Pajak Penghasilan Pasal 22 atau biasa disebut PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan
yang dikenakan pada badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang
melakukan kegiatan ekspor dan impor serta re-impor. Karena diberlakukan pada kegiatan
ekspor-impor dan re-impor inilah pajak penghasilan tersebut dikenal PPh Pasal 22 impor.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh
Pasal 22 merupakan bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak
terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
g. Penjualan Migas
Berikut dokumen – dokumen yang harus ada pada saat terjadinya/pemungutan PPH 2
atas Impor adalah sebagai berikut:
c. Commercial Invoice
d. Packing List
Berikut Penulis jelaskan secara terperinci mengenai masing – masing dokumen yang
digunakan dalam kegiatan impor:
Berikut Ini sejumlah landasan hukum yang mengatur penggunaan formulir PIB di Indonesia :
Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan
UU no. 17 Tahun 2006.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan
Pabean sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
226/PMK.04/2015.
Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No. P-22/BC/2009 tentang Pabean Impor
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan PER 20/BC/2016.
Beberapa bagian yang harus Anda perhatikan sebelum mengisi formulir PIB adalah sebagai
berikut:
1. Kantor Kepabeanan Kantor Pelayanan Bea Cukai tempat Anda mengurus dokumen
bersangkutan.
2. Nomor Pengajuan Merupakan kombinasi angka yang akan diisi dengan identitas
bank yang akan Anda gunakan, tanggal PIB dibuat dan nomor seri EDI (Electronic
Data Interchnage)
3. Jenis-Jenis Pemberitahuan Impor Barang
a. Pemberitahuan Impor Barang Biasa adalah PIB yang diajukan untuk sekali impor baik
untuk barang impor yang telah tiba dan yang diajukan sebelum barang impor tiba.
b. Pemberitahuan Impor Barang Berkala adalah PIB yang diajukan untuk lebih dari
sekali impor untuk satu periode. Barang impor dalam periode ini biasanya dikeluarkan
terlebih dahulu dari kawasan pabean.
c. Pemberitahuan Impor Barang Penyelesaian adalah PIB yang diajukan untuk sekali
pengimporan setelah barang impor dikeluarkan lebih dulu dari Kawasan pabean.
4. Jenis Impor. Mencatat fasilitas pengeluaran barang. Contohnya, kode angka 1 untuk
impor dipakai, 2 untuk impor sementara, 3 untuk reimpor, 5 untuk pelayanan segera
atau 9 untuk status vooruitslag yaitu pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan
menggunakan jaminan.
5. Cara Pembayaran. Untuk melakukan pembayaran, Anda dapat menerapkan sistem
biasa, berkala atau dengan jaminan.
6. Nama Pemasok. Berisi identitas lengkap pihak eksportir disertai kode negara
pengekspor.
7. Importir. Berisi data-data perusahan pengimpor seperti NPWP, Identitas, status dan
Angka Pengenal Importir (API).
8. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan. Berisi identitas lengkap pemilik jasa
kepabeanan yang diinput langsung oleh pihak penyedia jasa kepabeanan.
9. Perkiraan Tanggal tiba. Berisi estimasi waktu sampai yang bisa dilihat berdasarkan
Bill of Lading yang sudah kita miliki
Selanjutnya adalah mengenai Cara Kerja Penyampaian Pemberitahuan Impor Barang adalah
sebagai berikut:
a. PIB berisi perincian atas barang impor, termasuk jumlah pajak dan bea masuk yang
harus dibayar atas barang impor. PIB disampaikan dalam data elektronik melalui
sistem kepabeanan atau menggunakan media penyimpan data digital. PIB juga dapat
disampaikan melalui tulisan di atas formulir khusus.
b. PIB kemudian dilaporkan bersamaaan dengan beberapa dokumen pelengkap serta
bukti pembayaran bea masuk, cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang
disampaikan kepada pejabat di kantor pabean.
c. Barang Kena Cukai (BKC) dapat dilunasi dengan pelekatan pita cukai yang dokumen
pemesananannya telah disampaikan kepada pejabat di kantor pabean tempat
pengeluaran barang.
d. Untuk dokumen seperti Surat Pemberitahuan Jalur Merah, Surat Pemberitahuan Jalur
Kuning, SPPB untuk jalur hijau pelunasannya dilakukan dalam jangka waktu 3 hari
kerja setelah tanggal.
e. Sementara, untuk dokumen SPPB untuk jalur MITA Prioritas dan jalur MITA Non
Prioritas pelunasannya dilakukan dalam jangka waktu 5 hari kerja.
a. Jalur merah adalah mekanisme pelayanan dan pengawasan barang impor dengan
dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat
Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
b. Jalur kuning adalah mekanisme palayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor
dengan tidak melakukan pemeriksaan fisik tetapi melakukan penelitian dokumen
sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang Impor (SPPB).
c. Jalur hijau adalah mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor
dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik. Penelitian dokumen dilakukan setelah
penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) dikeluarkan.
d. Packing List
Packing List adalah dokumen penting sebagai tempat informasi dari isi paket yang
dikirim. Dalam Packing List terdapat informasi alamat lengkap dari Pengirim/Shipper dan
juga Penerima/Receiver di bagian atas. Lalu di bawahnya ada table berisi informasi
barang, jumlah, dan juga beratnya. Setelah itu ada juga table invoice dengan isi data yang
sama dilengkapi dengan harga perunit dan totalnya. Lengkapi dengan tanda tangan Anda
sebagai pengirim di pojok kanan bawah.
