Anda di halaman 1dari 8

Nama : Azril Lazuardi Asmaradana Wiguna

NIT : 20.56.3013
Kelas : KPN A
Tugas Kepabeanan

1. Dasar Hukum
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2021 TENTANG

KEBIJAKAN DAN PENGATURAN EKSPOR

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (3), Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat
(8), Pasal 7 ayat (6), dan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang
Kebijakan dan Pengaturan Ekspor;

2. Pengertian

Artinya, KITE hanya diberikan kepada perusahaan yang berorientasi ekspor. Sebagai upaya
mendukung peningkatan ekspor, fasilitas KITE ini diberikan kepada industri yang memenuhi syarat
sebagai penerima KITE. KITE merupakan salah satu fasilitas Menteri Keuangan RI, namun
pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).  Jadi, Kemudahan Impor
Tujuan Ekspor atau KITE adalah perlakuan kepada barang impor atau barang rakitan yang akan
diekspor dan dapat diberikan keringanan Bea Masuk (BM). Ketentuan mengenai KITE ini diatur
dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10 tentang
Kepabeanan. 

3. Persyaratan.

Adapun persyaratan untuk menjadi Wajib Pajak KITE atau syarat memperoleh fasilitas KITE atau
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor ini adalah:

a. Nomor Induk Perusahaan (NIPER) dan izin usaha industri


b. jenis usaha di bidang manufaktur
c. bukti kepemilikan yang berlaku paling singkat 3 tahun atas lokasi yang akan
digunakan untuk kegiatan produksi
d. tempat penyimpanan barang dan hasil produksi
e. Menggunakan sistem informasi persediaan berbasis IT Inventori untuk pengelolaan
barang berkaitan dengan dokumen kepabeanan dan dapat diakses oleh Ditjen Bea dan
Cukai
4. Kewajiban, Larangan, dan Tanggung jawab
a. Batas Waktu Pemberian Fasilitas KITE

Mungkin yang jadi pertanyaan Sobat Klikpajak adalah berapa lama jangka waktu perusahaan dapat
menggunakan fasilitas KITE atau Kemudahaan Impor Tujuan Ekspor ini.

Sesuai ketentuan dalam kepabeanan, penggunaan fasilitas KITE hanya dalam jangka waktu 12 bulan
sejak tanggal importasi.

Jika perusahaan melakukan impor selama 1 tahun dari tanggal importasi, maka barang yang diimpor
menggunakan fasilitas KITE tersebut harus segera diekspor.

Jangka waktu ini bisa dilonggarkan menjadi lebih dari 12 bulan jika perusahaan memiliki masa
produksi lebih dari 12 bulan.

Tak hanya itu, perusahaan juga boleh mengajukan perpanjangan waktu lagi.

Hanya saja, harus diajukan sebelum masa waktu yang ditetapkan berakhir. 

DJBC akan mengabulkan kelonggaran waktu dalam hal:

1. Ada penundaan ekspor dari pembeli di luar negeri


2. Ada pembatalan ekspor atau penggantian pembeli di luar negeri
3. Terjadi bencana alam atau hal yang diluar dugaan (force majeure).

b. Ancaman Sanksi Pelanggaran Penggunaan Fasilitas KITE

Lantaran fasilitas KITE ini adalah pembebasan atau keringanan bea masuk dan berdampak pada pajak
pula, maka perusahaan yang melakukan penyalahgunaan fasilitas ini siap-siap dikenai sanksi tegas
oleh pemerintah.

Apa saja sanksi bagi perusahaan yang melanggar penggunaan fasilitas KITE?

 Pertama, perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea
masuk, maka perusahaan itu wajib membayar bea masuk yang terutang.
 Kedua, perusahaan yang ketahuan melakukan pelanggaran juga akan dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% atau paling banyak 500% dari total
bea masuk yang seharusnya dibayarkan.

Contoh pelanggaran yang pernah terjadi adalah memperjualbelikan bahan baku yang diimpor
menggunakan fasilitas ini, padahal seharusnya diproduksi dulu – baru kemudian diekspor ke negara-
negara tujuan.

