Anda di halaman 1dari 20

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

STIKES PELAMONIA

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

”HORMON (PENYAKIT DIABETES)”

OLEH :

KAMARUDDIN

201602027

ASISTEN :

WINDA ANUGERAH S. S.Si.,M.Si., Apt

MAKASSAR

2018
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus merupakan penyebab kematian ketiga di Indonesia

setelah penyakit jantung dan kanker. Diabetes merupakan penyakit yang

dapat menggangu metabolisme glukosa tersebut, dimana glukosa yang

seharusnya menjadi bermanfaat dan merupakan sumber energi, berubah

menjadi musuh dalam tubuh yang mengganggu sistem kestabilan organ.

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh

ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena

penggunaan yang tidak efektif dari insulin. Hal ini ditandai dengan

tingginya kadar glukosa dalam darah. Penyakit ini membutuhkan

perhatian dan perawatan medis dalam waktu lama baik untuk mencegah

komplikasi maupun perawatan sakit. DM ada yang merupakan penyakit

genetik atau disebabkan keturunan disebut DM tipe 1 dan yang

disebabkan gaya hidup disebut DM tipe 2. Gaya hidup yang tidak sehat

menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM, jika dicermati

ternyata orang-orang yang gemuk mempunyai resiko terkena DM lebih

besar dari yang tidak gemuk (Tan dan Raharja, 2002).

Menurut klasifikasi klinisnya diabetes melitus dibedakan menjadi :


1. Tipe 1 (DMT1) adalah insufisiensi absolut insulin.
2. Tipe 2 (DMT2) adalah resistensi insulin yang disertai defek sekresi
insulin dengan derajat bervariasi

1
2

3.Diabetes kehamilan (gestasional) yang muncul pada saat hamil


(Kowalak & Welsh, 2003).
4.Gangguan toleransi glukosa (GTG), kadar glukosa antara normal dan
diabetes, dapat menjadi diabetes atau menjadi normal atau tetap tidak
berubah. (Price, 1995).
Untuk mengatasi masalah tersebut, sekarang ini telah dikembangkan

berbagai penemuan dan obat yang dapat menurunkan resiko dan

mengobati penyakit Diabetes Mellitus. Berbagai produk obat dengan

nama paten pun telah beredar di pasaran.

Pengujian efek farmakologi dari obat antidiabetes yang beredar di

pasaran perlu dilakukan untuk mengetahui keefektivan dari obat tersebut.

Selain itu, sebagai mahasiswa fakultas farmasi kita harus mengetahui

obat antidiabetes yang ideal dan tidak memiliki efek samping yang

merugikan bagi pengguna obat tersebut.

B. Maksud praktikum

Mengetahui dan memahami efek dari obat antidiabetes terhadap

hewan coba Tikus putih (Rattus norvegicus)

C. Tujuan praktikum

Untuk menentukan tingkat efektifitas pemberian obat antidiabetes

yaitu Glibenklamid, dan kontrol Na CMC juga untuk dapat mengetahui

efek antidiabetes dari obat tersebut pada hewan coba Tikus putih (Rattus

norvegicus) yang terlebih dahulu diinduksi dengan larutan glukosa 60%.


1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Teori Umum

Diabetes mellitus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu

gangguan menahun pada khususnya metabolisme karbohidrat dalam

tubuh, dan juga pada metabolisme lemak dan protein (lat. Diabetes =

penerusan, mellitus = madu). Sebabnya ialah kekurangan hormon insulin

untuk menggunakan (membakar) glukosa sebagai sumber energi serta

guna sintesis lemak, dengan efek terjadinya hiperglikemia (Mycek, 2001)

Pankreas adalah suatu kelenjar endokrin yang menghasilkan

hormon peptida insulin, glukagon dan somatostatin, dan suatu kelenjar

eksokrin yang menghasilkan enzim pencernaan. Hormon peptida

disekresikan dari sel-sel yang berlokasi dalam pulau-pulau Langer hans (β

atau sel –B yang menghasilkan insulin, α2 atau sel-A yang menghasilkan

glukagon dan α1 atau sel-D yang menghasilkan somatostatin) (Mycek,

2001).