Bentuk-Bentuk BPN
1. Dokumen bukti pembayaran dari bank atau pos persepsi, untuk penyetoran pajak yang
melalui teller menggunakan kode billing.
2. Struk Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau Electronic Data Capture (EDC), untuk
pembayaran melalui ATM atau mesin EDC.
3. BPN digital, yakni dokumen elektronik yang diperoleh Wajib Pajak yang membayar
atau menyetor pajak secara online. Melalui internet banking atau Application Service
Provider (ASP) yang meraupakan mitra resmi DJP.
4. Teraan BPN pada SSP atau SSP Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), untuk pembayaran
melalui teller bank atau pos persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB.
Contoh Bukti Penerimaan Negara:
Pemungutan PPh 22
Berdasarkan penjelasan Pasal 22 UU PPh, yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak
adalah:
3. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang
yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak badan tertentu ini
akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai
barang yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun
harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium
sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.
Besarnya pungutan PPh Pasal 22 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada
tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh
Pasal 22 impor barang;
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara,
mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang
izin usaha pertambangan.
Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat
penjualan adalah:
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya
kepada distributor di dalam negeri;
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri;
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan
industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan
industri hilir.
b. menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan.
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan
Nilai;
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali;
b. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (BUMN tertentu dan Bank
BUMN) yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
c. pembayaran untuk:
6. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor;
Penyetoran PPh 22
PPh Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan
tidak termasuk dalam pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22, Pasal 22 terutang dan
dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas impor. PPh Pasal 22
atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah dan KPA, bendahara pengeluaran dan
pejabat penerbit Surat Perintah Membayar, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan
untuk keperluan kegiatan usaha oleh BUMN tertentu dan Bank BUMN, terutang dan
dipungut pada saat pembayaran.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi Badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi dan
atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh ATPM, APM dan
importir umum kendaraan bermotor terutang dan dipungut pada saat penjualan. PPh Pasal 22
atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas terutang dan dipungut
pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order).
Cara Penyetoran
1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran
oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke kas
negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah dan
KPA, bendahara pengeluaran dan pejabat penerbit Surat Perintah Membayar, wajib
disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
Surat Setoran Pajak tersebut berlaku juga sebagai Bukti Pemungutan Pajak.Pemungutan
PPh Pasal 22 oleh pemungut pajak selain wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak. Pemungut wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh
Pasal 22. Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 22
Bagi PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM oleh Bea Cukai, maka batas waktu
pembayaran/penyetoran pajak adalah 1 (satu) hari setelah dipungut. Sedangkan untuk
batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Masa-nya adalah pada hari kerja terakhir
minggu berikutnya (melapor secara mingguan).
PPh Pasal 22 Bendahara Pemerintah memiliki batas waktu pembayaran/penyetoran
pajak pada hari yang sama saat penyerahan barang dan untuk batas waktu pelaporan
Surat Pemberitahuan Masa-nya adalah tanggal 14 bulan berikutnya.
Untuk PPh Pasal 22 Pertamina, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak
adalah sebelum delivery order dibayar.
PPh Pasal 22 Pemungut Tertentu memiliki batas waktu pembayaran/penyetoran pajak
pada tanggal 10 bulan berikutnya. Sedangkan untuk batas waktu pelaporan Surat
Pemberitahuan Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.
Pelaporan PPh 22
Ketentuan dan tata cara membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 22 diatur
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta
Bukti Pemotongan/Pemungutannya.Dalam beleid ini, cara pengisian Bukti Pemungutan PPh
Pasal 22 sesuai petunjuk dalam Lampiran III.2, dengan cara mengunduh beberapa Formulir
Bukti Potong PPh Pasal 22, yang bisa diunduh di situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP),
di antaranya:
Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Badan Usaha Industri Eksportir Tertentu
(F.1.1.33.04)
Daftar Bukti Pungut PPh Pasal 22
Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 (D.1.1.32.04)
Sebelumnya, tata cara pelaporan SPT Masa PPh Pasal 22 diatur dan sesuai Lampiran III.1
Perdirjen No. PER-53/PJ/2009. Terbaru, penyampaian SPT Masa PPh Pasal 22 berdasarkan
PMK No. 224/PMK.011/2012 melalui:
Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah paling lama 20 hari setelah akhir Tahun
Pajak:
Tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu
saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 hari setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
Tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan pajak untuk SPT Masa,
yaitu:
Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari
sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran pajak dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
Jika tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu
atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan
umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang
ditetapkan oleh pemerintah.