5. Dokumen Pemasukan dan Pengeluaran

Sehubungan dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 230/KMK.04/2004 tentang


Perubahan Keenam Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 101/KMK.05/1997 Tentang
Pemberitahuan Pabean, dalam rangka mendukung program pemerintah untuk efisiensi dan kelancaran
arus barang dan dokumen ke dan dari TPB serta mempermudah pelaksanaannya dilapangan,
sementara menunggu penyempurnaan keputusan Menteri Keuangan
Nomor 291/KMK.05/1997 dengan ini disampaikan petunjuk pelaksanaan penggunaan BC 2.3 dan BC
2.5 sebagai berikut :

A. Pemberitahuan pabean BC 2.3


1. BC 2.3 adalah pemberitahuan pemasukan barang impor ke Tempat Penimbunan
Berikat (Kawasan Berikat/KB, Gudang Berikat/GB, Entrepot Tujuan Pameran/ETP,
Toko Bebas Bea/TBB) dari Tempat Penimbunan Sementara (TPS).
2. BC 2.3 dibuat oleh Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB), Pengusaha Pada Gudang
Berikat (PPGB), Pengusaha Entrepot Tujuan Pameran (PETP), Pengusaha Toko
Bebas Bea (PTBB).
3. Sebelum BC 2.3 diajukan ke KPBC bongkar, pengusaha memberitahukan rencana
pengajuan BC 2.3 tersebut ke KPBC pengawas melalui faximili, yang akan
meneruskan informasi rsebut melalui media yang sama ke KPBC bongkar pada hari
yang sama.
4. BC 2.3 diajukan ke KPBC bongkar rangkap 3 (tiga) ditambah lembar copy lembar
pertama sekurang-kurangnya 2 (dua) untuk BI dan BPS.
5. KPBC bongkar memberikan pelayanan atas BC 2.3 yang diajukan oleh Pengusaha
setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada butir 3.
6. Atas BC 2.3 yang diajukan oleh PDKB :
a. Diberikan penangguhan Bea Masuk (BM) dan tidak dipungut PPN, PPn BM
dan PPh pasal 22 (PDRI) untuk barang yang berhubungan langsung, yaitu
yang karena fungsi an sifatnya dipergunakan secara langsung di dalam
kegiatan usaha industri pengolahan (di dalam pabrik) antara lain mesin
produksi yang dipergunakan untuk kegiatan industri pengolahan termasuk
suku cadang, bahan baku dan/atau bahan penolong;
b. Diberikan penangguhan BM dan tidak dipungut PDRI dalam hal dilampiri
Surat Keputusan Penangguhan BM untuk barang yang tidak berhubungan
langsung, yaitu yang karena fungsi dan sifatnya tidak dipergunakan secara
langsung di dalam  kegiatan usaha industri pengolahan (dipergunakan di luar
pabrik) antara lain peralatan perkantoran dan peralatan konstruksi, forklift,
genset, troli, AC;
c. Diberikan penangguhan BM dan tidak dipungut PDRI dalam hal dilampiri
Surat Ijin Kepala KPBC untuk barang contoh dari Luar Daerah Pabean
(LDP);
d. Diberikan penangguhan BM dan tidak dipungut PDRI dalam hal dilampiri
PEB pada saat pengeluaran ke LDP untuk pengembalian barang contoh hasil
olahan KB yang dikirimkan ke LDP;
e. Diberikan penangguhan BM dan tidak dipungut PDRI dalam hal dilampiri
PEB pada saat pengeluaran ke LDP untuk pengembalian barang perbaikan
yang dikirimkan ke LDP.
7. Terhadap BC 2.3 yang terkena NHI/NI, dilakukan pemeriksaan fisik barang di
Kawasan Pabean atau di TPB.
8. Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean mempergunakan SPPB-BC 2.3 yang
diterbitkan oleh KPBC bongkar dan ditandatangani oleh Pejabat yang ditunjuk.
9. Pada saat pengeluaran dari TPS ke TPB, SPPB-BC 2.3 ditandatangani oleh Petugas
Dinas Luar/gate dan pada saat pemasukan barang ke TPB oleh Petugas di TPB, dalam
hal dipergunakan lebih dari satu sarana pengangkut dibuatkan copy SPPB-BC 2.3
lembar 1 yang ditandasahkan oleh Pejabat KPBC Bongkar yang menangani
pengeluaran barang ke TPB.
10. BC 2.3 lembar 3 yang telah diberi nomor dan tanggal pendaftaran dan SPPB-BC 2.3
lembar 3 dikirim ke KPBC Pengawas TPB untuk keperluan penatausahaan.
11. BC 2.3 lembar 2 dan SPPB-BC 2.3 lembar 2 ditatausahakan di KPBC bongkar.
12. BC 2.3 lembar 1 dan SPPB-BC 2.3 lembar 1 ditatausahakan di Pengusaha TPB.
13. Dalam hal ada pembayaran PNBP dilakukan di Bank Devisa Persepsi/PT. Pos
Indonesia/Bendaharawan KPBC bongkar mempergunakan SSBP/BPBP, sedangkan
untuk BM dan PDRI dilakukan di Bank Devisa Persepsi mempergunakan SSPCP.
14. Pemberitahuan Pabean BC 2.3, SPPB-BC 2.3 dan Contoh Surat Pemberitahuan
Rencana Pengajuan BC 2.3 adalah sebagaimana contoh dalam lampiran III Surat
Edaran ini.
15. Tatakerja pemasukan barang impor dari TPS ke TPB sebagaimana diatur dalam
Lampiran I Surat Edaran ini.
B. Pemberitahuan pabean BC 2.5
1. BC 2.5 adalah pemberitahuan pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat,
kecuali pengeluaran untuk tujuan ekspor.
2. BC 2.5 dibuat oleh Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB), Pengusaha Pada Gudang
Berikat (PPGB), Pengusaha Entrepot Tujuan Pameran (PETP), Pengusaha Toko
Bebas Bea (PTBB) tempat barang yang diberitahukan berada.
3. BC 2.5 yang telah ditandatangani dan diberikan cap perusahaan diserahkan kepada
Penerima Barang.
4. BC 2.5 diajukan oleh Penerima Barang setelah ditandatangani dan diberikan cap
perusahaan ke KPBC yang mengawasi TPB asal barang rangkap 3 (tiga) ditambah
beberapa copy BC 2.5 lembar 1 dalam hal diperlukan.
5. Atas BC 2.5 yang diajukan oleh PDKB yang barangnya akan dikeluarkan :
a. Ke PDKB lainnya, diberikan penangguhan Bea Masuk (BM), pembebasan
Cukai serta tidak dipungut PDRI terhadap :