Ada empat jenis sel penghasil hormone yang teridentifikasi dalam

pulau – pulau langerhans tersebut (Sloane, 2004):

1. Sel alfa memsekresi glucagon, yang meningkatkan kadar gula darah

2. Sel beta mensekresi insulin, yang menurunkan kadar gula darah

3. Sel delta mesekresi somatostatin, atau hormone penghalang hormon

pertumbuhan, yang menghambat sekresi glucagon dan insulin.

3
2

4. Sel F mensekresi polipeptida pancreas, sejenis hormone pencernaan

unruk fungsi yang tidak jelas, yang dilepaskan setelah makan.

Diagnosis DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas

berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun. Gejala

lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata

kabur, dan impotensi pada pria, serta prutitus vulva pada wanita

(Mansjoer, 2001).

Kriteria diagnosis diabetes mellitus adalah kadar glukosa puasa ≥

126 mg/dL, atau pada 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL atau HbA1c ≥

8%. Jika kadar glukosa 2 jam setelah makan > 140 mg/dL, tetapi lebih dari

200 mg/dL, dinyatakan glukosa toleransi lemah (Sukandar, 2008).

Manifestasi Klinik Diabetes Melitus yaitu (Sukandar, dkk, 2008):

DM tipe I

Penderita DM tipe I biasanya memiliki tubuh yang kurus dan

cenderung berkembang menjadi diabetes ketoasidosis karena insulin

sangat kurang disertai peningkatan hormone glucagon.

Sejumlah 20-40% pasien mengalami DKA setelah beberapa hari

mengalami poliuria, polidipsia, polifagia, dan kehilangan bobot badan.

DM tipe II

Pasien dengan DM tipe II sering asimptomatik. Munculnya

komplikasi dapat mengindikasikan bahwa pasien telah menderita DM

selama bertahun-tahun, umumnya muncul neuropathi.


3

Pada diagnosis umumnya terdeteksi adanya letargi, poliuria,

nokturia, dan polidipsia sedangkan penurunan bobot badan secara

signifikan jarang terjadi.

Gejala Diabetes Melitus

Tiga gejala umum yang dialami penderita diabetes, yaitu :

a. Banyak minum

b. Banyak kencing

c. Berat badan turun

Awalnya kadang – kadang berar badan oenderita DM naik.

Penyebabnya, kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada

apabila leinginan minum kita terlalu berlebihan dan juga merasa ingin

makan terus. Berat badan yang pada awalnya terus melejit naik dan tiba-

tiba turun tanpa diet. Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa

kesemutan trutama di malam hari, gangguan penglihatan, gatal di daerah

kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka yang lama sembuh, gangguan

ereksi pada pria dan keputihan pada perempuan. Pada tahap awal gejala

umumnya ringan sehingga tidak dirasakan baru diketahui sesudah adanya

pemeriksaan laboratorium.

Tahap lanjut gejala yang muncul antara lain :

a. Rasa haus

b. Banyak kencing

c. Berat abdan turun


4

d. Rasa lapar

e. Badan lemas

f. Rasa gatal

g. Kesemutan

h. Mata kabur

i. Kulit kering

j. Gairah sex lemah

Jika tidak tepat ditangani dalam jangka panjang penyakit diabetes

bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Maka bagi penderita biabetes

jangan sampai lengah untuk selalau mengukur kadar gula darahnya, baik

ke laboratorium atau gunakan alat.

