Askep Gagal Ginjal Kronis Kel 6-1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIS

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


Keperawatan Menjelang Ajal Dan Paliatif

Dosen Pengampu :
Dr. Darsini, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh kelompok 4 :

Disusun Oleh Kelompok 6:

1. Novia Sevty Ramdhani (2021030009)


2. Affan Riadi (2021030019)
3. Siti Fadilla Cesa Eka levia (2021030020)
4. Aisya Laraswati (2021030041)
5. Annisa Ismawati (2021030043)
6. Isna Febriza (2021030049)
7. Nur Azizah
8. Qiswatul Jamaliyah
9. Yuliana Fitria Putri

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat hidup bagi umat
manusia dan karena rahmat dan kehendak-Nya asuhan keperawatan ini dapat diselesaikan.
Sholawat dan salam kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW dan untuk
para keluarganya, sahabat, dan pengikut-pengikutnya yang setia mendampingi beliau. Terima
kasih kepada kedua orang tua, dosen pengampu mata kuliah dan teman yang terlibat dalam
pembuatan asuhan keperawatan ini yang dengan doa dan bimbingannya asuhan keperawatan ini
dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
Kami sadari sepenuhnya bahwa asuhan keperawatan yang berjudul "Asuhan Keperawatan
Gagal Ginjal Kronis” yang kami susun ini sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penulisan
maupun isinya yang masih kurang tepat. Kesalahan demikian ad alah karena masih sangat terbatas
ilmu yang kami miliki, oleh karena itu dengan kerendahan hati, kami harapkan kritik dan saran
yang membangun selalu mengalir untuk kesempurnaan asuhan keperawatan ini. Sebagaimanakala
sederhana yang kami harapkan seluruh pecinta ilmu pengetahuan, sudah sepatutnya kita memohon
kepada Allah SWT. Semoga Allah selalu senantiasa memberkati fikiran dan semua tindakan yang
kita lakukan Aamiin Allahumma Aamiin.

Jombang, 6 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR IS ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 3
2.1 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronis ............................................... 3
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal ............................................... 3
2.1.2 Definisi Gagal Ginjal Kronis................................................ 6
2.1.3 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis ........................................... 6
2.1.4 Etiologi Gagal Ginjal Kronis ................................................ 8
2.1.5 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis ................................ 8
2.1.6 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis......................................... 9
2.1.7 Pathway Gagal Ginjal Kronis ............................................... 11
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik Gagal Ginjal Kronis....................... 12
2.1.9 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis .................................. 13
2.1.10 Komplikasi Gagal Ginjal Kronis ........................................ 13
2.1.11 Pencegahan Gagal Ginjal Kronis........................................ 13
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis............. 14
2.2.1 Pengkajian ........................................................................... 14
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................ 16
2.2.3 Intervensi Keperawatan ....................................................... 16
2.2.4 Implementasi Keperawatan.................................................. 18
2.2.5 Evaluasi Keperawatan ......................................................... 18
BAB III TINJAUAN KASUS ........................................................................................................ 19
3.1 Pengkajian .................................................................................... 19
3.2 Analisa Data ................................................................................. 28
3.3 Diagnosa Keperawatan ................................................................. 30
3.4 Intervensi Keperawatan ................................................................ 31
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan...................................... 37
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 42
4.1 Kesimpulan .................................................................................. 42
4.2 Saran ............................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………............ 43

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai
macam penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak
mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik dan extetoriknya untuk mempertahankan
homeostatis. Penyakit gagal ginjal kronis (GGK) adalah salah satu penyakit kronik yang
merupakan komplikasi dari beberapa penyakit yang tidak menular seperti hipertensi,
diabetes melitus dan penyakit renal lainnya. Dimana angka kematian pada usia muda
mengalami peningkatan yang disebabkan oleh kasus GGK. (Bestari & Wati, 2016)
Di Indonesia menurut Laporan Indonesia Renal registy (IRR), insiden dan
prevalensi gagal ginjal terminal (GGT) dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan.
Dimana angka kematian pasien GGT yang menjalani hemodialisis (HD) mencapai
sekitar lebih dari 20% pertahunnya. Data jumlah pasien baru dan pasien lama gagal
ginjal dari tahun ketahun terus meningkat, pada tahun 2015 jumlah pasien baru sebanyak
21.050 orang dan pasien yang aktif menjalani HD sebanyak 30.554 orang. Jumlah pasien
ini belum menunjukkan data seluruh indonesia tetapi dapat dijadikan reperensi kondisi
saat ini, data diambil dari 294 unit pelayanan hemodialisa.
Gagal ginjal kronis (GGK) membutuhkan terapi pengganti ginjal untuk
mempertahankan fungsi tubuh dan mengambil alih fungsi ginjal dalam mengeliminasi
sampah metabolik tubuh. Hingga saat ini dialisis baik berupa hemodialisis (HD) ataupun
CAPD (continuous ambulatory peritoneal dialysis) dan transplantasi ginjal adalah
tindakan yang efektif sebagai terapi untuk gagal ginjal kronik. (Basuki, 2019)
Di Indonesia HD lebih banyak dipilih dibandingkan dengan terapi pengganti
ginjal yang lain. Pasien yang menjalani hemodialisa dalam jangka wantu panjang harus
menghadapi berbagai masalah, seperti finansial, kesulitan untuk bekerja, dorongan
seksual yang menurun, depresi dan ketakutan menghadapi kematian, juga gaya hidup
yang harus berubah, sedikit banyak mempengaruhi semangat hidup seseorang. Pasien
dengan hemodialisa semangat hidupnya mengalami penurunan karena perubahan yang
harus dihadapi dan akan mempengaruhi kualitas hidup pasien. (Bestari & Wati, 2016)