1)    Barang hasil olahan yang akan diolah lebih lanjut;

2)     Mesin & Spare part yang akan dipindahtangankan dilampiri Surat
Persetujuan  Direktur Jenderal; untuk yang akan direparasi atau dipinjamkan
dilampiriSurat Persetujuan Kepala KPBC;

3)   Bahan baku yang akan dipindahtangankan dan pengembalian karena tidak sesuai
pesanan dilampiri Surat Persetujuan Direktur Jenderal;

4)   Disubkontrakkan dilampiri Surat Persetujuan Kepala KPBC;

5) Barang yang akan disubkontrakkan dilampiri Kontrak Kerja dan


Persetujuan Kepala KPBC;

6)  Barang hasil pengerjaan subkontrak dilampiri copy BC 2.5 pada saat pemasukan
dan Kontrak Kerja.
b. Ke ETP untuk dipamerkan, diberikan penangguhan BM, pembebasan Cukai
serta tidak dipungut PDRI dilampiri surat persetujuan Kepala KPBC;
c. Ke DPIL untuk :

1) dijual, dipungut BM, Cukai serta PDRI dengan ketentuan :

a)  BM berdasarkan klasifikasi sebagai barang jadi pada saat dikeluarkan dan


nilai pabean berdasarkan harga barang pada saat pemasukan;

b)   Cukai berdasarkan ketentuan perundang undangan Cukai yang berlaku;

c)  PPN dan PPn BM berdasarkan harga penyerahan;

d)  PPh pasal 22 impor berdasarkan harga penyerahan untuk barang hasil olahan
yang bahan bakunya seluruhnya berasal dari impor;                

PPh pasal 22 impor berdasarkan tarif dikalikan dengan prosentase kandungan bahan


baku impor ikalikan harga penyerahan terhadap pengeluaran barang hasil olahan
yang bahan bakunya berasal dari impor dan lokal.

2) disubkontrakkan, diberikan penangguhan BM, pembebasan Cukai dan tidak


dipungut PDRI, dilampiri Kontrak kerja, Surat Persetujuan Kepala KPBC
dan dipertaruhkan jaminan;

3) diperbaiki, diberikan penangguhan BM, pembebasan Cukai dan tidak dipungut


PDRI, dilampiri Surat Perintah Kerja, Surat Persetujuan Kepala KPBC dan
dipertaruhkan jaminan;

4)  pengembalian hasil subkontrak, diberikan penangguhan BM, pembebasan Cukai dan


tidak dipungut PDRI, dilampiri copy BC 4.0 pada saat pemasukan dalam tidak ada
tambahan komponen berasal dari impor.

d. Ke Perusahaan yang mendapat fasilitas KITE :

1)  dijual, dipungut BM dan PDRI;