Bila tidak waspada maka bisa berakibat pada gangguan pembuluh

darah anatara lain :

a. Gangguan pembuluh darah otak (stroke)

b. Pembuluh darah mata (gangguan penglihatan)

c. Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)

d. Pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta

e. Pembuluh darah kaku (luka yang sukar sembuh/gangrene)

Perawatan diabetes mellitus diambil dari empat faktor fundamental :


pengajaran pasien tentang penyakit; latihan fisik; diet dan agen-agen
hipoglikemia. Agen-agen yang baru digunakan sebagai kontrol diabetes
mellitus adalah obat-obat dari golongan sulfonilurea, biguanida,
turunan ,thiazolidinedione dan insulin (diberikan secara injeksi). Meskipun
5

obat-obat ini telah digunakan secara intensif karena efek yang baik dalam
kontrol hiperglikemia, agen-agen ini tidak dapat memenuhi kontrol yang
baik pada diabetes mellitus, tidak dapat menekan komplikasi akut maupun
kronis (Galacia et.al, 2002).
A. Sekretagok Insulin
Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara
stimulasi sekresi insulin oleh sel β pankreas. Golongan ini meliputi:
1. Golongan Sulfonilurea
Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang tidak
begitu berat, yang sel-sel β masih bekerja cukup baik. Mekanisme kerja
dari golongan sulfonilurea antara lain:
a. Merangsang fungsi sel-sel β pulau Langerhans pankreas agar dapat
menghasilkan insulin.
b. Mencegah (inhibisi) konversi glikogen hati kembali ke glukosa.
c. Meningkatkan penggunaan glukosa darah
Sulfonilurea dibagi dalam dua golongan/generasi yaitu:
a. Generasi pertama meliputi: Tolbutamide, Acetohexamide,
Tolazamide, Chlorpropamide
b. Generasi kedua meliputi: Glibenclamide, Gliclazide, Glipizide,
Gliquidon, Glibonuride.
2. Golongan glinida
Sekretagok insulin baru, yang kerjanya melalui reseptor sulfonilurea
dan mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonilurea. Repaglinid dan
nateglinid kedua-duanya diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral. Repaglinid mempunyai masa paruh yang singkat dan dapat
menurunkan kadar glukosa darah puasa. Sedangkan nateglinid
mempunyai masa tinggal yang lebih singkat dan tidak dapat menurunkan
kadar glukosa darah puasa (Soegondo, 2006).
B. Sensitizer Insulin
6

Golongan obat ini meliputi obat hipoglikemik golongan biguanida dan


thiazolidinedione, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan
insulin secara lebih efektif (Depkes RI, 2005).
1. Golongan Biguanida
Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin.
Mekanisme kerja golongan biguanid (metformin):
a. Meningkatkan glikolisis anaerobik hati.
b. Meningkatkan uptake glukosa di jaringan perifer atau mengurangi
glukoneogenesis
c. Menghambat absorpsi glukosa dari usus (Herman, 1993; Soegondo,

2006)
2. Golongan Thiazolidinedione atau Glitazon
Golongan obat ini mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan
sensitivitas insulin. Glitazon merupakan AGONISY peroxisomeproliferator-
activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten.
Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin yaitu
jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada organ
tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit, dan
kerja insulin. Glitazon dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang
dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki glikemia, seperti
GLUT 1, GLUT 4.(Soegondo, 2006).
Aloksan
CAS number : 50-71-5
Rumus molekul : C4H2N2O4
Masa molar : 142.07 g/mol
titik leleh : 256 °C
Kelarutan dalam air : Mudah larut dalam air

Aloksan (2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 2,4,5,6-pirimidintetron) adalah


suatu senyawa yang sering digunakan untuk penelitian diabetes
7

menggunakan hewan coba. Aloksan dapat menghasilkan radikal hidroksil


yang sangat reaktif dan dapat menyebabkan diabetes pada hewan coba.
Efek diabetogenik aloksan ini dapat dicegah oleh senyawa penangkap
radikal hidroksil (Studiawan dan Santosa, 2005).
2.Uraian Obat

Glibenklamid

Golongan : Antidiabetes (sulfonylurea) (Theodorus, 1996)

Indikasi : Diabetes mellitus (Theodorus, 1996)

Farmakodinamik : Glibenclamid merangsang sekresi insulin dari granul

sel – sel langerhans pancreas. Rangsangannya

melalui interaksinya dengan ATP sensitive K channel

(Gan gunawan, 2007).