1
1.2 Rumusan masalah
1) Bagaimana anatomi dan fisiologi ginjal?
2) Apa definisi dari Gagal Ginjal Kronis?
3) Apa saja klasifikasi Gagal Ginjal Kronis?
4) Bagaimana etiologi Gagal Ginjal Kronis?
5) Apa saja manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronis?
6) Bagaimana patofisiologi Gagal Ginjal Kronis?
7) Bagaimana pathway Gagal Ginjal Kronis?
8) Apa saja pemeriksaan penunjang pada Gagal Ginjal Kronis?
9) Apa saja penatalaksanaan medis pada Gagal Ginjal Kronis?
10) Apa saja penatalaksanaan keperawatan pada Gagal Ginjal Kronis?
11) Apa saja komplikasi yang terjadi pada Gagal Ginjal Kronis?
12) Apa saja pencegahan pada Gagal Ginjal Kronis?
13) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronis?
1.3 Tujuan
1) Mengetahui anatomi dan fisiologi ginjal
2) Mengetahui definisi dari Gagal Ginjal Kronis
3) Mengetahui klasifikasi dari Gagal Ginjal Kronis
4) Mengetahui bagaimana etiologi Gagal Ginjal Kronis
5) Mengetahui apa saja manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronis
6) Mengetahui bagaimana patofisiologi Gagal Ginjal Kronis
7) Mengetahui bagaimana pathway Gagal Ginjal Kronis
8) Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada Gagal Ginjal Kronis
9) Mengetahui apa saja penatalaksanaan medis pada Gagal Ginjal Kronis
10) Mengetahui apa saja penatalaksanaan keperawatan pada Gagal Ginjal Kronis
11) Mengetahui apa saja komplikasi yang terjadi pada Gagal Ginjal Kronis
12) Mengetahui apa saja pencegahan pada Gagal Ginjal Kronis
13) Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal
Kronis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronis


2.1.1 Anatomi Fisiologi Ginjal
1) Anatomi Ginjal

a. Makroskopis Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium


(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian
atas (superior) ginjal terdapat kelenjaradrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).
Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa
berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan
tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau
kurang lebih beratnya antara 120-150 gram. Ginjal Bentuknya seperti biji kacang,
dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan
kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki
lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah
dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang besar.
Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua
ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam guncangan. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang
disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat

3
gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides
renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai
pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua
atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau
tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut
piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari
segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap
piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian
terminal dari banyak duktus pengumpul. (Wulandari & Rosyidah, 2017)
b. Mikroskopis Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1 -1,2
juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri
dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus
pengumpul. (Price, 1995) Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler,
bersifat sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler
tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang
berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang
disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing,
kemudian ke luar melalui Uretra. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat
terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa
cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan d ilakukan menggunakan
mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin. (Wulandari & Rosyidah, 2017)
c. Vaskularisasi ginjal Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira -kira
setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena
kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk
kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan

4
diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk
arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini
membentuk arteriola aferen pada glomerulus. Glomeruli bersatu membentuk arteriola
aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi
tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini
akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena
arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava
inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama
dengan 20-25% curah jantung lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada
korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal
adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas
intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan
tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus tetap konstan. (Wulandari & Rosyidah, 2017)
2) Fisiologi ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat
vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah “menyaring/membersihkan” darah.
Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring
menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat
ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin
sebanyak 1-2 liter/hari. Fungsi Ginjal menurut (Basuki, 2019) adalah:
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
c. mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
d. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
e. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
f. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
g. Produksi hormon erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.

5
2.1.2 Definisi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis adalah proses kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari tiga
bulan. Gagal ginjal kronis dapat menimbulkan simtoma, yaitu laju filtrasi glomerular berada
di bawah 60 ml/men/1.73 m2, atau di atas nilai tersebut yang disertai dengan kelainan
sedimen urine. Selain itu, adanya batu ginjal juga dapat menjadi indikasi gagal ginjal kronis
pada penderita kelainan bawaan, seperti hioeroksaluria dan sistinuria. (Basuki, 2019)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible (tumbuh gagal dalam mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit), sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). (Ramadhani, 2020)
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada penderita penyakit ginjal
kronis terjadi penurunan fungsi ginjal secara perlahan-lahan. Dengan demikian, gagal ginjal
merupakan stadium terberat dari ginjal kronis. Oleh karena itu, penderita harus menjalani
terapi pengganti ginjal, yaitu cuci darah (hemodialisis) atau cangkok ginjal.
2.1.3 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis
Secara konsep gagal ginjal kronis, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.sedangkan
CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan
derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronis / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
• Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
• Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal

6
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
4) 2% - 20% fungsi ginjal normal
• Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
1) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
2) Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
3) air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010 (Basuki, 2019)
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal. (Basuki, 2019)
STADIUM LAJU FILTRASI DESKRIPSI & MANIFESTASI
GLOMERULUS
Stadium 1 >90 mL/menit/1,73m 2 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau
meningkat, Asimtomatik; BUN dan
kreatinin normal
Stadium 2 60-89 mL/menit/1,73m 2 Penurunan ringan GFR, Asimtomatik,
kemungkinan hipertensi; pemeriksaan
darah biasanya dalam batas normal
Stadium 3 30-59 mL/menit/1,73m 2 Penurunan sedang GFR, Hipertensi;
kemungkinan anemia dan keletihan,
anoreksia, kemungkinan malnutrisi, nyeri
tulang; kenaikan ringan BUN dan kreatinin
serum

7
Stadium 4 15-29 mL/menit/1,73m 2 Penurunan berat GFR, Hipertensi, anemia,
malnutrisi, perubahan metabolisme tulang;
edema, asidosis metabolik, hiperkalsemia;
kemungkinan uremia; azotemia dengan
peningkatan BUN dan kadar kreatinin
serum
Stadium 5 <15 mL/menit/1,73m 2 Penyakit ginjal stadium akhir. Gagal ginjal
dengan azotemia dan uremia nyata
2.1.4 Etiologi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis banyak disebabkan oleh nefropati DM, penyakit ginjal herediter,
nefritis interstital, uropati obstruksi, glomerulus nefritis, dan hipertensi. Sedangkan
kejadian gagal ginjal kronik di Indonesia banyak disebabkan karena infeksi yang terdapat
pada saluran kemih, batu pada saluran kencing, nefropati diabetic, nefroskelosis hipertensi,
dan lain sebagainya (Divanda et al., 2019). Penyakit gagal ginjal kronik terbesar disebabkan
oleh faktor penyakit ginjal hipertensi dengan jumlah presentase 37%. Gagal ginjal kronis
dengan etiologi hipertensi disebabkan karena kerusakan pada pembuluh darah yang
terdapat pada ginjal sehingga menghambat ginjal dalam memfiltrasi darah dengan baik.
Kejadian peningkatan jumlah pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisis, dengan
jumlah pasien hemodialisis per minggu sebanyak 3.666 . (Ramadhani, 2020)
Sedangkan faktor utama penyebab anemia terhadap pasien yang sedang menjalani terapi
hemodialis yaitu defisiensi dari eritropoetin. Kehilangan darah yang cukup banyak yang
digunakan untuk pemeriksaan laboratorium beserta darah merupakan bagian dari penyebab
dari terjadinya anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronis. Anemia pada pasien dengan
penyakit tersebut juga dapat disebabkan akibat dari kurangnya jumlah zat besi juga pada
asupan makanan. Untuk itu terapi pemberian suplemen zat besi juga perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya kekurangan zat besi. (Wulandari & Rosyidah, 2017)
2.1.5 Manifestasi klinis Gagal Ginjal kronis
Manifestasi klinik dari gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:
1. Gangguan kardiovaskuler, yaitu hipertensi, nyeri dada, sesak napas akibat perikarditis,
gagal jantung akibat penimbunan cairan, dan gangguan irama jatung.
2. Gangguan pulmober, yaitu nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum yang kental

