nama orang yang akan mengerjakan tindakan;
7. Alternatif tindakan bila ada;
8. Prognosis dari tindakan;
9. Kemungkinan hasil yang tidak terduga;
10. Kemungkinan hasil bila tidak dilakukan tindakan;
11. Pasien dijelaskan tentang hasil asuhan dan pengobatan, termasuk hasil asuhan dan
pengobatan yang tidak terduga.

Pasal 77
Pasien berhak menghentikan pengobatan, asuhan maupun perawatan yang sedang
diberikan kepada mereka, dengan menuliskan pernyataan penghentian pengobatan atau
asuhan, setelah mendapatakan penjelasan yang memadai dari dokter yang merawat
mereka, ataupun dokter jaga pada kondisi darurat tentang konsekuensi yang timbul dari
penghentian pengobatan, asuhan maupun perawatan tersebut.

BAB IX
PENUNDAAN DAN KETERLAMBATAN PELAYANAN

Pasal 78
1. Apabila terjadi penundaan dan kelambatan pelayanan di rawat jalan maupun rawat inap
harus disampaikan kepada pasien beserta alasannya.
2. Pasien diberi tahu alasan penundaan dan kelambatan pelayanan dan diberi informasi
tentang alternatif yang tersedia sesuai kebutuhan klinis pasien dan dicatat di rekam
medis.

BAB X
RINGKASAN ASUHAN

Pasal 79
Setiap pelayanan pasien rawat inap harus dibuatkan ringkasan asuhan yang disebut
sebagai ringkasan pasien pulang/discharge summary.

Pasal 80
Ringkasan pasien pulang rawat inap memuat informasi sebagai berikut:
1. Indikasi pasien dirawat inap;
2. Riwayat kesehatan;
3. Temuan pemeriksaan fisik dan penunjang yang penting;
4. Tindakan diagnostik dilakukan;
5. Diagnosis;
6. Terapi/obat yang diberikan selama pasien dirawat;
7. Obat yang diberikan setelah pasien pulang;
8. Tindakan yang diberikan kepada pasien;
9. Kondisi pasien saat pulang;
10. Instruksi tindak lanjut.

Pasal 81

15
1. Pasien rawat jalan dengan asuhan yang kompleks atau yang diagnosisnya kompleks
diperlukan Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ).
2. Kriteria pasien rawat jalan yang memerlukan PRMRJ diatur dalam Peraturan Direktur.
3. Penyimpanan berkas PRMRJ harus mudah untuk dicari kembali.
4. Pelaksanaan pembuatan PRMRJ dievaluasi agar dapat memenuhi kebutuhan para
DPJP serta untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.

BAB XI
PEMULANGAN PASIEN

Pasal 82
Pasien dipulangkan melalui sebuah kriteria pemulangan yang dikembangkan oleh para
professional pemberi asuhan.

Pasal 83
Setiap pasien perlu dikaji terkait perencanaan pulangnya, apakah kompleks atau tidak.

Pasal 84
Pada pasien yang rencana pemulangannya kompleks, maka perlu disusun sebuah
perencanaan pemulangan, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. PPJA harus senantiasa mengkaji kebutuhan perencanaan pemulangan pada pasien,
sejak pasien masuk hingga pasien pulang.
2. Pada pasien yang diidentifikasi membutuhkan perencanaan pulang, maka PPJA
memberitahukan kebutuhan tersebut kepada manajer pelayanan pasien (MPP)/case
manager.
3. Perencanaan pemulangan pasien disusun bersama oleh para professional pemberi
asuhan, staf klinis yang terlibat, juga melibatkan pasien dan keluarga pasien, dan
dikoordinir oleh manajer pelayanan pasien (MPP)/case manager.
4. Pada pasien yang awalnya tidak membutuhkan perencanaan pulang, wajib
senantiasa dikaji secara berkala tentang perubahan terkait kebutuhan perencanaan
pulangnya, misalnya terkait perubahan kondisi pasien.
5. Pasien dan keluarga pasien dilibatkan dan diedukasi sebaik-baiknya tentang
perencanaan pemulangan mereka oleh para professional yang terlibat dalam
penyusunan perencanaan pemulangan.
6. Ujung tombak pelaksana edukasi perencanaan pemulangan kepada pasien dan
keluarga adalah manajer pelayanan pasien (MPP)/case manager.

Pasal 85
Tindak lanjut setelah pasien pulang harus jelas dan disampaikan kepada pasien dan
keluarga pasien oleh DPJP, PPJA, maupun MPP.

Pasal 86
Ketentuan lebih lanjut yang menjelaskan tentang pemulangan pasien dan perencanaan
pemulangan diatur di dalam Peraturan Direktur.

BAB XII
RUJUKAN/TRANSFER EKSTERNAL

Pasal 87

16
1. Rujukan dilaksanakan atas perintah dari DPJP dan atas persetujuan pasien atau
keluarga.
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal 45 di atas diberikan setelah
pasien dan/atau keluarganya mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang
berwenang.
3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya meliputi:
a. Diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
b. Alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
c. Risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
d. Transportasi rujukan; dan
e. Risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan
4. Hal-hal yang harus dilakukan sebelum melakukan rujukan adalah:
a. Melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien
sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan
keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan;
b. Melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa
penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat
darurat; dan
c. Membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima rujukan.
5. Surat pengantar rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf c sekurang-
kurangnya memuat:
a. Identitas pasien;
b. Hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang)
yang telah dilakukan;
c. Diagnosis kerja;
d. Terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
e. Tujuan rujukan; dan
f. Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.

Pasal 88
1. Transportasi untuk rujukan dilakukan sesuai dengan kondisi pasien.
2. Selama proses transportasi rujukan ada staf yang kompeten sesuai dengan kondisi
pasien yang selalu memonitor dan mencatatnya dalam rekam medis.
3. Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien dan informasi tentang pasien telah
diterima oleh penerima rujukan

Pasal 89
Pasien atau keluarga diberi penjelasan apabila rujukan yang dibutuhkan tidak dapat
dilaksanakan dan didokumentasikan dalam rekam medis.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 90
Segala sesuatu yang belum diatur secara detail di dalam Peraturan Direktur ini diatur
dalam Peraturan Direktur yang lain.

17
Pasal 91
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Sragen
Pada tanggal : 15 Februari 2021

RSI Amal Sehat Sragen


Direktur

dr. H. Iman Fadhli Sabarudin, Sp.B


NIK. 665.01.21

18

Anda mungkin juga menyukai