Farmakokinetik : Sulfonilurea generasi II, umumnya potensi

hipoglikemiknya hampir 100x lebih besar dari

generasi I. meski waktu paruhnya pendek, hanya

sekitar 3 – 5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung

12 – 24 jam, sering cukup diberikan 1x sehari. Alasan

mengapa masa paruh yang pendek ini, memberikan

efek hipoglikemik panjang, belum diketahui (Gan

gunawan, 2007).

Efek Samping : Mual, muntah, sakit perut, vertigo, bingung, ataksia,

reaksi alergi (Theodorus, 1996). Insidens efek

samping generasi I sekitar 4%. Insidensinya lebih

rendah lagi untuk generasi II. Hipoglikemia, bahkan


8

sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini lebih

terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan

fungsi hepar atau ginjal, terutama yang

mengunakan

sediaan dengan masa kerja panjang.

Efek samping : lain, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual,

muntah, diare, gejala hematologic, SSP, mata.

(Gan gunawan, 2007).

Kontraindikasi : Wanita diabetes yang sedang hamil, penderita

glikosuria renal non-diabetes, hipersensitivitas

(Theodorus, 1996).

Interaksi Obat : Glukokortikoid, hormone tiroid, diuretika, estrogen

menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam

darah bila diberikan bersamaan. Dosis obat ini

harus ditingkatkan bila diberikan bersama fenitoin,

rifampin, klorpromazin. Meningkatkan resiko

hipoglikemia bila diberikan bersama alkohol,

fenformin, sulfonamide, kaptopril, simetidin,

antikoagulan, kloramfenikol, penghambat MAO dan

anabolik steroid, klofibrat serta fenfluramin, salisilat

(Theodorus, 1996)
9

Dosi : Permulaan 1 dd 2,5 – 5 mg, bila perlu dinaikkan

setiap minggu sampai maksimal 2 dd 1 mg (Tjay,

2004)

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan :

Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu : jarum

dan alat suntik, kanula, alat pengecek gula darah dan lap kasar.

Bahan yang digunakan :

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu : Aquades,

aloksan monohidrat, glukosa standar, larutan NaCMC, dan obat

glibenklamid.

Hewan coba :

Tikus putih (Rattus norvegicus)

B. Prosedur percobaan

1. Dilakukan pengukuran gula darah

2. Tikus diberikan injeksi aloksan monohidtrat

3. Pada hari ke-7 tikus dikelompokkan secara acak dan dipuasakan

selama 16 jam. Tikus dipotong sedikit bagian ekornya kemudian di

cek gula darahnya menggunakan alat pengecek gula darah.

4. Tikus diberikan glibenklamid


10

5. Dilakukan pengukuran darah setelah beberapa jam sesudah

diberikan obat glibenklamid

6. Dicatat hasil pengukuran gula darah pada tikus.

BAB IV

11
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

Tabel 1. Data Hasil Praktikum Diabetes

Kadar gula

sebelum di berikan obat Setelah di berikan obat glibenklamid


glibenklamid 5 mg 5 mg
83 mg/dI 43 mg/dI

B. Pembahasan

Diabetes mellitus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu

gangguan menahun pada khususnya metabolisme karbohidrat dalam

tubuh, dan juga pada metabolisme lemak dan protein (lat. Diabetes =

penerusan, mellitus = madu). Sebabnya ialah kekurangan hormon insulin

untuk menggunakan (membakar) glukosa sebagai sumber energi serta

guna sintesis lemak, dengan efek terjadinya hiperglikemia (Mycek, 2001).