8
3. Gangguan gastrointestinal, yaitu anoreksia, nausea, pendarahan saluran gastrointestinal,
ilserasi dan pendarahan mulut, nafas bau amonia, dan fomitus berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus
4. Gangguan muskuloskeletal, yaitu burning feet sindrom (rasa kesemutan dan terbakar
terutama pada telapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi pada otot
ekstremitas), dan resiles leg sindrom (pegal pada kaki sehingga selalu digerakkan)
5. Gangguan integumen, yaitu kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan
akibat penimbunan urokrom (hasil pemecahan hemoglobin dan yang membuat warna
urin), gatal–gatal akibat toksik, dan kuku tipis dan rapuh.
6. Gangguan endokrin, yaitu gangguan seksual akibat libido ertilitas dan ereksi menurun,
gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, dan gangguan
metabolik lemak dan vit. D
7. Gangguan perkemihan, yaitu penurunan fungsi glomerulus, biasanya retensi garam dan
air namun dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipokalsemia, proteinuria, dan terjadi dysuria ataupun anuria
8. Gangguan hematologi, yaitu anemia yang disebabkan karena kurangnya produksi
eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sum-sum tulang belakang, dapat
juga terjadi gangguan fungsi trombosis. (Ramadhani, 2020)
2.1.6 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis
Patofisiologi penyakit ginjal kronis pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Ginjal mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang di perantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, kemudian terjadi proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-

9
angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming
growth factor B (TGF- B) Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi,
dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulo intersitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronis, gejala klinis yang serius belum muncul,
terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LGF
masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan,
tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30%, mulai terjadi keluhan pada penderita antara lain penderita merasakan letih dan tidak
bertenaga, susah berkonsentrasi, nafsu makan menurun dan penurunan berat ba dan, susah
tidur, kram otot pada malam hari, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki pada malam
hari, kulit gatal dan kering, sering kencing terutama pada malam hari. Pada LFG di bawah
30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, an emia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual,
muntah dan lain sebagainya. Selain itu pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi
saluran kemih, infeksi saluran cerna, maupun infeksi saluran nafas. Sampai pa da LFG di
bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
(Wulandari & Rosyidah, 2017)

10
2.1.7 Pathway Gagal Ginjal Kronis

11
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik Gagal Ginjal Kronis
1. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine bertujuan untuk mengetahui volume, warna, sedimen, berat jenis,
kadar kreatinin, dan kadar protein dalam urine.
2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi bun/kreatinin, hitung darah lengkap, sel darah merah,
natrium, serum, kalium, magnesium fosfat, protein, dan osmolaritas serum.
3. Pemeriksaan pielografi intravena
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui abnormalitas pelvis ginjal dan ureter, serta
pielografi ada obstruksi yang reversibel. Selain itu, pemeriksaan ini juga untuk
mengetahui arteriogram ginjal serta mengkaji siklulasi ginjal, mengidentifikasi
ekstravaskular, dan adanya massa.
4. Sistouretrogram berkemih
Pemeriksaan ini menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, dan
retensi.
5. Ultrasono ginjal
Pemeriksaan ini untuk menunjukkan ukuran kandung kemih, adanya massa, kista, dan
obstruksi pada saluran kemih bagian atas.
6. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal dilakukkan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Pemeriksaan ini dilakukkan untuk menentukan pelvis ginjal, sep erti ada atau tidaknya
batu ginjal, hematuria, dan pengangkatan tumor selektif.
8. EKG
Keadaan abnormal menunjukkan adanya ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel, dan tanda-tanda perikarditis. (Permana & Sumaryana,
2018)

12
2.1.9 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis
Pengkajian klinik menentukan jenis penyakit ginjal, adanya penyakit penyerta, derajat
penurunan fungsi ginjal, komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal, dan faktor risiko untuk
penyakit kardiovaskular.pengelolaan dapat meliputi :
1. Terapi penyakit ginjal
2. Pengobatan penyakit penyerta
3. Penghambatan penurunan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan pengobatan penyakit komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal
6. Terapi pengganti ginjal dengan dialisis atau transplantasi jika timbul gejala dan tanda
uremia. (Permana & Sumaryana, 2018)
2.1.10 Komplikasi Gagal Ginjal Kronis
1. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
2. Hipertensi akibat retensi cairan dalam natrium serta malfungsi sistem renin angiostensin,
aldosteron.
3. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
pendarahan gastrointestinal akibat iritasi.
4. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang
rendah. (Bestari & Wati, 2016)
2.1.11 Pencegahan Gagal Ginjal Kronis
Pencegahan kerusakan ginjal dan mengubah perjalanan penyakit juga tidak kalah
pentingnya melalui terapi sejak awal dan pengawasan progresifitas penyakit.
1. Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi pemaparan
terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit ginjal (pencegahan paparan
infeksi, konseling genetik, pencegahan obesitas, dan lain-lain).
2. Pencegahan sekunder dilakukan dengan menjaga agar progresifitas CKD tidak terus
berlanjut dengan penanganan yang tepat pada setiap stadium CKD.
3. Pencegahan tersier difokuskan pada penundaan komplikasi jangka panjang, disabilitas
atau kecacatan akibat CKD melalui terapi penggantian ginjal (dialisis atau transplantasi
ginjal). (Bestari & Wati, 2016)