2)  pengembalian hasil subkontrak, diberikan penangguhan BM, pembebasan Cukai


dan tidak dipungut PDRI, dilampiri copy BC 2.4 pada saat pemasukan.
e. Untuk tujuan dimusnahkan dibebaskan dari pungutan BM, Cukai untuk BKC,
dan tidak dipungut PDRI dan pelaksanaannya dilakukan :

1)   Di KB, dibuatkan Berita Acara Pemusnahan;

2) Di Luar KB dibuatkan SPPB-BC 2.5 oleh KPBC Pengawas dan


dipertaruhkan jaminan. Jaminan dikembalikan setelah dibuatkan Berita Acara
Pemusnahan.

6. Pengeluaran Barang dari TPB mempergunakan SPPB-BC 2.5 yang diterbitkan oleh
KPBC Pengawas dan ditandatangani oleh Pejabat yang ditunjuk.
7. Pada saat pengeluarannya, SPPB-BC 2.5 ditandatangani oleh Petugas Di TPB.
8. BC 2.5 lembar 2 dan SPPB-BC 2.5 lembar 2 dan lembar 3 ditatausahakan di KPBC
Pengawas TPB asal barang.
9. BC 2.5 lembar 1 dan SPPB-BC 2.5 lembar 1 ditatausahakan di Penerima Barang.
10. BC 2.5 lembar 3 ditatausahakan di Pengusaha TPB.
11. Dalam hal pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada butir 6 ditujukan ke TPB
lainnya:

a. pada saat pemasukannya di TPB tujuan, SPPB-BC 2.5 ditandatangani oleh


Petugas Di TPB tujuan;
b. copy BC 2.5 lembar 1 dan SPPB-BC 2.5 lembar 3 diserahkan ke KPBC
Pengawas TPB tujuan untuk keperluan penatausahaan;
c. BC 2.5 lembar 2 dan SPPB-BC 2.5 lembar 2 ditatausahakan di KPBC
Pengawas TPB asal barang;
d. BC 2.5 lembar 1 dan SPPB-BC 2.5 lembar 1 ditatausahakan di TPB tujuan.
e. BC 2.5 lembar 3 ditatausahakan di Pengusaha TPB asal barang. 
12. Dalam hal ada pembayaran PNBP dilakukan di Bank Devisa Persepsi/PT.
Pos Indonesia/Bendaharawan KPBC mempergunakan SSBP/BPBP, sedangkan untuk
BM dan PDRI dilakukan di Bank Devisa Persepsi mempergunakan SSPCP.
13. Pengusaha yang mendapat fasilitas PIB berkala, dengan dikeluarkannya surat edaran
ini, penggunaan PIB berkala digantikan dengan BC 2.5 berkala. BC 2.5 berkala.
14. Bagi Pengusaha yang belum mendapat fasilitas PIB berkala, yang memerlukan
penggunaan BC 2.5 berkala untuk pengeluaran barangnya dari TPB, mengajukan
permohonan pengajuan BC 2.5 berkala ke KPBC yang mengawasi TPB yang
bersangkutan. 
15. Pengeluaran barang untuk pengusaha yang mendapat fasilitas BC 2.5 berkala
sebagaimana dimaksud pada butir 13 :
a. Sebelum pengeluaran barang, pengusaha TPB mengajukan
permohonan pengeluaran barang dari TPB rangkap 3 (tiga) kepada KPBC
Pengawas TPB asal barang;
b. Pengeluaran barang dari TPB oleh penerima barang dengan
mempergunakan SPPB-BC 2.5 rangkap 3 (tiga) yang diterbitkan oleh Pejabat
KPBC Pengawas TPB asal barang dengan diberi cap "BC 2.5 BERKALA"
setelah memberikan nomor dan tanggal pendaftaran khusus atas permohonan
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. Penatausahaan lembar permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a
serta lembar SPPB-BC 2.5 berkala sesuai dengan ketentuan penatausahaan
lembar BC 2.5 dan lembar SPPB-BC 2.5.
16. Pemberitahuan BC 2.5, SPPB-BC 2.5, Contoh Surat Permohonan Pengajuan BC 2.5
Berkala dan Contoh Surat Permohonan Pengeluaran Barang Dari TPB Untuk BC 2.5
Berkala adalah sebagaimana contoh dalam lampiran III Surat Edaran ini.
17. Tatakerja pengeluaran barang dari TPB sebagaimana diatur dalam Lampiran II Surat
Edaran ini.

Anda mungkin juga menyukai