Kadar glukosa serum puasa normal (teknik autoanalisis) adalah 70-

110 mg/dl. Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang

lebih tinggi dari 110 mg/dl. Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan

hampir semuanya diabsorpsi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa


11

da;am plasma tidak melebihi 160-180 mg/dl. Jika konsetrasi tubulus naik

melebihi kadar ini, glukosa tersebut akan keluar bersama urine, dan

keadaan ini disebut glikosuria.

Pada praktikum kali ini menggunakan obat glibenklamid, dan

dimana mekanisme kerja obat glibenklamid adalah merangsang sekresi

insulin dari granul sel –sel beta pankreas. Rangsangannya melalui

interaksinya dengan ATP-sensitif K chanal pada membran sel-beta yang

menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan menimbulkan

canal Ca. Dengan terbukanya canal Ca maka ion Ca2+ akan masuk ke sel

beta merangsang granula yang berinsulin dan akan terjadi sekresi insulin

dengan jumah ekuivalen dengan peptide. Kecuali itu sulfonylurea dapat

mengurangi klirens insulin di hepar.

Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk menentukan

tingkat efektifitas pemberian obat antidiabetes yaitu Glibenklamid, dan

kontrol Na CMC juga untuk dapat mengetahui efek antidiabetes dari obat

tersebut pada hewan coba Tikus putih (Rattus norvegicus) yang terlebih

dahulu diinduksi dengan larutan glukosa 60%, dan maksud dari

percobaan kali ini yaitu Mengetahui dan memahami efek dari obat

antidiabetes terhadap hewan coba Tikus putih (Rattus norvegicus).

Pertama-tama tikus di ukur kadar gula darahnya sebelum diberikan

obat glibenklamid dengan menggunakan alat glucometer dengan alas an

bahwa alat glukomete merupakan alat yang otometil memudahkan dalam

memperoleh hasil glukosa darah,periksaan dengan menggunakan alat ini


12

memerlukan waktu yang relative singkat, akurat , waktu tesnya minimal 30

detik. Sebelum tikus di beri perlakuan pertama tikus di suntikkan aloksan

dan di berikan minum air gula 60% selama 1 minggu, setelah itu seblum

perlakuan di cek lagi kadar gula darah tikus dari hasil setelah di berikan

aloksan dan minum air gula kadar gula darah tikus adalah 83 mg/dI.

Setelah di ketahui kadar gula darah tikus setalah perlakuaan kemudian

tikus diberikan obat glibenklamid untuk mengetahui efektifitas obat

glibenklamid dalam menurunkan kadar gula darah. Setelah diberikan obat

glibenklamid 5 mg secara peroral dan didiamkan selama beberapa jam

dan dilakukan pengecekkan kadar gula darah tikus dengan memotong

sedikit bagian ekor tikus, dan kadar gula darah tikus turun dari 83 mg/dl

menjadi 43 mg/dl.

Hasil praktikum yang didapat bahwa tikus yang diberikan

glibenklamid kadar gula darah (glukosa) pada tikus menurun. Data

percobaan yang dilakukan, glibenklamid merupakan obat antidiabetik

yang efektif dimana didapatkan penurunan kadar glukosa setelah

pemberian obat yang penurunannya berangsur-angsur ke kadar normal

yaitu 43 mg/dl.

12
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kelainan yang ditimbulkan jika kadar glukosa meningkat

adalah penyakit diabetes mellitus (DM). Sedangkan kelainan yang

ditimbulkan jika kadar glukosa dalam darah menurun adalah

hipoglikemia. Selain itu ada beberapa kelainan- kelainan yang

ditimbulkan dari metabolism gula karbohidrat yang abnormal yaitu

galaktosemia dan glikogenesis.

Hasil percobaan ini bahwa bahwa glibenklamid efektif dalam

menurunkan glukosa darah.