13
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Gagal Ginjal Kronis
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses keperawatan dilakukan secara komprehensif
dengan melakukan anamnesa subjektif (didapatkan dari klien maupun keluarga) dan data
objektif (hasil dari observasi terhadap klien). Kegiatan ini merupakan tahap awal untuk
melakukan pengumpulan data, pengelompokan data, serta untuk mendapatkan diagnosis
keperawatan. Dasar data pengkajian keperawatan pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik,
yaitu:
1. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise. Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau
somnolen).
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi: nyeri dada (angina)
Tanda: hipertensi: DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak,
tangan. Disritmia jantung. Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir. Friction rub perikardial (respons
terhadap akumulasi sisa). Pucat: kulit coklat kehijauan, kuning. Kecenderungan
perdarahan.
3. Integritas ego
Gejala: faktor stres, contoh finansial, hubungan. Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak
ada kekuatan.
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala: penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut). Abdomen
kembung, diare, atau konstipasi
Tanda: perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan. Oliguria,
dapat menjadi anuria.
5. Makanan/cairan
Gejala: peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan

14
amonia). Penggunaan obat diuretik.
Tanda: distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Peruba han turgor
kulit/kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala: sakit kepala, penglihatan kabur. Kram otot/kejang: sidrom kaki gelisah, kebas rasa
terbakar pada telapak kaki. Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer).
Tanda: gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tin gkat kesadaran, stupor, koma.
Penurunan DTR. Tanda chvostek dan trousseau positif. Kejang, fasikulasi otot, aktivitas
kejang. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat ma lam hari)
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
8. Pernapasan
Gejala: napas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan tanpa sputum kental
dan banyak
Tanda: takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernapasan kussmaul). Batuk
produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9. Keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya interaksi.
Tanda: pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi
peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal (efek
GGK/depresi respons imun), area ekimosis pada kulit. Fraktur tulang: deposit fosfat
kalsium (klasifikasi metastatik) pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatan gerak sendi.
10. Seksualitas
Gejala: penurunan libido, amenorea, infertilitas.
11. Interaksi sosial
Gejala: kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam keluarga.

15
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut (PPNI, 2017) pada Gagal ginjal kronis adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
b. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
e. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi (uremia)
2.2.3 Intervensi Keperawatan (PPNI, 2018)
Diagnosa Keperawatan (SDKI) Intervensi
Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) Observasi
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
- Monitor sputum
- Identifikasi skala nyeri
Terapeutik:
- Posisikan semi fowler
- Berikan oksigen 3 liter via nasal
kanul (sesuai kebutuhan)
Edukasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
.
Hipervolemia (D.0022) Observasi

- Periksa tanda dan gejala


hipervolemia
- Identifikasi penyebab hipervolemia
- Monitor intake input dan output
cairan
- Monitor kecepatan infus secara
ketat

16
Terapeutik
- Timbang berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
- Batasi asupan cairan
Edukasi:
- Anjurkan cara membatasi cairan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat diuretik
Intoleransi Aktivitas (D.0056) Observasi

- Identifikasi kesiapan dan


kemampuan menerima informasi
Terapeutik
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi:
- Jelaskan manfaat kesehatan dan efek
fisiologis olaraga
- Ajarkan teknik ROM
Gangguan Pola Tidur (D.0055) Observasi

- Identifikasi pola aktivitas dan tidur


- Identifikasi faktor pengganggu tidur
Terapeutik
- Modifikasi lingkungan
(pencahayaan dan kebisingan)

Edukasi:
- Lakukan prosedur untuk meningkat
kenyamanan (pengaturan posisi)
- Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur

17
Nausea (D. 0076) Observasi

- Identifikasi dampak mual terhadap


kualitas hidup
- Monitor mual

Terapeutik
- Berikan makanan dingin, cairan
bening, tidak berbau dan tidak
berwarna
Edukasi:
- Anjurkan istirahat dan tidur yang
cukup
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat
antimietik

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan tujuan spesifik. Implementasi
dilakukan pada klien dengan kanker paru adalah dengan tindakan sesuai intervensi yang
telah dilakukan sebelumnya. Dalam tindakan ini diperlukan kerja sama antara perawat
sebagai pelaksana asuhan keperawatan, tim kesehatan, klien dan keluarga agar asuhan
keperawatan yang diberikan mampu berkesinambungan sehingga klien dan keluarga
dapat menjadi mandiri
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui sejauh
mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan cara
membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat
dalam rencana keperawatan.

18
BAB III

TINJAUAN KASUS

Dalam bab ini diuraikan hasil dari pelaksananaan asuhan keperawatan pada Tn. M
dengan diagnosis medis Gagal Ginjal Kronis di ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah
Jombang yang dilaksanakan pada 23 Agustus 2023. Pelaksanaan asuhan keperawatan ini
dilakukan tahap demi tahap yang diawali dengan pengkajian, perumusan diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

