Anda di halaman 1dari 1

Nama : Amalia Putri Yoseva

NPM : 10070321039
Kelas : B
Akhlaq
Mensucikan Diri
Allah S.W.T berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 222:

‫ّللا ُي ِّحب التَّ َّوا ِّبي َن َو ُي ِّحب الْ ُمتَطَ ِّه ِّري َن‬
َ َّ ‫ِّإ َّن‬
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222).
Tafsir ( as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di):
Allah mengabarkan tentang pertanyaan mereka mengenai haid, apakah wanita setelah haid kondisinya
sama seperti sebelum ia haid? ataukah harus dijauhi secara mutlak sebagaimana yang dilakukan oleh
kaum Yahudi?
Maka Allah mengabarkan bahwa itu adalah kotoran, maka apabila itu adalah kotoran, pastilah
merupakan suatu hikmah bahwa Allah melarang dari kotoran itu sendiri. Karena itu Allah berfirman,
“hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid,” artinya, tempat keluarnya haid.
Maksudnya, berjima di kemaluan khususnya, karena hal itu haram hukumnya menurut ijma’.
Pembatasan dengan kata menjauh dari tempat haid menunjukkan bahwa bercumbu dengan istri yang
haid, menyentuh tanpa berjima pada kemaluannya adalah boleh.
Akan tetapi firmanNya, “dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci,” menunjukkan
harusnya meninggalkan mencumbu bagian yang dekat dengan kemaluan, yaitu bagian di antara pusar
dan lutut, sebagaimana nabi melakukannya, bila beliau akan mencium istrinya pada saat istrinya itu
sedang haid, beliau memerintahkan kepadanya untuk memakai kain lalu beliau mencumbunya.
Batasan waktu menjauhi dan tidak mendekati istri yang haid adalah, “sampai mereka suci,” yaitu, dari
mereka telah berhenti, maka apabila dalam mereka telah berhenti, hilanglah penghalang yang laku
saat darah masih mengalir.Syarat kehalalannya ada dua, terputusnya darah, dan mandi suci darinya.
Ketika darahnya berhenti, lenyaplah syarat pertama hingga tersisa saraf kedua. Maka oleh karena itu
Allah berfirman, “Apabila mereka telah Suci,” maksudnya mereka telah mandi, “maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu,” yaitu pada kemaluan depan dan bukan
lubang bagian belakang, karena itulah tempatnya bersenggama.
Ayat ini merupakan dalil atas wajibnya mandi bagi seorang wanita haid, dan bahwasanya terputusnya
darah adalah syarat sahnya mandi.
Dan tatkala larangan tersebut merupakan kasih sayang dari Allah kepada hamba-hambaNya dan
pemeliharaan dari kotoran, maka Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat”, yaitu dari dosa-dosa mereka secara terus-menerus, “dan menyukai orang-orang yang
menyucikan diri,” yaitu, yang bersuci dari dosa-dosa, dan ini mencakup segala macam bersuci dari yang
bersifat material seperti dari najis maupun hadats.
Ayat ini juga menunjukkan disyariatkannya bersuci secara mutlak, karena Allah menyukai orang-orang
yang bersifat dengannya (yakni yang suka bersuci). Itulah sebabnya, bersuci secara mutlak adalah
syarat sahnya shalat, tawaf, dan bolehnya menyentuh mushaf. Juga bersuci secara maknawi seperti
(menyucikan diri) dari akhlak akhlak yang hina, sifat-sifat yang rendah, dan perbuatan-perbuatan yang
kotor.

Anda mungkin juga menyukai