B. Saran

Diharapkan praktikan didampingi oleh asisten agar dapat dipantau

langsung mengenai cara kerja dan dapat meminimalisir kesalahan yang

terjadi selama proses praktikum berlangsung.


14

DAFTAR PUSTAKA

Mycek.M.J, Harvey. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya


Medika : Jakarta.

Sloane, Ethel. 2004. “Anatomi dan Fisiologi untuk pemula”. EGC :


Jakarta

Sukandar Elin Yuliana, dkk. 2008. “Iso Farmakoterapi”. PT. ISFI


Penerbitan : Jakarta

Sukandar, E. Y., J. I. Sigit, I. K. Adnyana, A. A. P. Setiadi, Kusnandar.


2008. ISO Farmakoterapi. Penerbit PT. ISFI Penerbitan.
Jakarta.

Suryono, 2004. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus. Jakarta : Balai


Penerbit Fakultas Kedokteran

Suryono, S., 2006. Diabetes Mellitus di Indonesia. Jakarta : Pusat


Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKU.

Galacia, E. H., A. A. Contreras, L. A. Santamaria, R. R. Ramos, A. A. C.


Miranda, L. M. G. Vega, J. L. F. Saenz, F. J. A. Aguilar.2002.
15

Studies on hypoglycemic activity of mexican medicinal


plants. Proc. West. Pharmacol. Soc. 45: 118-124

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care


untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta : Dirktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik.

Soegondo, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Farmakoterapi pada


pengendalian glikemia diabetes melitus tipe 2. Editor Aru W.
Sudoyoetal. Jilid ke-3. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Tjokroprawiro, A. 1998. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes.


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

LAMPIRAN

A. Perhitungan volume pemberian

Tikus dengan berat 141gram di berikan obat glibenklamid

141 gram = dosis obat X FK

= 5 mg X 0,018 = 0,09 mg

Berat maksimal tikus 300 gram

doisi obat

0,09 mg = 0,0423 mg

Volume pemberian untuk tikus

volume maksimal
16

5 ml = 2,35 ml

B. Lampiran hasil diskusi

Dari kelompok 2

1. Apa yang terjadi jika ATP-nya tidak keluar pada sekresi insulin ?

Jawab : Jika ATP-nya tidak keluar pada sekresi insulin maka dalam

sel tidak akan terjadi depolarisasi membran yang akan


mengaktifkan eksositosis dan apabila tidak terjadi
eksositosis maka sekresi insulin tidak akan terjadi (Jensen
et al. 2008)

2. MengapaCa+ diaktifkan pada sekresi insulin ?

Jawab :Sebenarnya bukan Ca+ yamg diaktifkan Ca+ yang


mengaktifkan eksositasi insulin (proses pemecahan
molekul glukosa menjadi sederhana) yang selanjutnya
molekul insulin mesuk kedalam sirkulasi darah terkait
dengan reseptor yang akhirnya menurunkan kadar
glukosa dalam plasma (Manaf. 2006)

3. Kenapa bisa menurut Depkes , 2005 penderita DM tipe 2 hampir


30% diberikan terapi insulin ? mengapa bukan menggunakan obat
seperti golongan biguanid ?

Jawab :Karna biasanya penderita DM tipe 2 saat ini mengkonsumsi

pil yang mendorong tubuh untuk memuat lebih banyak


insulin dan atau menurunkan kadar gula darah gagal atau
tidak bekerja dan penyakit semakin memburuk sehingga
harus beralih menggunakan injeksi terapi insulin. (ADA.
2004)

4. Bagaimana cara membebaskan molekul ATP pada mekanisme


sekresi insulin ?

Jawab : Tahap pertama sekresi insulin adaah proses glukosa


(masuk dalam sel ) melewati membrane sel. Glukosa masuk ke
dalam sel secara difusi dengan bantuan GLUT-2 glukose.
17

C. Lampiran gambar

Anda mungkin juga menyukai