3.1 Pengkajian

Tanggal Pengkajian : 23 Agustus 2023

Jam Pengkajian : 10.30 WIB

Diagnosa Medis : Gagal ginjal kronis

No. Reg : 015673

Nama Ruangan : Ruang Dahlia

1. Biodata

Nama Pasien : Tn. A

Alamat : Jl. Mancar, Peterongan Jombang

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

TTL : 22 November 1968

Status : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

19
2. Riwayat keluhan

a. Keluhan Utama :
Pasien mengatakan sesak napas.
b. Riwayat Keluhan Utama :
Pasien mengatakan sering sesak napas. Pasien mengatakan sesak nafas dirasakan
sering muncul pada malam hari. Pasien mengatakan bahwa sesak nafas yang
dirasakan sangat mengganggunya. Pasien mengatakan tidak mampu mengeluarkan
dahak secara mandiri. Pasien mengatakan ada dahak di tenggorokannya. Frekuensi
napas 26x/menit. Pernapasan tampak cepat dan dalam. Terdapat napas tambahan
ronkhi.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan bahwa sering pusing dan sakit kepala yang lama. Pasien juga
mengatakan bahwa selera makannya menurun, pasien mengatakan bahwa klien
benar- benar sudah tidak bisa mengontrol pengeluaran kencingnya. Pasien
mengatakan tidak mampu dan takut dalam bergerak sendiri pada saat akan ke
toilet. Pasien mengatakan sering mual, pasien mengatakan berat badannya sedikit
menurun.
d. Riwayat Penyakit Masa Lalu
Pasien mengatakan bahwa dirinya mengalami kelelahan secara tiba-tiba dan pasien
mulai tidak kuat untuk beraktifitas fisik yang berat. Pasien mengatakan itu terjadi
sekitar kurang lebih enam bulan yang lalu. Pasien mengatakan bahwa setelah
mengalami kelelahan yang mendadak itu pasien juga sering mual, kepala sering
sakit, serta penurunan berat badan. Pasien mengatakan bahwa setelah itu ia hanya
berbaring di rumah, Pasien juga mengatakan bahwa mulai saat itu pasien juga
merasakan nyeri dan sakit pada bagian pinggang dan juga sudah mulai tidak bisa
mengontrol pengeluaran urinenya. Akhirnya keluarga pasien sepakat membawa
pasien ke Rumah Sakit pada hari kamis sore dan diterima di dahlia. Pasien
mengatakan bahwa sebelumnya pasien pernah mengalami sesak nafas. Pasien
mengatakan bahwa sebelumnya ada riwayat hipertensi. Pasien mengatakan tidak
ada alergi baik makanan, obat obatan atau bahan kimia. Pasien mengatakan tidak
pernah merokok

20
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Genogram :

3. Data Psikososial
Keterangan Sebelum Sakit Saat sakit
Komunikasi dengan keluarga Baik Masih Baik
Waktu berkumpul dengan keluarga Sering Jarang
Hubungan dengan keluarga dan tetangga Harmonis Kurang interaksi
Kegiatan sosial Sering ikut Tidak mengikuti lagi

4. Data Spiritual
Keterangan Sebelum Sakit Saat sakit
Ibadah Rajin sholat Tidak pernah
Berdoa Rajin berdoa Rajin berdoa
Motivasi Keluarga Baik Masih baik
Motivasi dari diri sendiri Ada Ada

5. Pola Kognitif dan Perseptual


Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Gangguan panca indra Tidak ada gangguan Ada gangguan pada mata
Pengetahuan tentang Penyakit Tidak tau Tidak tau

6. Pola Konsep Diri


Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Pekerjaan Pekerja Keras Berhenti pekerja
Aktivitas sehari hari Normal Terganggu

21
7. Pola Koping
Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Saat terjadi gejala sakit Upaya pengobatan sendiri Menerima proses penyembuhan
di RS

8. Aktivitas Sehari-Hari
Keterangan Sebelum sakit Saat Sakit
Nutrisi
Selera makan Baik teratur Menurun teratur
Pola makan 3x/hari habis 3x/hari tidak habis
Kesulitan Menelan Tidak ada ada
Cairan
Minum air mineral 0,5 liter/hari 240 ml
Terapi NaCL 0,9%
Injeksi obat 30cc/hari
Tranfusi packed red cells/PRC
kolf/24jam
Input per 24 jam: minum = 480ml = 480cc
Infus = 1 kolf (500cc) x 2 = 1.000cc
Injeksi obat = 30cc
Transfusi PRC = 1 kolf (230ml) = 230ml x 2kali = 460cc
Total = 1.970cc
Output per 24 jam: Volume urine = 200cc
IWL = (15 x 65) = 975cc
Feses kondisi normal 1 BAB feses = 100cc = 100cc
Total = 1.275cc
Balance cairan 24 jam: input – output = 1.970cc – 1.275cc = 695cc

Eliminasi
Frekuensi BAB Teratur 1x sehari Tidak teratur
Frekuensi BAK Tidak menentu Tidak teratur
Istirahat dan tidur
Frekuensi tidur Cukup Berkurang

22
Istirahat Nyaman Terganggu
Olahraga
Frekuensi olahraga Tidak pernah Tidak pernah
Personal hygiene
Mandi 2 kali sehari Hanya diseka
Gosok gigi 2 kali sehari Sekali sehari
Mobilitas Fisik
Aktivitas sehari hari Normal Kesulitan

9. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, tampak pucat, terlihat lemah, tampak kurang
bersemangat, tampak sesak napas, terpasang infus pada tangan kanan, terpasang
kateter, akral terasa hangat.
B. Tanda Tanda Vital
TD : 154/90 mmHg dengan MAP 111 mmHg,
Nadi : 92x/menit,
RR : 26x/menit dan
Suhu : 36 0C (temporal).
C. Antropometri
Saat sakit:
BB: 65kg
TB: 162cm
IMT = 65/(1,62x1,62) = 24,7.
Jadi IMT pasien dalam batas normal (18,5-25,0).
D. Sistem Pernapasan
Inspeksi:
Lubang hidung simetris kanan dan kiri, tidak terdapat pernapasan cuping hidung,
tidak terdapat epitaksis, tidak ada sekret, bentuk dada normo chest, pengembangan
dinding dada simetris kiri dan kanan. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan juga
tidak ada tumor.

23
Palpasi:
Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, getaran dinding dada simetris kiri dan
kanan saat dilakukan taktil premitus.
Perkusi:
Bunyi paru terdengar sonor di sebagian lapang paru.
Auskultasi:
Suara nafas vesikuler, terdapat suara bunyi nafas tambahan yaitu ronchi d i lobus
inferoir kanan dan lobus inferior kiri.
E. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi:
Konjungtiva tampak pucat, mukosa bibir kering. Ictus cordis terlihat.
Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan benjolan. Ictus cordis terabah di
interkosta 5 midklavikula sinistra. Tekanan vena jugularis diatas -2 dibawah +2.
Perkusi:
Batas atas jantung kanan kiri intercosta 2, batas kanan jantung linea sternalis
sinistra dan batas kiri jantung linea midklavikula sinistra, batas bawah jantung
intercosta 5 sinistra. Jantung dalam batas normal, tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi:
Terdengar suara bunyi jantung S1 “Lup” dan S2 “Dup”.
F. Sistem Pencernaan
Inspeksi:
Sklera tidak ikterik, mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis pada mulut, tidak ada
kesulitan menelan, tidak terdapat lesi, klien mampu mengatupkan giginya dengan
baik, klien mampu merasakan rasa manis pada bagian depan lidah, rasa asin pada
bagian tengah lidah, dan asam pada samping kiri kanan lidah. Tidak ada massa atau
benjolan pada abdomen dan umbilicus tidak menonjol.
Auskultasi:
Peristaltik usus 20x/menit.
Palpasi:
Tidak terdapat pembesaran hepar, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa.

