Kemenperin Larang Penggunaan Hydrochloroflourocarbon (HCFC)
Untuk Industri
Berdasarkan ketentuan dalam konvensi Wina dan Protokol Montreal tentang
bahan-bahan yang merusak lapisan ozon, bahwa negara berkembang wajib melaksanakan penghapusan penggunaan Bahan Perusak Ozon (BPO) secara bertahap sampai batas waktu tertentu, maka Kementerian Perindustrian mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor : 41/M-IND/PER/5/2014 tentang Larangan Penggunaan Hydrochloroflourocarbon (HCFC) di Bidang Perindustrian, yang diundangkan pada tanggal 4 Juni 2014. HCFC merupakan salah satu BPO yang digunakan sebagai bahan baku dan penolong pada bidang industri dan pemenuhannya secara penuh berasal dari impor.
Pelarangan tersebut didasarkan atas adanya senyawa kimia yang berpotensi
dapat merusak molekul ozon di lapisan stratosfer, dalam kesehariannya HCFC digunakan sebagai bahan baku penolong proses produksi atau pengoperasian produk seperti, pendingin ruangan (AC), mesin pengatur suhu udara, alat/mesin refrigerasi, busa atau foam, pemadam api dan pelarut. HCFC yang dimaksud dapat didaur ulang, hasil daur ulang sebagaimana dimaksud hanya dapat digunakan untuk pemeliharaan barang yang sistem kerjanya menggunakan HCFC. Sedangkan pelarangan untuk pemeliharaan barang berlaku mulai 31 Desember 2030.
Tahapan pelarangan pemakaian dimulai pada 1 Januari 2015 untuk HCFC
jenis HCFC-22 dan HCFC-141b yang dilarang untuk digunakan pada, (1) pengisian dalam proses produksi mesin pendingin ruangan (AC), mesin pengatur suhu udara dan alat refrigerasi, (2) proses produksi rigit foam untuk barang freezer, domestic refrigerator, boardstock/laminated, refrigerated truck, dan, (3) proses produksi integral skin untuk penggunaan di sektor otomotif dan furniture. Pelarangan ini digunakan bagi investasi baru dan/atau dalam rangka perluasan. Adapun barang yang tidak menggunakan HCFC wajib diberi logo bebas CFC dan HCFC, sebagaimana yang telah ditentukan dalam Permenperin ini.
HCFC impor dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong proses
produksi dan/atau pengoperasian produk. Importasinya harus berdasarkan Surat Pertimbangan Teknis dari Direktur Jenderal Pembina Industri melalui Unit Pelayanan Publik (UP2) Pusat dengan melampirkan dokumen berupa, (1) fotokopi Izin Usaha Industri/Tanda Daftar Industri, (2) fotokopi Angka Pengenal Importir Umum (API-Umum) atau Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), (3) fotokopi tanda daftar perusahaan, (4) fotokopi NPWP, (5) surat persetujuan impor HCFC periode enam bulan sebelumnya yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal yang melaksanakan urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup, (6) realisasi dan rencana produksi serta realisasi dan rencana penggunaan HCFC selama satu tahun bagi produsen untuk digunakan sendiri atau, (7) realisasi dan rencana impor serta realisasi dan rencana distribusi HCFC selama satu tahun bagi importer atas permintaan produsen. Selain itu, produsen dan importir HCFC juga harus melaporkan realisasi impor HCFC setiap enam bulan kepada Dirjen Pembina Industri.
Pengawasan dalam pemakaian HCFC dilakukan oleh Dirjen Pembina Industri
berkoordinasi dengan instansi terkait. Bagi perusahaan industri yang melanggar ketentuan tersebut maka akan dikenai sanksi administrasi berupa pencabutan Izin Usaha Industri (IUI) atau Tanda Daftar Industri (TDI). Untuk memperoleh Permenperin selengkapnya dapat diakses di www.kemenperin.go.id/regulasi