24
Perkusi:
Terdengar suara timpani pada kuadran kiri dan kanan bawah abdomen dan
terdengar bunyi pekak pada kuadran kiridan kanan atas.
G. Sistem Penginderaan
1) Mata
Inspeksi:
Pupil isokor, konjungtiva kilen pucat, sklera tidak ikterik, ada bengkak di sekitaran
mata. Penyebaran bulu mata dan alis merata, klien mampu membaca dalam jarak
30cm. Saat diberikan rangsangan kedua pupil klien mengecil, klien mampu melihat
ke segala arah. Tidak ada nigtakmus. Klien mampu mengikuti gerakan jari
pemeriksa ke arah lateral (samping). Mata berkedip saat dilakukan refleks glabella.
Palpasi:
Tidak terdapat nyeri, tidak ada benjolan dan pembengkakan pada mata klien .
2) Hidung:
Inspeksi:
Tidak ada sekret, tidak ada polip, tidak terdapat epitaksis, membran mukosa merah
muda. Klien mampu membedakan bau yang diberikan.
Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan.
3) Telinga:
Inspeksi:
Bentuk daun telinga simetris kiri dan kanan, tidak terdapar serumen, klien m ampu
mendengar dengan baik.
Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan pada daerah telinga klien
H. Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi:
Tidak ada benjolan pada kepala, klien mampu menggerakkan kepala kiri kanan
namun lambat.
Palpasi:
Pada bagian ekstremitas terdapat edema, edema dengan derajat II (4mm). Tidak ada

25
luka, pergerakan sendi sangat terbatas, tidak ada kelainan tulang belakang, akral
hangat
I. Sistem Integumen
Inspeksi:
Rambut klien putih, penyebaran rambut merata dan tidak mudah rontok, dan sedikit
berketombe. Warna kulit sawo matang, kulit klien lembab, tidak terdapat ruam
maupun tanda infeksi pada kulit, turgor kulit baik. Warna kuku bening, tidak mudah
patah, dan sedikit kotor.
J. Sistem Endokrin
Inspeksi:
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat massa ataupun benjolan, tidak
ada keringat berlebih, tidak terdapat nyeri tekan.
K. Sistem Perkemihan
Inspeksi:
Terjadi edema palpebra, tidak terjadi moonface, terjadi edema anasarka, tidak
terdapat nyeri tekan atau massa. Jumlah urine setiap harinya sekitar 200cc dengan
warna kuning pekat, tidak ada darah dalam urine, klien mengalami nokturia sejak
6 bulan terakhir. Fungsi GFR laki-laki = (140-55 tahun) x 65kg / 72 x 9.78 mg/dl)
= 7,846 % atau berada di stadium 5 (<15 atau dialisis).
L. Sistem Reproduksi
Inspeksi:
Tidak dilakukan pengkajian.
M. Sistem Imun
Pasien tidak ada alergi makanan, cuaca/suhu dan zat kimia, klien mengatakan
bahwa terkadang demam/flu saat pergantian cuaca.

26
10. Pemeriksaan Penunjang Medis
Hematologi lengkap Hasil Nilai Normal

Hemoglobin L 8.3 g/dl 14.0-18.0


Leukosit H 14.48 103 /ul 4.00-12.00
Eritrosit L 2.80 106 /ul 4.50-6.00
Hematokrit L 23.4 % 40.0-48.0
Trombosit 216 103 /ul 150-450
Indeks eritosit
MCV 84.7 fl 82,0-96,0
MCH 28.5 pg 27,0-31,0
MCHC 33.7 g/L 32,0-37,0
hitung jenis neutrofil
limfosit monosit kimia H 89.7 % 50-70
darah gula darah sewaktu L 4.3 % 20.0-40.0
ureum 6.0 % 2.0-8.0
kreatinin kalium
86 mg/dl 70-130
H 153.20 mg/dl 10-40
HH 9.78 mg/dl 0.67-1.50
4.39 mmol/L 3.5-5.1

11. Pelaksanaan / Therapi :


Terapi yang diberikan kepada Tn. M yaitu:
a) Hct 12mg/8 jam via oral
b) Furosemide 40mg/8jam IV
c) Ceftriaxone 1g 2x1 IV
d) Chortalidone 25mg/24 jam via oral
e) NaCL 0.9% dalam 12 jam IV
f) Domperidone 10mg/8jam via oral
g) Ondansentron 10mg/8 jam IV
h) Terapi oksigen 3 liter via nasal kanul
i) Terapi nebuliser combifen 4x1mg/8 jam dan fulnicor 2x2 mg/8jam via nasal.
27
3.2 ANALISIS DATA

Tgl Data penunjang Masalah keperawatan Etiologi

23 DS : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Sekresi yang tertahan


(D.0001)
Agustus a. Pasien mengatakan sesak napas
b. Pasien mengatakan sesak napas dirasakan
2023
sering muncul pada malam hari
b. Pasien mengatakan tidak mampu
mengeluarkan dahak secara mandiri
DO :

a. Bunyi napas tambahan ronkhi


b. Pernapasan 26 x/menit
23 DS : Pasien mengatakan sesak napas Hipervolemia (D.0022) Gangguan mekanisme
regulasi
Agustus DO :

2023 a. Pasien mengalami edema anasarka


b. Balance cairan 24 jam 695cc
b. Hasil Lab. Hemoglobin L 8.3 g/dl, Leukosit
H 14.48 103 /ul, Eritrosit L 2.80 106 /ul,
Hematokrit L 23.4 %, Neutrofil H 89.7 %,
Limfosit L 4.3 %, Ureum H 153.20 mg/dl

28
23 DS : Intoleransi Aktivitas (D.0056) Kelemahan

Agustus a. Pasien mengeluh kelelahan


b. Pasien mengatakan tidak mampu beraktivitas
2023
dan kesulitan bergerak
c. Pasien mengatakan takut berjalan sendiri ke
toilet dan tidak mampu sendiri
DO :

a. Pasien tampak lemah


a. Pasien tampak kurang bersemangat
23 DS : Gangguan Pola Tidur (D.0055) Kurang kontrol tidur

Agustus a. Pasien mengatakan waktu tidurnya berkurang


b. Pasien mengeluh sulit tidur
2023
DO :

a. Pasien hanya tidur 4-5 jam


23 DS : Nausea (D.0076) Gangguan biokimiawi
(uremia)
Agustus a. Pasien mengatakan selera makan menurun
b. Pasien mengatakan sering mual
2023
DO :
a. Pasien tampak pucat

29
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

HARI/TANGGAL NO. DIAGNOSA DIAGNOSA KEPERAWATAN

Rabu, 23 Agustus 2023 D.0001 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan ditandai dengan sesak napas, sputum berlebih, ronkhi, frekuensi
napas berubah

Rabu, 23 Agustus 2023 D.0022 Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
ditandai dengan sesak napas, edema anasarka, kadar Hb/ Ht menurun,
suara napas tambahan

Rabu, 23 Agustus 2023 D.0056 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
mengeluh lelah, merasa semakin lemah, tidak mampu beraktivitas dan
kesulitan bergerak

Rabu, 23 Agustus 2023 D.0055 Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai
dengan mengeluh sulit tidur, mengeluh istirahat tidak cukup

Rabu, 23 Agustus 2023 D.0076 Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi (uremia) ditandai
dengan mengeluh mual, tidak berniat makan, pucat.

30
3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


HASIL

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif Bersihan Jalan Napas 1. Manajemen Jalan Napas (I.01011)
(D.0001) berhubungan dengan (L.01001)
Definisi:
sekresi yang tertahan ditandai Setelah dilakukan intervensi Mengidenifikasi dan mengelola kepatenan
dengan sesak napas, sputum selama 1x24 jam, diharapkan jalan napas
berlebih, ronkhi, frekuensi napas Bersihan jalan napas
berubah Tindakan:
meningkat dengan kriteria
hasil : Observasi
- Monitor pola napas
1. Sesak napas menurun
- Monitor bunyi napas tambahan
2. Produksi sputum menurun
- Monitor sputum
3. Ronkhi menurun
- Identifikasi skala nyeri
4. Frekuensi napas membaik

31
Terapeutik:
- Posisikan semi fowler
- Berikan oksigen 3 liter via nasal kanul (sesuai
kebutuhan)
Edukasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat bronkodilator

2 Hipervolemia (D.0022) berhubungan Keseimbangan Cairan 1. Manajemen Hipervolemia (I.03114)


dengan gangguan mekanisme regulasi (L.05020) Definisi:
ditandai dengan sesak napas, edema Setelah dilakukan Mengidentifikasi dan mengelola kelebihan volume
anasarka, kadar Hb/ Ht menurun, suara Intervensi selama 1x24 jam, cairan intravaskuler dan ekstraseluler serta mencegah
napas tambahan diharapkan Keseimbangan terjadinya komplikasi
cairan meningkat, dengan Tindakan:
kriteria hasil:
Observasi
1. Asupan cairan meningkat.
2. Edema menurun - Periksa tanda dan gejala hipervolemia

3. Keluaran urin meningkat - Identifikasi penyebab hipervolemia


- Monitor intake input dan output cairan
- Monitor kecepatan infus secara ketat

32
Terapeutik
- Timbang berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
- Batasi asupan cairan
Edukasi:
- Anjurkan cara membatasi cairan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat diuretik

3 Intoleransi aktivitas (D.0056) Toleransi Aktivitas 1. Edukasi Latihan Fisik (I.12389)


(L.05047)
berhubungan dengan kelemahan ditandai Definisi:
dengan mengeluh lelah, merasa semakin Setelah dilakukan intervensi Mengidentifikasi Mengajarkan aktivitas fisik reguler
lemah, tidak mampu beraktivitas dan selama 1x24 jam, diharapkan untuk mempertahankan atau meningkatkan
kesulitan bergerak Toleransi aktivitas meningkat kebugaran dan kesehatan
dengan kriteria hasil : Tindakan:

1. Kemudahan dalam Observasi


melakukan aktivitas sehari
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
hari meningkat
informasi
2. Keluhan lelah menurun

33
3. Perasaan lemah Terapeutik
menurun
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi:
- Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologis
olaraga
- Ajarkan teknik ROM

4 Gangguan pola tidur ( D.0055) Pola Tidur (L.05045) 1. Dukungan Tidur (I.09265)
berhubungan dengan kurang kontrol tidur Definisi:
Setelah dilakukan intervensi
ditandai dengan mengeluh sulit tidur, Memfasilitasi siklus tidur dan terjaga yang teratur
selama 1x24 jam, diharapkan
mengeluh istirahat tidak cukup Tindakan:
Pola tidur membaik dengan
kriteria hasil : Observasi

1. Keluhan sulit tidur - Identifikasi pola aktivitas dan tidur


menurun - Identifikasi faktor pengganggu tidur
2. Keluhan istirahat tidak Terapeutik
cukup menurun - Modifikasi lingkungan (pencahayaan dan
kebisingan)

34
Edukasi:
- Lakukan prosedur untuk meningkat kenyamanan
(pengaturan posisi)
- Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur

5 Nausea (D.0076) berhubungan dengan Tingkat Nausea (L.12111) 1. Manajemen Mual (I.09829)
gangguan biokimiawi (uremia) ditandai Definisi:
Setelah dilakukan intervensi
dengan mengeluh mual, tidak berniat Mengidentifikasi dan mengelola perasaan tidak enak
selama 1x24 jam, diharapkan
makan, pucat. pada bagian tenggorok atau lambung yang dapat
Tingkat nausea menurun
menyebabkan muntah
dengan kriteria hasil :
Tindakan:
1. Keluhan mual menurun
Observasi
2. Nafsu makan meningkat
3. Pucat membaik - Identifikasi dampak mual terhadap kualitas
hidup
- Monitor mual

35
Terapeutik
- Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak
berbau dan tidak berwarna
Edukasi:
- Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat antimietik

36
3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


23 Bersihan Jalan Napas 1. Memonitor pola napas S: Pasien mengatakan bahwa sesaknya mulai berkurang
Agustus Tidak Efektif 2. Memonitor bunyi napas tambahan O:
2023
(D.0001)
3. Memonitor sputum 1. Frekuensi napas pasien 21 x/menit

4. Menidentifikasi skala nyeri 2. Bunyi napas ronkhi sudah hilang

5. Memposisikan semi fowler


A: Masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif teratasi
6. Memberikan oksigen 3 liter via nasal kanul sebagian
7. Mengajarkan teknik batuk efektif
P: Intervensi dilanjutkan
8. Mengkolaborasi pemberian obat bronkodilator
6,7,8

37
TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
23 Hipervolemia 1. Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia S: Pasien mengatakan bahwa asupan cairannya belum
Agustus (D.0022) 2. Mengidentifikasi penyebab hipervolemia
meningkat dan urinnya pun sedikit yang keluar serta masih
2023 3. Memonitor intake input dan output cairan
ada pembengkakan pada sebagian tubuhnya
4. Memonitor kecepatan infus secara ketat
5. menimbang berat badan setiap hari pada waktu O: Paien tampak perlu melakukan balance cairan dan masih
tampak edema
yang sama
6. Membatasi asupan cairan A: Masalah Hipervolemia belum teratasi
7. menganjurkan cara membatasi cairan
P: Intervensi dilanjutkan
8. Mengkolaborasi pemberian obat diuretik
3,6,8

38
TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
23 Intoleransi aktivitas 1. Menidentifikasi kesiapan dan kemampuan S: Pasien mengatakan bahwa sudah mulai bisa melakukan
Agustus (D.0056) menerima informasi
aktivitas, dan pasien mengatakan bahwa lelah sudah
2023
2. Memberikan kesempatan untuk bertanya
berkurang
3. Menjelaskan manfaat kesehatan dan efek
O: Pasien tampak bisa melakukan aktivitas dan tampak tidak
fisiologis olaraga
lelah lagi
4. Mengajarkan teknik ROM
A: Masalah Intoleransi Aktivitas teratasi

P: Intervensi dihentikan

39
TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
23 Gangguan pola tidur 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur S: Pasien mengatakan sudah tidur selama 6-7 jam/ hari
Agustus ( D.0055) 2. Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur
O: Pasien tampak sudah bisa mengontrol pola tidurnya
2023 3. Memodifikasi lingkungan (pencahayaan dan
A: Masalah Gangguan Pola Tidur teratasi
kebisingan)
4. Melakukan prosedur untuk meningkat kenyamanan P: Intervensi dihentikan
(pengaturan posisi)
5. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur

40
23 Nausea (D.0076) 1. Mengidentifikasi dampak mual terhadap kualitas S: Pasien mengatakan selera makan sudah meningkat dan
Agustus hidup
keluhan mual sudah menurun
2023 2. Memonitor mual
O:
3. Memberikan makanan dingin, cairan bening, tidak
berbau dan tidak berwarna 1. Selera makan pasien meningkat
4. Menganjurkan istirahat dan tidur yang cukup
2. Pasien tampak tidak mual lagi
5. Menkolaborasi pemberian obat antimietik
A: Masalah Nausea teratasi

P: Intervensi dihentikan

41
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) adalah salah satu penyakit kronik yang merupakan
komplikasi dari beberapa penyakit yang tidak menular. Gagal ginjal kronis adalah proses
kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari tiga bulan. Gagal ginjal kronis dapat
menimbulkan simtoma, yaitu laju filtrasi glomerular berada di bawah 60 ml/men/1.73 m2,
atau di atas nilai tersebut yang disertai dengan kelainan sedimen urine. Selain itu, adanya
batu ginjal juga dapat menjadi indikasi gagal ginjal kronis pada penderita kelainan bawaan,
seperti hioeroksaluria dan sistinuria. Gagal ginjal kronik banyak disebabkan oleh nefropati
DM, penyakit ginjal herediter, nefritis interstital, uropati obstruksi, glomerulus nefritis, dan
hipertensi. Sedangkan kejadian gagal ginjal kronik di Indonesia banyak disebabkan karena
infeksi yang terdapat pada saluran kemih, batu pada saluran kencing, nefropati diabetic,
nefroskelosis hipertensi, dan lain sebagainya

Berdasarkan hasil pembahasan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal kronis
didapatkan diagnosa: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan, Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan, Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang
kontrol tidur, Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi (uremia).

4.2 Saran

Perawat sebagai anggota tim kesehatan yang paling banyak berhubungan dengan pasien
diharapkan terus meningkatkan ketrampilan dan wawasan tentang Asuhan keperawatan
pada pasien Gagal Ginjal Kronis. sehingga dalam menjalankan atau melaksanakan suatu
asuhan keperawatan tidak terjadi kesalahan yang dapat berakibat patal pada klien. Perawat
juga harus membuka pola pikirannya dalam proses Asuhan Keperawatan Pada Gangguan
Sitem endokrin dengan demikian perawat dapat meningkatakan kualitas asuhan
keperawatan pada klien dengan ilmu yang didapatkan.

42
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, K. (2019). Konsep Dasar Hipervolemia pada Gagal Ginjal Kronis. Jurnal Online

Internasional & Nasional Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019 Universitas 17

Agustus 1945 Jakarta.

Bestari, B. K., & Wati, D. (2016). Penyakit Kronis Lebih dari Satu Menimbulk an Peningkatan

Perasaan Cemas pada Lansia Di Kecamatan Cibinong. Jurnal Keperawatan

Indonesia, 19(1), 49-54.

Permana, I., & Sumaryana, Y. (2018). Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Penyakit Hati

Menggunakan Metode Forward Chaining. 140-155.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI (Edisi 1).

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Ramadhani, A. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Chronic Kidney Disease ( Ckd )

Dengan Tindakan Pembatasan Kebutuhan Cairan. c. . Retrieved from

http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1134/1/Naspub Publikasi_Anggun .

Wulandari, N., & Rosyidah, I. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik Dengan

Masalah Kelebihan Volume Cairan. Journal of Chemical Information and

Modeling.

43

Anda mungkin juga menyukai